Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli 2022

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

BATU URETER
OLEH :

Rezky Kanza Putri, S.Ked

105505406219

PEMBIMBING :

dr. A. Malik Yusuf, Sp.U

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR

2022

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:

Nama : Rezky Kanza Putri


ii
NIM : 105505406219
JUDUL : Batu Ureter

Telah menyelesaikan Tugas Laporan Kasus dalam rangka Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Juli 2022

Pembimbing,

dr. A. Malik Yusuf, Sp.U

iii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim. Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis


panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat yang diberikan, sehingga penulisan
Laporan kasus yang berjudul “Batu Ureter” dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan
klinik Pediatri sebagai syarat kelulusan dapat terselesaikan tanpa hambatan dan rintangan
yang berarti.

Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak
lepas dari bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan
ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga atas bantuan
dan pengertiannya selama penulisan karya tulis ini serta yang terhormat:

1. dr. A. Malik Yusuf, Sp.U sebagai pembimbing

2. Staff dan pengajar kepaniteraan klinik Bedah

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan dalam
pengembangan informasi ilmiah baik bagi penulis khususnya, juga mahasiswa, institusi dan
masyarakat pada umumnya.

iv
Billahi fii sabilil haq. Fastabiqul Khaerat!

Makassar, Juli 2022

v
BAB I
PENDAHULU
AN

Pembentukan batu pada sistem urinaria seperti pada ginjal, ureter, dan kandung
kemih atau pada uretra secara umum disebut sebagai urolithiasis yang terbentuk dari kata
ouron (urin) dan lithos (batu). Urolithiasis adalah salah satu penyakit yang sering terjadi
pada saluran kemih dan merupakan salah satu sumber penyakit.1 Batu saluran kemih
(BSK) dapat menyebabkan gejala nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau
infeksi.2

Di Indonesia, penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah
pasien di klinik urologi. Berdasarkan data dalam negeri yang pernah dipublikasi, didapatkan
peningkatan jumlah penderita nefrolithiasis yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun, mulai 182 pasien pada tahun 997 menjadi 847 pasien pada
tahun 2002. Hardjoeno dkk.(1977-1979) di Makassar menemukan 297 penderita BSK.
Rahardjo dkk. (1979-1980) di Jakarta menemukan 245 penderita BSK. Puji Rahardjo dari RSUP
Dr. Cipto Mangunkusumo menyatakan penyakit BSK yang diderita penduduk Indonesia sekitar
0,5% dengan perkiraan kenaikan penderita sekitar 530 orang penderita BSK per- tahun.3

Penyakit BSK pada pasien akan cenderung mengalami kekambuhan. Rata-rata


kekambuhan terjadi dengan persentase sebesar 50% dalam 5 tahun dan sebesar 70% dalm 10
tahun. Identifikasi penyebab timbulnya batu adalah hal utama yang harus dilakukan untuk
mengetahui tingkat kekambuhan pasien, dengan analisis batu maka seorang pasien dapat
diketahui penyebab timbulnya batu dan dapat melakukan upaya-upaya pencegahan agar
kemungkinan kekambuhannya bisa diminimalisasi. BSK pada umumnya mengandung unsur
kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium ammonium fosfat (MAP), xanthin
2
dan sistin.
BAB II

LAPORAN

KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I

Tanggal lahir : 02 Mei 1979


Umur : 43 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Dusun I, Luhu, Telaga, Kab. Gorontalo

Tanggal masuk RS : Ahad, 4 Juli 2022

Rekam Medis : 708657

Ruangan : Perawatan Mawar Lt. 3 kamar 312, RS.TK II Pelamonia Makassar

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut tembus belakang disertai nyeri saat BAK
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien laki-laki usia 43 tahun datang ke RS Pelamonia dengan keluhan Nyeri perut
tembus belakang yang dirasakan memberat dalam 3 bulan terakhir (april).
Sebenarnya rasa nyeri telah dirasakan hilang timbul sudah lebih dari 2 tahun yang lalu
namun masih dapat ditahan. Selain itu, pasien juga merasa nyeri saat buang air kecil.
Keluhan disertai dengan rasa tidak dapat menahan ketika ingin buang air kecil, dan
pada saat buang air kecil pasien merasa tidak tuntas. Pasien juga pernah tiba-tiba
kencing terputus (pancaran tiba-tiba berhenti). Riwayat nyeri pinggang sebelah kiri
ada. Riwayat buang air kecil berpasir ada. Riwayat kencing berwarna merah
disangkal. Pasien jarang minum karena ketika banyak minum akan sering ke toilet
untuk BAK. Kebiasaan merokok disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (-)


1
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam

keluarga.

Riwayat pengobatan : Tidak ada Riwayat pengobatan yang spesifik

Riwayat Alergi : Tidak ada

Riwayat Sosial dan Kebiasaan : Riwayat pekerjaan sebagai penebang hutan

C. PEMERIKSAAN
FISIK
a. GCS : E4M6V5
b. KU : Sakit sedang
c. Gizi : BB (60 kg), TB (160 cm), IMT (23,4), Status gizi normal
d. Vital sign :
i. Nadi : 89 x/menit
- TD : 120/80 mmHg

ii. Suhu : 36,4oC


iii. Pernafasan : 20 x/menit
e. Status Generalisata
i. Kulit : Warna sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit cukup.
ii. Kepala : Tampak tidak ada jejas, tidak ada bekas trauma
iii. Rambut : Warna hitam, tidak mudah rontok.
iv. Mata : Konjungtiva anemis (-/-) dan sklera ikterik (-/-)
v. Pemeriksaan leher
1. Inspeksi : Tidak terdapat jejas
2. Palpasi : Trakea teraba di tengah, tidak terdapat pembesaran
kelenjar tiroid.
vi. Pemeriksaan thorax
1. Jantung
a. Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
c. Perkusi

2
Batas atas kiri : IC II LPS sinistra Batas
atas kanan : SIC II LPS dextra
Batas bawah kiri : SIC V LMC sinistra

3
Batas bawah kanan : SIC IV LPS dextra

d. Auskultasi : S1 & S2 murni regular, tidak ditemukan


gallop dan murmur.

2. Paru

a. Inspeksi : Dinding dada simetris, tidak ditemukan retraksi.

b. Palpasi : Simetris, vocal fremitus kanan sama dengan kiri.

c. Perkusi : Sonor kedua lapang paru.

d. Auskultasi : Tidak terdengan suara rhonki (-/-) dan wheezing

(-/-) o Pemeriksaan Abdomen


e. Auskultasi : Bising usus (+), kesan normal
f. Inspeksi : Tidak tampak distensi
g. Perkusi : Timpani
h. Palpasi : Nyeri tekan (+)
o Pemeriksaan Ekstremitas

i. Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa dan sianosis


j. Turgor kulit baik, akral hangat
o Status Lokalis
k. Regio Suprapubik
Inspeksi : Tidak terlihat menonjol

Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak terdapat penonjolan, teraba lunak


Perkusi : Timpani

D. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Laboratorium
a. Pemeriksaan Hematologi (04-07-2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


4
WBC 11,57 3.6 - 11.0 103/uL
RBC 5,40 4.4 - 5.9 103/uL
HGB 15,7 13.2 - 17.3 g/dl
HCT 47,9 40.0 - 52.0 %

5
MCV 88,7 84.0 - 97.0 fL
MCH 29,1 28 - 34 Pg
PLT 392 150 - 450 103/uL
NEUT% 67,7 50 - 70 %
LYMPH% 24,9 25.0 - 40.0 %
MONO% 4,50 2–8 %
EO% 2,5 2–4 %
BASO% 0.4 0.0 - 1.0 %
LED 50 0.0 - 10 Mm

b. Pemeriksaan Kimia (04-07-2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Ureum 37 10 - 50 mg/dl
Kreatinin 1.05 0.6 – 1.2 mg/dl
(CKD-EPI) 86,52 Ml/menit/
1.73m2

c. Pemeriksaan Hemostasis (04-07-2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Clotting Time 8’15” 6 - 15 Detik

Bleeding Time 1’30” 1.0 – 3.0 Detik

6
CT Scan Abdomen

Kesan : Hydronefrosis dan hidroureter bilateral ec Nefrolithiasis dan Uretrolithiasis

7
E. RESUME
Pasien laki-laki usia 43 tahun datang ke RS Pelamonia dengan keluhan Nyeri perut
tembus belakang yang dirasakan memberat dalam 3 bulan terakhir (april).
Sebenarnya rasa nyeri telah dirasakan hilang timbul sudah lebih dari 2 tahun yang lalu
namun masih dapat ditahan. Selain itu, pasien juga merasa nyeri saat buang air kecil.
Keluhan disertai dengan rasa tidak dapat menahan ketika ingin buang air kecil, dan
pada saat buang air kecil pasien merasa tidak tuntas. Pasien juga pernah tiba-tiba
kencing terputus (pancaran tiba-tiba berhenti). Riwayat nyeri pinggang sebelah kiri
ada. Riwayat buang air kecil berpasir ada. Riwayat kencing berwarna merah
disangkal. Pasien jarang minum karena ketika banyak minum akan sering ke toilet
untuk BAK. Kebiasaan merokok disangkal

Pada pemeriksaan fisik didaptkan GCS E4V5M6, status gizi normal (IMT 23,4 kg/m2 ),
BB 60 kg, TB 160 cm, nadi 89 x/menit, TD 120/80 mmHg, suhu 36,4oC, pernapasan
20x/menit. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada tanggal 04-07-2022
didapatkan WBC meningkat, HGB : 15,7g/dl dan PLT dalam batas normal; LED meningkat 50
Mm.. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan ureum dalam batas normal. Sedangkan
kadar kreatinin dalam batas normal dan kadar glukosa darah sewaktu dalam batas normal.
Pada pemeriksaan hemostasis darah didapatkan clotting time dan bleeding time dalam batas
normal.

8
F. DIAGNOSIS KERJA
a. Diagnosis pre-operatif
- Batu Ureter Proximal
- Batu Buli-buli
- Kolik Abdomen
b. Diagnosis post-operatif
i. Batu ureter proximal

G. HASIL LAPORAN OPERASI

9
H. TERAPI
a. Pre-operatif
i. IVFD RL 20 tpm
ii. Amlodipin 5 mg 1 x 1
iii. Ceftriaxone 1gr/ 12 jam/ iv
iv. Rencana URS
b. Post-operatif
i. IVFD RL 28 tpm
ii. Ceftriaxone 1gr/ 12 jam/ iv
iii. Ketorolac 1 ampul/ 12 jam/ iv

10
Tinjauan Pustaka

I. Anatomi
Ureter terbagi menjadi dua atau tiga bagian. Pada ureter yang terbagi dua, yaitu
ureter proksimal dan ureter distal. Ureter proksimal terletak diatas pembuluh darah
iliaka communis dan secara esensial meliputi ureter 1/3 proksimal pada konsep ureter
yang dibagi tiga segmen. Pada pembagian ureter yang terbagi tiga, ureter sepertiga
media meliputi segmen yang overlaps dengan tulang sacrum. Sedangkan ureter 1/3
distal meliputi ureter yang terdapat pada juxtavecicular junction yang terletak dibawah
tulang iliaca.
Ureter mengalirkan urine dari ginjal ke vesica urinaria. Panjangnya 25 cm dan
mempunyai 3 penyempitan sepanjang perjalannya pada :
1. Pelvic-ureteric junction
2. Waktu ureter menyilang didepan A.iliaca communis ketika
melewati pinggir panggul.
3. Waktu ureter menembus dinding vesica urinaria.
Ureter keluar dari hilus ginjal dan berjalan vertikal ke bawah dibelakang peritoneum
parietale sepanjang sisi medial m. Psoas mayor yang memisahkannya dari ujung-ujung
processus tranversus vertebrae lumbales. Ureter masuk ke rongga panggul dengan
menyilang didepan a.Iliaca communis, kemudian berjalan ke arah posterolateral pada
dinding lateral pelvis menelusuri pinggir anterior incisura ischiadica major hingga

11
mencapai spina ischiadica. Dari sini ureter membelok kearah antero medial dan berjalan
tepat diatas diaphragma hingga mencapai basis vesicae pada suatu titik tepat dibelakang
tuberculum pubicum. Kearah posterior ureter kanan dan kiri berhubungan dengan m.
Psoas major, n.genitofemoralis dan bagian distal A. Iliaca communis. Kearah inferior
ureter kanan dan kiri tertutup oleh peritoneum dan disilang oleh a. Spermatica interna.
Selain itu disebelah anterior ureter kanan berhubungan dengan: duodenum bagian II,
A/V. Colica dextra dan ileocolica, mesentrium dan iluem terminal, dan terletak
disebelah kanan V.cava inferior. Sedangkan disebelah anterior ureter kiri: disilangi A/V.
Colica sinistra, mesocolon sigmoideum dan colon sigmoideum, dan terletak disebelah
kiri A. Mesentrica inferior. Di abdomen ureter bersilangan dengan arteri spermatica
interna atau arteri ovaria. Di pelvis, bersilangan dengan akhir dari ductus deferens dan
pada wanita dengan arteri uterina. Ureter kiri menyilang di anterior arteri mesenterika
inferior dan vasa sigmoid. Ureter kanan menyilang di vasa kolika dextra dan vasa
ileokolika. Saat turun ke pelvis, ureter berjalan di anterior vasa iliaka tetapi di posterior
vasa gonade.

Pada laki-laki, ureter menyilang di anterior ligamen umbilicus medialis, dan


sebelum memasuki kandung kencing, berjalan di bawah vas deferens. Pada wanita,
ureter berjalan posterior dari ovarium, lateral dari ligamen infundibulopelvis dan medial
dari vasa ovarium. Suplai darah ureter disuplai oleh cabang dari arteri renal, aorta,
gonadal, iliaka, mesenterik dan arteri vesikal. Serat nyeri menghantarkan rangsang
kepada segmen T12-L2. Drainase limfatik ureter mengalir ke nodus limfatikus regional.
Tidak ada saluran limfe yang berlanjut dari ginjal sampai kandung kencing. Nodus
limfe regioal yang menampung drainase adalah nodus limfatikus iliaka komunis, iliaka
eksterna dan hipogastrikus.
Ureter terdiri dari otot yang memanjang berbentuk tabung/silinder,
menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih dan berjalan retroperitoneal.
Panjang normal ureter pada dewasa adalah 25-30 cm dan diameternya sekitar 5 mm,
tergantung dari tinggi badannya. Secara histologis, dari lapisan luar disusun oleh lapisan
serosa, otot polos dan di bagian dalam oleh lapisan mukosa. Lapisan otot polos terdiri
dari 2 lapisan sirkuler yang dipisah oleh sebuah lapisan longitudinal.
Ureter dapat dibagi menjadi 3 segmen, yaitu :

12
1. Ureter proksimal  segmen yang berlanjut dari sambungan ureteropelvis
ginjal ke area tempat persilangan antara ureter dengan persendian sakroiliaka,
2. Ureter medial  antara tulang pelvis dan vasa iliaka,
3. Ureter pelvis atau distal  berlanjut dari vasa iliaka ke kandung kencing.

Gb1. Sistem urogenital dan vaskularisasi Gb 2. Lokasi Penyempitan ureter

II. Fisiologi
Fungsi ureter adalah mengalirkan urine dari pelvis ginjal menuju kandung
kencing dengan cara kontraksi peristaltik ritmik. Pada laki-laki terjadi 1-5 kali tiap
menit. Pergerakan peristaltik dikendalikan oleh dua lapisan otot ureter, longitudinal dan
sirkuler. Susunan pertemuan ureterovesical sedemikian rupa sehingga kenaikan tekanan

13
intravesika akan menutup orifisium ureter dan akhirnya dapat mencegah refluks. Urine
masuk ke dalam kandung kencing dengan cara menyemprot. Secara berkala, kontraksi
otot longitudinal ureter akan membuka orifisium untuk mengalirkan urine masuk ke
dalam kandung kencing.
III. Etiologi
Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter.
Gerakan peristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga akan
menimbulkan kontraksi yang kuat. Batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih,
terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin),
yaitu pada system kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelviokalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Kecenderungan terjadinya batu menurut para penyidik mengikuti suatu tata cara tertentu
yaitu:
1. Adanya supersaturasi dari zat pembentuk batu.
2. Adanya faktor yang menyebabkan kristalisasi zat tersebut
3. Adanya zat yang menyebab kristal berkumpul jadi satu.

IV. Patogenesis
Penyebab terbentuknya batu hingga saat ini belum pasti, namun ada beberapa
faktor yang sudah diketahui mempunyai peranan dalam pembentukan batu, yaitu :
1. Supersaturasi
2. Keadaan pH urin
3. Defisiensi zat protektif dalam urin
4. Nidus batu( papilari nekrosis)
5. Infeksi

Pembentukan batu
1. Primer
Pembentukan batu yang terjadi pada saluran kemih yang normal, batu ini
biasanya terbentuk karena adanya kelainan metabolik (hiperparatiroidisme). Batu jenis
ini biasanya berupa kristalisasi tanpa nidus, hal ini dapat terjadi dimana batu

14
berkembang di papila renalis sebagai plaque subepitelial yang selanjutnya akan
menyebabkan erosi dari papila sehingga akan terjadi presipitasi dari kristaloid urin.
2. Sekunder
Pembentukan batu pada kondisi infeksi dan urin dalam keadaan alkalis. Pada
keadaan ini bakteri, debris dan produk inflamasi bertindak sebagai nidus pada
presipitasi dari kristaloid urin. Dalam urin normal, konsentrasi kalsium oksalat 4 kali
kelarutannya, Karena terdapat inhibitor dan molekul lainnya, presipitasi baru akan
terjadi bila supersaturasinya mencapai 7 sampai 11 kali kelarutannya. Hal-hal yang
dapat mempengaruhi supersaturasi kalsium oksalat dalam urin, antara lain, volume urin
yang rendah, meningkatnya ekskresi kalsium, oksalat, fosfat, urat, rendahnya ekskresi
sitrat dan magnesium. Proses pembentukan inti batu yang terdiri dari larutan murni
disebut nukleasi homogen. Terdapat 3 macam bahan yang mempengaruhi proscs
pembentukan batu dalam urin, yaitu: inhibitor, kompleksor dan promotor. Inhibitor
melekat pada kristal, sehingga mencegah pertumbuhan dan memperlambat agregasi.
Inhibitor untuk kalsium oksalat dan kalsium fosfat, antara lain magnesium, sitrat,
pirofosfat dan nefrokalsin. Dalam urin terdapat 2 glikoprotein yang bersifat inhibitor,
yaitu nefrokalsin dan protein Tanim-Harsfall, yang menghambat agregasi pada urin
yang pekat. Kompleksor yang penting untuk kalsium oksalat adalah sitrat, yang
mempunyai efek maksimal pada pH urin 6,5. Magnesium bersenyawa dengan oksalat,
membentuk senyawa lain yang larut dalam urin. Magnesium dan sitrat bersifat
kompleksor dan inhibitor. Promotor menginisiasi satu fase pembentukan kristal, tetapi
menghambat fase yang lain. Misalnya glikosaminoglikan, menunjang proses nukleasi,
tetapi menghambat proses pertumbuhan dan agregasi. Matriks batu adalah protein non
kristal yang merupakan bagian dari batu. Kandungan matriks dari batu, bervariasi,
umumnya 3% dari bobot batu. Peranan matriks pada pembentukan batu masih belum
jelas. Finlayson dkk., berpendapat matriks hanya menambah/ melapisi kristal yang
membentuk batu. Polimerisasi matriks diperlukan dalam pembentukan batu. Matriks
dibentuk dalam tubulus renal. Dutoit dkk., mengajukan hipotesa terbentuknya batu
ginjal karena adanya penurunan aktivitas ensim urokinase dan peningkatan sialidase
yang berakibat terjadinya meneralisasi matriks batu.
Jenis batu saluran kemih
1. Batu kalsium

15
Terbentuknya batu ini berhubungan dengan peningkatan absorbsi kalsium oleh
usus halus. Sering terjadi pada keadaan sarkoidosis, sindrom milk-alkali,
hiperparatyroid. Batu ini memberikan gambaran bayangan putih pada pemeriksaan foto
polos abdomen (radioopak), tunggal, keras, berwarna keputihan dan terbentuk pada
kondisi urin yang alkalis. Batu jenis ini terdapat kurang lebih 80% dari seluruh jenis
batu saluran kemih. Predominan terdiri dari kalsium fosfat dan merupakan 10% batu
ginjal. Batu kalsium fosfat murni, sangat jarang ditemukan. Lebih sering sebagai
komponen batu kalsium oksalat. Lebih banyak terjadi pada wanita, seringkali
berhubungan dengan defek asidifikasi tubuler. Pada kasus batu kalsium oksalat,
mandatoris untuk dicari adanya Renal Tubular Acidosis (RTA). Batu kalsium fosfat,
dapat terjadi pada hiperparatiroidisme primer dan sarkoidosis.

2. Batu non kalsium


a. Struvite
Terbentuk dari magnesium, amonium, dan fosfat (MAP) lebih banyak ditemukan
pada wanita dan dapat cepat untuk timbul berulang. Batu jenis ini sering timbul sebagai
batu staghorn dan jarang sebagai batu ureter, kecuali pada pasca tindakan bedah dimana
batu ini akan terpecah dan turun ke ureter. Batu struvite ini merupakan batu infeksi yang
tergabung dari hasil pemecahan urea dari mikro organisma (proteus, pseudomonas,
klebsiela, stapilokokus dan lain lain). Keadaan pH urin penderita batu MAP ini akan
berkisar 6,8 sampai 8,3 dan jarang dibawah 7,0. Hal ini disebabkan kandungan
amonium yang tinggi sebagai hasil pemecahan urea dari mikro organisma tadi . Wanita
dengan infeksi saluran kemih yang berulang dan membutuhkan antibiotik dalam
pengobatannya, mungkin perlu dievaluasi adanya batu struvite ini. Pemberian diuresis
dan antibiotik tidak akan menghilangkan batu jenis ini, terapi yang dibutuhkan adalah
pengambilan dari batu ini. Batu ini bersifat porous, rapuh , lunak dan berwarna coklat
atau putih. Batu ini pertama kali didapat pada manusia. Batu jenis ini merupakan 2-20%
dari insiden batu saluran kemih. Sering dijumpai pada wanita dan kambuh dengan cepat.
Batu ini terdiri dari magnesium, amonium dan fosfat yang bercampur dengan karbonat.
Sering muncul sebagai batu cetak (staghorn) pada ginja dan jarang pada ureter. Batu ini
adalah batu infeksi dari kuman proteus, pseudomonas, providencia, klebsiela,
staphilokokus, mikoplasma dan lain-lain. Benda asing dan neurogenik bladder mungkin

16
predisposisi penderita infeksi saluran kemih yang selanjutnya akan terbentuk batu. Ada
dua keadaan yang harus ada untuk terjadinya kristalisasi dari batu struvit yaitu pH urin
antara 6,8 - 8,3 (kebanyakan diatas 7,2) dan adanya konsentrasi tinggi amonia dalam
urin. Pembentukan batu struvit didukung oleh adanya infiksi dalam urin oleh bakteri
yang memproduksi urease. Brown (1901) mengemukakan adanya amonia dalam urin,
alkalinisasi dan pembentukan batu. Mekanisme lain yang menginduksi pembentukan
batu adalah meningkatkan daya lekat kristai. Parson dkk menunjukkan kerusakan
glikosarninoglikan yang normal berada pada permukaan mukosa oleh amonium.
Penghilangan batu dapat dicoba dengan irigasi hemiasidrin sedangkan pengobatan
jangka panjang dapat dioptimalkan dengan menghilangkan semua benda asin termasuk
kateter. Namun irigasi ini hanya digunakan bila infeksi dari saluran kemih sudah
terkontrol.
b. Asam urat,
Batu jenis ini biasanya didapatkan pada laki-laki, penderita gout, ataupun yang
sedang dalam terapi keganasan, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk
terkena. Batu ini memberikan gambaran hitam pada foto polos abdomen (radiolusen),
multipel dengan permukaan yang bergerigi. Batu ini terbentuk pada suasana urin yang
asam dan ditemukan kurang lebih 5-10% dari kasus batu saluran kemih. Pengobatan
untuk batu jenis ini adalah dengan mempertahankan volume urin lebih dari 2 L/hari, dan
mempertahankan pH urin lebih dari 6,0 serta mempertahankan kadar asam urat dalam
keadaan normal (laki-laki :3,4-7,0 mg %, perempuan :2,4-5,7 mg %). Pada penyakit
diare kronik seperti Crohn's dan colitis ulseratif atau jejunoileal by pass dapat
menyebabkan batu asam urat, melalui kehilangan bikarbonat yang akan menurunkan pH
atau melalui berkurangnya produksi urin. Pengobatan dengan memelihara volume urin
hingga 21/hari, pH lebih dari 6, pengurangan diet purin dan pemberian allupurinol
membantu mengurangi ekskresi asam urat. Penyebab utama terjadinya kristalisasi asam
urat adalah supersaturasi dari urin sehingga asam urat tidak terdisosiasi. Tidak diketahui
zat apa yang bersitat sebagai inhibitor untuk pembentukan batu asam urat. Pasien
dengan batu asam urat sering mengandung urin dengan keasaman dalam jangka waktu
yang panjang. Kelainan yang didapat pada pasien gout antara lain sekresi amonium
yang lebih sedikit dibanding orang normal sehingga banyak sisa ion H yang bebas,

17
produksi asam urat yang meningkat disertai menurunnya kemampuan ekskresi oleh
ginjal, dan akhirnya berkurangnya produksi urin.
Ada tiga faktor yang terlibat dalam pembentukan batu urat, yaitu:
1. Ekskresi urat yang berlebihan (>1500mg/ hari) pada pH yang relatif
rendah.
2. Absorbsi, produksi dan ekskresi urat yang lebih dari normal.
3. Jumlah urin yang menurun.
c. Sistin
Timbulnya batu ini adalah sekunder dari kelainan metabolisme akibat
gangguan absorbsi asam amino (lysin, sistin,dan lain lain) oleh mukosa intestinal dan
tubulus renalis. Jenis batu sistin ini terjadi berkisar 1-2 % dari kasus batu saluran kemih
yang ada, dengan insidensi tertinggi pada dekade 2 dan 3. Batu ini dapat tunggal,
multiple ataupun staghorn dan sering didapatkan pada penderita yang mempunyai
riwayat keluarga batu saluran kemih. Pada urinalisa akan tampak kristal hexagonal.
Pengobatan batu jenis ini adalah dengan pemberian intake cairan lebih dari 2 L/ hari dan
alkalinisasi urin dengan pH dipertahankan diatas 7,5.Batu ini pada tepinya bersifat
radioopak karena kandungan sulfurnya yang tinggi. Batu ini hanya 1% dari semua batu
saluran kemih dan terjadi hanya pada pasien dengan sistinuria. Sistinuria adalah
penyakit yang diturunkan secara resesif otosomal. Pada penyakit ini terjadi defek
transpur transepitelial yang menyebabkan gangguan absorbsi sistin di usus dan tubulus
proksimal. Batu sistin terbentuk karena sistin sukar larut dalam keadaan pH urin yang
normal dan ekskresi dari ginjal yang berlebihan. Solubilitas dari sistin adalah pH
dependen, solubilitasnya akan rendah pada pH yang rendah dan sebaliknya. Diagnosis
dari sistinuria dicurigai bila onset dini dari batu ginjal, dan riwayat keluarga, dan
riwayat kambuh. Dari pemeriksaan urin didapatkan sodium nitropruside yang positif.
Kadar sistin di urin > 250 mg/hari sifatnya diagnostik. Terapi medik dengan intake
cairan lebih dari 3 liter sehari.
d. Xanthin dan phenil pyruvate,
Batu ini sangat jarang dan terbentuk karena adanya kelainan metabolik berupa
kekurangan enzym xanthin oksidase. terjadi pada pasien Lichnehen sindrom. Dimana
enzym ini akan merubah hipoxanthin menjadi xanthin dan dari xanthin menjadi asam
urat. Intake cairan yang banyak dan alkalinisasi pH urin akan mencegah timbulnya batu

18
jenis ini. Batu santin sangat jarang terjadi, insidennya 1/2500 batu, merupakan kelainan
konginital. Xantinuria yang diturunkan menyebabkan pembentukan batu xantin, yang
radiolusen dan kadang menyerupai batu asam urat. Xantinuria adalah kelainan
metabolisme yang diturunkan secara resesif otonom dengan ciri defisiensi enzim xantin
oksidase. Oksidasi hipoxantin menjadi xantin dan kemudian terhenti. Kadar urat rendah
< 1,5 mg/dl, sedangkan kadar xantin dan hipoxantin pada serum dari urin meninght.
Karena xantin lebih sulit larut dari hipoxantin, maka batu xantin terbentuk.Pengobatan
tergantung gejala yang ditimbulkannya. Intake cairan yang tinggi dan alkalinisasi urin
diperlukan untuk profilaksis
g. Lain-lain
Batu silikat adalah batu ginjal yang sangat jarang dan biasanya berhubungan
dengan penggunaan jangka panjang dari antasida yang mengandung silica, seperti
produk yang mengandung magnesium silikat. Terapi pembedahan saina dengan batu
yang lain. Batu triamteren akhir-akhir ini frekuensinya meningkat berhubungan dengan
penggunaan anti hipertensi seperti dyazide. Penghentian peggunaan obat akan
mencegah rekurensi.
Gejala dan tanda adanya batu
1. Nyeri.
Nyeri akibat adanya batu ini berupa kolik renal, yaitu nyeri yang disebabkan
karena adanya peregangan dari sistem collecting dan ureter, dimana obstruksi dari aliran
urin adalah penyebab utama dari timbulnya kolik ini. Nyeri renal kolik ini akan
mempunyai karakteristik sendiri, tergantung dimana lokasi batu tersebut berada.
Beberapa lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan oleh batu adalah :
a. Kaliks renal,
Batu ataupun material lain di kaliks dapat menyebabkan obstruksi dan kolik
renal. Pada umumnya batu yang tidak menyebabkan obstruksi akan menimbulkan nyeri
yang periodik, nyeri ini bersifat tumpul, ataupun rasa pegal pada pinggang dan
punggung yang bervariasi dari ringan hingga berat. Nyeri ini akan terasa bertambah
berat setelah mengkonsumsi banyak cairan, dimana hal ini disebabkan karena regangan
pada kaliks yang lebih besar.
b. Pelvis renalis,

19
Batu dengan diamater lebih dari 1 cm biasanya akan menyumbat ureteropelvic
junction dan menimbulkan nyeri yang hebat pada angulus kosto vertebralis (pinggang),
disebelah lateral M. Sacrospinalis dan dibawah iga XII. Nyeri ini bervariasi dari ringan
hingga menyiksa pasien, bersifat konstan dan menjalar ke perut bagian atas yang
ipsilateral. Bila tidak terjadi obstruksi, pasien dengan batu di pelvis renalis ini hanya
akan merasakan pegal pada pinggang ataupun punggungnya.
c. Ureter bagian proksimal,
Nyeri karena adanya batu dibagian ini akan dirasakan sebagai nyeri di angulus
kosto vertebralis(pinggang) yang akan menjalar sepanjang perjalanan ureter hingga
testis, hal ini terjadi karena adanya persamaan inervasi pada ginjal dan testis oleh N.Th
XI-XII.
d. Ureter bagian tengah,
Nyeri akan dirasakan mulai dari pinggang dan menjalar hingga daerah perut
bagian bawah, hal ini sesuai dengan persarafan N.Th XII-L.I.
e. Ureter bagian distal,
Nyeri akan dirasakan mulai dari pinggang dan menjalar hingga lipat paha,
kandung kemih, skrotum ataupun vulva.
f. Ureter bagian intramural,
Menimbulkan keluhan dan gejala yang sama dengan cistitis, berupa nyeri pada
supra pubic, frekuensi, disuria ataupun gross hematuri.
2. Hematuria
Pasien dengan batu pada saluran kemih biasanya akan mengeluh adanya gross
hematuri yang intermitten dimana urin akan berwarna seperti teh, namun lebih sering
berupa mikrohematuri.
3. Infeksi
Adanya batu pada saluran kemih ini akan menimbulkan infeksi sekunder akibat
dari obstruksi dan stasis dari urin pada bagian proksimal dari sumbatan.
4. Demam
Adanya demam pada penderita batu saluran kemih merupakan suatu tanda sepsis.
5. Mual dan muntah
6. Takikardia dan keluar keringat dingin

20
GAMBARAN KLINIK DAN DIAGNOSIS
Gerakan peristaltik ureter yang mencoba mendorong batu ke distal akan
menyebabkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Nyeri ini
dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan
sampai ke daerah genetalia. Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh
pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu yang ukurannya kecil
(<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali
tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan (periureteritis) serta
menimbulkan obstruksi kronik berupa hidroureter/hidronefrosis. Diagnosis batu ureter
dapat ditegakkan dengan dilakukan foto polos abdomen (BNO), tetapi hanya untuk
melihat adanya batu radio-opak. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat
bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain. Sedangkan batu
asam urat bersifat non opak (radio-lusen).

Tabel1: Urutan Radio-opasitas beberapa jenis batu saluran kemih


JENIS BATU RADIO-OPASITAS
Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak

Intravenous Pyelografi (IVP) dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun


batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. IVP merupakan
pemeriksaan terpilih dalam mendiagnosis batu ureter. Ultrasonografi (USG) dikerjakan
bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan:
alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang
hamil. Adakalanya USG dapat mendeteksi batu pada ureterovesival junction yang tidak
terlihat pada helical CT atau IVP. Magnetic Resonance Imaging (MRI), walaupun
bukan merupakan perangkat diagnostik yang utama dalam mendeteksi batu ureter, akan

21
tetapi MRI merupakan pilihan yang tepat untuk mengetahui batu ureter pada wanita
hamil yang tidak terdiagnosis dengan USG. Penelitian yang melibatkan 40 pasien
dengan nyeri regio flank akut, MRI mempunyai sensitifitas 54-58% dan spesifisitas 100
%. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, hematuria, dan
dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin
menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal
bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk
mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan IVP. Perlu juga diperiksa kadar
elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara
lain kadar: kalsium, oksalat, fosfat maupun urat didalam darah maupun dalam urine).
Anamnesis tentang riwayat nyeri serta penjalaran dari nyeri akan sangat membantu
untuk menentukan lokasi dimana batu berada, disamping juga anamnesis tentang hal-hal
yang dapat membantu menemukan penyebab terbentuknya batu (penyakit gout, sering
dehidrasi karena pekerjaannya ,dan sebagainya). Pemeriksaan fisik pada penderita batu
ureter tidak banyak ditemukan kelainan, kecuali bila telah terjadi komplikasi pada
pasien tersebut. Pemeriksaan penunjang, Rontgen KUB, lebih dari 90 % batu ureter ini
mempunyai sifat radioopaq (memberikan gambaran bayangan putih) sehingga dapat
terlihat pada pemeriksaan ini. Gambaran batu pada pemeriksaan ini mungkin dapat
dikaburkan dengan gambaran kalsifikasi kelenjar getah bening di perut dan plebolith di
pelvis. Apabila batu ureter tersebut terletak diatas struktur tulang maka diperlukan foto
Rontgen dalam posisi oblique. Pemeriksaan IVP, pada batu yang tidak tampak pada
pemeriksaan Rontgen KUB, maka dengan pemeriksaan ini akan dapat terlihat.
Pemeriksaan darah rutin, hal ini perlu dilakukan karena pada pasien kolik ureter
sering ditemukan dengan leukositosis . Pemeriksaan kimia darah, dilakukan untuk
mengetahui fungsi dari ginjal yaitu dengan diperiksa kadar ureum dan kreatinin.
Pemeriksaan urinalisa, yaitu untuk mencari adanya sedimen ataupun kristal dan eritrosit
didalam urin. Apabila diagnosis ataupun penanganan yang tidak adekuat dari batu
ureter ini maka akan dapat timbul komplikasi-komplikasi yang berupa ;
- hidroureter, hal ini disebabkan obstruksi dari ureter.
- hidronefrosis, sehingga dapat terjadi kerusakan ginjal.
- infeksi, hal ini terjadi karena adanya stasis urin dibagian proksimal
sumbatan.

22
- keganasan, hal ini terjadi karena kontak yang lama dari batu dengan
mukosa ureter sehingga terjadi metaplasi dari sel-sel transisional menjadi
sel-sel skuamosa yang pada akhirnya akan terjadi karsinoma epidermoid di
ureter.
Penatalaksanaan batu ureter
1. Konservatif
Jika diameter dari batu adalah kurang dari 0,5 cm maka 90 % batu ini akan dapat
keluar dengan spontan, sehingga pada pasien ini hanya dianjurkan untuk bergerak aktif
dan minum air putih lebih kurang 2,5 sampai 3,0 liter/ hari. Pada pasien ini diperlukan
pemeriksaan Rontgen KUB secara reguler setiap 48 jam, guna memperkirakan
penurunan batu tersebut di ureter. Dan pemeriksaan IVP setiap selang satu minggu
untuk menentukan akibat obstruksi batu pada ginjal. Apabila terbukti bahwa batu ureter
tersebut dapat turun serta tidak terlihat peningkatan kerusakan ginjal akibat obstruksi
batu tersebut, maka pada pasien ini dapat dilakukan penanganan secara konservatif.
Namun apabila batu tersebut tidak dapat turun dan terjadi peningkatan dari kerusakan
ginjal maka dianjurkan dilakukan tindakan definitif. Pada pasien dengan penanganan
konservatif dapat diminta untuk menampung urin yang ada dan memisahkan batu yang
keluar, guna dilakukan analisa batu.

Terapi pada batu ureter distal meliputi:


1. Konservatif
Batu ureter distal dengan diameter < 4 mm akan mempunyai kemungkinan besar
untuk dapat melewati ureter secara spontan dan bila diameter > 10 mm sangat tidak
mungkin untuk dapat melewati ureter. Manfaat observasi (watchfull waiting) diperluas
dengan adanya gabungan terapi farmakologi yang dapat mengurangi gejala dan
keluarnya batu ureter secara spontan.
 Kortikosteroid
Golongan ini merupakan anti inflamasi yang kuat yang dapat mengurangi
inflamasi yang terjadi di ureter. Kortikosteroid juga memiliki efek metabolik dan
imunosupresif. Kombinasi dengan nifedipin atau tamsulosin dapat meningkatkan efek
pasase batu ureter spontan. Golongan yang dipakai adalah prednisolon (econopred,

23
pediapred, delta-cortef, deflazacort). Dosis dewasa adalah 25 mg peroral selama 5-10
hari.
 Calcium Antagonis (Calsium Channel Blockers)
Mekanisme kerja golongan ini terhadap otot polos adalah menghambat atau
memperkecil masuknya ion kalsium kedalam sel sehingga konsentrasi ion kalsium
bebas intrasel akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan tonus otot menurun dan akan
terjadi vasodilatasi. Obat yang digunakan untuk penanganan batu ureter adalah nifedipin
30 mg slow release selama 5-10 hari. Kombinasi dengan kortikosteroid akan
memperkuat efek relaksasi otot polos. Efek kalsium antagonis terhadap penurun tekanan
darah akan semakin besar jika tekanan darah awalnya makin tinggi. Pada orang dengan
tekanan darah normal, pada penggunaan obat dengan dosis terapeutik, tekanan darah
hampir tidak berubah.
 Alpha Adrenergic Blockers (α blockers)
Mekanisme kerjanya adalah memblok reseptor adrenergik (istilah dulu yaitu
simpatolitika). Yang termasuk α blockers yaitu :
1. alkaloid secale
2. α-reseptor bloker non selektif
3. α1-reseptor bloker selektif
4. fenoksibenzamin yang bekerja non kompetitif

Golongan α blockers yang dipakai dalam terapi batu ureter adalah golongan α1-
reseptor bloker selektif, oleh karena senyawa ini bekerja hampir sempurna hanya pada
reseptor α1 sehingga hanya menghambat alpha adrenergic post sinaps yang akan
mengakibatkan vasodilatasi otot polos. Penggunaan bersamaan dengan kortikosteroid
akan meningkatkan efek relaksasi otot polos. Jenis obat yang dipakai adalah Tamsulosin
0,4 mg peroral.
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
ESWL memakai energi tinggi gelombang kejut yang dihasilkan oleh suatu
sumber untuk menghancurkan batu. Pecahan batu akan keluar dalam urine. Prosedur
dapat dilakukan tanpa anastesi, dengan analgetika, atau dengan anastesi umum maupun
regional. Efek samping terdiri dari hematuria ringan, kadang-kadang nyeri kolik yang
mudah diobati. Terapi ulangan bukanlah suatu komplikasi. Pada setiap terapi dengan

24
ESWL, terapi ulangan harus sudah diantisipasi. Untuk batu ureter biasanya terapi
ulangan lebih banyak dilakuka daripada batu ginjal. Keberhasilan ESWL sebanding
dengan ukuran batu, dan biasanya tidak dipakai untuk batu yang ukurannya lebih dari
dua sentimeter. ESWL kurang efektif dan lebih mahal dibandingkan dengan URS untuk
pengobatan batu ureter distal.
3. Ureteroskopi (URS)
Pada prosuder ini suatu endoskopi semirigid atau fleksibel dimasukkan kedalam
ureter lewat buli-buli dibawah anastesi umum atau regional. Perkembangan di bidang
optic memungkinkan kita memakai ureteroskop yang semirigid, sehingga alat ini
relative lebih tahan lama daripada jenis lama yang rigid. Ureteroskop yang fleksibel
lebih mahal dan memerlukan biaya pemeliharaan yang mahal pula,, tetapi dengan alat
ini dapat dicapai batu dalam kaliks ginjal dan dapat diambil atau dihancurkan dengan
sarana elektrohidraulik atau laser.
Indikasi URS dan lithoclast sebagai berikut :
- Besar batu >4mm sampai ≤ 15 mm
- Ukuran batu ≤4mm dilakukan bila gagal dengan terapi konservatif,
intractable pain dan pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi bila terjadi
kolik.

Setelah URS dapat ditinggalkan double-J stent dan biasanya dipertahankan


antara 2-6 minggu. Indikasi pemasangan DJ stent:
- Laserasi dengan perdarahan
- Laserasi tanpa perdarahan
- Striktur ureter
- Batu di ginjal
2. Operasi
Indikasi untuk dilakukan operasi pada batu ureter adalah :
a. Ukuran batu , memiliki diameter yang lebih besar dari 0,5 cm maka hal ini akan
sulit untuk diharapkan keluar secara spontan, sehingga akan dapat mengganggu fungsi
dari ginjal.
b. Fungsi ginjal, apa bila dalam observasi didapatkan bahwa derajat hidronefrosis atau
hidroureter bertambah maka hal ini merupakan indikasi untuk dilakukan operasi.

25
c. Infeksi, apabila pada kasus obstruksi ureter didapatkan tanda-tanda infeksi berupa,
panas, nyeri tekan serta sepsis maka hal ini akan dapat merusak ginjal dengan cepat,
sehingga diperlukan tindakan yang cepat berupa operasi.
d. Keluhan pasien, walaupun tidak didapatkan adanya gangguan pada ginjalnya namun
adanya batu ini akan menimbulkan gejala kolik ureter yang sangat mengganggu pasien,
atau nyeri yang berulang-ulang.
e. Kegagalan terapi konservatif, batu ureter yang telah dilakukan terapi konservatif
selama 6 sampai 8 minggu, namun tidak dapat keluar secara spontan maka diperlukan
tindakan bedah.
f. Ginjal tunggal dengan anuria.

Tindak lanjut setelah operasi


Penanganan selanjutnya pada pasien batu ureter adalah berdasarkan atas
kandungan kristal penyusun batu pada pemeriksaan analisisnya. Hal ini juga dapat
mencegah timbulnya batu tersebut, tindakan ini dapat berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum yang cukup agar produksi urin
kurang lebih 2 liter/ harinya.
2. Mengurangi konsumsi bahan makanan yang banyak mengandung zat-zat
pembentuk batu, sesuai hasil analisis batu. Misalnya untuk batu kalsium
maka mengurangi susu, untuk batu oksalat mengurangi bayam, the ataupun
coklat. Serta mengurangi konsumsi jerohan bila hasil analisis batu
menunjukkan kandungan asam urat.
3. Medikamentosa, misalnya dengan allopurinol yang akan menurunkan
siklus purin sehingga asam urat tidak terbentuk , serta pemberian alkaline
phospatase yang akan meningkatkan zat-zat penghambat pembentukan batu
kalsium di urin.
4. Melakukan koreksi bila ada gangguan metabolik.
5. Mencegah infeksi saluran kemih yang ada.2

Tabel 1. Estimasi hasil terapi pada batu ureter distal

H a s i l SWL URS PNL Operasi terbuka

26
Kemungkinan bebas batu Tidak
85% 89% 90%
dengan ukuran ≤1 cm ada data
Kemungkinan bebas batu Tidak
74% 73% 84%
dengan ukuran >1 cm ada data
Kemungkinan untuk timbul
komplikasi akut (mis: Tidak
4% 9% Tidak ada data
kematian, kehilangan ginjal ada data
dan transfusi darah)
Kemungkinan untuk
Tidak
membutuhkan tindakan 10% 7% 18%
ada data
intervensi sekunder
Komplikasi jangka panjang Tidak Tidak
1% Tidak ada data
(mis:striktur ureter) ada data ada data

27

Anda mungkin juga menyukai