Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI
Nama : RS
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 11/10/1998
MRS : 29/09/2021
Rekam Medis : 186139

B. ANAMNESIS
 Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas

 Riwayat Perjalanan Penyakit


Dialami sejak ±5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk,
hilang timbul, tidak tembus ke belakang dan tidak menjalar ke tempat lain. Nyeri
tidak dipengaruhi oleh makanan saat makan. Nyeri disertai dengan mual, muntah
kadang-kadang. Demam tidak ada, batuk tidak ada.
BAB: Biasa,warna kuning pekat.
BAK: lancar, kuning

 Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya


- Riwayat trauma tidak ada
- Riwayat penyakit yang sama sebelumnya. Nyeri yang sama pernah dialami
± 2 minggu yang lalu kemudian minum obat magh, keluhan membaik. Pada
tanggal 9-10-2013 kembali mengalami nyeri perut kanan atas sampai ulu
hati, di observasi selama satu hari di RSUD Ngimbang pasien pulang. 5 hari
yang lalu pasien kambuh lagi kembali masuk RSUD Ngimbang.
- Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada
- Riwayat kuning tidak ada

1
- Riwayat BAK keluar batu tidak ada, keluar nanah tidak ada, keluar darah
tidak ada

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis
Sakit sedang/gizi baik/composmentis
Status Vitalis
Tekanan Darah: 110/80mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36, 7oC
Kepala
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Bibir : tidak ada sianosis
Gusi : perdarahan (-)
Mata
pupil bulat, isokor, θ2,5mm/2,5mm, RC +/+
Leher
Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran
DVS : R-2 cmH20
Deviasi trakea : tidak ada, tidak didapatkan massa tumor.
tidak ada nyeri tekan.
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan
Perkusi : sonor R=L
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler R=L
Bunyi tambahan: ronkhi -/- Wheezing -/-

2
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1/S2 reguler,murmur (-)

 Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas, warna kulit sama sekitarnya.
Darm contour tidak ada, darm stefing tidak ada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan ada di daerah hypochondrium kanan,
murphy sign positif, tidak teraba massa,
defense muskular tidak ada.
Perkusi : Nyeri ketok ada di daerah hypochondrium kanan,
tympani (+)
Extremitas : Akral Hangat Kering Merah

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium (16/10/2013)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 8,25 4,00-10,0
RBC 6,18 4,00-6,00
HGB 12,3 12,0-16,0
HCT 42,8 37,0-48,0
PLT 235 150-400
Ureum 20 10-50
Kreatinin 0,8 L(<1,3); P(<1,1)
GOT 74 < 38
GPT 96 < 41
Bilirubin Total 2,1 <1,1

3
Bilirubin direk 1,15 <0,3
Asam urat 5,4 3,5-7,0
GDS 106 140
CT 9’00” 4-10
BT 3”00 1-7
Na 135 136-145
K 4,0 3,5-5,1
Cl 99 97-111
PT 13,6 10-14
APTT 32,7 22,0-30,0
HbsAg negatif negatif
Anti HCV negatif negatif

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


Color Kuning Yellow
Blood Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Ketone Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Glukosa +250 Negatif
pH 6,5 4,5-8
Leukosit 1,020 1,005-1,035

4
 Pemeriksaan Ultrasonografi
Gall bladder : Dinding tidak menebal. Mukosa reguler. Tampak beberapa
echo batu dengan diameter terbesar 0,61 cm.
Kesan: Cholelithiasis

Gambar 2: Hasil ultrasonografi

E. RESUME

Seorang perempuan, 23 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri


perut kanan atas dialami sejak ±5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri
dirasakan tertusuk-tusuk, hilang timbul. Nyeri disertai dengan mual, muntah
kadang-kadang. Nyeri yang sama pernah dialami ± 2 minggu yang lalu kemudian
minum obat magh, keluhan membaik. 5 hari yang lalu pasien kambuh lagi kembali
masuk RSUD Ngimbang. Dari pemeriksaan fisik, pasien sakit sedang, gizi baik dan
composmentis. Tanda vital dalam batas normal. Pada palpasi abdomen didapatkan
nyeri tekan di daerah hypochondrium kanan, murphy sign positif. Pada perkusi
didapatkan nyeri ketok di daerah hypochondrium kanan. Pemeriksaan Rectal
Touche tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
SGOT dan SGPT meningkat yaitu 74 dan 96. Bilirubin total dan bilirubin direk
juga meningkat yaitu 2,1 dan 1,15.Pada pemeriksaan ultrasonografi tampak

5
beberapa echo batu dengan diameter terbesar 0,61 cm di gallbladder. Kesan:
Cholelithiasis.

F. DIAGNOSIS KERJA
Cholelithiasis

G. PENATALAKSANAAN
 Laparaskopi koleksistektomi tanggal 30/09/2021
 Inf. RL 14 tpm
 Inj. Ketorolac 3x1
 Inj. Ranitidine 2x1

BAB II

6
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis),
atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,
terbentuk di dalam kandung empedu.1
Prevalensi penyakit batu empedu pada suku Indian di Amerika mencapai
tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40-70%. Di Amerika Serikat, insiden batu empedu
diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu
kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi.
Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat sehubungan dengan
usia dan empat kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.2
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengkonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada
juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.3
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam
saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika
saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera
menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah
dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.3
Indikasi paling umum untuk kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan
bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat dan adanya komplikasi.
Apabila tindakan kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur (ESWL (Extracorporeal
Shock Wave Lithotripsy), ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreatography), disolusi medis (penanggunglangan dengan non-bedah) dapat
diberikan sebagai alternatif.3

II. EPIDEMIOGI

7
Sedangkan di Asia, prevalensinya berkisar antara 3-15%. Di Indonesia,
Kolelitiasis baru mendapat perhatian di klinis, sementara penelitian batu empedu
masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai
keluhan. Angka kejadian penyakit batu empedu ini diduga tidak berbeda dengan
angka kejadian di Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta dari 51
pasien di bagian Hepatologi ditemukan 73% pasien menderita penyakit batu
empedu pigmen dan batu kolesterol pada 27% pasien (menurut divisi Hepatologi,
FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009). Faktor infeksi empedu oleh kuman gram negatif
E.coli ikut berperan penting dalam timbulnya pigmen. Insiden batu primer saluran
empedu adalah 40-50% dari penyakit empedu.2

III. ANATOMI

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon,
lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi
lobus kiri dan kann, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu
dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh
hati serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan eksresi empedu
merupakan fungsi utama hati.3
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit hepar dan disekresi oleh hepar ke
dalam canaliculi biliaris. Canaliculi biliaris adalah cabang terkecil dari sistem
duktus biliaris intrahepatik. Canaliculi ini akan bermuara pada duktus biliaris
interlobularis. Duktus-duktus ini akan membentuk duktus hepatikus dextra dan
sinistra. Duktus hepatikus sinistra berasal dari lobus sinister hepar. Sedangkan
duktus hepatikus dextra dibentuk oleh pertemuan cabang dorsokaudal dan
ventrokranial segmen intrahepatik yang berasal dari lobus dexter hepar. Duktus
hepatikus sinistra lebih panjang dan mempunyai kecenderungan untuk dilatasi lebih
besar daripada dextra, sehingga lebih mudah terjadi onstruksi distal. Duktus
hepatikus dextra dan sinistra meninggalkan hepar dan mulai sebagai segmen extra
hepatik pada daerah portal hepatik untuk kemudian bersatu membentuk Duktus
Hepatikus Komunis, panjangnya 4-6 cm, duktus ini bersatu dengan cystikus
panjangnya 3-4 cm dari vesica velea membentuk duktus Choledochus. Duktus ini

8
bersama duktus pankreaticus mayor (Wirsungi) bermuara ke dalam papilla duodeni
mayor (papilla Vater) d duodenum pars decendens. Pada muara ini terdapat
Sphincter Oddi. Duktus hepatikus komunis dengan duktus choledochus disebut
Common Bile Duct (CBD). Emepedu mengandung garam empedu, pigmen empedu
(bilirubin), lekitin, kolesterol,dan elektrolit. Jumlah cairan sehari 500-1000cc/hari.3

Gambar 2: Anatomi duktus bilier 3


Vesica felea merupakan suatu kantong yang berfungsi memekatkan dan
menyimpan empedu. Ukuran normalnya kira-kira sebesar 2 kali jari. Vesical felea
dapat menampung empedu sebanyak 50ml. Dibagi menjadi 4 bagian; fundus,
corpus, infundibulum dan collum. Sebagian besar korpus menempel di dalam
jaringan hati. Dari collum berlanjut menjadi duktus cystikus. Tunika mukosa duktus
cystikus berbentuk lipatan yang berjalan sebagai spiral disebut valvula spiralis
Heisteri, yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung
empedu dan menahan aliran keluar. Apabila terjadi distensi akibat bendungan oleh
batu maka bagian infundibulum akan menonjol seperti kantong dan dikenal sebagai
Kantong Hartmann. Vesica felea diperdarahi oleh arteri cystica cabang arteri
hepatika dextra.3
Ada sesuatu daerah yang dibentuk oleh ductus cystikus, CBD, dan cabang
arteri cystikus disebut Trigonum Calot/ Cholecystohepatik triangle, daerah ini
penting untuk identifikasi arteri cystikus dan duktus cystikus pada tindakan
Kolesistektomi.3

9
G
ambar 3: anatomi gallbladder3

IV. PATOFISIOLOGI

Fungsi kandung empedu yaitu sebagai tempat menyimpan cairan empedu


dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi
air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh
sel hati. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak
dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah
menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan,
empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat
segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu
masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu,
pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam
anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat
dibandingkan empedu hati. tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah
makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke
duodenum.
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan
diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. 2 Pengaliran cairan empedu
diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan

10
Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu
kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung
empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal
terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum
terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer
terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit.
Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,
berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu
meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk
membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus
besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)
dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta
obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.

V. ETIOLOGI
Faktor resiko terjadinya penyakit batu kandung empedu adalah;2
1. Female
Menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi resikonya empat
kali terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria karena pengaruh hormon
estrogen dan progesteron yang apabila digabung akan mempengaruhi kadar
kolesterol di dalam empedu sehingga mengalami suatu proses untuk
pembentukan batu empedu.
2. Forty
Pada usia 40 tahun ke atas lebih mudah terbentuk batu empedu karena tubuh
lebih cenderung mengeluarkan kolesterol ke dalam cairan tubuh dan mudah
tersaturasi.
3. Fertile
Kehamilan dan penggunaan pil KB berefek pada saturasi cairan tubuh sehingga
mudah terjadi pembentukkan batu empedu.

4. Fat

11
Pada obesitas resiko terkena batu empedu tiga kali lebih besar di mana kadar
kolesterol dalam cairan empedu meningkat dan menyebabkan supersaturasi
kolesterol.

VI. PATOGENESIS

Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan


kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai
garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80% kolesterol
yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya
kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam
lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Teori terjadinya batu
ada dua yaitu (1) supersaturasi akibat empedu terlalu pekat, terjadi pengendapan
maka terbentuknya batu atau (2) nidus yang terbentuk dari epeitel desquamasi,
bakteri, benda asing yang menyelimuti endapan empedu.5

Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi
garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika
konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi),
kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga
menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.

Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi


di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin
kalsium. Bilirubin adalah suatu produk penguraian hemoglobin atau sel darah
merah. Batu empedu campuran adalah gabungan antara bilirubin dan kolesterol
yang akan kalsifikasi. Presipitasi bilirubin akan membentuk nidus akibat kolesterol
yang terdeposisi.5

Batu pigmen kedua yang terbentuk di saluran empedu akan menyebabkan


terjadinya obstruksi atau akumulasi di sekitar batu pigmen yang pertama. Batu
empedu juga bisa terjadi akibat infeksi bakteri yang dekonjugasi membentuk
bilirubin-glukuronid kompleks.5

12
VII. GAMBARAN KLINIS

Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak


masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke
dalam ujung duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila
batu itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus
koledokus dan masuk ke duodenum.4-7
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak karena empedu berfungsi untuk membantu pencernaan
lemak dan saluran pencernaan terganggu apabila sumbatan terjadi di saluran
empedu.5-7
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus
timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4-7
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun.
Gejalanya nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti
kolik bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika duktus
sistikus tersumbat oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan
menjalar ke punggung atau bahu akibat kontraksi organ berongga. Ciri-ciri kolik
bilier adalah mulai mendadak dan hilang secara menetap karena duktus cystikus
berusaha mengeluarkan batu terus terjadi, nyeri dirasakan beberapa menit sampai
beberapa jam, bisa berhubungan atau tidak berhubungan dengan makanan, sering
diikuti dengan mual dan muntah dan sekali serangan kolik biliaris dimulai,
serangan ini cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang
lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa
kembung, dan lain-lain.4-7

13
Ikterus biasa terjadi jika ada sumbatan pada collum vesica felea sehingga
terbentuk kantong Hartmann, yang akan mendesak CBD. Jadi, ikterus terjadi oleh
desakan batu pada vesica felea tetapi dari luar, keadaan ini dikenal sebagai
Millizy’s syndrome. 5-7
Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di kuadran kanan atas,
kadang di dapatkan seperti benjolan akibat peradangan di kandung empedu.
Murphy sign didapatkan positif dengan cara tangan dokter ditekankan di bawah
arcus costae pasiem, kemudian pasien disuruh inspirasi maksimal. Apabila pasien
merasa sakit (ditandai dengan terhentinya inspirasi) maka Murphy sign positif.
Jaundice jarang terjadi pada batu kandung empedu. Jika didapatkan demam tinggi,
curiga komplikasi ganggren kolesistitits, perforasi kandung empedu atau empiema.6

VIII. DIAGNOSIS

Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan


kelainan laboratorik. Leukositosis dapat ditemukan pada 85% penderita. Kenaikan
ringan bilirubin serum bisa terjadi akibat penekanan duktus koleduktus oleh batu.
Enzim fungsi hati terkadang normal dan bisa juga ditemukan kenaikan ringan
serum amilase. Peningkatan kadar bilirubin serum 80-90% total bilirubin. Alkali
fosfatase sangat meningkat di dalam darah (normalnya 40-100 IU/liter), enzim ini
adalah salah satu enzim di dalam dinding bilier.6

Pemeriksaan Ultrasonografi

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar, yang sangat baik untuk


menegakkan diagnosa Batu Kandung Empedu. Kebenaran dari Ultrasonografi ini
dapat mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi. Ultrasonografi dapat mengukur
ukuran common bile duct (CBD) dengan akurat, normalnya sekitarnya 6-7 mm,
dikatakan dilatasi jika lebih dari normal. Jika pasien dengan gejala kolik bilier atau
kolesistitis, Ultrasonografi merupakan preoperasi penunjang yang diperlukan
kecuali jika terdapat jaundice. Manfaat Laparaskopik Ultrasonografi meningkat

14
untuk mengukur CBD pada kolesistektomi. Ultrasonografi juga bermanfaat untuk
mengidentifikasi massa dan neoplasma di kandung empedu. 4,6

Gambar 4: hasil USG pada cholelithiasis 4,5

Ultrasonografi dapat mendeteksi batu empedu pada minoritas pasien dengan


dispepsia yang tidak menimbulkan gejala. Nyeri pada kolik bilier merupakan nyeri
yang sangat hebat, episodik, dan konstan di daerah epigastrik atau kuadran atas
kanan sehingga beberapa jam dirasakan. Ini bisa dibedakan dengan nyeri atau
perasaan tidak nyaman pada dispepsia fungsional dengan pemeriksaan
ultrasonografi. Ada 3 kriteria mayor untuk mendiagnosa batu kendung empedu
yaitu (1) penebalan dinding kandung empedu lebih dari 3-5mm, (2) distensi
(hidrops) kandung empedu, dan (3) tampak batu ‘echo’ di dalam kandung empedu.
Kriteria sekunder untuk mendiagnosa batu kandung empedu adalah adanya
subserosal edema, cairan perikolesistik dan Murphy sign positif.4,6

Computed Tomography
Apabila Ultrasonografi tidak ditemukan kelainan, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan dengan CT scan terutama jika curiga adanya batu di dalam saluran
empedu, untuk mendiagnosis derajat tumor kandung empedu atau pankreatitis
biliaris.4,6

15
IX. PENATALAKSANAAN

Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah
selayaknya diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat
diangkat dan segera dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil
atau berkisar 2-3 mm, langkah operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu
dilakukan.4
Setelah diagnosis ditegakkan, penderita diberikan obat analgesia. Jika
penderita dengan keluhan muntah, sebaiknya dipasangkan nasogastric tube.
Rehidrasi dan antibiotik diberikan intravenous. Segera setelah itu dilakukan
Laparaskopik Kolesistektomi tanpa ditunda, sebaiknya dalam waktu 24-48 jam
setelah diagnosis ditegakkan.

Penanggulangan non bedah


1.Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi
kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.

2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)

Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik


dengan melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak
tahun 1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu
saluran empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan
basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju
lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran
empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang
terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur
endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan
litotripsi mekanik dan litotripsi laser.4,6

16
3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan


gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu,
analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani
terapi ini. 4,6

Penanggulangan Bedah
Laparoskopik Kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penangan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Operasi dengan prosedur yang minimal ini
dapat mengurangi nyeri postoperatif, lamanya rawat inap, dan pasien dapat
beraktivitas kembali setelah operasi. Kadar mortalitas kurang dari 0,2% dan
hasilnya sama dengan open kolesistektomi. Kadar morbiditas lebih dari 7%.4
Kontraindikasi pada laparoskopik koleksistektomi adalah adanya riwayat
operasi dibagian atas abdomen, severe obesitas, hamil, kolesistitis akut.
Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu
kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini
meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.6

Kolesistektomi terbuka

17
X. PROGNOSIS

Kurang dari separuh pasien dengan batu empedu menjadi simptomatik. Tingkat
kematian untuk kolesistektomi elektif adalah 0,05% dengan morbiditas kurang dari
10%. Tingkat kematian untuk kolesistektomi muncul adalah 3-5% dengan
morbiditas 30-50%. Setelah kolesistektomi, batu bisa kambuh kembali di saluran
empedu.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta. 1997. Hal 700-18
2. Ginting S. A Description Characteristic Risk Factor of the Cholelithiasis
Disease in The Colombia Asia Medan Hospital. Medan. 2011. p 38-44
3. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, Foster RS, et al. Liver. In:
Skandalakis, Surgical Anatomy. USA: McGraw-Hill;2006.
4. Debas HT. Gastrointestinal Surgery; Pathophysiology and management. New
York. 2004. p 200-19.
5. Logan RPH, Harris A, Misiewicz JJ, Baron JH. ABC of The Upper
Gastrointestinal Tract. BMJ publishing. London 2002. p 46-9.
6. Vogt DP. Gallbladder disease: An update on diagnosis and treatment. Cleavand
Clinic Journal of Medicine. December 2002. Vol;69:977-83.
7. Maieed AW, Iohnson AG. Pitfalls in Cholecystectomy In: Surgical
Management of Hepatobiliary and Pancreatic Disorders. United Kingdom.
2003. p 475-80.
8. Djamsuhidajat R, and Wie de Jong. Saluran Empedi dan Hati, Pakrease, Dalam:
Buku Ajar Imu Bedah. Edisi Revisi, Penerbit EGC, Jakarta.2008.

9. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron,
Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
10. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel
DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B.
Lippincot Come; 1991 : 94 : 1996 – 84.

19

Anda mungkin juga menyukai