Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUA

Pembentukan batu pada sistem urinaria seperti pada ginjal, ureter, dan kandung kemih
atau pada uretra secara umum disebut sebagai urolithiasis yang terbentuk dari kata ouron (urin)
dan lithos (batu). Urolithiasis adalah salah satu penyakit yang sering terjadi pada saluran kemih
dan merupakan salah satu sumber penyakit.1 Batu saluran kemih (BSK) dapat menyebabkan
gejala nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.2

Di Indonesia, penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah
pasien di klinik urologi. Berdasarkan data dalam negeri yang pernah dipublikasi, didapatkan
peningkatan jumlah penderita nefrolithiasis yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun, mulai 182 pasien pada tahun 997 menjadi 847 pasien pada
tahun 2002. Hardjoeno dkk.(1977-1979) di Makassar menemukan 297 penderita BSK.
Rahardjo dkk. (1979-1980) di Jakarta menemukan 245 penderita BSK. Puji Rahardjo dari
RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo menyatakan penyakit BSK yang diderita penduduk Indonesia
sekitar 0,5% dengan perkiraan kenaikan penderita sekitar 530 orang penderita BSK per-
tahun.3

Penyakit BSK pada pasien akan cenderung mengalami kekambuhan. Rata-rata


kekambuhan terjadi dengan persentase sebesar 50% dalam 5 tahun dan sebesar 70% dalm 10
tahun. Identifikasi penyebab timbulnya batu adalah hal utama yang harus dilakukan untuk
mengetahui tingkat kekambuhan pasien, dengan analisis batu maka seorang pasien dapat
diketahui penyebab timbulnya batu dan dapat melakukan upaya-upaya pencegahan agar
kemungkinan kekambuhannya bisa diminimalisasi. BSK pada umumnya mengandung unsur
kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium ammonium fosfat (MAP), xanthin
2
dan sistin.

Batu saluran kemih yang terdapat di kandung kemih atau vesica urinaria disebut
sebagai batu kandung kemih atau vesikolitiasis. Batu kandung kemih adalah batu padat yang
terutama ditemukan di kandung kemih. Meskipun sering terkalsifikasi, batu juga dapat terdiri
dari bahan non-kalsifikasi. Kejadian batu kandung kemih cenderung lebih sering ditemukan di
negara berkembang terutama karena faktor diet. Wilayah yang paling terdampak adalah
negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara serta Thailand, Indonesia, dan Myanmar.4

1
Batu kandung kemih biasanya terjadi karena stasis urin seperti pada hiperplasia prostat
jinak atau kelainan neurogenik pada kandung kemih tetapi juga dapat terbentuk pada individu
yang sehat tanpa kelainan anatomi, benda asing, striktur, atau infeksi. Kehadiran batu saluran
kemih bagian atas tidak selalu merupakan predisposisi pembentukan batu kandung kemih.4

2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : MZ
Tanggal lahir : 16 Agustus 1966
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Dg. Tata 3, Kel. Parang Tambung, Kec. Tamalate,
Makassar
Tanggal masuk RS : Selasa, 21 September
2021 Rekam Medis 694508
Ruangan : Perawatan Mawar Lt. 3, RS.TK II Pelamonia Makassar

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut tembus belakang disertai nyeri saat BAK
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki usia 55 tahun datang ke RS Pelamonia dengan keluhan nyeri
perut tembus belakang yang dirasakan memberat dalam 5 bulan terakhir (april).
Sebenarnya rasa nyeri telah dirasakan hilang timbul sudah lebih dari 5 tahun yang lalu
namun masih dapat ditahan. Selain itu, pasien juga merasa nyeri saat buang air kecil.
Keluhan disertai dengan rasa tidak dapat menahan ketika ingin buang air kecil, dan
pada saat buang air kecil pasien merasa tidak tuntas. Pasien juga pernah tiba-tiba
kencing terputus (pancaran tiba-tiba berhenti). Riwayat nyeri pinggang sebelah kiri ada.
Riwayat buang air kecil berpasir ada. Riwayat kencing berwarna merah disangkal.
Untuk mengobati keluhannya, pasien pernah mengkonsumsi batugin, obat cina, serta
teh daun sukun. Setelah itu, pasien mendapatkan keluar batu dari saluran kencing
sebesar beras dan biji pepaya. Namun, keluhan saat BAK masih terasa sangat nyeri.
Pasien jarang minum karena ketika banyak minum akan sering ke toilet untuk BAK.
Kebiasaan merokok disangkal. Pasien merantau dari jawa, dan bekerja sebagai tukang
pijat refleksi.

Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak diketahui. Penyakit penyerta lainnya baru


diketahui saat diperiksa di rumah sakit.

3
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam
keluarga. Ayah pasien pernah menjalani operasi
hernia.
Riwayat pengobatan : Pengobatan alternatif dengan herbal
Riwayat Alergi : Tidak ada
Riwayat Sosial dan Kebiasaan : Pasien bekerja sebagai tukang pijat refleksi

C. PEMERIKSAAN FISIK
 GCS : E4M6V5
 KU : Sakit sedang
 Gizi : BB (60 kg), TB (155 cm), IMT (24,9), Status gizi normal
 Vital sign :
- Nadi : 90 x/menit
- TD : 130/90 mmHg
- Suhu : 36,6oC
- Pernafasan :22 x/menit
 Status Generalisata
- Kulit : Warna putih, ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit cukup.
- Kepala : Tampak tidak ada jejas, tidak ada bekas trauma
- Rambut : Warna hitam, tidak mudah rontok.
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-) dan sklera ikterik (-/-)
- Pemeriksaan leher
o Inspeksi : Tidak terdapat jejas
o Palpasi : Trakea teraba di tengah, tidak terdapat pembesaran
kelenjar tiroid.
- Pemeriksaan thorax
o Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi
Batas atas kiri : IC II LPS sinistra
Batas atas kanan : SIC II LPS dextra
Batas bawah kiri : SIC V LMC
sinistra
4
Batas bawah kanan : SIC IV LPS dextra
 Auskultasi : S1 & S2 murni regular, tidak ditemukan gallop dan
murmur.

o Paru

 Inspeksi : Dinding dada simetris, tidak ditemukan retraksi.

 Palpasi : Simetris, vocal fremitus kanan sama dengan kiri.

 Perkusi : Sonor kedua lapang paru.

 Auskultasi : Tidak terdengan suara rhonki (-/-) dan wheezing (-/-)

o Pemeriksaan Abdomen
 Auskultasi : Bising usus (+), kesan normal
 Inspeksi : Tidak tampak distensi
 Perkusi : Timpani
 Palpasi : Nyeri tekan (+)
o Pemeriksaan Ekstremitas
 Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa dan sianosis
 Turgor kulit baik, akral
hangat o Status Lokalis
 Regio Suprapubik
Inspeksi : Tidak terlihat menonjol
Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak terdapat penonjolan, teraba
lunak Perkusi : Timpani

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
 Pemeriksaan Hematologi (21-09-2021)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
WBC 6.67 3.80 - 10.60 103/uL
RBC 4.64 4.4 - 5.9 103/uL
HGB 14.3 13.2 - 17.3 g/dl
HCT 41.9 40.0 - 52.0 %

5
MCV 90.3 84.0 - 97.0 fL
MCH 30.8 28 - 34 Pg
PLT 212 150 - 450 103/uL
NEUT% 52.4 50 - 70 %
LYMPH% 41.1 25.0 - 40.0 %
MONO% 6.00 2–8 %
EO% 0.4 2–4 %
BASO% 0.1 0.0 - 1.0 %
LED 10 0.0 - 10 Mm

 Pemeriksaan Kimia (21-09-2021)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
SGOT 17 0 - 37 U/L
SGPT 17 0 - 42 U/L
Ureum 23 10 - 50 mg/dl
Kreatinin 1.56 0.6 – 1.2 mg/dl
Glukosa Sewaktu 256 < 200 mg/dl

 Pemeriksaan Kimia (24-09-2021)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Glukosa Puasa 67 70 - 100 mg/dl

 Pemeriksaan Hemostasis (27-09-2021)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Clotting Time 8’00” 6 - 15 Detik
Bleeding Time 2’00” 1.0 – 3.0 Detik

6
 USG Abdomen (22-09-2021)

Kesan :

- Suspek batu urethra proximal dd/ kalsifikasi prostat


- Kista renal dextra
- Organ – organ intraabdomen lainnya yang terscan normal

7
 Foto Thorax (22-09-2021)

Kesan : Tidak tampak kelainan pada foto thorax ini

 EKG (22-09-2021)

Kesan : WNL

8
 Histopatologi (2-10-2021)

Kesimpulan : Benign bladder urinary nodule

E. RESUME
Pasien laki-laki usia 55 tahun datang ke RS Pelamonia dengan keluhan nyeri
perut tembus belakang yang dirasakan memberat dalam 5 bulan terakhir (april).
Sebenarnya rasa nyeri telah dirasakan hilang timbul sudah lebih dari 5 tahun yang lalu
namun masih dapat ditahan. Selain itu, pasien juga merasa nyeri saat buang air kecil.
Keluhan disertai dengan rasa tidak dapat menahan ketika ingin buang air kecil, dan
pada saat buang air kecil pasien merasa tidak tuntas. Pasien juga pernah tiba-tiba
kencing terputus (pancaran tiba-tiba berhenti). Riwayat nyeri pinggang sebelah kiri ada.
Riwayat buang air kecil berpasir ada. Riwayat kencing berwarna merah disangkal.
Untuk mengobati keluhannya, pasien pernah mengkonsumsi batugin, obat cina, serta
teh daun sukun. Setelah itu, pasien mendapatkan keluar batu dari saluran kencing
sebesar beras dan biji pepaya. Namun, keluhan saat BAK masih terasa sangat nyeri.
Pasien jarang minum karena ketika banyak minum akan sering ke toilet untuk BAK.
Kebiasaan merokok disangkal. Pasien merantau dari jawa, dan bekerja sebagai tukang
pijat refleksi.
Pada pemeriksaan fisik didaptkan GCS E4V5M6, status gizi normal (IMT 24,9
kg/m2 ), BB 60 kg, TB 155 cm, nadi 90 x/menit, TD 130/90 mmHg, suhu 36,6 oC,
pernapasan 22x/menit. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan. Pada

9
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada tanggal
21-10-2021 didapatkan WBC, RBC, HGB dan PLT dalam batas normal, limfosit
mengalami sedikit peningkatan yaitu 41,1% dan eosinofil menurun yaitu 0,4%.Pada
pemeriksaan kimia darah didapatkan SGOT, SGPT, dan ureum dalam batas normal.
Sedangkan kadar kreatinin mengalami peningkatan yakni 1,56 mg/dl dan peningkatan
kadar glukosa darah sewaktu yakni 256 mg/dl. Pada pemeriksaan hemostasis darah
didapatkan clotting time dan bleeding time dalam batas normal. Pada hasil pemeriksaan
USG abdomen didapatkan kesan suspek batu urethra proximal dd/ kalsifikasi prostat
dan kista renal dextra. Pada pemeriksaan EKG dan foto thorax tidak didapatkan adanya
kelainan. Pada pemeriksaan histopatologi (PA) buli – buli disimpulkan sebagai benign
urinary bladder nodule.

10
F. DIAGNOSIS KERJA
 Diagnosis pre-operatif
- LUTS
- Batu Buli – buli
- Batu uretra proximal
- Kolik Abdomen
- Acute Kidney Injury
- DM Tipe 2
- Mild Hipertension
 Diagnosis post-operatif
- Tumor Buli
- Batu Buli-buli
- Acute Kidney Injury
- Post Op. Litotripsi dan TUR Buli-buli
- DM Tipe 2
- Mild Hipertension

G. HASIL LAPORAN OPERASI

11
H. TERAPI
 Pre-operatif
- Diet 1900 kal
- IVFD RL 20 tpm
- Amlodipin 10 mg 1 x 1
- Metformin 500 mg 2 x 1 tab
- Neurobion 1 ampul/ 24 jam
- Novorapid 8u 3 x 1
- Paracetamol 1 gr/ 8 jam/ iv
- Levofloxacin 500 mg 1 x 1
- Ceftriaxone 1gr/ 12 jam/ iv
- Rencana Litotripsi
 Post-operatif
- Diet 1900 kal
- IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxone 1gr/ 12 jam/ iv
- Ketorolac 1 ampul/ 12 jam/ iv
- Metformin 500 mg 2 x 2
- Amlodipin 10 mg 1x1 tab

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN
FISOLOGI Anatomi
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah
kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub
atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal
kiri adalaj processus transverses vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-
batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri.5
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malphigi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal
dan tubulus kontortus distalis.
2. Medulla, yang terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubulus pengumpul (ductus colligent).
3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks.
5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf
atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calyx minor.
7. Calyx minor, yaitu percabangan dari calyx major.
8. Calyx major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calyx major dan ureter.
10. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

13
Gambar 3.1 Anatomi Ginjal6

Unit fungsonal ginjal disebut sebagai nefron. Nefron terdiri dari korpus
renalis/Malphigi (yaitu glomerulus dan kapsul bowman), tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distalyang bermuara pada tubulus
pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat terdapat pembuluh
kapiler, yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta
kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letaknya
nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus
renalisnya terletak di korteks yang relative jauh dari medulla serta hanya sedikit
saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medulla, dan (2) nefron juxta
medulla, yaitu nefron dimana korpus renalisnya terletak di tepi medulla, memiliki
lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medulla dan pembuluhpembuluh
darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.5
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta
abdominal, sedangkan v. renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah
memasuki ginjal melaluii hilus, a. renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris
yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen
superior, anterio-superior, anteriorinferior, inferior serta posterior.5
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n. splanchnicus major, n.
splanchnicus imus dan n.lumbalis. saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen
visceral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n. vagus.5

14
Gambar 3.2 Innervasi Ginjal6
b. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil
penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dan pelvis renalis menuju vesica
urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing
satu unutk setiap ginjal.5
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m. psoas
major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a. iliaca communis. Ureter
berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara
ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical
mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa
tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter,
fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat
seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.5
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a. iliaca
communis, a. testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan
ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus,
serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.5

15
c. Vesica
urinaria

Gambar 3.3 Anatomi Vesica urinaria pria6

Gambar 3.4 Anatomi Vesica urinaria wanita6

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan
tempat unutk menanpung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk
selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme
relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-
sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta
pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf.5
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas
tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan
(superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior,
dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m. detrusor
(otot spiral, longitudional, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian
posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian

16
berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum
vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam
keadaan kosong.5
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a. vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a. vesicalis inferior digantikan oleh a. vaginalis. Sedangkan persarafan
pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan
simpatis melalui n. splanchnicus minor, n. splanchnicus imus, dan n. splanchnicus
lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n. splanchnicus pelvicus
S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.5
d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita.
Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungs sebagai organ
seksial (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita
panjangnya sekitar 3,5 cm. Selain itu, pria memiliki dua otot sphincter yaitu m
.spinchter interna (otot polos terusan dari m. detrusor dan bersifat involunter) dan
m.spinchter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada
wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan
bersifat volunter).5
Pada pria, uretra dapat dibagi aatas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.5
1. Pars pre-prostatika (1-1,5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan
aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi oleh otot m. sphincter
urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai
oleh persarafan simpatis.
2. Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus
kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih berdilatasi/melebar dibanding bagian
lainnya.
3. Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan
tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi
diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m. sphincter urethrae
eksternal yang berada di bawah kendali volunteer (somatis).

17
4. Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisum di ujung kelenjar penis. Bagian
ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3,5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara
pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat
m.sphincter uretrae yang bersifat volunteer di bawah kendali somatic, namun tidak
seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memilliki fungsi reproduktif.5

Fisiologi
a. Pembentukan Urin
Terdapat tiga tahap pembentukan urin:
1. Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relative bersifat
impermeable terhadap protein plasma yang besar dan cukup permeable
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa,
dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar
22% dari curah jantung atau sekitar 1100 ml/menit. Sekitar seperlima dari
plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsul
Bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular
Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrasi. Tekanan
filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus
dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus
mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrate
dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotic koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid di atas namun
juga oleh permeabilitas dinding kapiler. 5
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difiltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu: non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsopri selektif zat-
zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi. Hasil sisa metabolism
seperti urea, kreatinin, asam urat sedikit direabsorbsi pada tubulus ginjal.
Sebaliknya elektrolit seperti natrium, klorida dan bikarbonat tereabsorbsi

18
dalam jumlah banyak, hingga kadar elektrolit dalam urin akan rendah.
Beberapa zat hasil filtrasi akan direabsorbsi sepenuhnya, seperti asam amino
dan glukosa. Reabsorpsi terjadi dalam tubulus kontortus proksimal, lengkung
henle dan tubulus kontortus distal.5
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus ke dalam filtrate. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara
alamiaah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion
hydrogen.5
Pada tubulus kontortus distal, transport aktif natrium sistem carier yang
juga terlibat dalam sekresi hydrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam
hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular,
cariernya bisa hydrogen atau ion kalium ke dalam cairan tubular
“perjalanannya kembali’ jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorbsi,
hydrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan
disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion
ini (hydrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam
tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang
dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti
mengapa bloker alodsteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa
pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat
dikoreksi secara terapeutik.5
b. Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi urine. Miksi
melibatkan dua tahap utama: Pertama, kandung kemih terisi secara progresif
hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas;
keadaan ini akan mencetuskan tahapkedua, yaitu adanya refleks saraf disebut
refleks miksi yang akan mengosongkan kandung kemih atau, jika gagal, setidaknya
akan menyebabkan keinginan berkemih yang disadari. Meskipun refleks miksi
adalah refleks medulla spinalis yang bersifat otonom, refleks ini dapat dihambat
atau difasilitasi oleh pusat-pusat di korteks serebri atau batang otak.7

19
Gambar 3.5 Anatomi Kandung Kemih pada pria dan wanita7

Kandung kemih merupakan suatu ruang otot polos yang terdiri atas dua bagian
utama: (1) bagian korpus, yang merupakan bagian utama kandung kemih, dan
tempat pengumpulan urin. serta (2) bagian leher berbentuk corong, yang
merupakan perpanjangan bagian korpus kandung kemih, berjalan ke bawah dan ke
depan menuju segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian bawah
leher kandung kemih disebut juga uretra posterior karena bagian ini berhubungan
7
dengan uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke
segala arah, dan ketika berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan di dalam
kandung kemih hingga 40-60 mm Hg. Jadi, kontraksi otot detrusor merupakan
tahap utama pada proses pengosongan kandung kemih. Sel-sel otot polos pada
otot detrusor menyatu membentuk jaras listrik bertahanan rendah dari sel otot yang
satu ke yang lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot
7
detrusor, dari satu sel otot ke sel berikutnya, menyebabkan kontraksi.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas leher kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Pada bagian terendah apeks
trigonum, leher kandung kemih membuka ke arah uretra posterior, dan kedua
ureter memasuki kandung kemih di bagian atas apeks trigonum. Trigonum dapat
dikenali karena mukosanya, lapisan dalam kandung kemih licin, berbeda dengan
mukosa di bagian lain kandung kemih yang berlipat-lipat membentuk rugae. 7

20
Setiap ureter, saat memasuki kandung kemih, berjalan miring melintasi otot
detrusor dan kemudian berjalan lagi 1 sampai 2 cm di bawah mukosa kandung
7
kemih sebelum mengosongkan urine ke kandung kemih.
Panjang leher kandung kemih (uretra posterior) adalah 2 sampai 3 cm, dan
dindingnya tersusun atas otot detrusor dijalin dengan sejumlah besar jaringan
elastis. Otot di daerah ini disebut sfingter interna. Tonus normalnya menyebabkan
leher kandung kemih dan uretra posterior tidak mengandung urine dan, dengan
demikian, mencegah pengosongan kandung kemih hingga tekanan pada bagian
7
utama kandung kemih meningkat melampaui nilai ambang.
Setelah melewati uretra posterior, uretra berjalan melalui diafragma urogenital,
yang mengandung suatu lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung
kemih. Otot ini merupakan otot rangka volunter, berbeda dengan otot pada bagian
korpus dan leher kandung kemih, yang seluruhnya merupakan otot polos. Otot
sfingter eksterna berada di bawah kendali volunter sistem saraf dan dapat
digunakan untuk mencegah miksi secara sadar bahkan ketika kendali involunter
berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.7

Gambar 3.6 Kandung kemih dan persarafannya7

Kandung Kemih mendapat persarafan utama dari nervous pelvikus, yang


berhubungan dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama dengan
segmen S-2 dan S-3 medula spinalis. Dalam nervus pelvikus terdapat dua jenis
saraf yaitu serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi
derajat regangan dalam dinding kandung kemih. Sinyal-sinyal regangan khususnya
dari uretra posterior merupakan sinyal yang kuat dan terutama berperan untuk
7
memicu refleks pengosongan kandung kemih.

21
Persarafan motorik yang dibawa dalam nervus pelvikus merupakan serat
parasimpatis. Saraf ini berakhir di sel ganglion yang terletak di dalam dinding
kandung kemih. Kemudian saraf-saraf postganglionik yang pendek akan
7
mempersarafi otot detrusor.
Selain saraf pelvis, terdapat dua jenis persarafan lain yang penting untuk
mengatur fungsi kandung kemih. Saraf yang paling penting adalah serat motorik
skeletal yang dibawa melalui nervus pudendus ke sfingter eksterna kandung kemih.
Saraf ini merupakan serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengatur otot
rangka volunteer sfingter tersebut. Kandung kemih juga mendapatkan simpatis dari
rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrik, yang terutama berhubungan dengan
segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini terutama merangsang pembuluh
darah dan memberi sedikit efek terhadap proses kontraksi kandung kemih.
Beberapa serat sensorik juga berjalan melalui persarafan simpatis dan mungkin
penting untuk sensasi rasa penuh dan nyeri, pada beberapa kasus. 7
Urine yang dikeluarkan dari kandung kemih pada dasarnya memiliki komposisi
yang sama dengan cairan yang mengalir keluar dari duktus koligens; tidak ada
perbedaan komposisi urine yang bermakna selama urin mengalir melalui kalises
7
ginjal dan ureter menuju ke kandung kemih.
Urine mengalir dari duktus koligens menuju kalises ginjal. Urine meregangkan
kalises dan meningkatkan aktivitas pacemaker yang ada, yang kemudian akan
memicu kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis ginjal dan ke arah bawah di
sepanjang ureter, dengan demikian memaksa urine mengalir dari pelvis ginjal ke
arah kandung kemih. Pada orang dewasa, ureter normal panjangnya 25 sampai 35
7
cm (10 sampai 14 inci).
Dinding ureter terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh saraf simpatis dan
parasimpatis serta pleksus neuron dan serat saraf intramural sepanjang ureter.
Seperti otot polos viseral lainnya, kontraksi peristaltik pada ureter diperkuat oleh
7
rangsang parasimpatis dan dihambat oleh rangsang simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih melalui otot detrusor di dalam area trigonum
kandung kemih. Biasanya, ureter berjalan miring sepanjang beberapa sentimeter
ketika melewati dinding kandung kemih. Tonus normal otot detrusor di dalam
kandung kemih cenderung akan menekan ureter, dan kandung kemih ketika
tekanan di dalam kandung dengan demikian mencegah aliran balik (refluks) urine
kemih meningkat selama miksi atau selama kompresi kandung kemih. Setiap
22
gelombang peristaltik di sepanjang ureter meningkatkan tekanan di dalam ureter
sehingga daerah yang menuju kandung kemih membuka dan memungkinkan aliran
7
urine ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa orang, jarak yang ditempuh ureter di dalam dinding kandung
kemih lebih pendek dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama miksi
tidak selalu menyebabkan oklusi ureter yang lengkap. Sebagai akibatnya, sebagian
urine dalam kandung kemih didorong ke belakang ke arah ureter, kondisi ini
disebut refluks vesikoureter. Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran
ureter dan, jika berat, dapat meningkatkan tekanan dalam kalises ginjal dan struktur
7
medula ginjal, menyebabkan kerusakan di daerah ini.
Ureter banyak dipersarafi oleh serat saraf nyeri. Bila ureter terbendung
(misalnya, oleh batu ureter), terjadi refleks konstriksi kuat, disertai dengan nyeri
hebat. Impuls nyeri juga menyebabkan refleks simpatis balik menurunkan keluaran
urine dari ginjal. Efek ini disebut ke ginjal untuk mengonstriksi arteriol ginjal,
sehingga yang berlebihan ke pelvis ginjal pada keadaan refleks ureterorenal dan
7
penting untuk mencegah aliran cairan ureter terbendung.

B. DEFINISI
Batu saluran kemih yang terdapat di kandung kemih atau vesica urinaria
disebut sebagai batu kandung kemih atau vesikolitiasis. Batu kandung kemih adalah
batu padat yang terutama ditemukan di kandung kemih. Batu kandung kemih biasanya
terjadi karena stasis urin seperti pada hiperplasia prostat jinak atau kelainan neurogenik
pada kandung kemih tetapi juga dapat terbentuk pada individu yang sehat tanpa cacat
anatomi, benda asing, striktur, atau infeksi.4

C. EPIDEMIOLOGI
Penyakit batu saluran kemih telah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman
Mesir Kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah ditemukannya batu kandung kemih si
seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak
terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai
belahan bumi. Di negara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli
sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian
atas, hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.2

23
Batu buli-buli atau batu vesika urinaria atau vesikolithiasis terjadi pada kurang
lebih 5% dari seluruh batu saluran kemih. Prevalensi terjadinya batu lebih tinggi pada
laki-laki dibandingkan perempuan, dengan rasio 10:1 sampai 4:1. Umur yang paling
sering menderita penyakit ini adalah pada anak usia + 3 tahun, atau dewasa usia 60
tahun. 8

D. ETIOLOGI
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik).2
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik itu antara lain adalah: (1) Herediter (keturunan): penyakit
ini diduga diturunkan dari orang tuanya, (2) Umur: penyakit ini paling sering
didapatkan pada usia 30-50 tahun, (3) Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki 3 kali lebih
2
banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik di antaranya adalah: (1) Geografi: pada beberapa
daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada
daerah lain, (2) Iklim dan temperature, (3) Asupan air: kurangnya asupan air dan
tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden
batu saluran kemih, (4) Diet: diet tinggi purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih. (5) Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai
pada orang yang pekerjaannya banyak duduk, kurang aktifitas atau sedentary life. 2
Sedangkan stasis urin, seperti benign prostatic hyperplasia (BPH) atau
gangguan kandung kemih neurogenik, adalah penyebab utama batu kandung kemih.
Sebagian besar batu tersebut baru terbentuk di kandung kemih, meskipun beberapa
mungkin berasal dari ginjal baik sebagai batu atau papilla yang terkelupas. Batu yang
berasal dari ginjal yang cukup kecil untuk melewati ureter dapat dengan mudah
melintasi uretra kecuali ada disfungsi kandung kemih yang signifikan atau obstruksi.
Batu yang tetap berada di kandung kemih akan mengembangkan lapisan bahan batu
tambahan yang dapat identik dengan bahan inti batu dan dapat pula tidak. 4
Setiap benda asing yang tersisa di kandung kemih yang tidak dikeluarkan
secara spontan pada akhirnya akan membentuk lapisan bahan batu dan berkembang
menjadi kalkulus. Salah satu contohnya adalah staple bedah atau jahitan
24
permanen. Inilah

25
sebabnya mengapa bahan jahitan yang dapat diserap dianjurkan setiap kali operasi
kemih dilakukan. 4
Kateter Foley juga dikaitkan dengan lebih banyak kejadian batu kandung kemih
daripada kateterisasi intermiten. Terapi radiasi, schistosomiasis, operasi pembesaran
kandung kemih, striktur uretra, dan adanya divertikula kandung kemih juga dapat
4
menjadi faktor predisposisi pembentukan batu kandung kemih.
Berdasarkan meta-analisis, pasien dengan batu buli memiliki risiko 2 kali lebih
tinggi mengalami kanker buli dibandingkan pasien batu ginjal. Pasien dengan
batu buli berukuran besar (>30 mm) memiliki kecenderungan mengalami iritasi
berulang (kronik) pada buli sehingga dianjurkan biopsi mukosa buli.20

E. JENIS BATU SALURAN KEMIH


a. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai pada kasus batu ginjal. Kandungan batu
jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua
unsur itu.2 Faktor-faktor terjadinya batu kalsium adalah:2
(1) Hiperkalsiuri, terdapat 3 macam penyebab terjadinya, antara lain:
Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbs kalsium
melalui usus, Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan
reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal, Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena
adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada
hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid.
(2) Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram per hari.
Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus
sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi
makanan yang kaya akan oksalat, di antaranya adalah the, kopi instan, minuman
soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.
(3) Hiperurikosuria, adalah kadar asam urat di dalam urine yang melebihi 850
mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti
batu/nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam
urine berasal dari makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari
metabolism endogen.
(4) Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat.
26
Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada
kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagai penghambat
pembentukan batu kalsium. Hipositraturi dapat terjadi pada: penyakit asidosis
tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom malabsobsi, atau pemakaian
diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
(5) Hipomagnesuria. Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai
penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium bereaksi
dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium
dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus
(inflammatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.
b. Batu Struvit
Batu struvit yang terbentuk akibat adasnya infeksi saluran kemih. Kuman
penyebabnya adalah kuman golongan pemecah urea (urea splitter)yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui
hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa memudahkan garam-garam
magnesium, ammonium, fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium
ammonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. Kuman-kuman yang termasuk
adalah Proteus spp, Klebsiella Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan
Stafilokokus.2
c. Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara
75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan
campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-
pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi
antikanker, dan yang banyak mempergunakan obaturikosurik di antaranya adalah
sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum alcohol dan diet
tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit
ini.2
d. Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren dan batusilikat sangat jarang
dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelaianan metabolism sistin, yaitu kelainan
dalam absorbs sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena
penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis
perubahan hipoxanthin menjadi xanthin dan xanthin menjadi asam urat. Pemakaian

27
antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat atau alumino-metilsalisilat)
yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu
silikat.2
F. PATOFISIOLOGI
Pada orang dewasa, komposisi batu kandung kemih yang paling umum adalah
asam urat, yang menyumbang sekitar 50% kasus. Kebanyakan pasien yang memiliki
batu kandung kemih asam urat tidak memiliki gout atau hiperuricemia. Bahan kimia
lain yang membentuk batu kandung kemih termasuk kalsium oksalat, kalsium fosfat,
amonium urat, sistein, dan kalsium-amonium-magnesium fosfat (juga disebut batu
triple fosfat atau struvite dan selalu dikaitkan dengan infeksi). Pasien yang rentan
terhadap bakteriria kronis dan infeksi saluran kemih, seperti mereka yang mengalami
cedera tulang belakang atau kandung kemih yang sangat hipotonik, cenderung
4
mengembangkan struvite (infeksi) dan batu kalsium fosfat.
Batu yang terutama kalsium oksalat atau kalsium fosfat biasanya mulai sebagai
batu ginjal, menjadi terperangkap di kandung kemih, sebelum mengembangkan lapisan
4
tambahan bahan batu sampai menjadi lebih besar dan menjadi simtomatik.
Pada anak-anak, jenis batu yang paling umum adalah kalsium oksalat, kalsium
fosfat, dan mungkin asam amonium urat. Di negara-negara berkembang, bayi dan anak-
anak yang sangat muda sering hanya diberi ASI dan beras, yang mengarah ke ekskresi
amonia urin yang tinggi karena fosfor makanan yang rendah. Anak-anak ini juga
biasanya memiliki asupan sayuran hijau yang tinggi (beban oksalat makanan tinggi)
4
dengan sitrat makanan rendah.

Gambar 3.7 Pembentukan Batu Saluran Kemih (dipengaruhi oleh banyak faktor)9
28
G. MANIFESTASI KLINIK
Batu kandung kemih tidak menunjukkan gejala tertentu atau spesifik, atau
mungkin tidak ada gejala sama sekali. Gejalanya biasanya dikaitkan dengan berbagai
jenis masalah pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna. Mungkin juga ada
kombinasi gejala iritatif saat miksi lainnya seperti frekuensi, disuria, nyeri suprapubik
yang memberat pada akhir kencing, kencing yang tiba-tiba berhenti dan lancar kembali
setelah perubahan posisi tubuh. Sering juga dirasakan nyeri (referred pain) pada ujung
penis, skrotum, perineum, pinggang, hingga kaki. Pada anak sering ditemukan
mengeluh adanya enuresis nokturna, pada anak laki-laki sering menarik-narik penisnya,
atau menggosok-gosok vulva pada anak perempuan.4,8

Terminal gross hematuria dengan penghentian voiding tiba-tiba adalah tanda


umum dari batu kandung kemih yang besar. Berbagai derajat rasa sakit dapat
dirasakan di ujung penis atau di mana saja di skrotum, panggul atau perineum.
Pembesaran kandung kemih mungkin teraba dalam beberapa kasus, tetapi batu
biasanya tidak. Karena tanda-tanda dan gejala batu kandung kemih relatif tidak jelas,
4
diagnosis definitif biasanya tidak dibuat tanpa sistoskopi atau pencitraan.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Polos Abdomen cukup mudah melihat batu radio-opak, terutama batu
yang cukup besar dengan ukuran > 2 cm. Ultrasound memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang baik. CT-Scan dan Sistoskopi keduanya memiliki kemampuan
diagnostik yang paling baik. CT-Scan memiliki kelebihan dapat melihat hingga saluran
kemih bagian atas. Sama seperti pada batu ureter dan ginjal, pemeriksaan urinalisis
pada batu buli juga dapat dilakukan, serta darah lengkap untuk melihat tanda infeksi
dapat diperiksa.8

Untuk klinisi di fasilitas kesehatan tingkat pertama, sangat penting untuk


mendiagnosa batu buli dengan pemeriksaan darah dan urinalisis untuk melihat infeksi,
melakukan USG traktus urinarius atau foto polos abdomen bila fasilitas tersedia. Jika
ada tanda infeksi berikan antibiotik dan dilanjutkan dengan merujuk kepada spesialis
untuk penanganan intervensi pengeluaran batu secara operatif.8

29
I. TATALAKSANA

Tata Laksana Spesifik Batu Ureter


1. Konservatif
Terdapat beberapa data yang berkaitan dengan pengeluaran batu secara spontan
bergantung pada ukuran batu, diperkirakan 95% batu dapat keluar spontan dalam
waktu 40 hari dengan ukuran batu hingga 4 mm. Observasi juga dapat dilakukan pada
pasien yang tidak memiliki komplikasi (infeksi, nyeri refrakter, penurunan fungsi
ginjal, kelainan anatomi saluran ureter).

2. Terapi Farmakologi
Terapi ekspulsi medikamentosa (medical expulsive therapy/MET), perlu
diinformasikan kepada pasien jika pengangkatan batu tidak diindikasikan. Bila
direncanakan pemberian terapi MET, selain ukuran batu ureter, perlu dipertimbangkan
beberapa faktor lainnya dalam pertimbangan pemilihan terapi. Apabila timbul
komplikasi seperti infeksi, nyeri refrakter, penurunan fungsi ginjal, dan kelainan
anatomi di ureter maka terapi perlu ditunda. Penggunaan α-blocker sebagai terapi
ekspulsi dapat menyebabkan efek samping seperti ejakulasi retrograd dan hipotensi.
Pasien yang diberikan αblocker, penghambat kanal kalsium (nifedipin), dan
penghambat PDE-5 (tadalafil) memiliki peluang lebih besar untuk keluarnya batu
dengan episode kolik yang rendah dibandingkan tidak diberikan terapi. Terapi
kombinasi penghambat PDE-5 atau kortikosteroid dengan α-blocker tidak
direkomendasikan. Obat α-blocker menunjukkan secara keseluruhan lebih superior
dibandingkan nifedipin untuk batu ureter distal. Terapi ekspulsi medikamentosa
memiliki efikasi untuk tata laksana pasien dengan batu ureter, khususnya batu ureter
distal ≥ 5 mm. Beberapa studi menunjukkan durasi pemberian terapi obat-obatan
selama 4 minggu, namun belum ada data yang mendukung untuk interval lama
pemberiannya. 3. Indikasi Pengangkatan Batu Ureter secara Aktif Indikasi untuk
pengeluaran batu ureter secara aktif antara lain: - Kemungkinan kecil batu keluar
secara spontan; - Nyeri menetap walaupun sudah diberikan analgesik adekuat; -
Obstruksi persisten; - Insufisiensi ginjal (gagal ginjal, obstruksi bilateral, atau solitary
kidney); atau - Kelainan anatomi ureter 15 4. Pilihan Prosedur untuk Pengangkatan
Batu Ureter secara Aktif Secara keseluruhan dalam mencapai hasil kondisi bebas batu
(stone-free rate) pada batu ureter, perbandingan antara URS dan SWL memiliki efikasi

30
yang sama. Namun, pada batu berukuran besar, efikasi lebih baik dicapai dengan
menggunakan URS. Meskipun penggunaan URS lebih efektif untuk batu ureter, namun
memiliki risiko komplikasi lebih besar dibandingkan SWL. Namun, era endourologi
saat ini, rasio komplikasi dan morbiditas secara signifikan menurun. URS juga
merupakan pilihan aman pada pasien obesitas (IMT >30 kg/m2) dengan angka bebas
batu dan rasio komplikasi yang sebanding. Namun, pada pasien sangat obesitas (IMT
>35 kg/m2) memiliki peningkatan rasio komplikasi 2 kali lipat. Namun, URS memiliki
tingkat pengulangan terapi yang lebih rendah dibandingkan SWL, namun
membutuhkan prosedur tambahan (misal penggunaan DJ stent), tingkat komplikasi
yang lebih tinggi, dan masa rawat yang lebih panjang. Obesitas juga dapat
menyebabkan rendahnya tingkat keberhasilan SWL (Noegroho et al., 2018).

PROGNOSIS
Secara umum, prognosis pasien dengan vesikolithiasis adalah baik. Namun,
mortalitas dan morbiditas yang signifikan kadang-kadang dapat terjadi. Hal itu
tergatung seberapa besar ukuran batu dan komplikasi yang timbul dari batu vesika
urinaria tersebut. Perlu dikontrol faktor-faktor yang yang mempengaruhi terjadinya
vesikolithiasis, sebab kemungkinan rekurensi tetap ada.2

J. PENCEGAHAN
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% pertahun atau kurang lebih 50% dalam
10 tahun.2 Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa: (1) menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan
diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter perhari, (2) diet untuk mengurangi kadar
zat komponen pembentuk batu, (3) Aktivitas harian yang cukup, dan (4) pemberian
medikamentosa. (2) Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah (1) rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menajdi lebih asam, (2) rendah oksalat, (3) rendah garam
karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri, dan (4) rendah purin. Diet
rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri
absorbtif tipe II.2

31
K. HUBUNGAN BATU BULI DENGAN TUMOR BULI
Berdasarkan meta-analisis, pasien dengan batu buli memiliki risiko 2 kali lebih
tinggi mengalami kanker buli dibandingkan pasien batu ginjal. Pasien dengan
batu buli berukuran besar (>30 mm) memiliki kecenderungan mengalami iritasi
berulang (kronik) pada buli sehingga dianjurkan biopsi mukosa buli.20
Pemeriksaan patologi anatomi merupakan alat baku emas untuk menentukan
diagnosis pasti, jenis, derajat diferensiasi dan derajat invasi (keterlibatan lapisan otot
kandung kemih, apakah sudah atau belum mengenai lapisan otot kandung kemih),
adanya carsinoma in situ (CIS) dan invasi limfovaskuler. Spesimen biopsi dasar tumor
diperlukan untuk mengetahui adanya invasi tumor pada lapisan otot.21

32
1. Klasifikasi dan Stadium
T – Tumor Primer
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ditemukan tumor primer
Ta Karsinoma papilari non-invasif
Tis Karsinoma in situ: “tumor sel datar”
T1 Tumor menginvasi jaringan ikat subepitel
T2 Tumor mengivasi otot
T2a : Tumor menginvasi otot superfisial (1/2 luar)
T2b : Tumor menginvasi otot dalam (1/2 dalam)
T3 Tumor menginvasi jaringan perivesika
T3a : Secara mikroskopis
T3b : Secara makroskopis (massa ekstravesika)
T4 Tumor menginvasi salah satu dari: prostat, uterus, vagina, dinding
pelvis, dinding abdomen
T4a : Tumor menginvasi prostat, uterus, atau vagina
T4b : Tumor menginvasi dinding pelvik atau dinding abdomen
N – Kelenjar Limfe
NX Kelenjar linfa regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ditemukan metastasis kelenjar limfe regional
N1 Metastasis ke satu kelenjar limfe regional di true pelvis (hipogastrik,
obturator, iliaka eksternal, atau presakral
N2 Metastasis ke kelenjar limfe regional multipel (hipogastrik, obturator,
iliaka eksternal, atau presakral
N3 Metastasis ke kelenjar limfe di iliaka komunis
M – Metastasis
MX Metastasis tidak dapat dinilai
M0 Tidak ada metastasis
M1 Ditemukan metastasis

33
21
Gambar 3.8 Derajat Invasi Tumor

2. Grading
Grading WHO tahun 1973
- Papiloma urotelial /(urothelial papiloma)
- Grade 1: differensiasi baik / (well differentiated)
- Grade 2: differensiasi sedang / (moderately differentiated)
- Grade 3: differensiasi buruk / (poorly difefrenciated)
Grading WHO tahun 2004
- Lesi datar / Flat lesions
- Hiperplasia (lesi datar tanpa atipia atau aspek papilari)
- Atipia reaktif (lesi datar dengan atipia)
- Atipia dengan signifikansi yang tidak jelas
- Displasia urotelial CIS urotelial
- Lesi papiler
- Papiloma urotelial (lesi jinak total)
- Neoplasma urotelial papilari dengan potensi keganasan rendah /
Papillary urothelial neoplasm of low malignant potetntial
(PUNLMP)
- Karsinoma urotelial papiler grade rendah
- Karsinoma urotelial papiler grade tinggi

34
3. Rekomendasi Pengobatan Tumor sesuai Stratifikasi Risiko21
Kategori Risiko Definisi Rekomendasi Pengobatan
Tumor risiko rendah Tumor primer, tunggal, Instilasi kemoterapi segera
Ta, G1, < 3 cm, tidak tunggal
terdapat CIS
Tumor risiko sedang Semua kasus antara Instilasi kemoterapi segera
kategori sedang dan berat diikuti oleh instilasi lanjutan ,
baik kemoterapi selama
maksimal 1 tahun atau
BCG dosis penuh selama 1
tahun
Tumor risiko tinggi Semua tumor berikut: Instilasi intravesika dosis
Tumor T1 Tumor G3 penuh BCG untuk 1-3 tahun
(grade tinggi) CIS Tumor atau sistektomi (pada tumor
Ta G1G2 yang banyak, risiko tertinggi)
rekuren, dan berukuran
besar (> 3 cm) (semua
kondisi harus dipastikan
pada saat pemeriksaan)
Subgrup dari T1G3 yang terjadi Sistektomi dapat
tumor berisiko bersamaan dengan CIS dipertimbangkan
tinggi kandung kemih atau
uretra prostatika T1G3
ukuran besar dan/atau
ganda varian karsinoma
urotelial mikropapiler
Tumor refrakter dengan Direkomendasikan sistektomi
pengobatan BCG
Catatan : Intravesika BCG diberikan jika tersedia.

35
4. Rekomendasi Pemantauan pada Pasien21
Kategori Risiko Pemantauan
Risiko rendah Sistoskopi 3 bulan pasca TUR-BT. Jika
tumor negatif diulang setelah 9 bulan,
kemudian tiap tahun selama 5 tahun
Risiko Sedang Pemeriksaan Sistoskopi dan sitologi urin
disesuaikan dengan faktor subjektif pasien.
Risiko Tinggi Sistoskopi dan sitologi urin 3 bulan pasca
TUR-BT. Jika tumor negatif, pemeriksaan
diulang tiap 3 bulan selama 2 tahun.
Kemudian tiap 6 bulan sampai tahun ke-
5 kemudian tiap tahun. Pemeriksaan
pencitraan saluran kemih bagian atas
direkomendasikan untuk dilakukan.
Pada pasien dengan sitologi urin positif tanpa terlihat tumor di kandung kemih
direkomendasikan untuk dilakukan biopsi acak atau biopsi dengan sistoskopi
fluoresensi dan pemeriksaan untuk kecurigaan lokasi ekstravesika (CT urografi
dan biopsi uretra prostatik).

36
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini diagnosis awal pre-operasi batu buli – buli, batu uretra proximal,
LUTS, kolik abdomen, Acute Kidney Injury, DM Tipe 2, dan mild hipertension yang
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis didapatkan pasien laki-laki usia 55 tahun datang ke RS Pelamonia
dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang dirasakan memberat dalam 5 bulan
terakhir (april). Sebenarnya rasa nyeri telah dirasakan hilang timbul sudah lebih dari 5
tahun yang lalu namun masih dapat ditahan. Selain itu, pasien juga merasa nyeri saat
buang air kecil. Keluhan disertai dengan rasa tidak dapat menahan ketika ingin buang
air kecil, dan pada saat buang air kecil pasien merasa tidak tuntas. Pasien juga pernah
tiba-tiba kencing terputus (pancaran tiba-tiba berhenti). Riwayat nyeri pinggang
sebelah kiri ada. Riwayat buang air kecil berpasir ada. Riwayat kencing berwarna
merah disangkal. Untuk mengobati keluhannya, pasien pernah mengkonsumsi batugin,
obat cina, serta teh daun sukun. Setelah itu, pasien mendapatkan keluar batu dari saluran
kencing sebesar beras dan biji pepaya. Namun, keluhan saat BAK masih terasa sangat
nyeri. Pasien jarang minum karena ketika banyak minum akan sering ke toilet untuk
BAK. Kebiasaan merokok disangkal. Pasien merantau dari jawa, dan bekerja sebagai
tukang pijat refleksi.
Pada pemeriksaan fisik didaptkan GCS E4V5M6, status gizi normal (IMT 24,9
kg/m2 ), BB 60 kg, TB 155 cm, nadi 90 x/menit, TD 130/90 mmHg, suhu 36,6 oC,
pernapasan 22x/menit. Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium
darah lengkap pada tanggal 21-10-2021 didapatkan WBC, RBC, HGB dan PLT dalam
batas normal, limfosit mengalami sedikit peningkatan yaitu 41,1% dan eosinofil
menurun yaitu 0,4%. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan SGOT, SGPT, dan
ureum dalam batas normal. Sedangkan kadar kreatinin mengalami peningkatan yakni
1,56 mg/dl dan peningkatan kadar glukosa darah sewaktu yakni 256 mg/dl. Pada
pemeriksaan hemostasis darah didapatkan clotting time dan bleeding time dalam batas
normal. Pada hasil pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesan suspek batu urethra
proximal dd/ kalsifikasi prostat dan kista renal dextra. Pada pemeriksaan EKG dan foto
thorax tidak didapatkan adanya kelainan.
Pada kasus ini diketahui bahwa pasien masuk dengan keluhan Nyeri perut
tembus belakang dan nyeri saat BAK (disuria), keluhan juga disertai dengan rasa

37
tidak

38
dapat menahan ketika ingin buang air kecil, dan pada saat buang air kecil pasien
merasa tidak tuntas. Pasien juga pernah tiba-tiba kencing terputus (pancaran tiba-tiba
berhenti). Pasien memiliki riwayat nyeri pinggang sebelah kiri dan buang air kecil
berpasir. Dari gejala yang dikeluhkan pasien dapat disimpulkan selain nyeri perut
tembus belakang yang dapat menjadi menifestasi klinis dari batu saluran kemih, kista
ginjal, serta tumor buli, pasien juga mengalami lower urinary tract symptoms (LUTS)
berupa gejala obstruktif yakni intermitensi dan merasa tidak puas serta gejala iritatif
seperti disuria dan urgensi sebagai akibat dari bladder outlet obstruction (BOO) yang
terjadi pada pasien.2,10
Pada pemeriksaan tanda vital, didapatkan mild hypertension pada pasien. Mild
hypertension didefinisikan sebagai kondisi di mana tekanan darah sistolik 140 – 159
mmHg dan/atau tekanan diastolik 90 – 99 mmHg.11

Pasien mengalami peningkatan serum kreatinin menjadi 1,56 mg/dL. Kreatinin


difiltrasi di glomerulus dan direabsorpsi di tubular. Kreatinin plasma disintesis di otot
skelet sehingga kadarnya bergantung pada massa otot dan berat badan. Nilai normal
kadar kreatinin serum pada pria adalah 0,7 - 1,3 mg/dL sedangkan pada wanita 0,6 -1,1
mg/dL. Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan asam
amino arginin dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitro, kreatin diubah menjadi
kreatinin dalam jumlah 1,1% per hari. Pada pembentukan kreatinin tidak ada
mekanisme reuptake oleh tubuh, sehingga sebagian besar kreatinin diekskresi lewat
ginjal. Jika terjadi disfungsi renal maka kemampuan filtrasi kreatinin akan berkurang
dan kreatinin serum akan meningkat.12

Ada beberapa penyebab peningkatan kadar kreatinin dalam darah, yaitu


dehidrasi, kelelahan yang berlebihan, penggunaan obat yang bersifat toksik pada ginjal,
12
disfungsi ginjal disertai infeksi, hipertensi yang tidak terkontrol, dan penyakit ginjal.

Pasien juga mengaku menderita nyeri perut tembus ke belakang yang memberat
dalam 5 bulan terakhir serta riwayat nyeri pinggang sebelah kiri. Berdasarkan literatur,
nyeri yang dirasakan oleh pasien mungkin bisa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri
kolik terjadi karena aktifitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi

39
peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi
akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.2

Pada kasus ini, pasien didapatkan memiliki kadar glukosa darah sewaktu yang
meningkat yakni 256 mg/dL. Efek kurangnya pengaruh insulin pada metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak dapat menyebabkan beberapa konsekuensi akut
diabetes melitus. Salah satunya penurunan fungsi ginjal akibat kegagalan sirkulasi
perifer. Defisiensi insulin menyebabkan peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati
dan turunnya penyerapan glukosa oleh sel. Hal ini menyebabkan keadaan hiperglikemia
atau meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Hiperglikemia dapat menyebabkan
glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, dehidrasi, lalu menurunnya volume darah yang
dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer.1
Pada hasil pemeriksaan USG didapatkan lesi hiperekoik dengan posterior
shadowing, ukuran 1,2 cm, immobile, pada aspek inferior VU dan lesi kistik berukuran
0,82 x 0,96 cm pada cortex pole tengah ginjal kanan kesan suspek batu urethra proximal
dd/ kalsifikasi prostat dan kista renal dextra. Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk
melihat organ-organ intraabdomen dan menetukan lokasi batu saluran kemih yang
dapat ditunjukkan dengan tes yaitu: Tes pencitraan meliputi sinar-X KidneyUreter
Bladder (KUB); CT scan, ultrasonografi (USG), dan pielografi intravena (IVP),
pyelogram retrograde, dan MRI scan. American College of Radiology (ACR) dan
American Urological Association (AUA) merekomendasikan evaluasi dengan CT scan
sebagai lini pertama pada pasien diduga batu saluran kemih. CT-Scan dapat
menentukan ukuran dan densitas batu.13
Terapi pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa berupa IVFD RL 20
tpm, Amlodipin 10 mg 1 x 1, Metformin 500 mg 2 x 1 tab, Paracetamol 500 mg 2 x 1
tab, Neurobion 1 ampul/ 24 jam, Novorapid 8u 3 x 1, Levofloxacin 500 mg 1 x 1,
Ceftriaxone 1gr/ 12 jam/ iv, dan terapi operatif lithotripsy.
Terapi medikamentosa berupa terapi umum untuk mengatasi gejala batu saluran
kemih adalah pemberian analgetik berupa Non Steroid Anti Inflammation Drugs
(NSAID) dan Paracetamol merupakan obat pilihan pertama pada pasien dengan nyeri
kolik akut dan memiliki efikasi lebih baik. 13,14
Pemberian Amlodipin dimaksudkan sebagai terapi dari peningkatan tekanan
darah pada pasien. Hipertensi yang tidak terkontrol menimbulkan stress pada jantung
dan pembuluh darah. Jantung mendapat kerja yang lebih besar karena harus memompa

40
melawan resistensi perifer total yang lebih tinggi, sementara pembuluh darah mungkin
rusak akibat tekanan internal yang tinggi, terutama ketika dinding pembuluh darah
melemah akibat proses degeneratif aterosklerosis. Komplikasi serius lainnya pada
hipertensi adalah gagal ginjal akibat gangguan progresif aliran darah melalui pembuluh
darah ginjal yang rusak. Sehingga pasien diberikan monoterapi obat golongan CCB
(calcium channel blocker) sebagai tatalaksana hipertensi derajat 1. Dengan
manghambat kalsium masuk ke dalam sel, CCB memiliki efek vasodilatasi,
emmperlambat laju jantung dan menurunkan kontraktilitas miokard sehingga
menurunkan tekanan darah.1,15,16
Hiperglikemia pada pasien ditangani dengan pemberian metformin dan
novorapid yakni obat antidiabetik golongan biguanida dan insulin rapid acting.
Metformin adalah obat lini pertama untuk diabetes melitus. Metformin dapat
menurunkan 1- 2% HbA1c sehingga lebih banyak digunakan. Novorapid merupakan
jenis insulin campuran antara insulin kerja menengah dan insulin kerja cepat yang
mempunyai keuntungan yaitu memiliki waktu onset (lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk dapat berefek) selama 12-30 menit setelah disuntikkan.17
Terapi operatif berupa endourologi merupakan tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
mengeluarkannya dari saluran kemih. Alat dimasukkan melalui uretra atau melalui
insisi kecil pada kulit (perkutan) dengan proses pemecahan secara mekanik dengan
memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Salah satu
jenis tindakan endourologi yaitu litotripsi. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli
dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Tindakan
pengangkatan batu menggunakan prosedur litotripsi dirasakan lebih aman dan efektif,
karena resiko nyeri luka operasi lebih kecil dan kebocoran luka operasi akibat infeksi
juga tidak ada, dikarenakan tidak dilakukan sayatan di kulit. Berbeda dengan tindakan
bedah terbuka yang menggunakan sayatan di kulit untuk mengeluarkan batu kandung
kemih. Selain itu, pemakaian kateter uretra juga bisa dipersingkat, sehingga
kemungkinan terjadi komplikasi seperti infeksi dan striktur bisa diperkecil. Pada
tindakan bedah terbuka untuk mengangkat batu kandung kemih, kateter dipertahankan
selama 7 hari, agar luka operasi tidak bocor. Sedangkan pada litotripsi bisa dipersingkat
waktu pemakaian kateter uretra, dengan indikator jika cairan urine sudah jernih, bisa
(2,13,18)
dilepas.

41
Hasil operasi yang didapatkan pada pasien tanggal 28-09-2021 dengan
tindakan litotripsi dan TUR Buli-buli yaitu pada uretroskopi: uretra anterior sampai
posterior normal, sistoskopi: buli kapasitas sekitar 300 cc, muara ureter kanan agak
besar dan kiri kesan normal, bladder neck dan prostat terbuka, nampak 1 buah batu buli
kuning – kasar dengan diameter batu 30x20x15 mm permukaan kasar berbenjol,
pecahkan batu dengan hendrikson litotriptor, batu pecah halus, evakuasi pecahan
sampai bersih, tidak ada lesi mukosa. Pada evaluasi buli nampak macula pada diameter
1,5x1 cm. Mukosa kasar dan mudah berdarah kesan tumor buli suspek Squamous Cell
CA, reseksi/ biopsy buli -> PA. Pasang kateter 18F, 2 cabang. Operasi selesai.
Patogenesis batu kandung kemih dapat dibagi menjadi tiga, yaitu primer,
sekunder, dan migran. Batu kandung kemih primer yang juga dikenal sebagai batu
endemik, sering terjadi di negara berkembang dan berkaitan dengan diet dan nutrisi.
Biasanya terjadi akibat malnutrisi atau dehidrasi kronik, sehingga terjadi deskuamasi
dinding epitel kandung kemih. Timbunan epitel di dalam lumen kandung kemih
tersebut akan menjadi inti calon batu yang bila berikatan dengan matriks lama kelamaan
akan membentuk batu kandung kemih. Sedangkan batu kandung kemih sekunder pada
daerah non endemis biasanya ditemukan pada orang dewasa dan selalu berhubungan
dengan suatu proses penyakit yang menyebabkan terjadinya stasis urine, misalnya
akibat BPH atau striktur uretra, sehingga terjadi kristalisasi dan terbentuk batu. Untuk
batu migran, biasanya batu berasal dari traktus urinarius bagian atas, yaitu ginjal dan
ureter, yang kemudian pindah ke kandung kemih. Pada kasus ini, saat dilakukan
sistoskopi ditemukan leher kandung kemih dan prostat pasien terbuka. Uretra anterior
sampai posterior pasien juga normal, tidak ada penyempitan, maupun tumor. Keluhan
pasien kencing tidak lancar kemungkinan disebabkan karena hambatan dari batu
kandung kemih yang menutup leher kandung kemih, bukan dari sumbatan infra vesica.
Sehingga bisa disimpulkan patogenesis batu kandung kemih pasien ini termasuk dalam
jenis migrans. Muara ureter kanan yang tampak agak besar memungkinkan awalnya
batu berasal dari ginjal dan kemudian turun ke kandung kemih. Namun karena
kemungkinan ukuran batunya tidak cukup untuk melewati leher kandung kemih, maka
batu tersebut bertahan di sana. Dan setelah melalui proses berikatan dengan matriks
dalam waktu yang cukup lama, maka batu menjadi sebesar seperti sekarang.18

42
Selain batu buli – buli, didapatkan pula mukosa buli – buli kasar dan mudah
berdarah yang memberikan kesan tumor buli suspek squamous cell CA. Karsinoma
dapat terjadi di pelvis ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra, namun 90 % karsinoma
ditemukan di kandung kemih, 8 % di pelvis ginjal, dan 2 % terjadi di ureter dan uretra.
Karsinoma kandung kemih 95% adalah janis karsinoma sel transisional, 3 % karsinoma
sel skuamosa, 2% adenokarsinoma, dan < 1% tumor sel kecil (dengan sindrom
paraneoplastik). Karsinoma sel skuamosa sering berhubungan dengan iritasi kronik
oleh benda asing seperti batu, pemasangan kateter, dan invasi schistosoma
haematobium.19
Hasil pemeriksaan PA disimpulkan bahwa jaringan yang diperiksakan
merupakan benign bladder urinary nodule atau nodul jinak buli – buli. Berdasarkan
pedoman IAUI untuk pasien dengan risiko rendah yakni, sistoskopi 3 bulan pasca
TUR- BT. Jika tumor negatif diulang setelah 9 bulan, kemudian tiap tahun selama 5
21 Prognosis
tahun. pada kasus ini dubia atau baik jika fungsi ginjal tetap dirawat,
DM
dan hipertensi dikontrol serta progresi tumor dipantau sesuai jadwal yang telah
ditentukan. Selama perawatan kondisi pasien berangsur membaik dan diperbolehkan
pulang. Pasien dipulangkan setelah dua hari dirawat pasca operasi agar pemberian
antibiotik ceftriaxon bisa genap tiga hari, sehingga mengurangi resiko resistensi di
kemudian hari.

43
BAB V

KESIMPULAN

Batu saluran kemih yang terdapat di kandung kemih atau vesica urinaria disebut
sebagai batu kandung kemih atau vesikolitiasis. Batu kandung kemih biasanya terjadi karena
stasis urin seperti pada hiperplasia prostat jinak atau kelainan neurogenik pada kandung kemih
tetapi juga dapat terbentuk pada individu yang sehat tanpa cacat anatomi, benda asing, striktur,
atau infeksi.

Batu buli-buli atau batu vesika urinaria atau vesikolithiasis terjadi pada kurang lebih
5% dari seluruh batu saluran kemih. Prevalensi terjadinya batu lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan perempuan, dengan rasio 10:1 sampai 4:1. Umur yang paling sering menderita
penyakit ini adalah pada anak usia + 3 tahun, atau dewasa usia 30 - 50 tahun.

Penyebab pasti yang membentuk batu buli - buli belum diketahui, oleh karena banyak
faktor yang dilibatkannya. Pada kasus ini diduga bahwa beberapa faktor yang berperan yaitu
asupan air, diet dan pekerjaan.

Litotripsi adalah prosedur yang efektif pada pasien batu kandung kemih dengan ukuran
besar. Resiko nyeri luka operasi lebih kecil dan kebocoran luka operasi akibat infeksi juga
tidak ada, dikarenakan tidak dilakukan sayatan di kulit. Selain itu, pemakaian kateter uretra
juga bisa dipersingkat, sehingga kemungkinan terjadi komplikasi seperti infeksi dan striktur
bisa diperkecil sehingga bisa menjadi salah satu pilihan modalitas terapi.

Pasien pulang dengan keadaan berangsur membaik dan diberikan edukasi berupa
anjuran diet, pengontrolan tekanan darah dan kadar gula darah, serta progresi tumor dipantau
sesuai jadwal yang telah ditentukan.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC;
2012.
2. Purnomo BB. Batu Saluran Kemih. In: Dasar-dasar Urologi. 3rd ed.
Jakarta: Sagung Seto; 2012. p. 87–101.
3. Effendi, Imam, Markum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. 4th ed.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010
4. Leslie S, Sajjad H, Murphy, P. Bladder Stone. 2021. Available from :
www.ncbi.nlm.nih.gov.
5. Netter FH. The Netter Collection of Medical Illustration: Urinary System. 2nd
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012.
6. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 5th ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2011
7. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi Keduabelas. Singapore
: Saunders Elsevier; 2014
8. JC Prihadi, DA Soeselo, C Kusumajaya. Kegawatdaruratan Urologi. 2021
9. Sudoyo A, Setiyohadi, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid
II. 4th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2017
10. Andaru E, Wibisono, Wijanarko S. Hubungan Intravesical Prostatic Protrusion
Dan Post-Void Residual Urine Dengan Lower Urinary Tract Symptoms Pada
Pasien Klinis Benign Prostatic Hyperplasia Tanpa Retensi. 2018. Available
from : www. journals.ums.ac.id.
11. J. Walker, D. Beevers. Mild Hypertension. 2012. Available from :
www.semanticscholar.org
12. Alfonso A, Mongan A, Memah M. Gambaran Kadar Kreatinin Serum pada
Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialysis. e-Journal Biomedik
(eBm),Volume 4, Nomor 1, Januari – Juni 2016.
13. Rasyid N, Duarsa GWK, Atmoko W. Panduan penatalaksanan klinis batu
saluran kemih. 1st ed. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI);
2018. 1-4, 5-9, 10-44 p
14. Abbas W, Akram M, Sharif A. Nephrolithiasis; prevalence, risk factors and
therapeutic strategies: a review. Madridge J Intern Emerg Med. 2019;3(1).

45
15. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2021. Jakarta. 2021.
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia.
16. Kabo, Peter. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular secara
Rasional. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2014
17. Ramadhan I, Dharma. Analisis Efektivitas Biaya Obat Antidiabetik
Monoterapi Dan Kombinasi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe Ii Peserta
Bpjs Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta
Periode 2018. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Vol.5, No.1
(2020) pp.
34-47
18. Maulana, Nandana P, Salatiah N. Tindakan Litotripsi Transuretra Pada
Batu Kandung Kemih Ukuran Besar Di RS Harapan Keluarga Mataram.
Jurnal Kedokteran Unram 2018, 7 (4): 23-26
19. Samuel S, Rotty S. Karsinoma Kandung Kemih. Jurnal Biomedik, Volume 2,
Nomor 1, Maret, 2010
20. Noegroho SB, Daryanto B, Soebhali B, dkk. Panduan Penatalaksanaan
Klinis Batu Saluran Kemih. DKI Jakarta : Ikatan Ahli Urologi Indonesia
(IAUI). 2018
21. Umbas R, Hardjowijoto S, Mochtar CA, dkk. Panduan Penanganan Kanker
Kandung Kemih Tipe Urotelial. DKI Jakarta : Ikatan Ahli Urologi
Indonesia (IAUI). 2014

46

Anda mungkin juga menyukai