Anda di halaman 1dari 6

XANTHELASMA

PENDAHULUAN

Lipoprotein merupakan partikel yang membawa lipid pada sirkulasi, termasuk kolesterol,
trigliserida dan fosfolipid. Peningkatan level serum lipid disebut hiperlipidemia atau
hiperlipoproteinemia. Beberapa kelainan dari metabolisme lipoprotein dapat mengakibatkan
atherosklerosis, prekursor dari penyakit jantung koroner (PJK). Infiltrasi dan deposit lipoprotein
pada jaringan, tidak terbatas pada pembuluh darah, lipoprotein dapat masuk ke kulit, jaringan
subkutan dan tendon, akumulasi tersebut dapat mengakibatkan xanthomata. Kelainan dari
metabolisme ipoprotein dpat mengakibatkan xanthomata yang berbeda, oleh karena itu pola dari
xanthomata dapat memberi petunjuk mengenai tipe hiperlipoproteinemia yang terjadi.3

Xanthomata, yang dapat diakibatkan dari berbagai defek metabolik maupun fisiologi,
mempunyai empat bentuk utama, yaitu tendinous, planar, tuberous, dan eruptive. Tendinous
xanthomata nodul subkutan yang ditemukan pada fascia, ligamen, tendon ekstensor dari tangan,
kaki, siku, dan tendon achilles. Planar xanthomata dapat berbentuk makula kekuningan, papul,
maupun plaques.3

Xanthelasma palpebrarum merupakan bentuk tersering dari xanthoma, terminologi


"xanthelasma" bersifat deskriptif, diambil dari bahasa yunani xanthos (kekuningan) dan elasma
(piringan/datar).2 Tuberous xanthomata berupa nodul kekuningan sampai kemerahan seringkali
berlokasi pada permukaan ekstensor dari siku dan lutut. Eruptive xanthomata berupa papul
kuning kemerahan multipel yang tiba-tiba muncul pada permukaan ekstensor dari ekstrimitas
dan buttocks.3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Xanthelasma merupakan inflamasi xanthomatous dari kelopak mata.1

2.2 Epidemiologi

Xanthelasma merupakan bentuk tersering dari xanthoma.2 Insiden xanthelasma sangat jarang
dan lesi ini tidak mempunyai potensial premalignant.4 Xanthelasma cenderung untuk
bermanifestasi pada usia 15-73 tahun, dengan puncaknya pada dekade keempat dan kelima. pada
penelitian didapatkan xanthelasma predominan pada wanita dengan perbandingan 32% dan
17,4%.1,2,4,7 kondisi ini dapat terlihat pada individu berkulit cerah maupun gelap.2 Riwayat
keluarga dengan xanthelasma sebesar 27.5%.7

2.3 Etiologi

Xanthelasma telah dihubungkan dengan keadaan hiperlipoproteinemia. Semua tipe


hiperlipoproteinemia termasuk bentuk sekunder telah dihubungkan dengan xanthelasma, tetapi
tipe II dan III, berkisar 30%-40% pada pasien dengan xanthelasma.1

2.4 Manifestasi Klinik

2.4.1 Histopatologi

Evaluasi histologis dari lesi memperlihatkan adanya akumulasi lipid-laden macrophages, yang
dinamakan histiocytes, diantara dermis.2 Potongan jaringan menunjukkan
terkumpulnya histiocytesdengan microvesicular foamy cytoplasm (tanda panah) tersebar
disekitar pembuluh darah dan struktur adnexa diantara dermis tanpa adanya limfosit atau sel
inflamasi lainnya dalam jumlah yang signifikan. pada pembesaran terlihat sel dengan nukleus
berbentuk kacang mangandung foamy cytoplasm yang terlihat berbeda.1

Gambar 1. Histopatologi jaringan xanthoma

2.4.2 Tanda dan Gejala

Xanthelasma secara klinis terlihat sebagai plaque kekuningan berbentuk oval yang berlokasi
pada regio periorbital. seringkali pada canthus medial kelopak mata bagian atas, meskipun dapat
juga terlihat pada kelopak mata bagian bawah, dan juga biasanya bersifat bilateral. Inspeksi dan
palpasi memperlihatkan tekstur yang lunak, semisolid atau kalsifikasi.1,2

Pasien xanthelasma biasanya datang karena pertimbangan kosmetik, atau dideteksi pada
pemeriksaan rutin mata. Lesi ini tidak menyebabkan peradangan maupun nyeri, meskipun lesi ini
cenderung untuk membesar namun tidak terdapat kecenderungan malignansi. Pada kasus yang
sangat jarang, xanthelasma yang berukuran besar dapat mengganggu fungsi kelopak mata,
menyebabkan ptosis atau lagophthalmos.2

Gambar 2. Xanthelasma

2.4.3 Patofisiologi

Hepar mensekresi lipoproteins, partikel yang terbuat dari


kombinasi cholesterol dan triglycerides. Partikel ini bersifat larut air untuk memfasilitasi
transport pada jaringan perifer oleh polar phospholipids dan 12 protein spesifik yang berbeda
yang dinamakan apolipoproteins. Apolipoproteins juga berfungsi sebagai kofaktor untuk enzim
plasma dan berinteraksi dengan reseptor permukaan sel. Lipoprotein dibagi menjadi lima
komponen, yaitu chylomicrons, very low-density lipoproteins (VLDL), intermediate-density
lipoproteins (IDL), low-density lipoproteins (LDL), dan high-density lipoproteins
(HDL).5 Dyslipoproteinemia dikategorikan sebagai primer atau sekunder. Kondisi primer
ditentukan secara genetik dan dikelompokkan oleh Fredrickson menjadi lima atau enam
komponen berdasarkan peningkatan lipoprotein spesifik. Hyperlipoproteinemia sekunder muncul
sebagai akibat dari penyakit lain yang dapat memunculkan gejala, perubahan lipoprotein, dan
xanthomas yang dapat menyerupai sindrom primer.5

Meskipun telah diteliti mengenai hubungan antara xanthelasma dan hyperlipidemia, hanya
sekitar setengah pasien yang memperlihatkan adanya peningkatan lipid serum.2 Pada penelitian
oleh Gangopadhyay7 didapatkan hanya 52.5% persen pasien xanthelasma yang mempunyai
profil lipid abnormal. Bagaimanapun juga, pasien yang berusia muda yang memiliki xanthelasma
mempunyai kecenderungan hyperlipidemia dan hypercholesterolemia dibandingkan individu
lainnya.2

Gambar 3. Tuberous xantoma pada siku dan plane xanthoma pada plantar crease.

2.4.4 Klasifikasi

2.5 Penatalaksanaan

Xanthelasma merupakan lesi yang bersifat jinak dan pengangkatan lesi biasanya bertujuan untuk
kosmetik, dan sangat jarang untuk diagnostik.1,2 Terdapat beberapa modalitas terapi, yaitu: 2

(1) Agen chemocautery, seperti trichloracetic acid; cenderung menghasilkan hasil yang baik
dengan resiko scarring yang rendah.1,2 Penggunaan chlorinated acetic acids telah ditemukan
efektif untuk pengangkatan xanthelasma. Agen ini mempresipitasi dan mengkoagulasi protein
dan melarutkan lemak. Monochloroacetic acid, dichloroacetic acid, dan trichloroacetic acid telah
digunakan dengan hasil yang baik. Haygood menggunakan kurang dari 0.01 mL
100% dichloroacetic acid dengan hasil yang baik dan parut minimal.4

(2) Electrodessication;2 dapat menghancurkan xanthelasma superfisial, namun memerlukan


terapi berulang.4

(3) Cryotherapy; 2 dapat menyebabkan terjadinya jaringan parut dan hipopigmentasi.4

(4) Ablasi laser CO2 atau argon; Penggunaan tehnik ini memiliki keuntungan dalam hal
hemostasis, visualisasi yang lebih baik, tidak memerlukan jahitan, dan minimal waktu
operasi.4komplikasi tersering yaitu scar formation dan perubahan pigmentasi.1,2,4 Pada
penelitian oleh Dewan6 et al dengan menggunakan cryosurgery NO, dari 68 kasus yang diamati
selama 6 bulan didapatkan kejadian hipopigmentasi sebesar 8,8%.

(5) pembedahan eksisi. cenderung menghasilkan hasil yang baik dengan resiko scarring yang
rendah.1,2 untuk lesi linear yang kecil, direkomendasikan penggunaan eksisi, dimana jaringan
parut akan menyatu dengan jarngan kelopak mata disekitarnya. Lesi kecil yang bulging dapat
di "uncapped" dan diangkat, kemudian dapat digantikan flap dan dijahit. Direkomendasikan juga
menggunakan pembedahan mikroskopik dengan menggunakan skalpel ukuran 11 dan dijahit
dengan nilon 7-0.4 Pada eksisi full-thickness, kelopak mata bagian bawah memiliki
kecenderungan untuk tidak membentuk jaringan parut karena jaringannya lebih tebal. Simple
eksisi untuk lesi yang besar memiliki resiko retraksi kelopak mata, ektropion, atau memerlukan
prosedur rekonstruktif yang lebih rumit. Pengangkatan xanthelasma biasanya dilakukan juga
pembedahan kosmetik, namun blepharoplasty rutin melebihi batas insisi maningkatkan resiko
pembentukan ektropion.4

2.6 Prognosis

Rekurensi merupakan hal yang sering terjadi, dimana sekitar 50% pasien mengalami rekurensi
setelah dilakukan pembedahan.1

Daftar Pustaka
1. Shields CL et al. Disappearance of eyelid xanthelasma following oral simvastatin (Zocor). Br
J Ophthalmol 2005; 89:639-40.(diakses
dari http://www.missionforvisionusa.org/anatomy/2006/07/what-is xanthelasma_25.html)

2. Anonim. Handbook of ocular disease management. (diakses


dari http://www.revoptom.com/HANDBOOK/March_2004/sec1_5.htm)

3. Freedberg IM et al. 2003. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine 6th edition.


McGraw-Hill. USA

4. Roy H. 2008. Xanthelasma. (diakses dari http://www.emedicine.com)

5. Habif TP. M.D. Clinical Dermatology A Color Guide to Diagnosis and Therapy 3 rd Edition.
Mosby

6. Dewan SP, Kaur A, Gupta RK. Effectiveness of cryosurgery in xanthelasma palpebrarum.


Indian J Dermatol Venereol Leprol 1995;61:4-7

7. Gangopadhyay DN et al. Serum lipid profile in Xanthelasma palpebrarum. indian journal of


dermatology 1998; 43(2):53-57

Anda mungkin juga menyukai