LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : RS
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 11/10/1998
MRS : 29/09/2021
Rekam Medis : 186139
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas
1
- Riwayat BAK keluar batu tidak ada, keluar nanah tidak ada, keluar darah
tidak ada
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Sakit sedang/gizi baik/composmentis
Status Vitalis
Tekanan Darah: 110/80mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36, 7oC
Kepala
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Bibir : tidak ada sianosis
Gusi : perdarahan (-)
Mata
pupil bulat, isokor, θ2,5mm/2,5mm, RC +/+
Leher
Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran
DVS : R-2 cmH20
Deviasi trakea : tidak ada, tidak didapatkan massa tumor.
tidak ada nyeri tekan.
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan
Perkusi : sonor R=L
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler R=L
Bunyi tambahan: ronkhi -/- Wheezing -/-
2
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1/S2 reguler,murmur (-)
Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas, warna kulit sama sekitarnya.
Darm contour tidak ada, darm stefing tidak ada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan ada di daerah hypochondrium kanan,
murphy sign positif, tidak teraba massa,
defense muskular tidak ada.
Perkusi : Nyeri ketok ada di daerah hypochondrium kanan,
tympani (+)
Extremitas : Akral Hangat Kering Merah
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (16/10/2013)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 8,25 4,00-10,0
RBC 6,18 4,00-6,00
HGB 12,3 12,0-16,0
HCT 42,8 37,0-48,0
PLT 235 150-400
Ureum 20 10-50
Kreatinin 0,8 L(<1,3); P(<1,1)
GOT 74 < 38
GPT 96 < 41
Bilirubin Total 2,1 <1,1
3
Bilirubin direk 1,15 <0,3
Asam urat 5,4 3,5-7,0
GDS 106 140
CT 9’00” 4-10
BT 3”00 1-7
Na 135 136-145
K 4,0 3,5-5,1
Cl 99 97-111
PT 13,6 10-14
APTT 32,7 22,0-30,0
HbsAg negatif negatif
Anti HCV negatif negatif
4
Pemeriksaan Ultrasonografi
Gall bladder : Dinding tidak menebal. Mukosa reguler. Tampak beberapa
echo batu dengan diameter terbesar 0,61 cm.
Kesan: Cholelithiasis
E. RESUME
5
beberapa echo batu dengan diameter terbesar 0,61 cm di gallbladder. Kesan:
Cholelithiasis.
F. DIAGNOSIS KERJA
Cholelithiasis
G. PENATALAKSANAAN
Laparaskopi koleksistektomi tanggal 30/09/2021
Inf. RL 14 tpm
Inj. Ketorolac 3x1
Inj. Ranitidine 2x1
BAB II
6
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis),
atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,
terbentuk di dalam kandung empedu.1
Prevalensi penyakit batu empedu pada suku Indian di Amerika mencapai
tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40-70%. Di Amerika Serikat, insiden batu empedu
diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu
kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi.
Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat sehubungan dengan
usia dan empat kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.2
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengkonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada
juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.3
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam
saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika
saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera
menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah
dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.3
Indikasi paling umum untuk kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan
bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat dan adanya komplikasi.
Apabila tindakan kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur (ESWL (Extracorporeal
Shock Wave Lithotripsy), ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreatography), disolusi medis (penanggunglangan dengan non-bedah) dapat
diberikan sebagai alternatif.3
II. EPIDEMIOGI
7
Sedangkan di Asia, prevalensinya berkisar antara 3-15%. Di Indonesia,
Kolelitiasis baru mendapat perhatian di klinis, sementara penelitian batu empedu
masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai
keluhan. Angka kejadian penyakit batu empedu ini diduga tidak berbeda dengan
angka kejadian di Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta dari 51
pasien di bagian Hepatologi ditemukan 73% pasien menderita penyakit batu
empedu pigmen dan batu kolesterol pada 27% pasien (menurut divisi Hepatologi,
FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009). Faktor infeksi empedu oleh kuman gram negatif
E.coli ikut berperan penting dalam timbulnya pigmen. Insiden batu primer saluran
empedu adalah 40-50% dari penyakit empedu.2
III. ANATOMI
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon,
lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi
lobus kiri dan kann, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu
dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh
hati serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan eksresi empedu
merupakan fungsi utama hati.3
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit hepar dan disekresi oleh hepar ke
dalam canaliculi biliaris. Canaliculi biliaris adalah cabang terkecil dari sistem
duktus biliaris intrahepatik. Canaliculi ini akan bermuara pada duktus biliaris
interlobularis. Duktus-duktus ini akan membentuk duktus hepatikus dextra dan
sinistra. Duktus hepatikus sinistra berasal dari lobus sinister hepar. Sedangkan
duktus hepatikus dextra dibentuk oleh pertemuan cabang dorsokaudal dan
ventrokranial segmen intrahepatik yang berasal dari lobus dexter hepar. Duktus
hepatikus sinistra lebih panjang dan mempunyai kecenderungan untuk dilatasi lebih
besar daripada dextra, sehingga lebih mudah terjadi onstruksi distal. Duktus
hepatikus dextra dan sinistra meninggalkan hepar dan mulai sebagai segmen extra
hepatik pada daerah portal hepatik untuk kemudian bersatu membentuk Duktus
Hepatikus Komunis, panjangnya 4-6 cm, duktus ini bersatu dengan cystikus
panjangnya 3-4 cm dari vesica velea membentuk duktus Choledochus. Duktus ini
8
bersama duktus pankreaticus mayor (Wirsungi) bermuara ke dalam papilla duodeni
mayor (papilla Vater) d duodenum pars decendens. Pada muara ini terdapat
Sphincter Oddi. Duktus hepatikus komunis dengan duktus choledochus disebut
Common Bile Duct (CBD). Emepedu mengandung garam empedu, pigmen empedu
(bilirubin), lekitin, kolesterol,dan elektrolit. Jumlah cairan sehari 500-1000cc/hari.3
9
G
ambar 3: anatomi gallbladder3
IV. PATOFISIOLOGI
10
Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu
kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung
empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal
terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum
terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer
terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit.
Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,
berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu
meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk
membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus
besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)
dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta
obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.
V. ETIOLOGI
Faktor resiko terjadinya penyakit batu kandung empedu adalah;2
1. Female
Menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi resikonya empat
kali terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria karena pengaruh hormon
estrogen dan progesteron yang apabila digabung akan mempengaruhi kadar
kolesterol di dalam empedu sehingga mengalami suatu proses untuk
pembentukan batu empedu.
2. Forty
Pada usia 40 tahun ke atas lebih mudah terbentuk batu empedu karena tubuh
lebih cenderung mengeluarkan kolesterol ke dalam cairan tubuh dan mudah
tersaturasi.
3. Fertile
Kehamilan dan penggunaan pil KB berefek pada saturasi cairan tubuh sehingga
mudah terjadi pembentukkan batu empedu.
4. Fat
11
Pada obesitas resiko terkena batu empedu tiga kali lebih besar di mana kadar
kolesterol dalam cairan empedu meningkat dan menyebabkan supersaturasi
kolesterol.
VI. PATOGENESIS
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi
garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika
konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi),
kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga
menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.
12
VII. GAMBARAN KLINIS
13
Ikterus biasa terjadi jika ada sumbatan pada collum vesica felea sehingga
terbentuk kantong Hartmann, yang akan mendesak CBD. Jadi, ikterus terjadi oleh
desakan batu pada vesica felea tetapi dari luar, keadaan ini dikenal sebagai
Millizy’s syndrome. 5-7
Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di kuadran kanan atas,
kadang di dapatkan seperti benjolan akibat peradangan di kandung empedu.
Murphy sign didapatkan positif dengan cara tangan dokter ditekankan di bawah
arcus costae pasiem, kemudian pasien disuruh inspirasi maksimal. Apabila pasien
merasa sakit (ditandai dengan terhentinya inspirasi) maka Murphy sign positif.
Jaundice jarang terjadi pada batu kandung empedu. Jika didapatkan demam tinggi,
curiga komplikasi ganggren kolesistitits, perforasi kandung empedu atau empiema.6
VIII. DIAGNOSIS
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Ultrasonografi
14
untuk mengukur CBD pada kolesistektomi. Ultrasonografi juga bermanfaat untuk
mengidentifikasi massa dan neoplasma di kandung empedu. 4,6
Computed Tomography
Apabila Ultrasonografi tidak ditemukan kelainan, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan dengan CT scan terutama jika curiga adanya batu di dalam saluran
empedu, untuk mendiagnosis derajat tumor kandung empedu atau pankreatitis
biliaris.4,6
15
IX. PENATALAKSANAAN
Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah
selayaknya diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat
diangkat dan segera dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil
atau berkisar 2-3 mm, langkah operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu
dilakukan.4
Setelah diagnosis ditegakkan, penderita diberikan obat analgesia. Jika
penderita dengan keluhan muntah, sebaiknya dipasangkan nasogastric tube.
Rehidrasi dan antibiotik diberikan intravenous. Segera setelah itu dilakukan
Laparaskopik Kolesistektomi tanpa ditunda, sebaiknya dalam waktu 24-48 jam
setelah diagnosis ditegakkan.
16
3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Penanggulangan Bedah
Laparoskopik Kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penangan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Operasi dengan prosedur yang minimal ini
dapat mengurangi nyeri postoperatif, lamanya rawat inap, dan pasien dapat
beraktivitas kembali setelah operasi. Kadar mortalitas kurang dari 0,2% dan
hasilnya sama dengan open kolesistektomi. Kadar morbiditas lebih dari 7%.4
Kontraindikasi pada laparoskopik koleksistektomi adalah adanya riwayat
operasi dibagian atas abdomen, severe obesitas, hamil, kolesistitis akut.
Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu
kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini
meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.6
Kolesistektomi terbuka
17
X. PROGNOSIS
Kurang dari separuh pasien dengan batu empedu menjadi simptomatik. Tingkat
kematian untuk kolesistektomi elektif adalah 0,05% dengan morbiditas kurang dari
10%. Tingkat kematian untuk kolesistektomi muncul adalah 3-5% dengan
morbiditas 30-50%. Setelah kolesistektomi, batu bisa kambuh kembali di saluran
empedu.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta. 1997. Hal 700-18
2. Ginting S. A Description Characteristic Risk Factor of the Cholelithiasis
Disease in The Colombia Asia Medan Hospital. Medan. 2011. p 38-44
3. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, Foster RS, et al. Liver. In:
Skandalakis, Surgical Anatomy. USA: McGraw-Hill;2006.
4. Debas HT. Gastrointestinal Surgery; Pathophysiology and management. New
York. 2004. p 200-19.
5. Logan RPH, Harris A, Misiewicz JJ, Baron JH. ABC of The Upper
Gastrointestinal Tract. BMJ publishing. London 2002. p 46-9.
6. Vogt DP. Gallbladder disease: An update on diagnosis and treatment. Cleavand
Clinic Journal of Medicine. December 2002. Vol;69:977-83.
7. Maieed AW, Iohnson AG. Pitfalls in Cholecystectomy In: Surgical
Management of Hepatobiliary and Pancreatic Disorders. United Kingdom.
2003. p 475-80.
8. Djamsuhidajat R, and Wie de Jong. Saluran Empedi dan Hati, Pakrease, Dalam:
Buku Ajar Imu Bedah. Edisi Revisi, Penerbit EGC, Jakarta.2008.
9. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron,
Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
10. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel
DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B.
Lippincot Come; 1991 : 94 : 1996 – 84.
19