Disusun oleh :
Zainab Az Zahra
20194010104
Diajukan kepada :
dr. Bakti Setio Gustomo, Sp.THT-KL
PRESUS
9 April 2019
Oleh :
Zainab Az Zahra
20194010104
Disetujui oleh :
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Tugas ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Zainab Az Zahra
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
BAB I LAPORAN KASUS 6
1.1 Identitas pasien 6
1.2 Anamnesis 6
1.3 Pemeriksaan Fisik 7
1.4 Pemeriksaan Penunjang 10
1.5 Diagnosis 12
1.6 Tatalaksana 12
1.7 Perkembangan Rawat Inap 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15
2.1. Anatomi 15
2.2. Mastoiditis 19
A. Definisi 19
B. Epidemiologi 19
C. Etiologi dan Faktor Resiko 21
D. Patofisiologi 22
E. Manifestasi Klinis 25
F. Pemeriksaan Fisik
G. Pemeriksaan Penunjang 27
H. Diagnosis 28
I. Penatalaksanaan 29
J. Komplikasi 31
BAB III. PEMBAHASAN 35
BAB IV. KESIMPULAN 36
DAFTAR PUSTAKA 37
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. MA
Umur : 14 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Wonosobo
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada telinga kiri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD Wonosobo dengan keluhan
nyeri pada telinga kiri sejak 1 bulan yang lalu hilang timbul namun
memberat 1 minggu SMRS, nyeri dirasakan pada bagian dalam telinga
dengan skor VAS 5 dirasakan terus menerus seminggu terakhir. Selain
nyeri pasien juga mengeluh penurunan pendengaran (+), telinga kiri
berdengung (-), gatal pada telinga (-), batuk (-), pilek (-).
Satu bulan SMRS, tiba tiba keluar cairan dari telinga kiri pasien.
Berwarna kuning secara tiba tiba, sebelumnya tidak dirasakan nyeri.
Empat hari SMRS pasien dirawat di puskesmas karena nyeri telinga,
demam, dan pusing. Pasien dirawat selama 3 hari kemudian dirujuk ke
poli THT karena keluhan tidak membaik.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat alergi disangkal
6
7
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum & Tanda Vital
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Temperatur :36,9°C
2. Status Generalisata
KEPALA
Bentuk : mesocephal simetris
Muka : tidak terdapat luka ataupun jejas, nyeri pada pipi kanan
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokhor
(+/+)
LEHER
Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP tidak meningkat
8
9
THORAX
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal fremitus (+) simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+
Cor
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis tak teraba
Perkusi : batas jantung kananatas : SIC II parasternalisdextra.
Kanan bawah : SIC IV linea parastrenalis dextra. Kiri
atas : SIC II linea mid clavicularis sinistra. Kiri bawah :
SIC IV linea mid clavicularis sinistra
Auskultasi : SI-SII reguler. Tidak ada suara tambahan.
ABDOMEN
Inspeksi : distensi, darm contour (-), darm steifung (-), spider naevi
(-), caput medusa (-)
Auskultasi : bising usus (+) dbn
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepar tak teraba, spleen tak teraba
EKSTREMITAS
Tangan : akral hangat +/+, oedem (-/-), CRT < 2’
Kaki : akral hangat +/+, oedem (-/-), CRT < 2’
3. Status Lokalis
a. Telinga
Dextra Sinistra
Normotia, Aurikula Bat Ear (+),
helix sign (-), helix sign (-),
tragus sign (-) tragus sign (-)
Tanda radang (-), pus Tanda radang (-),
(-), nyeri tekan (-), Preaurikula pus (-), nyeri tekan
fistula(-) (-), fistula (-)
10
Rhinoskopi Anterior
Septum letak sentral, deformitas os nasal (-).
ND/NS : Mukosa edema (-/-), concha hiperemi (-/-),
massa (-/-), sekret (-).
Rhinskopi Posterior
Tidak dilakukan
c. Tenggorokan dan Laring (Leher)
11
Inspeksi, Palpasi
Trakhea letak sentral, gld. Thyroid tak teraba, nll.
tak teraba, massa (-), NT (-), retraksi (-).
Cavum oris : Karies (-), mukosa mulut dalam batas
normal, papil lidah dalam batas normal,
lidah mobile, uvula sentral gerak
simetris, massa (-)
Faring : mukosa tidak hiperemis, edema (-), massa
(-)
Tonsil : hiperemis (-), (T1-T1), abses peritonsiler (-)
Arcus palatoglossus : tidak hiperemis, protrusi
asimetris (-), massa (-)
Arcus palatopharingeus : tidak hiperemis, protrusi
asimetris (-), massa (-)
Laringoskopi Indirek
Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksan lab darah rutin
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hemoglobin 14,2 13.2 – 17.3
Leukosit 15,8 (H) 3.8 – 10.6
Eosinofil 0,10 (L) 2.00 – 4.00
Basofil 0,10 0 – 1.00
Netrofil 77,70 (H) 50.00 – 70.00
Limfosit 13.70 (L) 25.00 – 40.00
Monosit 8.40 2.00 – 8.00
Hematokrit 42 35 – 43
Eritrosit 5,3 4.40 – 5.90
MCV 80 80 – 100
MCH 27 26 – 34
MCHC 34 32 – 36
Ureum 15,2 < 50
Creatinin 0,38 0.60 – 1.10
SGOT 17,9 0 – 50
SGPT 59,6 (H) 0 – 50
Natrium 135.0 135.0 – 147.0
Kalium 4.30 3.5 -. 5.0
Chlorida 109.0 95.0 – 105.0
b. CT Scan non kontras
12
Didapatkan hasil :
Mastoid kanan:
Tak tampak kesuraman pada mastoid air cells Dx
Tak tampak lesi litik maupun tanda detruksi tulang
Ossiculae auditiva tampak normal
Tak tampak gambaran cholesteatma
Mastoid kiri :
Tampak kesuraman pada mastoid air cells Sn
Tak tampak lesi litik maupun tanda detruksi tulang
Ossiculae auditiva tampak normal
Tak tampak gambaran cholesteatma
13
Kesan:
Gambaran Mastoiditis Sn
Tak tampak destruksi tulang
E. Diagnosis
Abses Mastoid e.c Mastoiditis Sn
Diagnosis banding :
• Otitis Media Akut AS
• Otitis Media Supuratif Kronik AS
• Mastoiditis AS
F. Penatalaksanaan
Inf RL 20 tpm
Inf Metronidazole 3x1
Inj Ceftriaxon 2x1 gr
Inj Norages 3x1
Status lokalis
Telinga
AS :
I : bat ear (+), tampak
serous pada MAE,
membran timpani sulit
dinilai, hiperemis
retroauricula (+),
swelling retroauricula
(+)
P : NT retroauricula (+),
teraba massa fluktuatif
pada retroauricula
AD : normal
TINJAUAN PUSTAKA
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan
dalam.
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.
16
17
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen
dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada
duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. 1
2. Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari :
Membran timpani yaitu membrane fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani
dibagiats 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane
sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga
sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa
merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.
Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkusdan stapes. Tulang
pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring.2
3. Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
18
4. Tulang Mastoid
Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga,
didalamnya terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-
19
rongga udara ini ( air cells ) terhubung dengan rongga besar yang disebut
antrum mastoid.4
Kegunaan air cells adalah sebagai udara cadangan yang membantu
pergerakan normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya
dengan rongga telinga tengah juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari
telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut sebagai mastoiditis.4
pertemuan duramater fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di
posterior. Sudut ini ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel
pneumatisasi mastoid di bagia posterior inferior lempeng dura dan postero
superior lepeng sinus. Sudut keras/ solid angel / hard angel adalah penulangan
yang keras sekali yang dibentuk oleh pertemuan 3 kanalis semisirkularis.
Segitiga trautmann adalah daerah yang terletak di balik antrum yang dibatasi
oleh sinus sigmoid, sinus lateral (sinus petrosus superior), dan tulang labirin.
Batas medialnya adalah lempeng dura fosa posterior.4,5,6
B. Mastoiditis
1. Definisi
Mastoiditis merupakan salah satu komplikasi intratemporal Otitis media
(OM) yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis adalah segala proses
peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Lapisan
epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel mastoid air cells
yang melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun
kronis.1,2
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung
melalui aditus ad antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang
sudah berlangsung lama bisanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid.
Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa alhi
menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK. 7
Mastoiditis terbagi menjadi, mastoiditis akut dan mastoiditis kronik.
Mastoiditis akut merupakan komplikasi dari otitis media supuratif akut,
sedangkan mastoiditis kronik merupakan komplikasi dari otitis media supuratif
kronik.
21
Gambar 6.Mastoiditis
Infeksi akut yang menetap dalam rongga mastoid dapat menyebabkan
osteoitis, yang menghancurkan trabekula tulang yang membentuk sel-sel
mastoid. Oleh karena itu istilah mastoiditis coalescent digunakan. Mastoiditis
coalescent pada dasarnya merupakan empiema tulang temporal yang akan
menyebabkan komplikasi lebih lanjut, kecuali bila progresifitasnya dihambat,
baik dengan mengalir melalui antrum secara alami yang akan menyebabkan
resolusi spontan atau mengalir ke permukaan mastoid secara tidak wajar, apeks
petrosus, atau ruang intrakranial. Tulang temporal lain atau struktur didekatnya
24
seperti nervus fasiais, labirin, sinus venosus dapat terlibat. Mastoidtis dapat
berlangsung dalam 5 tahapan : 5,7,8
Tahap 1 : hyperemia mukosa pada selulae mastoid
Tahap 2 : transudasi dan eksudasi cairan dan atau pus dalam selulae
mastoid
Tahap 3 : nekrosis tulang akibat hilangnya vaskularisasi septum
Tahap 4: hilangnya dinding sel dengan proses peleburan (coalescence)
ke dalam kavitas abses
Tahap 5 : proses inflamasi ke area sekitarnya.
Gejala demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi
telinga tengah sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan
penyakit. Jika demam tetap dirasakan setelah pemberian antibiotik maka
kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar. 9
Keluhan nyeri dirasakan cenderung menetap dan berdenyut. Gangguan
pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks
mastoid akibat infeksi. Jika tidak diobati dapat terjadi ketulian yang
berkembang secara progresif, sepsis, meningitis, abses otak atau kematian.9
6. Pemeriksaan Fisik
27
7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Rontgen
Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid.
Proyeksi foto dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja
pemeriksaan dan berkas sinar X ditujukan dengan sudut 30° cephalo-
caudad. Pada posisi ini perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur
trabekulasi dapat tampak dengan lebih jelas. Posisi ini juga memberikan
informasi dasar tentang besarnya kanalis auditorius eksterna dan
hubungannya dengan sinus lateralis. 8
CT Scan
membedakan temuan ini dengan temuan pada otitis media serosa di mana
kontur sel tetap utuh. 11
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau
mereka yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit
ini agaknya berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab.
Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan penyebab otitis
media akut. 12
Laboratorium
a. Discharge harus dikirim untuk kultur bakteri aerobic dan anaerobik,
jamur, mikobakteri dan basil tahan asam. 13
b. Kultur darah harus diperoleh.
c. Pemeriksaan darah rutin dan laju sedimentasi dihitung untuk
mengevaluasi efektivitas terapi seterusnya.
d. Pemeriksaan LCS untuk evaluasi jika dicurigai perluasan proses ke
intrakranial. 5
8. Diagnosis
Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik
foto polos mastoid Schuller maupun CT scan mastoid. Dengan CT scan bisa
dilihat bahwa air cell dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam
keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar.1,6
Pemeriksaan penunjang yang dapat diminta adalah, pemeriksaan kultur
mikrobiologi, hitung sel darah merah dan sel darah putih yang menandakan
adanya infeksi, pemeriksaan cairan sumsum untuk menyingkirkan adanya
penyebaran ke dalam ruangan di dalam kepala. Pemeriksaan lainnnya adalah
CT-scan kepala, MRI-kepala dan foto polos kepala. 2
9. Penatalaksanaan
Terapi stadium supurasi pada saat didapatkan sekret perlu dilakukan
pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas untuk menentukan antibiotik yang
paling tepat. Karena pemeriksaan ini memerlukan waktu 24-48 jam maka
terapi segera diberikan dengan antibiotik spektrum luas yang dapat diganti bila
30
terdapat kuman yang tidak sesuai, dengan adanya sekret antibiotik topikal
dapat diberikan untuk mengobati mukosa telinga tengah dan melindungi kulit
liang telinga dari otitis eskterna sekunder. Perawatan umum seperti istirahat
baring, pemberian dekongestan dapat diberikan.
Pengobatan mastoiditis akut meliputi:
a. Ear toilet (menyedot/mengeluarkan debris telinga dan sekret)
b. Antibiotik baik peroral, sistemik ataupun topikal berdasarkan
pengalaman empirik dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan
antibiotika umumnya berdasarkan efektifitas kemampuan
mengeliminasi kuman, resistensi, keamanan, risiko toksisitas dan
harga. Pengetahuan dasar tentang pola mikroorganisme pada infeksi
telinga dan uji kepekaan antibiotikanya sangat penting.
Penatalaksanaan terhadap abses:
a. Aspirasi dan insisi abses
b. Drainase abses
c. Antibiotik:
o Penisilin Prokain 2 x 0.6-1.2 juta IU i.m./hari
o Metronidazol 3 x 250-500 mg oral/sup/hari.
o Bila alergi terhadappenisilin, dapat diganti dengan klindamisin 2 x
300-600 mg i.v/hari,atau 3 x 150-300 mg oral, selama 10-14 hari.
d. Mastoidektomi urgen.
Terapi stadium komplikasi yaitu mastoiditis bila sebelumnya sudah
diobati maka penderita harus dirawat untuk pengawasan yang ketat karena
keadaan ini stadium lanjut dan tindakan pembedahan sangat diperlukan. Pada
stadium ini dilakukan tindakan mastoid untuk draenase abses.
Pengobatan awal berupa miringotomi yang cukup lebar, biakan dan
antibiotik yang sesuai diberikan intravena. Jika dalam 48 jam tidak didapatkan
perbaikan atau keadaan umum pasien bertambah buruk, maka disarankan untuk
dilakukan mastoidektomi sederhana. Bila gambaran radiologis memperlihatkan
hilangnya pola trabekular atau adanya progresi penyakit, maka harus dilakukan
31
Gambar 8. Mastoidektomi
32
10. Komplikasi
Komplikasi penyakit mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan
perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi
sekunder pada struktur di sekitarnya. 11
Tendensi otitis media mendapatkan komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada
pasien OMSK tipe maligna. Akan tetapi suatu otitis media akut atau suatu
eksaserbasi akut oleh kuman virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan suatu komplikasi. 11
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke
struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang
menyerupai mukosa saluran nafas yang mampu melokalisasi dan mengatasi
infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang
kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di
sekitarnya akan terkena. 13,14,15
Complications in acute
mastoiditis. Extension of the
infectious process beyond the
mastoid system leads to
intracranial and extracranial
suppurative complications,
including :
- subperiosteal abscess (A),
- epidural abscess (B),
- subdural empyema (C),
- brain abscess (D),
- meningitis (E),
- lateral sinus thrombosis (F),
- carotid artery involvement (G),
- apical petrositis (H).
Seorang pasien datang ke poli THT RSUD Wonosobo dengan keluhan nyeri
pada telinga kiri sejak 1 bulan yang lalu hilang timbul namun memberat 1
minggu SMRS, nyeri dirasakan pada bagian dalam telinga dengan skor VAS 5
dirasakan terus menerus seminggu terkahir. Selain nyeri pasien juga mengeluh
penurunan pendengaran (+), telinga kiri berdengung (-), gatal pada telinga (-),
batuk (-), pilek (-). Sebulan yang lalu keluar cairan berwarna kuning dari teling
pasien secara tiba tiba, 4 hari SMRS pasien di rawat karena demam dan nyari
telinga.
Pada pemeriksaan fisik telinga ditemukan pada telinga kiri ditemukan
adanya bat ear, pada MAE terdapat cairan serous yang menutupi MAE sehingga
membran timpani sulit dinilai. Pada daerah retroauriculer ditemukan udem (+),
hiperemis(+), fistel(-), sikatriks (-), nyeri tekan mastoid (+), massa di regio
mastoid dengan konsistensi lunak dan fluktuatif. Dari hasil pemeriksaan tersebut
dicurigai bahwa adanya abses pada daerah mastoid disebabkan oleh mastoiditis.
Diperlukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium
hematologi, dan CT Scan. Pada pemeriksaan darah rutin didapat nilai leukosit
meningkat hingga 15,2 x 103 sehingga bisa diperkirakan bahwa ada infeksi pada
pasien. Kemudian dari hasil CT scan didapatkan adanya mastoiditis. Sehingga
bisa disimpulkan bahwa pasien menderita Mastoiditis AS.
Penatalaksaan pada pasien ini terdiri dari terapi farmakologi dan terapi
operatif. Terapi farmakologi berupa pemberian antibiotik dan antinyeri, antibiotik
yang digunakan adalah inf metronidazole dan inj ceftriaxon bertujuan untuk
membunuh bakteri yang menginfeksi. Lalu diberi antinyeri berupa inj norages.
Pada pasien ini juga diberi terapi non farmakologis berupa tindakan operatif untuk
evakuasi abses mastoid pada pasien, dilakukan insisi pada regio mastoid sebagai
tempat keluarnya abses.
35
BAB IV
KESIMPULAN
1. Mastoiditis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang
menonjol di belakang telinga). Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang
lama pada telinga tengah, bakteri penyebab yang paling banyak ditemukan
adalah bakteri gram negative dan Streptococcus aureus.
2. Tanda-tanda dari mastoiditis meliputi nyeriketuk padamastoid, bengkak /
abses, fistel di retroaurikula, CAE discharge mukopurulen berbau, granulasi di
CAE, kolesteatoma, cairan keluar terus dari telinga, segging (dinding atap
runtuh), perforasi membran timpani biasanya di apikal atau marginal.
3. Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto
polos mastoid Schuller maupun CT scan mastoid.
4. Penatalaksanaan mastoiditis akut yaitu dengan antibiotik dan miringotomi,
sedangkan penatalaksanaan mastoiditis kronik yaitu dengan mastoidektomi.
5. Komplikasi penyakit mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan
perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi
sekunder pada struktur di sekitarnya.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996
3. Ballenger, JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi
13, Jilid II,Alih Bahasa Staf Ahli Bagian THT FK-UI/RSCM. Jakarta :
Binarupa Aksara. 1997
4. Ludman, Harold. Petunjuk Penting Pada Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. Jakarta: Hipokrates. 1996.
5. Dejong, W., Sjamsuhidajat, R.Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : 2005
6. Rasad, sjahriar. RadiologiDiagnostikedisike 2.Jakarta:FKUI. 2005
7. Widodo P dkk. Pola Sebaran Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotika Sekret
Telinga Tengah Penderita Mastoiditis Akut di RS Dr Kariadi Semarang.
2005.
8. Mukmin, Sri; Herawati, Sri. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu
Penyakit THT, FK UNAIR. Surabaya. 2000.
9. Ogle, J.W., Lauer, B.A. Acute mastoiditis. Am. J. Dis. Child. 2000.
10. Palva, T., Pukkinen, K. Mastoiditis. J. Laryngol. Otol. 1959.
11. Mygind, H. Subperiosteal abscess of the mastoid region. Ann. Otol. Rhinol.
Laryngol. 2000.
12. Bluestone, C.D., Klein, J.O. Intratemporal complications and sequelae of
otitis media. in: C.D. Bluestone, S.E. Stool (Eds.) Pediatric
Otolaryngology. Saunders, Philadelphia, PA; 2003
13. Kelompok Studi Otologi. Guideline Penyakit THT di Indonesia.
Dalam:Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Jakarta: 2007.
14. Zanetti D, Nassif N. Indications for Surgery in Acute Mastoiditis and Their
Complications in Children. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. 2006.
15. Tarantino V, Agostino RD, Taborelli et al. Acute mastoiditis: a 10 year
retrospective study. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology
2002 :143-8.
37