Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT SARAF

Oleh:
Ricky Kurniawan Pratama
00000000872

Pembimbing:
dr. Imam Suhada, SpS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
PERIODE 3 APRIL 2017 – 6 MEI 2017
JAKARTA
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ibu. S
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 54 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Jl.Damai 1 RT 7/ RW 5
Tanggal Masuk RS : 8 April 2017
Tanggal Pemeriksaan : 9 April 2017
Tanggal Pulang : 11 April 2017

2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 9 April 2017 di Rumah Sakit
Marinir Cilandak

A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan muntah berulang sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang dengan keluhan muntah berulang sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. 2 hari yang lalu pasien muntah sebanyak 2x dan dirawat di IGD RSMC
diterapi ranitidine IV dan antasida IV. 1 hari yang lalu pasien muntah 4x dan dirawat di
IGD RSMC lagi diterapi ondansentrone IV. Saat ini muntah sebanyak 3 kali, berisi
cairan dan makanan, jumlahnya hampir sebaskom, namun tidak ada darah. Pasien juga
mengatakan setiap makan pasti muntah dan mual namun masih bisa minum air. Pasien
mengaku buang air besar dan buang air kecil normal. Pasien menyangkal adanya
demam dan sakit kepala.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien mempunyai riwayat stroke dengan kelemahan pada lengan dan tungkai
kanan pada tahun 2012 sampai sekarang (5 tahun). Kelemahan yang dialami sekarang
lengan dan tungkai sudah bisa mengangkat namun masih lemah. Pasien dapat
mengerti dan berkomunikasi dengan sekitarnya. Pasien mempunyai riwayat penyakit
hipertensi sejak 5 tahun yang lalu rutin minum obat dan kontrol ke poli saraf. Obat yang
diberikan yaitu telmisartan (micardis) 80 mg, amlodipin 5 mg, acetylsalicylic acid
(miniaspi) 80 mg, vitamin B1,B6,B12 (neurodex). Pasien menyangkal adanya sakit
kepala, kejang, penglihatan kabur, bicara pelo, kesulitan menelan, rasa baal di tangan
dan kaki, hilang kesadaran. Pasien menyangkal adanya penyakit diabetes dan
kolesterol.

D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Orang tua pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus dan kolestrol.

E. RIWAYAT SOSIAL/ KEBIASAAN


Pasien tidak merokok, minum alkohol ataupun obat-obatan terlarang. Pasien
menyangkal adanya alergi terhadap makanan atau obat.
3. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/90mmHg
Denyut nadi : 80x/menit
Frekuensi pernapasan : 20x/menit
Suhu badan : 36.5 oC

Bagian tubuh Hasil pemeriksaan

Kepala Dalam batas normal


Conjunctiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
Mata
refleks cahaya +/+
Leher Bruit (-)
Paru Vesikuler seluruh lapang paru , wheezing (-/-) , rhonchi (+/+)

Jantung S1/S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)


Abdomen Bising usus (+)
Ekstremitas Dalam batas normal

B. STATUS NEUROLOGIK
GCS : E4 V5 M6

Tanda rangsang meningeal


Kaku kuduk : (-)
Tanda Laseg : >70o/>70o
Tanda Kernig : >135o />135o
Brudzinski I : -/-
Brudzinski II : -/-
Saraf Kranial Kanan Kiri
Nervus I Normal Normal
Nervus II
 Visus 6/6 6/6
 Lapang pandang Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
 Warna Normal Normal
Nervus III, IV, VI
 Sikap bola mata Ortoforia Ortoforia
 Pupil = Isokhor Bulat, 3mm Bulat , 3mm
 RCL + +

 RCTL + +

 Nistagmus - -

 Pergerakan bola mata

Nervus V
 Motorik
Inspeksi Simetris Simetris
Palpasi Normotonus Normotonus
Membuka mulut Normal Normal
Gerakan rahang Normal Normal
 Sensorik
Sensibilitas V1 Normal Normal
Sensibilitas V2 Normal Normal
Sensibilitas V3 Normal Normal
 Reflex Kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus VII
 Sikap mulut istirahat Sudut bibir kanan tertinggal Normal
 Angkat alis, kerut dahi,
tutup mata dengan kuat Normal Normal
 Kembung pipi Normal Normal

 Menyeringai Tidak terangkat Terangkat

Nervus VIII
Nervus cochlearis
 Suara gesekan jari Normal Normal
 Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Webber Tidak diperiksa Tidak diperiksa

 Schwabach Tidak diperiksa Tidak diperiksa


Nervus vestibularis
 Nistagmus - -

 Berdiri dengan satu Tidak diperiksa Tidak diperiksa

tungkai
Mata Tertutup
Mata Terbuka
 Berdiri dengan dua Tidak diperiksa Tidak diperiksa

tungkai
Mata Tertutup
Mata Terbuka
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Berjalan tandem
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Fukuda stepping test
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Past pointing test
Nervus IX, X
 Arkus faring Simetris Simetris
 Uvula Normal Normal
 Disfoni - -
 Disfagi - -

Reflex faring Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Nervus XI
 M.Sternocleidomastoid Normal Normal
 M. Trapezius Normal Normal

Nervus XII
Sikap lidah dalam mulut
 Deviasi Deviasi arah kiri Deviasi arah kiri
 Atrofi - -
 Fasikulasi - -

 Tremor - -

 Menjulurkan lidah Deviasi arah kanan Deviasi arah kanan

MOTORIK
Inspeksi : Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

Fasikulasi :-/-
Palpasi : Normotonus Normotonus

Normotonus Normotonus

Kekuatan Motorik : 3333 5555

3333 5555

Gerakan Involunter : - / -
REFLEKS
Refleks Fisiologis :
Kanan Kiri
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Brachioradialis ++ ++
Patellar ++ ++
Achilles ++ ++

Refleks Patologis :
Kanan Kiri
Babinski + -
Chaddock + -
Oppenheim - -
Gordon - -
Hoffman - -
Trommer
Schaffer + -

SENSORIK
Kanan Kiri
Ekstremitas Atas
Raba (+) (+)
Nyeri (+) (+)
Posisi Sendi (+) (+)
Suhu tidak dilakukan tidak dilakukan
Getar tidak dilakukan tidak dilakukan
Ekstremitas Bawah
Raba (+) (+)
Nyeri (+) (+)
Posisi Sendi (+) (+)
Suhu tidak dilakukan tidak dilakukan
Getar tidak dilakukan tidak dilakukan

KOORDINASI
Tes Tunjuk – Hidung : Tidak diperiksa
Tes Tumit – Lutut : Tidak diperiksa
Disdiadokokinesis : Tidak diperiksa

OTONOM
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Normal
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. HASIL LABORATORIUM TANGGAL 8 APRIL 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hb 9.50 12 – 16 g/dl
Ht 29.50 37 - 54 %
Leukosit 16.63 5 - 10 rb/ul
Thrombosit 313 150 – 400 rb/ul
Glukosa darah (POCT) 207 < 200 mg/dl
ESR 25 0-10 mm/jam
Na 145 < 200 mg/dl
K 4.1 45 – 65 mg/dl
Cl 106 <130 mg/dl
Ureum 31 20 – 50 mg/dl
Creatinin 0.29 0.8 – 1.1 mg/dl
B. HASIL CT-SCAN TAHUN 2012

Kesan : Lesi hiperdens di daerah basal ganglia sinistra


5. RESUME
Pasien perempuan, 54 tahun, datang dengan keluhan muntah berulang sejak 3 hari
SMRS. Pasien sudah diterapi ranitidin IV, antasida IV dan ondasentron IV sebelumnya.
Muntah sebanyak 3 kali berisi cairan dan makanan, jumlahnya hampir sebaskom, darah
tidak ada. Pasien mengatakan setiap makan pasti muntah dan mual namun masih bisa
minum. BAB dan BAK normal. Pasien tidak demam dan sakit kepala. Pasien
mempunyai riwayat stroke dengan kelemahan pada lengan dan tungkai kanan pada
tahun 2012 sampai sekarang. Kelemahan yang dialami sekarang lengan dan tungkai
sudah bisa mengangkat namun masih lemah. Pasien dapat mengerti dan
berkomunikasi dengan sekitarnya. Pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi sejak
5 tahun yang lalu rutin minum obat dan kontrol ke poli saraf. Obat yang diberikan yaitu
telmisartan (micardis) 80 mg, amlodipin 5 mg, acetylsalicylic acid (miniaspi) 80 mg,
vitamin B1,B6,B12 (neurodex).

Pada pemeriksaan fisik status generalis ditemukan adanya pterigium pada mata
kiri dan nyeri tekan epigastrik positif. Pada pemeriksaan fisik status neurologis
ditemukan parese nervus VII dan XII sentral dekstra. Kekuatan motorik lengan dekstra
3333 dan tungkai dekstra 3333. Refleks patologis Babinski,Chaddock, Scaffer dekstra
positif. Pada pemeriksaan penunjang, hasil lab menunjukkan anemia, hyperuremia dan
hypercreatinin. Pada CT scan tahun 2012 terdapat lesi hiperdens dibasal ganglia
sinistra.
6. DIAGNOSIS
A. Klinis : Hemiparese N.VII dan N.XII sentral dekstra
Hemiparese dekstra
B. Topis : Basal ganglia sinistra
C. Etiologis : Ruptur vaskular
D. Diagnosis kerja :
Sequela of Haemorrhagic Stroke with Controlled Hypertension
Dyspepsia Syndrome
Anemia ec Chronic Kidney Disease
E. Diagnosis banding :
Sequela of Subarachnoid Haemorrhage with Controlled Hypertesion

7.SARAN TERAPI
Tujuan : pencegahan sekunder stroke berulang
A. Non medikamentosa
Lifestyle modification
1. Kurangi makanan yang berlemak
2. Kurangi asupan garam
3. Rehabilitasi/ Fisioterapi

B. Medikamentosa
Pengendalian hipertensi
1.Telmisartan 80 mg 1x1 PO
2. Amlodipin 5 mg 1x1 PO

Penanganan dyspepsia
1. Omeperazole 40mg 1x1 PO
2. Sucrafate 3x CII PO
3. Antasida 3x1 PO
Penanganan Chronic Kidney Disease
1. Prorenal 3x2 PO

8. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia

9. ANALISA KASUS
Diagnosis neurologi pada pasien ini adalah Sequela of Haemorrhagic Stroke with
Controlled Hypertension atas dasar :
1. Anamnesis
 Pasien mempunyai riwayat stroke sejak tahun 2012
 Tidak terjadi kelemahan yang baru atau memburuk
 Tidak ada gejala peningkatan tekanan intrakranial
 Hipertensi terkontrol
2. Pemeriksaan fisik
 TD 130/90
 Kekuatan motorik lengan dekstra 3 tungkai dekstra 3
3. Pemeriksaan penunjang
 Pada CT-scan 2012 terdapat lesi hiperdens di daerah basal ganglia sinistra yang
mendukung gejala hemiparese dekstra pada pasien.
10. FOLLOW UP
Tanggal Pemeriksaan : 9 April 2017
Waktu Pemeriksaan : 07.30
Tempat Pemeriksaan : Bangsal Flamboyan atas
S Muntah (+) 1x, mual (+), sakit kepala (-)
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis
TD: 130/90 mmHg. HR: 98x/menit, regular. RR: 20x/menit. Suhu: 360C
Status generalis: mata kiri pterigium (+), nyeri tekan epigastrik (+)
Status neurologis:
GCS: E4 V5 M6
Syaraf Kranial:
 CN III, IV, VI: Pupil isokhor 3 mm +/+, RCL +/+, RCTL +/+. Kesan:
normal
 CN VII : Sikap mulut istirahat asimetris, nasolabial fold kanan
tertinggal. Saat menyeringai/tersenyum bibir kanan tertinggal. Saat
kembung pipi, mengangkat alis, mengerutkan dahi, menutup mata
dengan kuat simetris kanan dan kiri. Kesan: paresis N VII sentral
dekstra.
 CN IX, X: Disfagia (-), arkus faring simetris, uvula intak di tengah.
Kesan: normal.
 CN XII : Sikap lidah dalam mulut deviasi ke kiri, atrofi (-), fasikulasi (-),
tremor (-). Saat menjulurkan lidah terdapat deviasi ke kanan. Kesan:
paresis CN XII sentral dekstra.
Motorik:
 Inspeksi: Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

 Fasikulasi: -/-
Normotonus Normotonus
 Palpasi:
Normotonus Normotonus

 Kekuatan motorik:
3333 5555

3333 5555

 Gerakan involunter: -/-


 Kesan: Hemiparesis dekstra
Refleks:
 Refleks fisiologis: Biceps: ++/++. Triceps: ++/++. Brachioradialis:
++/++. Patellar: ++/++. Achilles: ++/++
 Refleks patologis: Babinski: +/-
 Kesan: Normorefleks
Sensorik: Eks atas +/+. Eks bawah: +/+
A Dyspepsia
Sequela stroke
Hipertensi
Chronic kidney disease
P  Infus Ringer Laktat 20tpm
 Inj Ondansentron 3x 4mg
 Inj Omeperazole 1x40mg
 Antasida 3x1
 Sulcrafat syr 3x1C
 Aspilet stop
 Candesartan 1x8mg
 Amlodipin 1x5mg
Tanggal Pemeriksaan : 10 April 2017
Waktu Pemeriksaan : 07.30
Tempat Pemeriksaan : Bangsal Flamboyan atas
S Muntah (-), mual (+), sakit kepala (-)
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis
TD: 130/80 mmHg. HR: 88x/menit, regular. RR: 20x/menit. Suhu: 360C
Status generalis: mata kiri pterigium (+), nyeri tekan epigastrik (+)
Status neurologis:
GCS: E4 V5 M6
Syaraf Kranial:
 CN III, IV, VI: Pupil isokhor 3 mm +/+, RCL +/+, RCTL +/+. Kesan:
normal
 CN VII : Sikap mulut istirahat asimetris, nasolabial fold kanan
tertinggal. Saat menyeringai/tersenyum bibir kanan tertinggal. Saat
kembung pipi, mengangkat alis, mengerutkan dahi, menutup mata
dengan kuat simetris kanan dan kiri. Kesan: paresis N VII sentral
dekstra.
 CN IX, X: Disfagia (-), arkus faring simetris, uvula intak di tengah.
Kesan: normal.
 CN XII : Sikap lidah dalam mulut deviasi ke kiri, atrofi (-), fasikulasi (-),
tremor (-). Saat menjulurkan lidah terdapat deviasi ke kanan. Kesan:
paresis CN XII sentral dekstra.
Motorik:
 Inspeksi: Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

 Fasikulasi: -/-
Normotonus Normotonus

 Palpasi: Normotonus Normotonus


 Kekuatan motorik:
3333 5555

3333 5555

 Gerakan involunter: -/-


 Kesan: Hemiparesis dekstra
Refleks:
 Refleks fisiologis: Biceps: ++/++. Triceps: ++/++. Brachioradialis:
++/++. Patellar: ++/++. Achilles: ++/++
 Refleks patologis: Babinski: +/-
 Kesan: Normorefleks
Sensorik: Eks atas +/+. Eks bawah: +/+
A Dyspepsia
Sequela stroke
Hipertensi
Chronic kidney disease
P  Infus Ringer Laktat 20tpm
 Inj Omeperazole 1x40mg
 Antasida 3x1
 Sulcrafat syr 3x1C
 Candesartan 1x8mg
 Amlodipin 1x5mg
Tanggal Pemeriksaan : 11 April 2017
Waktu Pemeriksaan : 07.30
Tempat Pemeriksaan : Bangsal Flamboyan atas
S Muntah (-), mual (+), sakit kepala (-)
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis
TD: 130/80 mmHg. HR: 90x/menit, regular. RR: 20x/menit. Suhu: 360C
Status generalis: mata kiri pterigium (+), nyeri tekan epigastrik (+)
Status neurologis:
GCS: E4 V5 M6
Syaraf Kranial:
 CN III, IV, VI: Pupil isokhor 3 mm +/+, RCL +/+, RCTL +/+. Kesan:
normal
 CN VII : Sikap mulut istirahat asimetris, nasolabial fold kanan
tertinggal. Saat menyeringai/tersenyum bibir kanan tertinggal. Saat
kembung pipi, mengangkat alis, mengerutkan dahi, menutup mata
dengan kuat simetris kanan dan kiri. Kesan: paresis N VII sentral
dekstra.
 CN IX, X: Disfagia (-), arkus faring simetris, uvula intak di tengah.
Kesan: normal.
 CN XII : Sikap lidah dalam mulut deviasi ke kiri, atrofi (-), fasikulasi (-),
tremor (-). Saat menjulurkan lidah terdapat deviasi ke kanan. Kesan:
paresis CN XII sentral dekstra.
Motorik:
 Inspeksi: Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

 Fasikulasi: -/-
Normotonus Normotonus
 Palpasi:
Normotonus Normotonus
 Kekuatan motorik:
3333 5555

3333 5555

 Gerakan involunter: -/-


 Kesan: Hemiparesis dekstra
Refleks:
 Refleks fisiologis: Biceps: ++/++. Triceps: ++/++. Brachioradialis:
++/++. Patellar: ++/++. Achilles: ++/++
 Refleks patologis: Babinski: +/-
 Kesan: Normorefleks
Sensorik: Eks atas +/+. Eks bawah: +/+
A Dyspepsia
Sequela stroke
Hipertensi
Chronic kidney disease
P  Infus Ringer Laktat 20tpm
 Inj Omeperazole 1x40mg
 Antasida 3x1
 Sulcrafat syr 3x1C
 Candesartan 1x8mg
 Amlodipin 1x5mg
11. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fokal
atau global dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Sequela merupakan suatu gejala sisa yang muncul akibat akibat suatu penyakit,
pengobatan, atau cedera.

B. EPIDEMIOLOGI
Pada negara maju, insiden kejadian stroke menunjukkan penurunan akibat
pengendalian tekanan darah yang baik. Sebaliknya, pada negara berkembang
termasuk Indonesia insiden kejadian stroke menunjukkan peningkatan baik dalam
jumlah kejadian,kecacatan maupun kematian.
Menurut studi epidemiologi sistematis, insiden kejadian stroke sebesar 51.8/
100.000 di negara asia. Risiko stroke meningkat sesuai bertambahnya usia, dengan
insidensi stroke yang tinggi pada orang-orang usia diatas 65 tahun, laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan.
Stroke meliputi tiga penyakit serebrovaskular utama, yaitu stroke iskemik,
perdarahan intraserebral, dan perdarahan subaraknoid. Stroke iskemik atau serebral
infark adalah yang paling sering, yaitu 70-80% dari semua kejadian stroke dan sisanya
merupakan stroke perdarahan 10- 20% baik intraserebral maupun subaraknoid.

C. FAKTOR RISIKO
Faktor-faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Usia tua
b. Laki-laki
c. Keturunan / genetik
2. Faktor risiko yang dapat dirubah
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Diet lemak dan garam yang berlebihan
3. Konsumsi alkohol yang berlebihan
4. Obat-obatan seperti narkoba (kokain), antikoagulansia, anti platelet, obat kontrasepsi

b. Physiological risk factors


1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung (fibrilasi atrium)
3. Diabetes mellitus
4. Dislipidemia
4. Infeksi, arthritis, traumatik, AIDS, lupus
5. Gangguan ginjal kronis
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke iskemik
a. Trombosis serebri
b. Emboli serebri
2. Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subaraknoid

E. PATOFISILOGI
1. Stoke iskemik disebabkan oleh oklusi arteri di otak yang dapat disebakan oleh
thrombosis atau emboli. Trombosis merupakan obstruksi aliran darah akibat
penyempitan lumen pembuluh darah atau sumbatan. Penyebab paling sering ialah
aterosklerosis. Gejala biasanya memberat secara bertahap. Emboli disebabkan oleh
sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih proksimal. Emboli biasanya
bersumber dari jantung atau pembuluh besar seperti aorta,arteri karotis atau arteri
vertebralis. Gejalanya biasanya langsung memberat atau hanya sesaat untuk kemudian
menghilang lagi seketika saat emboli terlepas kearah distal seperti pada TIA

2. Stroke hemoragik disebabkan oleh ruptur arteri, baik intraserebral maupun


subaraknoid. Perdarahan intraserebral merupakan penyebab tersering. Dimana
pembuluh darah yang sudah rusak akibat hipertensi kronis akhirnya robek. Hematoma
yang terbentuk akan menyebabkan tekanan intrakranial. Perdarahan subaraknoid
disebabkan oleh pecahnya aneurisma atau malformasi arteri vena yang perdarahannya
masuk ke rongga subaraknoid, sehingga menyebabkan cairan serebrospinal terisi oleh
darah. Darah yang berada dalam cairan serebrospinal akan menyebabkan vasospasme
sehingga menimbulkan gejala sakit kepala yang hebat dan mendadak.

F. MANIFESTASI KLINIS
a. Defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, hemihipestesia, afasia, disfagia,
gangguan kesadaran dan sebagainya.
b. Pada stroke hemoragik, ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
seperti sakit kepala dan penurunan kesadaran
c. Pada stroke iskemik,jarang ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,
kecuali terjadi oklusi pada arteri besar atau edema

Tanda dan gejala stroke iskemik berdasarkan lokasi struktur otak yang terkena antara
lain:
Struktur otak yang terkena Tanda dan gejala
Arteri karotis interna (sirkulasi  Dapat terjadi kebutaan satu mata
anterior: gejala biasanya unilateral). Lokasi (episodik dan disebut amaurosis
tersering lesi adalah bifurkasio arteri fugaks) di sisi arteri karotis yang
karotis komunis ke dalam arteri karotis terkena, akibat insufisiensi arteri
interna dan eksterna. Cabang-cabang retinalis.
arteri karotis interna adalah arteri  Gejala sensorik dan motorik di
oftalmika, arteri komunikan posterior, arteri ekstremitas kontralateral karena
koroidalis anterior, arteri serebri anterior, insufisiensi arteri serebri media.
dan arteri serebri media  Lesi dapat terjadi di daerah antara
arteri serebri anterior atau ateri
serebri media. Gejala mula mula
timbul di ekstremitas atas dan
mungkin mengenai wajah. Apabila
lesi di hemisfer dominan, maka
terjadi afasia ekspresif karena
keterlibatan daerah bicara motorik
Broca
Arteri Serebri media (tersering)  Hemiparesis atau monoparesis
kontralateral
 Kadang-kadang hemianopsia
(kebutaan) kontralteral
 Afasia global (apabila hemisfer
dominan terkena); gangguan
semua fungsi yang berkaitan
dengan bicara dan komunikasi.
Sistem vertrebrobasilar (sirkulasi posterior;  Kelumpuhan di satu sampai empat
manifestasi biasanya bilateral) ekstremitas
 Meningkatnya refleks tendon
 Ataksia
 Tanda-tanda babinski bilateral
 Gejala-gejala serebelum seperti
tremor intention, vertigo
 Disfagia
 Disartria
 Sinkop, stupor, koma, pusing,
gangguan daya ingat, disorientasi
 Gangguan penglihatan (diplopia,
nigtagmus, ptosis, paralisis satu
gerakan mata, hemianopsia
homonium)
 Tinitus, gangguan pendengaran
 Rasa baal di wajah, mulut, dan
lidah
Arteri serebri posterior (di lobus otak  Koma
tengah atau talamus)  Hemiparesis kontralateral
 Afasia visual atau buta kata
(aleksia)
 Kelumpuhan saraf kranialis ketiga:
hemianopsia, koreoatetosis

G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Gejala yang mendadak,lamanya awitan dan aktivitas saat serangan
b. Dekripsi gejala yang muncul serta progresifitas
c. Gejala penyerta seperti penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah, rasa
berputar, kejang, gangguan penglihatan, atau gangguan fungsi kognitif
d. Ada tidaknya faktor risiko seperti hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes, merokok dan
pengunaan alkohol dan obat-obat terlarang

2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan generalis
c. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan kesadaran,nervus kranialis, kaku
kuduk,motorik, refleks, sensorik
d. Pemeriksaan kognitif sederhana

3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektrokardiografi
b. Laboratorium meliputi kimia darah, fungsi ginjal, gula darah, urinalisis,analisa gas
darah dan elektrolit
c. Foto thoraks untuk mencari gambaran kardiomegali penanda hipertensi kronsis
sebagai faktor risiko stroke
d. CT scan/ MRI untuk mencari lesi sumbatan/ perdarahan
e. Transcranial Doppler untuk melihat adanya sumbatan
f. Analisis cairan serebrospinal apabila diperlukan

H. TATALAKSANA STROKE
1. Tatalaksana awal stroke di IGD
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
 Pemantauan status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan saturasi
oksigen dalam 72 jam
 Pemasangan pipa orofaring pada pasien tidak sadar dan pemasangan ETT pada
pasien hipoksia (pO2 <60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok
 Jika ETT di pasang >2 minggu maka di anjurkan untuk di lakukan trakeostomi

b. Stabilisasi Hemodinamik
 Cairan kristaloid atau koloid IV hindari yang bersifat hipotonik
 Optimalisasi tekanan darah (akan di bahas lebih lanjut di bagian tatalaksana
tekanan darah pada stroke akut)
 Berikan vasopressor (dopamin, norepinefrin atau epinefrin)secara titrasi jika TD
sistolik 120 mmHg dengan target sistolik 140 mmHg
 Pemantauan jantung selama 24 jam pertama
 Hipovolemia dikoreksi dengan larutan salin normal
c. Pengendalian peninggian TIK
 Monitor TIK pada pasien GCS <9
 Target terapi TIK < 20 mmHg dan CPP >70 mmHg
 Tinggikan posisi kepala 20-30o
 Hindari penekanan vena jugular
 Hindari pemberian cairan hipotonik / glukosa
 Hindari hipertermia
 Jaga normovolemia
 Osmoterapi:
Manitol 0.25 – 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit setiap 4 – 6 jam dengan target
<310 mOsm/L , diperiksa 2x sehari selama pemberian osmoterapi
 Intubasi untuk menjaga normoventilasi, pCO2 35 – 40 mmHg

d. Pengendalian kejang
 Jika kejang, berikan diazepam IV bolus lambat 5 – 20 mg + fenitoin loading dose
15 – 20 mg/kg bolus dengan kecepatan maks 50 mg/menit
 ICU jika tidak teratasi

e. Pengendalian suhu tubuh


 Berikan asetaminofen 650mg jika suhu lebih dari 38.5 0C
 Jika suspek infeksi, lakukan kultur dan hapusan dan berikan antibiotik
 Jika meningitis maka segera lakukan terapi antibiotik

2. Tatalaksana tekanan darah pada stroke akut


a. Stroke Iskemik
 Jika akan di berikan rTPA tekanan darah sistol (TDS) di turunkan hingga <185
mmHg dan tekanan darah diastol (TDD)<110 mmHg di pantau selama 24 jam
setelah pemberian rTPA dengan tekanan darah sistol <180mmHg dan tekanan
darah diastol <105 mmHg
 Jika tidak di rencanakan rTPA, maka tekanan darah hanya diturunkan sebesar
15% sistol dan diastol jika TDS > 220 mmHg atau TDD >120 mmHg
 Obat IV yang dapat digunakan dan tersedia di Indonesia adalah nikardipin dan
diltiazem, dengan dosis 5 mg/jam di naikan 2.5 mg/jam tiap 15 menit sampai
15mg/jam.

b. Stroke Hemorrhagik
 Jika pendarahan intraserebral TDS >200 mmHg atau MAP >150 mmHg dapat di
turunkan dengan target MAP 110 mmHg atau TD 160/90 mmHg
 Jika pendarahan subaraknoid TD di turunkan hingga TDS 140 – 160 mmHg atau
160 – 180 untuk mencegah resiko terjadinya vasospasme
 Obat IV yang di gunakan sama dengan stroke iskemik

3. Pencegahan sekunder stroke


Pencegahan sekunder merupakan pencegahan terjadinya stroke berulang baik pada
penderita dengan komplikasi vaskular lainnya yang pernah mendapat stroke iskemik,
stroke perdarahan maupun TIA.
a. Pengendalian faktor risiko terdiri dari:
 Hipertensi
Diberikan terapi hingga target di TDS <140 mmHg dan TDD < 90 mmHg , pada
penderita stroke lakunar maka target target TDS <130 mmHg disarankan.
 Lipid
Statin di berikan pada penderita stroke yang di curigai akibat atherosklerosis tanpa
memperhatikan kadar LDL. Penderita stroke dengan kadar LDL C ≥100 mg/dl maka
target penuruna LDL C sekurang-kurang nya 50% atau sasaran <70 mg/dl untuk
mencapai hasil yang maksimal.

b. Modifikasi gaya hidup


 Berhenti merokok
 Berhenti mengonsumsi alkohol
 Olahraga teratur minimal 30 menit 1-3 kali dalam seminggu dengan intesitas
sedang.
4. Pengobatan antikoagulan pasca perdarahan intrakranial
 Pada pasien yang mengalami perdarahan intrakranial atau pendarahan
subarachnoidl, semua jenis antikoagulan dan antiplatelet harus dihentikan
selama periode akut sekurang-kurangnya 1 sampai 2 minggu

 Protamin sulfat harus diberikan untuk mengatasi perdarahan intrakranial akibat


pemberian heparin, dengan dosis tergantung pada lamanya pemberian heparin
pada penderita tersebut.

 Keputusan untuk memulai kembali pengobatan terapi antitrombotik setelah


perdarahan intrakranial tergantung pada resiko ada tidaknya tromboemboli pada
arteri atau vena, risiko terjadinya komplikasi tromboemboli selanjutnya, risiko dari
perdarahan intrakranial yang berulang dan status keseluruhan dari pasien.

 Pada pasien-pasien yang mempunyai risiko untuk terjadinya infark serebral


(fibriasi arterial tanpa stroke ulang dan riwayat iskemik sebelumnya) dan risiko
tinggi dari amyloid anginopati (misalnya, orang usia lanjut dengan lokasi di
lobar), atau kondisi neurologi yang sangat buruk, antiplatelet seperti aspirin 80-
325mg atau clopidogrel 75mg dapat dipertimbangkan untuk mencegah stroke
iskemik. Pada pasien dengan risiko stroke, pemberian ulang warfarin
dipertimbangkan untuk dimulai pada hari ke-7 dan ke-10 setelah awitan
pendarahan intrakranial

 Untuk pasien dengan infark hemoragik, pemberian antikoagulan dapat


diteruskan tergantung kepada keadaan klinis yang spesifik dan indikasi
penggunaan terapi antikoagulan
5. Rehabilitasi pada penderita stroke
Rehabilitasi sebenarnya dimulai di rumah sakit sesegera mungkin setelah stroke.
Pada pasien yang stabil, rehabilitasi dapat dimulai dalam waktu dua hari setelah stroke
telah terjadi, dan harus dilanjutkan sebagai diperlukan setelah keluar dari rumah sakit.
Menurut WHO, tujuan Rehabilitasi penderita stroke adalah:
 Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu.
 Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpesonal dan
aktivitas sosial.
 Dapat melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Terapi dimulai secara bertahap, yaitu berlatih mulai dari duduk, berdiri, dan berjalan
sendiri. Pasien juga dilatih melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, makan, buang
air, dan berpakaian.

Lamanya rehabilitasi stroke tergantung pada tingkat keparahan dan komplikasi


stroke. Beberapa penderita stroke dapat cepat sembuh, sedangkan ada beberapa
penderita stroke yang membutuhkan waktu jangka panjang untuk rehabilitasi stroke,
mungkin berbulan-bulan atau bertahun-tahun, setelah mendapat serangan stroke.
Pemulihan stroke bervariasi dari orang ke orang, sulit untuk memprediksi berapa lama
kemampuan pasien untuk pulih dengan cepat. Namun, secara umum, rehabilitasi stroke
sukses tergantung pada:

1. Tingkat keparahan stroke


2. Motivasi dan hasrat keinginan pasien untuk normal kembali
3. Keterampilan tim rehabilitasi stroke yang melibatkan dokter, perawat rehabilitasi,
terapis fisik, terapis okupasi, ahli gizi, Psikolog
4. Kerjasama teman-teman dan keluarga - memiliki jaringan dukungan yang baik
memiliki efek besar pada pemulihan pasien
5. Waktu rehabilitasi - semakin cepat pasien memulai, semakin baik.

Perawatan bersama dengan Tim Rehabilitasi sejak awal bertujuan sebagai berikut:
1. Pada fase awal (akut) terutama adalah pencegahan komplikasi yang ditimbulkan
akibat tirah baring (bedrest ) lama, seperti :
 Mencegah ulkus dekubitus (luka daerah yang punggung/pantat yang selalu
mendapat tekanan saat tidur)
 Mencegah penumpukan sputum (dahak) untuk mencegah infeksi saluran
pernapasan
 Mencegah kekakuan sendi
 Mencegah atrofi otot (pengecilan massa otot)
 Mencegah hipotensi ortostatik, osteoporosis dll.

2. Pada fase lanjut (rehabilitasi)

 Meminimalkan gejala sisa (sequelae) dan kecacatan akibat stroke


 Kemandirian dalam perawatan diri dan aktivitas sehari-hari
 Kembali ke pekerjaan (back to work) sehingga diharapkan dapat berperan aktif
dalam kehidupan seperti sedia kala
12. DAFTAR PUSTAKA
1. Misbach J, lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin, Suroto, Alfa AY. Guideline stroke tahun
2011. Jakarta : PERDOSSI; 2011.

2. Misbach J. Stroke: aspek diagnostic, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI; 1999

3. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia, 2007

4. Caplan LR. Caplan’s stroke: a clinical approach. Edisi ke-4.Philadelphia: Saunders


Elseiver, 2009

5. Donna GA, Fisher M, Macleod M, Davis SM. Stroke. Lancet. 2008

6. Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th edition. 2005

7. Torpy JM, Burke AE, Glass RM. Haemorrhagic stroke. JAMA. 2010

8. Morgenstern LB, Hemphill JC 3rd, Anderson C, Becker K, Broderick JP, Connolly ES


Jr, et al. Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage: a
guideline for healthcare professionals from the American Heart Association/American
Stroke Association. Stroke. 2010

9. Broderick J, Connolly S, Feldmann E, Hanley D, Kase C, Krieger D, et al. Guidelines


for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage in adults: 2007 update: a
guideline from the American Heart Association/American Stroke Association Stroke
Council, High Blood Pressure Research Council, and the Quality of Care and Outcomes
in Research Interdisciplinary Working Group. Circulation. 2007
10. Gokaslan ZL, Narayan RK. Intracranial hemorrhage in the hypertensive
patient. Neuroimaging Clin N Am. 1992

11. Gebel JM, Broderick JP. Intracerebral hemorrhage. Neurol Clin. 2000

12. Neau JP, Ingrand P, Couderq C, et al. Recurrent intracerebral


hemorrhage. Neurology. 1997

13. AHA/ASA Guideline. Guideline for the Prevention of Stroke in Patien with Stroke or
Tansient Ischemic Attack. Stroke 2011

14. The European Stroke Organization (ESO) : Guidelines for Management Ischaemic
Stroke and Tansient Ischaemic Attack 2008

15. Kamal AK, Naqvi I, Husain MR, Khealani BA. Cilostazol versus aspirin for
secondary prevention of vasculars events after stroke of arterial origin. Stroke. 2011

16. Duncan PW, Zorowitz,R, Bates,B, et al. Management of Adut Stroke Rehabilitation
Care; A Clinical Practice Guideline Stroke, 2005

17. Arnott,B,Abbott,R,et al. Clinical Guidelines for Stroke Rehabilitation and Recovery.
National Stroke Foundation. National Health and Medical Research Council, Australian
Goverment, 2005.

Anda mungkin juga menyukai