Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

BRONKOPNEUMONI

Oleh:
Nurhajijah

Pembimbing:
dr. Hj. Risa Vera, Sp.A

INTERNSHIP MEDIKA STANNIA


SUNGAILIAT
2023
STATUS PASIEN

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An.AZ
Usia : 05-04-2019 (3 tahun 9 bulan)
Jenis Kelamin : Laki-laki
BB : 17,5 kg
Alamat : Kenanga
Suku Bangsa : Melayu
Tanggal Masuk : 27 Desember 2022
Tanggal Periksa : 29 Desember 2022
Tanggal Keluar : 31 Desember 2022
Nomor Rekam Medis : 073700
Orang Tua
Nama Ayah : Tn.A (42 tahun)
Pekerjaan Ayah : Karyawan swasta
Nama Ibu : Ny.K (38 tahun)
Pekerjaan Ibu : IRT

2. ANAMNESIS (Alloanamnesa)
Keluhan Utama : Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien An.AZ datang ke RS Medika Stannia diantar oleh orang tuanya
dengan keluhan sesak nafas +- 3 hari SMRS. Badan panas tinggi 10 hari
SMRS, sepanjang hari dan disertai dengan batuk berdahak serta pilek.
Awalnya batuk ringan dan tidak berdahak, tetapi semakin lama batuk menjadi
semakin memberat dan berdahak. Setelah diobatkan ke dokter, badan panas
sudah berkurang tetapi batuk dan pilek masih tetap dan belum membaik.
Sejak 3 hari SMRS An.AZ susah untuk tidur dikarenakan batuk berdahak,
pilek, nafas grok-grok dan sesak. Sesak tidak meringan dengan istirahat tetapi
kambuh saat batuk memberat. Pasien sering rewel terutama saat batuk
memberat, mual (+) terutama saat batuk, muntah (-), nafas mengi (-), biru di
ujung jari dan mulut (-), riwayat tersedak (-), kejang (-), penurunan kesadaran
(-), nafsu makan dan minum menurun, BAB dan BAK tidak ada kelainan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat sakit serupa :-
 Riwayat alergi obat/makanan : -
 Riwayat batuk lama :-
 Riwayat asma :-
 Riwayat masuk rumah sakit : -
Keterangan: Pasien baru pertama kali sakit seperi ini.
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : Tidak ada
 Riwayat alergi : Tidak ada
 Riwayat batuk lama : Tidak ada
 Riwayat asma : Tidak ada
Riwayat Kehamilan Ibu
Keluhan : Tidak ada
Usia ibu hamil : 34 tahun
Kontrol : Rutin setiap bulan ke bidan
Kondisi hamil : Selama hamil tidak pernah demam, tidak pernah minum
obat–obatan, tidak pernah jatuh, tidak pernah
hipertensi, tidak muntah berlebihan, tidak mengalami
pendarahan melalui jalan lahir saat hamil, dapat obat
penambah darah dan vitamin, nafsu makan bagus sama
seperti saat tidak hamil
Riwayat Persalinan
BBL : 3100 gr
PB : 50 cm
Lahir spontan di Rumah Bersalin, persalinan oleh Bidan
Usia kehamilan : Cukup bulan (39-40 minggu)
Bayi tunggal, presentasi kepala
Tidak ada kelainan
Lahir tanpa bantuan alat
Riwayat Pasca Lahir
Langsung menangis
Ibu tidak ada pendarahan
Anak tidak pernah sakit setelah lahir seperti asfiksia, infeksi intra partum,
trauma lahir dan lain-lain.
Riwayat Makanan (mulai lahir sampai sekarang, kualitas dan kuantitas )
Neonatus : ASI sampai dengan 6 bulan
6 bulan : 75-80 % ASI, sisa MPASI
12 bulan : 65-80 % MPASI, sisa ASI (bisa makan lauk)
Riwayat Imunisasi (imunisasi lengkap)
Ibu : TT (+)
Anak : DTP (+) jumlah: 4 kali usia: 2, 4, 6 bulan
BCG (+) jumlah: 1 kali usia: 2 bulan
Campak (+) jumlah: 1 kali usia: 9 bulan
Hepatitis B (+) jumlah: 3 kali usia: 0, 1, 6 bulan
Polio (+) jumlah: 5 kali usia: 0, 2, 4, 6 bulan
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :
Pertumbuhan:
Normal Usia BB
1 bln 4 kg
3 bln 5 kg
4 bln 6,3 kg
12 bln 9 kg
Tumbuh gigi mulai usia 6 bulan
Pertumbuhan BB

Perkembangan:
Mulai bicara usia 8 bulan (1 kata) kemampuan bahasa
Mulai berjalan usia 1 tahun kemampuan motorik kasar
Perkembangan kesan normal
Riwayat Kebiasaan Pasien dan Keluarga:
 Riwayat kontak dengan penderita yang batuk lama (-)
 Riwayat adanya orang yang sering merokok di rumah (+)

3. PEMERIKSAAN FISIK (27-12-2022)


1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis (GCS E4V5M6)
3. Atropometri
 BB : 17,5 kg
 Status gizi kesan : Normal (Z-Score : 0 - -2)
4. Tanda Vital
 Nadi : 140 x/menit
 RR : 32 x/menit
 Suhu : 37,1oC
 Spo2 : 92%  Sesudah nebu 96%
5. Rambut : Distribusi pertumbuhan rambut rata dan lebat, warna rambut
hitam
6. Kepala dan wajah : Bentuk normocephal, turgor baik, sianosis (-), pucat (-)
7. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), radang (-/-), mata cowong (-/-)
8. Hidung : Nafas cuping hidung (+/+), rhinorrhea (+/+), epistaksis (-/-),
deformitas hidung (-/-)
9. Mulut : Mukosa bibir pucat (-/-), sianosis bibir (-/-), bibir kering (-/-),
lidah kotor (-), tepi lidah hiperemis (-)
10. Telinga : Otorrhea (-/-), kedua cuping telinga normal
11. Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)
12. Thorax : Normochest, simetris, retraksi dinding dada (+)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tampak
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas : SIC II LPSS
Batas kanan atas : SIC II LPSD
Batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS
Batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular

Pulmo :

Inspeksi : Pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri


Palpasi : Fremitus taktil kiri sama dengan kanan, melemah
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Bronkhovesikuler +/+, Wheezing +/+, Ronkhi +/+
13. Abdomen :
Inspeksi : Sejajar dinding dada
Palpasi : Supel, nyeri (-), pembesaran hepar & lien (-)
Perkusi : Timpani seluruh lapangan perut, shifting dullnes (-)
Auskultasi : Bising usus normal (5x/menit)
14. Ekstremitas :
Akral hangat Edema
+ +

+ +

- -

- -

15. Kulit :
Ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit baik, tida ada kelainan kulit.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 1.1: Pemeriksaan Darah Lengkap (tanggal 27 Desember 2022)
Pemeriksaan Hasil Ket. Unit Nilai Normal
Hematologi
Hb 12,1 N g/dl 12-16
HCT 19 ↓ % 37-48
Leukosit 17.690 ↑ Ribu/ul 4.000-10.000
Trombosit 534 ↑ Ribu/ul 150-450
Eritrosit 2,0 ↓ Juta/ul 4-5,5
Index
MCV 89 N % 80-90
MCH 58 N % 27-32
MCHC 65 N % 33-38
Hitung Jenis
Basofil 0 N % 0-1
Eosinofil 1 N % 1-3
Staff - - % 2-2
Segmen 64 N % 50-70
Lemposit 25 N % 20-40
Monosit 10 ↑ % 2-8
Sel Muda - -

Tabel 1.2 : Pemeriksaan Darah Lengkap (tanggal 29 Desember 2022)


Pemeriksaan Hasil Ket. Unit Nilai Normal
Leukosit 13.410 ↑ Ribu/ul 4.000-10.000
Hitung Jenis
Basofil 0 N % 0-1
Eosinofil 5 ↑ % 1-3
Staff - - % 2-2
Segmen 53 N % 50-70
Lemposit 35 N % 20-40
Monosit 7 N % 2-8
Sel Muda - -

Tabel 1.3 : Pemeriksaan Darah Lengkap (tanggal 30 Desember 2022)


Pemeriksaan Hasil Ket. Unit Nilai Normal
Leukosit 11.510 ↑ Ribu/ul 4.000-10.000
Gambar 1.1: Thorax Photo AP (tanggal 27 Desember 2022)

Keterangan:
Jantung : bentuk dan ukuran normal.
Sinuses lancip dan diafragma normal
Paru-paru :
 Hili kabur
 Corakan bronkovaskuler tidak bertambah
 Tampak bercak lunak di perihiler bilateral, noda keras (+)
Kesimpulan :
Gambaran bronkopneumonia bilateral
Obs. Gambaran TB paru
Tidak tampak kardiomegali

5. RESUME
a) Anamnesis :
 Badan panas sejak 10 hari SMRS, badan panas naik turun.
 Batuk berdahak dan pilek. Awalnya batuk ringan dan tidak berdahak, tetapi
semakin lama batuk menjadi semakin memberat dan berdahak, nafas grok-
grok dan sesak.

b) Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum tampak sakit sedang, RR: 22 x/menit, T : 36,8 oC (saat di ruang
rawat inap) (saat di IGD: RR: 32x/mnt, T: 39,2 oC), Nafas cuping hidung (-/-),
rhinorrhea (+/+), retraksi dinding dada (-/-), fremitus taktil kiri sama dengan
kanan tapi melemah, ronkhi di seluruh lapang paru.
c) Pemeriksaan Penunjang :
DL : Leukositosis
Foto rontgen thoraks :
 Hili kabur
 Corakan bronkovaskuler tidak bertambah
 Tampak bercak lunak di perihiler bilateral, noda keras (+)
6. DIAGNOSA
Working diagnostic : Bronkhopneumoni
Differential diagnostic : Bronkhiolitis

7. PENATALAKSANAAN HOLISTIK
Non Farmakoterapi:
 KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi):
o Preventif :
Jauhi dari paparan asap rokok dan debu
Usahakan ventilasi udara di rumah bersikulasi dengan baik
o Kontrol ke poli anak
o Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi
o Aktifitas dibatasi dengan lebih banyak beristirahat
o Meningkatkan kualitas dan kuantitas makanan
o Bila anak sakit segera berobat ke dokter

Farmakoterapi:

- Infus RL 13 tmp makro


Rumus dosis maintenance cairan:
Terapi An.AZ: 
10 x 100 = 1000 cc
7,5 x 50 = 375 cc
Total Kebutuhan Cairan = + 1375 cc
( 1375 x 15 tetes) / 1440 menit = 14 tetes/menit

- Injeksi Cefoperazone – sulbactam 2x700mg


- Injeksi Meropenem 3x233 mg
- Th/oral :
Salbutamol 15 mg
Dexametason 2 ½ tab
Cetirizine 3 caps
Ambroxol 7 tab
Erdostein 9 caps
Mf.Pulv.No.XXI 3x1
- Nebu Ventolin ½ + Flexotide 1 + Nacl 2cc / 8 jam
- Th/oral pulang :
Salbutamol 7,5 mg
Dexametason 1 ¼ tab
Cetirizine 1 ½ tab
Ambroxol 3 ½ tab
Erdostein 3 ½ tab
Mf.Pulv.No.X 3x1
Azitromicyn 500mg 1 ½ tab Mf.Pulv.No.IV 1x1
Cefixim syr 3x ½ cth

8. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

9. FOLLOW UP DAN FLOW SHEET


Nama : An.AZ
Diagnosis : Bronkhopneumonia

Tabel 1.3: Flow Sheet


No Tanggal S O A P

1. 27/12/22 Sesak nafas. KU: Tampak sakit sedang Bronkopneumonia *Nebu (Ventolin
Batuk berdahak 1+ Flexotide 1+
RR : 32 x/mnt
dan pilek. NaCl 0,9% 2cc) /8
Awalnya batuk T : 37,1 oC jam
ringan dan tidak *IVFD RL 13 tpm
Nafas cuping hidung (+/+)
berdahak, tetapi makro
semakin lama Rhinorrhea (+/+) *Lapor dpjp,
batuk menjadi advice :
semakin Retraksi dinding dada (+/+) Inj. Cefoperazone-
memberat dan Ronkhi di seluruh lapang sulbactam 2x
berdahak, nafas paru, wheezing (+/+) 700mg
grok-grok.
DL : Leukositosis : 17.690
Makan-minum Foto rontgen thoraks :
kurang/sedikit Hili kabur
Corakan bronkovaskular tidak
bertambah
Tampak bercak lunak di
perihiler bilateral, noda keras
(+)
2. 28/12/22 Demam (-), KU: Tampak sakit sedang Bronkopneumonia *Nebu (Ventolin ½
Batuk berdahak + Flexotid 1+ NaCl
ND : 112x/menit
& pilek 0.9% 2 cc) / 8 jam
berkurang, RR : 28 x/mnt *Inj. Cefaperazone
nafas grok2 & -sulbactam
T : 37 oC
sesak berkurang 2x700mg
Nafas cuping hidung (-/-)
Makan-minum *Th/oral
kurang/sedikit Rhinorrhea (+/+) -Sirplus
Retraksi dinding dada (-/-) -Salbutamol 15mg
+ Dexametason 2
Ronkhi di seluruh lapang paru ½ tab + Cetirizine
3 tab ++ ambroxol
7 tab + Erdostein
99 cap (mf.pulv.no
XXI) 3x1

Saran :
-Cek leukosit
-Jika ada demam
>38C periksa
Tubex dan IgG-
IgM
3. 29/12/22 Demam (-) KU: Tampak sakit sedang Bronkopneumonia Th/ lanjutkan
Batuk berdahak Periksa leukosit
ND : 101 x/menit
& pilek Ceko +sulbactam
berkurang, RR: 22 x/mnt stop ganti metro
sesak berkurang Pendem 3x233mg
T : 36,8 oC
iv —> skim test
Makan-minum Nafas cuping hidung (-/-)
mau Nebu : Ventolin ½,
Rhinorrhea (+/+) Flexotid 1, NaCl 2
Retraksi dinding dada (-) cc / 8 jam
Inj. Cefaperazone
Ronkhi (+/+). +sulbactam
DL : Leukositosis : 13.410 2x700mg
Th/oral

Saran : Cek
leukosit
4. 30/12/22 Demam (-) KU: Tampak sakit ringan * Nebu : Ventolin
Batuk berdahak ½, Flexotid 1, NaCl
ND : 100 x/menit
& pilek 2 cc / 8 jam
berkurang, RR: 22 x/mnt *Stop
sesak (-) Cefoperazone-
T : 36,7oC
sulbactam ganti
Makan-minum Nafas cuping hidung (-/-) Inj. Meropenem
mau 3x233 mg
Rhinorrhea (+/+)
*Th/oral
Retraksi dinding dada (-) lanjutkaan
Ronkhi (+/+).
Saran : Jika sudah
DL : Leukositosis : 11.510 tidak ada keluhan
BLPL

5. 31/12/22 Demam (-) KU: Tampak sakit ringan Bronkopneumonia *Nebu (Ventolin ½
Batuk berdahak + Flexotide 1+
ND : 108 x/menit
& pilek jarang Nacl 0,9% 2 cc)
sekali, nafas RR: 24 x/mnt *Inj. Meropenem
grok2 & sesak 3x233 mg
T : 36,5 oC
(-)
Nafas cuping hidung (-/-) Pasien boleh
Makan-minum pulang
mau, banyak Rhinorrhea (-) (Pemeriksaan Lab
Retraksi dinding dada (-) DL dalam batas
normal)
Ronkhi (-). Resep Pulang :
*Salbutamol 7,5mg
+ Dexametason 1
¼ tab + Cetirizine
1 ½ tab +
Ambroxol 3 ½ tab
(mf.pulv.no.x) 3x1
*Azithromycin
500mg 1 ½ tab
(mf.pulv.no.IV)
1x1
*Cefixim 1/4
+ cefixim syr 3x1/2
cth

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI PARU


Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir, berkembang selama neonatus dan
dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris.
Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang
tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi fisiologi yang
berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara,
sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap tidak merata.
Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan kehilangan kartilago, yang
kemudian disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara
dalam paru-paru. Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap
dari epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada
area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir
jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam
mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus memproduksi musin
dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat
jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi
hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum.
Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal sampai
terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Pada pemeriksaan
luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra. Pulmo
dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam beberapa
Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobus, yaitu:
1. Lobus Superior : dibagi menjadi 3 segmen (apikal, posterior, inferior)
2. Lobus Medius : dibagi menjadi 2 segmen (lateralis dan medialis)
3. Lobus Inferior : dibagi menjadi 5 segmen (apikal, mediobasal, anterobasal,
laterobasal, posterobasal)
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobus, yaitu:
1. Lobus Superior
Dibagi atas segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis inferior.
2. Lobus Inferior
Dibagi atas 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan posterobasal.
Gambar 2.1: Bronkus dan Lobulus Paru
Mekanisme Pertahanan Paru
Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun
bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring
dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup.
Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan
pembersihan yang efektif.
1. Pembersihan Udara
Temperatur dan kelembapan udara bervariasi, dan alveolus harus terlindung dari
udara dingin dan kering. Mukosa hidung, turbinasi hidung, orofaring dan nasofaring,
mempunyai suplai darah yang besar dan memiliki area permukaan yang luas. Udara
yang terhirup melewati area-area tersebut dan diteruskan ke cabang trakeobonkial,
dipanaskan pada temperatur tubuh dan dilembapkan.
2. Pembau
Reseptor pembau berada lebih banyak di posterior hidung dibandingkan dengan
di trakhea n alveoli, sehingga seseorang dapat mencium untuk mendeteksi gas yang
secara potensial berbahaya, atau bahan-bahan berbahaya di udara yang dihirup.
Inspirasi yang cepat tersebut membawa udara menempel pada sensor pembau tanpa
membawanya ke paru-paru.
3. Menyaring dan Membuang Partikel yang Terhirup
Udara yang melewati saluran traktus respiratorius awalnya difiltrasi oleh bulu
hidung. Gerakannya menyebabkan partikel berukuran besar dapat dikeluarkan.
Sedimentasi partikel berukuran lebih kecil terjadi akibat gravitasi di jalan nafas yang
lebih kecil. Partikel-partikel tersebut terperangkap dalam mukus yang ada di saluran
pernafasan atas, trakhea, bronkus dan bronkhiolus. Partikel kecil dan udara iritan
mencapai duktus alveolaris dan alveoli. Partikel kecil lainnya disuspensikan sebagai
aerosol dan 80%nya dikeluarkan. Pembuangan partikel dengan beberapa mekanisme:
- Refleks jalan nafas : refleks batuk, refleks bersin dan refleks glottis
Stimulasi reseptor kimia dan mekanik di hidung, trakhea, laring, dan tempat
lain di traktus respiratorius menyebabkan bronkokonstriksi untuk mencegah
penetrasi lebih lanjut dari iritan ke jalan nafas dan juga menghasilkan batuk atau
bersin. Bersin terjadi akibat stimulasi reseptor di hidung atau nasofaring, dan
batuk terjadi sebagai akibat stimulasi reseptor di trakhea. Inspirasi yang dalam
demi mencapai kapasitas paru total, diikuti oleh ekspirasi melawan glotis yang
terutup. Tekanan intrapleura dapat meningkat lebih dari 100mmHg. Selama fase
refleks tersebut glotis tiba-tiba membuka dan tekanan di jalan nafas menurun
cepat, menghasilkan penekanan jalan nafas dan ekspirasi yang besar, dengan
aliran udara yang cdepat melewati jalan nafas yang sempit, sehingga iritan ikut
terbawa bersama-sama mukus keluar dari traktus respiratorius. Saat bersin,
ekspirasi melewati hidung; saat batuk ekspirasi melewati mulut. Kedua refleks
tersebut juga membantu mengeluarkan mukus dari jalan nafas.
- Sekresi trakheobronkial dan transport mukosilier
Sepanjang traktus respiratorius dilapisi oleh epitel bersilia dimana terdapat
mukus yang dihasilkan oleh sel goblet. “Eskalator mukosilier” adalah mekanisme
yang penting dalam menghilangkan dalam menghilangkan partikel yang
terinhalasi. Partikel terperangkap dalam mukus kemudian dibawa ke atas
kefaring. Pergerakan tersebut dapat meningkat cepat selama batuk. Mukus yang
mencapai faring dikentalkan atau dikeluarkan melalui mulut atau hidung.
Karenanya, pasien yang tidak bisa mengeluarkan sekret trakheobronkial (misal
tidak dapat batuk) terus menghasilkaan sekret yang apabila tidak dikeluarkan
dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas.
4. Mekanisme Pertahanan dari Unit Respirasi Terminal
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit yang
dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel yang
membatasi jalan napas di bagian tengah merupakan epitel bersilia, bertingkat,
kolumner dengan jumlah yang semakin berkurang pada bagian perifer. Masing-
masing sel bersilia memiliki +200 silia yang bergerak dalam gelombang yang
terkoordinasi kira-kira 1000 kali per menit, dengan gerakan ke depan yang cepat dan
kembali dalam gerakan yang lebih lambat. Gerakan silia juga terkoordinasi antara sel
yang bersebelahan sehingga setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring.
Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung
sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang
terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke sebelah
posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau dibatukkan.
Penutupan glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran napas bagian
bawah. Partikel infeksius yang melewati pertahanan di dalam saluran napas dan
diendapkan pada permukaan alveolus dibersihkan oleh sel fagosit dan faktor
humoral. Makrofag alveolar merupakan fagosit utama dalam saluran napas bawah.
Makrofag alveolar akan menyiapkan dan menyajikan antigen mikrobial pada limfosit
dan mensekresikan sitokin yang mengubah proses imun dalam limfosit T dan B.

2. BRONKOPNEUMONIA
Definisi
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi
yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan
dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.

Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun. Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. 
Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang
dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang
dengan meningkatnya umur.  Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.

Klasifikasi Pneumonia
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan
tiga klasifikasi pneumonia.
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
b. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
c. Pneumonia aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
Berdasarkan bakteri penyebab:
 Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada
penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
 Pneumonia virus.
 Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
Berdasarkan predileksi infeksi:
a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar
dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi
pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus
atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
c. Pneumonia interstisial.

Etiologi
Faktor Infeksi
- Bakteri
a. Pneumococcus, penyebab utama penumonia.  Pada orang dewasa disebabkan
oleh penumokokus 1 – 8, pada anak – anak tipe 14, 1, 6, 9.  Insiden meningkat
pada usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.
b. Streptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti
morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain seperti pertusis,
pneumonia oleh pneumokokus.
- Virus
Virus respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus situmegalik.
- Pneumonia Hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit
dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur
yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah.  Kuman yang
tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. 
Oleh karena itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat
panjang seperti tifoid harus diubah – ubah posisi tidurnya.
- Jamur : Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis,
Aspergilosis dan Aktinimikosis.
- Sindrom Loeffler
Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan.  Untuk pengobatan
tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian
etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis.
o Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
o Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
o Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
o Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
2. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan
seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak
binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang
berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

Patogenesis
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan
(droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau
saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi. Agen-agen
mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi
pada orofaring
2. Inhalasi aerosol yang infeksius
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang
terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi
mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah
menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini. Mekanisme daya tahan traktus
respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret
lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja
sebagai anti mikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.

Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan
mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering
kemudian menjadi produktif.
Pada  bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah
yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi
terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar
mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan
biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai
berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi
dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung;
orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang
bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas
menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada,
yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal.
Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan
intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir
dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang
lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan
adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head
bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala
disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat
dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal
(contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase
hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain
itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring
selama inspirasi.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru
(kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras
atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah
crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan
napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan
corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang
paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus
leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil
yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta
peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru,
cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.

Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
a. Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. Panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
Diagnosis Bronkopneumonia menurut WHO :
 BP sangat Berat : Sianosis sentral dan tidak bisa minum
 BP Berat : Ada retraksi tanpa sianosis, masih bisa minum
 BP : Tidak ada retraksi tapi Takhiepnea
 Bukan BP : Hanya batuk tanpa gejal diatas

Penatalaksanaan
a. Penatalaksaan umum
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO 2
pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b. Penatalaksanaan khusus
- Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. Obat
penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung
- Antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis
Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan
angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam
pertama) menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali
sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik
tidak efektif)
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Antibiotik :
Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi :
Mikroorganisme
Streptokokus dan Stafilokokus M. Pneumonia Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV atau
Penicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM atau
Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau
Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
H. Influenza Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
Klebsiella dan P. Aeruginosa Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari
Sefalosporin
Pencegahan:
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti :
cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat
yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. Influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis
adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. Dengan
antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. 

Prognosis
Dengan penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1 %.  Anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, angka
kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan
sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan bervariasi dengan
lamanya sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita,
pengobatan yang memadai serta adanya penyakit yang menyertai.
PENUTUP

Kesimpulan
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang
akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula
melibatkan bronkiolus terminal.
Sebagian besar bronkopneumia yang di sebabkan oleh virus dapat sembuh spontan
tanpa terapi spesifik. Bronkopneumonia yang disebabkan oleh bakteri biasanya
memberikan respon cepat terhadap terapi antibiotik

Anda mungkin juga menyukai