Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Bedah RSUD Tjirowardjojo

Disusun Oleh :
HELMI AZIZ
20194010166

Pembimbing :
dr. Y. Kristiyanto, Sp.KJ

SMF KESEHATAN JIWA


RSUD TJITRO WARDOJO PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disahkan presentasi kasus dengan judul :

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK

Telah disetujui pada tanggal 2020

Oleh :

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Kesehatan Jiwa

dr. Y. Kristiyanto, Sp. KJ


ANAMNESIS

Sumber Anamnesis

1. Autoanamnesis pada pasien pada tanggal 9 November 2020.

2. Alloanamnesis pada adik pasien pada tanggal 11 November 2020.

Nama Tn. AA

Usia 31 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki

Pendidikan Terakhir S1

Status Perkawinan Menikah

Agama Islam

Hubungan dengan Pasien Adik Kandung

Sifat perkenalan Dekat

Alamat Borowetan RT 03/03 Banyuurip Purworejo

Tempat wawancara Di tempat tinggal pasien


RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Keluhan utama :

- Gaduh Gelisah

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pada tahun 2000 menurut penuturan keluarga, pasien pertama kali muncul beberapa
tanda yang tidak spesifik setelah adik perempuan pertama menikah melangkahi pasien. Dan
pada saat itu dikarenakan keluarga masih memiliki kepercayaan mistis, keluarga mengira
pasien dirasuki oleh makhluk halus dan pasien dibawa ke beberapa pengobatan alternatif
seperti orang pintar atau dukun untuk disembuhkan. Setelah dibawa ke beberapa pengobatan
alternatif pasien menunjukan perbaikan.

Kemudian, pada tahun 2007 pasien ditinggal pergi oleh suami saat mengandung anak
kedua di usia kehamilan 7 bulan. Setelah itu pada tahun 2008 anak pertama yang berusia 5
tahun meninggal dunia dikarenakan tenggelam dan hanyut saat bermain di sungai pada waktu
petang hari. Sejak kejadian inilah pasien dibawa oleh keluarganya untuk dirawat di RSJ
Magelang. Gejala yang dialami pasien saat dirawat di RSJ Magelang adalah gaduh gelisah,
berbicara sendiri tak teratur, mudah tersinggung, memiliki ego yang tinggi (waham
kebesaran), berhalusinasi auditorik dan visual, serta merasa yakin bahwa jikalau sang anak
pada saat ditemukan langsung dibawa ke RS nyawa sang anak masih dapat tertolong. Pasien
mengatakan dirawat di RSJ Magelang selama 3 bulan lamanya dan hanya 1 kali dirawat di
RSJ. Namun, pihak keluarga mengatakan bahwa pasien sudah dirawat di RSJ Magelang
sebanyak 6-7 kali kurang lebih dalam kurun waktu 2008-2017.

Setelah itu, pasien tetap rutin kontrol minum obat. Namun menurut penuturan
keluarga, setiap kali pasien mengalami siklus menstruasi pasien mengalami gejala-gejala
seperti gaduh gelisah, sulit tidur, mudah tersinggung, sering mengganggu tetangga, sering
berbicara sendiri, sering mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas. Sampai dua kali oleh
keluarga dibawa ke RSUD dr.Tjitrowardojo untuk di rawat-inap pada tahun 2018 dan 2019.

Pada tahun 2020 sekarang ini, kurang lebih sekitar 1 minggu terakhir pasien
mengalami gejala yang sama seperti gaduh gelisah, sulit tidur, mudah tersinggung terutama
saat diminta untuk membantu pekerjaan rumah dan pasien merasa diatur, sering mengganggu
tetangga, sering berbicara sendiri, sering mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas, serta pasien
mengatakan terkadang muncul suara-suara bisikan yang mengatakan bahwa “kamu tidak
bertanggung jawab tentang anakmu yang meninggal” dan pasien melihat bayangan putih
sehingga oleh keluarga dibawa kembali untuk ketiga kalinya dirawat di RSUD.
Grafik Perjalanan Penyakit :

Intensitas
RIWAYAT KELUARGA
1. Pola Asuh

Pasien dirawat dan dibesarkan oleh kedua orangtua. Ayah pasien meninggal saat
pasien menginjak pendidikan SMP dan ibu pasien masih hidup sampai sekarang serta
bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien memiliki 2 orang adik perempuan dan 2
orang adik laki-laki. Orangtua pasien merawat pasien dengan baik. Pasien merasa
Periode
dekat dengan
2000ibunya. Pola 2017adalah
asuh keluarga pasien
2008 2019 2020
2018liberal.

2. Silsilah Keluarga
Penurunan
Fungsi

Keterangan :

: Laki laki ------ : tinggal serumah

: Perempuan : garis hubungan

: Pasien : meninggal
3. Riwayat Penyakit Keluarga

Kakak perempuan dari pihak ibu pasien dan sepupu dari pihak ayah mengalami
gangguan jiwa namun gejala dan pengobatan tidak terkaji.

4. Pola Hubungan Keluarga

Pasien tidak memiliki masalah hubungan dengan 4 adik nya. Pasien mendapat
dukungan sosial oleh keluarganya. Pasien sempat dirawat dan tinggal bersama dengan
semua adiknya namun hanya bertahan masing-masing 2-3 minggu saja. Sehingga
pasien dari tahun 2014 sampai sekarang dirawat dan tinggal bersama dengan adik
laki-laki terakhir beserta istri, anak dan ibunya.

RIWAYAT PRIBADI
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien dilahirkan secara normal oleh sang ibu.

2. Usia 0-3 tahun (Masa Kanak Awal)

Sejak lahir pasien diasuh oleh orangtuanya sendiri. Pertumbuhan dan perkembangan
pasien pada masa ini tidak ada hambatan. Riwayat imunisasi tidak diketahui pasien.
Riwayat ASI tidak dikaji.

3. Usia 3-11 tahun (Masa Kanan Pertengahan)

Pasien masuk Pendidikan SD kurang lebih usia 6-7 tahun. Saat Pendidikan SD,
prestasi akademik dan non akademik pasien biasa saja. Pasien mengatakan tidak
mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran.

4. Masa Kanan Akhir (Pubertas – Remaja)

Saat berusia sekitar 12-13 tahun pasien lulus SD dan melanjutkan ke jenjang
pendidikan SMP. Namun, pasien tidak melanjutkan pendidikan formal setelah lulus
dari SMP.

5. Dewasa

i) Riwayat Pekerjaan
Selepas lulus dari SMP, pasien langsung merantau di kota Bandung untuk bekerja.
Pasien sempat beberapa kali berpindah-pindah tempat bekerja. Kebanyakan
tempat kerja pasien adalah pabrik garmen. Pasien bekerja sebagai buruh pabrik.

ii) Riwayat Pernikahan

Pasien menikah dengan suami pada tahun 2003 tanpa adanya paksaan dari pihak
manapun. Pasien memiliki 2 orang anak, anak pertama lahir tahun 2004 dan anak
kedua lahir tahun 2007. Pasien berpisah atau ditinggal pergi oleh suami saat
pasien mengandung anak kedua di usia kehamilan 7 bulan. Sementara anak
pertama meninggal pada tahun 2008 karena tenggelam hanyut di sungai. Anak
kedua semenjak kecil dirawat oleh ibu pasien.

iii) Aktivitas social

Pasien mengaku bercengkerama dengan teman sesama pekerja buruh di pabrik


pembuatan krupuk. Dan pasien merasa nyaman bekerja di tempat tersebut.

iv) Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien hidup bersama di rumah keluarga sang adik laki-laki terakhir. Sehari-hari
pasien bekerja sebagai buruh pembuatan krupuk di dekat tempat tinggalnya. Jarak
tempat kerja dari rumah sekitar 1Km. Pasien berangkat menggunakan sepeda.
Pasien berangkat sekitar jam 7.00 WIB dan pulang sekitar jam 15.00-16.00 WIB
setiap harinya.

RINGKASAN ANAMNESIS

Tahun 2000 pasien mengalami gejala tidak spesifik pertama kali setelah adik kedua
menikah mendahului pasien.
Tahun 2007 pasien ditinggal pergi oleh sang suami saat mengandung anak kedua di
usia kehamilan 7 bulan.
Tahun 2008 pasien kehilangan anak kedua karena tenggelam hanyut di sungai.
Semenjak kejadian inilah oleh keluarganya pasien dibawa ke RSJ Magelang untuk dirawat
inap dikarenakan pasien mulai mengalami beberapa gejala seperti gaduh gelisah, berbicara
sendiri tak teratur, mudah tersinggung, memiliki ego yang tinggi (waham kebesaran),
berhalusinasi auditorik dan visual. Selama kurun waktu 2008-2017 pasien dirawat di RSJ
Magelang sebanyak 6-7 kali.
Tahun 2018 dan 2019 pasien lalu dirawat inapkan oleh keluarga di RSUD
dr.Tjitrowardojo Purworejo dikarenakan gejala timbul kembali.
Tahun 2020 pasien dirawatinapkan kembali oleh keluarga di RSUD dr.Tjitrowardojo
Purworejo.
- Faktor Predisposisi : Ayah yang meninggal saat pasien masih duduk di bangku
SMP, jauh dari keluarga saat merantau bekerja di usia muda.
- Faktor Presipitasi : adik kedua menikah mendahului atau melangkahi pasien,
suami yang meninggalkan pasien, anak pertama yang meninggal dunia.

PEMERIKSAAN FISIK

Kesan umum : Tampak sakit jiwa, tampak suka bicara sendiri, kurang kooperatif
Kesadaran : Compos mentis , E4V5M6
Vital sign : Tekanan darah : 130/80 mmHg
RR : 21x/menit
Nadi : 86 x /menit
Suhu : 36,2 C
DATA TAMBAHAN

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 11,7 11,7-15,5 gr/dL

Leukosit 8,1 3,6-11 *103/ul

Hematokrit 36 35-47 %

Eritrosit 4,2 3,8-5,2 *106/ul

Trombosit 305 150-400 *103/ul

MCV 85 80-100 fL

MCH 28 26-34 pg

MCHC 33 32-36 g/dL

Netrofil 67,9 50-70%

Limfosit 21,1 25-40%


Monosit 7,7 2-8%

Eosinofil 2,8 2-4%

Basofil 0,5 0-1%

TLC 1,71 1-3,7 *103/ul

NLR 3,2

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


Subjektif : pasien sulit tidur, mudah tersinggung, pasien mengatakan terkadang muncul suara-
suara bisikan yang mengatakan bahwa “kamu tidak bertanggung jawab tentang
anakmu yang meninggal” dan pasien melihat bayangan putih, aktivitas (+),
makan minum (+), aktivitas (+)
Objektif :

No Pemeriksaan Status Hasil Keterangan


Mental

1. Kesan Umum Tampak mondar-mandir tanpa -


tujuan, tampak sesuai usia,
tampak suka bicara sendiri,
tampak hiperaktif, tampak
euphoria

2. Kesadaran  Kuantitatif : GCS 15 Sadar penuh tanpa rangsang


 Kualitatif : CM apapun, dapat
berkomunikasi namun sulit
dipahami.

3. Pembicaraan  Kuantitas : spontan, volume Saat di wawancarai kadang


meningkat pasien dapat menjawab apa
 Kualitas : kadang irelevan, yang ditanyakan namun
inkoheren sulit dimengerti.

4. Sikap/Tingkah Laku  Sikap : Kooperatif Saat di wawancarai pasien


mudah diajak bekerja sama.
 Perilaku : Hiperaktif Pasien menunjukan sikap
aktif berlebih.

5. Mood Euphoria, elasi Pasien merasa senang dan


suasana perasaan yang
meningkat.

6. Afek Labil, meningkat Ekpresi wajah mudah


bergonta-ganti.

7. Proses Pikir

A. Bentuk Pikir Realistic Pasien menjawab


pertanyaan berdasar
kenyatan namun terkadang
tidak dengan respon yang
normal tampak keanehan
saat wawancara.

B. Isi Pikir Ide kebesaran (+) Pasien mudah tersinggung


Waham Curiga (-) saat adik nya meminta
Waham Kejar (-) pasien untuk mebantu-bantu
Waham Kebesaran (-) pekerjaan rumah karena
Waham bersalah (-) merasa tidak cocok baginya.
Waham Bizzare:
 Siar pikir (-)
 Sedot pikir (-)
 Kendali pikir (-)

8. Persepsi Halusinasi Auditorik (+) Pasien mengatakan


Halusinasi Visual (+) terkadang muncul suara-
suara bisikan yang
mengatakan bahwa “kamu
tidak bertanggung jawab
tentang anakmu yang
meninggal” dan pasien
melihat bayangan putih
10. Insight Jelek Pasien tidak paham dirinya
memerlukan pertolongan.

GEJALA ATAU SINDROM YANG DIDAPAT :


 Gaduh gelisah, halusinasi, bicara tidak teratur, sulit tidur, mudah tersinggung, sering
mengganggu tetangga, sering berbicara sendiri, sering mondar-mandir tanpa tujuan
yang jelas, afek euphorik.

DIAGNOSIS BANDING
 Skizoafektif Tipe Manik (F25.0)
 Skizofrenia Tak Terinci (F20.3)
 Gangguan Suasana Perasaan Mania dengan gejala psikotik (F30.2)
ANALISIS
 Skizoafektif Tipe Manik (F25.0)

No Kriteria Diagnosis Pada Pasien Terpenuhi / Tidak

1 Kategori ini ini digunakan Pasien menunjukan gejala Terpenuhi.


baik untuk episode skizofrenia dan afektif yang
skizoafektif tipe manik sama-sama menonjol pada
tunggal maupun untuk saat yang bersamaan.
gangguan berulang dengan
Sebagian besar episode
skizoafekif tipe manik.

2 Afek harus meningkat Pasien sering menggangu Terpenuhi.


secara menonjol atau ada tetangga, mondar-mandir
peningkatan afek yang tak tanpa tujuan, afek euphorik.
begitu menonjol
dikombinasi dengan
iritabilitas atau kegelisahan
yang memuncak.

3 Dalam episode yang sama Pasien mengalami gejala Terpenuhi.


harus jelas ada sedikitnya halusinasi auditorik dan
satu atau lebih baik lagi dua, visual.
gejala skizofrenia yang
khas.

 Skizofrenia Tak Terinci (F20.3)

No Kriteria Diagnosis Pada Pasien Terpenuhi / Tidak

1 Memenuhi kriteria umum Pasien juga memiliki gejala Terpenuhi.


untuk diagnosis skizofrenia. halusinasi auditorik dan
visual.

2 Tidak memenuhi kriteria Ya Terpenuhi.


untuk diagnosis skizofrenia
paranoid, hebefrenik, atau
katatonik

3 Tidak memenuhi kriteria Ya Terpenuhi.


untuk diagnosis skizofrenia
residual atau depresi pasca-
skizofrenia.

 Gangguan Suasana Perasaan Mania dengan gejala psikotik (F30.2)

No Kriteria Diagnosis Pada Pasien Terpenuhi / Tidak

1 Gambaran klinis merupakan Pasien memiliki gejala manik Tidak terpenuhi.


bentuk mania yang lebih (sering menggangu tetangga,
berat dari F30.1 (mania mondar-mandir tanpa tujuan,
tanpa gejala psikotik) afek euphorik) namun gejala
nya menonjol berbarengan
dengan gejala psikotik.

2 Harga diri yang Pasien memiliki gejala ide Terpenuhi.


membumbung dan gagasan bersalah yang belum dapat
kebesaran dapat ditentukan sebagai gejala
berkembang menjadi waham.
waham kebesaran, Pasien juga memiliki gejala
iritabilitas dan kecurigaan halusinasi auditorik dan
menjadi waham kejar. visual.
Waham dan halusinasi
“sesuai” dengan keadaan
afek tersebut (mood-
congruent).
Axis I : Skizoafektif Tipe Manik (F25.0)
Axis II : Ekstrovert
Axis III :-
Axis IV : Masalah terkait kondisi nya yang ditinggal suami (tidak memiliki
pasangan hidup).
Axis V : 70-61 Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik.

PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon terbaik untuk
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood stabilizer
atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang gangguan skizoafektif dengan tipe
manik, menggabungkan obat antipsikotik dengan mood stabilizer cenderung bekerja
dengan baik. Karena pengobatan yang konsisten penting untuk hasil terbaik, psiko-edukasi
pada penderita dan keluarga, serta menggunakan obat long acting bisa menjadi bagian
penting dari pengobatan pada gangguan skizoafektif. (Melliza, 2013)

Anti-Psikotik
R/ Haloperidol tab 5mg
S 3dd2
R/ Risperidone tab 2mg
S 3dd1
Obat antipsikotik, diperkenalkan pada awal tahun 1950, telah mengalami
perkembangan yang revolusioner dalam pengobatan skizofrenia. Kira-kira dua sampai
empat kali banyaknya pasien yang kambuh ketika diterapi dengan plasebo dibandingkan
dengan terapi dengan obat antipsikotik. Akan tetapi obat ini menyembuhkan gejala dari
penyakit dan tidak mengobati skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2010).
Obat antipsikotik terdiri dari dua kelas mayor seperti antagonis reseptor dopamin
(misalnya chlorpromazine, haloperidol) dan SDAs (misalnya risperidon) dan Clozapin.
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah pertama untuk
mengendalikan gejala aktif/positif dan kedua mencegah kekambuhan. Efektivitas
antipsikotik dalam pengobatan skizofrenia telah dibuktikan oleh berbagai penelitian buta
ganda yang terkontrol. Untuk antipsikotik tipikal atau generasi pertama, tidak ada bukti
bahwa obat yang satu lebih daripada yang lain untuk gejala-gejala tertentu (Maramis,
2009).
Mekanisme kerja obat anti psikosis tipikal adalah memblok Dopamin pada reseptor
oasca sinaptik neuron di otak, khususnya di system limbik dan system ekstrapiramidal
(Dopamin D2 reseptor antagonist), sehingga efektif untuk gejala aktif/positif. Sedangkan
obat anti psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap “Dopamin D2 Receptors”, juga
terhadap “Serotonin 5HT2 Receptors” sehingga efektif juga untuk gejala negative.
Antipsikotik atipikal seperti risperidon dapat ditoleransi lebih baik dan frekuensi gejala
ekstrapiramidal lebih sedikit dibandingkan antipsikotik generasi sebelumnya.
Efek Samping
Efek samping antipsikotik tipikal adalah gejala ekstrapiramidal. Gejala
ekstrapiramidal merupakan masalah yang paling mengganggu. Gejala ini paling
sering muncul pada penggunaan haloperidol. Gejala ini mudah dikenali tetapi tidak
dapat diperkirakan secara akurat karena bergantung pada dosis, jenis obat, dan
kondisi individual pasien.
Gejala ekstrapiramidal termasuk di antaranya:
- Gejala parkinson (termasuk tremor) yang akan timbul lebih sering pada
orang dewasa atau lansia dan dapat muncul secara bertahap.
- Distonia (pergerakan wajah dan tubuh yang tidak normal) dan
diskinesia, yang lebih sering terjadi pada anak atau dewasa muda dan
muncul setelah pemberian hanya beberapa dosis.
- Akatisia (restlessness) yang secara karakteristik muncul setelah
pemberian dosis awal yang besar dan mungkin memperburuk kondisi
yang sedang diobati.
- Tardive dyskinesia (ritmik, pergerakan lidah, wajah, rahang yang tidak
disadari [invuntary movements of tongue, face and jaw]) yang biasanya
terjadi pada terapi jangka panjang atau dengan pemberian dosis yang
tinggi, tetapi dapat juga terjadi pada terapi jangka pendek dengan dosis
rendah. Tardive dyskinesia sementara dapat timbul setelah pemutusan
obat.
Efek samping antipsikotik atipikal adalah bertambahnya berat badan,
pusing, hipotensi postural (terutama selama titrasi dosis awal) yang dapat
menyebabkan syncope atau refleks takikardi pada beberapa pasien, gejala
ekstrapiramidal (biasanya ringan, dan dapat diatasi dengan pengurangan dosis atau
obat antimuskarinik), dan kadang-kadang tardive dyskinesia pada pemberian
jangka panjang (hentikan pemakaian obat bila terlihat gejala awal). Dapat terjadi
hiperglikemia dan kadang-kadang diabetes melitus, terutama pada penggunaan
klozapin dan olanzapin; pemantauan berat badan dan kadar glukosa dalam plasma
dapat mengidentifikasi perkembangan hiperglikemia. Kadang- kadang dilaporkan
terjadi sindrom keganasan neuroleptik.
Mood Stabilizer
R/ Carbamazepine tab 200mg
S 3dd1
Cara kerja mood stabilizer yaitu membantu menstabilkan kimia otak tertentu
yang disebut neurotransmitters yang mengendalikan temperamen emosional dan perilaku
dan menyeimbangkan kimia otak tersebut sehingga dapat mengurangi gejala gangguan
kepribadian borderline. Efek samping carbamazepine dapat menyebabkan mulut kering
dan tenggorokan, sembelit, kegoyangan, mengantuk, kehilangan nafsu makan, mual, dan
muntah. Carbamazepine tidak boleh digunakan bersama dengan inhibitor monoamine
oxidase ( MAOIs ). Hindari minum alkohol saat mengambil carbamazepine. Hal ini dapat
meningkatkan beberapa efek samping carbamazepine yaitu dapat meningkatkan risiko
untuk kejang. (Kaplan H I, Sadock B J, 2010).
2. Non Farmakoterapi
Walaupun terapi farmakologi merupakan pengobatan yang penting untuk
skizoafektif, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial, termasuk
psikoterapi, dapat mendukung perbaikan klinis. Modalitas psikososial harus diintegrasikan
secara cermat ke dalam regimen terapi obat dan harus mendukung regimen tersebut.
Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari pemakaian kombinasi
pengobatan antipsikotik dan psikososial (Kaplan & Sadock, 2010).
 Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalisasi)
Indikasi utama untuk perawatan di rumah sakit adalah untuk tujuan
diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh
diri atau membunuh, dan perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai,
termasuk ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti
makanan, pakaian, dan tempat berlindung. Tujuan utama perawatan di
Rumah Sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan
sistem pendukung masyarakat.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan
membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan
di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya
fasilitas pengobatan rawat jalan. Penelitian telah menunjukkan bahwa
perawatan singkat di rumah sakit (empat sampai enam minggu) adalah
sama efektifnya dengan perawatan jangka panjang di rumah sakit dan
bahwa rumah sakit dengan pendekatan perilaku yang aktif adalah lebih
efektif daripada institusi yang biasanya dan komunitas terapetik berorientasi
tilikan.
Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah
kehidupan, perawatan diri sendiri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan social.
Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas
pascarawat, termasuk keluarganya, keluarga angkat, board-andcare homes, dan half-way
house, pusat perawatan di siang hari (day care center) dan kunjungan rumah kadang-
kadang dapat membantu pasien tetap di luar rumah sakit untuk periode waktu yang lama
dan dapat memperbaiki kualitas kehidupan sehari-hari pasien.
Tidak ada satu pengobatan dapat memperbaiki gejala dan kelainan yang terkait
dengan skizofrenia menggunakan satu terapi saja. Seperti yang dituliskan dalam American
Psychiatric Association's Practice Guidelines for the Treatment of Patients with
Schizophrenia, terapi yang diberikan harus komprehensif, multimodal, dan dapat
diterapkan secara empiris terhadap pasien. Sementara, pada saat ini ada obat untuk
skizofrenia yaitu penanganan farmakologis, psikoterapi, rehabilitasi, dan dukungan
masyarakat sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit, meningkatkan
kondisi pasien, dan meningkatkan kualitas hidup.
Salah satu penanganan skizofrenia dengan psikoterapi individu. Indikasi pemberian
psikoterapi ini yaitu apabila penderita mampu menilai realita. Beberapa bentuk psikoterapi
yang dikombinasikan dengan pengobatan farmakologi merupakan perawatan umum yang
ditawarkan kepada pasien dengan skizofrenia. Psikodinamik dan konsep gangguan
biologis dari skizofrenia memberikan dua terapi yang berbeda yaitu psikoterapi investigasi
dan psikoterapi suportif. Dalam praktek terkini, dilakukan penggabungan dari dua terapi
yang berbeda tersebut yang disebut psikoterapi fleksibel. Ini dimaksudkan untuk
mengakomodasi heterogenitas dan individu yang menderita skizofrenia.

Psikoterapi Investigasi
Unsur-unsur dalam psikoterapi skizofrenia mengacu kepada perkembangan
hubungan dokter-pasien yang berkembang dari waktu ke waktu termasuk
transferensi dan kontratransferensi. Transferensi secara luas dapat diartikan persepsi
orang pada saat ini yang masih terbayang atau terdistorsi oleh hubungan masa lalu.
Memeriksa transferensi inilah yang nantinya menjadi tugas utama dalam psikoterapi
investigasi. Psikoterapi ini diharapkan mampu untuk lebih memahami kesulitan
mereka saat ini dan menjawab lebih realistis dan produktif untuk orang-orang dalam
keadaan saat ini. Itu juga harus memfasilitasi kenangan mereka melalui rekreasi
dalam hubungannya dalam transferensi. Psikoterapi ini juga bernilai dalam
memahami aspek-aspek ganguan biologis skizofrenia.

Psikoterapi Supportif
Semua pendekatan teknis dari psikoterapi suportif adalah faham dan
penanganannya berdasarkan pada medis dan ahli psikiatri, dokter membantu dalam
menginterpretasi dan beradaptasi terhadap realita. Seorang terapis dalam psikoterapi
ini mampu memberikan pengertian realitas, menentramkan hati secara langsung,
memberikan saran dalam masalahnya, memberikan harapan, dan secara aktif
mengatur lingkungan pasien. Untuk membantu menstabilkan lingkungan pasien,
seorang terapis menjaga hubungan tertutup dengan keluarga atau perawat lainnya
dan menghalangi kepentingan pasien terhadap keluarga, majikan, dan agen sosial.
Kandungan dasar dalam psikoterapi berpusat pada pengajaran dan
pembelajaran kembali. Pasien diberi edukasi tentang penyakitnya, gejalanya, dan
menekan eksaserbasi penyakit. Seorang terapis harus aktif dalam memberikan
pengajaran terhadap pasien cara beradaptasi dan melatih pasien dalam menggunakan
keahlian tingkah laku, kognitif, atau sosial.
Psikoterapi suportif ini yaitu secara historis memberikan pertolongan baik
secara biologis maupun farmakologis yang berorientasi terhadap dokter. Terapi
suportif menggunakan hubungan dokter-pasien untuk membentuk latar belakang dari
perawatan klinis adekuat yang membantu pemberian intervensi farmakologi secara
efektif. Kesembuhan fungsional dan sosial merupakan tujuan utama dari psikoterapi
ini.
Berbeda dengan terapi insentif, psikoterapi suportif memberikan tujuan
sederhana yang saling berikatan. Tujuan jangka panjang dan jangka pendek dari
psikoterapi suportif adalah:
a. Meringankan dari krisis dengan segera atau mengurangi secara langsung
dari diskuilibrium akut.
b. Menghilangkan gejala sampai tahapan premorbid.
c. Memperbaiki kembali keseimbangan psikis.
d. Melupakan pengalaman psikis berlebih dan konflik.
e. Membantu dalam beradaptasi.
f. Memelihara aspek kesehatan dari pasien dan meminimalkan pengaruh dari
kekurangan yang akan dialami.

Psikoterapi Fleksibel
Psikoterapi seperti ini mengandalkan berbagai strategi yang diterapkan secara
fleksibel, tergantung dari tipe pasien skizofrenia dan fase sakit yang diderita.
Pendekatan ini baru dikembangkan guna sebagai bentuk perawatan individu dan
masih diuji secara empiris oleh Gerry Hogarty dan rekan-rekannya di Universitas
Pittsburgh. Tujuan dari pendekatan ini yaitu memperbaiki kepribadian, penyesuaian
sosial, dan mencegah kekambuhan. Psikoterapi ini mengandalkan kemampuan
terapis untuk berpindah, fleksibel, dan merubah peran terhadap semua pasien
berdasarkan perubahan keadaan. Selain itu, terapis juga harus selalu mengingat
tujuan membantu pasien serta menerima, mempelajari, dan mengelola sendiri apa
yang menjadikan penyakit ini kronis.

3. Edukasi Keluarga
a. Menyampaikan informasi kepada keluarga mengenai kemugkinan penyebab penyakit,
perjalanan penyakit, dan proses pengobatan.
b. Memberikan pengertian kepada keluarga akan pentingnya peran keluarga pada
perjalanan penyakit sehingga dapat mendukung kearah kesembuhan.

PROGNOSIS

Indikator Pada pasien Prognosis

Premorbid
 Riwayat Pendidikan SMP Buruk
 Faktor Keturunan Ada Buruk

 Pola Asuh Keluarga Liberal/membebaskan Baik

 Ciri kepribadian Ekstrovert Baik


Menengah ke bawah Buruk
 Status ekonomi
Menikah, tidak harmonis Buruk
 Status perkawinan

Morbid
 Onset Usia 24 tahun -
 Jenis Penyakit F25.0 Buruk

 Kronologis perjalanan penyakit Kronis Buruk

 Faktor organic Tidak ada Baik


Jelek Buruk
 Respon terapi
Ada Baik
 Aktivitas sosial
Ada Baik
 Dukungan Keluarga

Kesimpulan : dubia.

Anda mungkin juga menyukai