LATAR BELAKANG
kehamilan, dan setengah juta di antaranya meninggal dunia, di mana 99% terjadi di
negara berkembang. Angka kematian ibu akibat komplikasi kehamilan di negara maju
sebesar 1 dari 5.000 wanita, sedangkan di negara berkembang sebesar 1 dari 11.
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih yang tertinggi di Asia Tenggara
(359/100.000 kelahiran hidup di tahun 2012), dan merupakan suatu masalah dan
tren AKI menurun sejak tahun 1991. Meskipun millennium developmental goals
menargetkan AKI turun menjadi 102/100.000 kelahiran hidup di 2015, pada 2012
tercatat kenaikan AKI signifikan dari 228 menjadi 359/100.000 kelahiran hidup.1
Tiga penyebab utama kematian ibu antara lain pendarahan (30%), hipertensi
dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan bahwa insidensi
penurunan insidensi tersebut, berbeda dengan tren infeksi yang semakin menurun
dan paskasalin akibat disfungsi endotel pada berbagai organ, seperti resiko gangguan
1
kardiometabolik dan penyulit lainnya. Suatu metaanalisis menunjukkan peningkatan
tromboemboli vena pada ibu dengan riwayat preeklamsia. Dampak preeklamsia pada
janin antara lain berat bayi lahir rendah akibat persalinan prematur dan hambatan
pertumbuhan dalam rahim yang mana akan lebih beresiko mengalami gangguan
metabolik saat dewasa, serta meningkatkan angka morbiditas & mortalitas perinatal.
Preeklamsia juga memberi dampak pada ekonomi, antara lain biaya terkait
preeklamsia itu sendiri, serta biaya terkait dampak jangka panjang preeklamsia, di
mana suatu analisisi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa biaya sebesar 3 miliar
dolar Amerika keluar per tahun untuk morbiditas maternal, dan 4 miliar dolar
praktisi dan rumah sakit, tidak hanya karena belum jelasnya teori patogenesis
penyakit tersebut, namun juga karena kurangnya sarana dan prasarana di daerah.1
disertai dengan perdarahan dan dilatasi serviks serta turunnya kepala bayi pada
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Usia: 28 tahun.
Suku: Jawa.
Alamat: Gresik.
B. Anamnesis
o Perut terasa kencang sejak kemarin sore, berlangsung selama sekitar 5 menit dan
berulang tiap 10 menit, makin lama makin kencang, lalu di bawa ke IGD RS Petro,
kemudian di rujuk ke IGD RSIS karena tekanan darah yang tinggi (mencapai 170
mmHg SBP) dan hasil tes urin protein positif setelah masuk rawat inap, saat
pemeriksaan, sudah tidak ada keluhan perut terasa kencang setelah diberi obat dari
RSIS.
o Sebelum perut terasa kencang, tidak didahului keputihan atau nyeri panggul.
o Nyeri punggung belakang (+) yang terasa saat perut terasa kencang, sejak kemarin.
3
o Nyeri kepala (+) kemarin, sekarang sudah tidak.
o Kedua kaki bengkak sejak 2 minggu, makin lama makin bengkak, tidak terasa tebal.
o Kejang / demam / sesak nafas / mual muntah / nyeri ulu hati (–).
o Rutin ANC, tiap bulan selama trimester 1 dan 2, dan tiap 2 minggu selama trimester 3.
o Buang air kecil lancar lewat selang sejak masuk rawat inap, nyeri panggul (–).
Riwayat Obstetrik:
o Tekanan darah sebelum hamil biasanya 110 – 120 mmHg SBP, namun setelah hamil
usia kehamilan 28 minggu, meningkat mencapai 140 – 150 mmHg SBP, dan tertinggi
o Tekanan darah tinggi (+) selama kehamilan sebelumnya, sebagai indikasi cesarean
o Tekanan darah tinggi (–), kencing manis (–), sakit kuning (–), kejang (–).
C. Pemeriksaan Fisik
GCS: 4 / 5 / 6.
Tanda-tanda vital:
o TD: 170 / 100 mmHg saat awal masuk rawat inap, lalu 120 / 70 mmHg 1 hari setelah
o Nadi: 89 x/menit.
o Suhu: 36.0 C.
o RR: 19 x/menit.
Kepala: A / I / C / D negatif.
Leher:
o Limfadenopati: negatif.
o Struma: negatif.
Thorax:
o Dada simetris, suara nafas vesikular seluruh lapang baru, Rhonchi (–), Wheezing (–).
Abdomen:
o Abdomen cembung.
Ekstremitas:
o Refleks patella + / +.
Status Obstetrik:
o Leopold I: TFU: 40 cm; Teraba bulat keras kesan kepala di tengah, teraba bulat lunak
o Leopold II: Teraba bagian kecil kesan ekstremitas di kiri, dan punggung di kanan.
o DJJ (Doppler):
D. Pemeriksaan Penunjang
o Darah Lengkap:
Hb: 12.1
6
HCT: 36.5
WBC: 9400.
PLT: 241.000.
MCV: 85.
MCH: 28.
MCHC: 33.
o Proteinuria: +3.
E. Diagnosis
F. Planning
Terapeutik:
o Nifedipine 3 x 10 mg.
o MgSO4 20% /IV (4 gram), MgSO4 40% /IM (5 gram) 1.25 cc bokong kanan dan
bokong kiri dilanjut MgSO4 maintenans 1 g/jam /IV, hingga 24 jam paskasalin.
7
o Dexametason 2 x 6 mg selama 2 hari /IV.
o Pro SC elektif.
8
BAB III
PEMBAHASAN
A. Diagnosis
pada dua waktu yang terpisah setidaknya 6 jam, dan mencapai SBP ≥ 160 mmHg, disertai
adanya edema tungkai, sejak usia kehamilan ≥ 20 minggu, sehingga memenuhi kriteria
preeklamsia berat, tanda lain dari preeklamsia berat yang terpenuhi yaitu adanya manifestasi
gangguan sistem saraf pusat antara lain nyeri kepala saat pasien datang ke IGD RSIS.
Berdasarkan keadaan pasien dengan diagnosis PEB disertai PPI (Partus Prematurus
Iminnens) adalah dengan adanya kontraksi yang berulang setiap 5 menit atau timbulnya
tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum mencapai aterm <37 minggu dan
Factor resiko lain terkait PPI (Partus Prematurus Iminnens) yang dialami pasien ini
adalah nyeri bagian punggung bawah dan faktor etiologi yang dialami dari pasien berikut ini
Faktor resiko preeklamsia antara lain nulipara, primi muda atau tua, predisposisi
genetic (ras dan riwayat keluarga dengan hipertensi dalam kehamilan), obesitas, kehamilan
dimiliki pasien ini antara lain obesitas (BMI > 30), riwayat penyakit dahulu dan penyakit
9
Preeklamsia terdiagnosis apabila terdapat hipertensi (peningkatan tekanan darah
mencapai ≥ 140/90 mmHg pada dua waktu yang terpisah ≥ 6 jam) saat usia kehamilan ≥ 20
Proteinuria: ≥ 300 mg/24 jam, atau rasio protein : kreatinin ≥ 0,3, atau proteinuria
Insufisiensi ginjal (kreatinin > 1,1 mg/dL, atau 2x dari baseline) jika tidak terdapat
Edema paru.
Preeklamsia berat terdiagnosis bila terdapat satu dari tanda-tanda berikut ini, yaitu:
tekanan darah mencapai ≥ 160/110 mmHg, ada nyeri kepala, gangguan visual, nyeri
peningkatan transaminase liver, IUGR (intrauterine growth retardation), atau edema paru.4
bahwa pasien kehamilan ganda/multiple (gemelli), dengan kondisi janin intrauterin dan
hidup keduanya, dengan usia kehamilan <37 minggu berdasarkan HPHT. Kehamilan
multipel juga merupakan suatu etiologi distensi uterus berlebih, sehingga merupakan faktor
resiko terjadinya pendarahan paskasalin, yang batasnya adalah > 500 cc pada persalinan per
10
Selain itu, pasien juga memiliki riwayat cesarean section 6 tahun yang lalu,
menimbulkan jaringan parut rahim, sehingga pasien didiagnosis dengan BSC (bekas seksio
cesarean) 6 tahun.
B. Tatalaksana
Preeklamsia Berat
pengelolaan cairan, penanganan suportif pada penyulit terkait, dan saat yang tepat untuk
persalinan.2
Pemeriksaan teliti dan observasi harian mengenai tanda-tanda klinik antara lain
nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Perlu
dan NST.2
meliputi dua unsur antara lain sikap terhadap penyakitnya, dan sikap terhadap
kehamilannya.2
Penderita preeklamsia berat perlu rawat inap dan dianjurkan tirah baring ke sisi
kiri. Penting dilakukan pengelolaan cairan karena resiko tinggi edema paru dan oliguria
pada pasien preeklamsia dan eklamsia, sehingga penting dilakukan pemantauan input
dan output (misalnya dengan memasang kateter Foley untuk pantau output cairan
melalui urinasi) cairan, dan dilakukan tindakan koreksi jika terdapat tanda-tanda edema
paru. Oliguria terjadi jika produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam, atau < 500 cc/24
jam. Cairan yang bisa diberikan pada penderita preeklamsia antara lain RD5, atau NaCl
11
0,9% dengan jumlah tetesan < 125 cc/jam, atau D5 yang mana tiap 1 L diselingi RL
menurunkan resiko aspirasi asam lambung apabila terjadi kejang. Diet meliputi diet
antikonvulsan lain antara lain diazepam dan fenitoin, namun tidak seefektif Magnesium
Sulfat sebagai antikejang. Magensium sulfat bekerja sebagai inhibitor kompetitif ion
kadar asetilkolin, namun kinerjanya akan terhambat jika terdapat kadar kalsium yang
tinggi dalam darah. Magnesium sulfat diberikan dengan dosis loading atau insial,
Dosis maintenans:
o Injelksi 4 atau 5 gram IM, lalu 4 gram IM tiap 4-6 jam, atau
Syarat pemberian:
Diuretikum tidak diberikan secara rutin kecuali pada kasus edema paru,
penyakit jantung kongestif, atau edema anasarka. Diuretikum yang digunakan antara
menggunakan tekanan darah ≥ 160/110 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg sebagai ambang
batas. Sedangkan di RSUD dr. Soetomo, ambang batas yang digunakan yaitu SBP ≥ 180
Belum ada studi yang membuktikan bahwa satu obat antihipertensi lebih
superior dari yang lain dalam preeklamsia, sehingga antihipertensi yang digunakan
13
diserahkan pada pertimbangan klinisi. Namun antihipertensi yang mutlak perlu
Antihipertensi lini pertama yang digunakan yaitu Nifedipine dengan dosis 10-20 mg
PO, diulang setelah 30 menit; maksimum 120 mg/24 jam, dan tidak boleh digunakan
sublingual karena efek vasodilator poten. Antihipertensi lini ke-2 antara lain Na
nitroprusside dengan dosis 0,25 µg IV/kg/menit via infus, ditingkatkan 0,25 µg IV/kg/5
menit, atau diazokside 30-60 mg IV/5 menit; atau IV infus 10 mg/menit dititrasi.2
waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum. Indikasi perawatan aktif antara lain:2
Indikasi maternal:
o Umur kehamilan ≥ 37 minggu (untuk preeklamsia berat), dan > 37 minggu untuk
preeklamsia ringan.
Indikasi janin:
o Terjadinya oligohidramnion.
Laboratorik: Adanya tanda sindroma HELLP, terutama trombosit yang turun cepat.
tanda impending eclampsia, serta janin dalam kondisi baik. Perawatan konservatif
meliputi observasi dan terapi medikamentosa yang sama dengan perawatan aktif, tanpa
terminasi kehamilan. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai preeklamsia
ringan, selambat-lambatnya 24 jam paskasalin, bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan,
maka dianggap kegagalan terapi konservatif dan harus diterminasi. Pasien boleh
15
Gambar: Skema manajemen preeklamsia. L&D: labor and delivery. UOP: urine output.4
Pada pasien ini, manajemen meliputi rawat inap, tirah baring, dengan infus
RD5 dengan jangkauan dosis 60-125 cc/jam, serta diberikan antihipertensi berupa
16
dexametason 2 x 6 mg IV selama 2 hari, yang dilanjut dengan terminasi kehamilan
sebagai prinsip utama tatalaksana preeklamsia dengan metode cesarean section karena
penunjang untuk mencari tanda-tanda sindroma HELLP tiap hari, antara lain darah
lengkap dan liver function test (LFT). Tiap hari dilakukan observasi tanda-tanda vital,
reflex patella, balans cairan, dan CHPB, tanpa dilakukan pemeriksaan dalam kecuali
saat terjadi kontraksi, karena adanya partus prematurus imminens yang dapat memberat
(USG,NST)7.
17
Penatalaksanaan PPI pada non farmakologis
Tirah baring
Tujuan :
Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi premature.
3. Cara persalinan
Bila presentasi kepala Boleh pervaginam
SCjika hanya ada indikasi obstetric, missal letak sungsang.
18
DAFTAR PUSTAKA
2. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan, Edisi ke-4. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2010, Indonesia. Hal 530-561.
3. Cunningham, FG, Leveno, KJ, Bloom, SL, Spong, CY, Dashe, JS, Hoffman, BL, et al.
Williams Obstetrics, 24th Edition. McGraw-Hill Education, 2014, New York. Hal 728-779.
4. Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Edisi III. RSUD Dr. Soetomo, 2008, Surabaya. Hal
84-87.
5. Sastrawinata, Sulaiman. Et al. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi
2.Jakarta : EGC. Hal 80-82.
6. Oxorn, H. 2003. Fisiologi dan Patologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica. Hal
250.
7. Rayburn, W. 2003. Obstetri & Ginekologi. Jakarta: Widya Medika. Hal 46.
19