Anda di halaman 1dari 47

Case Report Session (CSS)

* Kepaniteraan Klinik Senior/Oktober 2022

** Pembimbing/ dr. Victor Eliezer, SpKJ

DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK

Ulya Gina Fauziya, S.Ked*

Alya Maharani Putri, S. Ked*

Muhammad Ilham Rahman, S. Ked*

dr. Victor Eliezer, SpKJ**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Case Report Session (CSS)

DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK

Oleh:

Ulya Gina Fauziya, S.Ked G1A221122

Alya Maharani Putri, S. Ked G1A222004

Muhammad Ilham Rahman, S. Ked G1A222020

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan

Pada 18 Oktober 2022

Pembimbing

dr. Victor Eliezer, SpKJ


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report
Session (CRS) ini dengan judul “Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik”. Referat ini
merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi.

Terwujudnya referat ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, arahan, dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.
Victor Eliezer, SpKJ selaku pembimbing yang telah memberikan arahan sehingga referat ini
dapat terselesaikan dengan baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunannya ini jauh dari sempurna, baik dari
segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan referat ini. Akhir kata
penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang ada dalam referat ini.

Jambi, Oktober 2022


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................2

KATA PENGANTAR.................................................................................................3

DAFTAR ISI...............................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................6

BAB II LAPORAN KASUS.......................................................................................7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................14

3.1 Depresi.............................................................................................................14

3.2 Epidemiologi....................................................................................................14

3.3 Etiopatogenesis................................................................................................15

3.3.1 Etiologi.....................................................................................................15

3.3.2 Patofisologi...............................................................................................16

3.4 Gambaran klinis...............................................................................................21

3.5 Diagnosa..........................................................................................................27

3.5.1 Berdasarkan DSM-V..............................................................................29

3.5.2 Berdasarkan PPDGJ-III............................................................................32

3.6 Tatalaksana......................................................................................................38

3.6.1 Terapi Non Farmakologi...........................................................................39

3.6.2 Terapi Farmakologi..................................................................................40


3.7 Prognosis..........................................................................................................43

BAB IV ANALISA KASUS.....................................................................................44

BAB V KESIMPULAN............................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................46
BAB I

PENDAHULUAN

Depresi dan gangguan suasana hati berhubungan dengan masalah kesehatan terbesar
di dunia. Banyaknya tekanan kehidupan, stres interpersonal dan penolakan sosial, menjadi
faktor risiko terbesar mengalami depresi. Depresi adalah suatu kondisi seseorang merasa
sedih, kecewa saat mengalami suatu perubahan, kehilangan, kegagalan dan menjadi
patologis ketika tidak mampu beradaptasi. Depresi merupakan suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang secara afektif, fisiologis, kognitif dan perilaku sehingga
mengubah pola dan respon yang biasa dilakukan. Meskipun banyak pengobatan dan
perawatan yang efektif terhadap depresi, tetapi hanya sebagian yang menderita depresi
mendapat pengobatan dan tindakan pendekatan psikoterapi.

Depresi merupakan penyebab utama keempat beban penyakit di seluruh dunia.


Lebih dari 350 juta penduduk di seluruh dunia mengalami gangguan depresi. Satu dari
empat wanita dan satu dari dari enam pria mengalami depresi selama hidup mereka, dan
65% memiliki episode berulang dari gangguan tersebut, sehingga depresi menjadi penyebab
utama penyakit secara global. Major Depressive Disorder merupakan penyakit heterogen
ditandai dengan perasaan depresi, anhedonia, perubahan fungsi kognitif, perubahan tidur,
perubahan nafsu makan, rasa bersalah yang terjadi selama dua minggu, digambarkan
dengan hilangnya ketertarikan atau kesenangan akan aktivitas yang biasa dilakukan. Secara
global Major Depresive Disorder menjadi penyakit tertinggi kesehatan mental pada pasien
jiwa rawat inap dan rawat jalan.

Prevalensi Major Depresive Disorder sekitar 7% dari populasi, Mendapat berbagai


terapi, obat antidepresan, psikoterapi dan perawatan fisik, tetapi hanya 30% - 40% pasien 2
yang merespon tindakan tersebut dan sebagian besar pasien mengalami kegagalan, 1/3 dari
pasien yang menjalani pengobatan, tetap mengalami gangguan fungsional, menimbulkan
masalah kualitas hidup, penderitaan, risiko kekambuhan dan bunuh diri.
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

1. Nama : Nn. Tania


2. Umur : 21 tahun
3. Tanggal Lahir : Jambi, 26 April 2001
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Alamat : Jl. Dr Siwabessy, Kel. Buluran Kenali RT 05, Kec.
Telanaipura, Kota Jambi
6. Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
7. Agama : Islam
8. Status Perkawinan : Tidak Kawin
9. Pekerjaan : Mahasiswa
10. Pendidikan : Universitas
11. MRS tanggal : 22 September 2022

II. ANAMNESIS
2.1 Keluhan Utama
Pasien mengeluh sering merasa tertekan dan cemas berlebihan sejak 3 bulan SMRS
2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi dengan keluhan sering merasa
tertekan dan cemas berlebihan sejak 3 bulan SMRS. Os juga mengaku merasa
rendah diri, lebih senang sendiri, bermalas malasan dan tidak bersemangat dalam
menjalani aktivitas sehari hari. Os juga mengeluh susah tidur dan sering terbangun
dari tidurnya. Os mengaku semenjak keluhan dirasakan, emosinya menjadi tidak
terkontrol, sulit konsentrasi, bahkan terkadang berfikiran untuk mengakhiri
hidupnya. Os juga mengaku kurang nafsu makan sejak beberapa bulan terakhir dan
mengalami penurunan berat badan sebanyak 8 kg selama 3 bulan terakhir, serta
sering merasakan sakit kepala. Os mengaku keluhan tersebut dirasakan sejak os
selalu memikirkan masalah skripsinya. Terkadang os juga berpikir kurang mendapat
kasih sayang dari kedua orangtuanya yang telah bercerai. Os mengaku sebelumnya
merupakan orang yang senang bersosialisasi dan bergaul, sebelumnya os juga selalu
menceritakan masalahnya ke orang terdekat. Namun sekarang os merasa bahwa
masalahnya lebih baik dipendam. Os menyangkal merasakan pernah melihat
bayangan ataupun mendengar suara dan bisikan.
2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

1. Gangguan Mental dan Emosi


Riwayat gangguan mental dan emosi tidak ada sebelumnya.
2. Gangguan Psikosomatis
Tidak terdapat riwayat penyakit psikosomatis sebelumnya.
3. Kondisi Medik
Os sering mengalami sakit kepala
4. Gangguan Neurologi
Riwayat demam, muntah-muntah, penglihatan ganda sebelumnya tidak ada.
Riwayat trauma kepala, kejang dan kehilangan kesadaran tidak ada.
2.4 Riwayat Keluarga

Tidak terdapat adanya riwayat keluarga dengan gejala yang sama. Tidak ada
riwayat keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya. Pasien
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Orangtua pasien bercerai saat pasien
berusia 13 tahun, pasien tinggal bersama nenek. Sedangkan adik pasien ada yang
tinggal bersama Ayah, ada yang tinggal bersama Ibu pasien.

2.5 Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Riwayat prenatal dan perinatal

Pasien lahir cukup bulan, merupakan kehamilan yang diharapkan dan


direncanakan. Pasien lahir di bidan. Pasien lahir dengan berat badan cukup dan
tidak ada kelainan fisik.
2. Riwayat masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Pasien lupa mengenai riwayat masa kanak-kanak awal

3. Riwayat masa kanak-kanak menengah (3-11 tahun)

Pasien sering disuruh mengalah ketika berkelahi dengan adiknya. Pasien sering
dipukul oleh ayahnya.

4. Masa pubertas hingga dewasa


a. Hubungan sosial
Pasien merupakan orang yang suka bergaul
b. Riwayat sekolah
Pasien lulusan SMA dan saat ini sedang kuliah di Universitas Sultan Thaha
Saifuddim Jambi semester 7.

c. Kognisi dan motorik

Perkembangan kognisi dan motorik pasien baik.


d. Masalah emosi dan fisik
Pasien menjadi pribadi yang penyendiri dan jarang mau bercerita mengenai
masalahnya. Emosi pasien juga sering tidak stabil. Pasien sering merasakan
sakit kepala dan pusing serta merasa mudah lelah.
e. Riwayat Psikoseksual
Pasien pertama kali tertarik dengan lawan jenis saat usia 15 tahun.

f. Latar belakang agama

Pasien mendapatkan agama yang cukup dari orang tuanya. Saat masih kecil,
pasien sering pergi mengaji ke masjid.
g. Riwayat pekerjaan
Pasien merupakan seorang mahasiswa

h. Aktivitas sosial

Pasien kurang bersosialisasi dengan teman temannya dan hanya menceritakan


masalahnya dengan pasangannya.
i. Kehidupan seksual
Orientasi seksual pasien terhadap lawan jenis baik.

j. Riwayat pernikahan

Pasien belum menikah.


k. Riwayat militer dan masalah hukum
Pasien tidak pernah melakukan pendidikan militer.
Pasien tidak pernah terlibat dengan masalah hukum dan kepolisian.
III. STATUS INTERNISTIK

3.1 Pemeriksaan Tanda Vital

 Kesadaran : Compos mentis

 TD : 118/66 mmHg

 Nadi : 77x/menit

 Suhu : 36,7 C

 RR : 18x/menit
3.2 Status Gizi
 Tinggi Badan : 155 cm
 Berat Badan : 52 kg
 IMT : 21,6 kg/m2 (normoweight)
3.3 Status Generalisata
Kulit : Turgor baik
Kepala : Normochepal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor (+/+).
Hidung : Deformitas (-), epistaksis (-)
Telinga : Serumen minimal, Nyeri tekan (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea terletak ditengah
Thorax
Paru
 Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, pergerakan dada simetris, retraksi
dinding dada (-), sikatriks (-)
 Palpasi : Fremitus dada kanan = kiri
 Perkusi : Sonor pada kedua paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung

 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : Batas atas : ICS II linea parastenalis sinistra
Batas bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi : BJ1- BJ2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : Abdomen datar, distensi (-), ikterik (-), sikatriks (-)
 Auskultasi : Bising usus normal
 Palpasi : Soepel
 Perkusi : Timpani di keempat kuadran, pekak alih (-)

Ekstremitas
 Superior : Akral hangat, edema (-/-), CRT 2detik
 Inferior : Akral hangat, edema (-/-), CRT 2detik

Pemeriksaan Neurologis
GCS :15 (E4 V6 M5)
Pemeriksaan Psikometrik : Tidak dilakukan pemeriksaan
3.4 Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Laboratorium darah rutin : Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. STATUS PSIKIATRI

a. Keadaan Umum
1. Penampilan : Pasien datang dalam keadaan pakaian rapi, penampilan
sesuai usia.
2. Kesadaran: Compos mentis
3. Orientasi
- Waktu: baik, pasien mengetahui bahwa pemeriksaan berlangsung di
siang hari
- Tempat: baik, pasien dapat mengetahui bahwa ia sedang berada di
Poli Jiwa RSJD Jambi
- Orang: baik, pasien mengenal orang lain
4. Sikap dan tingkah laku : Pasien kooperatif dengan pemeriksa, kontak mata
dengan pemeriksa terarah, serta pasien mampu menjawab pertanyaan.

b. Gangguan berpikir

1. Bentuk pikir : realistik


2. Arus pikir : koheren
3. Isi pikir : preokupasi pada masalah psikososial

c. Alam perasaan

1. Mood : hipotimik (depresif)


2. Afek : sesuai

d. Persepsi

1. Halusinasi : (-)
2. Ilusi : (-)

e. Fungsi intelektual

1. Daya konsentrasi dan perhatian: Konsentrasi dan perhatian pasien baik.


2. Orientasi
- Waktu: baik, pasien mengetahui bahwa pemeriksaan
berlangsung di siang hari
- Tempat: baik, pasien dapat mengetahui bahwa ia sedang berada di
Poli Jiwa RSJD Jambi
- Orang: baik, pasien mengenal orang lain
3. Daya Ingat
- Segera (immediate) : Baik

- Baru saja (recent) : Baik

- Agak lama (recent past) : Baik

- Jauh (remote) : Baik

4. Pikiran Abstrak : Baik

f. Pengendalian impuls : Baik


g. Daya nilai : Baik
h. Tilikan : Derajat VI
i. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya
j.
V. Diagnosis Banding

- F 41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh


- F 41.0 Gangguan Panik
- F 43.1 Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

VI. Diagnosis Multiaksial

Aksis 1: Episode Depresi Berat

Aksis 2: Tidak ada diagnosa

Aksis 3: Tidak ada diagnosa

Aksis 4: Masalah keluarga

Aksis 5: GAF 60-51


VII. Penatalaksaan

Farmakologi

1. Sertraline 50 mg 1x sehari

2. Alprazolam 0,5 mg 1x sehari

Psikoterapi

1. Terapi kognitif-perilaku

2. Terapi suportif
3. Edukasi penyakit

VIII. Prognosis

 Ad vitam : dubia ad bonam


 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Depresi

Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan


munculnya gejala penurunan mood (mood depresi), kehilangan minat terhadap sesuatu
yang sebelumnya menyenangkan, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan,
kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi.1

Depresi dapat berlangsung lama atau berulang, secara substansial mengganggu


kemampuan individu untuk berfungsi di tempat kerja atau sekolah atau mengatasi masalah
sehari-hari kehidupan. Pada tingkat yang paling parah, depresi dapat menyebabkan bunuh
diri. 1

3.2 Epidemiologi

Proporsi populasi global dengan depresi pada tahun 2015 diperkirakan sebesar
4,4% dan lebih umum terjadi pada Wanita (5,1%) dibandingkan dengan pria (3,6%). Total
individu yang hidup dengan gangguan depresi mencapai 322 juta jiwa yang sebagian
berada dikawasan asia tenggara dan wilayah barat pasifik termasuk india dan china. 1

Berdasarkan usia tingkat prevalensi bervariasi dan memuncak pada golongan


dewasa tua dengan usia 55-74 tahun dimana 7,4% diantaranya adalah Wanita dan 5,5%
pria. Depresi juga terjadi pada anak anak dan remaja dibawah 15 tahun tetapi
prevalensinya lebih rendah dibandingkan dengan usia dewasa. 1

Total estimasi individu yang hidup dengan gangguan depresi telah meningkat
sebanyak 18,1% diantara rahun 2005 sampai 2015. Hal ini merefleksikan pertumbuhan
populasi global dan sejalan dengan peningkatan gangguan depresi pada kelompok umur
yang rentan terjadi gangguan depresi. 1

Hasil riskesdas 2018 di Indonesia individu yang hidup dengan gangguan depresi
mencapai 706.689 jiwa. Gangguan depresi sudah mulai terjadi pada rentang usia remaja
(15-24 tahun), dengan prevalensi 6,2%. Pola prevalensi depresi semakin meningkat seiring
dengan peningkatan usia. Tertinggi pada usia 75 tahun keatas sebesar 8,9%, 65-74 tahun
8,0%, dan 55-64 tahun 6,5%. 2

3.3 Etiopatogenesis

3.3.1 Etiologi

Faktor penyebab dapat dibagi menjadi faktor biologis dan faktor psikosoial.

a. Faktor Biologis
Serotonin
Serotonin telah menjadi neurotransmitter amina biogenik yang paling umum
berhubungan dengan depresi. Penyusutan serotonin terjadi pada ganguan depresi
sehingga serotonergik agen menjadi pengobatan yang efektif. Identifikasi beberapa
reseptor serotonin subtipe dapat mengarahkan pada perawatan yang lebih spesifik
untuk depresi. Beberapa pasien dengan impuls bunuh diri memiliki konsentrasi
serotonin cairan serebrospinal (CSF) dan metabolit (5-hydroxyindole acetic acid [5-
HIAA]) yang rendah.3
Norepinephrine
Tingkat abnormal (biasanya rendah) dari metabolit norepinefrin (3- methoxy-4-
hydroxyphenylglycol [MHPG]) ditemukan dalam darah, urin, dan CSF dari pasien
depresi. 3
Dopamin
Aktivitas dopamin dapat berkurang pada depresi dan meningkat pada mania.Obat-
obatan yang mengurangi konsentrasi dopamin (misalnya, reserpin [Serpasil]) dan
penyakit yang mengurangi konsentrasi dopamin (misalnya, penyakit Parkinson)
dikaitkan dengan gejala depresi. Obatobatan yang meningkatkan konsentrasi dopamin,
seperti tirosin, amfetamin, dan bupropion (Wellbutrin), mengurangi gejala depresi. Dua
teori terbaru tentang dopamin dan depresi adalah bahwa jalur dopamin mesolimbik
mungkin disfungsional dalam depresi dan bahwa dopamin D1 reseptor mungkin
hipoaktif pada depresi. 3
b. Faktor psikososial
Psikoanalisis
Freud menggambarkan ambivalensi yang terinternalisasi terhadap objek cinta
(orang), yang dapat menghasilkan suatu bentuk duka cita patologis jika benda tersebut
hilang atau dianggap hilang. Dukacita ini berbentuk depresi berat dengan perasaan
bersalah, tidak berharga, dan ide bunuh diri. Kehilangan objek cinta secara simbolis
atau nyata adalah dianggap sebagai penolakan. Mania dan kegembiraan dipandang
sebagai pertahanan melawan yang mendasarinya depresi. 3
Psikodinamis
Dalam depresi, seseorang memasukan gagasan kedalam pikirannya secara tidak
sadar dan bertentangan dengan kenyataan yang mengarahkan pada perasaaan konflik
batin, rasa bersalah, kemarahan, rasa sakit, dan kebencian. Duka patologis menjadi
depresi karna perasaan konflik batin, rasa bersalah, kemarahan dan kebencian
diarahkan pada diri sendiri.
Kognitif
Triad kognitif Aaron Beck: (1) pandangan diri negatif (“segalanya buruk karena
saya jahat”); (2) interpretasi negatif dari pengalaman (“segalanya selalu menjadi
buruk”); (3) pandangan negatif tentang masa depan (antisipasi kegagalan). 3
Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan
Peristiwa kehidupan penuh tekanan yang dialami seseorang biasanya mengarahkan
pada episode pertama dari gangguan mood. Peristiwa semacam itu mungkin
menyebabkan perubahan saraf permanen yang mempengaruhi seseorang untuk episode
berikutnya dari gangguan mood. Kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun adalah
peristiwa hidup yang paling terkait dengan perkembangan depresi kedepanya. 3

3.3.2 Patofisologi

Ketidakseimbangan biogenik amin.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan


berkurangnya monoamine seperti reserpine dapat menyebabkan depresi.
Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaaan
neurotransmitter monoamin, terutama norepineprin dan serotonin, dapat
menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat lagi dengan ditemukannya obat
seperti
antidepresan trisiklin dan monoamine oksidase inhibitor yang bekerja
meningkatkann dalam jangka pendek monoamin di sinap. Peningkatan monoamin
ini berkaitan dengan terjadinya perbaikan depresi.4
a. Serotonin
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem
serotonin yang berproyeksi ke nucleus suprakiasma hipotalamus berfungsi
mengatur ritmik sikardian (misal siklus tidur-bangun, temperature tubuh, dan
fungsi hypothalamic-pituitary-adrenal axis (HPA). Serotonin bersama-sama
dengan norepineprin dan dopamine memfasilitasi motorik yang terarah dan
bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia. Neurotransmiter
serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat pencitraan otak
terdapat penurunan jumlah reseptor postsinap 5-HT1A dan 5-HT 2A pada pasienn
dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi penanda
kerentanan terhadap kekambuhan depresi. Triptofan merupakan prekusor
serotonin menurun pada pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat
menurunkan mood pada pasien depresi yang remisi dan individu yang memiliki
riwayat keluarga menderita depresi. Memori, atensi dan fungsi eksekutif juga
dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan
mood, tetapi tidak melalui serotonin. Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA
(hidroxyindolacetic-acid). Terdapat penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal
(CSS) pada penderita depresi. Penurunan ini lebih sering terlihat pada penderita
depresi yang melakukan usaha bunuh diri. 3,4
Penurunan serotonin pada depresi juga dapat dilihat dari hasil penelitian
EEG tidur dan HPA aksis. Hipofrontalis aliran darah otak dan penurunan
metabolisme glukosa otak, sesuai dengan penurunan serotonin. Pada penderita
depresi mayor didapatkan adanya penumpukan respon serotonin prefrontal dan
temporoparietal. Ini menunjukkan bahwa adanya gangguan serotonin. 3,4
b. Noradrenergik
Badan sel neuron noradrenergik terletak di locus ceruleus (LC) batang otak
dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal ganglia, hipotalamus, dan
talamus. Ia berperan dalam memulai dan mempertahankan keterjagaan (proyeksi
ke limbik dan kortek). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus terlibat dalam
sensitisasi prilaku terhadap stresor dan pemanjangan aktivasi LC dan juga
berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus ceruleus
tempat asal neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber
utama sekresi norepineprin ke dalam sirkulasi darah perifer. 3,4
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi akitivasi
fungsi LC, fungsi vegetatif seperti makan maupun tidur menurun. Persepsi
terhadap stresor ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus
diteruskan ke LC, dan selanjutnya ke komponen simpatoadrenal sebagi reseptor
stresor akut. Proses kognitif dapat memperbesar atau memperkecil respon
simpatoadrenal terhadap stresor tersebut. Rangsangan bundel forebrain media-
jaras norepineprin penting di oatak meningkat pada perilaku yang mencari rasa
senang dan perilaku yang bertujuan. Stresor yang menetap dapat menurunkan
kadar norepineprin di forebrain medial. Penurunan ini dapat menyebabkan
anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi. 4
c. Dopamin.
Ada empat jaras dopamin di otak yaitu: 4
1. Sistem tuberoinfundibular berproyeksi dari badan sel hipotalamus ke hipofisis
dan bekerja menghambat sekresi prolactin
2. Sistem nigrostriatal berasal dari badan sel substansia nigra dan berproyeksi ke
bangsal ganglia dan berfungsi mengatur aktivitas motoric
3. Sistim mesolimbic yaitu badan sel terletak di ventral tegmentum yang
berproyeksi hampir ke seluruh region limbik seperti nucleus akumben,
amigdala, hipokampus, nucleus dorsalis media thalamus, dan girus singulat.
Sistem ini mengatur ekspresi emosi, belajar, dan penguatan (reinforcement)
dan kemampuan hedonia
4. Sistem mesokorteks-mesolimbik juga berasal dari ventral tegmentum
mesokorteks yang berproyeksi ke region korteks orbitofrontal dan prefrontal.
Sistem ini berfungsi intuk mengatur motivasi, konsentrasi, memulai aktivitas
bertujuan, terarah, dan kompleks, serta tugas-tugas fungsi eksekutif. Penurunan
aktivitas dopamin pada sistem ini dikaitkan dengan gangguan kognitif,
motoric, dan hedonia yang merupakan manifestasi simptom depresi.
Aksis HPA (Hypotalamic-Pituitary-Adrenal Corical Axis) pada Depresi

Bila pengalaman yang berbentuk stresor dalam kehidupan sehari-hari


tercatat dalam korteks serebri dan sitem limbik sebagai stresor atau emosi yang
terganggu, bagian dari otak ini akan mengirim pesan ke tubuh. Tubuh
meningkatkan kewaspadaan dan mempersiapkan kita untuk mengatasi stressor
tersebut. Aksis HPA memegang peranan penting dalam beradaptasi terhadap
stres baik stres eksternal ataupun internal. Ketika berespon terhadap ketakutan
marah, cemas dan hal-hal lain yang tidak menyenangkan bahkan terhadap
harapan, dapat terjadi peningkatan aktivitas HPA. 4
Pada keadaan depresi terjadi peningkatan aktivitas HPA yang ditandai
dengan pelepasan CRH di hipotalamus. Peningkatan kadar CRH akan
menyebakan peningkatan rangsangan terhadap hipofisi anterior untuk
mensekresikan ACTH. ACTH berperan merangsang keluarnya kortisol dari
korteks adrenal. Kotisol dikeluarkan dari kelenjar adrenal dan masuk ke dalam
sirkulasi. Kadar kortisol yang meningkat menyebabkan terjadinya mekanisme
umpan balik negatif, yaitu hipotalamus menekan sekresi CRH, kemudian
mengirimkan pesan ini ke hipofisis anterior sehingga hipofisi juga menurunkan
produksi ACTH. Akhirnya pesan ini diteruskan kembali ke adrenal untuk
mengurangi kadar produksi kortisol. 4
Stresor yang berat pada awal kehidupan menyebabkan sensitivitas aksis
HPA terhadap stresor sangat berlebihan. Keadaan ini meningkatkan kerentanan
biologik seseorang terhadap efek stresor. Kerentanan ini dapat menyebabkan
sekresi CRH relatif sangat tinggi bila orang tersebut berhadap dengan stresor.
Akibatnya mekanisme umpan balik semakin terganggu. Gangguan mekanisme ini
menyebabkan ketidakmampuan kortisol menekan sekresi CRH sehingga
pelepasan CRH semakin tinggi. Tingginya kadar CRH mempermudah seseorang
menderita depresi. Peningkatan aktivitas HPA menyebabkan peningkatan kortisol.
Peningkatan kortisol yang lama dapat menyebabkan toksik pada neuron sehingga
bisa terjadi kematian neuron terutama di hipokampus. Kerusakan hipokampus
menjadi predisposisi depresi. Akibat buruk yang terjadi akibat peningkatan
glukokortikoid ini adalah terjadi ganguan SSP seperti pelebaran ventrikel, atropi
serebri dan gangguan kognitif. Hal ini terjadi akibat efek neurotoksik
glukokortikoid terhadap sel-sel hipokampus. Simptom gangguan kognitif pada
depresi dikaitkan dengan gangguan hipokampus. 4

STRESOR

Korteks dan sistem limbik

Hipotalamus

CRH
Hipofisi

ACTH
Korteks adrenal

Gambar 3.1Cortical-Hypotalamic-Pituitary-Adrenal-Cortical Axis4

Konsentrasi
kortisol ↑
Inhibisi
Stresor dan neurogenesis dan
kerentanan penurunan Simptom
biologik volume kognitif
hipokampus
Simptom depresi
Simptom depresi dan gangguan kognitif

Gangguan
neurogenesis
hipokampus
Penurunan volume hipokampus

Gambar 3.2 Stresor, kerentanan biologik, kortisol, hipokampus, dan depresi. 4

3.4 Gambaran klinis

Mood yang depresif serta hilangnya minat atau kesenangan adalah kunci
gejala depresi. Pasien dapat mengatakan bahwa mereka merasa sedih, tidak ada
harapan, bersusah hati atau tidak berharga. Untuk seorang pasien, mood yang
depresif sering memiliki kualitas yang khas yang membedakan dengan emosi
normal kesedihan atau berkabung. Pasien sering menggambarkan gejala depresi
sebagai satu penderitaan emosi yang sangat mendalam serta kadang-kadang
mengeluh tidak dapat menangis, gejala yang pulih ketika pasien membaik.5,6
Sekitar duapertiga pasien depresi berpikir untuk melakukan bunuh diri,
dan 10-15 % melakukan bunuh diri. Mereka yang baru-baru ini dirawat di rumah
sakit dengan percobaan bunuh diri atau memiliki gagasan bunuh diri memiliki
resiko seumur hidup yang lebih besar untuk berhasil melakukan bunuh diri dari
pada mereka yang belum pernah dirawat di rumah sakit. Beberapa pasien depresi
kadang-kadang tampak tidak menyadari depresi yang dialami dan tidak mengeluh
adanya gangguan mood, walaupun mereka menunjukkan penarikan diri dari
keluraga, teman dan aktivitas yang sebelumnya menarik bagi mereka. Hampir
semua pasien depresi 97%) mengeluh berkurangnya energi; mereka merasa sulit
menyelesaikan tugas, terganggu disekolah dan tempat kerja, serta memiliki
motivasi yang menurun untuk menangani proyeksi baru. Sekitar 80% pasien
mengeluh sulit tidur, terutama terbangun sangat dini hari (yang merupakan
insomnia terminal) serta terbangun berulang di malam hari, saat terbangun pasien
merenungkan masalahnya. Banyak pasien mengalami penurunan nafsu makan
dan penurunan berat badan. Tetapi pasien lain mengalami peningkatan nafsu
makan dan kenaikan berat badan dan tidur lebih lama dari biasanya. Pasien ini
digolongkan dalam DSM-IV-TR memiliki ciri atipikal. 5,6
Ansietas adalah gejala depresi yang lazim dan mengenai 90% pasien
depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapat memperburuk
penyakit medis yang telah ada, misalnya diabetes, hipertensi, PPOK dan penyakit
jantung. Gejala vegetatif lainnya adalah menstruasi abnormal dan menurunya
minat serta kinerja di dalam aktivitas seksual. Sekitar 50% pasien menunjukkan
adanya variasi gejala diurnal yang bertambah parah di pagi hari dan berkurang di
sore hari. Gejala kognitif mencakup laporan subjektif adanya ketidakmampuan
berkonsentrasi serta hendaya dalam berfikir. 5,6
Tabel 3.1 Gejala-gejala depresi4

Gambaran emosi

- Mood depresi, sedih atau murung


- Iritabilitas, ansietas
- Ikatan emosi berkurang
- Menarik diri dari hubungan inetrpersonal
- Preokupasi dengan kematian

Gambaran kognitif

- Mengkritik diri sendii, perasaan tak berharga, rasa bersalah


- Pesimis, tak ada harapan, putus asa
- Bingung, konsentrasi bruruk
- Tak pasti dan ragu-ragu
- Beragam obsesi
- Gangguan memori

Waham dan halusinasi


Gambaran vegeratif

- Lesu, tak ada tenaga


- Tidak bisa tidur atau banyak tidur
- Tidak mau makan atau banyak makan
- Penurunan berat badan atau penambahan berat badan
- Retardasi psikomotor
- Libido terganggu
- Terdapat variasi diurnal

Agitasi psikomotor

- Keluhan somatik (terutama pada orang tua)


- Tanda-tanda depresi
- Tidak atau lambat bergerak
- Wajah sedih atau selalu berlinang air mata
- Kulit dan mulut kering
- Konstipasi

Kelainan tidur berupa gangguan tidur-insomnia awal dan terminal,


terbangun berulang kali (multiple awekning), hipersomnia-adalah gejala yang
klasik dan sering ditemukan pada deperesi. Kelainan yang sering ditemukan
adalah perlambatan onset tidur, pemendekan latensi REM (yaitu waktu antara
tertidur dan periode REM pertama), peningkatan panjang periode REM pertama,
dan tidur delta yang abnormal. 5,6

Pemeriksaan Status Mental

a. Gambaran Umum
Retardasi psikomotorik menyeluruh merupakan gejala yang paling
lazim timbul, walaupun agitasi juga terlihat terutama pada pasien lanjut usia.
Meremas-remas tangan dan menarik-narik rambut merupakan gejala tersering
agitasi. Umumnya, pasien depresi memiliki postur tubuh yang bengkok; tidak
ada gerakan spontan, serta tatapan mata menghindar dengan memandang ke
bawah. Pada pemeriksaan klinis, pasien depresi yang menunjukkan gejala yang
nyata retardasi prikomotor dapat serupa dengan pasien skizofrenia katatonik.
Fakta ini dimasukkan dalam DSM-IV-TR sebagai gejala yang menyerupai

“ciri katatonik: pada berbagai gangguan mood. 5


b. Mood, afek perasaan
Depresi merupakan kunci gejala. Walaupun 50% pasien menyangkal
perasaan depresi serta seraca umum tidak tampak depresi. Anggota keluarga
atau rekan kerja sering membawa atau mengirim pasien ini untuk ditangani
karena penarikan diri secara sosial dan aktivitas umum yang berkurang. 5,6
c. Pembicaraan
Banyak pasien depresi yang mengalami panurunan laju dan volum
bicara; meraka memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang hanya
membutuhkan satu kata dan tampak melambat menjawab pertanyaan.
Pemeriksa dapat menunggu hingga 2 atau 3 menit sebelum pertanyaannya
dijawab. 5,6
d. Gangguan persepsi
Pasien depresi dengan waham atau halusinasi dikatakan memiliki
episode depresi berat dengan gambaran psikotik. Bahkan tidak ditemukan
waham atau halusinasi. Beberapa klinis menggunakan istilah depresi psikotik
terhadap pasien yang secara umum mengalami depresi –tidak bersuara, tidak
mandi, membuang kotoran sembarangan. Pasien tersebut lebih baik dijelaskan
memiliki ciri katatonik. 5,6
Waham dan halusinasi yang sesuai dengan mood depresi dikatakan
kongruen mood. Waham yang kongruen mood pada pasien depresi mecakup
rasa bersalah, berdosa, tidak berharga, miskin, gagal, dikejar, serta mengalami

penyakit somatik terminal seperti kanker dan otak yang “membusuk”). Waham
dan halusinasi pada pasien dengan gangguan mood tidak kongruen tidak sesuai
dengan mood depresi. Waham yang tidak kongruen mood pada orang depresi
meliputi tema kebesaran berupa kekuatan, pengetahuan, dan rasa berharga
yang berlebihan- misalnya keyakinan bahwa seseorang disiksa karena ia
merupakan seorang juru selamat. Walaupun relatif jarang, halusinasi dapat
terjadi saat episode berat dengan ciri psikotik. 5,6
e. Isi pikir
Pasien depresi umumnya memiliki pandangan negatif mengenai dunia
dan diri mereka. Isi pikiran mereka biasanya mecakup pikiran berulang yang
tidak bersifat waham mengenai kehilangan, rasa bersalah , bunuh diri dan
kematian. Sekitar 10 persen pasien depresi memiliki gejala nyata gangguan
pikiran biasanya berupa bloking pikiran dan sangat miskin isi pikir. 5,6
f. Sensorik dan Kognisi
- Orientasi
Hampir seluruh pasien depresi masih memiliki orientasi terhadap
waktu, tempat dan orang, walaupun beberapa pasien mungkin tidak memiliki
cukup energi atau minat untuk menjwab pertanyaan mengenai hal ini selama
wawancara. 5,6
- Memori
Sekitar 50-75% pasien depresi memiliki hendaya kognitif, kadang-
kadang disebut dengan istililah pseudidemensia depresif. Pasien ini sering
mengeluh konsentrasi terganggun dan mudah lupa. 5,6
g. Kontrol impuls
Sekitar 10-15 % pasien depresi melakukan bunuh diri dan sekitar 2/3
pasien memiliki ide bunuh diri. Pasien depresi dengan ciri psikotik sering
berpikir untuk membunuh orang lain sehubungan dengan sistem wahamnya,
tetapi kebanyakan pasien depresi seringnya tidak mempunya motivasi atau
kekuatan untuk bertindak secara impulsif atau kasar. Pasien dengan gangguan
depresi berisiko lebih tinggi terhadap bunuh diri saat keadaan mereka
membaik dan memperoleh energi yang dibutuhkan untuk merancang dan
melakukan usaha bunuh diri (bunuh diri paradoks). Peresepan antidepresan
dalam jumlah besar pada pasien merupakan tindakan klinis yang tidak bijak,
terutama obat trisiklik, saat pasien di pulangkan dari rumah sakit. 5,6
h. Daya nilai dan tilikan
Daya nilai pasien paling baik di periksa dengan memperhatikan
tindakan pasien di masa lalu serta perilaku mereka saat wawancara. Tilikan
pasien depresi terhadap kelainan yang mereka alami biasanya berlebihan:
pasien melibatkan gejala, gangguan, dan masalah hidup mereka. Sulit untuk
meyakinkan pasien bahwa dapat terjadi perbaikan. 5,6
i. Taraf dapat dipercaya
Dalam wawancara dan pembicaraan, pasien depresi melebih-lebihkan
hal yang buruk dan menutupi hal yang baik. Kesalahan klinis yang sering
terjadi adalah begitu saja mempercayai pasien yang mengaku bahwa
pengobatan antidepresan sebelumnya tidak berhasil. Pernyataan meraka
mungkin salah dan mereka mencari informasi dari tempat lain. Psikiater
sebaiknya tidak melihat informasi pasien yang salah ini sebagai suatu
kebohongan yang dibuat-buat; penyampaian informasi yang membantu
mungkin mustahil pada seseorang dengan pikiran depresi. 5,6
j. Skala penilaian objektif depresi
Skala penilaian objek depresi dapat berguna dalam praktik klinik
untuk pencatatan keadaan klinis pasien depresi
 Zung.
Skala penilaian depresi Zung adalah skala pelaporan 20 hal nilai normal
adalah 34 kebawah; keadaan depresi adalah 50 keatas. Nilai ini
memberikan indeks keseluruhan intensitas gejala pasien depresif, termasuk
ekspresi afektif depresi
 Raskin.
Skala penilain Raskin adalah skala penilain yang mengukur keparahan
depresi pada psien, seperti yang dilaporkan pasien dan diamati pemeriksa,
dengan skala 5 poin yang mencakup tiga dimensi : laporan verbal, perilaku
yang terlihat dan gejala yang menyertai. Skala ini memiliki kisaran 3
hingga 13; nilai normal adalah 3 dan nilai depresi adalah 7 ke atas.
 Hamliton.
Skala penilaian depresi halmilton (HAM-D) merupakan skala depresi yang
digunakan secara luas dengan 24 hal, yang masing-masing bernilai 0
hingga 4 atau hingga 2, dengan total nilai 0 hingga 76. Klinis
mengevaluasi jawaban pasien terhadap pertanyaan menangani rasa
bersalah, pikiran bunuh diri, kebiasaan tidur dan gejala lain depresi. Angka
didapatkan melalui penilaian klinis. 5,6

3.5 Diagnosa
Depresi ditandai dengan gejala yang umumnya terbagi dalam dua kategori:
psikologis, dan somatik (atau fisik). Yang pertama dicirikan oleh kesedihan yang
terus-menerus, yang disebut "dysphoria," dan keadaan yang terus-menerus
kekurangan kenikmatan atau kesenangan biasa dalam kegiatan yang sebelumnya
menyenangkan, disebut "anhedonia." Awalnya dikembangkan di Inggris dan sedang
diselidiki di Universitas Columbia di New York City, depresi atipikal mengacu pada
kelelahan yang ditumpangkan pada sejarah kecemasan dan fobia somatik, bersama
dengan tanda vegetatif terbalik (suasana yang lebih buruk di malam hari, insomnia,
kecenderungan untuk tidur nyenyak dan makan berlebihan). Pengalaman
menunjukkan bahwa tanda vegetatif terbalik lainnya meningkatkan minat dan / atau
hasrat seksual, meskipun tetap tidak terdeskripsikan dalam literatur ini. Tidur
terganggu pada paruh pertama malam pada banyak orang dengan gangguan depresi
atipikal, dan iritabilitas, hipersomnolen, dan kelelahan siang hari. Temperamen
pasien-pasien ini dicirikan oleh sifat-sifat yang sensitif. MAOI dan antidepresan
serotonergik tampaknya menunjukkan beberapa spesifisitas untuk pasien seperti itu,
yang merupakan alasan utama bahwa depresi atipikal dianggap serius.7

Gambar 3.3 Dimensi Gejala Episode Depresi mayor7


ICD-10 telah menetapkan pedoman diagnostik tertentu untuk
mendiagnosis episode depresif. Durasi minimum episode adalah 2 minggu dan
setidaknya dua dari tiga gejala depresi, kehilangan minat atau kesenangan dan
peningkatan kelelahan harus ada. Episode depresif dapatdinilai ringan, sedang
atau berat tergantung pada jumlah dan keparahan gejala. Episode depresi yang
terjadi dengan halusinasi, delusi, atau pingsan depresif selalu dikodekan sebagai
'parah dengan fitur psikotik. Episode biasanya mulai selama periode prodromal
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. 7
Pada DSM-5 diagnosis gangguan depresi utama membutuhkan salah satu
dari berikut: (1) suasana hati disforik atau (2) penurunan minat dalam kegiatan
biasa. Gejala seperti itu harus dipertahankan setidaknya selama 2 minggu, dan
tidak dapat dijelaskan dengan proses lain yang diketahui menyebabkan gejala
depresi, seperti berkabung normal, kondisi fisik tertentu yang umumnya terkait
dengan depresi, atau gangguan mental lainnya. Ini bisa menjadi satu episode atau,
umumnya, berulang, atau keduanya. Berdasarkan DSM-5, Gangguan depresi
meliputi disruptive mood dysregulation, gangguan depresi mayor, gangguan
depresi persisten (distimia), premenstual dysphoric disorder, substance/
medication-induce depressive disorder, gangguan depresi yang berhubungan
dengan kondisi medis lainnya, gangguan depresi yang tidak spesifik, dan
gangguan depresi yang tidak tergolongkan. 7
Tidak seperti DSM-IV, pada DSM-5, gangguan depresi sudah dipisahkan
dengan gangguan afektif bipolar. Gangguan utama pada penyakit ini adalah
penampakan sedih saat ini, kosong, atau mood yang iritabel, diikuti dengan
perubahan somatik dan kognitif secara signifikan mempengaruhi fungsi sehari-
hari seseorang. Macam-macam gangguan depresi pada DSM-5 ini kemudian
dibedakan berdasarkan durasinya, waktu atau etiologinyaKriteria Depresi menurut
Diagnostic And Statistical Manual OfMental Disorder, Fifth Edition(DSM-
5),yang menggunakan istilah Major Depressive Disorder (MDD). 7
3.5.1 Berdasarkan
DSM-V Gangguan depresi
mayor Krieria diagnostik:8

A. Lima (atau lebih) gejala berikut hadir selama periode dua minggu dan
menampilkan perubahan dari kebiasaan sebelumnya. Setidaknya satu
gejala merupakan mood tertekan atau kehilangan ketertarikan atau rasa
senang. Gejala yang dihasilkan kondisi medis tidak dihitung.
1. Perasaan tertekan pada sebagian besar waktu, hampir setiap hari,
ditunjukkan oleh laporan pribadi (contoh: merasa sedih atau kosong)
atau observasi orang lain (contoh: kelihatan takut). Catatan: Pada anak-
anak dan remaja, dapat berupa perasaan marah.
2. Kehilangan ketertarikan atau kesenangan pada sejumlah besar
aktivitas, hampir setiap hari (ditunjukkan oleh pendapat pribadi
ataupun observasi orang lain).
3. Penurunan/peningkatan berat badan atau perubahan selera makan yang
signifikan ketika tidak melakukan diet.
4. Insomnia atau hypersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (harus dapat
diobservasi dan bukan perasaan subjektif)
6. Kelelahan atau kehilangan tenaga hampir setiap hari
7. Merasa tidak berharga atau memiliki rasa bersalah yang berlebihan
(mungkin saja bersifat delusi) hampir setiap hari.
8. Penurunan kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, sulit menentukan
pilihan, hampir setiap hari.
9. Pikiran tentang kematian yang berulang, pikiran tentang bunuh diri
yang berulang, baik tanpa rencana atau dengan rencana yang jelas
dalam bunuh diri.
B. Gejala menyebabkan kesedihan signifikan atau gangguan dalam pekerjaan,
hubungan sosial, ataupun bidang lain yang penting dalam hidup.
C. Episode ini tidak terkait dampak psikologis dari penggunaan obat-obatan.
D. Kemunculan episode ini tidak diterangkan lebih baik dengan
schizophrenia, gangguan delusi, atau psikotik disorder.
E. Tidak ada sejarah hypomanik atau manik episode.

Tabel 3.2 Karakterisasi Gangguan Depresi Mayor menurut ICD-10 dan DSM-5.7
Tabel 3.2 Karakterisasi Gangguan Depresi Mayor menurut ICD-10 dan DSM-5. 7
3.5.2 Berdasarkan PPDGJ-III

Dalam menegakkan diagnosis episode depresif (F32) berdasarkan

PPDGJ III, adapun gejala utama dan gejala tambahan lainnya berupa :9

1. Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat)

- Afek depresif

- Kehilangan minat dan kegembiraan,dan

- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

2. Gejala lainnya :

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f. Tidur tergganggu

g. Nafsu makan berkurang

Untuk eposide depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan

masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi

periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan

berlangsung cepat. 9

Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (f32.1) dan

berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama).
Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis

gangguan depresif berulang (F33.-). 9

Pedoman diagnosik episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan

berat (F32.2) berdasarkan PPDGJ III : 9

F32.0 Episode Depresif Ringan

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut

diatas

- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

- Tidak boleh ada gejala berat diantaranya

- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

- Hanya sekiti kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa

dilakukannya

Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik

F32.01= Dengan gejala somatik

F32.1 Episode Depresif Sedang

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada

episode depresi ringan (F30.0)

- Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya)

- Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu

- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan

urusan rumah tangga

Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik

F32.01= Dengan gejala somatik


F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik

- Semua 3 gejala utama depresi harus ada

- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya

harus berintensitas berat

- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang

mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk

melaporkan banyak gejalanya secara rinci.

Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif

berat masih dapat dibenarkan

- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,

akan tetaou jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih

dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2

minggu

- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan, atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

F32.3 Episode Depresif berat dengan Gejala Psikotik

- Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas;

- Disertai waham, halusisasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan

ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetak yang mengancam, dan pasien

merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik

biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau

daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau

tidak serasi dengan afek (mood-congruent)

F32.8 Episode Depresif lainnya

F32.9 Episode Depresif YTT

Dalam menegakkan diagnosis gangguan depresi berulang (F33)

berdasarkan PPDGJ III, adapun pedoman diagnosis berupa :

- Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :

▪ Episode depresi ringan (F32.0)

▪ Episode depresi sedang (F32.1)

▪ Episode depersi berat (F32.2 dan F32.2)

Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan akan tetapi

frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.

- Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas

yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F.30.2)

Namun, kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari

peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania

(F30.0) segera sesudah suatau episode depresif (kadang-kadang tampaknya

dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi)

- Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode namun sebagian kecil

pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia

lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan)


- Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali

dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental lain

(adanya stress tidak esensia; untuk penegakkan diagnosis)

F.33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan

- Untuk diagnosis pasti :

a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan

episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan

(F32.0) dan

b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama

minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan

afektif yang bermakna.

Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik

F32.01= Dengan gejala somatik

F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang

- Untuk diagnosis pasti :

a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan

episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang

(F32.1) dan

b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama

minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan

afektif yang bermakna.

Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik

F32.01= Dengan gejala somatik


F33.2 Gangguan depresi berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik

- Untuk diagnosis pasti :

a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan

episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat

tanpa gejala psikotik (F32.2) dan

b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama

minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan

afektif yang bermakna.

F33.3 Gangguan depresi berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik

- Untuk diagnosis pasti :

a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan

episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat

dengan gejala psikotik (F32.3) dan

b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama

minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan

afektif yang bermakna.

F33.4 Gangguan depresi berulang, kini dalam remisi

- Untuk diagnosis pasti :

a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan

episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat

tanpa gejala psikotik (F32.2) dan


b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama

minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan

afektif yang bermakna.

F33.8 Gangguan depresi berulang lainnya

F33.9 Gangguan depresi berulang YTT

F34.1 Distimia

- Ciri esensial ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak

pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria ganggan

depresif berulang ringan atau sedang (F33.0 atau F 33.1)

- Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-

kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu tidak terbatas.

Jika onsetnya pada usia lanjut, gangguan ini seringkali merupakan lanjutan

suatu episode depresif tersendiri (F32.) dan berhubungan dengan masa

berkabung atau stress lain yang tampak jelas.

3.6 Tatalaksana

Pada Terapi pasien dengan gangguan mood harus ditujukan pada beberapa
tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, evaluasi diagnostik
lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, rencana terapi yang ditujukan tidak
hanya pada gejala saat itu tetapi kesejahteraan pasien dimasa mendatang juga
harus dimulai. Walaupun terapi saat ini yang menekankan pada farmakoterapi dan
psikoterapi ditujukan pada pasien secara individual, peristiwa hidup yang penuh
tekanan juga dikaitakn dengan meningkatnya angka kekambuhan pada pasien
dengan gangguan mood. Dengan demikian, terapi harus menurunkan jumlah dan
keparahan stressor didalam kehidupan pasien.3,6
3.6.1 Terapi Non Farmakologi

Electro Convulsive Therapy ( ECT )

ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi
semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko
bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik.
Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT
akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit
menjadi lebih pendek. 3,6
Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa
kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pada
keadaan :
 Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )
 Masih sekolah atau kuliah
 Mempunyai riwayat kejang
 Psikosis kronik
 Kondisi fisik kurang baik
 Wanita hamil dan menyusui

Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada :


 Penderita yang menderita epilepsi
 TBC milier
 Tekanan tinggi intra kracial dan
 Kelainan infark jantung.

Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh, ketidaktahuan,


pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek
samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek
samping kecil. Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan perilaku yang
mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan perilaku baru yang lebih sehat.
Berbagai metode dapat dilakukan seperti CBT (Cognitive Behaviour Therapy)
yang biasanya dilakukan oleh konselor, psikolog dan psikiater. 3,6

Psikoterapi

Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau


mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik
atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan
hubungan profesional antara terapis dengan penderita. Psikoterapi pada penderita
gangguan depresif dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan
disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi
dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme.
Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi
oleh penilaian dari dokter atau penderitanya. 3,6

3.6.2 Terapi Farmakologi

Untuk melakukan pengobatan pada os dengan gangguan depresi mayor,


ada 3 tahapan yang harus dipertimbangkan antara lain : 3,5
 Fase akut, fase ini berlangsung 6 sampai 10 minggu. pada fase ini
bertujuan untuk mencapai masa remisi ( tidak ada gejala ).
 Fase lanjutan, fase ini berlangsung selama 4 sampai 9 bulan setelah
mencapai remisi. pada fase ini bertujuan untuk menghilangkan gejala
sisa atau mencegah kekambuhan kembali.
 Fase pemeliharaan, fase ini berlangsung 12 sampai 36 bulan. Pada fase
ini tujuannya untuk mencegah kekambuhan kembali.
Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan depresi dikenal sebagai obat
antidepresan. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat antidepresan dapat
dibedakan menjadi beberapa golongan besar seperti :3
1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
Contoh : Sertraline, paroxetin, fluvoxamine, fluoxetin, citalopram,
duloxetine
2. Inhibitor Monoamin Oksidase (MAOI)
Contoh : Moclobemide
3. Antidepresan Atypical
Contoh : Tradozone, mirtazepine, venlafaxine.
4. Antidepresan Tetrasiklik
Contoh : Maprotiline, mianserin, amoxapine
5. Antidepresan Trisiklik.
Contoh : Amitriptyline, imipramine, tianepine
Sediaan Obat Anti Depresan dan Dosis Anjuran10
No. Nama generic Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1. Amitriptyline AMITRIPTYLINE Drag 25 mg 75-150 mg/h
2. Amoxapine ASENDIN Tab 100 mg 200- 300 mg /h
3. Tianeptine STABLON Tab12,5 mg 25-50 mg/h
4. Clomipramine ANAFRANIL Tab 25 mg 75-150 mg/h
5. Imipramine TOFRANIL Tab 25 mg 75-150 mg/h
6. Meclobemide AURORIX Tab 150 mg 300-600 mg/h

Tab 10 mg
Tab 25 mg
Tab 50 mg
7. Maprotiline LUDIOMIL 75-150 mg /h
Tab 75 mg
Drop 2 % 50 ml
Ampul 25-5 ml

Tab 10 mg
8. Mianserin TOLVON 30-60 mg/h
Tab 30 mg

ZOLOFT
FATRAL
9. Sertraline Tab 50 mg 50-100 mg/h
FRIDEP
NUDEP

Tab 50 mg
10. Trazodone TRAZONE 100-200mg/h
Tab 100 mg
11. Paroxetine SEROXAT Tab 20 mg 20-40 mg/h

Tab 20 mg
12. Fluvoxamine LUVOX 50-100 mg/h
Tab 50 mg

PROZAC Cap 20 mg
NOPRES Cap 20 mg
ANSI Cap 10-20 mg
13. Fluoxetine ANTIPRESTIN Cap 10-20 mg 20-40 mg/h
LODEP Cap 20 mg
KALXETIN Cap 10-20 mg
ZAC Cap 10-20 mg

14. Citalopram CIPRAM Tab 20 mg 20-60 mg/h


15. Mirtazapine REMERON Tab 30 mg 15-45 mg/h
3.7 Prognosis

Hasil episode depresif berbeda-beda tetapi pada umumnya


semakin lama follow-up semakin baik. Resiko kekambuhan berkurang
jika obat antidepresan diteruskan selama 6 bulan setelah akhir episode
depresif, secara keseluruhan.11
Indikator prognosis baik dan buruk pada depresi yaitu : 10
Prognosa baik apabila:
- Episodenya ringan,
- tidak ada gejala psikotik
- Waktu rawat inap singkat
- Indikator psikososial meliputi mempunyai teman akrab selama
masa remaja,
- Fungsi keluarga stabil
- Lima tahun sebelumnya sakit secara umum fungsi sosial baik.
- Tidak ada kemorbiditasdan gangguan psikiatri lain.
- Tidak lebih dari sekali rawat inap dengan depresi berat,
- Onset awal pada usia
lanjut. Prognosa buruk
apabila:
- Depresi berat bersamaan dengan distimik
- Penyalahgunaan Alkohol dan zat lain
- Ditemukan gejala gangguan cemas
- Ada riwayat lebih dari satu episode depresi sebelumnya
BAB IV

ANALISA KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik yang dilakukan terhadap pasien Nn. T


usia 21 tahun yang datang ke poliklinik RSJ dengan keluhan sering merasa tertekan
dan cemas berlebihan sejak 3 bulan SMRS. Pasien juga mengaku merasa rendah diri,
lebih senang sendiri, bermalas malasan dan tidak bersemangat dalam menjalani
aktivitas sehari hari.

Pada pemeriksaan status mentalis didapatkan seorang perempuan dengan


penampilan rapi, kesadaran baik, perilaku dan aktivitas tenang, pembicaraan spontan
dan lancar, intonasi biasa dan kooperatif, afek depresif, hipotimik, empati dapat
dirasakan, fungsi intelektual sesuai dengan taraf pendidikan, daya konsentrasi baik,
pikiran abstrak baik, tidak ada gangguan persepsi, tidak ada gangguan isi pikir,
pengendalian impuls baik, daya nilai baik, tilikan derajat 6 dan secara keseluruhan
yang diutarakan pasien dapat dipercaya. Tidak ditemukan halusinasi visual maupun
auditorik, dan RTA pasien baik.

Pada penderita ditunjukkan gejala depresif, kehilangan minat dan kegembiraan


serta bermalas malasan dan mudah lelah sejak 3 bulan SMRS. Penderita juga
mengaku adanya perubahan emosional yang menjadi tidak stabil, kurangnya percaya
diri, sulit konsentrasi, hingga adanya pemikiran untuk mengakhiri hidupnya. Gejala
lain yaitu terdapat penurunan berat badan pasien dan kurangnya nafsu makan, tidur
terganggu, serta sakit kepala yang kerap dirasakan. Berdasarkan Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ke III 1993 (PPDGJ-
III), tanda dan gejala yang dialami penderita dapat digolongkan dalam gangguan
depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2)

Penatalaksanaan yang diberikan pada penderita ini adalah dengan


farmakoterapi dan nonfarmakoterapi. Pendekatan psikoterapeutik utama untuk
gangguan depresif umum adalah kognitif-perilaku, suportif, dan berorientasi tilikan.
Terapi yang digunakan adalah dengan menggunakan obat anti depresan golongan
SSRI berupa sertraline 50mg dan alprazolam 0,5mg (benzodiazepine) yang
diindikasikan untuk sedatif hipnotik, antianxietas, dan pelumas otot. Antiprestin
(Fluoxetine) sebagai antidepresan,
BAB V

KESIMPULAN

1. Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood


sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan
episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan
depresif unipolar serta bipolar.
2. Gangguan depresif dapat terjadi pada semua umur, dengan riwayat keluarga
mengalami gangguan depresif, biasanya dimulai pada usia 15 dan 30 tahun
3. Diagnosis gangguan depresif dapat merujuk pada Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi Ketiga (PPDGJ III) dan
menurut Diagnpasientic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fifth
Edition, Text Revision (DSM V-TR)
4. Gangguan depresif dapat dibagi menjadi gangguan depresif ringan, sedang,
berat, berat tanpa gejala psikotik dan berat dengan gejala psikotik.
5. Penatalaksanaan gangguan depresi terbagi dalam farmakoterapi dan
psikoterapi.
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Deppression and Other Common Mental Disorders Global Health


Estimates. 2017. 7–8 p.

2. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Lembaga


Penerbit Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan 2019. 2019. 145–51
p.

3. Saddock B j, Ahmad S SV. Pocket Handbook Of Clinical Psychiatry. Edisi Ke-


e. 2019.

4. Amin N. Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. Jakarta:


Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi; 2005.

5. Sadock B S V. Buku Ajar Psikiatri Klinis. NASPA J. 2010;42(4).

6. Boland R VM. Kaplan & Sadock’s Synopsis Of Psychiatry. Edisi Ke-d. 2022.

7. Wahyuni AAS. Diagnosis Dan Patofisiologi Gangguan Depresi Mayor. Fk


Unud / Rsup Sanglahdenpasar. 2018;1(2):7–8.

8. American Psychiatric Association. Diagnostic And Statistical Manual Of


Mental Disorders DSM-V. Edisi Ke-l. Washington; 2013.

9. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-
5. Jakarta: FK Unika Atmajaya; 2013.

10. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ke-t.
Jakarta; 2007.

11. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Ke-t. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2018.

Anda mungkin juga menyukai