Disusun Oleh:
Vika Damay
01073170073
Penguji:
dr. Titis Dewi Wahyuni, Sp.P
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 43 tahun
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
No. Rekam medis : 84-68-89
Status pembayaran : BPJS 3
II. Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada hari Senin, 18 Februari 2019 di bangsal ISO
lantai 3 Rumah Sakit Umum Siloam
Keluhan Utama
Mual yang memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit
2
makan sedikit-sedikit, dan OAT tetap dilanjutkan. Menurut pasien mual terutama
paling dirasakan setiap pasien mengonsumsi ethambutol. Pasien mengatakan ada
penurunan berat badan selama 1 bulan terakhir (berat badan pasien dari 60kg
menjadi 43kg). Istri pasien mengatakan mata pasien terlihat kuning. Keluhan batuk
darah disangkal. Tidak ada gangguan dalam membedakan warna-warna benda dan
tidak ada keluhan kesemutan.
Riwayat Pengobatan
Pasien sedang mengonsumsi OAT 2 minggu. Obat-obatan yang digunakan adalah
Rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan ethambuthol
Riwayat Kebiasaan
Merokok (-)
Riwayat Diet
Pola makan pasien sehari-hari teratur yaitu 3 kali sehari, makanan bervariasi dan
merupakan buatan istri. Semenjak sakit frekuensi makan pasien berkurang jauh,
sebanyak 1-2 kali sehari dan seringkali 1 piring tidak habis.
3
Tingkat kesadaran : Compos mentis
GCS : 15
Tinggi Badan : 159 cm
Berat badan : 43 kg
BMI : 17.0 (Underweight)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/70
Laju napas : 19x/menit
Nadi : 81x/menit
Suhu : 37.0oC
Status generalis
Kepala Normosefali
Wajah Normofasialis
Leher Pembesaran KGB (-), tidak ada deviasi trakea, JVP 5 + 2 cm
Mata Sklera ikterik (+/+), konjungtiva anemis (-/-), pupil bulat
isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+.
THT Darah dan sekret dari lubang telinga dan hidung (-), faring
hiperemis (-), atrofi papil lidah (-).
Paru-paru Inspeksi : Bentuk dada normal, ginekomastia (-) simetris
(anterior) saat statis dan dinamis, bekas luka operasi (-), retraksi (-),
memar (-).
Palpasi : Pengembangan dada simetris, tactile vocal
fremitus simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, rhonki +/-,
wheezing -/-
(posterior) Inspeksi : Bentuk punggung normal, skoliosis (-),
simetris saat statis dan dinamis, bekas luka operasi (-),
retraksi (-), memar (-).
Palpasi : Pengembangan dada simetris kanan dan kiri,
tactile vocal fremitus kanan dan kiri simetris
4
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, rhonki +/-,
wheezing -/-
Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, tidak teraba adanya
thrill atau heave.
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen Inspeksi: datar, bekas luka (-), massa (-), spider naevi (-),
caput medusa (-), striae (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal, metallic sound (-) , bruit
(-)
Perkusi: Timpani di seluruh region abdomen
Palpasi: Nyeri tekan (-) , Hepatosplenomegaly (-)
Ekstremitas Look : Deformitas (-), sianosis (-), ruam (-), jaundice (-),
needle track (-)
Feel : Akral hangat, CRT <2 detik, nyeri tekan (-), nadi
teraba kuat simetris, pitting edema (-)
Segment neutrophil 89 % 50 – 70
Lymphocyte 3 % 25 – 40
Monocyte 4 % 2–8
5
Trombosit 540.000 10^3/L 150.000 – 440.000
ESR 25 mm/hours 0 – 15
MCV 84.70 fL 80 – 100.00
MCH 28.50 pg 26.00 – 34.00
MCHC 33.70 g/dL 32.00 – 36.00
Kesan :
Reactive thrombocytosis
Peningkatan ESR
mL/mnt/1.73
eGFR 72.9 >60
m2
GDS 155 mg/dL < 200.0
Sodium 119 mmol/l 137 – 145
Potasium 4.0 mmol/L 3.6 – 5.0
Klorida 92 mmol/L 98 – 107
Bilirubin
Total bilirubin 3.01 mg/dL 0.20 – 1.2
Direct bilirubin 2.47 mg/dL 0 – 0.50
Indirect bilirubin 0.54 mg/dL 0 – 0.70
Kesan :
Peningkatan enzim liver e.c suspek drug induced
Hiperglikemia
Electrolyte imbalance
Peningkatan bilirubin
6
X-ray thorax (18/02/2019)
Penemuan:
Paru : perselubungan inhomogen pada lapangan atas dan tengah paru
kanan
Hilus : Kanan tertutup perselubungan
Pleura : Sinus kostrofrenikus kanan tumpul
Diafragma : Kanan tenting
Trakea dan bronkus : Normal
Mediastinum : Normal
Jantung : CTR <50%
Aorta : Elongasi
Vertebra thorakal dan tulang-tulang lainnya : Normal
Jaringan lunak : Normal
Abdomen yang tervisualisasi : Normal
Leher yang tervisualisasi : Normal
Kesan:
TB paru aktif dengan efusi pleura kanan
Aorta elongasi
7
Specimen : Sputum I
Prosedur : Z. Neelsen Stain
Result :
Sputum assessment : good quality sputum
Leukosit : 100/lpf
Epithel : <10/lpf
Acid Fast Bacillus : Positive 1 (1+)
Specimen : Sputum II
Prosedur : Z. Neelsen Stain
Result :
Sputum assessment : good quality sputum
Leukosit : 70/lpf
Epithel : <10/lpf
Acid Fast Bacillus : Positive 1 (1+)
V. Resume
Pasien laki-laki, Tn. M usia 43 tahun datang dengan mual yang memberat sejak 3
hari SMRS, disertai muntah terutama saat makan. Pasien merupakan penderita TB
paru yang sedang mengonsumsi OAT selama 2 minggu dan semenjak meminum
obat tersebut pasien mengeluhkan mual. Pasien masih bisa makan seperti biasa
walaupun mual namun lama kelamaan mual bertambah dan nafsu makan pasien
berkurang drastis. Pasien tetap melanjutkan konsumsi OAT dan berusaha makan
sedikit-sedikit. Istri pasien mengatakan mata pasien kuning. Riwayat TB paru di
keluarga (+). Dari pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, tekanan darah
100/70, tanda-tanda vital lain dalam batas normal. Sklera ikterik (+). Pada
8
auskultasi paru ditemukan rhonchi pada lapang paru kanan. Pemeriksaan fisik
lainnya dalam batas normal. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium tampak
leukositosis, reactive thrombocytosis, electrolyte imbalance, peningkatan enzim
liver dan bilirubin. Pemeriksaan dahak ditemukan batang tahan asam +1. Pada foto
thorax terlihat gambaran TB paru aktif dengan efusi pleura kanan.
VI. Daftar Masalah
1. Hepatitis imbas obat / drug induced hepatitis (DIH) e.c OAT
2. TB paru kasus baru BTA (+) lesi luas
VII. Follow Up
19/02/2019 S : Masih mual namun membaik, masih ingin muntah tiap
makanan masuk mulut. Batuk (+)
O: KU: tampak sakit sedang, kesadaran: compos mentis,
TD: 100/70, S: 36.7oC, N 83x/menit, RR 18x/menit
Thorax:
Inspeksi: pergerakan dada simetris
Palpasi: pengembangan dada simetris, tactile vocal
fremitus simetris
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
A: TB paru kasus baru BTA (+) lesi luas on OAT 2
minggu, DIH
P:
Medikamentosa:
- N- acetylcystein PO 200 mg TDS
- Curcuma PO 200 mg TDS
Non Medikamentosa:
- Pasang NGT
- Diet cair
20/2/2019 S : Batuk dan mual membaik
O: KU: tampak sakit sedang, kesadaran: compos mentis,
TD: 100/60, S: 36.6oC, N 85x/menit, RR 17x/menit
9
Thorax:
Inspeksi: pergerakan dada simetris
Palpasi: pengembangan dada simetris, tactile vocal
fremitus simetris
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
A: TB paru kasus baru BTA (+) lesi luas on OAT 2
minggu, DIH
P:
Medikamentosa:
- N- acetylcystein PO 200 mg TDS
- Curcuma PO 200mg TDS
Non Medikamentosa:
- Pasang NGT
- Diet cair
- Coba makan lewat mulut
21/2/2019 S : Mual membaik, batuk sudah berkurang. Sudah mulai
bisa makan lewat mulut
O: KU: tampak sakit sedang, kesadaran: compos mentis,
TD: 100/60, S: 36.6oC, N 85x/menit, RR 17x/menit
Thorax:
Inspeksi: pergerakan dada simetris
Palpasi: pengembangan dada simetris, tactile vocal
fremitus simetris
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
A: TB paru kasus baru BTA (+) lesi luas on OAT 2
minggu, DIH
P:
Medikamentosa:
- Omeprazole IV 40 mg BD
- Sucralfat PO 1C BD
- N- acetylcystein PO 200 mg TDS
10
Non Medikamentosa:
- Pasang NGT
- Diet cair
- Coba makan lewat mulut, bila tidak mual bisa
lepas NGT
- Cek fungsi liver ulang
22/2/2019 S : Mual membaik, batuk sesekali saja
O: KU: tampak sakit sedang, kesadaran: compos mentis,
TD: 100/60, S: 36.6oC, N 85x/menit, RR 17x/menit
Thorax:
Inspeksi: pergerakan dada simetris
Palpasi: pengembangan dada simetris, tactile vocal
fremitus simetris
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
Hasil Lab 22/2/19
Hb 12.50
Ht 35.80
WBC 10.40
SGOT 79
SGPT 58
11
- Coba makan lewat mulut, bila tidak mual bisa
lepas NGT
- Mulai desensitisasi OAT
12
Pemeriksaan fisik:
- Sklera ikterik (+)
- Hepatosplenomegali (-)
Pemeriksaan penunjang:
- SGOT : 138 peningkatan
>3x lipat
- SGPT : 48
- Total bilirubin : 3.01
- Direct bilirubin : 2.47
Yang dipikirkan Hepatitis imbas obat / drug induced
hepatitis e.c. OAT
Rencana diagnostik USG abdomen
Rencana pengobatan - Pasang NGT
- Omeprazole IV 40 mg BD
- Sucralfat PO 1 C TDS
- Domperidone PO 10 mg BD
- Curcuma PO 200 mg BD
- Stop OAT, cek ulang enzim
liver
- Bila enzim liver normal, mulai
desensitisasi dengan isoniazid.
Dosis 25 mg dan dinaikkan 2
kali dosis sebelumnya setiap 3
hari (25-50-100-200-300-400
mg). Setelah INH dalam dosis
penuh, cek ulang enzim liver.
- Bila klinis dan laboratorium
normal, tambahkan rifampisin,
desensitisasi dengan dosis hari
pertama 75 mg, hari ke-4 75
mg, hari ke-7 150 mg, hari ke-
10 150 mg, hari ke-13 450 mg,
13
hari ke-16 450 mg, hari ke-19
600 mg.
- Cek ulang laboratorium, bila
normal maka tambahkan
ethambutol dan streptomisin
sehingga panduan obat menjadi
RHES
- Jangan menggunakan
pirazinamid
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
15
merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis).3
Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya.1 Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan:
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat
ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
Meninggal
2.1.3 Klasifikasi
2.1.3.1 Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak
a. TB paru BTA (+)1
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan hasil positif dan kelainan radiologik
menunjukkan gmabaran tuberkulosis aktif
16
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menujukkan BTA positif dan biakan positif
b. TB paru BTA (-)1
Hasil pemeriksaan dahak tiga kali menunjukkan
BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan
radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta
tidak respons dengan pemberian antibiotik
spektrum luas.
Hasil pemeriksaan dahak tiga kali menunjukkan
BTA negatif dan biakan M. tuberkulosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA
belum diperiksa
2.1.3.2 Berdasarkan tipe penderita
a. Kasus baru
Penderita yang belum pernah mendapatkan OAT atau
sudah mengonsumsi OAT kurang dari 1 bulan (30 dosis
harian). 1
b. Kasus kambuh (relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya sudah
mendapatkan pengobatan dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi dengan hasil
pemeriksaan BTA positif atau biakan positif.1
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita tersebut harus membawa surat rujukan atau surat
pindah.1
d. Kasus lalai berobat
Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih kemudian datang lagi berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan pemeriksaan
dahak BTA positif1
17
e. Kasus gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu
bulan sebelum pengobatan berakhir)1
Penderita dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir
bulan kedua pengobatan dan atau gambaran
radiologik dengan hasil perburukan.1
f. Kasus kronik
Penderita dengan hasil dahak BTA masih tetap positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.1
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika
ada fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru
menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran
radiologik serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat
akan lebih mendukung.1
Kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi
TB aktif, namun setelah mendapatkan pengobatan
OAT 2 bulan ternyata tidak ada perubahan
gambaran radiologik.1
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1 Alur diagnosis dapat
dilihat pada gambar 2.
Gambaran klinis
Gejala penyakit TB paru terbagi atas gejala respiratorik dan
gejala sistemik.1
Gejala respiratorik Gejala sistemik
Batuk > 3 minggu Demam
Batuk darah Malaise
18
Sesak napas Keringat malam
Nyeri dada Anoreksia
Berbadan menurun
Pemeriksaan fisik
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik tergantung
dari luas struktur paru yang terlibat. Pada fase awal penyakit sulit
ditemukan kelainan. Umumnya kelainan ditemukan pada lobus
superior terutama di bagian apex dan segmen posterior, atau apex lobus
inferior.1,3
Yang ditemukan pada pemeriksaan jasmani antara lain suara
napas bronkial, amforik, penurunan suara napas vesikuler, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.1
Pemeriksaan bakteriologis
Bahan yang digunakan adalah sputum penderita.1,3 Pengambilan
dahak dilakukan sebanyak 3 kali:
1. Sewaktu/spot = saat kunjungan
2. Pagi = keesokan paginya
3. Sewaktu/spot = saat mengantarkan dahak pagi
Atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.
Sputum ditampung dalam container dengan mulut lebar,
diameter penampang minimal 6 cm dan dengan tutup berulir.
Container harus tidak mudah pecah dan tidak bocor. Spesimen tersebut
bisa dipakai untuk pemeriksaan mikroskopik maupun biakan kuman.1
Pemeriksaan mikroskopik bisa dilakukan dengan pewarnaan
Ziehl-Nielsen dan auramin-rhodamin. Yang lazim digunakan adalah
pewarnaan Ziehl-Nielsen. Hasil pemeriksaan akan menunjukkan
apakah infeksi pasien jenis BTA positif atau BTA negatif.3
Interpretasinya adalah:
1. 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif : BTA positif
2. 1 kali positif, 2 kali negatif : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada
fasilitas foto thorax kemudian,
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif
19
o bila 3 kali negatif : BTA negatif
Interpretasi mirkoskopik dibaca dengan menggunakan skala
IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) :1
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif
1. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan.
2. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut +1
3. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +2
4. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +3
Pemeriksaan biakan sebaiknya dilakukan tanpa mempedulikan
hasil pemeriksaan BTA. Metode kultur konvensional yang digunakan
biasanya dengan media Lowenstein-Jensen, Ogawa atau Kuhdo, atau
bis ajuga dengan Middle brook.1 Metode kultur modern saat ini bisa
menggunakan broth culture system yang tersedia secara komersil
(misalnya BACTEC, MGIT, VersaTREK, MBBACT).4 Keunggulan
broth culture system dibandingkan dengan metode konvensional
adalah waktu yang dibutuhkan untuk melihat hasil kultur (4-14 hari
dibandingkan 3-6 minggu).4 Tujuan dari pemeriksan kultur atau biakan
adalah mendeteksi M. tuberkulosis sekaligus mycobacterium other
than tuberculosis (MOTT).1
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik memiliki peran penting dalam evaluasi
awal pasien yang diduga memiliki TB aktif.
TB primer menunjukkan temuan radiologis yang meliputi
limfadenopati, konsolidasi, efusi pleura, dan nodul milier. TB post
primer menunjukkan konsolidasi yang dominan di zona apikal dan
paru-paru bagian atas, nodul, dan kavitasi.1
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif meliputi
fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas, kalsifikasi
atau fibrotik, kompleks ranke, fibrotoraks/fibrosis parenkim paru dan
atau penebalan pleura.3 Bisa juga terdapat gambaran luluh paru atau
destroyed lung yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat.
20
Gambaran radiologik yang ditunjukkan berupa atelektasis, multikaviti
dan fibrosis parenkim paru.1,3
21
Tes Tuberkulin dan IGRA
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling
bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam “Screening
TBC”.1 Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji
tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1
tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–
2 tahun 92%, 2– 4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun
51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia
seseorang maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.3
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai
sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji
mantoux umumnya pada 1⁄2 bagian atas lengan bawah kiri bagian
depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan
Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
Pemeriksaan IGRA (Interferon-gamma release
assays)merupakan alat diagnostik untuk TB laten. IGRA merupakan
marker turunan dari M. tuberculosis dan akan memberikan respos imun
seluler terhadap kuman M.tuberculosis.5
2.1.5 Tata laksana
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase
intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 6 bulan. Paduan obat yang
digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.1,3
Pengobatan TB merupakan masalah yang rumit mencakup
waktu penyembuhan yanglama, kepatuhan disiplin penderita dalam
22
menjalani pengobatan, daya tahan tubuh dan factor sosial ekonomi
penderita.2
Obat TB lini pertama terdiri atas kombinasi obat rifampisin (R),
isoniazid (H), pirazinamid (Z), Ethambutol (E). Sediaan obat bisa
dapat bentuk dosis tunggal maupun kombinasi dosis tetap (Fixed dose
combination / FDC). OAT dengan FDC terdiri atas 4FDC dan 2FDC.6
4FDC terdiri atas Rifampisin 150mg, Isoniazid 75 mg, Pyrazinamid
400 mg, dan Ethambutol 275mg. Sedangkan 2FDC terdiri atas
Rifampisin 150mg dan Isoniazid 150 mg. Penghitungan dosis biasanya
berdasarkan berat badan dan sediaan.1,3,6 Dosis OAT dapat dilihat di
Tabel 1 dan Tabel 2.
23
OAT katergori II digunakan untuk pasien relaps dengan BTA positif,
kasus gagal dengan BTA positif, dan putus berobat.6 Dosis yang
digunakan sesuai dengan tabel 3.
Berat badan TAHAP INTENSIF TAHAP
(SETIAP HARI) LANJUTAN
2 Bulan 1 Bulan 5 Bulan
30 – 37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC 2 tablet 2FDC + 2
+ 500mg Streptomisin inj tab Ethambutol
38 – 54 kg 3 tablet 4FDC + 750mg 3 tablet 2FDC 3 tablet 2FDC + 3
Streptomisin inj tab Ethambutol
54 – 70 kg 4 tablet 4FDC + 1000mg 4 tablet 2FDC 4 tablet 2FDC + 4
Streptomisin inj tab Ethambutol
>70 kg 5 tablet 4FDC + 1000mg 5 tablet 2FDC 5 tablet 2FDC + 5
Streptomisin inj tab Ethambutol
Tabel 3. Dosis OAT kategori II6
24
Efek samping Tatalaksana
Kemungkinan penyebab
Mayor Hentikan OAT
Gatal dan kemerahan pada kulit Semua jenis OAT Beri antihistamin dan
dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan,
ganti ethambutol
Gangguan keseimbangan (vertigo Streptomisin Streptomisin dihentikan,
dan nnistagmus) ganti ethambutol
Ikterik / hepatitis imbas obat Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT
(penyebab lain disingkirkan) sampai ikterik
menghilang dan boleh
diberikan hepatoprotektor
Muntah dan bingung (suspected Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan
drug-induced pre-icteric lakukan uji fungsi hati
hepatitis)
Gangguan penglihatan Ethambuthol Hentikan ethambutol
Kelainan sistemik, termasuk syok Rifampisin Hentikan rifampisin
dan purpura
Tabel 5. Efek samping mayor dan cara mengatasinya6
25
untuk meningkatkan kemampuan penyerapan air dari obat-obat
tertentu sehingga mampu memetabolisme agen-agen kimiawi dalam
obat-obat tersebut.7,8 Fase 2 paling sering terjadi di sitosol, dimana
terjadi konjugasi melalui enzim transferase.
Sejumlah enzim terkait dihasilkan di retikulum endoplasma,
yakni cytochrome P-450, yang penting sebagai enzim pemetabolisme.
Cytochrome P-450 adalah komponen oksidase terminal dari rantai
transportasi elektron. Sistem detoksifiksi tahap 1, melibatkan terutama
enzim supergen sitokrom P-450, yang secara umum merupakan enzim
pertahanan pertama melawan benda asing. Sebagian besar bahan kimia
dimetabolisme melalui biotransformasi tahap 1.8 Pada reaksi umum
tahap 1, enzim sitokrom P-450 (CYP450) menggunakan oksigen
sebagai kofaktor, NADH, untuk menambah kelompok reaktif, misal
hidroksi radikal.8
26
dapat diekskresikan melalui urin atau empedu. Beberapa macam reaksi
konjugasi terdapat dalam tubuh, termasuk glukoronidasi, sulfas, dan
konjugasi glutation, serta asam amino.7,8 Reaksi ini memerlukan
kofaktor yang tercukupi melalui makanan. Banyak yang dketahui
mengenai peran dari system enzim tahap 1 pada metabolisme kimia
seperti halnya aktivasinya oleh racun lingkungan dan komponen
makanan tertentu.9 Walaupun begitu, peran detoksifikasi tahap 1 pada
praktek klinik tidak terlalu diperhatikan. Kontribusi dari sistem tahap
2 lebih diperhatikan dalam penelitian dan praktek klinik.8,9 Dan hanya
sedikit yang diketahui saat ini mengenai peran system detoksifikasi
pada metabolism zat endogen.
2.2.3 Mekanisme hepatotoksisitas
Patogenesis DILI secara garis besar terbagi atas mekanisme efek
hepatotoksik langsung (direct) atau efek hepatotoksik idiosinkratik.
Kedua proses tersebut melibatkan peristiwa "hulu" (upstream) yang
disebabkan oleh obat-obatan, serta produk metaboliknya dan peristiwa
"hilir" (downsteam) yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
jalur yang mengeraha ke cedera hati dan perlindungan sel hati target.7
Hepatotoksisitas obat direct mengacu pada cedera langsung pada
hati yang disebabkan oleh obat yang dicerna dan / atau produk
metaboliknya. Juga dikenal sebagai DILI intrinsik (InDILI), sering
tampaknya tergantung dosis dan biasanya dapat diprediksi pada model
hewan.7,9 Hepatotoksisitas obat secara langsung dapat menyebabkan
mekanisme lain dari kerusakan hati yang melibatkan respons imun dan
inflamasi.
Pada DILI idiosinkratik, polimorfisme genetik dapat
berkontribusi terhadap disfungsi pada enzim yang relevan dan
mengangkut protein seperti enzim yang memetabolisme obat
(termasuk enzim metabolisme fase I seperti sitokrom P450 dan
berbagai enzim metabolisme fase II), protein transport transmembran
(termasuk protein pengikat ATP yang mengikat B11), dan protein
transport terlarut (termasuk anion organik yang mengangkut
polipeptida 1B1).7 Selain itu, polimorfisme HLA dapat menyebabkan
tubuh manusia cenderung menghasilkan respons imun adaptif terhadap
27
hati sebagai respons terhadap obat-obatan. Polimorfisme genetik ini
dan fitur fenotipik serta genetiknya dapat meningkatkan kerentanan
host terhadap DILI.9 Obat-obatan dan metabolit reaktif yang sesuai
dapat menyebabkan kerusakan mitokondria hepatoseluler dan
menginduksi stres oksidatif, sehingga menyebabkan cedera atau
kematian hepatoseluler melalui berbagai mekanisme molekuler.
Respon stres retikulum endoplasma (ERSR) juga dapat
mempromosikan perkembangan DILI.9 Obat-obatan dan metabolitnya
dapat mengaktifkan berbagai jenis jalur pensinyalan kematian,
sehingga meningkatkan apoptosis, nekrosis, dan kematian autophagic.
Serangan imun adaptif mungkin merupakan peristiwa umum terakhir
dari IDILI.10 Pertama, sinyal bahaya yang dihasilkan oleh cedera sel
dan kematian dapat mengaktifkan sel penyaji antigen dan kemudian
menginduksi serangan imun adaptif. Kedua, banyak metabolit obat
dapat bertindak sebagai haptens dan berikatan dengan inang protein
untuk membentuk neoantigen.11 Jika respons imun adaptif
menargetkan protein inang dalam neoantigen, mereka akan
berkontribusi terhadap respons autoimun, dan jika mereka mengenali
metabolit obat dalam neoantigen, mereka akan berkontribusi terhadap
respons imun anti-obat. Selain itu, respons imun adaptif dapat
memediasi IDILI dan juga menyebabkan cedera kekebalan
ekstrahepatik dan kemudian menghasilkan manifestasi sistemik
termasuk demam dan ruam. Respons inflamasi terutama merupakan
kombinasi dari aktivasi kekebalan dan serangkaian peristiwa seluler
dan molekuler terkait. Interaksi antara peradangan dan pajanan obat
adalah hipotesis penting tentang patogenesis DILI.9 Peradangan
intrahepatik yang disebabkan oleh faktor non-obat merupakan faktor
predisposisi independen untuk DILI dan juga faktor yang mendorong
perkembangan DILI; di sisi lain, obat-obatan dan metabolitnya juga
dapat memicu respons inflamasi intrahepatik dan meningkatkan
perkembangan DILI.9
Namun perlu diketahui bahwa ketika terjadi cedera pada sel hati,
obat-obatan juga akan memicu perbaikan jaringan restoratif (RTR).12,13
Setelah inisiasi cedera hati, jika ada kekurangan RTR, cedera akan
28
berkembang dengan cepat; sebaliknya, jika ada RTR yang tepat waktu
dan adekuat, cedera hati akan terbatas dan berbalik. Oleh karena itu,
RTR merupakan faktor penentu penting untuk perkembangan atau
resolusi cedera hati.8
2.2.4 Manifestasi klinis
Berdasarkan perjalanan penyakit, DILI diklasifikasikan menjadi
DILI akut dan DILI kronis. Definisi DILI kronis adalah: dalam waktu
6 bulan setelah DILI terjadi, serum ALT, AST, ALP, atau TBil masih
tetap abnormal, atau ada bukti radiografi dan histologis untuk
hipertensi portal atau cedera hati kronis.9 Secara klinis, DILI akut lebih
sering terjadi dan 6-20% diantaranya dapat berkembang menjadi DILI
kronis. Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu 3 bulan setelah
timbulnya DILI akut, sekitar 42% dari pasien masih memiliki tes
biokimia hati yang abnormal, dan 1 tahun kemudian, sekitar 17% dari
pasien masih memiliki indeks biokimia hati yang abnormal. DILI
kolestatik cenderung berkembang menjadi DILI kronis.10
Berdasarkan jenis sel target yang cedera, DILI diklasifikasikan
menjadi cedera hepatoseluler, cedera kolestatik, cedera campuran
hepatoselular-kolestatik, dan cedera hati vaskular.11
Kriteria untuk menilai ketiga jenis DILI, yang awalnya
ditetapkan dan kemudian direvisi oleh Council for International
Organizations of Medical Sciences (CIOMS)10, adalah:
Cedera hepatoseluler: ALT ≥ 3 ULN dan R ≥ 5
Cedera kolestatik, ALP ≥2 ULN dan R ≤ 2
Cedera campuran hepatoseluler-kolestatik, ALT ≥ 3 ULN,
ALP ≥2 ULN dan 2 <R <5.
Jika ALT dan ALP tidak mencapai kriteria yang disebutkan
di atas, kondisi pasien disebut "kelainan uji biokimia hati".
R = (ALT level / ALT ULN)/(AP level/AP ULN)
29
disebabkan oleh cedera hati atau 5 kali ULN dari ALT atau AST tanpa
gejala atau peningkatan transaminase >3x dengan total bilirubin >2.10
DIH bisa dibagi berdasarkan tingkat keparahannya yaitu
Mild : peningkatan AST dan/atau ALT >2 sampai <3 x
ULN
Moderate : peningkatan AST dan/atau ALT >3 sampai <
5x ULN
Severe : peningkatan AST dan/atau ALT >5x ULN
30
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
31