Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, ditandai dengan terjadinya pembentukan granuloma

dan nekrosis. Infeksi ini sering mengenai paru, akan tetapi dapat meluas

mengenai organ tertentu. Cara penularan TB paru melalui kontak langsung dari

percikan dahak yang mengandung kuman TB, terhisap oleh orang sehat melalui

jalan napas, kemudian berkembang biak di paru. Dapat terjadi kontak tidak

langsung bila dahak yang dikeluarkan penderita ke lantai atau tanah kemudian

mengering dan menyatu dengan debu, lalu berterbangan di udara dan bila terisap

orang sehat dapat menjadi sakit. Berdasarkan cara penularan ini, TB paru juga

dimasukkan dalam golongan airbone disease (Hopewell dan Pai, 2006).

Laporan dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2015

menyebutkan terdapat 9,6 juta kasus TB paru di dunia dan 58% kasus terjadi di

daerah Asia Tenggara dan Afrika. Tiga negara dengan insidensi kasus terbanyak

tahun 2015 yaitu India (23%), Indonesia (10%), dan China (10%). Indonesia

sekarang berada pada ranking kedua negara dengan beban TB tertinggi di dunia.

Pada tahun 2014 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif sebanyak 176.677

kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA positif yang ditemukan tahun

1
2

2013 yang sebesar 196.310 kasus. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah

sebesar 272 per 100.000 penduduk dan estimasi insidensi berjumlah 183 per

100.000 penduduk. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 25 per 100.000

kematian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Jumlah kasus TB BTA + Baru Puskesmas Kecamatan Sambeng Kabupaten

Lamongan Jawa Timur juga telah melaksanakan program penanggulangan TB

Paru melalui pelaksanaan kedua strategi tersebut. Tahun 2006 Puskesmas

Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan telah berhasil melakukan pengobatan

dengan persentase keberhasilan adalah 93,45%, tahun 2007 adalah 100%, namun

tahun 2008 persentase keberhasilannya yaitu menurun menjadi 75%.

Evaluasi keberhasilan pengobatan TB Paru baru bisa dievaluasi setelah

selesai masa pengobatan yaitu 6 bulan sejak mulai diberikan pengobatan

pertama. Terjadinya kasus tuberkulosis paru dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, di antaranya adalah kondisi fisik lingkungan rumah. Kualitas lingkungan

fisik rumah yang tidak sehat memegang peranan penting dalam penularan dan

perkembangbiakan Mycobacterium tuberculosis. Kurangnya sinar yang masuk ke

dalam rumah, ventilasi yang buruk cenderung menciptakan suasana yang lembab

dan gelap, kondisi ini menyebabkan kuman dapat bertahan berhari-hari sampai

berbulan-bulan di dalam rumah. Faktor risiko lingkungan fisik rumah yang

berperan dalam menentukan terjadinya interaksi antara host (penjamu) dengan

unsur penyebab (agent) dalam proses timbulnya kejadian penyakit tuberkulosis


3

paru yaitu kepadatan penghuni, kelembaban, luas ventilasi, pencahayaan, lantai

dan dinding rumah (Agustian, 2014).

Kondisi fisik rumah memiliki peranan yang sangat penting dalam

penyebaran bakteri tuberkulosis paru ke orang yang sehat. Sumber penularan

penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung

Mycobacterium tuberkulosis. Pada saat penderita batuk atau bersin butir-butir air

ludah beterbangan di udara dan akan hidup beberapa jam lamanya (Musadad,

2001) di dalam ruangan lembab dan kurang cahaya. Penyebaran bakteri

tuberkulosis paru akan lebih cepat menyerang orang yang sehat jika berada di

dalam rumah yang lembab, gelap dan kurang cahaya (Kemenkes, 2011).

Di wilayah kerja Puskesmas Sambeng Lamongan , Pelaksanaan strategi

DOTS dan penyuluhan tentang TB Paru menunjukkan bahwa pelaksanaan

program penanggulangan TB Paru sudah mendekati optimal. Kemudian dari

keseluruhan strategi DOTS dan penyuluhan tentang TB Paru yang optimal

terlihat adalah penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis (81,65%), pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis

(OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan

Obat (PMO) (74,645), jaminan tersedianya OAT secara teratur, menyeluruh dan

tepat waktu dengan mutu terjamin (82,2%), sistem pencatatan dan pelaporan

secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program

penanggulangan TB Paru (75,8%). Sedangkan yang kurang optimal adalah


4

komitmen politik dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana

(59,965), dan penyuluhan tentang TB Paru (64,96%). 

Mengingat letak geografis wilayah Puskesmas Sambeng yang dikelilingi

hutan perlu adanya terobosan untuk menemukan penderita TB dengan BTA (+)

dengan cara pelacakan dan penemuan penderita oleh petugas. Dengan

menggunakan dana BOK kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap bulan oleh

pemegang program TB yaitu Perawat Karso Utomo S.Kep.Ns. disamping

kegiatan diatas juga dimaksudkan untuk konseling mengenai pencegahan

penyakit, cara minum obat dan reaksi obat. Kegiatan ini dilaksanakan secara aktif

melalui door to door. Dalam upaya mencegah meluasnya penyakit TB.

Pemegang program juga melaksanakan kegiatan penyuluhan secara kelompok

kepada Tomas, Toga, Kader, Kelompok resiko (keluarga penderita TB) baik

yang aktif dalam pengobatan maupun yang telah selesai menjalani pengobatan

diwilayah tersebut.

Dari uraian permasalahan diatas penulis mencoba untuk meng Evaluasi

Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru Di Puskesmas Sambeng Kab.

Lamongan Jawa Timur.


5

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam Evaluasi

Program ini adalah “Evaluasi Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru Di

Puskesmas Sambeng Kab. Lamongan Jawa Timur.’’

C. Tujuan Evaluasi Program

1. Tujuan Umum

Mengetahui Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru Di Puskesmas

Sambeng Kab.Lamongan Jawa Timur.

2. Tujuan Khusus

Mengetahui Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru Di Puskesmas

Sambeng Kab.Lamongan Jawa Timur.

D. Manfaat Hasil Evaluasi Program

1. Bagi puskesmas

Sebagai salah satu bahan masukan bagi pihak puskesmas untuk dapat

ditindak lanjuti dengan membuat kebijakan untuk tindakan penanggulangan

dan pemberantasan Tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Sambeng

Kabupaten Lamongan.

2. Bagi masyarakat

Diharapkan agar masyarakat dapat memahami Penanggulangan Dan

Pemberantasan Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Sambeng

Kabupaten Lamongan.
6

3. Bagi peneliti

Meningkatkan pengetahuan tentang Penanggulangan Dan Pemberantasan

Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Sambeng Kabupaten

Lamongan.

Anda mungkin juga menyukai