Oleh:
Pembimbing:
Oleh:
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session yang berjudul Gangguan Panik dengan Agorafobia Sebagai
kelengkapan persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian
Ilmu Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari pihak sangat diharapkan guna
kesempurnaan laporan CRS ini, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan
para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
BAB II STATUS PSIKIATRI.......................................................................................................................2
2.1. Identitas Pasien..................................................................................................................................2
2.2. Riwayat Penyakit...............................................................................................................................2
2.3. Status psikiatri...................................................................................................................................3
2.4. Diagnosis psikiatri.............................................................................................................................4
2.5. Tindakan / terapi................................................................................................................................4
2.6. Prognosis...........................................................................................................................................4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................7
3.1 Gangguan Panik..............................................................................................................................7
3.1.1 Definisi..................................................................................................................................7
3.1.2 Etiologi..................................................................................................................................7
3.1.3 Epidemiologi..........................................................................................................................8
3.1.4 Manifestasi Klinik..................................................................................................................9
3.1.5 Diagnosis Banding...............................................................................................................12
3.1.6 Penatalaksanaan..........................................................................................................................13
3.2 Agorafobia....................................................................................................................................14
3.2.1 Definisi................................................................................................................................14
3.2.2 Gambaran Klinik Agorafobia...............................................................................................15
3.2.3 Diagnostik Berdasarkan PPDGJ III......................................................................................15
3.2.4 Diagnosis Banding...............................................................................................................17
BAB IV ANALISIS MASALAH................................................................................................................20
BAB V KESIMPULAN..............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PSIKIATRI
Nama : Tn. I
Usia : 27 Tahun
1. Keadaan umum
2. Gangguan berpikir
3. Alam perasaan
a. Mood : Cemas
4. Persepsi
5. Fungsi intelektual
a. Farmakologi
1. Terapi kognitif-perilaku
2. Psikoterapi suportif
3. Edukasi penyakit
2.6 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Pasien : takut mati, saya juga merasa linglung dan mood yang berubah-ubah seperti
bukan saya yang dulu
Pasien : tidak
Pasien : iya buk, semenjak 3 minggu ini tidur saya mulai terganggu. Butuh waktu yang
lama untuk bisa memejam mata
7. Kalau timbul cemasnya apakah ada rasa seperti mencekik leher atau sulit bernafas?
Pasien : tidak ada, tetapi seperti ada rasa yang menyangkut di dalam kerongkongan
8. Kalau anda merasa cemas apakah anda masih bisa bepergian keluar rumah sendirian?
Pasien : kalau untuk aktifitas yang normal bisa, tetapi kalau bepergian jauh keluar kota
sendirian tubuh terasa gemetaran/tremor dan butuh orang untuk menemani
Pasien : untuk sekarang tidak terlalu, tetapi saya merasakan hal seperti itu saat 3
minggu awal yang lalu
10. Bagaimana dengan lingkungan keluarga? Apakah merasakan bahwa ada perubahan
pada kondisi anda dengan yang sekaran
Pasien : ada, saya merasa bersalah karna belum memperbaiki diri kepada sang pencipta
dan merasa sangat berdosa
14. Apakah anda memiliki perasaan bahwa anda sedang dibicarakan dari belakang sama
orang?
15. Apakah anda anda ada merasakan kesedihan? Jika ada kedih akan hal seperti apa?
17. Jadi sekarang apakah aktifitas anda terganggu dibuat oleh perasaan yang anda rasakan?
Pasien : kalau misalkan ada masalah yang baru dihidup saya jika dipaksakan timbul
rasa panik yang berlebihan
Pasien : tidak ada, tetapi ibu saya orangnya mudah cemas akan sesuatu hal yang baru
20. Apakah ada mengalami masalah atau kendala yang terbebani oleh anda?
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1 Definisi
Serangan panik di tandai dengan gejala anxietas yang berat seperti berdebar-
debar, nyeri dada, sesak nafas, tremor, pusing, merasa dingin atas panas, ada
depersonalisasi atau derealisasi, gejala mencapai puncaknya dalam 10 menit.
Gangguan panik merupakan serangan panik yang berulang-ulang dengan onset cepat
dan durasi sangat singkat.5
a. Faktor biologik
Penelitian berdasarkan biologik pada gangguan panik ditemukan peningkatan
aktifitas syaraf simphatis. Penelitian neuroendokrin menunjukkan beberapa
abnormalitas hormon terutama kortisol. Neurotransmitter yang berpengaruh pada
gangguan panik adalah epinefrin, serotonin, dan gama amino butyric acid (gaba) zat-
zat yang bisa menginduksi terjadinya “serangan panik” (panicogens) antara lain
Carbon dioksida (5 s/d 35%)
Isoproterenol.
c. Faktor psikososial :
Teori kognitif perilaku: kecemasan bisa sebagai satu respon yang dipelajari dari
perilaku orangtua atau melalui proses kondisioning klasik yang terjadi sesudah adanya
stimulus luar yang menyebabkan individu menghindari stimulus tersebut. 1,5,6
jumlah individu yang mengalami gangguan panik, namun para profesional merasakan
adanya peningkatan jumlah kasus yang datang minta pertolongan. Suatu penelitian di
Texas terhadap lebih dari 1600 sampel yang diseleksi secara acak, didapatkan angka
prevalensi sepanjang hidup 3,8% untuk gangguan panik, 5,6% untuk serangan panik,
serta 2,2% mengalami serangan panik dengan gejala yang terbatas dan tidak memenuhi
kriteria diagnostik. Gangguan panik pada perempuan 2/3 dari laki-laki. Pada umumnya
terjadi pada usia dewasa muda, sekitar 25 tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun,
termasuk anak-anak dan remaja.1
3.1.4 Manifestasi Klinik
Serangan panik menunjukkan beberapa gejala anxietas yang berat dengan
onset cepat. Gejala mencapai puncaknya dalam 10 menit, tapi juga bisa dalam
beberapa detik. Pasien mengeluh nafas pendek, sesak nafas, tremor, pusing, merasa
panas atau dingin, ada depersonalisasi dan derealisasi. Pasien dengan serangan
panik akan berulangkali mencari pertolongan, sering dibawa ke instalasi gawat
darurat (igd) rumah sakit. Bila tidak diobati seranga panik akan berulang dan pasien
akan berulangkali mengunjungi dokter atau seringkali dibawa ke igd. Lama-lama
pasien akan menghindari tempat-tempat atau situasi serangan paniknya pernah terjadi
terutama tempat kegiatan sosial atau tempat dimana susah untuk menyelamatkan diri.
Lama-lama bisa jatuh pada agorafobia.
Serangan panik akan berkurang dirumah, berada bersama pasangan atau orang
yang dikenal sehingga bisa membantu bila terjadi serangannya. Gangguan panik
merupakan serangan panik yang berulang-ulang dengan onset cepat dan durasi sangat
singkat. Karena adanya gejala-gejala fisik pada waktu serangan, pasien menjadi
ketakutan mereka akan mendapat serangan jantung, stroke dan lain-lain.1-5,7
Kadang pasien berfikir mereka akan kehilangan kontrol atau menjadi gila.
Beberapa penelitian menunjukkan terjadi peningkatan resiko ide bunuh diri dan
percobaan bunuh diri pada pasien gangguan panik. Resiko bunuh diri ini tinggi pada
pasien dengan comorbiditas depresi berat.
2. Keringat banyak.
5. Merasa tercekik
6. Nyeri dada.
Ciri-ciri diagnostik11
PPDGJ III menunjukkan pedoman diagnostik dari gangguan panik sebagai berikut :
1) Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis gangguan utama bila tidak
ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F40,-)
2) Untuk diagnosis pasti harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat
(severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa sekitar satu bulan:
a) Pada keadaan-keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya (unpredictable situations)
c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di
antara serangan-serangan panik (tetapi umumnya dapat terjadi juga “anxietas
antisipatorik,” yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang
tidak diharapkan akan terjadi
b) Paling sedikit satu serangan panik diikuti dalam jangka waktu 1 bulan
(atau lebih) oleh satu (atau lebih) keadaan-keadaan berikut :
12
3. Serangan panik tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari satu zat
(misal: penyalahgunaan zat atau obatobatan) atau kondisi medis umum
(hipertiroid).
4. Serangan panik tidak bisa dimasukkan pada gangguan mental emosional lain.1-3,5
Penjelasan tambahan
a) Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat (pengobatan) atau
kondisi medis lainnya (misalnya, hipertiroidisme, gangguan kardiopulmoner)
b) Gangguan ini tidak dijelaskan dengan baik sebagaimental disfearedsocial
situation, seperti dalam gangguan kecemasan sosial, sebagai respon atas situasi
atau objek fobia tertentu, seperti dalam fobia spesifik; sebagai respon atas
obsesi, seperti pada obsessive-compulsive disorder; sebagai respon atas ingatan
event traumatik, seperti pada gangguan stress pasca-trauma; atau sebagai
respon untuk pemisahan dari attachment figure, seperti dalam separation
anxiety disorder.
2. Terapi keluarga.
4. Psikoterapi kombinasi.1,3,5
B. Psikofarmakologik
pencernaan
Gabapentin 300-1200 Somnolens, sedasi
Adjuctive olanzapine 5-12,5 Peningkatan berat
badan
Risperidon 0,5-1 Sindrom
ekstrapiramidal
3.2 Agorafobia
3.2.1 Definisi
Kata fobia berasal dari bahasa yunani phobos, berarti takut. Takut adalah
perasaan cemas dan agitasi sebagai respon terhadap ancaman. Gangguan fobia adalah
16
rasa takut yang persisten terhadap objek atau situasi yang tidak sebanding dengan
ancamannya. Orang dengan gangguan phobia tidak kehilangan kontak dengan realitas,
mereka biasanya tahu bahwa ketakutan mereka itu berlebihan dan tidak pada tempatnya.
Orang dengan phobia mengalami ketakutan untuk hal-hal yang biasa yang untuk orang
lain sudah tidak difikirkan lagi, seperti naik elevator atau naik mobil di jalan raya. Fobia
terdiri dari tiga tipe, yaitu fobia spesifik, fobia sosial dan agoraphobia.3,4
Agorafobia merupakan jenis fobia yang menyebabkan ketidakmampuan berat
bagi pasien karena membuat seseorang tidak mampu berfungsi dengan baik ditempat
kerja maupun dilingkungan sosial diluar rumah. Di Amerika Serikat sebagian besar
peneliti percaya bahwa agorafobia hampir selalu terjadi akibat komplikasi pada pasien
dengan gangguan panik. Tetapi sebagian peneliti lain kurang setuju karena agorafobia
bisa juga tanpa riwayat gangguan panik. Serangan panik bisa juga ditemukan pada
ganguan mental lain (seperti: gangguan depresi) dan kondisi medik tertentu (seperti:
gangguan putus zat atau keracunan).1,2
Agoraphobia berasal dari bahasa Yunani yang berarti takut kepada pasar, yang
sugestif untuk ketakutan berada ditempat-tempat terbuka dan ramai. Agoraphobia
melibatkan ketakutan terhadap tempat tempat atau situasi yang memberi kesulitan
atau membuat malu seseorang untuk kabur dari situ bila terjadi simptom simptom
panik atau serangan panik yang parah atau ketakutan kepada situasi dimana bantuan
tidak bisa didapatkan bila problem terjadi.5 Agoraphobia dapat terjadi bersamaan atau
tidak bersamaan dengan gangguan panik yang menyertai. Pada gangguan panik
dengan agoraphobia, orang hidup dengan ketakutan terjadinya serangan yang
berulang dan menghindari tempat-tempat umum. Orang orang dengan agoraphobia
yang tidak punya gangguan panik dapat mengalami sedikit simptom panik seperti
pusing yang menghalangi mereka untuk keluar dari tempat mereka.
3.2.2 Gambaran Klinik Agorafobia
a. Fobia Spesifik
Fobia spesifik adalah ketakutan yang beralasan dan disebabkan oleh kehadiran
atau antisipasi suatu objek atau situasi spesifik. DSM-V- membagi fobia berdasarkan
sumber ketakutannya, yaitu: Specific Phobia, Animal; Specific Phobia, Natural
Environment; Specific Phobia, Blood; Specific Phobia,InjectionTransfusion;Specific
Phobia,Other Medical Care; Specific Phobia ,Injury; Specific Phobia,Situational;
Specific Phobia,Other
300.29 fobia spesifik kriteria diagnosis:
Menandai ketakutan atau kecemasan terhadap suatu objek atau situasi tertentu
(terbang, ketinggian, binatang, jarum suntik, darah).
Objek atau situasi fobia hampir selalu memancing ketakutan atau kecemasan
tiba-tiba.
Objek atau situasi fobia secara aktif dihindari atau diatasi dengan ketakutan atau
kecemasan yang kuat
Ketakutan atau kecemasan itu tidak sesuai dengan bahaya sebenarnya yang
ditimbulkan oleh objek atau situasi tertentu dan pada konteks kultur sosial.
b. Fobia Sosial
Fobia sosial adalah ketakutan menetap dan tidak rasional yang umumnya
berkaitan dengan keberadaan orang lain. Individu yang menderita fobia sosial biasanya
mencoba menghindari situasi yang membuatnya mungkin dinilai dan menunjukkan
tanda-tanda kecemasan atau berperilaku secara memalukan (Nevid, dkk, 2005). Fobia
sosial dapat bersifat umum atau khusus, tergantung rentang situasi yang ditakuti dan
dihindari. Orang-orang dengan tipe umum mengalami fobia ini pada usia yang lebih
awal, lebih banyak komorbiditas dengan berbagai gangguan lain, seperti depresi dan
kecanduan alkohol, dan hendaya (gangguan) yang lebih parah. Gangguan ansietas sosial
cenderung menjadi lebih kronis jika penanganannya tidak berhasil. Fobia sosial
umumnya bermula pada masa remaja dan menghambat pembentukan hubungan
persahabatan dengan teman-teman sebaya.
300.23 fobia sosial kriteria diagnosis:
Menandai ketakutan atau kecemasan terhadap satu atau lebih situasi sosial dimana
individu terlihat oleh pengamatan yang mungkin dilakukan oleh orang lain.
Contohnya termasuk interaksi sosial (melakukan percakapan, bertemu orang asing),
merasa diamati (makan dan minum), dan tampil di depan orang lain (memberi pidato).
Individu merasa takut melakukan sesuatu jika menunjukkan gejala kecemasan akan
20
Situasi sosial dihindari atau diatasi dengan ketakutan atau kecemasan yang tinggi.
Ketakutan atau kecemasan itu tidak sesuai dengan ancaman sebenarnya yang
ditimbulkan situasi sosial dan pada konteks kultur sosial.
Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tersebut berlanjut, biasanya berlangsung
selama 6 bulan atau lebih.
Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran menyebabkan gangguan- gangguan klinis
yang signifikan pada kehidupan sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tersebut tidak termasuk kedalam efek
psikologis secara subtansi (penyalahgunaan obat-obatan, pengobatan) atau kondisi
medis lainnya.
Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tidak lebih baik dijelaskan oleh gejala dari
gangguan mental lainnya, atau gangguan spektrum autisme.
Jika kondisi medis lainnya (penyakit parkinson, obesitas, cacat dari luka bakar atau
cidera) ada, maka ketakutan, kecemasan, atau penghindaran jelas tidak terkait atau
berlebihan
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Tn. I usia 27 tahun datang dengan keluhan merasa cemas dan takut akan
kematian, takut sendiri, dan tidak mau bepergian keluar rumah sendirian. Pada
pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi yang bermakna serta menimbulkan
suatu distress (penderitaan) dan disabilitas (hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan
sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami gangguan
jiwa. Hal ini sesuai dengan definisi gangguan jiwa menurut World Health
Organization (WHO) dimana didapatkan suatu kelompok gejala atau perilaku yang
secara klinis ditemukan bermakna dan disertai dengan distress dan berkaitan dengan
disfungsi atau hendaya
Pada pasien tidak didapatkan halusinasi auditorik, visual, maupun taktil. Pada
pasien juga tidak didapatkan adanya keluhan yang berhubungan dengan gangguan
isi pikir. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis skizofrenia (F.2)
dan gangguan afektif (F.3).
Pada pasien didapatkan adanya keluhan yang menggambarkan tanda
kecemasan sehingga mengganggu aktifitas, didapatkan pula keluhan yang
berhubungan dengan ketegangan motorik yaitu berupa perasaan tremor saat bepergian
jauh dari rumah, dan adanya gangguan otonomik yang dirasakan pada pasien yaitu
jantung berdebar dan terasa ada yang menghambat di daerah leher. Ansietas
dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas (dari luar individu itu sendiri)
yang sebenarnya pada saat kejadian tidak membahayakan. Pencetus ansietas pasien
dalam kasus ini adalah adanya kebingungan pasien untuk mengikuti penceramah
mana yang benar dan takut kematian yang akan menghampirinya. Sebagai akibatnya
situasi tersebut pasien merasa bingung omongan penceramah mana yang harus
didengar atau bingung untuk mengerjakan mana yang sunah dan mana yang wajib.
Pada PPDGJ-III kriteria diagnosis untuk gangguan panik adalah :
1. Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan
adanya gangguan anxietas fobik.
2. Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas
berat (servere attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan.
a. Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
22
1) Fluoxetine Tab 20 mg
2) Alprazolam Tab 1 Mg
Merupakan obat golongan Benzodiazepin yang bekerja pada reseptor GABA.
Efek yang ditimbulkan benzodiazepin merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP
dengan efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadAnti Psikotik rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsan. Sedangkan efek perifernya:
vasodilatasi koroner (pada pemberian IV) dan blokade neuromuskular (pada
pemberian dosis tinggi). Alprazolam efektif untuk ansietas antosipatorik, mula kerja
lebih cepat dan mempunyai komponen efek antidepresan.
22
a. Terapi kognitif-perilaku
Edukasi sangat penting diberikan kepada pasien ini dan juga keluarga untuk
membantu pemulihan dan mengurangi kecemasan yang dialami pasien. Menyarankan
kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien, jangan membatasi
aktivitas pasien, ajak pasien bergembira, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan
stresor. Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol
selain itu kembali menyibukan diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal
yang menyenangkan, jangan menyimpan emosi, bila mungkin bisa kontrol ke
psikiater.
BAB V
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
11. Maslim, Rusdi. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-
III dan DSM-V. Cetakan 2 – Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
24
Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya
25