Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI KASUS

ABSES MASTOID SINISTRA ET CAUSA MASTOIDITIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu THT Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :
Zainab Az Zahra
20194010104

Diajukan kepada :
dr. Bakti Setio Gustomo, Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU THT


RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

PRESUS

ABSES MASTOID SINISTRA ET CAUSA MASTOIDITIS

Telah dipresentasikan pada tanggal :

9 April 2019

Oleh :
Zainab Az Zahra
20194010104

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu THT
RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo

dr. Bakti Setio Gustomo, Sp.THT-KL

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas


segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas presentasi kasus sebagai sebagian syarat kepaniteraan klinik
program pendidikan profesi di bagian Ilmu Penyakit Dalam dengan judul
“ABSES MASTOID SINISTRA ET CAUSA MASTOIDITIS”

Tugas ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Bakti Setio Gustomo, Sp.THT-KL selaku dokter pembimbing dan


dokter spesialis THT RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
2. dr. Rohmatullah, Sp. THT-KL selaku dokter spesialis THT RSUD KRT
Setjonegoro Wonosobo
3. Seluruh perawat bagian Bangsal Bougenvil serta bagian Poli THT RSUD
KRT Setjonegoro Wonosobo
4. Rekan-rekan Co-Assistensi atas bantuan dan kerjasamanya
5. Dan seluruh pihak-pihak terkait yang membantu penyelesaian Presentasi
Kasus ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
6. Paling spesial, teruntuk ibunda dan ayahanda atas support dan doanya
yang tak pernah berhenti.

Dalam menyusun tugas ini penulis menyadari bahwa masih terdapat


banyak kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan
penyusunan tugas ini dimasa yang akan datang. Semoga dapat menambah
pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Wonosobo, 7 April 2020

Zainab Az Zahra

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
BAB I LAPORAN KASUS 6
1.1 Identitas pasien 6
1.2 Anamnesis 6
1.3 Pemeriksaan Fisik 7
1.4 Pemeriksaan Penunjang 10
1.5 Diagnosis 12
1.6 Tatalaksana 12
1.7 Perkembangan Rawat Inap 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15
2.1. Anatomi 15
2.2. Mastoiditis 19
A. Definisi 19
B. Epidemiologi 19
C. Etiologi dan Faktor Resiko 21
D. Patofisiologi 22
E. Manifestasi Klinis 25
F. Pemeriksaan Fisik
G. Pemeriksaan Penunjang 27
H. Diagnosis 28
I. Penatalaksanaan 29
J. Komplikasi 31
BAB III. PEMBAHASAN 35
BAB IV. KESIMPULAN 36
DAFTAR PUSTAKA 37

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Telinga............................................................................15


Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam................................................................16
Gambar 3. Anatomi Telinga dan Tulang Mastoid..........................................18
Gambar 4. Tulang Mastoid.............................................................................18
Gambar 5. Mastiditis akut dan mastoiditis kronik..........................................20
Gambar 6. Mastoiditis.....................................................................................22
Gambar 7. Mastoiditis dan CT Scan Mastoid.................................................27
Gambar 8. Mastoidektomi...............................................................................31
Gambar 9. Infeksi di telinga tengah................................................................32
Gambar 10. Komplikasi dari Mastoiditis........................................................33

v
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. MA
Umur : 14 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Wonosobo
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada telinga kiri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD Wonosobo dengan keluhan
nyeri pada telinga kiri sejak 1 bulan yang lalu hilang timbul namun
memberat 1 minggu SMRS, nyeri dirasakan pada bagian dalam telinga
dengan skor VAS 5 dirasakan terus menerus seminggu terakhir. Selain
nyeri pasien juga mengeluh penurunan pendengaran (+), telinga kiri
berdengung (-), gatal pada telinga (-), batuk (-), pilek (-).
Satu bulan SMRS, tiba tiba keluar cairan dari telinga kiri pasien.
Berwarna kuning secara tiba tiba, sebelumnya tidak dirasakan nyeri.
Empat hari SMRS pasien dirawat di puskesmas karena nyeri telinga,
demam, dan pusing. Pasien dirawat selama 3 hari kemudian dirujuk ke
poli THT karena keluhan tidak membaik.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat alergi disangkal

6
7

Riwayat sakit telinga disangkal


4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang serupa dalam keluarga disangkal.
5. Anamnesis Sistem
Sistem Serebrospinal : tidak ada keluhan
Sistem Indra : Nyeri telinga kiri, pendengaran berkurang
Sistem Kardiovaskular : tidak ada keluhan
Sistem Respirasi : tidak ada keluhan
Sistem Gastroentestinal : tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : tidak ada keluhan
Sistem Integumen : tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskeletal : tidak ada keluhan

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum & Tanda Vital
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Temperatur :36,9°C
2. Status Generalisata
KEPALA
Bentuk : mesocephal simetris
Muka : tidak terdapat luka ataupun jejas, nyeri pada pipi kanan
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokhor
(+/+)
LEHER
Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP tidak meningkat
8
9

THORAX
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal fremitus (+) simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+
Cor
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis tak teraba
Perkusi : batas jantung  kananatas : SIC II parasternalisdextra.
Kanan bawah : SIC IV linea parastrenalis dextra. Kiri
atas : SIC II linea mid clavicularis sinistra. Kiri bawah :
SIC IV linea mid clavicularis sinistra
Auskultasi : SI-SII reguler. Tidak ada suara tambahan.
ABDOMEN
Inspeksi : distensi, darm contour (-), darm steifung (-), spider naevi
(-), caput medusa (-)
Auskultasi : bising usus (+) dbn
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepar tak teraba, spleen tak teraba
EKSTREMITAS
Tangan : akral hangat +/+, oedem (-/-), CRT < 2’
Kaki : akral hangat +/+, oedem (-/-), CRT < 2’
3. Status Lokalis
a. Telinga

Dextra Sinistra
Normotia, Aurikula Bat Ear (+),
helix sign (-), helix sign (-),
tragus sign (-) tragus sign (-)
Tanda radang (-), pus Tanda radang (-),
(-), nyeri tekan (-), Preaurikula pus (-), nyeri tekan
fistula(-) (-), fistula (-)
10

Tenang, Udem (+),


udem(-), Retroaurikula Hiperemis (+)
fistel(-), fistel(-),
sikatriks(-), sikatriks(-),
nyeri tekan(-) nyeri tekan(+)
Hiperemis(-) Massa fluktuatif
(+)
sekret(-), MAE serumen(-),
serumen (-), sekret serous (+)
massa(-) massa (-)
Membran ttimpani Membran timpani serous memenuhi
intak CAE sehingga
Hiperemis (- membran timpani
sulit dinilai,
Tidak dilakukan Otoskopi Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Rinne Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Webber Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Schwabach Tidak dilakukan

b. Hidung dan Paranasal


Inspeksi, Palpasi
Deviasi nasal (-), massa (-), darah (-), nyeri tekan (-),
krepitasi (-)
Mukosa:
 Cavum nasi : edema (-), hiperemi (-),sekret (-)
 Septum : edema (-), hiperemi (-)
SPN : edema nasal (-), NT pipi/kelopak bawah (-),
NT pangkal hidung(-).

Rhinoskopi Anterior
Septum letak sentral, deformitas os nasal (-).
ND/NS : Mukosa edema (-/-), concha hiperemi (-/-),
massa (-/-), sekret (-).
Rhinskopi Posterior
Tidak dilakukan
c. Tenggorokan dan Laring (Leher)
11

Inspeksi, Palpasi
Trakhea letak sentral, gld. Thyroid tak teraba, nll.
tak teraba, massa (-), NT (-), retraksi (-).
Cavum oris : Karies (-), mukosa mulut dalam batas
normal, papil lidah dalam batas normal,
lidah mobile, uvula sentral gerak
simetris, massa (-)
Faring : mukosa tidak hiperemis, edema (-), massa
(-)
Tonsil : hiperemis (-), (T1-T1), abses peritonsiler (-)
Arcus palatoglossus : tidak hiperemis, protrusi
asimetris (-), massa (-)
Arcus palatopharingeus : tidak hiperemis, protrusi
asimetris (-), massa (-)
Laringoskopi Indirek
Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksan lab darah rutin
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hemoglobin 14,2 13.2 – 17.3
Leukosit 15,8 (H) 3.8 – 10.6
Eosinofil 0,10 (L) 2.00 – 4.00
Basofil 0,10 0 – 1.00
Netrofil 77,70 (H) 50.00 – 70.00
Limfosit 13.70 (L) 25.00 – 40.00
Monosit 8.40 2.00 – 8.00
Hematokrit 42 35 – 43
Eritrosit 5,3 4.40 – 5.90
MCV 80 80 – 100
MCH 27 26 – 34
MCHC 34 32 – 36
Ureum 15,2 < 50
Creatinin 0,38 0.60 – 1.10
SGOT 17,9 0 – 50
SGPT 59,6 (H) 0 – 50
Natrium 135.0 135.0 – 147.0
Kalium 4.30 3.5 -. 5.0
Chlorida 109.0 95.0 – 105.0
b. CT Scan non kontras
12

Didapatkan hasil :
Mastoid kanan:
 Tak tampak kesuraman pada mastoid air cells Dx
 Tak tampak lesi litik maupun tanda detruksi tulang
 Ossiculae auditiva tampak normal
 Tak tampak gambaran cholesteatma
Mastoid kiri :
 Tampak kesuraman pada mastoid air cells Sn
 Tak tampak lesi litik maupun tanda detruksi tulang
 Ossiculae auditiva tampak normal
 Tak tampak gambaran cholesteatma
13

Kesan:
 Gambaran Mastoiditis Sn
 Tak tampak destruksi tulang

E. Diagnosis
Abses Mastoid e.c Mastoiditis Sn
Diagnosis banding :
• Otitis Media Akut AS
• Otitis Media Supuratif Kronik AS
• Mastoiditis AS

F. Penatalaksanaan
Inf RL 20 tpm
Inf Metronidazole 3x1
Inj Ceftriaxon 2x1 gr
Inj Norages 3x1

G. Perkembangan Rawat Inap


Hari Subjective (S) Objective (O) Assesment Plan (P)
(A)
Hari ke-1 Pasien TD : 120/80 mmHg Abses Inf RL 20 tpm
11/2/20 mengeluhkan S: 36,9oC mastoid Inf Metronidazole
12.30 Nyeri telinga HR : 80x/menit Sn 3x1
WIB kiri, keluar RR: 2x/menit Mastoiditi Inj Ceftriaxon 2x1
cairan Kepala : s Sn gr
berwarna CA (-/-), SI (-/-) Inj Norages 3x1
kuning dari Leher :
telinga, Nyeri JVP dbn, Pemb. KGB (-)
kepala (-), Thorax :
pusing (-), Pulmo dan cor dalam
mual (-), batas normal
muntah (-) Abdomen :
dalam batas normal
Ekstremitas :
Dalam batas normal
14

Status lokalis
Telinga
AS :
I : bat ear (+), tampak
serous pada MAE,
membran timpani sulit
dinilai, hiperemis
retroauricula (+),
swelling retroauricula
(+)
P : NT retroauricula (+),
teraba massa fluktuatif
pada retroauricula

AD : normal

Hidung : tak ada


kelainan
Mulut, tenggorokan : tak
ada kelainan
Hari ke-2 Nyeri telinga TD : 110/60 mmHg Abses Terapi lanjut
12/2/20 berkurang, S : 36,5oC mastoid
06.00 cairan masih HR : 56x/menit Sn Pro CT scan
WIB keluar RR: 24x/menit Mastoiditi Mastoid
s Sn
Status lokalis
Telinga :
Swelling berkurang
Hari ke-3 Idem. TD : 120/60 mmHg Abses Terapi lanjut
13/2/20 S: 36,6oC mastoid
06.00 HR : 70 x/menit Sn Pro evakuasi abses
WIB RR: 24 x/menit Mastoiditi bila belum kempes
s Sn Konsul Anestesi
Status lokalis
Telinga :
Idem
Hari ke-4 Idem TD : 120/60 mmHg Abses Terapi lanjut
14/2/20 S: 36,5oC mastoid
06.00 HR : 60 x/menit Sn Evakuasi abses
15

WIB RR: 22 x/menit Mastoiditi


s Sn Perawatan Post OP:
Status lokalis Inf RL 20 tpm
Telinga : Inj cefriaxon 2x1 gr
AS : hiperemis Inj Norages 3x1
retroauricluer (-)
Swelling retroauriculer Tarivid 2x5 tetes
(+), NT retroauriculer
(+)
Hari ke-5 Nyeri TD : 110/60 Abses Terapi lanjut
15/2/20 berkurang, S : 36,5 mastoid
06.00 terlinga HR : 60x Sn Evakuasi serous
enteng. RR : 20x Mastoiditi pada AS
Mual (-), s Sn
muntah (-) Status lokalis: Post
AS : bat ear (-), tampak evakuasi
serous pada MAE, abses
membran timpani sulit
dinilai, hiperemis
retroauricula (-),
swelling retroauricula (-)
Tampak vulnus
incivisum3 cm pada
retroauricula e.c insisi
Post evakuasi sekret:
AS : Membran timpani
intak, perforasi (-),
warna pucat, tak tampak
hiperemis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI TELINGA DAN TULANG MASTOID

Gambar 1.Anatomi Telinga

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan
dalam.
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.

16
17

Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen
dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada
duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. 1

2. Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari :
 Membran timpani yaitu membrane fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani
dibagiats 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane
sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga
sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa
merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.
 Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkusdan stapes. Tulang
pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
 Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring.2
3. Telinga dalam

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
18

atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala


timpani dengan skala vestibuli.1,2
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi
perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat
di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan
natrium dan rendah kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan
rendah natrium. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan skala
media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer
pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan
tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-
lubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel
penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel
rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada
suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan
aselular, dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria disekresi dan
disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai
limbus.3,4
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut
membrane tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri
dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk
organ Corti. 3,4

4. Tulang Mastoid
Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga,
didalamnya terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-
19

rongga udara ini ( air cells ) terhubung dengan rongga besar yang disebut
antrum mastoid.4
Kegunaan air cells adalah sebagai udara cadangan yang membantu
pergerakan normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya
dengan rongga telinga tengah juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari
telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut sebagai mastoiditis.4

Gambar 3. Anatomi telinga dan tulang mastoid

Gambar 4 .Tulang mastoid

Struktur didalam tulang Mastoid : antrum mastoid ( rongga di belakang


epitimpani/ atik). Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan
antrum dengan epitimpani. Lempeng dura (dura plate) adalah lempeng tips
yang keras dibanding tulang sekitarnya yang membatasi rongga mastoid
dengan sinus lateralis. Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk oleh
20

pertemuan duramater fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di
posterior. Sudut ini ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel
pneumatisasi mastoid di bagia posterior inferior lempeng dura dan postero
superior lepeng sinus. Sudut keras/ solid angel / hard angel adalah penulangan
yang keras sekali yang dibentuk oleh pertemuan 3 kanalis semisirkularis.
Segitiga trautmann adalah daerah yang terletak di balik antrum yang dibatasi
oleh sinus sigmoid, sinus lateral (sinus petrosus superior), dan tulang labirin.
Batas medialnya adalah lempeng dura fosa posterior.4,5,6

B. Mastoiditis
1. Definisi
Mastoiditis merupakan salah satu komplikasi intratemporal Otitis media
(OM) yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis adalah segala proses
peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Lapisan
epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel mastoid air cells
yang melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun
kronis.1,2
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung
melalui aditus ad antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang
sudah berlangsung lama bisanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid.
Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa alhi
menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK. 7
Mastoiditis terbagi menjadi, mastoiditis akut dan mastoiditis kronik.
Mastoiditis akut merupakan komplikasi dari otitis media supuratif akut,
sedangkan mastoiditis kronik merupakan komplikasi dari otitis media supuratif
kronik.
21

Gambar 5. Mastoiditis akut dan mastoiditis kronik

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga


tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
2. Epidemiologi
Epidemiologi masih belum diketahui secara pasti, tetapi biasanya
terjadi pada pasien-pasien muda dan pasien dengan gangguan sistem imun.2
Di Amerika Serikat sebelum masa antimikroba, mastoidektomi
dilakukan sebanyak 20% dari pasien dengan OMA.Insiden mastoiditis telah
menurun sejak berkembangnya antimikroba dan telah menjadi langka. Pada
tahun 1948, tingkat ini menurun sampai kurang dari 3% dan saat ini
diperkirakan kurang dari 5 kasus per 100.000 orang di Amerika Serikat atau
negara-negara maju lainnya. Insiden mastoiditis lebih tinggi di negara-negara
berkembang daripada di tempat lain, terutama sebagai konsekuensi dari otitis
media yang tidak diobati. Walaupun insiden penyakit ini telah menurun secara
substansial di Amerika Serikat, namun masih merupakan infeksi yang
signifikan secara klinis dengan potensi komplikasi yang mengancam jiwa yang
menjadi perhatian besar adalah dilaporkannya peningkatan tajam insiden
mastoiditis akut pada dekade terakhir di beberapa lokasi. Peningkatan ini
mungkin karena meningkatnya tingkat infeksi yang disebabkan oleh organisme
yang tahan antibiotic, virulensi patogen yang meningkat dan penurunan
penggunaan antibiotika untuk mengobati otitis media akut. Kejadian ini
kemungkinan besar menurun dengan ketersediaan dan pemberian vaksin
22

pneumokokus terkonjugasi, yang telah diizinkan untuk penggunaan klinis pada


tahun 2000. 8
Di negara-negara berkembang dan negara-negara di mana OMA tidak
diobati dengan antibiotik memiliki peningkatan insiden mastoiditis, mungkin
dihasilkan dari otitis media yang tidak diobati. Sebagai contoh, insiden
mastoiditis akut di Belanda, yang memiliki tingkat peresepan antibiotik rendah
untuk OMA, dilaporkan terdapat 3,8 kasus per 100.000 orang per tahun. Di
semua negara lain dengan tingkat peresepan antibiotik tinggi, kejadian ini jauh
lebih rendah dari pada ini, yaitu 1,2-2 kasus per 100.000 orang per tahun. 9
3. Etiologi dan Faktor Risiko
Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah,
bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang
didapat pada infeksi telinga tengah. Bakteri gram negative dan Streptococcus
aureus adalah beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini.10
Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti
masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang
kemudian dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan
telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat
infeksi traktus respiratorius.9,10
Beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah
faktor tubuh penderita (imunitas) dan faktor dari bakteri itu sendiri. Dapat
dilihat dari angka kejadian anak-anak yang biasanya berumur di bawah dua
tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor lainnya seperti
bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan timbulnya
penyakit.  Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada
dinding bakteri,  pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi bakteri
terhadap jaringan keras dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya
penyakit.9,10
4. Patogenesis
Peradangan mukosa cavum timpani pada otitis media supuratif akut
maupun kronik yang sifatnya maligna (atikoantral) atau disebut juga tipe tulang
23

(kolesteatom) maka dapat menyebabkan komplikasi intra temporal berupa


mastoiditis, karena kolesteatom mampu mendestruksi tulang disekitarnya. Oleh
karena letak dari antrum mastoid pada dinding anteriornya berbatasan dengan
telinga tengah dan aditus ad antrum.7,8
Mastoiditis merupakan komplikasi intratemporal dari otitis media yang
paling sering dijumpai.Otitis media, khususnya yang kronik (otitis media
supuratif kronik) adalah infeksi telinga tengah yang ditandai dengan sekret
telinga tengah aktif atau berulang pada telinga tengah yang keluar melalui
perforasi membran timpani yang kronik. OMSK sukar disembuhkan dan
menyebabkan komplikasi yang luas.Umumnya penyebaran bakteri merusak
struktur sekitar telinga dan telinga tengah itu sendiri. Komplikasi intra
temporal yaitu mastoiditis, labirintis, petrositis, paralisis n. facialis; dan ekstra
temporal meliputi komplikasi intrakranial (abses subperiosteal, absesbezold’s)
dan intrakranial (meningitis, absesotak, sinus trombosis).7,8

Gambar 6.Mastoiditis
Infeksi akut yang menetap dalam rongga mastoid dapat menyebabkan
osteoitis, yang menghancurkan trabekula tulang yang membentuk sel-sel
mastoid. Oleh karena itu istilah mastoiditis coalescent digunakan. Mastoiditis
coalescent pada dasarnya merupakan empiema tulang temporal yang akan
menyebabkan komplikasi lebih lanjut, kecuali bila progresifitasnya dihambat,
baik dengan mengalir melalui antrum secara alami yang akan menyebabkan
resolusi spontan atau mengalir ke permukaan mastoid secara tidak wajar, apeks
petrosus, atau ruang intrakranial. Tulang temporal lain atau struktur didekatnya
24

seperti nervus fasiais, labirin, sinus venosus dapat terlibat. Mastoidtis dapat
berlangsung dalam 5 tahapan : 5,7,8
 Tahap 1 : hyperemia mukosa pada selulae mastoid
 Tahap 2 : transudasi dan eksudasi cairan dan atau pus dalam selulae
mastoid
 Tahap 3 : nekrosis tulang akibat hilangnya vaskularisasi septum
 Tahap 4: hilangnya dinding sel dengan proses peleburan (coalescence)
ke dalam kavitas abses
 Tahap 5 : proses inflamasi ke area sekitarnya.

Telinga tengah biasanya steril. Gangguan aksi fisiologis silia, enzim


penghasil mucus dan antibodi berfungsi sebagai mekanisme pertahanan bila
telinga terpapar dengan mikroba dan kontaminan pada saat menelan. Ini terjadi
apabila mekanisme fisiologis ini terganggu. Sebagai pelengkap mekanisme
pertahanan dipermukaan, suatu anyaman kapiler subepitel yang penting
menyediakan pula faktor-faktor humoral leukosit polimorfonuklear dan sel
fagosit lainnya. Obstruksi tuba eustachius merupakan suatu faktor penyebab
dasar. Dengan demikian hilanglah sawar utama terhadap invasi bakteri dan
sepsis bakteri yang tidak biasanya patogenik, dapat berkolonisasi dalam telinga
tengah menyerang jaringan dan menimbulkan nfeksi.Nanah (pus) yang
terbentuk akibat infeksi ditelinga tengah merupakan media yang sesuai bagi
berbagai macam kuman untuk dapat tumbuh dan berkembang baik.4,5
Apabila ada otitis media stadium supuratif penyakit berlanjut dan tidak
dilakukan miringiotomi, maka membran timpani akan pecah sendiri biasanya
dikuadran anteroinferior, tapi ada kalanya disetengah posterior membran
timpani. Cairan yang keluar pada mulainya serosasangiosa, kemudian menjadi
mukopurulen. Mukosa jelas menebal dan berwarna merah dengan corakan
banyak neokapiler. Proses ini terjadi pada seluruh telingan tengah dan mastoid
sehingga menyumbat sel-sel mastoid yang kecil-kecil, mukosa yang menebal
dapat menutup aditus ad antrum sehingga drainase mastoid terganggu.5,7,8
25

Setelah telinga mengeluarkan cairan keluhan nyeri akan hilang karena


penekanan pada membran timpani hilang, gejala toksemia dan demam mulai
berkurang, kini perubahan mukosa menyebabkan pendengaran jelas berkurang,
bila mukopus tertahan di mastoid akan terasa nyeri serta nyeri tekan di bagian
belakang telinga.8,10
Pada pemeriksaan tampak sekret mukopurulen yang sering berpulsasi,
keluar melalui perforasi pars tensa membran timpani, bila tampak terlihat
mukosa menebal, berwarna merah dan lembut seperti bludru, pada perforasi
yang kecil tampak mukosa edem menonjol keluar melalui lubang perforasi dan
sekret keluar dari tengahnya hal ini disebut perforasi puting susu, dan disebut
mastoiditis akut.7,8,10
Stadium komplikasi, komplikasi utama mastoiditis dengan perluasan
sekunder ke sinus venosus meningen atau labirin timbul karena drainase yang
tidak adekuat melewati aditus ad antrum akibat mukosa atik yang menebal,
akibatnya mastoid terisi oleh mukosa granuler yang edem serta sekret mukopus
yang mempunyai tekanan, kemudian proses ini akan menyebabkan absrobsi
dinding tulang mastoid yang tipis meluas sepanjang alur vena ke perifer
merusak periosteum mastoid. Pada proses stadium awal bersifat reversibel
sedang yang lanjut memerlukan tindakan pembedahan untuk memeperbaiiki
drenase sebelum terjadi perluasan ke sinus lateral atau meningen. Gejala
keluarnya cairan dari telinga, keluahan nyeri menghilang untuk sementara
waktu kemudian gejala ringan timbul kembali, terjadi demam subfebris dan
toksisitas yang disertai oleh rasa nyeri daerah mastoid, hal ini terjadi walaupun
sekret dari telinga tengah sudah berkurang. Tanda klinis terdapat nyeri tekan
dan penebelan periosteum korteks mastoid kemudian berlanjut menjadi masaa
yang berfluktuasi bila terjadi abses subperiosteum, pada pemeriksaan tampak
dinding posterosuperior liang telinga menggantung (sagging), gambaran
membran timpani tidak jelas berbeda dengan sebelumnya, gambaran radiologis
menjukan sel-sel mastodi berselubung dan terlihat penipisan (rarefaction) serta
batas-batas sel mastoid hilang.5,7,8,10
26

Stadium resolusi pada stadium ini infeksi mereda dan terjadi


penyembuhan telinga, sekret telinga kering, penebalan mukosa dan edem akan
berkurang perlahan-lahan namun bila sudah kembali normal makan peradangan
lambat laun akan kembali normal. Perforasi membran timpani yang kecil dapat
cepat menyembuh, biasanya tampak terbentuk jaringan parut, tetapi kadang-
kadang terbentuk parut atrofi kecil, ini merupakan titik lemah dari membarn
timpani yang sewaktu-watu dapat terinfeksi kembali dan mengeluarkan sekret
telinga. Penimbunan sedikit cairan steril aka tetap ada untuk beberapa tahun
dalam daerah coalescent di rongga mastoid tanpa menimbulkan gejala, hal ini
kadang dapat terlihat secara radiologik sebagai area radiolusen.8,10
5. Manifestasi Klinis
Sembilan tanda dari mastoiditis adalah :
 Nyeri ketuk pada mastoid
 Bengkak, abses
 Fistel di retroaurikula
 CAE discharge mukopurulen berbau
 Granulasi di CAE
 Kolesteatoma
 Cairan keluar terus dari telinga
 Segging (dinding atap runtuh)
 Perforasi membran timpani biasanya di apikal atau marginal

Gejala demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi
telinga tengah sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan
penyakit. Jika demam tetap dirasakan setelah pemberian antibiotik  maka
kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar. 9
Keluhan nyeri dirasakan cenderung menetap dan berdenyut. Gangguan
pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks
mastoid akibat infeksi. Jika tidak diobati dapat terjadi ketulian yang
berkembang secara progresif, sepsis, meningitis, abses otak atau kematian.9

6. Pemeriksaan Fisik
27

Temuan pada mastoiditis akut dan kronis termasuk penebalan


periosteal, abses subperiosteal, otitis media, dan tonjolan nipple like (seperti
puting) dari membran timpani pusat. Menentukan adanya penebalan periosteal
memerlukan perbandingan dengan bagian telinga yang lain. Perubahan posisi
dari daun telinga ke arah bawah dan ke luar (terutama pada anak-anak <2
tahun) atau ke atas dan ke luar (pada anak-anak <2 tahun) dapat ditemukan.
Abses subperiosteal merubah posisi aurikel ke lateral dan melenyapkan lipatan
kulit postauricular. Jika lipatan tetap ada, proses ini terjadi di lateral
periosteum. Otitis media terlihat pada pemeriksaan dengan otoskop.6,7
Tonjolan nipple like dari membran timpani sentral mungkin ada, ini
biasanya disertai rembesan nanah. Infeksi ringan persisten (mastoiditis
tersembunyi) dapat terjadi pada pasien dengan otitis media rekuren atau efusi
telinga persisten.Kondisi ini dapat menyebabkan demam, sakit telinga, dan
komplikasi lain.6,7
Tanda-tanda mastoiditis akut adalah sebagai berikut:
 Bulging membran timpani yang erythematous
 Eritema, tenderness, dan edema di atas area mastoid
 Fluktuasi postauricular
 Tonjolan dari aurikula
 Pengenduran dinding kanalis posterosuperior
 Demam (terutama pada anak-anak <2 tahun)
 Otalgia dan nyeri retroauricular (terutama pada anak-anak <2
tahun)
Temuan pada mastoiditis kronis mungkin konsisten dengan komplikasi
ekstensi ke luar prosesus mastoideus dan periosteum yang mengelilinginya
atau dengan komplikasi lain intratemporal seperti lumpuh wajah.
Tanda-tanda meliputi:
 Membran timpani terinfeksi atau normal
 Demam berulang atau persisten
 Tidak adanya tanda-tanda eksternal dari peradangan mastoideus
28

Pemeriksaan neurologis umumnya menghasilkan temuan nonfocal.


Namun, keterlibatan saraf kranialis dapat terjadi pada penyakit lanjut.
Tanda-tanda meliputi:
 Palsy dari saraf abducens (saraf kranial VI)
 Palsy dari saraf wajah (saraf kranial VII)
 Rasa nyeri dari keterlibatan cabang oftalmik dari saraf trigeminal.

7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
 Rontgen
Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid.
Proyeksi foto dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja
pemeriksaan dan berkas sinar X ditujukan dengan sudut 30° cephalo-
caudad. Pada posisi ini perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur
trabekulasi dapat tampak dengan lebih jelas. Posisi ini juga memberikan
informasi dasar tentang besarnya kanalis auditorius eksterna dan
hubungannya dengan sinus lateralis. 8
 CT Scan

Gambar 7. Mastoiditis dan CT scan mastoiditis


CT scan bisa dilihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus
terisi oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar.
Pemeriksaan radiologis pada mastoiditis mengungkapkan adanya
opasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi
normal dari sel-sel tersebut. Hilangnya kontur masing-masing sel,
29

membedakan temuan ini dengan temuan pada otitis media serosa di mana
kontur sel tetap utuh. 11
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau
mereka yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit
ini agaknya berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab.
Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan penyebab otitis
media akut. 12
 Laboratorium
a. Discharge harus dikirim untuk kultur bakteri aerobic dan anaerobik,
jamur, mikobakteri dan basil tahan asam. 13
b. Kultur darah harus diperoleh.
c. Pemeriksaan darah rutin dan laju sedimentasi dihitung untuk
mengevaluasi efektivitas terapi seterusnya.
d. Pemeriksaan LCS untuk evaluasi jika dicurigai perluasan proses ke
intrakranial. 5
8. Diagnosis
Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik
foto polos mastoid Schuller maupun CT scan mastoid. Dengan CT scan bisa
dilihat bahwa air cell dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam
keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar.1,6
Pemeriksaan penunjang yang dapat diminta adalah, pemeriksaan kultur
mikrobiologi, hitung sel darah merah dan sel darah putih yang menandakan
adanya infeksi, pemeriksaan cairan sumsum untuk menyingkirkan adanya
penyebaran ke dalam ruangan di dalam kepala. Pemeriksaan lainnnya adalah
CT-scan kepala, MRI-kepala dan foto polos kepala. 2
9. Penatalaksanaan
Terapi stadium supurasi pada saat didapatkan sekret perlu dilakukan
pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas untuk menentukan antibiotik yang
paling tepat. Karena pemeriksaan ini memerlukan waktu 24-48 jam maka
terapi segera diberikan dengan antibiotik spektrum luas yang dapat diganti bila
30

terdapat kuman yang tidak sesuai, dengan adanya sekret antibiotik topikal
dapat diberikan untuk mengobati mukosa telinga tengah dan melindungi kulit
liang telinga dari otitis eskterna sekunder. Perawatan umum seperti istirahat
baring, pemberian dekongestan dapat diberikan.
 Pengobatan mastoiditis akut meliputi:
a. Ear toilet (menyedot/mengeluarkan debris telinga dan sekret)
b. Antibiotik baik peroral, sistemik ataupun topikal berdasarkan
pengalaman empirik dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan
antibiotika umumnya berdasarkan efektifitas kemampuan
mengeliminasi kuman, resistensi, keamanan, risiko toksisitas dan
harga. Pengetahuan dasar tentang pola mikroorganisme pada infeksi
telinga dan uji kepekaan antibiotikanya sangat penting.
 Penatalaksanaan terhadap abses:
a. Aspirasi dan insisi abses
b. Drainase abses
c. Antibiotik:
o Penisilin Prokain 2 x 0.6-1.2 juta IU i.m./hari
o Metronidazol 3 x 250-500 mg oral/sup/hari.
o Bila alergi terhadappenisilin, dapat diganti dengan klindamisin 2 x
300-600 mg i.v/hari,atau 3 x 150-300 mg oral, selama 10-14 hari.
d. Mastoidektomi urgen.
Terapi stadium komplikasi yaitu mastoiditis bila sebelumnya sudah
diobati maka penderita harus dirawat untuk pengawasan yang ketat karena
keadaan ini stadium lanjut dan tindakan pembedahan sangat diperlukan. Pada
stadium ini dilakukan tindakan mastoid untuk draenase abses.
Pengobatan awal berupa miringotomi yang cukup lebar, biakan dan
antibiotik yang sesuai diberikan intravena. Jika dalam 48 jam tidak didapatkan
perbaikan atau keadaan umum pasien bertambah buruk, maka disarankan untuk
dilakukan mastoidektomi sederhana. Bila gambaran radiologis memperlihatkan
hilangnya pola trabekular atau adanya progresi penyakit, maka harus dilakukan
31

mastoidektomi lengkap dengan segera untuk mencegah komplikasi serius


seperti petrosis, labirintis, meningitis dan abses otak. 5,6
Pengobatan utama pada mastoiditis adalah pembedahan
(mastoidektomi) :
a. Mastoidektomi sederhana/ simple mastoidektomi (operasi Schwartze).
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh, dengan tindakan operasi ini dilakukan
pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannnya ialah
supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi, pada operasi ini fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan
kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas
antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan sehingga ketiga daerah tersebut menjadi satu ruanggan.
Tujuan operasi ini untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial, fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
c. Mastoidektomi Radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma didaerah atik,
tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan
dari dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini ialah
membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.

Gambar 8. Mastoidektomi
32

10. Komplikasi
Komplikasi penyakit mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan
perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi
sekunder pada struktur di sekitarnya. 11
Tendensi otitis media mendapatkan komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada
pasien OMSK tipe maligna. Akan tetapi suatu otitis media akut atau suatu
eksaserbasi akut oleh kuman virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan suatu komplikasi. 11
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke
struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang
menyerupai mukosa saluran nafas yang mampu melokalisasi dan mengatasi
infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang
kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di
sekitarnya akan terkena. 13,14,15

Gambar 9. Infeksi di telinga tengah memungkinkan penjaralan ke struktur di


sekitarnya
33

Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses sub-periosteal.


Tetapi bila infeksi mengarah ke tulang temporal, maka akan menyebabkan
paresis fasialis atau labirintis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses
ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis atau abses otak. Pada
kebanyakan kasus, bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan
ketiga, yaitu jaringan granulasi akan terbentuk.
Pada kasus akut atau eksaserbasi akut, penyebaran biasanya melalui
osteotromboflebitis (hematogen). Pada kasus lain, terutama yang kronis,
penyebaran biasanya melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah melalui
jalan yang sudah ada, misalnya fenestra rotundum, meatus akustikus interna,
dusktus perilimfatik atau duktus endolimfatik. 13,14,15

Complications in acute
mastoiditis. Extension of the
infectious process beyond the
mastoid system leads to
intracranial and extracranial
suppurative complications,
including :
- subperiosteal abscess (A),
- epidural abscess (B),
- subdural empyema (C),
- brain abscess (D),
- meningitis (E),
- lateral sinus thrombosis (F),
- carotid artery involvement (G),
- apical petrositis (H).

Gambar 10. Komplikasi dari mastoiditis

Beberapa pola penyebaran penyakit : 15


 Penyebaran hematogen, yaitu penyebaran melalui osteotromboflebitis
dapat diketahui dengan adanya :
34

a. Komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut,


dapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh
b. Gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis
lokal
c. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga utuh dan tulang serta
lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga
disebut juga mastoidits hemoragika.
 Penyebaran melalui erosi tulang, dapat diketahui, bila :
a. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit
b. Gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi
yang lebih luas, misalnya paresis n. Fasialis ringan yang total, atau
gejala meningitis lokal mendahului meningitis purulen
c. Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara
fokus supurasi dengan struktur di sekitarnya. Struktus jaringan lunak
yang terbuka biasanya dilapisi ileh jaringan granulasi
 Penyebaran melalui jalan yang sudah ada, penyebaran ini dapat diketahui
bila :
a. Komplikasi terjadi pada awal penyakit
b. Ada serangan labirintis atau meningitis berulang, mungkin dapat
ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis
media yang sudah sembuh. Komplikasi intrakranial mengikuti
komplikasi labirintis supuratif.
c. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang
yang bukan oleh karena erosi.
BAB III
PEMBAHASAN

Seorang pasien datang ke poli THT RSUD Wonosobo dengan keluhan nyeri
pada telinga kiri sejak 1 bulan yang lalu hilang timbul namun memberat 1
minggu SMRS, nyeri dirasakan pada bagian dalam telinga dengan skor VAS 5
dirasakan terus menerus seminggu terkahir. Selain nyeri pasien juga mengeluh
penurunan pendengaran (+), telinga kiri berdengung (-), gatal pada telinga (-),
batuk (-), pilek (-). Sebulan yang lalu keluar cairan berwarna kuning dari teling
pasien secara tiba tiba, 4 hari SMRS pasien di rawat karena demam dan nyari
telinga.
Pada pemeriksaan fisik telinga ditemukan pada telinga kiri ditemukan
adanya bat ear, pada MAE terdapat cairan serous yang menutupi MAE sehingga
membran timpani sulit dinilai. Pada daerah retroauriculer ditemukan udem (+),
hiperemis(+), fistel(-), sikatriks (-), nyeri tekan mastoid (+), massa di regio
mastoid dengan konsistensi lunak dan fluktuatif. Dari hasil pemeriksaan tersebut
dicurigai bahwa adanya abses pada daerah mastoid disebabkan oleh mastoiditis.
Diperlukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium
hematologi, dan CT Scan. Pada pemeriksaan darah rutin didapat nilai leukosit
meningkat hingga 15,2 x 103 sehingga bisa diperkirakan bahwa ada infeksi pada
pasien. Kemudian dari hasil CT scan didapatkan adanya mastoiditis. Sehingga
bisa disimpulkan bahwa pasien menderita Mastoiditis AS.
Penatalaksaan pada pasien ini terdiri dari terapi farmakologi dan terapi
operatif. Terapi farmakologi berupa pemberian antibiotik dan antinyeri, antibiotik
yang digunakan adalah inf metronidazole dan inj ceftriaxon bertujuan untuk
membunuh bakteri yang menginfeksi. Lalu diberi antinyeri berupa inj norages.
Pada pasien ini juga diberi terapi non farmakologis berupa tindakan operatif untuk
evakuasi abses mastoid pada pasien, dilakukan insisi pada regio mastoid sebagai
tempat keluarnya abses.

35
BAB IV
KESIMPULAN

1. Mastoiditis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang
menonjol di belakang telinga). Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang
lama pada telinga tengah, bakteri penyebab yang paling banyak ditemukan
adalah bakteri gram negative dan Streptococcus aureus.
2. Tanda-tanda dari mastoiditis meliputi nyeriketuk padamastoid, bengkak /
abses, fistel di retroaurikula, CAE discharge mukopurulen berbau, granulasi di
CAE, kolesteatoma, cairan keluar terus dari telinga, segging (dinding atap
runtuh), perforasi membran timpani biasanya di apikal atau marginal.
3. Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto
polos mastoid Schuller maupun CT scan mastoid.
4. Penatalaksanaan mastoiditis akut yaitu dengan antibiotik dan miringotomi,
sedangkan penatalaksanaan mastoiditis kronik yaitu dengan mastoidektomi.
5. Komplikasi penyakit mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan
perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi
sekunder pada struktur di sekitarnya.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996
3. Ballenger, JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi
13, Jilid II,Alih Bahasa Staf Ahli Bagian THT FK-UI/RSCM. Jakarta :
Binarupa Aksara. 1997
4. Ludman, Harold. Petunjuk Penting Pada Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. Jakarta: Hipokrates. 1996.
5. Dejong, W., Sjamsuhidajat, R.Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : 2005
6. Rasad, sjahriar. RadiologiDiagnostikedisike 2.Jakarta:FKUI. 2005
7. Widodo P dkk. Pola Sebaran Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotika Sekret
Telinga Tengah Penderita Mastoiditis Akut di RS Dr Kariadi Semarang.
2005.
8. Mukmin, Sri; Herawati, Sri. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu
Penyakit THT, FK UNAIR. Surabaya. 2000.
9. Ogle, J.W., Lauer, B.A. Acute mastoiditis. Am. J. Dis. Child. 2000.
10. Palva, T., Pukkinen, K. Mastoiditis. J. Laryngol. Otol. 1959.
11. Mygind, H. Subperiosteal abscess of the mastoid region. Ann. Otol. Rhinol.
Laryngol. 2000.
12. Bluestone, C.D., Klein, J.O. Intratemporal complications and sequelae of
otitis media. in: C.D. Bluestone, S.E. Stool (Eds.) Pediatric
Otolaryngology. Saunders, Philadelphia, PA; 2003
13. Kelompok Studi Otologi. Guideline Penyakit THT di Indonesia.
Dalam:Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Jakarta: 2007.
14. Zanetti D, Nassif N. Indications for Surgery in Acute Mastoiditis and Their
Complications in Children. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. 2006.
15. Tarantino V, Agostino RD, Taborelli et al. Acute mastoiditis: a 10 year
retrospective study. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology
2002 :143-8.

37

Anda mungkin juga menyukai