Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN DISKUSI ILMIAH

Status Epileptikus e.c Epilepsi

Sebagai syarat kelulusan dokter internship

Disusun oleh:
dr.Iqbal Razif

Pembimbing

dr. Koerniadi, M., M.Kes.

RSUD NGIMBANG

KABUPATEN LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Status Epileptikus e.c Epilepsi

Disusun oleh:

dr.Iqbal Razif

Pendamping:

dr. Koerniadi, M., M.Kes


BERITA ACARA

Pada hari Rabu tanggal 10 November 2021 telah dipresentasikan diskusi ilmiah oleh:

Nama : dr. Iqbal Razif


Topik : Status Epileptikus e.c Epilepsi
Pendamping : dr. Koerniadi, M., M.Kes
Wahana : RSUD Ngimbang

No Nama Tanda Tangan

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

10 10

Berita acara ini ditulis dan disampaikan dengan sesungguhnya.


Lamongan , 10 November 2021
Pendamping

dr. Koerniadi M. MKes


PORTOFOLIO KASUS

Nama Peserta : dr. Iqbal Razif

Nama Wahana : RSUD Ngimbang

Topik : Status Epileptikus e.c Epilepsi

Tanggal kasus : 21 Oktober 2021

Pendamping : dr. Koerniadi M. M.Kes.

Tempat Presentasi : RSUD Ngimbang Lamongan

Obyektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Dewasa Lansia

Tujuan :
Bahan Bahasan : Kasus Tinjauan Pustaka Riset Audit

Cara Membahas : Diskusi Persentase dan Diskusi Email Pos

Data Pasien Nama : An. DJN / 8 thn / 23 kg No. RM : 17.23.31

Bahan Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Anamnesis

Keluhan Utama : Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien kejang 30 menit smrs satu kali di rumah dan berhenti sendiri. Kejang

menghentak kepala dan kedua tangan serta kaki. Pasien tidak sadar setelah

kejang. Pasien tidak demam. Pasien kejang berulang di IGD RSUD Ngimbang

satu kali. Kejang menghentak-hentak kedua kaki dan tangan. Kejang selama

sekitar 30 detik dan berhenti setelah i.v diazepam bolus perlahan-lahan hingga
4 mg. Setelah kejang pasien tidak sadar.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat kejang sejak 1 tahun lalu sampai sekarang sebanyak 4x, Kejang

pertama hingga ketiga sekitar 30 detik hingga 1 menit dan berhenti sendiri.

Pasien sadar setelah kejang. Kejang terjadi di bulan yang berbeda. Kejang

keempat terakhir desember 2020 lebih dari 10 menit dan px tidak sadar

setelahnya. Px mrs di RSUD Ngimbang dan kontrol poli anak.

Pasien lahir normal pervaginam. Berat badan lahir 2.7 kg

Minum ASI sekitar 4 bulan.

Riwayat Pengobatan :

Dari poli anak Syrup Ikalep® 2 x 1 cth sejak Desember 2020

Rutin kontrol dan minum obat teratur.

Riwayat Keluarga :

Keluarga tidak ada yang kejang serupa

Riwayat Psikososial :

Tidak ada

Review of System :

Pusing (-) Demam (-) Batuk (-) Sesak (-) Jantung berdebar (-)

Nyeri (-) Bengkak (-) BAK baik BAB baik

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : Somnolen , GCS 356
Keadaan Sakit : Berat
Suara Bicara : Lemah
Personal hygiene : Baik
BB : 23 kg
TB : 122 cm
Tanda Vital

Tekanan Darah : 90 / 60 mmHg


Nadi : 128 kali / menit
Pernapasan : 22 kali / menit
Suhu badan (Aksiler) : 36.6 °C
Saturasi O2 (Perifer) : 99% (nasal O2 2 liter/menit)
Kepala Leher : Anemia (-) Ikterus (-) Sianosis (-) Dyspneu (-)
pembesaran kGB (-/-) Pernafasan cuping hidung (-)
Thoraks
Paru Inspeksi : bentuk normal pergerakan simetris. retraksi (-)
Palpasi : gerak dada simetris
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler/vesikuler. rhonki (-/-) wheezing (-)
Jantung Inspeksi : impuls di apeks (-)
Palpasi : iktus kordis (-)
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 tunggal. Murmur (-) gallop (-)
Abdomen Inspeksi : soepel , massa (-) distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) 8 x / menit
Palpasi : pembesaran hepar (-) lien (-). turgor normal
Perkusi : timpani
Ekstremitas : Akral hangat kering merah. CRT < 2 detik, edema (-/-)

3. Pemeriksaan Penunjang (21 oktober 2021)

Hb : 12.0 g/dl
Leukosit : 10.500 /cmm

Hitung Jenis : Eosinofil (1%) Basofil (0%) Limfosit (35%)

Neutrofil (57%) Monosit (7%)

NLR : 0.42

Trombosit : 321.000 /cmm

Hematokrit : 40 %

GDA : 135 mg/dl

4. Diagnosis

Status Epileptikus e.c Epilepsi

5. Tatalaksana

O2 nasal canul 2 liter/menit

IVFD D5 ½ NS 1000 ml / 24 jam

Inj.. Diazepam i.v bolus perlahan” (2mg/menit) s/d maksimal 5 mg bila kejang

berulang

Syr Ikalep® 2 x 1 cth


TINJAUAN PUSTAKA

I. Status Epileptikus (SKDI 2012 – 3B)

1. Definisi

Kejang adalah suatu gambaran tanda dan gejala yang diakibatkan aktivitas neural

berlebihan atau abnormal (Eugen Trinka et al., 2015). Gambaran tersebut dapat berupa

manifestasi eksitasi positif (motorik, sensorik, psikis) atau negatif (hilang kesadaran,

tonus otot, kemampuan bicara) (IDAI, 2016)

Status epileptikus adalah kondisi bangkitan kejang yang terus-menerus secara

memadai atau berulang dalam interval tertentu dengan kondisi menetap (Eugen Trinka

et al., 2015).

2. Etiologi

Penyebab status epileptikus dapat dibagi secara umum menjadi dua yakni simtomatis

dan idiopatik. Simtomatis adalah berdasarkan penyebab yang diketahui. Secara acute

seperti infeksi, hipoksia, gangguan glukosa, keseimbangan elektrolit, trauma kepala,

perdarahan dan stroke. Secara remote dengan riwayat sebelumnya seperti enselopati

hipoksik-iskemik (EHI), post-trauma , post-stroke. Secara kelainan neurologi progesif

seperti tumor otak, kelainan metabolik, autoimun, PMEs, Demensia. (Eugen Trinka et

al., 2015; IDAI, 2016).

3. Patofisiologi

Status epileptikus terjadi akibat kegagalan mekanisme untuk membatasi penyebaran

kejang dikarenakan eksitasi aktivitas neurotransmitter berlebihan dan atau inhibisi

antivitas neurotransmitter yang tidak efektif. Neurotransmiter eksitasi utama adalah

neurotran dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi adalah GABA (gamma-

aminobutyric acid ) (IDAI, 2016).


4. Tatalaksana

(IDAI, 2016)

Secara umum tindakan suportif ABC (airway breathing circulation) harus dilakukan

seiring dengan pemberian obat anti-konvulsan seperti pemasangan O2. Diazepam i.v

(0.2 – 0.5 mg/kgBB) onset cepat dengan kecepatan 2 mg/ menit hingga bila kejang

sudah berhenti tanpa menghabiskan dosis. Fenitoin i.v onset lambat (15 - 20

mg/kgBB) diencerkan dalam 50 ml NaCl 0.9% selama 20 menit kemudian dapat

dipertimbangkan rumatan (5 – 10 mg/kgBB) terbagi 2 dosis. (IDAI, 2016)

Tatalaksana umum lainnya yang tidak kalah penting adalah informasi bagi keluarga

secara jelas dan akurat, Manajemen risiko dalam terapi serta identifikasi faktor

pencetus kejang (Kemenkes, 2017).

II. Epilepsi (SKDI 2012 – 3A)

1. Definisi

Epilepsi adalah penyakit dari otak dengan salah satu kondisi berikut ini: Setidaknya 2

kali kejang berbeda tanpa provokasi terjadi lebih dari 24 jam. Kejang 1 kali tanpa
provokasi dengan kemungkinan kejang berulang setelah sebelumnya kejang 2 kali

tanpa provokasi dalam 10 tahun terakhir. Kondisi berikutnya adalah terdiagnosis

Sindroma Epilepsi (Robert S. Fisher et al., 2014).

2. Klasifikasi dan Etiologi

(Ingrid E. Scheffer et al., 2017)

Epilepsi dibagi dalam beberapa level klasifikasi berdasarkan jenis kejang, tipe epilepsi

dan sindroma epilepsi. Jenis kejang berdasarkan letak gangguan terbagi menjadi

generalized onset, focal onset, unknown onset dan focal to bilateral . Pembagian

lainnya berdasarkan tingkat kesadaran setelah kejang, pergerakan selama kejang dan

sebagainya (Ingrid E. Scheffer et al., 2017; Robert S. Fisher et al., 2017)


(Robert S. Fisher et al., 2017)

Penyebab Epilepsi dibagi secara luas menjadi struktural, genetik, infeksi, metabolik,

imun dan terakhir unknown. Penyebab struktural ditemukan adanya gambaran

abnormal pada neuroimaging yang berhubungan dengan penyebab kejang. Penyebab

genetik ditemukan adanya kelainan mutasi autosomal dominan pada riwayat keluarga,

atau juga berdasarkan penelitian dalam populasi dengan gejala yang sama. Penyebab

infeksi merupakan terbesar terhadap epilepsi seperti meningitis, encephalitis, TB,

HIV, cerebral malaria, subacute sclerosing, panencephalitis, cerebral toxoplasmosis,

dan kongenital infeksi seperti virus Zika dan cytomegalovirus. Penyebab metabolik

berupa perubahan biokimia pada tubuh seperti porphyria, uremia, aminoacidopathies,

atau pyridoxine. Penyakit autoimun dapat menyebab inflamasi di sistem saraf pusat

seperti anti-NMDA reseptor, anti-LGI 1 reseptor. Penyebab unknown tidak diketahui

karena belum diketahui secara pasti (Ingrid E. Scheffer et al., 2017; Robert S. Fisher

et al., 2017).
3. Diagnosis

Anamnesis utama mulai dari memastikan pasien benar-benar kejang, bentuk bangkitan

kejangnya, keadaan sesaat muncul kejang, kejadian setelah kejang, gangguan

kesadaran, gangguan fungsi otonom, pola setiap kejang, riwayat penyakit dahulu,

kehamilan, persalinan dan pascanatal dan riwayat keluarga (IDAI, 2016)

Pemeriksaan fisik umum dan neurologi untuk mencari penyebab kejang sesuai

sindrom epilepsi tertentu. Kelainan neurokutan seperti Adenoma sebaseum,

hemangioma, neurofibromatosis, dismorfik wajah, serebral palsi dan sebagainya.

(IDAI, 2016)

Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu mencari penyebab epilepsi adalah EEG

(Elektroensefalografi). Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menentukan tipe

kejang, menunjukkan lokalisaasi focus kejang, membantu menentukan sindrom

epilepsy, pemantauan keberhasilan terap dan membantu menentukan penhentian OAE

(obat anti epilepsi) (IDAI, 2016).

Diagnosis banding epilepsy diantaranya Breath-holding spells, Sinkop, Tic (gerakan

involunter) Migrain, Hiperekpleksia (gerakan ekstremitas seperti kejang) dan GERD

dengan spasm infantil. (IDAI, 2016)

4. Tatalaksana

Tatalaksana umum yakni dengan memberikan informasi penyakit pada pihak terkait,

manajemen risiko dalam aktivitas, menghindari pencetus kejang dan risiko kematian

mendadak pada epilepsi. (IDAI, 2016)

Tatalaksana medikamentosa dengan OAE jangka panjang dimulai dengan keputusan

memulai OAE dan pilihan obat dengan 70% epilepsi pada anak berespon baik pada

monoterapi. Pilihan obat seperti berikut ini. (IDAI, 2016).


(IDAI, 2016)

Efek samping OAE secara akut yakni reaksi idiosinkrasi berupa rash/ ruam

hingga,sindrom hipersensitivitas yang berat dan mengancam jiwa. Efek samping

kronik yakni peningkatan berat badan, gangguan kognitf, hipertrofi gusi, gangguan

fungsi hati, asidosis metabolic, leukopenia dan agranulositosis. (IDAI, 2016).

Keputusan penghentian OAE dipertimbangkan bila anak sudah bebas kejang selama 2

tahun atau lebih. Sekitar 70% anak yang bebas kejang lebih dari 2 tahun tidak

mengalami kekambuhan meskipun OAE dihentikan. Keputusan penghentian harus

didiskusikan pihak terkait dengan memperhatikan hal berikut ini (IDAI, 2016).

(IDAI, 2016)

Tatalaksana non-medikamentosa yang dapat dilakukan pada epilepsi anak adalah diet

ketogenic dengan kandungan lemah tinggi rendah karbohidrat dan cukup protein
perbandingan 3:1 atau 4:1 dalam gram. Tindakan bedah saraf dan stimulasi nervus

vagus dapat dipertimbangkan pada kasus epilepsi intraktabel (tidak respon terhadap 2

jenis OAE dengan dosis adekuat selama 6 bulan). (IDAI, 2016)


DAFTAR PUSTAKA
Eugen T., Hannah C., Dale H., Andrea O., Rossetti, Ingrid E, Scheffer, Shlomo S.
(2015). A definition and classification of status epilepticus – Report of the ILAE
Task Force on Classification of Status Epilepticus. Epilepsia. 56(10): 1515-1523
diakses dari <https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/epi.13121>
pada tanggal 10 Juni 2021

Inggrid E. Scheffer, Samuel B., Giuseppe C., Mary B.C.,Jacqueline F., Laura G.,
Edouard H. (2017) ILAE Classification of the Epilepsies: Position paper of the
ILAE Commission for Classification and Terminology. Epilepsia 58(4): 512-521
diakses dari <
https://www.ilae.org/files/ilaeGuideline/ClassificationOfEpilepsies_Scheffer_et_a
l-2017-Epilepsia.pdf>
pada tanggal 15 Juni 2021

Kementerian Kesehatan RI (2017). Pedoman Nasional Pelayanan kedokteran, Tata


Laksana Epilepsi pada Anak. Jakarta: Kemenkes RI.
diakses dari
<http://yankes.kemkes.go.id/unduh/fileunduhan_1610423953_52956.pdf/47>
pada tanggal 10 Juni 2021

Robert S. Fisher ., Carlos A., Alexis A., Alicia B., Helen C. Christian E. Elger, (2014)
a Practical clinical definition of epilepsy. Epilepsia 55 (4) : 475-482
diakses dari < https://www.ilae.org/files/ilaeGuideline/Definition2014.pdf>
pada tanggal 15 Juni 2021

Robert S. Fisher., Patricia O., Shafer R.N., Carol D. (2017) 2017 Revised Classification
of Seizures. Epilepsy Foundation
diakses dari < https://www.epilepsy.com/article/2016/12/2017-revised-
classification-seizures>
pada tanggal 15 Juni 2021

Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI (2016). Epilepsi pada Anak. Jakarta : IDAI
Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI (2016). Rekomendasi Penatalaksanaan Status
Epileptikus. Jakarta : IDAI
diakses dari <https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/
Rekomendasi-Penatalaksanaan-Status-Epileptikus.pdf>
pada tanggal 10 Juni 2021

Anda mungkin juga menyukai