Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu topik yang diangkat dalam makalah ini adalah nasionalisme.
Nasionalisme secara singkat adalah rasa bangga akan sesuatu yang bersifat jamak
atau luas. Perasaanini bisa dikhususkan sehingga menjadi suatu paham atau gerakan
yang nantinya memunyai peranan penting dalam menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan instansi tertentu terutama organisasi tertinggi yaitu suatu negara.

Nasionalisme sendiri merupakan kesadaran individu yang datang dari rasa


memiliki dan mencintai akan sesuatu. Nasionalisme sulit untuk dipaksakan apalagi
ditamkan sejak dini di era sekarang dimana dunia telah menjadi terhubung satu sama
lain melalui globalisasi. Nasionalisme dapat ditunjukkan seseorang menurut dua level
kebangsaannya yang berbeda, yaitu ethnic nationalism atau nasionalisme etnis dan
civic nationalism atau nasionalisme sipil. Bentuk nasionalisme ini berbeda satu
dengan yang lainnya dalam cakupannya masing-masing.

Nasionalisme juga memiliki makna-makna dan sumber-sumber tersendiri.


Selain itu, nasionalisme berkaitan erat dengan ideologinya sendiri yang berpengaruh
dalam cara konsep-konsep seseorang dalam membela sesuatu yang dekat
dengannya.Istilah nasionalisme mulai diperkenalkan sejak adanya penyebutan bangsa
modern yaitu pasca-1789 yang bersifat nasionalisme ependen.Penyebab penting
lainnya juga adalah pengaruh terjamahan kitab Injil versi Vultgate setelah reformasi.
Sejak itulah, ideology nasionalis yang menganggap bangsa sebagai fenomena massa
dari setiap anggota masing-masing bangsa terus berkembang sampai sekarang.

Awal-awal lahirnya nasionalisme di tanah air Indonesia sendiri muncul pada


masa penjajahan sejak abad ke-17. Kesadaran pertama kali muncul karena adanya
sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah colonial yang memicu

1
adanya kelompok terpelajar yang menjadi motor penggerak nasionalisme di
Indonesia. Selain kelompok intlektual, penjajahan juga memicu akan kesadaran
masyarakat Indonesia untuk bersatu kekuatan sehingga bebas dari penganiyayan
bangsa Barat.

Pemeritah Indonesia berusaha agar nasionalisme bangsa Indonesia tidak


hanyut seiring waktu dimana globalisasi telah merajalela. Ideologi Indonesia yang
fleksibel sangatlah meningkatkan risko akan hancurnya kesetiaan dan kecintaan
rakyat akan bangsanya sendiri. Program pemerintah yang sangat mencolok adalah
dengan memasukkan mata pelajaran yang berkaitan dengan sejarah-sejarah penting
bangsa Indonesia dalam masa pendidikan.
Meskipun pihak pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk
menanamkan nasionalisme Indonesia sejak dini, hasilnya belum memuaskan. Banyak
warga negara Indonesia yang tidak memunyai rasa memiliki bangsanya sendiri. Hal
ini dapat terjadi oleh berbagai macam faktor-faktor yang nanti akan diperjelas dalam
makalah ini.

Pada akhirnya, penentuan akan masa depan suatu negara bergantung dari
kualitas individu-individu yang berada di dalamnya. Jadi, perlu adanya suatu motivasi
yang kuat akan cinta tanah air yang ditamkan dalam hati masyarakat Indonesia agar
bangsa ini bisa terus maju dan berkarya.

Pembahasan tentang hukum seperti membicarakan tentang suatu kosep ilmu


pengetahuan yang sangat luas cakupannya.Ilmu hukum meliputi berbagai wilayah
yang seakan tidak memunyai tepi ataupun sesuatu yang batas-batasnya tidak bisa
ditentukan (Curzon, Satjipto Rahardjo).

Objek hukum adalah hukum itu sendiri dengan hakikat interdisipliner, karena
semua disiplin ilmu pengetahuan berusaha menjelaskan berbagai aspek kehadiran

2
hukum di tengah masyarakat luas.Hukum juga dikenal dengan jurisprudence yang
berarti ilmu yang mempelajari tentang hukum.

Penggolongan hukum dinilai cukup efektif mengingat hukum yang tidak


berbatas. Hukum dapat dibagi-bagi berdasarkan sumber, bentuk, isi, tempat beralaku,
masa berlaku, cara mempertahankan, sifat, ataupun wujudnya.

Dengan cakupan materi yang sangat luas, hukum terbagi-bagi dalam beberapa
ilmu-ilmu penyokong. Konsep tersebut meliputirechtsgeschiedenis (sejarah hukum),
rechtspolitiek (politik hukum), positieve rechtswetenshap (ilmu hukum positif),
rechtssociologie(sosiologi hukum), dan rechtsfilosofie (filsafat hukum).

Istilah hukum identic dengan law (Inggris), droit (Prancis), recht (Jerman atau
Belanda) ,atau dirito (Italia). Namun, bagi Indonesia, hukum dianut dari bahasa Arab
hukm yang berarti putusan atau ketetapan.Hukum memiliki unsur-unsurnya sendiri,
yakni: peraturan yang mengenai tingkah laku manusia, dibuat oleh badan berwenang,
bersifat memaksa walaupun tidak dapat dipaksakan, dan disertai sanksi tegas.Ciri-ciri
hukum meliputi adanya suatu perintah, larangan, dan kebolehan, serta adanya sanksi
yang dapat dirasakan oleh orang yang bersangkutan yang setimpal dengan
perbuatannya berdasarkan hukum yang berlaku.Sejarah terjadinya hukum tidak lepas
dari sejarah negara-negara besar yang mengenal hukum modern untuk pertama
kalinya.Misalkan Inggris yang dikenal common law yang merupakan hukum yang
berasal dari kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat dan dikembangkan oleh
keputusan-keputusan di pengadilan. Selain itu Inggris juga menganut statue law yang
merupakan hukum yang berasal dari perundang-undangan seperti yang sebagian besar
dianut di Indonesia.

Di Indonesia sendiri, hukum termasuk dalam identitas umum bangsa


Indonesia yang dituangkan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 dan beberapa

3
perubahannya.Ini jelas menyatakan bahwa Indonesia butuh hukum sebagai tatanan
negara agar tidak menjadi kekuasaan belaka (Machtsstaat).Secara garis besar fungsi
hukum dapat diklasifikasikan dalam tiga tahapan, yaitu: sebagai alat ketertiban dan
keteraturan masayarakat, sarana perwujudan keadilan sosial lahir batin, sarana
penggerak pembagunan, serta fungsi kritis.

Hukum sebagai alat untuk mencapai sesuatu yang diinginkan manusia juga
memunyai tujuan. Dikenal dua jenis teori yang membahas akan maksud dari hukum.
Teori etis yang diperkenalkan oleh Aristoteles berpendapat bahwa hukum itu semata-
mata untuk mewujudkan keadilan sedangkan teori utilitas oleh Jeremy Bentham
memaparkan bahwa hanya dalam ketertibanlah setiap orang akan mendapatkan
kesempatan untuk mewujudkan kebahagiaan yang terbanyak.

Adanya hukum di tengah masyarakat membuat batasan-batasan nyata yang


mengikat mereka yang tergabung di dalamnya. Akan tetapi, kebebasan yang dibatasi
oleh keberadaan hukum menjanjikan masa depan yang lebih cerah dibandingkan
kebabasan total yang berujung pada kekacauan.

Setelah mengetahui nasionalisme dan hukum secara terpisah, sekarang adalah


pembahasan akan kedua topik yang menarik tersebut. Nasionalisme yang merupakan
perasaan bangga akan sesuatu sedangkan hukum adalah sebuah putusan atau
ketetapan yang bersifat mengikat semua yang berada di dalamnya.Sebagai manusia
yang memiliki hak dalam kebebasan yang bertanggung jawab yang diatur sedemikian
rupa sehingga menjamin kesejahteraan bersama, kita bebas untuk memunyai rasa
bangga akan negara, bangsa, atau kepada instansi yang kita senangi. Perasaan ini
kemudian dapat memengaruhi tindakan-tindakan kita dalam mengekspresikan
kebanggan kita kepada orang atau instansi lain yang belum tentu sependapat dengan
ide atau konsep dari apapun yang kita hormati. Disinilah hukum mendapatkan

4
peranan penting dalam menertibkan aksi-aksi kita sehingga terdapat keharmonisan
meskipun terjadi perbedaan pendapat.

Rasa nasionalisme yang kuat akan mendorong seseorang untuk ikut serta
dalam kelompok ataupun organisasi yang ia segani. Dalam cakupan negara yang
cukup luas, apabila seseorang ingin bergabung ataupun keluar dari negara yang
bersangkutan, ia harus melewati serentetan hukum-hukum yang berlaku di negara
tersebut. Posisi hukum disini adalah sebagai rambu-rambu terhadap pengesahan
identitas orang tersebut.

Selain kerja yang sinergis antara nasionalisme dan hukum, ternyata mereka
juga memunyai konflik sendiri apabila menjadi satu kesatuan yang
komprehensif.Masalah tidak hanya datang dari sepihak saja, tetapi juga bisa terjadi
berdasarkan ketidakmatangan sistem antara keduanya. Kontradiksi-kontradiksi
nantinya akan dipaparkan dalam rumusan masalah dan dibahas dengan rinci pada bab
analisis.Akhirnya, nasionalisme dan hukum merupakan topik yang sangat menarik
untuk dibahas dan diuraikan.Di satu sisi, gabungan kedua topik ini menjadi satu
kesatuan yang kokoh dimana hukum dapat menyokong nasionalisme dan sebaliknya
dalam konsep bertindak ataupun identitas. Di lain pihak, banyak kontradiksi yang
ditemukan antara keduanya, baik secara individual, maupun secara bersama. Makalah
ini berisi pembahasan semua keserasian antara nasionalisme dan hukum beserta
masalah-masalah yang terkait di dalamnya yang terperinci.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang maka kami merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut :
- Bagaimana hubungan nasionalisme dan hukum di Indonesia ?
- Apa contoh konret dari sikap nasionalisme dari segi positif maupun negatif ?
- Bagaiman nasionalisme dan hukum di Indonesia saat ini ?

5
- Bagaimana perbandingan nasionalisme di Indonesia dan di Negara lain ?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Berikut adalah tujuan pembuatan makalah “Nasionalisme dan Hukum” beserta


manfaat yang diharapkan diperoleh dalam proses penyusunan sampai pembacaan atau
pemahaman dari makalah ini.
1.3.1. Tujuan
Maksud-maksud utama penyusunan makalah ini adalah:
 Sebagai pemenuhan materi Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah
Kewarganegaraan
 Menambah wawasan mengenai ilmu-ilmu sosial politik sebagai warga negara
yang kritis dan peduli akan kemajuan bangsanya
 Menegembangkan cara berpikir secara logis dalam memberikan tanggapan
terhadap isu-isu tentang nasionalisme ataupun hukum
 Mengupas secara terperinci masalah-masalah yang berkaitan dengan
nasionalisme ataupun hukum di era sekarang dan mencoba untuk memberikan
solusi terbaik
 Membuka pikiran masyarakat sekitar agar semakin peduli terhadap
nasionalisme dan hukum bangsa Indonesia.

1.3.2 Manfaat
Hal-hal yang bisa diperoleh dari adanya makalah ini adalah:
Manfaat sebagai penulis
 Menjadi semakin mantap dalam menyusun sebuah makalah ilmiah
 Menjadi lebih kritis dalam menanggapi masalah berkaitan dengan
nasionalisme dan hukum
 Makin berkembang dalam bekerja sama dalam kelompok

6
 Membuka wawasan yang lebih luas dalam nasionalisme dan hukum

Manfaat sebagai pembaca


 Menambah pengetahuan dasar mengenai nasionalisme dan hukum
 Menjadi lebih kritis dalam menanggapi masalah berkaitan dengan
nasionalisme dan hukum
 Menambah referensi penulisan karya ilmiah.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Nasionalisme


Ketika berbicara mengenai politik dan negara, kata nasionalisme tidak akan
luput dari dalamnya. Namun, apa sebenarnya makna dari kata tersebut? Menurut
Giddens, nasionalisme berarti afiliasi individu-individu terhadap simbol-simbol dan
kepercayaan-kepercayaan yang menekankan komunalitas di antara anggota sebuah
tatanan politik.1Tatanan politik yang dimaksudkan Giddens dalam definisinya
tersebut dapat dipastikan adalah negara, dan anggota tatanan politik adalah
warganegara. Afiliasi sendiri berarti rasa keterkaitan atau pertalian seseorang dengan
suatu hal, perasaan memiliki, dan tergabung menjadi anggota dalam suatu kelompok
tertentu2, sedangkan komunalitas berarti perasaan kebersamaan karena memiliki
persamaan jalan pikir dan tujuan.3Dengan demikian, jika menganut pengertian dari
Giddens, nasionalisme Indonesia berarti perasaan keterkaitan dan rasa memiliki dari
warganegara Indonesia terhadap seperangkat simbol-simbol identitas negara
Indonesia, misalnya UUD 1945, hari kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan
kepercayaan yang menekankan rasa kebersamaan sebagai warga negara, seperti lima
nilai dasar yang tercakup dalam dasar negara Pancasila. Afiliasi yang sedemikian
rupa diantara beraneka suku bangsa yang berada di wilayah Indonesia diharapkan
dapat membangun perasaan kebersamaan di antara individu-individu warganegara
Indonesia.

2.2 Klasifikasi Nasionalisme Menurut Para Ahli


2.2.1 Menurut Ignatieff

1 Nuri Soeseno, Kewarganegaraan: Tafsir, Tradisi, dan Isu-isu Kontemporer, hal. 98


2 Kamus Besar Bahasa Indonesia
3 Merriam-Webster Dictionary

8
Ignatieff membagi nasionalisme berdasarkan level kebangsaan, yaitu ethnic
nationalism (nasionalisme etnis) dan civil nationalism (nasionalisme sipil).
Nasionalisme etnis merupakan ikatan kebangsaan yang dibangun berdasarkan
persamaan bahasa, kebudayaan dan darah keturunan kelompok etnis tertentu,
misalnya: Bugis, Ambon, dan Batak. Sedangkan nasionalisme sipil merupakan
kebangsaan yang dibangun lewat adanya pengakuan dan kesetiaan pada otoritas
konstitusional dan kerangka perpolitikan dalam sebuah negara, selain sejarah yang
sama sebagai negara-bangsa dan digunakannya bahasa yang sama oleh semua
kelompok bangsa. Dengan kata lain, nasionalisme sipil dibangun atas dasar
kewarganegaraan dalam suatu wilayah teritorial, misalnya antar warganegara
Indonesia, Jepang, Amerika, atau Jerman. Hal ini berarti nasionalisme etnis
diasosiasikan dengan keanggotaan atau perasaan sebagai bagian dalam kelompok
sub-nasional atau minoritas bangsa, misalnya suku tertentu, dan nasionalisme sipil
diidentikkan dengan kewarganegaraan atau perasaan sebagai bagian dalam negara-
nasional.4

2.2.2 Menurut Kymlicka


Kymlicka melihat nasionalisme dari sudut pandang yang sedikit berbeda dengan
Ignatieff. Kymlicka memaknai nasionalisme sebagai gerakan yang hendak
memastikan bahwa negara adalah negara-nasional dimana negara dan bangsa
merupakan satu hal yang sama. Akan tetapi, Kymlicka melihat dua macam
perkembangan nasionalisme yang saling bertentangan, yaitu nasionalisme negara dan
nasionalisme minoritas. Nasionalisme negara berarti negara telah mengadopsi
berbagai kebijakan pembangunan bangsa yang bertujuan untuk memberikan
warganegara satu bahasa nasional, identitas dan kebudayaan yang sama. Di sisi lain,
minoritas-minoritas etnokultural yang berada di dalam negara yang lebih besar

4 Nuri Soeseno, Kewarganegaraan: Tafsir, Tradisi, dan Isu-isu Kontemporer, hal. 102

9
dimobilisir menuntut pembentukan negara sendiri.Gerakan ini disebut nasionalisme
minoritas. Kedua gerakan ini bertujuan hendak membuat negara dan bangsa coincide
(hadir secara bersamaan), tetapi dalam dua cara yang berbeda. Perbedaan cara dan
prinsip ini dapat memicu konflik antara satu dengan yang lainnya. Di dalam negara
dimana terdapat sejumlah “minoritas etnokultural”, kedua gerakan ini dapat
menimbulkan konflik yang serius jika mereka bergerak secara bersama dan dengan
intensitas yang sama.5

2.3 Definisi Hukum

Membuat suatu definisi mengenai hukum yang bisa diterima semua pihak
bukanlah suatu yang mudah.Hukum memiliki banyak segi dan sangat luas ruang
lingkupnya, jadi sulit untuk didefinisikan dalam beberapa kalimat saja. Hal itu pernah
dikemukakan oleh Sjachran Basah6dengan mengatakan:

“Memang sulit untuk memberikan suatu rumusan yang dapat diterima secara
umum, atau communis opinion doctorum mengenai apakah yang dimaksudkan
dengan hukum itu. Sehingga dengan deikian apa yang dikemukakan oleh Immanuel
Kant yang mengatakan bahwa “noch suchen die juristen eine definition zu ihrem
begriffe von recht” (tidak seorang ahli hukumpun yang mampu membuat definisi
tentang hukum-pen), menurut anggapan saya masih tetap berlaku. Walaupun
demikian tidaklah berarti tidak ada definisi mengenai hukum, karena batasan
mengenai hukum itu ada, bahkan batasan-batasan yang ada termaksud aneka ragam
macamnya tergantung dari pangkal tolak dan keahlian si pemberi batasan itu sendiri”.

Karena itu, meskipun hukum masih tidak dapat didefinisikan secara


sempurna, namun tetap perlu diberikan beberapa pengertian dari hukum itu

5 Nuri Soeseno, Kewarganegaraan: Tafsir, Tradisi, dan Isu-isu Kontemporer, hal. 103

10
sebagaimana dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan beberapa pakar
hukum.
Hukum, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)7 memiliki definisi
peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa
atau pemerintah. Berarti Hukum adalah suatu patokan yang mengikat dan mengatur
tindakan-tindakan yang terjadi di dalam masyarakat.6

2.3.1 Definisi Hukum Menurut Para Ahli


 Utrecht6:
“Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (norma atau kaidah)
perintah-perintah adan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu
masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang
bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat
menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa masyarakat itu.
Agar sesuatu petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan
oleh pemrintah atau penguasa masyarakat itu.Agar sesuatu petunjuk
hidup itu harus dilengkapi, atau diperkuat, dengan anasir yang
memaksa (element van dwang).Kaedah adalah petunjuk hidup yang
memaksa”.
 Hans Kelsen7:
“Law is an order of human behavior. An “order” is a system of rules.
Law is not, as sometimes said, a rule. It is a set of rules having the the
kind of unity we understand by a system. It is impossibl to grasp the
nature of law if we limit our attention to single isolated rule. The
relations which link together the particular rules of a legal order are
also essential to the nature of law. Only on the basis of clear

6 Prof. Dr. Bintan Saragih, S.H. , Politik Hukum, hal. 9


7Hans Kelsen, General Theory of Law and State, hal. 4

11
comprehension of those relations constituting the legal order can the
nature of law be fully understood”.
 Mochtar Kusumaatmadja8:
“Jika kita artikan dalam artinya yang luas maka hukum itu tidak saja
merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat melainkan meliputi pula
lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses (process) yang
mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan. Dengan
lain perkataan, suatu pendkatan yang normative semata-mata tentang
hukum tidak cukup apabila kita hendak melakukan pembinaan hukum
secara menyeluruh”.
 Mochtar Kusumaatmadja9:
“Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yag
mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang berujuan
memelihara ketertiban juga meliputi lembaga-lembaga dan proses-
proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam
masyarakat”.
 Soerjono Soekanto10:
“Hukum adalah suatu gejala sosial-budaya yang berfungsi untuk
menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku tertentu terhadap
individu-individu dalam masyarakat”.

2.4 Terminologi Hukum11


 Masyarakat Hukum :

8 Prof. Dr. Bintan Saragih, S.H. , Politik Hukum, hal. 10


9 Titik Triwulan, Pengantar Ilmu Hukum, hal. 27
10 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, hal. 9
11 Budi Mulyan, Materi 11: Pengertian Tentang Berbagai Terminologi Hukum.

(http://elib.unikom.ac.id/)

12
Sekelompok orang dalam wilayah tertentu dimana berlaku serangkaian
peraturan yang jadi pedoman bertingkah laku bagi setiap anggota kelompok
dalam pergaulan hidup setiap anggota kelompok.
 Subjek Hukum :
Pendukung hak terdiri dari badan hukum alam (manusia dewasa) dan badan
hukum buatan (organisasi yang berbadan hukum punya hak dan kewajiban )
 Objek Hukum :
Segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan dapat menjadi pokok
suatu hubungan hukum bagi para subjek hukum . (contoh: benda yang
mempunyai nilai ekonomis merupakan objek hukum)
 Peristiwa Hukum :
Kejadian / peristiwa yang akibatnya di atur oleh hukum . Peristiwa hukum
dibagi 2 : 1. karena perbuatan subjek hukum (manusia atau badan hukum ); 2.
karena bukan Perbuatan subjek hukum ( karena UU contoh : kelahiran ,
kematian daluwarsa).
 Hubungan Hukum :
Hubungan diantara subjek hukum yang diatur oleh hukum . Dalam setiap
hubungan hukum selalu terdapat hak dan kewajiban . Hubungan hukum (HH)
dapat dibagi :
1. HH. Bersegi satu => timbul kewajiban saja (hibah tanah)
2. HH . Bersegi dua => timbul hak dan kewajiban ( jual beli )
3. HH. Sederajat => (suami istri)
4. HH. Tidak sederajat => penguasa dengan rakyat
5. HH Timbal balik => timbulkan hak dan kewajiban
6. HH. Timpang bukan sepihak => pinjam meminjam

 Akibat Hukum:

13
Akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hukum.Contoh timbulnya hak dan
kewajiban.
 Perbuatan Hukum :
Perbuatan subjek hukum yang akibat hukumnya di kehendaki pelaku. Terbagi
lagi menjadi dua : 1. Bukan perbuatan hukum (contoh: jual beli ); 2. Perbuatan
hukum (contoh : zaakwarneming => psl 1354 KUHPdt &Onrechtmatigedaad
=> psl 1365 KUHPdt atau 1401 BW (Burgerlijk wetboek ))

2.5 Pembedaan Hukum12


Hukum dapat dibedakan menjadi beberapa macam menurut cara
membedakannya.Yaitu menurut sumbernya, menurut sumbernya, menurut kekuatan
mengikatnya, menurut tempat berlakunya, menurut bentuknya, penerapannya, dan
sebagainya.
1. Pembedaan hukum menurut sumbernya:
a. Hukum undang-undang ialah hukum yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan.
b. Hukum kebiasaan dan hukum adat, ialah hukum yang terdapat dalam
kebiasaan dan adat istiadat.
c. Hukum traktat adahal hukum yang ditetapkan oleh dua atau beberapa
Negara yang mengadakan perjanjian bilateral ataupun multilateral.
d. Hukum yurisprudensi, ialah hukum yang terbentuk karena putusan
pengadilan.
e. Hukum ilmu (doktrin ialah hukum yang dibuat oleh ilmu hukum yaitu
hukum yang terdapat dalam pandangan ahli-ahli hukum yang terkenal
dan sangat berpengaruh.
2. Pembedaan hukum menurut isinya:

12 Titik Triwulan, Pengantar Ilmu Hukum, hal. 196-220

14
a. Hukum publik ialah hukum yang mengatur hubungan-hubungan
hukum yang menyangkut kepentingan umum. Misalnya hukum tata
Negara, hukum tata pemerintahan, hukum acara, hukum perburuhan,
hukum pajak, hukum internasional, dan hukum pidana.
b. Hukum privat ialah hukum yang mengatur hubungan-hubungan
hukum yang menyangkut kepentingan pribadi. Misalnya hukum
perdata, hukum dagang, hukum perselisihan nasional, hukum perdata
internasional.
3. Pembedaan hukum menurut kekuatan mengikatnya:
a. Hukum pelengkap (hukum fakultatif) ialah peraturan hukum yang
boleh dikesampingkan atau disimpangi oleh orang-orang
berkepentingan.
b. Hukum memaksa (hukum imperatif) ialah peraturan hukum yang tidak
boleh dikesampingkan atau disimpangi oleh orang-orang yang
berkepentingan.
4. Pembedaan hukum menurut dasar pemeliharaannya:
a. Hukum materiil ialah hukum yang mengatur isi daripada hubungan-
hubungan hukum dalam masyarakat.
b. Hukum formil ialah hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya
mempertahankan atau menegakkan hukum materiil. Bisa juga disebut
hukum acara.
5. Pembedaan hukum menurut wujudnya:
a. Hukum objektif ialah segala macam hukum yang ada dalam suatu
Negara yang berlaku umum. Hukum ini hanya menyebu peraturan
hukum saja yang mengatur hubungan-hubungan hukum.
b. Hukum subjektif ialah peraturan hukum (hukum objektif) yang
dihubungkan dengan seseorang tertentu dan dengan demikian
menimbulkan hak dan kewajiban.

15
6. Pembedaan hukum menurut tempat berlakunya:
a. Hukum nasional yaitu hukum yang berlaku di wilayah satu Negara
saja.
b. Hukum internasional yaitu hukum yang berlaku di wilayah berbagai
Negara.
7. Pembedaan hukum menurut waktu berlakunya:
a. Ius cinstitum (hukum positif) ialah hukum yang berlaku dalam suatu
Negara pada saat sekarang.
b. Ius constituendum ialah hukum yang diharapkan atau dicita-citakan
berlaku pada waktu yang akan datang.
8. Pembedaan hukum menurut bentuknya:
a. Hukum tertulis ialah hukum sebagaimana tercantum dalam peraturan
perundang-undangan.
b. Hukum tak tertulis ialah hukum yang hidup dalam masyarakat,
meskipun tidak tertulis tetapi ditaati dalam pergaulan hukum di
masyarakat.
9. Pembedaan hukum menurut penerapannya:
a. Hukum in abstracto ialah semua peraturan hukum yang berlaku pada
suatu Negara yang belum diterapkan terhadap sesuatu kasus oleh
pengadilan.
b. Hukum in concreto ialah peraturan hukum yang berlaku pada suatu
Negara yang telah diterapkan oleh pengadilan terhadap sesuatu kasus
yang terjadi dalam masyarakat.
Hukum in abstracto berlaku umum sedangkan hukum in concreto hanyerlaku
terhadap pihak-pihak yang berperkara saja. Hukum in abstracto termuat dalam
peraturan perundang-undangan serta bentuk-bentuk formil lainnya, sedangkan hukum
in concreto termuat dalam putusan pengadilan.

16
1. Hukum Tata Negara

Dalam hukum tata negara diatur tentang tujuan negara, bentuk negara, bentuk
pemerintahan negara, lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara, hubungan
lembaga-lembaga negara, wilayah negara, rakyat, dan penduduk negara, hak-
hak dan kewajiban warga negara dan sebagainya yang sangat luas sekali.

2. Hukum Administrasi Negara

Belum ada keseragaman dalam penggunaan istilah hukum administrasi


negara, namun Kusumadi Pudjosewojo dalam dalam buku Pedoman Pelajaran
Tata Hukum Indonesia mendefinisikan hukum tata negara sebagai
“Keseluruhan aturan hukum yang menentukan cara bagaimana negara sebagai
penguasa itu menjalankan usaha-usaha untuk memenuhi tugas-tugasnya, atau
cara bagaimana penguasa itu seharusnya bertingkah laku dalam
mengusahakan tugas-tugasnya”.
3. HukumAcara
Hukum acara bisa juga disebut sebagai hukum formil, yaitu hukum yang
mengatur bagaimana caranya menjamin ditegakkannya atau dipertahankannya
hukum materiil.
4. HukumPerburuhan
Ahli hukum perburuhan Indonesia Imam Soeporno, dalam bukunya
“Pengantar Hukum Perburuhan” mendefinisikan hukum perburuhan sebagai
“Suatu himpunan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak, yang berkenaan
dengan suatu kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan
menerima upah.”
5. Hukum Pajak (Hukum Fiscal)
Rochmat Soemitro dalam Riduan Syahrani menyatakan bahwa hukum pajak
ialah “Suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah

17
sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan lain
perkataan hukum pajak menerangkan: Siapa-siapa wajib pajak, dan apa
kewajiban-kewajiban mereka terhadap pemerintah, hak-hak pemerintah,
objek-objek apa yang dikenakan pajak, cara pengajuan keberatan dan
sebagainya”.

6. Hukum Perdata
Salim H.S. berpendapat bahwa “Hukum perdata pada dasarnya merupakan
keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara subjek
hukum satu dengan subjek hukum yang lain dalam hubungan kekeluargaan
dan di dalam pergaulan kemasyarakatan”.

7. Hukum Dagang

Achmad Ichsan dalam bukunya “Hukum Dagang” menyatakan bahwa


“Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal dagangan atau
perniagaan, ialah soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam
perdagangan atau perniagaan”.
8. Hukum Pidana

Hukum pidana adalah keseluruhan peraturan yang menentukan perbuatan apa


yang merupakan tindak pidana dan hukuman apa yang dapat dijatuhkan
terhadap yang melakukannya.

9. Hukum Internasional

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum internasional adalah “Keseluruhan


kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan
yang melintasi batas-batas negara yang bukan bersifat perdata”.

18
10. Hukum Perdata Internasional

Hukum perdata internasional menerangkan peraturan hukum apa atau


peraturan hukum mana yang berlaku terhadap suatu hubungan hukum yang
diadakan oleh orang-orang yang mempunyai hukum perdata nasional yang
berlainan.

11. Hukum Perselisihan

Hukum perselisihan dibagi menjadi tiga, yaitu hukum intergentil yang


merupakan himpunan peraturan yang menentukan hukum mana atau hukum
apa yang berlaku terhadap suatu hubungan hukum antara orang-orang yang
berlainan golongan hukum perdatanya dalam satu negara, hukum interlokal
yang mengatur hubungan hukum antara orang-orang warga negara Indonesia
asli yang mempunyai lingkungan hukum adat yang berbeda, misalnya
pernikahan antara pria Jawa dengan wanita Minangkabau, dan hukum
interreligious yang mengatur hubungan hukum yang erat kaitannya dengan
agama, yang diadakan oleh orang-orang yang berbeda agamanya.

19
BAB III
ANALISIS MATERI

3.1 Pengertian Nasionalisme


Nasionalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata
"Nasional" dan "isme", yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran
dan semangat cinta tanah air. Rasa nasionalisme juga identik dengan memiliki rasa
solidaritas, mengandung makna persatuan dan kesatuan.
Pengertian beberapa Ahli seputar Nasionalisme antara lain13:
• Pengertian Nasionalisme Menurut Ernest Gellenervia: Nasionalisme adalah
suatu prinsip politik yang beranggapan bahwa unit nasional dan politik
seharusnya seimbang.
• Pengertian Nasionalisme Menurut Anderson: Nasionalisme adalah kekuatan dan
kontinuitas dari sentimen dan identitas nasional dengan mementingkan nation.
• Pengertian Nasionalisme Menurut H. Kohn: Nasionalisme adalah suatu bentuk
state of mind and an act of consciousness.
• Pengertian Nasionalisme Menurut Ernest Renan: Nasionalisme adalah kemauan
untuk bersatu tanpa paksaan dalam semangat persamaan dan
kewarganegaraan.

Dari beberapa pengertian tersebut, nasionalisme dapat disimpulkan sebagai


suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan
kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian
masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam
terhadap bangsa itu sendiri.

13Minto Rahayu. Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan Menghidupi Jati Diri


Bangsa. (Jakarta: Grasindo,2007). Halaman 69-77

20
Nasionalisme merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat
selama bangsa Indonesia masih ada. Nasionalisme bukanlah suatu pengertian yang
sempit bahkan mungkin masih lebih kaya lagi pada zaman ini. Adapun ciri-ciri
nasionalisme di atas dapat ditangkap dalam beberapa definisi nasionalisme sebagai
berikut :
1. Nasionalisme ialah cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya
bersama.
2. Nasionalisme ialah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan
dan prestise bangsa.
3. Nasionalisme ialah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang
kabur, kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau
Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada bagian-bagiannya.
4. Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup
untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri.
Nasionalisme tersebut berkembang terus memasuki abad 20 dengan berbagai
kekuatan-kekuatan dasar, antara lain :
(1) keinginan untuk bersatu dan berhasil dalam me-nyatukan wilayah dan rakyat;
(2) perluasan kekuasan negara kebangsaan;
(3) pertumbuhan dan peningkatan kesa-daran kebudayaan nasional dan
(4) konflik-konflik kekuasaan antara bangsa-bangsa yang terangsang oleh
perasaan nasional.
Kini nasionalisme Negara Republik Indonesia mengacu ke kesatuan, keseragam-
an, keserasian, kemandirian dan agresivitas.

3.2. Kasus Nasionlisme dan Pandangan Nasionalisme


Nasionalisme mulai muncul dan berkembang sejak era dekolonialisasi terjadi
setelah Perang Dunia II. Proses penghapusan tanah jajahan yang terjadi di dunia telah
menimbulkan gejolak bagi negara-negara yang secara sengaja dimerdekakan oleh
penjajah terdahulu. Gejolak ini tersalurkan melalui bentuk nasionalisme yang telah

21
menjadi refleksi kehidupan berbangsa dan bernegara. Nasionalisme menjadi simbol
kecintaan individu akan bangsa dan negaranya, rasa cinta yang begitu dalam yang
bisa berujung menjadi sifat etnosentrisme bahkan ultra nasionalisme. Lain dari pada
itu, nasionalisme menjadi sebuah esensi yang memiliki peran penting sebuah bangsa
yaitu menjadi alat utama pemersatu bangsa.Persamaan nasib yang dimiliki oleh
rakyat di dalamnya membuat nasionalisme memiliki peran utama sebagai pemerkuat
sebuah bangsa.
Nasionalisme menjadi sangat krusial keberadaanya ketika turut mengambil peran
besar pada fenomena hubungan internasional.Nasionalisme menjadi sebuah identitas
bangsa, sebagai prinsip atau pegangan masyarakatnya menentukan sikap dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.Hal itulah yang selanjutnya menjadikan
nasionalisme menjadi aspek penting yang sangat dipertimbangkan keberadaannya
sehingga memberikan pengaruh besar dalam kehidupan politik sebuah
negara.Nasionalisme yang menjadi perhatian utama dalam fenomena hubungan
internasional dalam dua dekade ini, dinilai sebagai sebuah moral, bersifat normatif,
yang merupakan basis sistem sebuah Negara14.
Menurut Miscevic15, nasionalisme dikatakan memiliki kompleksitas sama dengan
masalah rasial. Dijelaskan bahwa nasionalisme menggambarkan sebuah sikap yang
dimiliki sebuah bangsa yang merefleksikan sikap-sikap yang bersifat rasial.Rasa cinta
yang berlebihan kepada sebuah bangsa melahirkan sifat yang cenderung chauvinisme,
yang menganggap bangsanya adalah bangsa yang terbaik.Sementara dipihak nilai
positif, nasionalisme dinilai dapat mempersatukan sebuah bangsa karena adanya
perasaan persamaan nasib sehingga mampu mempererat hubungan antar rakyat.
Rasa cinta dan kebanggaan akan negara telah menjadi penggerak masyarakat dalam

14 J. Mayall.Nationalism in the Study of International Relations, in Groom, A.J.R &


Light, M., Contemporary International Relations: A Guide to Theory, Pinter.(1994).
Halaman 182-194.

15 Nenad Miscevic. Nationalism and Beyond.(CEU Pres,2001). Halaman 3-38.

22
berkehidupan di dunia internasional. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa
nasionalisme juga menebar bibit-bibit konflik antar bangsa.Nasionalisme yang
berujung pada ultra-nasionalisme telah menjadi bahaya nyata yang mengancam
perdamaian di seluruh dunia. Rasa cinta dan bangga sangat dibutuhkan, namun rasa
cinta yang berlebihan akan memberikan bencana bagi semua. Jepang merupakan
salah satu contoh negara yang pernah gagal dan berhasil dalam mengembangkan
semangat nasionalisme.Kegagalan Jepang dalam semangat nasionalimse nya pertama
kali dilihat pada masa sebelum restorasi Meiji.Saat itu Jepang menutup diri dari dunia
internasional, masyarakat Jepang saat itu sangat menghargai negaranya dan berusaha
menangkal segala pengaruh dari luar yang mereka anggap mengancam nasionalisme
mereka.Perekonomian, teknologi Jepang pada waktu itu sangatlah jauh tertinggal dari
negara-negara lain yang sudah membuka diri.Setelah restorasi Meiji perkembangan
pesat terjadi pada masyarakat Jepang, teknologi berkembang pesat dan kebudayaan
menjadi sangat maju.
Era Perang Dunia II menjadi panggung bagi Jepang dalam mengembangkan
nasionalismenya melalui semangat ultranasionalisme.Jepang berkeinginan menjadi
penguasa Timur Raya dikarenakan nasionalismenya yang percaya bahwa bangsanya
adalah bangsa yang paling kuat sehingga berhak dan mampu untuk mempin Asia
Timur Raya.Semangat ini sayangnya memberikan implikasi negatif, tidak hanya
kepada negara-negara di sekitarnya yang diinvasi Jepang, tetapi juga kepada
masyarakat Jepang yang mendapatkan stigma ‘penjahat perang’.Walaupun Jepang
pada akhirnya kalah dalam perang dan harus menyerah kepada sekutu tapi masih
banyak masyarakat Jepang yang benar-benar rela berkorban bagi bangsanya. Tidak
terhitung jumlah tentara Jepang yang tewas dengan menjunjung semangat
nasionalisme. Seperti apa yang diucapkan oleh seorang pilot Kamikaze Jepang dalam
Inoqouchi, Nakajima, & Pineau (1958) berikut, “…aku berharap bahwa perbuatan ini
bisa membayar kembali apa yang kalian lakukan untukku. Anggaplah aku baik-baik
saja dan ketahuilah bahwa anakmu mati demi negaranya, inilah keinginanku yang

23
terakhir dan tidak ada lagi yang aku dambakan…”16.Dari contoh diatas kita dapat
melihat dua sisi dari nasionalisme.
Nasionalisme sebagai self determination adalah suatu sikap cinta terhadap
bangsa yang mencerminkan jati diri dan kebebasan dalam menentukan nasib bangsa.
Jati diri yang membedakan suatu bangsa dengan bangsa yang lain, dan jati diri yang
merefleksikan nilai-nilai cinta tanah air. Presiden Soekarno pada masa berjayanya
saat memerintah menunjukkan self determination sebagai seorang putra bangsa
Indonesia, Presiden Soekarno sadar akan kekurangan-kekurangan yang dimliki
negaranya, tetapi dia juga paham akan posisi strategis Indonesia di dunia
internasional. Maka dengan nasionalisme yang mencerminkan self determination
Presiden Soekarno dengan berani dan lantang menegaskan posisi Indonesia di mata
dunia sekalipun saat itu Indonesia bukanlah negara berpengaruh.Bangsa Indonesia
waktu itu dipandang sebagai salah satu kekuatan utama di dunia.Ini menunjukkan
bahwa self determination merupakan aspek yang penting bagi setiap negara.
Nasionalisme adalah identitas dari suatu negara, yang berupa ideologi. Setiap
negara pasti memiliki perbedaan satu sama lain, memiliki ciri khasnya masing-
masing. Sama halnya dengan manusia yang setiap individunya memiliki kepribadian
atau identitas yang berbeda-beda, begitu juga dengan sebuah negara.Negara memiliki
‘kepribadiannya’ masing-masing, memiliki ideologi yang berbeda dan memiliki sikap
untuk menentukan kehidupan berpolitiknya dalam sistem internasional yang berbeda
pula, disini nasionalisme sebagai ideologi dipandang sebagai suatu ide normatif dan
merupakan kebebasan negara untuk melakukan self determination (Halliday,
1994:445). Contohnya seperti China, ia memiliki ideologi sosial-komunis sebagai
identitas dari negaranya dimana ideologi setiap negara merefleksikan sikap
bangsanya yang diantarkan oleh nasionalisme masing-masing. Selain itu,
nasionalisme juga menjadi sebuah penggerak (movement), seperti fakta yang telah

16T.A.Couloumbis, J.H. Wolfe. Introduction to International Relations : Power and


Justice, 3rd Ed. Prentince – Hall Inc.,(Englewood Cliffs, NJ., USA,1986). Halaman 77

24
ditunjukkan seketika dekolonialisasi pasca Perang Dunia membawa bangsa yang
memiliki nasionalisme tergerak membentuk sebuah negara sendiri.

Nasionalisme dikatakan memiliki keterkaitan erat dengan konsep nation-state


dan state nation yang merupakan pembentukan negara berdasarkan bangsa yang
melatarbelakanginya.Nasionalisme dianggap sebagai sebuah pendorong lahirnya
negara yang bermula dari bangsa. Bangsa sendiri merupakan konsep yang
mengartikan identitas etnik dan kultur yang sama yang dimiliki oleh orang-orang
tertentu, sedangkan negara merupakan unit politik yang didefiniskan menurut
territorial, populasi, dan otonomi pemerintah yang secara efektif mengontrol wilayah
dan penghuninya tanpa menghiraukan homogenitas etnis17.

Bangsa-negara adalah suatu negara yang terbentuk karena adanya bangsa


yang ingin mewujudkan kinginan mereka atau ideologi mereka melalui negara.
Contohnya yaitu Timor Leste, dahulu negara ini merupakan bagian dari negara
Indonesia namun terdapat sekelompok masyarakat yang memiliki tujuan, keinginan,
atau ideologi yang sama yaitu menjadi sebuah bangsa yang ingin memiliki negara
sendiri, sehingga ia berusaha dan berhasil keluar dari Indonesia dan membuat negara
baru. Sedangkan negara-bangsa yaitu sebuah negara yang terbentuk oleh adanya
sebuah negara yang kemudian memiliki sebuah bangsa.Contohnya yaitu Singapura,
karena negara ini diberi kemerdekaan oleh Inggris.

Dalam perkembangannya, nasionalisme mendapatkan tantangan besar di era


globalisasi ini. Halliday (1994) menjelaskan keterkaitan yang berlawanan antara
nasionalisme dan globalisasi, namun disisi lain globalisasi dikatakan mampu
memporduksi nasionalisme. Globalisasi juga turut membantu penyebaran

17T.A.Couloumbis, J.H. Wolfe. Introduction to International Relations : Power and


Justice, 3rd Ed. Prentince – Hall Inc.,(Englewood Cliffs, NJ., USA,1986). Halaman 67

25
nasionalisme secara cepat, faktanya kini nasionalisme menjadi suatu hal yang lumrah
yang mulai dikenal setelah dekolonialisasi.Namun.dunia yang semakin dekat dan
tanpa batas, memungkinkan terjadinya aksi tanpa batas antara ideologi satu dengan
ideologi lain. Nasionalisme sebagai rasa cinta terhadap tanah air, tengah diuji oleh
globalisasi.Arus globalisasi yang terus mengikis dan menipiskan nasionalisme bangsa
tengah berkembang pesat. Jika hal ini dibiarkan maka, bukan tidak mungkin
nasionalisme diseluruh dunia akan terdegradasi. Suatu nasionalisme memiliki batas
tertentu sampai dimana ia berkembang, sedangkan sebaliknya globalisasi tidak
memiliki batasan yang jelas sampai kapan ia berkembang18.

3.3 Kasus-kasus tentang nasionalisme yang berhubungan dengan hukum

Dalam buku Nationalist Thought and Colonial World, P.Chatterjee menyampaikan


bahwa nasionalisme harus terputus dari kolonialisme secara politis dan
epistemologis.Subjek nasionalis harus menggapai legitimasi yang penuh dan inklusif
dengan masyarakatnya yang beraneka ragam dalam bentuk, ruang, kerangka, seperti
suku, agama, komunal sehingga terbentuk suatu kultural, sosial, dan politik sendiri.1

Permasalahan nasionalisme adalah bahwa nasionalisme sendiri mendukung dan


meneruskan warisan Eurosentrisme dan Orientalisme (Barat dan Timur).
Nasionalisme Barat diaggap mampu menghasilkan otonominya sendiri dari dalam,
sementara nasionalisme Timur harus engasimilasikan sesuatu yang lain ke dalam
budayanya sendiri sebelum mereka menjadi bangsa-bangsa modern, sehingga dalam
konteks Barat, esensi nasionalnya berakar dalam sense of autochthony, menjadi dasar
sebuah modernitas yang kembali berakar dan rekonfirmasi suatu rasa identitas orang

18Lars-Erick
Caderman.Nationalism and Ethnicity. In Walter Carlsnaes, Thomas Risse,
Beth Simon [eds], Handbook of International Relations.(SAGE,2002).Halaman 408-
428.

26
asli. Sementara nasionalisme Timur, dipaksa untuk memilih antara menjadi dirinya
sendiri atau menjadi bangsa-bangsa modern, seolah-olah standar akal budi dan
kemajuan universal pada hakikatnya hanya ada pada Barat.2

Beberapa contoh kasus nasionalisme-hukum sebagai berikut:


3.1.1. Etika dasar manusia yang mementingkan kepentingan pribadi (Egosentris)
Etika yang egosentris berakar dalam tuntutan manusia untuk memelihara dan
mengembangkan kehidupan pribadinya. Dalam penerapannya, etika semacam itu
menandaskan, apa yang baik serta bermanfaat bagi individu dengan sendirinya yang
akan juga bermanfaat bagi masyarakat. Dengan demikian, kesejahteraan pribadi
dipandang lebih penting daripada kesejahteraan umum sebab kesejahteraan umum itu
diandaikan akan muncul dengan sendirinya bila setiap orang mengupayakan
kesejahteraan pribadinya. Kesejahteraan umum adalah konsekuensi logis dari usaha
dan kesejahteraan pribadi.
Orientasi etis yang egosentris semacam ini tidaklah disimpulkan dari kecenderungan
kodrati manusia yang egois atau narsisistik, melainkan dari pandangan filosofis
tertentu tentang hakikat manusia, yakni atomisme.Menurut pandangan filosofis itu,
setiap individu (atau perusahaan pribadi) adalah suatu atom sodial, unit terkecil
masyarakat bersifat mandiri namun sederajat kedudukannya.Gagasan etis yang
egosentris ini mulai berkembang pesat pada abad ketujuh belas dan menjadi dasar
kapitalisme liberal.Motivasi tindakan manusia ialah mengejar manfaat dan
keuntungan pribadi yang maksimal dengan jalan mengolah alam dan mengmbangkan
kemampuan pribadinya.Setiap orang berhak untuk mengusahakan kesejahteraannya
sendiri tanpa campur tangan dari Negara atau pihak luar lainnya. Hector St. John de
Crevecoeur pada tahun 1782 telah merumuskan titik pandang atomisme liberal
sebagai berikut: “Hanya seuntai aturan pemerintah yang selembut sutra boleh
mengekang usaha pribadi manusia. Industri justru akan berkembang pesat, tanpa
gangguan dan hambatan, bila setiap orang berjuang demi perbaikan nasibnya
sendiri.”3Hukum diperlukan hanya untuk melindungi prakarsa, usaha dan harta milik

27
pribadi.Persaingan dan perlombaan kesejahteraan adalah iklim mental yang paling
tepat guna memacu pertumbuhan ekonomi seluruh masyarakat.
Landasan filosofis dari etika egosentris terdapat dalam pandangan yang dikemukakan
oleh Thomas Hobbes pada abad ketujuh belas. Menurut Hobbes, manusia itu pada
hakikatnya adalah makhluk yang kompetitif, senantiasa bersaing. Dalam bukunya,
Leviathan, Hobbes menyatakan, manusia itu menurut pembawaan kodratinya bersifat
kejam, bermusuhan dan tak bersahabat satu sama lain. Dalam keadaan alamiah, setiap
orang itu mempunyai hak yang sama atas segala sesuatu karena “alam telah
menyediakan segalanya untuk semuanya”. Namun bagi Hobbes alam bukanlah
merupakan suatu taman firdaus atau suatu lingkungan hidup utopis dan romantic di
mana setiap orang bias menikmati bersama hasil kemurahan dan kelimpahan alam
seperti banyak dikemukakan oleh para penganut teroti komunal tentang masyarakat.
Sebaliknya, setiap orang itu bersaing untuk menguasai dan memanfaatkan wilayah
serta sumber-sumber alamiah yang sama. Dalam bukunya De Cive, Hobbes menulis,
“Kendati setiap orang bias berkata tentang segala seusatu bahwa ini adalah milikku,
namun ia tidak bisa menikmati hal itu, oleh karena tetangganya, yang mempunyai hak
yang sama dan kekuatan yang seimbang dengan dirinya, juga akan mengajukan
tuntutan yang serupa”.4Dengan demikian, oleh karena semangat kompetitif yang ketat
itu, maka sumber-sumber alamiah yang sama itu tidak bisa dinikmati bersama dengan
orang lain, melainkan harus diperjuangkan agar bisa dimiliki secara pribadi. Hanya
pemilikan secara pribadi itu sajalah yang bisa menjami kebebasan seseorang untuk
menikmati sesuatu dengan leluasa.
Dengan demikian, lingkungan alam menjadi suatu alam pertempuran yang menuntut
adanya hukum serta ketertiban agar setiap orang bisa bertahan hidup dan tidak
menjadi korban keganasan dan keserakahan sesama-nya.
Jalan keluar dari cara hidup yang sengit dan seram itu ialah dengan mengadakan
kontrak atau kesepakatan sosial.Orang sepakat untuk melucuti keleluasaan mereka
untuk berkelahi serta saling membunuh dan didorong pula oleh rasa takut terhadap
sesamanya, maka mereka pun kemudian rela untuk diperintah oleh seorang

28
penguasa.Berkat penerimaan rasional serangkaian aturan guna mengekang tingkah
laku individu, maka ketertiban dan perdamaian pun bisa bertahan dalam interaksi
antar manusia. Jadi, etika egosentris yang diajukan Hobbes itu mengandaikan bahwa
manusia, sebagai makhluk rasional, mampu untuk mengatasi naluri alamiahnya untuk
saling bersaing dan bertentangan mengenai harta milik dengan jalan merumuskan
aturan-aturan yang disepakati bersama. Perumusan aturan-aturan itu dipaksa oleh
situasi yang kritis, oleh keadaan gawat yang mengancam semua pihak. Situasi
kritislah yang memaksa manusia untuk bertindak etis dan rasional: untuk saling
mengendalikan diri dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku.

Filsafat Hobbes ini menjadi sumber inspirasi bagi etika lingkungan hidup
yang dikemukakan oleh Garret Hardin, seorang ekolog dari Universitas
California.Pandangan Hardin yang sangat berpengaruh bagi kebijakan lingkungan
hidup di dasawarsa tujuh puluhan itu diuraikannya dalam sebuah artikel yang
berjudul Tragedy of the Commons.5Sama seperti Hobbes, Hardin pun mengandaikan
bahwa manusia itu secara alamiah adalah makhluk yang paling suka bersaing satu
sama lain, bahwa kapitalisme adalah ungkapan paling wajar dari kegiatan ekonomis,
bahwa lingkungan hidup adalah arena tempat manusia berjuang mengejar untung
dengan jalan menguasai dan memanfaatkan potensi-potensi yang terkandung di
dalamnya. Menurut Hardin, setiap individu itu mempunyai kecendrungan yang kuat
untuk merusak keseimbangan, sebab keuntungan yang dinikmatinya jauh lebih besar
daripada kerugian yang harus ditanggungnya. Keuntungan yang diperoleh berkat
usaha untuk mengolah dan memanfaatkan itu bisa dinikmati secara langsung dan
pribadi, untuk diri sendiri. Sementara kerugian akibat pencemaran serta kerusakan
yang muncul itu harus ditanggung bersama, kelah di masa mendatang, hingga terasa
jauh ringan dan samar. Itu sebabnya hampir tidak terdapat insentif atau perangsang
bagi individu serta negara tertentu untuk mengendalikan kecenderungannya untuk
mengeksploitasi.Sikap itulah yang telah menjadi penyebab dari tragedi yang
menimpa alam, juga lingkungan hidup kita bersama. Jalan keluar yang dilihat dan

29
ditawarkan Hardin, sama seperti Hobbes, ialah paksaan timbal balik yang disepakati
bersama (mutual coercion mutually agreed upon) berdasarkan kemampuan rasional
manusia untuk memperhitungkan ancaman yang menghadang di masa depan. Situasi
kritis menuntut manusia untuk bersikap rasional.Individu, perusahaan, negara dengan
rela sepakat untuk menaati aturan-aturan yang rasional dalam mengolah dan
memanfaatkan sumber-sumber daya.

Selain itu, mekanisme juga mengandaikan bahwa ada suatu penyebab dari luar
(eksternal) yang bertindak guna mempengaruhi bagian-bagian yang bersifat pasif.
Misalnya, hukum pertama ilmu mekanika yang dirumuskan Newton menandaskan
bahwa sebuah benda itu akan tetap berada dalam keadaan diam atau terus bergerak
lurus sampai ada sesuatu kekuatan luar yang mempengaruhi atau menghambatnya.

Demikian pula dalam masyarakat, hukum dan aturan-aturan yang


diberlakukan oleh seorang penguasa akan segera ditaati oleh para warga yang
dipandang sebagai bersifat patuh atau penurut.Sedemikian hal yang telah
disampaikan tersebut seringkali mencerminkan pikiran, dan perilaku masyarakat, di
belahan dunia manapun, karena pada dasarnya manusia memang selalu berusaha
untuk mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, seperti halnya kasus-kasus korupsi
yang sudah menjamur di dalam pemerintahan Indonesia. Tidak jarang, muncul
berbagai faktor eksternal yang mendukung terjadinya kasus-kasus penyelewengan di
dalam pemerintahan. Oleh karena itu, masih banyak kelemahan dan kekurangan
hukum di Indonesia yang masih perlu diperbaiki dan ditegaskan, selain itu tingkatan
nasionalisme masyarakat Indonesia juga masih tergolong rendah, dimana masih
banyak orang yang duduk di pemerintahan yang tidak perduli terhadap kepentingan
masyarakat Indonesia.

3.1.2. Keberagaman agama di Indonesia terkadang menjadi pemisah antar masyarakat


Indonesia

30
Meski keberagamaan merupakan salah satu elemen utama dari fondasi bangsa ini,
namun masih terdapat pengaruh dari nasionalisme masa lalu yang pada intinya
menekankan pada eksklusifisme.Pada dasarnya, nasionalisme harus dilandasi
adanya toleransi dan penghormatan terhadap pluralisme. Dalam perjalanan waktu,
muncul berbagai macam persoalan berkaitan dengan nasionalisme di Indonesia,
salah satunya kebangkitan sentimen keagamaan dan ras yang mengarah pada
eksklusifisme ini telah mewarnai perkembangan bangsa Indonesia dari masa ke
masa. Islam seringkali menjadi prioritas utama dalam banyak bidang, bahkan
terkadang ditemukan terdapat batasan-batasan yang ditemui oleh masyarakat non-
Islam dalam bidang tertentu, seperti halnya politik. Hal tersebut secara tidak
langsung menunjukkan salah satu kelemahan dan kekurangan praktik nasionalisme
yang juga bertentangan dengan hukum yang berlaku di Negara Indonesia, karena
apabila disesuaikan dengan Pancasila, pada dasarnya seluruh rakyat Indonesia
bebas menganut agama apapun yang diyakini sebagaimana telah disahkan di dalam
UUD’45 pasal 28E ayat 1&2, antara lain;
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Dimana kedua ayat ini berhubungan juga dengan sila pertama Pancasila, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa yang memiliki makna seluruh warga negara Indonesia
bebas memeluk agamanya masing-masing, tanpa pemaksaan, berlandaskan terhadap
Tuhan, dan toleransi antar umat beragama. Selain itu, seluruh warga negara
Indonesia juga berhak menerima keadilan dalam nilai kemanusiaan yang sama tanpa
terkecuali (cerminan sila kedua), hendaknya menyatu meskipun berbeda baik ras,
suku, agama, maupun wilayah (sila ketiga), dan persamaan derajat di bidang
manapun dalam pemerintahan (sila kelima).

31
Praktik nasionalisme di Indonesia masih perlu ditingkatkan mengingat banyak hal
yang masih menjadi kekurangan. Memang, dampak nasionalisme memang tidak
signifikan dalam suatu Negara, namun seringkali kita melupakan bahwa dibalik
Negara yang maju dan modern, di dalamnya merupakan rakyat yang maju dan
modern, menerima kemajuan, cinta tanah air, mendukung pemerintahan, dan taat
sesuai dengan kewajibannya sebagai warga Negara.

3.4 Antitesis cara berpikir nasional: Cara berpikir individu,golongan,dan


kepartaian

19
Seperti yang telah kita ketahui, nasionalisme adalah manifestasi kesadaran
bernegara atau semangat bernegara. Pemikiran tentang nasionalisme di Indonesia
sudah ada sejak sebelum kedatangan hingga sesudah kedatangan bangsa Belanda di
Indonesia. Sebelum kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia, negara telah
dikemudikan oleh rakyat Indonesia sendiri. Meskipun demikian, nama Indonesia
belum dikenal. Wilayah negara-negara yang ada juga tidak sama dengan wilayah
Indonesia sejak kedatangan bangsa Belanda. Akibat dari peralihan periode tersebut,
muncullah dua pemikiran tentang misi dari nasionalisme itu sendiri.

20
Pada zaman sebelum kedatangan Belanda, telah ada semangat nasionalisme
di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kerajaan Mataram, Majapahit, Mataram Baru,
dan lain. Para pemegang kekuasaan serta rakyat dari kerajaan tersebut berasal dari
bumi putera sendiri. Mereka telah mengenal semangat nasionalisme baik ke luar
maupun ke dalam. Ke dalam, para pemegang kekuasaan kerajaan berusaha
memberikan kesejahteraan dan menciptakan keamanan bagi masyarakat. Ke luar,
mereka berusaha menanggulangi tiap bahaya serangan yang mengancam kedaulatan

19 Slamet Muljana, KESADARAN NASIONAL (Yogyakarta: LKiS, 2008). Hlm. 3.


20 Slamet Muljana, op.cit., hlm. 3-4.

32
negaranya. Baik para penguasa maupun rakyatnya dengan sekuat tenaga
mempertahankan kedaulatan dan keagungan negaranya. Itulah pada hakikatnya wujud
nasionalisme yang hidup pada rakyat dan para penguasa di negara merdeka.
Semangat nasionalisme berkembang kearah kebangaan bernegara. Jika kebanggaan
bernegara luntur , itu merupakan suatu isyarat bahwa semangat nasional telah
merosot dan keruntuhan negara telah dekat.

21
Sedangkan nasionalisme pada zaman penjajahan, pada hakikatnya hanya
mencapai taraf “ingin mempunyai negara”. Nasionalisme pada zaman ini meliputi
perjuangan melepaskan kesatuan bangsa yang diikat oleh kesatuan wilayah yang
luasnya sama dengan Indonesia, dari penjajahan Belanda. Perjuangannya dihadapkan
pada penjajahan, dengan tujuan mencapai kemerdekaan. Dengan kemerdekaan itu,
rakyat ingin mengatur negara Indonesia menurut konsepsinya sendiri. Demikianlah,
kemerdekaan yang dituju itu disebut “jembatan emas”. Di seberang jembatan emas
itu, membentang taman bahagia, tempat rakyat Indonesia bersenang-senang. Wilayah
yang dikehendaki seluas Indonesia, yang masih bernama Hindia-Belanda, tidak boleh
dikurangi dengan pulau mana pun. Bangsa yang akan dibebaskan dari cengkeraman
kaum penjajah ialah segenap suku yang hidup di wilayah Indonesia tanpa ada
pengecualian karena kesatuan dari segenap suku itu disebut bangsa Indonesia.
Nasionalisme pada zaman penjajahan mempunyai watak khusus, yakni anti penjajah,
anti Belanda. Demikianlah, nasionalisme Indonesia merupakan antithesis mutlak dari
kolonialisme Belanda. Antitesis pada dasarnya tidak dapat dipersatukan. Oleh karena
itu, dalam usaha memperjuangka kepentingan masing-masing selalu timbul bentrok
antara pihak nasionalis dan pihak yang berkuasa. Itulah cerita singkat wujud
nasionalisme pada jaman penjajahan.

21 Slamet Muljana, op.cit., hlm. 4-5.

33
22
Sekarang Indonesia telah mencapai kemerdekaan, namun Indonesia masih
bergulat dengan sisa-sisa kolonialisme yang berakar di kalangan masyarakat.
Lenyapnya kaum penjajah asing, bergantinya pemerintahan dari kolonialisme ke
nasional tidak serta merta melenyapkan pola pikir kolonial, yang telah berpuluh tahun
menjiwai kehidupan kemasyarakatan. Jika mendapat angin baik atau umpan, watak
kolonial itu dapat menyala kembali. Secara jasmaniah memang timbul perubahan
besar karena para penguasanya adalah orang-orang Indonesia sendiri. Namun
terkadang cara berpikirnya yang masih kolonial menimbulkan kesan, seolah hanya
berganti orang saja. Perubahan pola pikir colonial ke arah cara berpikir nasional
memang tidak sekaligus berhasil. Hal ini dapat dilihat dari munculnya cara berpikir
perorangan, cara berpikir kedaerahan, dan cara berpikir kepartaian, mendahului
berpikir nasional, didorong nafsu untuk memperbaiki nasib. Bagaimanapun zaman
peralihan merupakan saat-saat yang paling lemah. Jika kurang waspada, jalannya
pemerintahan akan meluncur ke arah yang tidak diharapkan, yang bertentangan
dengan tujuan revolusi.

23
Nasionalisme sebagai manifestasi kesadaran bernegara tumbuh di negara
merdeka. Sesungguhnya, di negara merdekalah, nasionalisme dapat berkembang
secara leluasa menurut kemampuan dan kemauan para warga negara sendiri tanpa
mengalami tekanan dari pihak lain. Sampai seberapa jauh nasionalisme itu
berkembang tergantung pada bagaimana penerapan cara berpikir nasional warga
negaranya. Cara berpikir nasional mempunyai ciri khusus berupa norma objektif yaitu
mengutamakan kepentingan kehidupan nasional. Segala perbuatan baik yang bersifat
ke luar maupun ke dalam diukur dengan norma tersebut. Apakah suatu tindakan atau
pemikiran dapat menguntungkan atau merugikan kehidupan nasional. Dengan dalih
apapun, kegiatan yang merugikan kegiatan nasional wajib ditinggalkan.

22 Slamet Muljana, KESADARAN NASIONAL (Yogyakarta: LKiS, 2008). Hlm. 5-6.


23 Slamet Muljana, op.cit., hlm. 6-7.

34
24
Dalam hal ini, cara berpikir kedaerahan merupakan antithesis dari cara
berpikir nasional, dimana seseorang sangat mengutamakan kepentingan daerah tanpa
memerhatikan kepentingan kehidupan nasional. Kasarnya dapat dikatakan, biarlah
negara roboh asal daerahnya makmur. Dalam rangka kehidupan nasional, cara
berpikir demikian itu salah. Cara berpikir kedaerahan atau regional demikian
sebenarnya mempunyai dasar yang sama dengan cara berpikir individual atau
perorangan. Bedanya hanya satu yang diterapkan pada daerah sebagai bagian dari
negara. Ini tidak berarti bahwa cara berpikir regional dan individual itu harus mutlak
mengabdi pada cara berpikir nasional sehingga daerah dan perorangan terlantar demi
kepentingan nasional. Tetapi fokus kita lebih kepada tindakan yang menguntungkan
kepentingan daerah tanpa merugikan kepentingan nasional. Apabila hal yang
merugikan tetap dilakukan, disinilah peran hokum untuk menegakkan kebenaran dan
keadilan.
25
Sophan Sophian, seorang mantan ketua Fraksi Partai Demokrat berpendapat
bahwa “nasionalisme kita saat ini bernilai nol”. Hal ini dikarenakan orang Indonesia
cenderung mementingkan dirinya sendiri dan kelompoknya. Repotnya para pemimpin
bangsa juga tidak memberikan contoh yang baik. Salah satu contoh sederhana yang ia
katakan, dilihat dari sisi rakyat adalah otonomi daerah. Hukum jelas-jelas mengatur
tentang amandemen UUD 1945 yang salah satunya menganut tentang negara
kesatuan. Di zaman otonomi daerah ini, wilayah cenderung memisahkan diri,
mementingkan diri sendiri, serta berebut wilayah dan kekuasaan. Salah satunya
adalah daerah Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Daerah tersebut memiliki sumber mata
pencaharian utama yaitu petani. Sektor tersebut dirasakan memberikan keuntungan
yang berlimpah pada masyarakatnya, namun masyarakat disana merasa kekurangan
lahan dan meminta pemekaran wilayah dengan dalih akan melakukan demo anarkis
bila tidak dikabulkan. Hal ini tentu saja mencerminkan cara berpikir kedaerahan yg

24 Slamet Muljana, KESADARAN NASIONAL (Yogyakarta: LKiS, 2008). Hlm. 7.


25 Irma Ade, “Nasionalisme Kita di Titik Nol”, dalam TEMPO, 8, November, 2009.

35
merupakan antithesis dari cara berpikir nasional serta tindakan melawan hukum.
Perbuatan itu sendiri juga telah menghilangkan makna dari nasionalisme serta
merusak keamanan dan kenyamanan negara. Padahal, ada jalan keluar lain, misalnya
meminta DPR untuk memanggil ahli tata ruang sehingga kota tersebut diatur
sedemikian rupa sehingga dapat secara maksimal digunakan untuk kegiatan agraris.
Sehingga daerah tersebut dapat maju dan keamanan dan kesatuan negara juga dapat
tetap terjaga. Dalam hal inilah sebenarnya kita memerlukan pemimpin yang tegas,
yang dapat menjelaskan dan menerapkan tentang hukum yang mengatur
nasionalisme, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
26
Selain itu cara berpikir kepartaian atau kegolongan juga merupakan
antithesis terhadap cara berpikir nasional. Yang dimaksud dari cara berpikir
kepartaian atau golongan adalah cara berpikir mengutamakan kepentingan partai atau
golongan tanpa memerhatikan kepentingan kehidupan nasional. Salah satu contoh
kasusnya adalah korupsi. Pemerintah merupakan pejabat politik yang dipilih rakyat
dengan mengemban suatu misi besar yaitu menyalurkan aspirasi dan kebutuhan
rakyat. Namun seringkali pejabat pemerintahan lain mempunyai suatu kepentingan
dan memberikan suap kepada pejabat pemerintah pilihan rakyat ini agar
mendahulukan kepentingannya dan memuluskan jalan mereka. Praktek korupsi ini
mengandung tiga kesalahan yang fatal, pertama ia mengambil barang yang bukan
miliknya, kedua otomatis melawan hukum, dan yang terakhir ia mengutamakan
kepentingan lain selain aspirasi rakyat. Apabila pejabat pemerintahan yang
seharusnya memberikan contoh tentang nasionalisme yang tinggi, lewat penegakkan
hukum, keadilan, dan kejujuran saja terjerat kasus seperti itu tentu efeknya akan
sangat besar pada bangsa ini. Kepercayaan masyarakat terhadap para penguasa
pemerintahan akan lama-lama menipis dan hilang. Aspirasi masyarakat yang telah
dititipkan kepada mereka pun tidak dapat tersalurkan. Akhirnya karena pasrah, rakyat
pun akan bersifat apatis akan nasib negara ini. Sikap apatis inilah yang akan

26 Slamet Muljana, KESADARAN NASIONAL (Yogyakarta: LKiS, 2008). Hlm. 7-8.

36
27
menghilangkan rasa nasionalisme masyarakat. Pada kasus lain juga, kebanyakan
dari para pemimpin di Indonesia lebih takut akan aksi anarkis sekelompok orang,
ketimbang melaksanakan sumpah jabatannya yaitu dengan segenap jiwa dan raga
akan setia, mengabdi, serta menjaga keutuhun Kesatuan Negara Republik Indonesia
dari ancaman luar maupun dalam. Contoh nyatanya dapat dilihat pada kasus anarkis
ormas FPI, hari Sabtu 13 April 2013 yang dimuat di koran KOMPAS. Ratusan
anggota Front Pembela Islam (FPI) menggelar razia toko minuman keras di sejumlah
daerah di Kota Makassar, Sabtu (13/04/2013) malam. Dalam razia tersebut, anggota
FPI sempat mengamuk dan melempari toko miras. Ratusan anggota FPI yang
mengendarai sepeda motor ini mendatangi sejumlah toko miras di Makassar, lantaran
toko-toko itu mengabaikan peringatan larangan berjualan. Saat rombongan FPI tiba di
Jl I Lagaligo, mereka menemukan sejumlah toko telah tutup lebih awal. Diduga
rencana razia FPI telah diketahui, sehingga toko tutup lebih awal. Akibatnya, massa
FPI marah. Mereka kemudian melempari dan menendangi pintu toko yang terbuat
dari besi. Aksi FPI ini terhenti, ketika aparat kepolisian dari Polrestabes Makassar
yang sedang menggelar operasi preman kebetulan melewati lokasi tersebut. Para
anggota FPI mengancam akan datang kembali, jika toko-toko di kawasan itu tetap
berjualan miras. Selanjutnya, massa FPI melanjutkan razia toko miras ke kawasan Jl
Batu Putih. Lagi-lagi, massa FPI menemukan toko telah tutup lebih awal. Kembali
massa FPI marah dan melempari toko. Dilihat dari tujuan ormas ini dari sisi luar
sebenarnya baik. Mereka ingin menghilangkan faktor- faktor yang dapat menjadi
pencetus menipisnya pola hidup yang baik, moral, dan akhlak bangsa, salah satunya
minuman keras(berbasis nasionalisme). Namun sebenarnya cara mereka salah karena
substansi yang seharusnya melaksanakan tugas ini adalah polisi, lagipula sweeping
juga tidak perlu dilakukan dengan aksi anarkis. Dilihat dari kacamata penikmat miras,
minuman ini juga belum tentu selalu digunakan untuk hal-hal negatif. Ada beberapa

27Hendra Cipto, “Toko Miras Tutup Saat Dirazia, FPI “Ngamuk”, dalam KOMPAS, 14,
April, 2013.

37
orang yang menggunakan hal ini untuk menenangkan diri saat stress dan lelah setelah
bekerja, adapula beberapa orang yang memiliki kebiasaan minum segelas bir setiap
harinya agar dapat tidur dengan nyenyak dan bukan untuk mabuk-mabukan. Apabila
penggunaan miras ini dapat dilihat secara luas dan bukan hanya kepada sisi
negatifnya, tentu akan lebih baik. Beredar rumor pula, sebenarnya ormas yang
mengatasnamakan agama Islam ini dalam aksinya memeras para penjual miras untuk
memberikan sejumlah uang dengan ancaman akan dihancurkan tokonya apabila tidak
dikabulkan. Disinilah perlunya peran krusial para pejabat pemerintahan dan juga para
pemimpin ulama Islam. Para pejabat pemerintahan untuk menghentikan aksi anarkis
mereka, dengan jalan menjelaskan bahwa peran tersebut sebenarnya lebih kepada
para polisi, apabila tidak ditanggapi dan aksi mereka terus berlanjut maka hukum
harus dengan tegas diberlakukan. Salah satunya dengan cara menangkap dan
memenjarakan pelaku anarkis tersebut. Dan yang tidak kalah pentingnya, peran para
pemimpin ulama Islam untuk menjelaskan bahwa ormas tersebut lebih bergerak
karena kepentingannya sendiri tanpa ada sangkut pautnya dengan ajaran agama Islam
(maksudnya agama Islam tidak pernah membenarkan aksi anarkis) sehingga tidak
muncul sentimen terhadap agama ini .Yang menjadi pertanyaan adalah, ormas ini
telah terbentuk sejak jaman presiden Gusdur dan aksi anarkis ini bukan pertama kali
terjadi. Namun mengapa ormas ini belum dibubarkan juga? Jawabannya tentu saja
seperti yang telah dijelaskan, kebanyakan dari para pemimpin di Indonesia lebih takut
akan aksi anarkis sekelompok orang, ketimbang melaksanakan sumpah jabatannya.
Mereka mencari aman, dan mengabaikan semangat nasionalisme para pahlawan
pendahulu yang berjuang mati-matian menegakkan hukum demi menjaga keutuhan
NKRI baik dari ancaman luar maupun dalam. Oleh karena itu, diperlukan gebrakan
seorang pemimpin baru yang mampu dan berani mengubah kebiasaan lama. Tentu
saja agar keamanan, kenyamanan, serta keutuhan negara ini tetap terjaga.

38
28
Perlu diingat kembali, baik di alam kemerdekaan maupun alam penjajahan
tersirat seperti saat ini, cara berpikir nasional adalah etika kehidupan tiap nasionalis.
Mereka harus meletakkan nilai pengabdiannya terhadap bangsa dan tanah airnya.
Meninggalkan cara berpikir nasionalis berarti mengingkari watak kenasional dan
haram hukumnya. Demikian juga, seseorang yang menyebut dirinya nasionalis, tetapi
tidak menerapkannya tidak lain adalah nasionalis gadungan atau nasionalis munafik.
Himbauan tentang moral nasional itu merupakan perintah yang tersurat dan
diperuntukkan bagi setiap warga tidak hanya Indonesia tetapi juga negara lain
dengan hukumnya yg tentu berbeda. Oleh karena itu, nasionalisme dan hukum
memiliki hubungan yang erat dan harus bekerja secara berkesinambungan.

28 Slamet Muljana, KESADARAN NASIONAL (Yogyakarta: LKiS, 2008). Hlm. 9-10.

39
BAB IV
SINTESIS MATERI

4.1 Hubungan nasionalisme dan hukum

Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dijelaskan di bab sebelumnya,


ditarik sebuah pengertian bahwa nasionalisme adalah semangat atau paham yang
menjadi suatu karakter yang timbul dalam diri seseorang untuk menjiwai negaranya
dan berusaha semaksimal mungkin untuk memajukan kehidupan bersama.

Nasionalisme dapat dibentuk dan hukum yang mengatur nasionalisme adalah


salah satu faktor pembentuknya. Dengan adanya aturan khusus dan resmi yang
mengatur suatu bangsa maka akan tercipta adanya rasa memiliki, kebersamaan, dan
kesatuan. Hukum-hukum yang mengatur nasionalisme di Indonesia adalah sebagai
berikut :
- Hukum yang mengatur tentang negara kesatuan republik Indonesia
- Hukum yang mengatur tentang identitas nasional
- Hukum yang mengatur tentang demokrasi

4.1.1 Hukum yang mengatur tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, Negara


Indonesia sudah resmi terbentuk menjadi suatu kesatuan. Seperti yang tertera pada
pembukaan UUD 1945 : 29

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara


Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

29 Pembukaan UUD 1945

40
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,persatuan Indonesia,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." 30

Selain itu, pada UUD 1945 pasal 1 ayat 1-3 berbunyi demikian :
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk republik
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang dasar
(3) Negara Indonesia adalah Negara hukum
Berdasarkan kedua hal diatas, Indonesia sudah memiliki hukum yang kuat dan pasti
mengenai adanya kesatuan yang akan tercermin pada nasionalisme rakyatnya.

4.1.2 Hukum yang mengatur tentang Identitas Nasional

Menghidupi identitas nasional yang merupakan cermin nyata dari


nasionalisme. Identitas nasional Indonesia dibuat dan disepakati oleh para pendiri
negara Indonesia dan tercantum dalam konstitusi Indonesia yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 dalam pasal 35-36C31 antara lain sebagai berikut: (1) Bahasa Nasional
atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia, (2)Bendera negara yaitu Sang Merah

30Pembukaan UUD 1945


31Tim Redaksi Bale Siasat. Amandemen UUD 1945 perubahan pertama sampai
dengan keempat. Bale Siasat : Jakarta. p:30-35

41
Putih, (3) Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya, (4) Lambang Negara yaitu
Pancasila, (5) Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, (6) Dasar Falsafah
negara yaitu Pancasila, (7) Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945, (8)
Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, (9)
Konsepsi Wawasan Nusantara,(10) Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai
Kebudayaan Nasional.

Identitas pokok nasional Indonesia yang adalah pancasila beserta lambang-


lambangnya terbentuk oleh banyak unsur-unsur. Unsur-unsur pembentuk identitas
nasional Indonesia adalah suku bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa. Demikian
karena Indonesia adalah negara yang terdiri dari kurang lebih 17.504 pulau. Tentu
saja hal ini membuat Indonesia memiliki penduduk dengan latar belakang budaya,
bahasa, agama yang sangat beragam. Oleh karena itu, identitas nasional bukan hanya
sebagai suatu pembeda terhadap negara lain, tetapi juga sebagai pemersatu dari
sekian banyak perbedaan diantara rakyatnya. Jika setiap individu menghormati dan
memeluk kuat identitas nasionalnya, akan terbentuk rasa nasionalisme dan persatuan
yang kuat.

4.1.3 Hukum yang mengatur demokrasi

Pada UUD 1945 Indonesia,dikatakan bahwa masyarakat berhak atas


kebebasan berserikat,berkumpul serta mengeluarkan pendapat32. Dengan adanya
demokrasi, rakyat dapat menyuarakan pendapat-pendapat rakyat baik berupa pujian
ataupun kritikan terhadap pemerintah. Dengan adanya pendapat dari rakyat, maka
pemerintah dapat melakukan pembaharuan diri atau setidaknya akan sadar terhadap
kebijakan-kebijakan yang diputuskan. Ini merupakan salah satu kelebihan Indonesia
dan merupakan salah satu bentuk nasionalisme. Hukum lain yang mengatur

32 UUD 1945 dalam pasal 28E

42
demokrasi adalah Pasal 1 ayat 2 : “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” 33

4.2 Kondisi nasionalisme tanpa hukum


Dalam kondisi seperti sekarang ini, ketika orang berpusat pada kepentingan
diri sendiri atau kepentingan kelompoknya, nasionalisme akan luntur. Sekarang ini
kita sedang mengalami disintegrasi karena orang-orang lama yang akan terkena
penegakan hukum itu defensif dengan cara memecah bangsa. Banyak sekali
permasalahan di suatu Negara majemuk bukan sekadar pertentangan suku atau agama
tapi karenaadanya pihak-pihak tertentu yang mencoba memanas-manasi rakyat, lalu
terjadi perpecahan sehingga kondisi menjadi tidak stabil. Dan itulah yang
diharapkanpihak-pihak tertentu tersebut, dengan tujuan menolak adanya perubahan
yang bermaksud mempersatukan bangsa. Dan semakin kita tidak bisa membangun
dan rakyat dibelit kesulitan ekonomi, semakin mudah untuk dipecah belah.
Kunci utama adalah ketahanan moral bangsa. Ketika moralitas itu menjadi
tinggi, ketika kita berpikir bahwa hidup berbangsa dan bernegara itu bukan untuk diri
sendiri tapi untuk orang banyak, maka nasionalisme akan tumbuh semakin tebal. Dan
untuk melaksanakan hal tersebut diperlukan hukum yang berbasis teguh.
Hukum sangatlah penting sebagai basis nasionalisme sebab melalui hukum,
rakyat dapat dipantau, dan dengan Indonesia yang merupakan negara luas serta terdiri
atas berbagai macam kebudayaan, hukum yang dirangkai juga harus dapat diterima
oleh setiap golongan tanpa mementingkan suatu golongan tertentu, sebab untuk
memastikan suatu polisi nasionalisme dapat berjalan dengan baik diperlukan pula
rasa kebanggaan seseorang atas negara mereka.
Berdasarkan segi hukum yang mengatur negara, Indonesia masih mengikuti

aturan dunia.
 Urusan luar negeri masih menyita persoalan, apalagi dalam negeri

33Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Disunting 1 April


2014 dari: http://www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45

43
belum juga usai. Korupsi telah merajalela sehingga sulit diberantas oleh hukum.
merebaknya kasus korupsi itu urusan materilah yang menjadi tujuan utama. Walau
sudah ada rambu-rambu hukum dan sanksi, para koruptor tetap tidak

takut.
 Dipandang dari sistem penegakan hukum, substansi (peraturan), struktur

(penegak) dan kultur masyarakat. Sistem yang membentuk dari ketiga aspek ini
saling memengaruhi. Belum lagi penegak hukum (hakim, jaksa, dan polisi) terkadang
mudah tergoda iming-iming rupiah. Disinilah yang biasanya dimanfaatkan untuk

bertransaksi hukum.
 Kalau di negeri Tirai Bambu, China, pejabat yang dilantik juga

disediakan peti mati, hukum di negeri ini berjalan secara jelas dan tidak memihak. Di
Indonesia, hukuman mati bagi para koruptor masih setengah hati. Hukum kita
terkesan “melindungi” koruptor.

4.3 Kondisi Nasionalisme dan Hukum di Indonesia Saat Ini

Sudah 65 tahun bangsa Indonesia berkelana membawa bendera kemerdekaan.


Perjalanan setengah abad lebih tersebut diwarnai aneka rintangan dan sejumlah
persoalan. Bangsa ini terus berusaha berbenah dan instropeksi, agar cita–cita
rakyatnya aman, damai dan sejahtera. Momen penting perayaan kemendekaan seperti
divisualisasikan dengan pengibaran bendera Merah–Putih sebagai bentuk mengingat
romantisme sejarah, ketika Ir. Soekarno memproklamasikan di Jalan Pegangsaan
Timur Jakarta Pusat. Kemerdekaan bersumbu pada semangat nasionalisme dan
patriotisme masih perlu dipernyatakan. Benarkah nasionalisme bangsa kian merosot?
Paragraf ini akan membahas secara mendasar, sebagaimana pentingnya
keberadaan nasionalisme, bagaimana menanamkan nasionalisme di dalam diri warga,
serta masalah yang dapat ditimbulkan di kala nasionalisme absen di dalam
masyarakat.34

34 Buku pintar politik: sejarah, pemerintahan, dan ketatanegaraan

44
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, merupakan hukum yang telah
ditetapkan untuk mendefinisikan makna nasionalisme secara mendalam kepada
masyarakat Indonesia.
Nasionalisme adalah paham mencintai kebangsaan, tentunya seorang warga
Negara harus berbuat sesuatu yang terbaik bagi bangsa dan negara. Namun, jika kita
bandingkan dengan nasionalisme di zaman founding fathers, nasionalisme sekarang
tidak ada apa-apanya. Nasionalisme kita sekarang ‘nol’. Sebab mayoritas orang
Indonesia tidak berpikir pada kepentingan bangsanya lagi, tapi berpikir bagaimana
memperkaya diri sendiri dan memperkaya kelompoknya (Agama, ras, suku bangsa),
itu kenyataan yang kita lihat sekarang. Padahal, sebetulnya, ketika reformasi bergulir
kita semua optimis akan memasuki era baru, era di mana nasionalisme yang selama
35 tahun itu ‘terlupakan’ akan bangkit kembali. Dan kita tidak mengharapkan
nasionalisme yang sempit. Kita mengharapkan nasionalisme yang berdasarkan
kemanusiaan karena memang itu tuntutan kemerdekaan yang dapat dibaca secara
jelas di Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu investasi nasionalisme sangatlah
penting bagi masyarakat terutama di kalangan muda, sebab nasionalisme dibutuhkan
siapapun yang nantinya akan menopang masa depan suatu bangsa.
Tetapi ada perbedaan masa antara pra, kemerdekaan serta paska dimana
nasionalisme terjadi. Semangat nasionalisme era Soekarno atau Budi Utomo memang
kuat, lantaran kedekatan zaman serta pelaku sejarah dimana kolonialisme saat masih

ada. Represifitas penjajah harus dilawan secara konfrontatif dan juga fisik.
 Kini,

penjajah dan kolonialisme sudah tidak ada. Sehingga perlu memahami arti
nasionalisme dengan pemaknaan yang lebih luas. Kalau dulu berjuang harus
memanggul senjata, sekarang dapat mengerjakan sesuai bidangnya, hal itu bisa
dikatakan nasionalisme. Mahasiswa harus belajar ilmu, dosen mengajar dan
mengembangkan ilmu, pemerintah (PNS) melayani kebutuhan masyarakat dan
sebagainya. Penanaman nilai-nilai nasionalisme sangat penting bagi pendidikan anak.

45
Materi seperti ini menjadi bekal diri ketika tunas bangsa ini menjadi penerus. Selama
ini, ada yang kurang tepat dalam proses pengajaran pada pelajaran sejarah. Siswa
hanya diminta menghafalkan rententan sejarah, peristiwa, dan sebagainya. pelajaran
ini setidaknya dapat menyentuh hati para siswa.
Walau sudah 65 tahun merdeka, Indonesia masih dirundung dinamika
persoalan. Kondisi kemiskinan, kebodohan, korupsi masih mewarnai bangsa ini.
Bahkan lebih luas, kemerdekaan terhadap pengaruh bangsa asing masih besar sekali.
Kita seolah-olah mengikuti kondisi bangsa barat. Sebagai contoh, Indonesia dipaksa
International Property Organization (IPO) dalam terkait beberapa hal. Seperti
Undang-Undang paten atau merek terhadap kekayaan pada bangsa ini. Filosofi
pengkodisian seperti ini mengarah pada sikap indivualistis. Sehingga hak penemuan
hanya dimiliki perseorangan saja. Karena hak individu memberatkan orang

lain.
 Mahalnya farmasi obat karena hak itu dimiliki perusahaan. Sehingga

masyarakat miskin tidak bisa membelinya. Berbeda ceritanya bila hak itu dimiliki
pemerintah untuk kesejahteraan rakyat.
Sayangnya, hukum yang mengatur adanya nasionalisme seakan tidak dihidupi
dan dijalani dalam kehidupan bermasyarakat.Terutama di zaman modern ini, tidak
dapat dipungkiri semangat nasionalisme menjadi pudar dan hukum tidak
diindahkan.Dahulu sebelum Indonesia meraih kemerdekaan, para rakyat Indonesia
berjuang mati-matian agar bangsa ini dapat merdeka dari belengggu
penjajahan.Semangat rakyat Indonesia terutama para pemudanya sangat luar
biasa.Dengan semangat persatuan dan sikap rela berkorban akhirnya bangsa ini dapat
meraih kemerdekaan.Saat itu semua kekuatan, harta benda bahkan nyawa mereka
korbankan.Dimana-mana para pemuda mengobarkan semangat kemerdekaan.Namun
sekarang zaman sudah berbeda, ketika Bangsa Indonesia sudah merdeka, ketika
Bangsa Indonesia sudah terbebas dari belenggu penjajahan justru ada musuh lebih
berat yang sedang dialami oleh bangsa ini.Musuh besar itu adalah lunturnya rasa
nasionalisme di kalangan para pemudanya. Pemuda yang seharusnya dapat

46
menjadikan masa depan suatu bangsa lebih baik, justru sekarang menjadi musuh yang
dapat menghancurkan kehidupan bangsa di masa depan. Pemuda Indonesia yang
dulunya berjuang mati-matian untuk menyatukan bangsa dan mengusir para penjajah
sekarang justru mulai melupakan rasa cintanya terhadap bangsanya sendiri. Mereka
justru lebih bangga dengan menjadi bagian dari bangsa lain. Sikap inilah yang akan
menjadi musuh terbesar bangsa di masa yang akan datang. Pemuda yang akan
mengharumkan nama bangsa justru akan melupakan dan meninggalkan bangsa yang
sudah membesarkannya.

4.4 Sumber masalah janggalnya nasionalisme di Indonesia


Bung Hatta memandang ada bermacam macam masalah nasionalisme35.
Misalnya,kaum intelek,terpelajar,pandai, mereka akan merasa kekuasaan harus ada di
tangan mereka,yang nantinya berkembang menjadi suatu situasi dimana mereka tidak
cukup puas dengan keadaan tersebut,yang akan menjadi cikal bakal korupsi.
Korupsi,seperti yang telah dijelaskan diatas,akan menyebabkan banyak sekali
masalah. Dan kasus seperti ini tidak akan selesai jika tidak segera ditindaklanjuti oleh
pemerintah ataupun yang berwenang. Tetapi apa daya, Indonesia saat ini kurang lekas
dalam mengatasi masalah-masalah seperti ini,bahkan yang terjadi di dalam sistem
pemerintahan itu sendiri. Kondisi nasionalisme seperti itu rakyat menempati posisi
marjinal. Dan selain itu tentunya terdapat masalah umum seperti masalah antar etnis
serta agama,yang wajar terjadi dilihat dari ramainya suku serta etnis etnis yang
terdapat di Indonesia. Contohnya adalah pembakaran rumah etnis cina oleh kaum
pribumi yang dilakukan di Renggasdengklok pada tahun 199736. Hal-hal seperti ini
dapat disebabkan dan didasari oleh kurang rasa nasionalisme dan penegakan hukum

35 Zulfikri Suleman.DEMOKRASI UNTUK INDONESIA, PEMIKIRAN POLITIK BUNG


HATTA. (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara,2010). Halaman 1
36 RENTENTAN KERUSUHAN RASIAL DI INDONESIA. Disunting 1 April 2014 dari:

http://indo983.tripod.com/articles/arti0398_01.html

47
yang berlaku di Indonesia. Ironisnya,kasus-kasus seperti diatas dapat disebabkan oleh
pihak yang berwenang dalam membuat dan mengatur undang-undang Indonesia.

4.5 Gerakan Aceh Merdeka Sebagai Contoh Bentuk Rendahnya Nasionalisme

Lima hari setelah RI diproklamasikan, Aceh menyatakan dukungan


sepenuhnya terhadap kekuasaan pemerintahan yang berpusat di Jakarta. Di bawah
Residen Aceh, yang juga tokoh terkemuka, Tengku Nyak Arief, Aceh menyatakan
janji kesetiaan, mendukung kemerdekaan RI dan Aceh sebagai bagian tak terpisahkan
dari Negara kesatuan Republik Indonesia.
Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM adalah sebuah organisasi (yang dianggap
separatis) yang memiliki tujuan supaya Aceh, untuk berganti nama menjadi Nanggroe
Aceh Darussalam dan lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik yang
berlangsung di Aceh telah menimbulkan dampak yang parah terhadap berbagai
komponen masyarakat sipil Aceh. Ribuan orang yang dicintai (orang tua, istri, suami
dan anak-anak) telah gugur, mengalami penyiksaan dan cacat, menjadi janda dan
anak yatim. Ribuan orang telah kehilangan tempat tinggal dan ribuan lainnya
kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian. Ratusan sekolah terbakar, sehingga
mengganggu proses pendidikan. Lebih jauh dari itu, masyarakat sipil hampir tidak
memiliki akses terhadap hukum, sementara sebagian besar lembaga pengadilan tidak
berfungsi lagi.
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di ploklamirkan oleh Hasan Tiro pada 4
Desember 1976. Gerakan Aceh Merdeka ini muncul akibat ketidakpuasan Aceh
terhadap pemerintah pusat yang di anggap tidak adil di setiap sektor kehidupan di
Aceh , terutama ekonomi. Hasil alam Aceh dieksploitasi secara besar-besaran namun
Aceh tidak mengalami pembangunan yang setara dengan hasil alamnya yang
melimpah.
Pada awalnya GAM (Gerakan Aceh Merdeka) adalah sebuah organisasi
politik yang di proklamasikan oleh Hasan Tiro secara terbatas dan beroperasi secara

48
diam-diam. Lahirnya GAM berkaitan pula dengan kemarahan mereka atas
pemerintah di bawah orang-orang Jawa. Munculnya organisasi ini di tanggapi oleh
Orde Baru dengan cara yang represif melalui keterlibatan militer didalamnya.
Kemudian pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi dan politik hingga
jatuhnya pemerintahan Soeharto pada tahun 1998. Untuk mengatasi persoalan
separatisme yang semakin memanas pada masa pemerintahan BJ Habibie dan
tuntutan masyarakat Aceh untuk mencabut DOM di Aceh semakin gencar, Pada
tahun 1998 Daerah Operasi Militer di Aceh resmi di cabut.Pada masa Pemerintahan
Abdurrahman Wahid dan Megawati penyelesaian Aceh juga tidak jauh dari pola-pola
lama, Pada masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla konflik
dengan GAM mulai menemukan titik temunya.
Kasus GAM ini merupakan salah satu contoh bahwa hukum yang baik dapat
menciptakan nasionalisme tetapi belum tentu bisa membentuk karakter nasionalisme
bagi semua rakyatnya. Nasionalisme harus timbul dari pribadi-pribadi sendiri dan
dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap sektor lain, terutama yang
mengatur mengenai kehidupan sosial maupun ekonomi disuatu masyarakat tertentu.
Timbulnya kecemburuan sosial dan rasa tidak sejahtera bahkan dikucilkan
memunculkan sifat pemberontakan.37

4.6 Pemilu sebagai contoh aplikasi nasionalisme

Pemilu adalah suatu sistem pemilihan demokratis oleh rakyat untuk memilih
pemimpinnya. Beberapa hukum yang mengatur tentang pemilu adalah sebagai berikut
:
- Pasal 6A ayat 1 : “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara la dangsung oleh rakyat.”

37 Kirsten E. Schulze. The Free Aceh Movement (GAM): Anatomy of a Separatist Organization. East-
West Center Washington:Washington,2004). Halaman 51-56

49
- Pasal 6A ayat 2 : “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan
partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum
pelaksanaan pemilihan umum.
- Pasal 6A ayat 3 : “Pasangan calon presiden dan Wakil Presiden yang
mendapatkan suara leibh dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam
pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi
yang terbesar di labih dari setengah jumlah provinsi di Indonesiam dilantik
menjadi Presiden dan Wakil Presiden.’
- Pasal 6A ayat 4 : “Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden terpilih, dua pasangan caloon yagn memperoleh suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara
langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik
sebagai Presiden dan Wakil Presiden.”
- Pasal 19 ayat 1 : “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui
pemilihan umum.”
- Pasal 22C ayat 1 : “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap
provinsi melalui pemilihan umum.”
- Pasal 22E ayat 1 : “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.”
- Pasal 22E ayat 2 : “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”

Tujuan pemilu ada 4, yaitu38:


a. Untuk memungkinkan terjadinya pengalihan kepemimpinan pemerintahan
secara tertib dan damai

38
Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. (Jakarta: Sekretariat Jenderal Dan
Kepaniteraan, Mahkamah Konstitusi RI,2006). Halaman 175

50
b. Untuk memungkinkan terjadinya penggantian pejabat yang akan mewakili
kepentingan rakyat di lembaga perwakilan
c. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat
d. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga Negara

Selain keempat tujuan yang dijelaskan diatas, Dengan pemilu, rakyat dapat
menunjukkan sifat nasionalisme dimana rakyat peduli terhadap calon pemimpin
negaranya sehingga berusaha untuk berpartisipasi dalam memilih pemimpin yang
berkualitas dan dapat meningkatkan kesejahteraan negaranya. Oleh karena itu, tidak
memilih atau yang biasa dikenal dengan istilah golput (golongan putih)
mencerminkan tidak adanya sifat nasionalisme karena bersifat acuh.
Namun di lain sisi, sikap nasionalisme ini juga diuji dengan adanya godaan terhadap
penjualan suara. Jika ia betul-betul seorang yang memiliki nasionalisme dan peduli
dengan kemajuan bangsanya, tentu ia tidak akan menjual suaranya. Penjualan suara
itu sendiri sebenarnya sudah melanggar hukum karena pemilihan sudah tidak lagi
bersifat jujur, bebas, dan rahasia.

4.7 Perbandingan Nasionalisme di Indonesia dan Negara Lain

Di luar negeri, rasa Nasionalisme sangatlah dijunjung tinggi. Sikap tersebut ditandai
dengan adanya pembelaan negara yang sangat besar. Sebagai contoh, Negara Jerman.
Pada waktu tahun 1933-1945 yang beranggaapan / mempunyai prinsip bahwa
Deutschland Uber Alles in der welt yang berarti Jerman diatas segala-galanya di
dunia. Dengan kata lain, berarti seluruh warga negara Jerman mau untuk bertindak
dan berjuang demi bangsanya. Walaupun terlihat sombong tetapi ini adalah contoh
nasionalisme yang kuat. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, sebenarnya
nasionalisme bangsa Indonesia pada tahun-tahun perjuangan Kemerdekaan sangat
besar. Hal ini di buktikan dengan banyaknya pahlawan-pahlawan yang berjuang dan
berani mati untuk bangsa ini. Itu berarti rasa Nasionalisme bangsa Indonesia dalam

51
mempertahankan Indonesia sangatlah besar. Akan tetapi nilai nasionalisme tersebut
telah merosot terutama di kalangan anak muda terutama dengan semakin kuatnya
pengaruh globalisasi.

52
BAB V
KESIMPULAN

Pada akhir pembahasan makalah ini kita dapat diharapkan dapat mengetahui
apakah arti dari nasionalisme itu sendiri dan juga arti dari hukum itu sendiri, dan
mengetahui apakah hubungan antara keduanya itu penting atau tidak dalam
berdirinya suatu negara. Nasionalisme sendiri dapat disimpulkan dari beberapa
sumber adalah suatu paham dimana seorang individu memiliki rasa keterkaitan
dengan suatu simbol-simbol negara tertentu, dan sedangkan hukum sendiri kurang
lebih memiliki arti adalah sebuah suatu sistem peraturan yang mengatur dan mengikat
suatu masyarakat pada daerah tertentu. Dalam pembahasan makalah ini menjabarkan
bahwa hubungan antara nasionalisme dengan hukum itu memang sangat banyak dan
erat terutama pada bangsa Indonesia ini. Hubungan antara nasionalisme ini di
Indonesia dijelaskan secara jelas pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan, merupakan hukum yang telah ditetapkan untuk mendefinisikan makna
nasionalisme secara mendalam kepada masyarakat Indonesia, dan juga telah
dihubungkan melalui identitas nasional Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang
Dasar 1945 dalam pasal 35-36C antara lain sebagai berikut: (1) Bahasa Nasional atau
Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia, (2)Bendera negara yaitu Sang Merah Putih,
(3) Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya, (4) Lambang Negara yaitu Pancasila, (5)
Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, (6) Dasar Falsafah negara yaitu
Pancasila, (7) Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945, (8) Bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, (9) Konsepsi Wawasan
Nusantara,(10) Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan
Nasional. Tetapi walaupun hubungan dan ketentuan antara nasionalisme dengan
hukum telah ditentukan dan disepakati pada undang-undang di Indonesia, pada
kenyataannya praktek di masyarakat tidak berjalan. Karena pada era globalisasi
seperti sekarang ini dimana informasi menjadi sangat mudah didapat dan hal itu

53
secara tidak langsung dapat mempengaruhi semangat nasionalisme dan juga hukum
yang ada, pada masa-masa sekarang ini masyarakat banyak yang tidak bangga dengan
bangsa sendiri, bahasa sendiri, dan segala hal yang beruhubungan dengan
nasionalisme pada negara tersebut terutama pada bangsa Indonesia. Peran hukum
juga tidak bisa mengatur hal ini karena tidak adanya sanksi yang jelas dalam
peraturan tentang nasionalisme yang telah ditentukan sehingga masyarakat pun
menunjukan sikap apatis terhadap nasionalisme pada negaranya sendiri. Pada
akhirnya untuk bertahan di zaman modern seperti ini, suatu individu di suatu negara
harus memiliki rasa nasionalisme yang kuat agar dapat menunjukan bahwa negara
tersebut adalah negara yang berdaulat dan kuat dimata dunia sehingga tidak akan
direndahkan oleh negara-negara lain.

54
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Asshiddiqie, Jimly.2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta:
Sekretariat Jenderal Dan Kepaniteraan, Mahkamah Konstitusi RI.

Caderman, Lars-Erick. 2002. Nationalism and Ethnicity. In Walter Carlsnaes,


Thomas Risse, Beth Simon [eds], Handbook of International Relations, SAGE

Couloumbis, A. T., Wolfe, J.H., 1986. Introduction to International Relations


: Power and Justice, 3rd Ed. Prentince – Hall Inc., Englewood Cliffs, NJ., USA

E. Schulze, Kirsten.2004.The Free Aceh Movement (GAM): Anatomy of a


Separatist Organization. Washington: East-West Center Washington

Kelsen,Hans. 2005. General Theory of Law and State. Transaction Publisher

Mayall, J. 1994. Nationalism in the Study of International Relations, in


Groom, A.J.R & Light, M., Contemporary International Relations: A Guide to
Theory, Pinter.

Miscevic, Nenad. 2001. Nationalism and Beyond, CEU Press

Muchsin, Haji.2005. Ikhtisar Ilmu Hukum. Jakarta: Badan Penerbit IBLAM

Muljana, Slamet. 2008. KESADARAN NASIONAL. Yogyakarta:LKiS.

55
Rahayu,Minto.2007. Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan Menghidupi
Jati Diri Bangsa. Jakarta: Grasindo

Saragih,Bintan.2006. Politik Hukum. Jakarta: Utomo


Soekanto,Soerjono.2005.Pokok-Pokok Sosiologi Hukum

Soeseno,Nuri. 2010. Kewarganegaraan: Tafsir, Tradisi, dan Isu-isu


Kontemporer. Jakarta: Departemen Ilmu Politik

Sugeng Hadiwinata, Bob.2010. TRANSFORMASI GERAKAN ACEH


MERDEKA. Indonesia Office : Friedrich-Ebert-Stiftung

Suleman, Zulfikri.2010. DEMOKRASI UNTUK INDONESIA, PEMIKIRAN


POLITIK BUNG HATTA. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Triwulan,Titik.2006. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Perpustakaan Nasional

Koran:
Hendra Cipto, “Toko Miras Tutup Saat Dirazia, FPI “Ngamuk”, dalam
KOMPAS, 14, April, 2013

Tempo. 2009. “Nasionalisme Kita di Titik Nol”. 8 November. Jakarta.

Internet:

56
Pengertian hukum menurut Plato, Aristoteles, Austin, Bellfoid, Mr. E.M.
Mayers : http://hukum-on.blogspot.com/2012/06/pengertian-hukum-menurut-
para-ahli.html

Pengertian hukum menurut E. Utretch, A. Ridwan Halim, Kantorowich


: http://intanyuwanitas.blogspot.com/2013/04/pengertian-hukum-menurut-
para-ahli.html

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PEMILU .(2010).


Disunting 24 Maret 2014 dari:
https://www.mahkamahagung.go.id/pdp2news.asp

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Disunting 1


April 2014 dari: http://www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45

57

Anda mungkin juga menyukai