Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb


sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia dapat
diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan berdasarkan etiologinya.
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukan ukuran
eritrosit sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan Hb).
Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti
mengandung jumlah Hb kurang (MCV dan MCHC kurang), seperti pada anemia
defisensi besi, keadaan sideroblastik, kehilangan darah kronik, dan pada
talesemia.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat
besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi
merupakan penyebab terbanyak dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 %
dari populasi dunia mengalami anemia akibat defisiensi besi. Zat besi selain
dibutuhkan untuk pembentukan Hb yang berperan dalam penyimpanan dan
pengangkutan oksigen, juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
metabolisme oksidatif, sintesa DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme
yang bekerjanya membutuhkan ion besi.
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus mengenai anemia defisiensi besi pada
pasien anak yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum
Daerah Undata Palu.

1
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
1. Identitas pasien
Nama : An. RR
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 6 Tahun 4 Bulan
Alamat : Toaya
Tanggal Masuk RS : 21 September 2016

ANAMNESIS
Keluhan utama : Panas
Pasien masuk RS dengan keluhan panas mendadak tinggi sejak 7 hari yang
lalu sebelum masuk RS, panas naik turun tidak menentu, sempat turun dengan
pemberian obat penurun panas, tetapi naik lagi. Tampak pucat, lemas, dan lesu.
Panas tidak disertai batuk dan flu, menggigil, tidak ada kejang. Pasien
mengeluhkan belum BAB sejak 2 hari yang lalu, BAK biasa. BAB hitam dan
sakit perut disangkal.

Riwayat penyakit sebelumnya :


Pasien belum pernah mengalami penyakit yang serupa sebelumnya, pasien
tidak memiliki riwayat DBD, kejang, malaria, maupun anemia sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga :


Di dalam rumah tidak ada yang mengalami hal serupa.

Riwayat kehamilan dan persalinan :


Perawatan antenatal care rutin. Tidak ada riwayat penyakit selama
kehamilan. Persalinan normal, cukup bulan, lahir di klinik dengan bantuan bidan
secara spontan dan langsung menangis. Berat badan lahir 2800 gram dan panjang
badan lahir yaitu 48 cm.

2
Anamnesis Makanan :
- Asi : saat lahir sampai usia 5 bulan.
- Susu formula saat usia 5 bulan sampai 2 tahun.
- Bubur saring saat usia 6 bulan sampai 1 tahun.
- Nasi mulai usia 1 tahun sampai sekarang.

Riwayat Imunisasi :
Penderita mendapatkan imunisasi dasar yang lengkap.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Berat badan : 20 kg
Tinggi badan : 115 cm
Status gizi : gizi baik (CDC 97 %)
Tanda vital : Denyut nadi : 100 x/menit (isi cukup, kuat angkat)
Suhu : 39,3 0C
Pernapasan : 39 x/menit
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Kulit : ruam (-), Rumple Leed test (-), turgor < 2 detik.
Kepala : Normocephal, rambut sukar untuk dicabut.
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), gerakan bola
mata normal, refleks cahaya (+/+).
Hidung : sekret (-/-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : sekret (-/-)
Mulut : bibir tidak tampak sianosis, bibir kering (-),lidah kotor (-)
tidak hiperemis, tonsil T1/T1 tidak hiperemis.
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
kelenjar tiroid (-).

3
Paru :
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris bilateral, retraksi (-).
- Palpasi : vocal fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : sonor pada semua lapang paru.
- Auskultasi : bronkovesikuler +/+, tidak ada bunyi tambahan
Jantung :
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba pada Spasium intercostalis V linea
midclavicula sinistra.
- Perkusi : batas jantung atas pada spasium interkosta II linea
parasternal sinistra; batas jantung kanan pada spasium interkosta III
linea midclavicula dekstra; batas jantung kiri pada spasium interkosta V
linea midclavikula sinistra.
- Auskultasi : bunyi jantung I & II murni reguler, tidak ada suara
tambahan.
Abdomen :
- Inspeksi : kesan datar
- Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal
- Perkusi : timpani
- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), organomegali (-).
Genitalia : normal
Anggota gerak : akral hangat, tidak ada edem
Tulang belakang : tidak ada kelainan
Otot-otot : tonus otot baik, eutrofi.

4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGY HASIL RUJUKAN SATUAN INTERPRE
TASI
6
RBC 3,87 x 10 (4,5-6,5) /uL L
HGB 7,9 x 103 (13-18) /uL L
WBC 6,80 x 103 (3,8-10,6) /uL N
PLT 237 x 103 (150-440) /uL N
HCT 24,4 (40-52) g/dl L
MCV 62,9 (80-100) fl L
MCH 20,3 (26-34) pg L
MCHC 32,2 (32-36) g/dl N

RESUME :
Anak Laki-laki umur 6 tahun, berat badan 20 kg, status gizi baik, datang
dengan keluhan panas sejak 7 hari yang lalu. Panas naik turun tidak menentu.
Anak tampak pucat, lemas, dan lesu. Tidak ada batuk dan flu. Buang air kecil dan
buang air besar lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ; denyut nadi 100 x/menit, suhu 39,3 0C,
pernapasan 39x/menit, Tekanan darah 90/60mmHg. Tampak konjungtiva anemis
dan bibir pucat. Hasil pemeriksaan darah rutin menunjukan hasil penurunan pada
eritrosit, hemoglobin, hematokrit, dan index eritrosit.
DIAGNOSIS KERJA : Anemia + febris
TERAPI :
- Ivfd RL 16 Tetes per menit
- Parasetamol syr 4 x 2 cth

FOLLOW UP
Tanggal 22 September 2016 (perawatan hari ke-1)
S : panas (+) naik turun, pucat (+), lemas, belum BAB sejak 3 hari.
O : nadi : 90 x/menit, pernapasan 28 x / menit, TD : 100/70mmHg, Suhu :
37,8oC

5
Pemeriksaan darah tepi Hasil pemeriksaan darah tepi
eritrosit menunjukkan gambaran sel
darah umumnya mikrositik &
hipokrom, benda inklusi dan eritrosit
muda tidak ditemukan, tampak
beberapa sel target dan sel
stomatosit.
Pemeriksaan darah WBC : 7,28
RBC : 4,13
HGB : 8,0
HCT : 23,9
PLT : 247
MCV : 57,9
MCH : 19,4
MCHC : 33,5
Anti salmonella Negatif
DDR Negatif

A : Anemia Def. Besi


P :
- Ivfd RL 16 Tetes per menit
- Parasetamol syr 4 x 2 cth

Tanggal 23 September 2016 ( perawatan hari ke-2)


S : panas (+) naik turun, pucat (+), lemas.
O : nadi 88 x / menit, pernapasan 28 x / menit, Tekanan Darah 100/70, suhu
37,9 0C
A : Anemia Def. besi
P :
- Ivfd RL 16 Tetes per menit
- Inj. Ceftriaxone 500 mg/12 jam/iv
- Inj. Dexametason 3 mg/8 jam/iv

6
- Parasetamol syr 4 x 2 cth

Tanggal 24 September 2016 (perawatan hari ke-3)


S : panas (+), pucat(+)
O : nadi 87 x / menit, pernapasan 29 x / menit, Tekanan Darah 100/70, suhu
37,7 0C
A : Anemia def. besi
P :
- Ivfd RL 16 Tetes per menit
- Inj. Ceftriaxone 500 mg/12 jam/iv
- Inj. Dexametason 3 mg/8 jam/iv
- Parasetamol syr 4 x 2 cth
- Hemafort 1 x 1

Tanggal 25 Sepember 2016 (perawatan hari ke-4)


S : panas (-), pucat(+).
O : nadi 90 x / menit, pernapasan 28 x / menit, Tekanan Darah 90/60, suhu
37,1 0C
Pemeriksaan darah WBC : 10,24
RBC : 3,81
HGB : 7,3
HCT : 22,5
PLT : 289
MCV : 59,1
MCH : 19,2
MCHC : 32,4

A : Anemia Def. Besi


P :
- Ivfd RL 16 Tetes per menit
- Inj. Ceftriaxone 500 mg/12 jam/iv

7
- Inj. Dexametason 3 mg/8 jam/iv
- Parasetamol syr 4 x 2 cth (jika demam)
- Hemafort 1 x 1
- Transfusi PRC 250 cc

Tanggal 26 September 2016 ( perawatan hari ke-5)


S : panas (-), pucat (+).
O : nadi 88 x / menit, pernapasan 26 x / menit, Tekanan Darah 100/70mmHg,
suhu 36,8 0C
A : Anemia Def. besi
P :
- Ivfd RL 16 Tetes per menit
- Inj. Ceftriaxone 500 mg/12 jam/iv
- Parasetamol syr 4 x 2 cth (jika demam)
- Hemafort 1 x 1
- Vit. B complex 2 x 1
- Vit. C 2 x 1

Tanggal 27 September 2016 ( perawatan hari ke-6)


S : panas (-), pucat (-).
O : nadi 90 x / menit, pernapasan 28 x / menit, Tekanan Darah 100/70 mmHg,
suhu 37,0 0C
A : Anemia Def. Besi
P :
- Ivfd RL 16 Tetes per menit
- Inj. Ceftriaxone 500 mg/12 jam/iv
- Parasetamol syr 4 x 2 cth (jika demam)
- Hemafort 1 x 1
- Vit. B complex 2 x 1
- Vit. C 2 x 1

8
Tanggal 28 September 2016 ( perawatan hari ke-7)
S : panas (-), pucat (-).
O : nadi 96 x / menit, pernapasan 28 x / menit, Tekanan Darah 100/70mmHg,
suhu 36,9 0C

Pemeriksaan darah WBC : 15,77


RBC : 5,26
HGB : 11,4
HCT : 35,0
PLT : 471
MCV : 66,5
MCH : 21,7
MCHC : 32,6
Fe 49
TIBC 250
Retikulosit 5,30%
A : Anemia Def. besi
P :
- Ivfd RL 16 Tetes per menit
- Inj. Ceftriaxone 500 mg/12 jam/iv
- Parasetamol syr 4 x 2 cth (jika demam)
- Hemafort 1 x 1
- Vit. B complex 2 x 1
- Vit. C 2 x 1
Tanggal 29 September 2016 ( perawatan hari ke-8)
S : panas (-), pucat(-).
O : nadi 98 x / menit, pernapasan 28 x / menit, Tekanan Darah 100/70mmHg,
suhu 36,8 0C
A : Anemia Def. besi

P :
- Aff Infus

9
- Hemafort 1 x 1
Pasien diperbolehkan pulang.
Anjuran :
Diet makanan tinggi serat besi.
Hemafort 1 x 1.

DISKUSI

10
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini anak didiagnosis
menderita anemia defisiensi besi. Diagnosis diperoleh dari gejala klinis yang
ditemukan pada pasien, yaitu pucat dengan penurunan kadar hemoglobin,
penurunana kadar serum besi, dan gambaran sel darah merah yang mikrositik
hipokromik. Klasifikasi anemia berdasarkan gambaran morfologis sel darah
merah pada kasus ini adalah anemia mikrositik hipokromik.
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein
pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga
pengiriman O2 ke jaringan menurun.
Secara fisiologis, harga normal hemoglobin bervariasi tergantung umur, jenis
kelamin, kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu, perlu ditentukan
batasan kadar hemoglobin pada anemia.

Tabel 1. Batasan kadar hemoglobin berdasarkan usia


Etiologi
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi
substansi tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam
folat), asam amino, serta gangguan pada sumsum tulang.

Perdarahan

11
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel
darah merah dalam sirkulasi.
Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.

Klasifikasi
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga
jenis anemia:
1. Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,
hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum
tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan
konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73
101 fl, MCH 23 31 pg , MCHC 26 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.
2. Anemia makrositik hiperkrom.
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks
eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %).
Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam
folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan
myelodisplasia).
3. Anemia mikrositik hipokrom.
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks
eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.

12
Anemia Defisiensi Besi (ADB)
a. Definisi
ADB adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan cadangan zat
besi. Zat besi yang tidak adekuat menyebabkan berkurangnya sintesis
hemoglobin sehingga menghambat proses pematangan eritrosit. Zat besi
yang tidak adekuat disebabkan oleh rendahnya asupan besi total dalam
makanan atau bioavailabilitas besi yang dikonsumsi menurun (makanan
banyak serat, rendah daging, dan rendah vitamin C), kebutuhan akan zat
besi yang meningkat (pada bayi prematur, anak dalam pertumbuhan, ibu
hamil dan menyusui), perdarahan kronis, diare kronik, Malabsorbsi, serta
infeksi cacing tambang. Dilihat dari beratnya defisiensi besi dalam tubuh,
dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
o Tahap Pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency,
ditandai dengan berkurangnya cadangan besi.
o Tahap kedua
Tahap ini disebut dengan iron limited erythropoiesis dimana
penyediaan besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis.
o Tahap ketiga
Keadaan ini disebut juga Iron Deficiency Anemia (IDA) terjadi bila
besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb.

13
b. Manifestasi Klinis
Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic
syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar
hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu,
cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada
konjungtiva dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya
sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-
gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.
Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai
pada anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006):
Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,
bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.
Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

c. Pemeriksaan
Menurut Guillermo dan Arguelles pemeriksaan yang dapat dilakukan
antara lain:
Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu
ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah
anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli.

14
Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan
flowcytometri atau menggunakan rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun
apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat
anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator
kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia
penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi
hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100
fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah
merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel
darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27
pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai
normal 30-35% dan hipokrom < 30%.

Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer


Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual.
Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan
memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.

Serum Besi (Serum Iron = SI)


Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta
menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin
jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan

15
spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan
setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi
kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi
serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran
mutlak status besi yang spesifik.

Transferrin Saturation
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan
mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai
besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10%
merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan
terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun
pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada
studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya.
Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering
dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin
dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan
kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang
bisa diikat secara khusus oleh plasma.

d. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui
faktor penyebab dan mengatasinya serta memberi terapi penggantian
dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau
parenteral.
1. Terapi Oral
Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah
ferous glukonat, fumarat, dan suksinat dengan dosis harian 4-6
mg/kg/hari besi elemental diberikan dalam 2-3 dosis. Penyerapan
akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi ini akan menimbulkan
efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi

16
adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan rasa
terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi bisa saat
makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi
absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus terus diberikan
selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.
2. Terapi parental
Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya
mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik
dibanding peroral. Indikasi parenteral: Tidak dapat mentoleransi Fe
oral Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat
dikompensasi dengan Fe oral. Gangguan traktus gastrointestinal
yang dapat memburuk dengan pemberian Fe oral (colitis
ulserativa). Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus
gastrointestinal. Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe
pada hemodialisa Preparat yang sering diberikan adalah dekstran
besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung
berdasarkan : Dosis besi (mg)=BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan
(g/dl) x 2,5
3. Terapi Transfusi
Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan
dalam penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula
perdarahan, anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi
yang dapat mempengaruhi respon terapi.

e. Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi
saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan
yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinisnya akan membaik
dengan pemberian preparat besi.

17
BAB III
KESIMPULAN

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat
besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi
merupakan penyebab terbanyak dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 %
dari populasi dunia mengalami anemia akibat defisiensi besi.
Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti
mengandung jumlah Hb kurang (MCV dan MCHC kurang), seperti pada anemia
defisensi besi dengan gambaran morfologis sel darah merah yang kecil dan
berongga seperti pada kasus ini.
Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor
penyebab dan mengatasinya serta memberi terapi. Prognosa baik bila penyebab
anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian
dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinisnya
akan membaik dengan pemberian preparat besi.
Prognosis pada kasus ini adalah baik, dimana keluhan utama anak yaitu
anemia telah teratasi dengan pemberian transfusi darah dan peningkatan kadar
serum besi dengan pemberiam suplemen besi. Untuk selanjutnya anak dianjurkan
mengkonsumsi diet makanan yang mengandung zat besi tinggi untuk tetap
mempertahankan kebutuhan zat besi anak tercukupi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Hempel EV, Bollard ER. The Evidence-Based Evaluation of Iron


Deficiency Anemia. Med Clin North Am. 2016 Sep. 100 (5):1065-75.
[Medline].
2. Coates A, Mountjoy M, Burr J. Incidence of Iron Deficiency and Iron
Deficient Anemia in Elite Runners and Triathletes. Clin J Sport Med. 2016
Sep 5. [Medline].
3. Besa EC. Hematologic effects of androgens revisited: an alternative
therapy in various hematologic conditions. Semin Hematol. 2004 Apr. 31
(2):134-45. [Medline].
4. Brooks M. Iron Deficiency Linked to Psychiatric Disorders in Kids.
Medscape Medical News. Available at
http://www.medscape.com/viewarticle/806778. Accessed: November 18,
2016.
5. Chen MH, Su TP, Chen YS, Hsu JW, Huang KL, Chang WH, et al.
Association between psychiatric disorders and iron deficiency anemia
among children and adolescents: a nationwide population-based study.
BMC Psychiatry. 2013 Jun 4. 13:161. [Medline].
6. Mateos Gonzalez ME, de la Cruz Bertolo J, Lopez Laso E, Valdes Sanchez
MD, Nogales Espert A. [Review Of Haematology And Biochemistry
Parameters To Identify Iron Deficiency] [Spanish]. An Pediatr (Barc).
2009 Aug. 71(2):95-102. [Medline].
7. Goddard AF, James MW, McIntyre AS, Scott BB. Guidelines for the
management of iron deficiency anaemia. Gut. 2011 Oct. 60(10):1309-16.
[Medline].
8. [Guideline] Qaseem A, Humphrey LL, Fitterman N, et al. Treatment of
anemia in patients with heart disease: a clinical practice guideline from
the American College of Physicians. Ann Intern Med. 2013 Dec 3.
159(11):770-9. [Medline].

19
9. DeLoughery TG. Microcytic Anemia. N Engl J Med. 2014 Oct 2.
371(14):1324-31. [Medline].
10. Schrier SL.. So You Know How To Treat Iron Deficiency Anemia. Blood.
2015 Oct 22. 126 (17):1971. [Medline].
11. Brittenham GM. Disorders of Iron Metabolism: Iron Deficiency and Iron
Overload. Hoffman R. Hematology: Basic Principles and Practice. Sixth
Edition. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2013. 437-449.

20

Anda mungkin juga menyukai