Anda di halaman 1dari 32

BAB I

CATATAN MEDIS

A. IDENTITAS PENDERITA
 Nama : Nn. E
 Usia : 28 tahun
 Jenis kelamin : Wanita
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Alamat : Gn. Pati, Semarang
 No. RM : 16-03-xx
 Tgl Masuk RS : 16-03-2016
 Ruang/Kelas : Anggrek/I-4

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 18 maret 2016
pada pukul 14.00 WIB
 Keluhan utama: Terasa benjolan pada payudara kiri
 RPS :
± 2 minggu yang lalu pasien merasa ada benjolan di daerah payudara
kiri sisi atas dalam, benjolan terasa nyeri, nyeri dirasakan hilang timbul,
benjolan tidak membesar sejak pasien mengetahui adanya benjolan tersebut.
Benjolan masi dapat digerakkan. Pasien sudah memeriksakan benjolan
tersebut ke dokter keluarga lalu di suruh ke rumah sakit. Tidak ada terasa
panas dan perubahan warna pada daerah benjolan. Pasien tidak ada keluhan
lain.
 RPD :
Riwayat Keluhan yang sama : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat kanker : disangkal

1
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat menstruasi : Pasien pertama kali mengalami menstruasi
pada usia 12 tahun, haid teratur tiap bulan,
lama haid 7 hari.
Riwayat pernikahan : Pasien menikah satu kali hingga sekarang
Riwayat melahirkan : Pasien melahirkan 2 kali secara normal
Riwayat menyusui : Pasien sudah ±2 tahun tidak menyusui
 RPK :
Riwayat Keluhan yang sama : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama suami dan 2 anaknya. Biaya kesehatan
menggunakan asuransi BPJS, kesan ekonomi cukup.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 maret 2016 pukul 14.20 WIB
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 Status Gizi
o BB : 45 kg
o TB : 140 cm
o IMT : 22.9
o Status gizi : baik
 Tanda vital
o Tekanan darah :110/80 mmHg
o Nadi : 88x/menit, reguler (isi dan tegangan cukup)
o Respiratory rate : 20x/menit, irama reguler

2
o Suhu : 36,7oC (aksiler)
 Status Internus
 Kepala : mesochepal, rambut merata, tidak mudah dicabut
 Mata : konjungtiva palpebra pucat (- / -), sklera ikterik (- /- ), pupil
isokor (3 mm/3 mm) , reflek pupil : direct (+/+), indirect (+/+).
 Hidung : napas cuping hidung (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), sekret
(-), septum deviasi (-), konka : hiperemis (-) dan deformitas (-).
 Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil ( T1/T1), hiperemis (-),
kripte melebar (-), gigi karies (-).
 Telinga : sekret (-/-), serumen (-/-), laserasi (-/-)
 Thoraks
o Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak nampak,
Palapsi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan dalam batas normal
Auskultasi : BJ I – II normal, regular, bising (-)
o Pulmo
Inspeksi : dinding dada simetris
Palpasi : nyeri tekan (-) , fremitus taktil simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris , permukaan datar, massa (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani pada lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-), organomegali (-)
 Ekstremitas
SUPERIOR INFERIOR
Akral hangat +/+ +/+

Oedem -/- -/-

Sianosis -/- -/-

3
CRT <2’ / <2’ <2’/<2’

 Status Lokalis
o Regio mammae sinistra:
Inspeksi : tak tampak benjolan disekitar payudara, kedua payudara
tampak simetris, warna kulit sama seperti kulit sekitar,
nipple discharge (-).
Palpasi :
Teraba 1 massa dengan ukuran diameter 1 cm
konsistensi kenyal
Permukaan rata
Perabaan hangat
Nyeri tekan (-)
Batas tegas
Dapat digerakkan dari dasar.
o Regio aksila dextra:
Inspeksi: tidak terlihat adanya benjolan
Palpasi : tidak teraba benjolan.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
CT + BT Hasil Satuan Nilai normal

Waktu pembekuan 5.3 Menit 2–8


Waktu perdarahan 1.45 Menit 1–3

Darah rutin Hasil Satuan Nilai normal


Lekosit 6.72 10^3/ ul 3,6-11
Eritrosit 4.64 10^6/ uL 3.8 – 5.2
Hb 14 g/ dL 11,7-15,5
Ht 41 % 35 – 47
MCV 89.7 fL 80 – 100
MCH 30.2 Pg 26 – 34

4
MCHC 33.7 g/dL 32 – 36
Trombosit 250 10^3/ ul 154 – 442

Diff count Hasil Satuan Nilai normal


Eosinofil Absolute 0.03 10^3/ ul 0.045 – 0.44
Basofil Absolute 0.01 10^3/ ul 0 – 0.2
Netrofil Absolute 4.64 10^3/ ul 1.8 - 8
Limfosit Absolute 1.58 10^3/ ul 0.9 – 5.2
Monosit Absolute 0.45 10^3/ ul 0.16 – 1
Eosinofil 0.4 % 2–4
Basofil 0.1 % 0–1
Neutrofil 69.3 % 50 – 70
Limfosit 23.5 % 25 – 50
Monosit 6.7 % 1–6

Kimia Klinik (Serum) Hasil Satuan Nilai normal


Glukosa sewaktu 110 mg/dl <125
Ureum 14.1 mg/dL 10.0 – 50.0
Creatinin 0.48 mg/dL 0 – 1.0

E. RESUME
Seorang wanita berusia 28 tahun datang dengan keluhan benjolan pada
mamae sinstra. ± 2 minggu yang lalu pasien merasa ada benjolan di daerah
kuadran atas bagian medial, benjolan terasa nyeri, nyeri dirasakan hilang timbul,
benjolan tidak membesar sejak pasien mengetahui adanya benjolan tersebut.
Benjolan masi dapat digerakkan. Tidak terasa panas dan perubahan warna pada
daerah benjolan. Pasien tidak pernah memiliki benjolan pada payudara maupun
daerah sebelumnya.
Pada Px Fisik Status Generalisata (Dbn), pada Px Lokalis Regio mamae
sinstra, inspeksi tak tampak benjolan pada payudara kiri, warna seperti kulit
sekitar, palpasi teraba 1 massa dengan konsistensi kenyal, permukaan rata,
perabaan hangat, nyeri tekan (-), batas tegas dengan ukuran diameter 1cm, dapat
digerakkan,.

5
F. INITIAL PLAN
 Ip Dx:
Tumor mamae sinistra susp jinak
 Ip Tx
o Medika Mentosa :
Infus RL 20 tpm
Inj. Cefotaxime 1 X 2gr
Inj. Ketorolac 3 X 30mg
o Non Medika Mentosa :
Tindakan pembedahan (eksisi dan PA).
 Ip Mx :
o KU/TV
o Perawatan luka
 Ip Ex :
o Menjelaskan mengenai penyakit pasien
o Menjelaskan mengenai tatalaksana dari penyakit pasien
o Menjelaskan mengenai komplikasi tindakan pembedahan dan
prognosis

G. PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : ad bonam
 Quo ad Fungsionam : ad bonam
 Quo ad Sanatiionam : ad bonam

6
H. FOLLOW UP
Tanggal Subject Object Assessment Planning
16-03-2016 Benjolan pada KU : baik Tumor mamae Infus RL 20 tpm
payudara kiri Kesadaran : sinistra suspect Inj. Cefotaxime
compos mentis jinak 1 X 2gr
TD:130/80 mmHg Inj. Ketorolac
N :88x/mnt 3 X 30mg
RR: 20x/mnt Program :
S : 36.5°C operasi Biopsi + PA
Status lokalis
tak tampak benjolan
pada payudara kiri,
warna seperti kulit
sekitar, palpasi teraba
1 massa dengan
konsistensi kenyal,
permukaan rata,
perabaan hangat,
nyeri tekan (-), batas
tegas dengan ukuran
diameter 1cm, dapat
digerakkan
17-03-2016 Benjolan pada KU : baik Tumor mamae Infus RL 20 tpm
payudara kiri, Kesadaran : sinstra suspect Inj. Cefotaxime
nyeri (-) compos mentis jinak 1 X 2gr
TD:130/80 mmHg Inj. Ketorolac
N :88x/mnt 3 X 30mg
RR: 20x/mnt Program :
S : 36.5°C operasi Biopsi + PA
Status lokalis
tak tampak benjolan
pada payudara kiri,
warna seperti kulit
sekitar, palpasi teraba
1 massa dengan
konsistensi kenyal,
permukaan rata,

7
perabaan hangat,
nyeri tekan (-), batas
tegas dengan ukuran
diameter 1cm, dapat
digerakkan
18-03-2016 Benjolan pada KU : baik Tumor mamae Infus RL 20 tpm
payudara kiri, Kesadaran : sinstra suspect Inj. Cefotaxime
nyeri (-) compos mentis jinak 1 X 2gr
TD:130/80 mmHg Inj. Ketorolac
N :88x/mnt 3 X 30mg
RR: 20x/mnt Program :
S : 36.5°C operasi Biopsi + PA
Status lokalis
tak tampak benjolan
pada payudara kiri,
warna seperti kulit
sekitar, palpasi teraba
1 massa dengan
konsistensi kenyal,
permukaan rata,
perabaan hangat,
nyeri tekan (-), batas
tegas dengan ukuran
diameter 1cm, dapat
digerakkan
19-03-2016 Benjolan pada KU : baik Tumor mamae Infus RL 20 tpm
payudara kiri, Kesadaran : sinstra suspect Inj. Cefotaxime
nyeri (-) compos mentis jinak 1 X 2gr
TD:130/80 mmHg Inj. Ketorolac
N :88x/mnt 3 X 30mg
RR: 20x/mnt Program :
S : 36.5°C operasi Biopsi + PA
Status lokalis
tak tampak benjolan
pada payudara kiri,
warna seperti kulit
sekitar, palpasi teraba

8
1 massa dengan
konsistensi kenyal,
permukaan rata,
perabaan hangat,
nyeri tekan (-), batas
tegas dengan ukuran
diameter 1cm, dapat
digerakkan
20-03-2016 Benjolan pada KU : baik Tumor mamae Infus RL 20 tpm
payudara kiri, Kesadaran : sinstra suspect Inj. Cefotaxime
nyeri (-) compos mentis jinak 1 X 2gr
TD:130/80 mmHg Inj. Ketorolac
N :88x/mnt 3 X 30mg
RR: 20x/mnt Program :
S : 36.5°C operasi Biopsi + PA
Status lokalis
tak tampak benjolan
pada payudara kiri,
warna seperti kulit
sekitar, palpasi teraba
1 massa dengan
konsistensi kenyal,
permukaan rata,
perabaan hangat,
nyeri tekan (-), batas
tegas dengan ukuran
diameter 1cm, dapat
digerakkan
21-03-2016 Benjolan pada KU : baik Tumor mamae Infus RL 20 tpm
payudara kiri, Kesadaran : sinstra suspect Inj. Cefotaxime
nyeri (-) compos mentis jinak 1 X 2gr
TD:130/80 mmHg Inj. Ketorolac
N :88x/mnt 3 X 30mg
RR: 20x/mnt Program :
S : 36.5°C operasi Biopsi + PA
Status lokalis

9
tak tampak benjolan
pada payudara kiri,
warna seperti kulit
sekitar, palpasi teraba
1 massa dengan
konsistensi kenyal,
permukaan rata,
perabaan hangat,
nyeri tekan (-), batas
tegas dengan ukuran
diameter 1cm, dapat
digerakkan
22-03-2016 Nyeri pada KU : sakit sedang Post eksisi dan Inf RL 20 Tpm
luka operasi Kesadaran : PA tumor Inj. Cefotaxim
compos mentis mamae sinistra 2x1 gr
TD: 120/70 mmHg Inj. Ketorolak
N :82x/mnt 2x1
RR: 20x/mnt GB
S : 36.8°C
Status lokalis
Tak tampak massa
pada payudara kiri,
payudara tidak
terlihat simetris,
tampak luka bekas
biopsy
23-08-2015 Nyeri luka KU : baik Aff Infus
operasi Kesadaran : GB
berkurang compos mentis Obat Pulang :
TD: 120/70 mmHg Cefixime
N :82x/mnt 2 x 100 mg
RR: 20x/mnt Asam mefenamat
S : 36.8°C 3x500mg
Status lokalis
Tak tampak massa
pada payudara kiri,
payudara tidak

10
terlihat simetris,
tampak luka bekas
biopsy

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Payudara

Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada iga dua
sampai iga enam, dari pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media.
Kelenjar ini dimiliki oleh pria dan wanita. Namun, pada masa pubertas, payudara
wanita lambat laun akan membesar hingga membentuk setengah lingkaran,
sedangkan pada pria tidak. Pembesaran ini terutama terjadi akibat penimbunan
lemak dan dipengaruhi oleh hormon-hormon ovarium.1
Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu jaringan
glandular (kelenjar) dan jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar meliputi
kelenjar susu (lobus) dan salurannya (ductus). Sedangkan jaringan penopang
meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat. Selain itu, payudara juga memiliki
aliran limfe. Aliran limfe payudara sering dikaitkan dengan timbulnya kanker
maupun penyebaran (metastase) kanker payudara.2
Setiap payudara terdiri atas 15-20 lobus yang tersusun radier dan berpusat
pada papilla mamma. Saluran utama tiap lobus memiliki ampulla yang
membesar tepat sebelum ujungnya yang bermuara ke papilla. Tiap papilla
dikelilingi oleh daerah kulit yang berwarna lebih gelap yang disebut areola
mamma. Pada areola mamma, terdapat tonjolan-tonjolan halus yang merupakan
tonjolan dari kelenjar areola di bawahnya.3
Jika dilakukan perabaan pada payudara, akan terasa perbedaan di tempat
yang berlainan. Pada bagian lateral atas (dekat aksila), cenderung terasa
bergumpal-gumpal besar. Pada bagian bawah, akan terasa seperti pasir atau
kerikil. Sedangkan bagian di bawah puting susu, akan terasa seperti kumpulan
biji yang besar. Namun, perabaan ini dapat berbeda pada orang yang berbeda.4

12
Untuk mempermudah menyatakan letak suatu kelainan, payudara dibagi
menjadi lima regio, yaitu :
 Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant)
 Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant)
 Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant)
 Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant)
 Regio puting susu (nipple)5

B. Tumor Payudara

1. Definisi
Tumor payudara adalah benjolan tidak normal akibat pertumbuhan sel yang
terjadi secara terus menerus. Dalam klinik, istilah tumor sering digunakan
untuk semua tonjolan dan diartikan sebagai pembengkakan, yang dapat
disebabkan baik oleh neoplasma maupun oleh radang, atau perdarahan.

13
Neoplasma membentuk tonjolan, tetapi tidak semua tonjolan disebabkan oleh
neoplasma.6,7

2. Etiologi dan Faktor Resiko


Sampai saat ini, penyebab pasti tumor payudara belum diketahui.
Namun, ada beberapa faktor resiko yang telah teridentifikasi, yaitu :
a. Jenis kelamin
Wanita lebih beresiko menderita tumor payudara dibandingkan
dengan pria. Prevalensi tumor payudara pada pria hanya 1% dari
seluruh tumor payudara.
b. Riwayat keluarga
Wanita yang memiliki keluarga tingkat satu penderita tumor
payudara beresiko tiga kali lebih besar untuk menderita tumor
payudara.
c. Faktor genetik
Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada
kromosom 13 dapat meningkatkan resiko tumor payudara sampai 85%.
Selain itu, gen p53, BARD1, BRCA3, dan noey2 juga diduga
meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
d. Faktor usia
Resiko tumor payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia.
e. Faktor hormonal
Hormon estrogen merupakan hormon utama pemicu timbulnya
tumor payudara. Pada wanita dengan kadar estrogen yang tinggi seperti
nuliparitas, menarche awal, usia paparan estrogen lama, tidak laktasi
dan terapi sulih hormon pada menopause akan mempunyai risiko lebih
tinggi terkena kanker payudara. Estrogen dan progesteron
mempengaruhi perkembangan dan perubahan dari kelenjar payudara
yang memiliki berbagai macam reseptor hormon. Paparan estrogen
akan meningkatkan faktor-faktor proliferasi sel dan bila tidak terkendali
secara biologis akan berkembang menjadi kanker mengikuti tahapan-
tahapannya.

14
f. Usia saat kehamilan pertama
Hamil pertama pada usia 30 tahun beresiko dua kali lipat
dibandingkan dengan hamil pada usia kurang dari 20 tahun.
g. Terpapar radiasi
h. Intake alkohol
i. Pemakaian kontrasepsi oral
Pemakaian kontrasepsi oral dapat meningkatkan resiko tumor
payudara. Penggunaan pada usia kurang dari 20 tahun beresiko lebih
tinggi dibandingkan dengan penggunaan pada usia lebih tua.8

15
3. Klasifikasi
Klasifikasi histologik Tumor Payudara Sebagai Berikut :
Tabel 1. Klasifikasi histologik Tumor Payudara (http://www.Atlas of breast. Com)9

16
4. Stadium
Pembagian stadium menurut Portmann yang disesuaikan dengan
aplikasi klinik yaitu:
 Stadium I :
Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya,
tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan yang di bawahnya (otot)
. Besar tumor 1 - 2 cm dan tidak dapat terdeteksi dari luar. Kelenjar
getah bening regional belum teraba. Perawatan yang sangat sistematis
diberikan tujuannya adalah agar sel kanker tidak dapat menyebar dan
tidak berlanjut pada stadium selanjutnya. Pada stadium ini,
kemungkinan penyembuhan pada penderita adalah 70%.
 Stadium II :
Tumor terbebas dalam payudara, besar tumor 2,5 - 5 cm, sudah ada
satu atau beberapa kelenjar getah bening aksila yang masih bebas
dengan diameter kurang dari 2 cm. Untuk mengangkat sel-sel kanker
biasanya dilakukan operasi dan setelah operasi dilakukan penyinaran
untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal. Pada
stadium ini, kemungkinan sembuh penderita adalah 30 - 40 %.
 Stadium III A :
Tumor sudah meluas dalam payudara, besar tumor 5 - 10 cm, tapi
masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah bening aksila masih
bebas satu sama lain. Menurut data dari Depkes, 87% kanker payudara
ditemukan pada stadium ini.
 Stadium III B :
Tumor melekat pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan ada
edema (lebih dari sepertiga permukaan kulit payudara), ulserasi,
kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain atau ke jaringan
sekitarnya dengan diameter 2 - 5 cm. Kanker sudah menyebar ke
seluruh bagian payudara, bahkan mencapai kulit, dinding dada, tulang
rusuk dan otot dada.
 Stadium IV :

17
Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III). Tapi sudah
disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavikula dan
Metastasis jauh. Sel-sel kanker sudah merembet menyerang bagian
tubuh lainnya, biasanya tulang, paru-paru, hati, otak, kulit, kelenjar
limfa yang ada di dalam batang leher. Tindakan yang harus dilakukan
adalah pengangkatan payudara. Tujuan pengobatan pada stadium ini
adalah palliatif bukan lagi kuratif (menyembuhkan). Pembagian
stadium kanker menurut Portmann dapat dilihat pada gambar.

18
5. Diagnosis
Diagnosis tumor payudara dapat ditegakkan dengan berdasarkan
anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dasar dan pemeriksaan penunjang.
Sedangkan diagnosis pasti adalah pemeriksaan histopatologi anatomi.10
 Anamnesa meliputi:
riwayat timbulnya tumor, adanya faktor resiko untuk terjadinya tumor
payudara dan adanya tanda-tanda penyebaran tumor.
 Pemeriksaan fisik dari tumor payudara
o Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
Deteksi dini tumor payudara adalah suatu usaha untuk
menemukan adanya tumor yang belum lama tumbuh, masih kecil,
masih lokal, dan belum menimbulkan kerusakan yang berarti
sehingga masih dapat disembuhkan. Deteksi dini biasanya dilakukan
pada orang-orang yang “kelihatannya sehat”, asimptomatik, atau
pada orang yang beresiko tinggi menderita tumor. Wanita usia 20
tahun ke atas sebaiknya melakukan SADARI sebulan sekali, yaitu
7-10 hari setelah menstruasi. Pada saat itu, pengaruh hormon
ovarium telah hilang sehingga konsistensi payudara tidak lagi keras
seperti menjelang menstruasi. Untuk wanita yang telah menopause,
SADARI sebaiknya dilakukan setiap tanggal 1 setiap bulan agar
lebih mudah diingat.11
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dilakukan dalam
tiga tahap, yaitu :
 Melihat payudara
 Memijat payudara
 Meraba payudara

19
Tahap I Melihat Perubahan di Hadapan Cermin
(1) Berdiri tegak dengan kedua tangan lurus
ke bawah dan perhatikan apakah ada kelainan
lekukan, kerutan dalam, atau pembengkakan
pada kedua payudara atau puting.

(2) Kedua tangan diangkat ke atas kepala


periksa payudara dari berbagai sudut.

(3) Tegangkan otot-otot bagian dada dengan


meletakkan kedua tangan di pinggang.
Perhatikan apakah ada kelainan pada kedua
payudara atau puting.

(4) Pijat puting payudara kanan dan tekan


payudara untuk melihat apakah ada cairan
atau darah yang keluar dari puting payudara.
Lakukan hal yang sama pada payudara kiri.

Tahap II Melihat Perubahan dengan Cara Berbaring


(1) Letakkan bantal di bahu kanan dan
letakkan tangan kanan di atas kepala.
Gunakan tangan kiri untuk memeriksa
payudara kanan untuk memeriksa benjolan
atau penebalan.

20
(2) Raba payudara dengan gerakan melingkar
dari sisi luar payudara ke arah puting Buat
sekurang-kurangnya dua putaran kecil sampai
ke puting payudara.

(3) Raba payudara dengan gerakan lurus dari


sisi luar ke sisi dalam payudara. Gunakan jari
telunjuk,tengah, dan jari manis untuk
merasakan perubahan. Ulangi gerakan 1,2,
dan 3 untuk payudara kiri.

Jika ditemukan benjolan maka yang akan dilakukan:


 Lokasi tumor
 Diskripsi tumor
Klinis jinak dan ganas memberikan gambaran sebagai
berikut:
Jinak 12 ganas
Bentuk Bulat, teratur atau Tidak teratur
lonjong.
Permukaan Rata Tidak rata dan berbenjol-
benjol
Konsistensi Kenyal, lunak Keras, padat
Mobilitas Mudah Sulit digerakkan
Nyeri Tidak Ya
Batas Tegas Tidak tegas

6. Pemeriksaan penunjang
a. Mamografi
Sedapat mungkin dilakukan sebagai alat bantu diagnostik utama,
terutama pada usia di atas 30 tahun. Walaupun mamografi sebelumnya
normal, jika terdapat keluhan baru, maka harus dimamografi ulang.

21
Pada mamografi , lesi yang mencurigakan ganas menunjukkan salah
satu atau beberapa Gambaran sebagai berikut: lesi asimetris, kalsifi kasi
pleomorfik, tepi ireguler atau ber-spikula, terdapat peningkatan
densitas dibandingkan sekitarnya.11,12 Pada salah satu penelitian
terhadap 41.427 penderita, sensitivitasnya mencapai 82,3% dengan
spesifi sitas 91,2%. Walaupun demikian, bila hasilnya negatif, harus
tetap dilakukan pemeriksaan lanjutan.15
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi sangat berguna untuk membedakan lesi solid dan
kistik setelah ditemukan kelainan pada mamografi . Pemeriksaan ini
juga dapat digunakan pada kondisi klinis tertentu, misalnya pada wanita
hamil yang mengeluh ada benjolan di payudara sedangkan hasil
mamografi nya tidak jelas walaupun sudah diulang, dan untuk panduan
saat biopsy jarum atau core biopsy.
Hasil pemeriksaan USG maupun mamografi dapat diklasifi kasikan
menurut panduan The American College of Radiology yang dikenal
sebagai ACR-BIRADS, sebagai berikut:
 Kategori 0: Harus dilakukan mamografi untuk menentukan
diagnosis
 Kategori 1: Negatif atau tidak ditemukan lesi
 Kategori 2: Jinak. Biasanya kista simpleks. Ulang USG 1 tahun lagi
 Kategori 3: Kemungkinan jinak. Sering ditemukan pada FAM.
Ulang USG 3-6 bulan
 Kategori 4: Curiga abnormal. Harus dibiopsi
 Kategori 5: Sangat curiga ganas. Dikelola sesuai panduan kanker
payudara dini
 Kategori 6: Kanker. Hasil biopsi memang benar keganasan
payudara, dikelola sebagai kanker payudara dini.15,16
c. Biopsi
Tidak terhadap semua kasus benjolan payudara dilakukan biopsi.
Beberapa panduan terkini lebih menganjurkan core biopsy sebagai

22
pilihan pertama. Apabila tidak ada fasilitas ini, maka biopsi
insisi/ekstirpasi sebagai gantinya. Biopsi aspirasi dengan jarum halus
tidak dianjurkan, kecuali dilakukan oleh ahli yang berpengalaman.
Indikasinya: kista asimptomatik, massa solid kategori.17,18
7. Penatalaksanaan19,20
Untuk stadium 0 atau Carcinoma in situ, terapi ini bertujuan untuk
mencegah atau sebagai diteksi tahap awal terhadap carcinoma invasi. Untuk
LCIS dilakukan tidakan bilateral masektomi total atau chemoprevention
tamofixen. Untuk DCIS masectomi masi merupakan gold standar dari
tindakan, biasanya dilakukan apabila kanker berukuran > 4cm atau berada
di >1 kuadran. Selain itu untuk DCIS bisa dilakukan lumpectomy dengan
terapi radiasi, atau dilakukan lumpectomy saja, atau pemberian tamoxifen
a. Operatif
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah
kuratif. Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer,
terapi lainnya bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya
adalah radikal mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan
atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

b. Hormonal terapi
30-40 % Ca mammae adalah hormon dependen.Hormonal terapi
adalah terapi utama pada stadium IV disamping khemoterapi.Untuk
wanita premenopause terapi hormonal berupa terapi ablasi yaitu
bilateral oophorectomy.Untuk post menopause terapinya berupa
pemberian obat anti esterogen, dan untuk 1-5 tahun menopause jenis

23
terapi tergantung dari aktivitas efek esterogen.Efek esterogen positif
dilakukan terapi ablasi, efek esterogen negative dilakukan pemberian
obat-obatan anti esterogen.
c. Chemoterapy
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama
diberikan pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi
dapat pula diberikan pada Ca mammae yang sudah dilakukan
mastectomy bersifat terapi adjuvant. Biasanya diberikan kombinasi
CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate, Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan
segera setelah pembedahan dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau
tahun. Pengobatan ini menunda kembalinya kanker dan
memperpanjang angka harapan hidup penderita. Pemberian beberapa
jenis kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan kemoterapi
tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun penyinaran, obat-obat
tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara.
Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka
terbuka di mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang
sifatnya sementara. Pada saat ini muntah relatif jarang terjadi karena
adanya obat ondansetron. Tanpa ondansetron, penderita akan muntah
sebanyak 1-6 kali selama 1-3 hari setelah kemoterapi. Berat dan
lamanya muntah bervariasi, tergantung kepada jenis kemoterapi yang
digunakan dan penderita. Selama beberapa bulan, penderita juga
menjadi lebih peka terhadap infeksi dan perdarahan. Tetapi pada
akhirnya efek samping tersebut akan menghilang.
d. Penghambat hormone
Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan
sebagai terapi lanjutan setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia
berhubungan dengan estrogen dan memiliki beberapa efek yang sama
dengan terapisulih hormon (misalnya mengurangi risiko terjadinya
osteoporosis dan penyakit jantung serta meningkatkan risiko terjadinya

24
kanker rahim). Tetapi tamoxifen tidak mengurangi hot flashes ataupun
merubah kekeringan vagina akibat menopause.
Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:
1) Kanker yang didukung oleh estrogen
Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker
selama lebih dari 2 tahun setelah terdiagnosis
2) Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.
Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita
yang berusia 40 tahun dan masih mengalami menstruasi serta
menghasilkan estrogen dalam jumlah besar atau kepada
penderita yang 5 tahun lalu mengalami menopause. Tamoxifen
memiliki sedikit efek samping sehngga merupakan obat pilihan
pertama. Selain itu, untuk menghentikan pembentukan estrogen
bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung
telur) atau terapi penyinaran untuk menghancurkan ovarium.
Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau
bertahun-tahun setelah pemberian obat penghambat hormon,
maka digunakan obat penghambat hormon yang lain.
Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang banyak
digunakan untuk mengatasi rasa nyeri akibat kanker di dalam tulang.
Hydrocortisone (suatu hormon steroid) biasanya diberikan pada saat
yang bersamaan, karena aminoglutetimid menekan pembentukan
hydrocortisone alami oleh tubuh.
e. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi yang diberikan sebelum tindakan bedah ataupun terapi
radiasi.Dengan adanya terapi ini, maka ahli bedah dapat melakukan
terapi bedah konservatif pada Ca mammae stadium lanjut. Tujuan dari
terapi ini adalah untuk menyusutkan tumor yang besar sehingga dapat
dilakukan bedah konservatif untuk mengangkat tumor Tindakan bedah
konservatif adalah yang dikenal dengan nama Breast Conserving

25
Treatment yaitu tindakan bedah dengan hanya mengangkat tumor yang
diikuti diseksi axilla dan radiasi kuratif.
f. Sentinel lymph nodes biopsy
Sentinel lymph nodes adalah nodi limfe yang pertama kali dicapai
oleh sel kanker yang bermetastasis pada Ca mammae. Sentinel lymph
nodes biopsy adalah prosedur diagnosis terbaru yang digunakan untuk
mengetahui apakah sudah terdapat metastasis Ca mamme ke kelenjar
limfe axilla. sel tumor, maka selanjutnya tidak perlu lagi mengangkat
kelenjar limfe lainnya yang terdapat pada daerah axilla
g. Radiation therapy
Diberikan secara teratur selama beberapa minggu setelah dilakukan
lumpectomy atau partial mastectomy dengan tujuan untuk membunuh
sel tumor yang tersisa yang terdapat di dekat area tumor.Radiasi
dilakukan tergantung dari besar tumor, jumlah KGB axilla yang
terkena.Kadang terapi radiasi diberikan sebelum tindakan bedah untuk
menyusutkan ukuran tumor yang besar sehingga mudah untuk diangkat.
Terapi radiasi sangat efektif mengurangi terjadinya rekurensi Ca
mammae pada kedua mammae dan dinding thorax. Tipe terapi radiasi
yang paling banyak digunakan untuk Ca mammae adalah terapi radiasi
yang diberikan dari sumber yang berada diluar tubuh yang dikenal
dengan namaexternal-beam radiation therapy. Terapi radiasi juga dapat
diberikan dengan cara menanamkan pil ke dalam area tumor (internal
radiation therapy).

8. Sistem stadium dan prognosis21


Stadium kanker mammae ditentukan oleh hasil reseksi bedah dan
pencitraan.Sistem yang paling banyak digunakan untuk menentukan
stadium kanker berdasarkan American Joint Community on Cancer
(AJCC). Sistem ini didasarkan pada deskripsi dari tumor primer (T), status
kelenjar getah bening regional (N), dan adanya metastasis jauh (M).
Pengelompokan terbaru telah memasukkan penggunaan sentinel node

26
biopsi dan termasuk klasifikasi ukuran deposi tmetastasis pada kelenjar
sentinel, serta jumlahdanlokasinodemetastasisregional disertai angka
harapan hidup 5 tahun.
American Joint Committee on Cancer, Stadium Kanker Mammae,
2002
Tumor Primer (T)

Tx Tumor pimer tidak dinilai

Tis Carcinoma in situ (LCISatau DCIS) atau paget’s disease pada puting tanpa tumor

T1 Tumor ≤2 cm

T1a Tumor ≥0.1 cm, ≤0.5 cm

T1b Tumor >0.5 cm, ≤1 cm

T1c Tumor >1 cm, ≤2 cm

T2 Tumor >2 cm, ≤5 cm

T3 Tumor >5 cm

T4 Tumor dalam berbagai ukuran dengan perluasan sampai ke dinding dada atau kulit

T4a Tumor meluas sampai dinding dada (termasuk m. pectoralis)

T4b Tumor meluas ke kulit dengan ulserasi, edema dan nodul satelit

T4c Gabungan T4a dan T4b

T4d Karsinoma inflammatory

Pembuluh Limfe/Node (N)

N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe regional, tidak diteliti lebih jauh

N0 (i-) Tidak ada keterlibatan kel.limfe regional, IHC (-)

N0 (i+) Keterlibatan kel.limfe mencakup<0.2 mm

N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe, PCR (-)


(mol-)

N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe, PCR (+)


(mol+)

N1 Metastasis kekel.limfe axilla 1-3 dan atau int. mammary (+) dari biopsy

N1(mic) Micrometastasis (>0.2 mm, none >2.0 mm)

27
N1a Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3

N1b Metastasis ke kel.limfe int. mammary dengan biopsy sentinel

N1c Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3 dan kel. limfe int. Mammary dengan biopsy

N2 Metastasis ke kel.limfeaxilla 4-9 atau int. mammary disertai klinik (+) tanpa
metastasis ke axilla

N2a Metastasis ke kel.limfe axilla 4-9 paling tidak 1 >2.0 mm

N2b Int. mammary klinik nampak, kel.limfe axilla (-)

N3 Metastasis ke ≥10 kel.limfe axilla atau kombinasi metastasis kel.limfe axilla dan int.
mammary metastasis

N3a ≥10 kel.limfe axilla (>2.0 mm), atau kel.limfe infraclavicular

N3b Klinik int. mammary (+) ≥1 kel.limfe (+) atau>3 kel.limfe axilla (+) dengan int.
mammary (+) dari biopsy

N3c Metastasis ke ipsilateral supraclavicular nodes (IAN)

M (Metastasis)

M0 Tidak terdapat metastasi jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

American Joint Committee on Cancer Kelompok Stadium dan


Angka Harapn Hidup
STAGE TNM Angka harapan hidup 5 tahun (%)

0 Tis, N0, M0 100

I T1, N0, M0 100

T0, N1, M0

IIA T1, N1, M0 92

T2, N0, M0

T2, N1, M0
IIB 81
T3, N0, M0

T0, N2, M0
IIIA 67
T1, N2, M0

28
STAGE TNM Angka harapan hidup 5 tahun (%)

T2, N2, M0

T3, N1, M0

T3, N2, M0

T4, N0, M0

IIIB T4, N1, M0 54

T4, N2, M0

IIIC Semua T, N3, M0 [†]

IV Semua T, Semua N, M1 20

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Mc.Ninn. 1994.Last Anatomy: Regional and Applied 9th Edition. Longman


Group: UK

2. Haryono, S.J., Sukasah, C., Swantari, N., 2011. Payudara . Dalam:


Sjamsuhidayat, R & de jong, wim., Buku Ajar Ilmu Bedah. 3th Edition.
Jakarta: EGC, 140-145.

3. Seymor, Schwatz., 2000. Payudara. Dalam: Shires, Tom., ed. Intisari Prinsip-
Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.227-235.

4. Mangunkusumo, R. R., 2006. Alat Kelamin Wanita dan Payudara. Dalam;


Hirmawan, Sutisna.(ed). Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta : FK UI. 77-90.

5. Hoskins, W. J., Robert. C. Y. et al., 2005. Breast Cancer. In: Principles and
Practice of Gynecologic Oncology. 4th Edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 1077-1155.

6. Kumar, Rajendra , 2010., A Clinicopathologic Study of Breast Lump in


Bhirahwa, Asian Pacific Journal of cancer Prevention. 11. 855-857.

7. Sukardja, I Dewa Gede., 2000. Deteksi Dini Kanker. Dalam : Onkologi Klinik.
Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press, 175-177.

8. Rosjidi, Imam, 2010. Epidemiologi kanker pada wanita. Dalam: Sinsin, Lis.,
kanker payudara. Jakarta: Sagung Seto. 123-134.

9. World Health Organization (WHO)., 2003. Classification of tumors of the


breast. Available from: http://www.Atlas of breast. com.

10. Siregar, Budi H., 2003. Perbedaan Komplikasi Tindakan Biopsi Aspirasi Jarum
Halus (BAJH) Dan Biopsi Aspirasi Jarum Besar (BAJB) di Rumah Sakit Dr.
Kariadi Semarang. Universitas Diponegoro, Semarang.

30
11. Djamaloeddin., 2005. Kelainan pada Mamma (Payudara). Dalam:
Wiknjosastro, H. A., Saifuddin, dan Trijatmo, R.(eds). Ilmu Kandungan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 486-493.

12. Soeprianto, Agoes T., 2003. Perbandingan Akurasi Pemeriksaan Biopsi


Aspirasi Jarum Halus (BAJH) Dan Biopsi Aspirasi Jarum Besar (BAJB) di
Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. Universitas Diponegoro, Semarang.

13. Sickles EA. The spectrum of breast asymmetries: imaging features, work-up,
management. Radiol Clin N Am. 2007;45:765–71.

14. Barlow WE, Lehman CD, Zheng Y, et al. Performance of diagnostic


mammography for women with signs or symptoms of breast cancer. J Natl
Cancer Inst. 2002;94:1151.

15. Alnaimy NM, Khoumais N. Role of ultrasonography in breast cancer imaging.


PET Clin. 2009;4:227-40.

16. American College of Radiology. American College of Radiology Breast


Imaging Reporting and Data System BI-RADS. 4th ed. Reston, VA. American
College of Radiology 2003.

17. Bruening W, Fontanarosa J, Tipton K et al. Systematic review: comparative eff


ectiveness of core-needle and open surgical biopsy to diagnose breast lesions.
Ann Intern Med.

18. Esserman L, et al. Curr. Oncology Reports 2000;2:572-83.

19. Norton, Jeffry A, et al. 2000. Surgery: Basic Science and Clinical Evidence
Part 2. New York: Springer-Verlag.

20. Brunicardi, F. Charles, et al. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery 9th


Edition. Mc Graw Hill: United State of America.

21. Caslclato, Dennis A. 2000. Manual of Clinical Oncology 4th Edition.


Lippincott Williams & Wilkin: Philadelphia

31
BAB I ...................................................................................................................... 1
A. IDENTITAS PENDERITA ............................................................................................ 1
B. ANAMNESIS ............................................................................................................. 1
C. PEMERIKSAAN FISIK ................................................................................................ 2
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................................................... 4
E. RESUME................................................................................................................... 5
F. INITIAL PLAN ........................................................................................................... 6
G. PROGNOSIS ............................................................................................................. 6
H. FOLLOW UP ............................................................................................................. 7
BAB II ................................................................................................................... 12
A. Anatomi Payudara................................................................................................. 12
B. Tumor Payudara .................................................................................................... 13
1. Definisi .............................................................................................................. 13
2. Etiologi dan Faktor Resiko ................................................................................. 14
3. Klasifikasi ........................................................................................................... 16
4. Stadium ............................................................................................................. 17
5. Diagnosis ........................................................................................................... 19
6. Pemeriksaan penunjang.................................................................................... 21
7. Penatalaksanaan19,20 ...................................................................................... 23
8. Sistem stadium dan prognosis21 ...................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30

32

Anda mungkin juga menyukai