“HIPERTENSI GRADE I”
DISUSUN OLEH:
NAMA : Nur Safriyanti
STAMBUK : N 111 16 037
PEMBIMBING KLINIK : dr. Nurjannah Aslah
dr. Miranti, M.Kes
1
dari semua golongan umur pada tahun 2016, hipertensi menjadi urutan
pertama, yakni 818 kasus lalu dilanjutkan dengan penyakit jantung coroner
(659 kasus) , diabetes mellitus (367 kasus), asthma bronchiale (313 kasus),
penyakit tioid (23 kasus) dan stroke (22kasus).4
Angka insiden hipertensi sangat tinggi terutama pada populasi lanjut
usia (lansia), usia diatas 60 tahun, dengan prevalensi mencapai 60% sampai
80% dari populasi lansia. Diperkirakan 2 dari 3 lansia mengalami hipertensi.
Keadaan ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi
hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Di Indonesia, pada
usia 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada usia 45-64 tahun
sebesar 51% dan pada usia >65 tahun sebesar 65%. Dibandingkan usia 55-
59 tahun, pada usia 60-64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi sebesar
2,18 kali, usia 65-69 tahun 2,45 kali dan usia >70 tahun 2,97 kali.1
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan suatu
pengkajian terhadap pasien hipertensi untuk mengetahui keadaan yang
berkaitan dengan faktor risiko terjadinya hipertensi pada pasien tersebut.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan refleksi kasus ini sebagai berikut :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir di bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat –Kedokteran Komunitas.
2. Sebagai gambaran untuk mengetahui beberapa faktor rIsiko penyebaran
kasus hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Birobuli.
2
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
1 ISPA 4 2 4 10
2 Osteoarthritis 4 2 2 8
3 Hipertensi 4 4 1 9
4 Diabetes Melitus 4 2 1 7
Dilihat dari table diatas masalah yang menjadi prioritas pada puskesmas
Birobuli adalah ISPA, hipertensi dan osteoarthritis
3
c. KRITERIA C : Kemudahan dalam Penanggulangan
1 2 3 4 5
Masalah P E A R L Hasil
kesehatan perkalian
X 1 1 1 1 1 1
Y 1 1 1 1 1 1
Z 1 1 1 1 1 1
e. PENETAPAN NILAI
ISPA
NPD : (A+B) C = (9+8) 4= 17x4 = 68
NPT : (A+B) CxD = (9+8) 4x1 = 17x4 = 68
OSTEOARTHRITIS
NPD : (A+B) C = (6+7) 3 = 13 x3 = 39
NPT : (A+B) CxD = (6+7) 3x1 = 13 x3 =39
HIPERTENSI
NPD : (A+B) C = (8+9) 2 = 17x2 =34
NPT : (A+B) CxD = (8+9) 2x1 = 17x2 =34
f. KESIMPULAN
Kesimpulan dari rumus ini yaitu ISPA, osteoarthritis dan Hipertensi merupakan
prioritas masalah yang menempati tiga urutan teratas prioritas masalah yang ada di
puskesmas Birobuli. Oleh karena itu peneliti memilih Hipertensi sebagai refleksi kasus.
4
2.2. KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 53 Tahun
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMP
Alamat : Jl. Kasuari
B. ANAMNESIS
a) Keluhan Utama:
Sakit kepala dan tegang pada leher
b) Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan sakit kepala, terasa tegang yang dirasakan
sejak 1 minggu terakhir. Keluhan ini diakui berlangsung terus
menerus dan semakin memberat ketika pasien sedang stress. Selain
itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian tengkuk dan rasa
pegal-pegal pada punggung. Pasien juga kadang merasa pusing dan
merasa kelelahan, namun pasien mengaku tidak merasa mual atau
sampai muntah. Jantung berdebar-debar (-), gangguan penglihatan (-).
BAB dan BAK (+) normal.
5
d) Riwayat Pengobatan
Pasien tidak mengkonsumsi obat tekanan darah tinggi secara
teratur. Pasien mengatakan hanya mengkonsumsi obat tekanan darah
tinggi jika diberikan dari Puskesmas, namun setelah obat habis dan
pasien tidak merasakan keluhan, pasien tidak mengkonsumsi obat
tekanan darah tingginya lagi. Pasien mengatakan obat tekanan darah
yang diberikan sebelumnya yaitu amlodipin 10 mg.
6
tempat tidur pada setiap kamar, kamar tidur pasien tampak
kurang bersih dan kurang rapi, pencahayaan dan sirkulasi udara
pada kedua kamar sudah cukup baik; Ruang belakang terdiri
atas ruang makan bergabung dengan dapur serta kamar mandi,
disertai fasilitas meja makan dan ruang belakang. Dari ruang
belakang, terdapat pula satu pintu kamar mandi, kamar mandi
biasa digunakan oleh seluruh keluarga. Terdapat pula pintu
menuju halaman belakang. Lantai rumah dilapisi oleh semen,
namun hanya ruang tamu yang berdinding batako, ruangan lain
berdinding kayu dan pembatas ruang kamar terbuat dari tripleks
dengan langit-langit rumah yang tidak dilapisi oleh plafon. Atap
rumah terbuat dari seng. Pencayahaan alamiah dari sinar
matahari cukup pada beberapa ruangan, namun kurang pada
ruang tengah. Sumber listrik berasal dari PLN. Secara
keseluruhan keadaan rumah pasien tampak cukup bersih dan
kurang tertata rapi.
3) Rumah pasien memiliki kamar mandi sendiri, sehingga untuk
aktivitas mandi penghuni rumah menggunakan kamar mandi di
rumah pasien. Kamar mandi yang digunakan disertai atap dan
berdinding batako, menggunakan bak air sebagai tempat
penampungan air serta tidak tertutup, disertai pula jamban
jongkok di dalamnya untuk aktivitas BAB/BAK. Lantai kamar
mandi dilapisi semen kasar. Adapun aliran air limbah
pembuangan dari kamar mandi langsung mengalir ke pipa
pembuangan limbah.
4) Sumber air lancar berasal dari tanah (sumur suntik): air tampak
cukup jernih, tidak berbau. Sumber air digunakan untuk semua
aktivitas MCK (Mandi, Cuci,& Kakus) tetapi apabila sebagai
sumber air untuk minum keluarga pasien menggunakan air
galon.
7
5) Kebiasaan makan pasien sebelumnya, pasien memasak sendiri
di rumah dan biasanya makan tiga kali sehari yaitu makan pagi,
siang dan malam. Pasien biasa mengkonsumsi nasi, ikan (paling
sering ikan garam), tahu/tempe, telur, dan sayur (paling sering
bening dan kelor yang bersantan), namun jarang mengkonsumsi
buah dan susu.
6) Pasien mengatakan jarang berolahraga dan hanya melakukan
pekerjaan ringan sebagai pedagang menjaga warung. Pasien
juga mudah stres, pasien sering memikirkan tentang
kehidupannya yang hanya sebatangkara di kota palu. Keadaan
ekonomi pasien juga pas-pasan sehingga sulit untuk menabung
dan hanya cukup untuk membeli kebutuhkan pokok sehari-hari.
7) Pasien memiliki satu warung/kios yang menjual barang
campuran. Warung yang berukurang 2x2 m ini merupakan
sumber penghasilan pasien untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Pasien memiliki pengetahuan yang kurang terhadap
hipertensi, sehingga hanya berobat jika mengeluhkan tegang
leher dan sakit kepala. Namun untuk mengontrol tekanan darah
belum dilakukan karena kurangnya pengetahuan tentang
penyakit tersebut.
8
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran/GCS : Composmentis/E4V5M6
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Denyut Nadi : 86 ×/menit
Respirasi :22×/menit
Suhu axilla : 36,6 0C
Berat Badan : 48 Kg
Tinggi Badan :149 cm
Status Gizi : Normal, IMT 21,6
1. Kepala:
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal.
Mata:
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Refleks cahaya : RCL (+/+) / RCTL (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Cekung : (-/-)
Hidung:
Pernafasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Rhinorrhea : tidak ada
Mulut:
Bibir : Kering, sianosis (-), stomatitis (-)
Gigi : Tidak ditemukan karies
Gusi : Tidak ditemukan adanya perdarahan
9
Lidah:
Tremo : (-)
Kotor/Berselaput : (-)
Warna : Normal
Telinga:
Sekret : Tidak ditemukan
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada
2. Leher:
Kelenjar getah bening : Pembesaran (- /-), nyeri tekan (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
Trakea : Posisi central
JVP : Tidak meningkat
3. Toraks:
a. Paru:
Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral kanan = kiri,
tampak retraksi (-), jejas (-), bentuk normochest,
jenis pernapasan vesicular, pola pernapasan kesan
normal.
Palpasi : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris
kanan = kiri, nyeri tekan (-).
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Vesicular (+/+)
Suara napas tambahan: Ronkhi (-/-),Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordisteraba pada SIC V
Perkusi : Batas atas: SIC II linea midclavicularis dextra et
parasternalis sinistra
Batas kiri: SIC V linea axillaris anterior sinistra
Batas kanan: SIC V linea parasternalis dextra
10
Auskultasi : Bunyi S1-S2 normal.
4. Abdomen:
Inspeksi : Tampak cembung, kesan normal
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen, shifting
dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), distensi (-).
Hepar : Teraba 2 cm di bawah arcus costae
Splen : Tidak teraba
Renal : Tes Ballotement (-)
5. Anggota Gerak:
a. Ekstremitas superior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)
b. Ekstremitas inferior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)
6. Kulit:
Warna : Sawo matang
Efloresensi : Tidak ditemukan
Sianosis : Tidak ada
Turgor : Segera kembali
7. Genitalia: tidak dilakukan pemeriksaan.
8. Refleks:
Nervus Cranial : Tidak ada defisit pada nervus cranial
Kekuatan Otot :
Tonus Otot :
11
R. Fisiologis R. Patologis
D. DIAGNOSA KERJA
- Hipertensi Grade I (Berdasarkan JNC VII)
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- Kadar kolesterol : 197 mg/dl
- Kadar asam urat : 5,6 mg/dl
- Kadar GDS : 101 mg/dl
G. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- Amlodipin 10 mg 0-0-1
- Vitamin B Complex 1 x 1
Non Medikamentosa
- Menganjurkan melakukan perilaku hidup sehat (pembatasan gula,
garam, dan lemak) dan bersih pada diri sendiri, lingkungan keluarga
dan sekitar.
- Menjelaskan tentang komplikasi yang dapat timbul bila hipertensi yang
diderita tidak terkontrol. Komplikasi yang dimaksud dapat berupa
stroke, gangguan ginjal dan lain-lain.
- Menjelaskan pada pasien bahwa pengobatan yang dijalani bertujuan
agar tekanan darah pasien terkontrol < 140/90mmHg
12
- Menganjurkan gaya hidup aktif/olahraga teratur, misalnya olahraga
aerobic dengan intensitas sedang (70-80) %, dengan frekuensi
latihannya 3-5 kali seminggu dengan lama latihan 20-60 menit sekali
latihan. Olahraga seperti jalan kaki atau jogging, yang dilakukan selama
16 minggu akan mengurangi kadar hormone norepinephrine dalam
tubuh, yakni zat yang dikeluarkan system saraf yang dapat
meningkatkan tekanan darah.
13
BAB III
PEMBAHASAN
Aspek Kinis
Pada kasus ini, pasien Ny. S umur 53 tahun didiagnosis dengn hipertensi
grade I. Diagnosis ditegakkan berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Birobuli pada saat pos
pembinaan terpadu pada lansia. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang baru
diketahui sejak tahun 2014, namun karena kuranganya pengetahuan pasien
terhadap penyakitnya. Pasien tidak mengkonsumsi obat tekanan darah secara
teratur dan hanya ke puskesmas jika merasakan tegang pada lehernya yang sudah
tidak tertahan. Pasien mengatakan bahwa ayahnya juga memiliki riwayat tekanan
darah tinggi. Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi ikan garam dan jarang
berolahraga. Hal tersebut merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah pasien adalah 150/90
mmHg, Nadi 86 x/menit, Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,6oC. Hipertensi adalah
keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140
mmHg dan atau diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg. Menurut The Joint
National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC-VII)
14
disarankan untuk mengukur tekanan darah setiap bulan serta mengkonsumsi obat
tekanan darah secara teratur sehingga dapat mencegah progresifitas penyakit
menjadi lebih buruk atau menimbulkan komplikasi lebih lanjut.
15
kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah
sehingga tekanan darah meningkat.5
Kondisi aktivitas fisik pasien tergolong kurang, pasien sehari-hari
beraktivitas dalam rumah seperti menyapu, memasak dan membersihkan
rumah dengan begitu kebutuhan fisik dalam berolahraga belum cukup
terpenuhi dengan aktivitas tersebut.
Faktor perilaku lainnya yang dapat dinilai yaitu kurangnya kontrol
terhadap penyakit yang diderita oleh pasien. Berdasarkan anamnesis, pasien
malas pergi kepuskesmas untuk datang kontrol dan mengambil obat, pasien
hanya melakukan pemeriksaan dan mendapatkan obat dari posbindu.
3. Lingkungan
Faktor lingkungan yang mendukung pada pasien ini adalah tingkat
pendidikan, sosial dan stress psikis. Masalah hipertensi sering timbul karena
ketidaktahuan atau kurangnya informasi yang memadai tentang penyakit ini.
Puskesmas telah rutin melakukan penyuluhan baik secara masal ataupun
edukasi perindividu mengenai penyakit yang sering diderita khususnya
hipertensi. Namun oleh karena pasien belum merasakan keluhan yang
bermakna maka anjuran mengenai pencegahan komplikasi masih belum
dilaksanakan secara maksimal.
Kehidupan sosial pasien yang tinggal di daerah kota Palu terbiasa
menjadikan makanan bersantan seperti sayur kelor, makanan digoreng seperti
ikan asin, dan kurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahan pada setiap
jamuan makan membuat pasien semakin sulit untuk mengurangi konsumsi
makanan berlemak dan tinggi garam. Dalam hal ini, peran keluarga sangat
penting untuk memberi dukungan kepada pasien mengenai menjaga kesehatan.
Tekanan darah telah dihubungkan dengan peningkatan stress, menurut
studi Framingham, sejumlah faktor psikososial seperti masalah rumah tangga,
tekanan ekonomi, stress harian, mobilitas pekerjaan, ansietas dan kemaraha
terpendam. Stress (ketegangan jiwa) dapat merangsang pelepasan hormon
adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih kuat sehingga dapat
menimbulkan peningkatan tekanan darah. Pada pasien ini stressor timbul saat
16
memikirkan kebutuhan hidup sehari-harinya, dimana pasien tergolong dalam
keluarga dengan taraf ekonomi mengenah ke bawah.
Dengan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya
dalam hal ini hipertensi, penderita akan terdorong untuk patuh dengan
pengobatan yang mereka jalani. Kegiatan penyuluhan dan penjelasan secara
langsung ketika pasien berobat di layanan kesehatan harus dilakukan semakin
sering untuk meningkatkan kesadaran pasien. Pasien disarankan untuk
mengikuti kegiatan – kegiatan luar yang dapat mengalihkan perhatiannya pada
hal – hal yang menyebabkan stress psikisnya semakin berat, misalnya
mengikuti kegiatan keagamaan, ikut serta dalam kegiatan rekreasi,
keterampilan, pengembangan hobi, pertemuan kekeluargaan, dan lain-lain.
4. Pelayanan Kesehatan
Kegiatan pelayanan kesehatan untuk menangani hipertensi, sudah sering
dilakukan di UPTD Puskesmas Birobuli salah satunya melalui kegiatan
Posbindu yang termasuk dalam program kerja Penyakit Tidak Menular (PTM).
Hal ini dianggap penting karena belum terdapat program khusus untuk masalah
hipertensi. Sedangkan masyarakat perlu tahu dan diberikan informasi mengenai
hipertensi karena seringkali hal seperti ini justru diabaikan oleh masyarakat.
Penyakit-penyakit tidak menular seperti hipertensi seringkali terabaikan
padahal melihat trend yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini,
jumlah kasus penyakit tidak menular seperti hipertensi justru semakin
meningkat. Pasien sendiri tidak pernah mendatangi tempat kegiatan
penyuluhan karena selalu tinggal di rumah.
17
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, pasien
didiagnosis dengan hipertensi.
2. Hipertensi menempati urutan pertama dalam penyakit tidak menular
dari semua golongan umur pada puskesmas Birobuli tahun 2016
dengan jumlah penderita sebanyak 818 kasus atau 17,10 %.
3. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi
pada pasien, yaitu: faktor genetik, faktor perilaku, dan faktor
lingkungan.
B. SARAN
1. Untuk Pelayanan Kesehatan :
Menjalankan rujukan internal di Puskesmas Birobuli dalam hal ini
melaksanakan konseling mengenai hipertensi di poli gizi.
Penyediaan leaflet untuk penderita hipertensi pada setiap
konseling.
Mencari faktor resiko terjadinya hipertensi di setiap desa sehingga
dapat memberikan edukasi sesuai dengan faktor resiko tertinggi.
2. Untuk Pasien :
Memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga pentingnya
mengontrol tekanan darah dan menambah obat jika habis.
Selalu melakukan pemeriksaan tekanan darah di bidan desa
ataupun juga dapat melakukan pemeriksaan kadar kolesterol di
puskesmas sebagai perlindungan khusus atau penyakit yang
berhubungan dengan hipertensi.
Pengobatan dan perawatan yang komperhensif agar penderita
dapat terhindar dari terjadinya komplikasi.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN DOKUMENTASI
20
Gambar 4. Kamar tidur 2
21
Gambar 5. Dapur dan ruang makan
22