Ikterus obstruksi terjadi bila duktus biliaris intra dan ektra hepatik
mengalami obstruksi dan empedu yang di produksi oleh sel hati normal tidak
dapat dieksresi. Penyebab obstruksi dapat terjadi karena batu, tumor, infeksi,
striktur sfingter papilla vater, striktur biler, trauma, abses amuba pada lokasi
tertentu, divertikel duodenum, dan cacing. Batu empedu merupakan gabungan dari
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan
kejadian di Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara.
Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi
saluran cerna. Asia, Afrika, Amerika tengah dan Amerika Selatan masih
ditemukan daripada cacing didalam duktus biliaris. Di Indonesia belum ada angka
insidens yang pasti. Suzantra, dkk di Bandung, tahun 1992-1994 dari 95 kasus
Pengobatan terpilih untuk ikterus obstruksi ini adalah pembedahan baik itu
penatalaksanaan utama.
1
LAPORAN KASUS
Gambar 1. Penderita
masuk rumah sakit dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas yang dirasakan
sejak 7 hari yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri dirasakan tembus ke
belakang. Penderita mengeluhkan mual, muntah, dan demam sejak 2 hari yang
lalu. Penderita juga mengeluhkan mata kuning yang hilang timbul dalam 3 bulan
terakhir. Riwayat BAB berwarna putih dempul ada. Riwayat BAK berwarna kuning
seperti teh ada. Riwayat konsumsi makanan berlemak dalam jumlah banyak ada.
Riwayat penurunan berat badan lebih dari 10 kg dalam 6 bulan terakhir disangkal.
Gizi cukup, Sadar baik. Status Vitalis didapatkan Tekanan Darah : 120/80 mmHg,
Inspeksi : datar, ikut gerak napas, warna kulit sama sekitarnya, Auskultasi :
peristaltik ada kesan normal, Palpasi : nyeri tekan ada di daerah epigastrium dan
hypochondrium dekstra, murphy sign positif, tidak teraba massa tumor, dan
2
ampulla kosong, mukosa licin, nyeri tekan tidak ada, dari handscoen didapatkan :
feses tidak ada, lendir tidak ada, dan darah tidak ada.
sebagai berikut :
HCT 37 37,0-48,0 %
Cl 97 97-111 Mmol
3
Pada hasil pemeriksaan USG abdomen (29 Desember 2014), didapatkan
hasil sebagai berikut : Hepar : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal,
permukaan reguler, tepi tajam, tampak dilatasi bile duct intra dan ekstra hepatik. Tidak
tampak dilatasi vaskular. Tidak tampak mass/cyst. GB : dinding tidak menebal, mukosa
reguler. Tampak echo batu ukuran 0.9 cm didalamnya. Pancreas, lien, ginjal kanan, ginjal
kiri, dan VU : tidak ada kelainan. Kesan : cholelithiasis, cholestatik intrahepatik dan
ekstrahepatik.
didapatkan hasil sebagai berikut : Hepar : Ukuran normal, outline licin, sudut lancip,
densitas parenkim normal, vaskuler normal, tampak cholestatic duct biliaris intrahepatik
dan ekstrahepatik sampai distal CBD, tak teridentifikasi batu maupun massa. GB :
dinding tidak menebal, tak tampak batu. Gaster, lien, pancreas, ginjal kanan, ginjal kiri,
buli-buli, uterus dan tulang-tulang yang terscan tidak tampak kelainan. Kesan :
4
Cholestatic ductus biliaris intra dan ekstrahepatik sampai distal CBD, tak tampak batu
maupun massa.
eksplorasi CBD (common bile duct) pada tanggal 6 Januari 2014 di RS Islam
5
Hasil pemeriksaan patologi anatomi suatu kolesistitis akut yang
cholangitis dan Taenia saginata. Post operasi hari ke-6 dilakukan kontrol
laboratorium yaitu : Bilirubin total 0,5 mg/dl, bilirubin direk 0,3 mg/dl, Bilirubin
indirek 0,72 mg/dl. Dan penderita direncanakan rawat jalan dengan keadaan
umum baik.
DISKUSI
kejadian di Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara.
Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi
fat (gemuk), dan forty (empat puluh tahun). Batu empedu dapat terjadi dengan
atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak faktor resiko, semakin besar
pula kemungkinan untuk terjadinya batu empedu. Faktor resiko tersebut antara
lain :2
1. Genetik
empedu bisa berjalan dalam keluarga. Di negara Barat penyakit ini sering
Batu empedu lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit
6
hitam. Batu empedu juga sering ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan
Swedia.
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat
sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Ini
4. Obesitas
Orang dengan obesitas mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi batu
empedu. Ini dikarenakan kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi,
kandung empedu
7
5. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
6. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih besar
7. Aktifitas fisik
batu empedu. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
Kurang lebih 10% penderita batu empedu asimtomatik. Gejala yang timbul pada
1. Nyeri . Bersifat kolik, mulai daerah epigastrium atau hipokondrium kanan dan
menjalar ke bahu kanan. Nyeri ini sering timbul terutama saat mengkonsumsi
8
dijumpai nyeri tekan hipokondrium kanan, terutama pada waktu penderita
4. Trias Charcot, jika ada infeksi (Demam, Nyeri didaerah hati, Ikterus).
dalam sirkulasi sistemik dan endapan garam empedu pada saraf di tepi kulit.
duodenum kemudian masuk melalui ampulla Vateri. Sehingga timbul gejala klinis
yang diakibatkan oleh cacing didalam saluran biliaris, dapat berupa : nyeri akut
abdomen, muntah, ikterus dari yang ringan sampai berat sesuai dengan beratnya
obstruksi.12
berupa nyeri perut kanan atas yang dialami sejak 7 hari yang lalu yang dirasakan
hilang timbul, tembus ke belakang, mual, muntah, demam, dan mata kuning yang
1. Batu Primer
Batu primer pada yang terdapat pada ductus choledocus merupakan batu
stasis bilier dan infeksi. Statis bilier yang menyebabkan terbentuknya batu
primer dapat disebabkan oleh striktur, stenosis papilla, tumor, batu sekunder
2. Batu Sekunder
Batu sekunder berasal dari batu yang sudah terbentuk sebelumnya di Vesica
b) Batu pigmen : berbentuk tidak teratur, kecil-kecil dengan diameter 2-5 mm,
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu ini sering ditemukan
saluran cerna. Asia, Afrika, Amerika tengah dan Amerika selatan masih
biliaris merupakan salah satu tipe dari infeksi cacing. Di Indonesia belum ada
angka insidens yang pasti. Suzantra, dkk di Bandung, tahun 1992-1994 dari 95
10
kasus ikterus obstruksi hanya mendapatkan 3 kasus ikterus obstruksi akibat
cacing.7
Pada kasus ini didapatkan batu di CBD diduga batu sekunder dengan jenis
batu pigmen dengan ukuran diameter ± 1 cm dan cacing dengan ukuran ± 10 cm.
transferase meningkat, Bilirubinuria (bilirubin dalam urine, urine seperti teh), dan
yang keluar bersama tinja. Bentuknya cukup khas, yaitu segiempat panjang
Pada kasus ini sesuai dimana terjadi peninggian kadar bilirubin total,
bilirubin direk, bilirubin indirek, BAB berwana putih dempul dan BAK berwarna
kuning pekat seperti teh. Bilirubin total, direk, dan indirek meningkat terjadi
karena duktus biliaris intra dan ektra hepatic mengalami obstruksi dan empedu
yang diproduksi oleh sel hati tidak dapat dieksresi. BAB berwarna putih dempul
akibat adanya obstruksi maka urobilinogen tidak akan disekresikan melalui feses.
11
Normalnya bakteri usus akan mereduksi bilirubin menjadi
urobilinogen/sterkobilin, zat ini akan memberi warna coklat pada feses. BAK
berwarna seperti teh menunjukkan adanya bilirubin dalam urin. Pada keadaan
Batu ini bisa satu maupun banyak. Batu yang tertanam biasanya terjadi di bagian
bawah duktus diatas ampula vateri. Intensitas ikterus biasanya fluktuasi dimana
batu bertindak sebagai katup (ball valve). Obstruksi partial masih mengeluarkan
bayangan hiper ekhoik dengan bayangan akustik. Batu akan mudah terlihat karena
dikelilingi oleh cairan empedu. Diagnosis akan lebih sulit katika seluruh saluran
empedu tertutup batu, dimana kontras antara cairan empedu dan batu menghilang,
serta tampak hanya sebagai bayangan akustik yang mungkin diduga sebagai gas
Ferreyra di Brasil, dari 38 kasus infeksi cacing yang didiagnosis dengan sonografi
12
dan ekstra hepatik, kolestitis akut, dan pakreastitis akut. USG memperlihatkan
inner tube atau fragmen yang amorf, dapat dikonfirmasi dengan Endoscopic
langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris dan sistem duktus
cukup tinggi dan tingkat keakuratan atau ketepatan kurang lebih 90%. Pada
Pada kasus ini, USG memperlihatkan dilatasi bile duct intra dan ektra
13
Dalam hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus obstruktif,
apakah intra atau ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari
duktus biliaris.
Dilatasi CBD dideteksi sebagai suatu bulatan atau struktur tubuler dekat
vena porta atau dekat daerah kaput pankreas. Kandung empedu sering berdilatasi
bila ada obstruksi duktus biliatis ekstra hepatik. Adanya gambaran dilatasi CBD
bagian caudal dari potongan yang berdampingan dengan vena porta diduga
biliaris intra dan ektra hepatik sampai distal CBD, tidak tampak batu maupun
massa. Meskipun gambaran saluran empedu oleh CT Scan sudah sangat baik,
namun dalam mendeteksi batu saluran empedu hanya 20 sampai 40% saja dapat
terdeteksi.
penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tetapi ada juga kasus
yang didiagnosis intra operatif. Pada kasus ini didiagnosis intra operatif.
dilakukan pada penderita yang menolak operasi atau penderita yang penanganan
14
Pada kasus ini dilakukan tindakan eksplorasi CBD. Pada operasi ini
Komplikasi dini dapat berupa kolangitis supuratif akut, kolesistitis akut, abses
Komplikasi yang terjadi jika batu empedu tidak dikeluarkan dan menghambat
Bile duct injury dan sirosis, Liver dysfunction/failure, Fistula biliary enteric.
pengobatan 55% pasien mengalami komplikasi. Prognosis taeniasis pada kasus ini
15
DAFTAR PUSTAKA
479-81.
7. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In :
com/article/175667-overview.
161–165.
11. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary
17