Anda di halaman 1dari 30

Clinical Report Session (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior


**Pembimbing

GANGGUAN PANIK DENGAN AGORAFOBIA

Oleh:

Dewi Novitasari, S.Ked G1A221035


Khairi Wilda Prihati, S.Ked G1A221068
Larasati Hasibuan, S.Ked G1A221028

Pembimbing:

dr. Fatmawati, M.Kes, Sp.KJ**

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN IKJ


RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

CASE SCIENCE SESSION (CSS)

GANGGUAN PANIK DENGAN AGORAFOBIA

Sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa RSJD Jambi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
2022

Oleh:

Dewi Novitasari, S.Ked G1A221035


Khairi Wilda Prihati, S.Ked G1A221068
Larasati Hasibuan, S.Ked G1A221028

Laporan ini Telah Diterima dan Dipresentasikan


Jambi, Agustus 2022

Pembimbing

dr. Fatmawati, M.Kes, Sp.KJ

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session yang berjudul Gangguan Panik dengan Agorafobia Sebagai
kelengkapan persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian
Ilmu Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Fatmawati, M.Kes, Sp.KJ


yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing
penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan
Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari pihak sangat diharapkan guna
kesempurnaan laporan CRS ini, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan
para pembaca.

Jambi, Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
BAB II STATUS PSIKIATRI.......................................................................................................................2
2.1. Identitas Pasien..................................................................................................................................2
2.2. Riwayat Penyakit...............................................................................................................................2
2.3. Status psikiatri...................................................................................................................................3
2.4. Diagnosis psikiatri.............................................................................................................................4
2.5. Tindakan / terapi................................................................................................................................4
2.6. Prognosis...........................................................................................................................................4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................7
3.1 Gangguan Panik..............................................................................................................................7
3.1.1 Definisi..................................................................................................................................7
3.1.2 Etiologi..................................................................................................................................7
3.1.3 Epidemiologi..........................................................................................................................8
3.1.4 Manifestasi Klinik..................................................................................................................9
3.1.5 Diagnosis Banding...............................................................................................................12
3.1.6 Penatalaksanaan..........................................................................................................................13
3.2 Agorafobia....................................................................................................................................14
3.2.1 Definisi................................................................................................................................14
3.2.2 Gambaran Klinik Agorafobia...............................................................................................15
3.2.3 Diagnostik Berdasarkan PPDGJ III......................................................................................15
3.2.4 Diagnosis Banding...............................................................................................................17
BAB IV ANALISIS MASALAH................................................................................................................20
BAB V KESIMPULAN..............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Kecemasan merupakan respon normal dalam menghadapi stres, namun sebagian


orang dapat mengalami kecemasan yang berlebihan sehingga mengalami kesulitan
dalam mengatasinya. Secara klinis, seseorang yang mengalami masalah kecemasan di
bagi dalam beberapa kategori, yaitu gangguan cemas (anxiety disorder), gangguan
cemas menyeluruh (generalited anxiety disorder), gangguan panik (panic disorder),
gangguan fobia (phobic disorder), dan gangguan obsesif-kompulsif (obssesive-
compulsive disorder).1
Panik berasal dari kata “pan” yaitu nama dewa yunani yang tinggal
dipergunungan dan hutan serta mempunyai tingkah laku yang sulit diramalkan. Riwayat
gangguan panik ini berasal dari konsep yang dikemukakan oleh Jacob Mendes Dacosta
(1833-1900) gejala-gejala seperti serangan jantung yang ditemukan pada tentara-prajurit
perang saudara di Amerika. Gejala Dacosta meliputi gejala psikologik dan somatik.1
Istilah agorafobia pertama kali dipakai tahun 1871 untuk menggambarkan
kondisi pasien yang takur pergi ketempat-tempat umum sendirian. Agorafobia berasal
dari bahasa yunani “agora” dan “phobos” yang berarti takut terhadap situasi/suasana
ramai.1 Prevalensi hidup gangguan panik kira-kira 1-4% populasi, sedangkan serangan
panik sekitar 3- 6%. Wanita 2-3 kali lebih banyak menderita gangguan ini dibanding
laki-laki. Prevalensi agorafobia kira-kira 2-6%.1
Gangguan panik bisa terjadi kapan saja sepanjang hidup, onset tertinggi usia 20-
an, ditandai dengan perasaan serangan cemas tiba-tiba dan terus menerus, sesak nafas,
disertai perasaan akan datangnya bahaya, serta ketakutan akan kehilangan kontrol atau
menjadi gila. Bila tidak diobati beresiko terjadinya ide bunuh diri dan percobaan bunuh
diri. Penatalaksanaan yang tepat kombinasi farmakoterapi dengan psikoterapi akan
memberikan hasil yang lebih baik.1-4

1
BAB II
STATUS PSIKIATRI

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. I

Usia : 27 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


2.2 Riwayat Penyakit
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh cemas dan takut akan kematian.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki usia 27 tahun datang dengan keluhan cemas, takut
akan kematian, jantung terasa berdebar saat merasakan cemas dan sampai
mengganggu tidur sejak 3 minggu yang lalu SMRS.
Keluhan panik ini dirasakan muncul tiba-tiba tanpa ada didahului oleh
peristiwa yang membuat pasien merasa panik sebelumnya. Saat merasakan
panik pasien merasakan di tenggorokan seperti ada rasa sesak dan pasien
takut untuk keluar rumah.
Pasien juga merasa bahwa dirinya yang sekarang tidak seperti dirinya
yang dulu, pasien merasa seperti orang linglung dan merasa dirinya banyak
dosa terhadap tuhan. Pasien masih bisa berpergian sendiri jika aktifitasnya
masih normal. Kecuali berpergian keluar kota, tangan pasien terasa gemetar
dan butuh orang lain untuk menemaninya.
Pasien curiga teman-teman membicarakannya. Pasien juga merasakan
perasaan sedih dan merasakan serangan panik ketika sesuatu masalah yang
baru datang menghadapinya.
Selama keluhan dirasakan pasien juga mengatakan konsentrasi
menurun, pasien sulit untuk tidur ketika serangan panik muncul. Mendengar
suara-suara (-), melihat bayangan (-), dan ide untuk bunuh diri (-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak mempunyai keluhan yang sama sebelumnya

D. Riwayat Penyakit Keluarga


2
3

Keluhan serupa di keluarga di sangkal

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Sebelumnya pasien suka mendengar ceramah dan sadar akan kematian
datang kapan saja. Pasien juga merasa setelah mendengar ceramah pikirannya
terganggu atau bingung meletakkan mana perbuatan yang sunah dan yang wajib
dikerjakan. Pasien merasakan punya dosa yang sangat besar terhadap tuhan.
2.3 Status psikiatri

1. Keadaan umum

a. Penampilan : Penampilan rapi, sesuai usia, postur tubuh biasa

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Orientasi : W/T/O Baik

d. Sikap & perilaku : Kooperatif

2. Gangguan berpikir

a. Bentuk pikir : Realistik

b. Arus pikir : Koheren

c. Isi pikir : Fobia dan waham curiga

3. Alam perasaan

a. Mood : Cemas

b. Afek : Sesuai mood

4. Persepsi

a. Halusinasi : Tidak ada

b. Ilusi : Tidak ada

5. Fungsi intelektual

a. Daya konsentrasi : Terganggu

b. Orientasi : W/T/O baik

c. Daya ingat : Baik

d. Pikiran abstrak : Baik


4

6. Pengendalian impuls : Baik

7. Daya nilai : Baik

8. Tilikan : Daya tilikan 5

9. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya

2.4 Diagnosis psikiatri

Axis 1 : Gangguan panik dengan Agorafobia

Axis 2 : Tidak ada gangguan kepribadian


Axis 3 : Jantung berdebar dan tremor

Axis 4 : Masalah psikososial

Axis 5 : Gap scale 50-41

2.5 Tindakan / terapi

a. Farmakologi

- Fluoxetine tab 20 Mg No. VII S1dd tab 1-0-1

- Alprazolam tab 0,5 Mg No. XIV S2dd tab 1-0-1


b. Psikoterapi (Nonfarmakologi)

1. Terapi kognitif-perilaku

2. Psikoterapi suportif

3. Edukasi penyakit

2.6 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam


2.7 Lampiran wawancara

1. Apa keluhan yang dirasakan anda sekarang sehingga datang ke RSJ?

Pasien : merasa cemas, ada perasaan yang dipendam selama ± 3 minggu

2. Selain cemas apa lagi yang anda rasakan?


5

Pasien : takut mati, saya juga merasa linglung dan mood yang berubah-ubah seperti
bukan saya yang dulu

3. Apakah jantung ada terasa berdebar saat mengalami cemas?

Pasien : tidak

4. Semenjak 3 minggu ini tidur anda bagaimana? Apakah ada terganggu?

Pasien : iya buk, semenjak 3 minggu ini tidur saya mulai terganggu. Butuh waktu yang
lama untuk bisa memejam mata

5. Cemas yang dirasakan apakah setiap hari?

Pasien : tidak, cemasnya datang disaat-saat kondisi tertentu saja

6. Bagaimana cara bapak untuk menenangkan rasa cemas tersebut

Pasien : dengan cara menahan rasa ketidaknyamanan dari cemas tersebut

7. Kalau timbul cemasnya apakah ada rasa seperti mencekik leher atau sulit bernafas?

Pasien : tidak ada, tetapi seperti ada rasa yang menyangkut di dalam kerongkongan

8. Kalau anda merasa cemas apakah anda masih bisa bepergian keluar rumah sendirian?

Pasien : kalau untuk aktifitas yang normal bisa, tetapi kalau bepergian jauh keluar kota
sendirian tubuh terasa gemetaran/tremor dan butuh orang untuk menemani

9. Kalau dikeramaian apakah anda merasa takut yang sangat hebat?

Pasien : untuk sekarang tidak terlalu, tetapi saya merasakan hal seperti itu saat 3
minggu awal yang lalu

10. Bagaimana dengan lingkungan keluarga? Apakah merasakan bahwa ada perubahan
pada kondisi anda dengan yang sekaran

Pasien : keluarga merasakan bahwa ada perubahan sikap terhadap saya

11. Ke RSJ apakah disuruh keluarga atau atas keinginan sendiri?

Pasien : keinginan sendiri dan keinginan keluarga

12. Apakah anda mendengar bisikan?

Pasien : tidak ada

13. Apakah anda ada merasakan perasaan bersalah?


6

Pasien : ada, saya merasa bersalah karna belum memperbaiki diri kepada sang pencipta
dan merasa sangat berdosa

14. Apakah anda memiliki perasaan bahwa anda sedang dibicarakan dari belakang sama
orang?

Pasien : tidak ada

15. Apakah anda anda ada merasakan kesedihan? Jika ada kedih akan hal seperti apa?

Pasien : ada, saya sedih akan dosa-dosa saya selama di dunia

16. Mana yang lebih dominan? Perasaan sedih atau cemas?

Pasien : rasa cemas saya akan dosa dan kematian

17. Jadi sekarang apakah aktifitas anda terganggu dibuat oleh perasaan yang anda rasakan?

Pasien : sudah ada beberapa yang terganggu

18. Pernah mengalami serangan panik?

Pasien : kalau misalkan ada masalah yang baru dihidup saya jika dipaksakan timbul
rasa panik yang berlebihan

19. Dalam keluarga apakah ada mengalami gangguan jiwa?

Pasien : tidak ada, tetapi ibu saya orangnya mudah cemas akan sesuatu hal yang baru

20. Apakah ada mengalami masalah atau kendala yang terbebani oleh anda?

Pasien : ada, memikirkan masalah pekerjaan kedepannya bagaimana sebelum 3


minggu rasa cemas memuncak.
7

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Gangguan Panik

3.1.1 Definisi

Panic disorder (Gangguan panik) adalah satu perasaan serangan cemas


mendadak dan terus menerus disertai perasaan-perasaan akan datangnya
bahaya/bencana, ditandai dengan ketakutan yang hebat secara tiba-tiba. Gangguan
panik disebut juga anxietas paroksismal episodik.5

Serangan panik di tandai dengan gejala anxietas yang berat seperti berdebar-
debar, nyeri dada, sesak nafas, tremor, pusing, merasa dingin atas panas, ada
depersonalisasi atau derealisasi, gejala mencapai puncaknya dalam 10 menit.
Gangguan panik merupakan serangan panik yang berulang-ulang dengan onset cepat
dan durasi sangat singkat.5

Menurut DSM-IV, Gangguan panik adalah gangguan yang sekurang-


kurangnya terdapat 3 serangan panik dalam waktu 3 minggu dan tidak dalam kondisi
stres berat atau dalam situasi yang mengancam kehidupan. Gangguan panik bersfiat
rekuren (kambuh) dan akan mengakibatkan terjadinya serangan panik yang tidak di
duga-duga dan mencapai puncaknya kurang dari 10 menit.1
3.1.2 Etiologi

a. Faktor biologik
Penelitian berdasarkan biologik pada gangguan panik ditemukan peningkatan
aktifitas syaraf simphatis. Penelitian neuroendokrin menunjukkan beberapa
abnormalitas hormon terutama kortisol. Neurotransmitter yang berpengaruh pada
gangguan panik adalah epinefrin, serotonin, dan gama amino butyric acid (gaba) zat-
zat yang bisa menginduksi terjadinya “serangan panik” (panicogens) antara lain
 Carbon dioksida (5 s/d 35%)

 Sodium laktat dan bicarbonat

 Bahan neurokimiawi yang bekerja melalui sistem neu-rotransmitter spesifik


(yohimbin, α2-adrenergik receptor antagonist, mchlorophenylpiperazine/mcp,
bahan yang berefek sero-tonergik)
8

 Cholecystokinin dan caffein

 Isoproterenol.

Zat-zat yang menginduksi serangan panik tersebut diperkirakan berreaksi


mulanya pada baroreseptor cardiovaskuler di perifer dan signal ke sistem vagal-
afferent terus ke nucleus tractus solitarii diteruskan ke nucleus paragigantocellularis
di medulla.

Terjadinya hiperventilasi pada pasien gangguan panik mungkin disebabkan


hipersensitif akan kekurangan oksigen karena peningkatan tekanan co2 dan
konsentrasi laktat dalam otak yang selanjutnya akan mengaktifkan monitor asfiksia
secara fisiologis. Bahan neurokimiawi yang menginduksi panik diduga
mempengaruhi sistem noradrenergik, serotonergik dan reseptor gaba dalam susunan
syaraf pusat secara langsung.1,5
b. Faktor genetik :
Keluarga generasi pertama pasigot.ien gangguan panik 4 – 8 kali beresiko untuk
menderita gangguan ini. Kembar monozigot resiko lebih besar daripada dizigot.1,4,6,7

c. Faktor psikososial :

Teori kognitif perilaku: kecemasan bisa sebagai satu respon yang dipelajari dari
perilaku orangtua atau melalui proses kondisioning klasik yang terjadi sesudah adanya
stimulus luar yang menyebabkan individu menghindari stimulus tersebut. 1,5,6

Teori psikososial : serangan panik muncul karena gagalnya pertahanan mental


menghadapi impuls / dorongan yang menyebabkan anxietas. Sedangkan agorafobia
akibat kehilangan salah satu orang-tua pada masa anak-anak dan ada-nya riwayat cemas
perpisahan. Pengalaman perpisahan traumatik pada masa anak-anak bisa mempengaruhi
susunan syaraf yang menyebabkannya menjadi mudah jatuh kepada anxietas pada masa
dewasa. Pasien dengan riwayat pelecehan fisik dan seksual pada masa anak juga
beresiko untuk menderita gangguan panik.
3.1.3 Epidemiologi

Dari penelitian diketahui bahwa di Negara-negara Barat, gangguan panik dialami


oleh lebih kurang 1,7% dari populasi orang dewasa. Angka kejadian sepanjang hidup
gangguan panik dilaporkan 1,5-5%, sedangkan serangan panik sebanyak 3-5,6%. Di
Indonesia belum dilakukan studi epidemiologi yang dapat menggambarkan beberapa
9

jumlah individu yang mengalami gangguan panik, namun para profesional merasakan
adanya peningkatan jumlah kasus yang datang minta pertolongan. Suatu penelitian di
Texas terhadap lebih dari 1600 sampel yang diseleksi secara acak, didapatkan angka
prevalensi sepanjang hidup 3,8% untuk gangguan panik, 5,6% untuk serangan panik,
serta 2,2% mengalami serangan panik dengan gejala yang terbatas dan tidak memenuhi
kriteria diagnostik. Gangguan panik pada perempuan 2/3 dari laki-laki. Pada umumnya
terjadi pada usia dewasa muda, sekitar 25 tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun,
termasuk anak-anak dan remaja.1
3.1.4 Manifestasi Klinik
Serangan panik menunjukkan beberapa gejala anxietas yang berat dengan
onset cepat. Gejala mencapai puncaknya dalam 10 menit, tapi juga bisa dalam
beberapa detik. Pasien mengeluh nafas pendek, sesak nafas, tremor, pusing, merasa
panas atau dingin, ada depersonalisasi dan derealisasi. Pasien dengan serangan
panik akan berulangkali mencari pertolongan, sering dibawa ke instalasi gawat
darurat (igd) rumah sakit. Bila tidak diobati seranga panik akan berulang dan pasien
akan berulangkali mengunjungi dokter atau seringkali dibawa ke igd. Lama-lama
pasien akan menghindari tempat-tempat atau situasi serangan paniknya pernah terjadi
terutama tempat kegiatan sosial atau tempat dimana susah untuk menyelamatkan diri.
Lama-lama bisa jatuh pada agorafobia.
Serangan panik akan berkurang dirumah, berada bersama pasangan atau orang
yang dikenal sehingga bisa membantu bila terjadi serangannya. Gangguan panik
merupakan serangan panik yang berulang-ulang dengan onset cepat dan durasi sangat
singkat. Karena adanya gejala-gejala fisik pada waktu serangan, pasien menjadi
ketakutan mereka akan mendapat serangan jantung, stroke dan lain-lain.1-5,7
Kadang pasien berfikir mereka akan kehilangan kontrol atau menjadi gila.
Beberapa penelitian menunjukkan terjadi peningkatan resiko ide bunuh diri dan
percobaan bunuh diri pada pasien gangguan panik. Resiko bunuh diri ini tinggi pada
pasien dengan comorbiditas depresi berat.

Menurut diagnostic and statistical manual of mental disorder iv (dsm iv)


adalah : adanya satu periode ketakutan sangat hebat atau kegelisahan dimana 4 (empat)
atau lebih gejala-gejala dibawah ini dapat ditemukan dan mencapai puncaknya dalam
waktu 10 menit :
10

1. Palpitasi, jantung terasa berat dan peningkatan denyut jantung.

2. Keringat banyak.

3. Menggigil atau gemetaran.


11

4. Perasaan nafasnya pendek atau tertahan-tahan.

5. Merasa tercekik

6. Nyeri dada.

7. Mual atau rasa tidak nyaman diperut.

8. Merasa pusing, goyang / hoyong, kepala terasa ringan atau nyeri.

9. Derealisasi (merasa tidak didunia realita), atau depersonalisasi (merasa terpisah


dari diri sendiri).
10. Takut kehilangan kendali diri atau menjadi gila.

11. Takut mati

12. Parestesia (menurunnya sensasi).

13. Merasa kedinginan atau merah kepanasan

Ciri-ciri diagnostik11
PPDGJ III menunjukkan pedoman diagnostik dari gangguan panik sebagai berikut :
1) Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis gangguan utama bila tidak
ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F40,-)
2) Untuk diagnosis pasti harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat
(severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa sekitar satu bulan:
a) Pada keadaan-keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya (unpredictable situations)
c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di
antara serangan-serangan panik (tetapi umumnya dapat terjadi juga “anxietas
antisipatorik,” yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang
tidak diharapkan akan terjadi

Diagnosis Gangguan Panik Menurut DSM IV


1. Harus ada 1 dan 2 kriteria dibawah ini :
a) Adanya serangan panik yang tidak diharapkan secara berulang-ulang.

b) Paling sedikit satu serangan panik diikuti dalam jangka waktu 1 bulan
(atau lebih) oleh satu (atau lebih) keadaan-keadaan berikut :
12

c) Kekhawatiran yang terus menerus tentang kemungkinan akan mendapat


serangan panik.
d) Khawatir tentang implykasi daripada serangan panik atau akibatnya
(misal: hilang kendali diri, mendapat serangan jantung atau menjadi gila).
e) Adanya perubahan yang bermakna dalam perilaku sehubungan dengan
adanya serangan panik.
2. Ada atau tidak adanya agorafobia.

3. Serangan panik tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari satu zat
(misal: penyalahgunaan zat atau obatobatan) atau kondisi medis umum
(hipertiroid).
4. Serangan panik tidak bisa dimasukkan pada gangguan mental emosional lain.1-3,5

Diadnosis gangguan panik menurut DSM V


DSM-5 menunjukkan kriteria dianostik dari gangguan panik sebagai berikut :
1) Serangan panik tidak terduga berulang. Serangan panik adalah sebuah gelombang
ketakutan yang sangat kuat akan ketidaknyamanan intens yang akan mencapai
puncaknya dalam hitungan menit, selama 4 menit (atau lebih). Gejala-gejala yang
terjadi:
 Jantung berdetak lebih cepat
 Berkeringat
 Gemetaran
 Sensasi sesak nafas atau rasa tercekik
 Perasaan tersedak
 Terasa nyeri di dada dan tidak nyaman
 Mual atau sakit perut
 Perasaan pusing atau pingsan
 Menggigil atau sensasi panas
 Sensasi geli
 Perasaan tidak sadar
 Takut kehilangan kontrol atau “menjadi gila”
 Takut mati
2) Setidaknya satu serangan telah diikuti dari satu bulan (atau lebih) dari satu atau kedua
hal berikut:
13

a) Khawatir tentang panik tambahan atau konsekuensinya (Seperti, kehilangan


kontrol, mengalami serangan jantung, “menjadi gila”)
b) Perubahan perilaku maladaptif yang signifikan terkait dengan serangan tersebut
(contohnya, perilaku yang dirancang untuk menghindari serangan panik, seperti
menghindari latihan atau siatuasi yang tidak biasa.

Penjelasan tambahan
a) Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat (pengobatan) atau
kondisi medis lainnya (misalnya, hipertiroidisme, gangguan kardiopulmoner)
b) Gangguan ini tidak dijelaskan dengan baik sebagaimental disfearedsocial
situation, seperti dalam gangguan kecemasan sosial, sebagai respon atas situasi
atau objek fobia tertentu, seperti dalam fobia spesifik; sebagai respon atas
obsesi, seperti pada obsessive-compulsive disorder; sebagai respon atas ingatan
event traumatik, seperti pada gangguan stress pasca-trauma; atau sebagai
respon untuk pemisahan dari attachment figure, seperti dalam separation
anxiety disorder.

3.1.5 Diagnosis Banding1,9,10


Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah sejumlah
gangguan medis dan juga gangguan mental.
Diagnosis banding organik untuk gangguan panik dapat dilihat pada tabel dibawah:
Etiologi Contoh
Penyakit kardiovaskuler Anemia, angina, gagal jantung jantung
kongesif, , keadaan adrenergik beta
hiperaktif, hipertensi,    prolapsus katup
mitral, infark miokardium, takikardi atrium
paradoksal
Penyakit pulmonal Asma, hiperventilasi, embolus paru-paru
Penyakit neurologis Penyakit serebrovaskuler, epilepsy,
penyakit Huntington, infeksi, penyakit
meniere, sklerosis multiple, serangan
iskemik transien, tumor,  penyakit Wilson.
Intoksikasi obat Amfetamin, amyl nitrite, antikolinergik,
kokain
14

Halusinogen Marijuana, nikotin, theophyline.


Putus obat Alcohol, antihipertensi, opiate dan opioid,
sedative-ipnotik
Kondisi lain Anafilaksis, defisiensi B12, gangguan
elektrolit, keracunan logam berat, infeksi
sistemik, Lupus, eritemtous sistemik,
arteritis temporalis, uremia.

Diagnosis banding psikiatrik untuk gangguan panik adalah pura-pura, gangguan


buatan,  buatan, hiponkondriasis, hiponkondriasis, gangguan gangguan depersonalisasi,
depersonalisasi, fobia social dan spesifik, spesifik, gangguan gangguan stress
pascatraumatik, gangguan depresif, dan skizofrenia.
3.1.6 Penatalaksanaan
A. Non psikofarmakologik

1. Terapi kognitif perilaku.

2. Terapi keluarga.

3. Psikoterapi berorientasi insight (tilikan).

4. Psikoterapi kombinasi.1,3,5

B. Psikofarmakologik

Pemberian psikofarmaka perlu dipertimbangkan bila telah terjadi


agorafobia, depresi, ide atau percobaan bunuh diri, dan gejala sudah cukup berat.
Pemakaian trisiklik antidepresan (imipramine, clomipramine, makrotiline,
amitriptiline) harus hati-hati karena efek samping yang kurang menyenangkan
seperti : mulut kering, konstipasi, somnolent, disfungsi seksual, anxietas, hipotensi
orthostatistik). Selective serotonin re-uptake inhibitor (ssri) seperti: pemakaian
paroxetine, sertraline dan fluoxetine cukup efektif untuk gangguan panik.
Pemberian golongan benzodiazepine (alprazolam, clonazepam, lorazepam) punya
kemampuan spesifik sebagai anti panik, tapi pemakaian jangka lama harus sangat
hati-hati karena akan mudah menimbulkan toleransi serta penurunan atau
penghentian pengobatan bisa menimbulkan efek “classical withdrawal” sepeti
terjadinya rebound fenomen dari gejala panik.
15

Meskipun farmakoterapi cukup efektif mengatasi gejala-gejala awal


gangguan panik, kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi memberikan hasil yang
lebih baik pada beberapa kasus. Prognosis kira-kira 30% – 40% pasien sembuh
sempurna, 50% masih mempunyai gejala yang ringan tetapi tidak mengganggu
aktifitas kehidupan seharihari. Sekitar 10% – 20% masih terus mengalami gejala
yang signifikan.

Tabel 1. Rekomendasi Farmakoterapi Untuk Gangguan Panik

Nama Obat Dosis (mg/hari) Efek Samping


Lini Pertama Escitalopram 5-20 Gangguan
Fluoksetin 10-20 Pencernaan, mual
Sertralin 25-200 muntah diare,
Venlafaksin-XR 75-250 konstipasi
Lini Kedua Klomipramin 25-250 Antikolinergik
Imipramin 50-300
Mirtazapin 15-45 Antihistamin
Alprazolam 2-6 Sedasi
Adjuctive klonazepam 1-3
Lini Ketia Divalproat 250-1500 Sedasi, somnolens,
peningkatan berat
badan, system

pencernaan
Gabapentin 300-1200 Somnolens, sedasi
Adjuctive olanzapine 5-12,5 Peningkatan berat

badan
Risperidon 0,5-1 Sindrom

ekstrapiramidal

3.2 Agorafobia

3.2.1 Definisi

Kata fobia berasal dari bahasa yunani phobos, berarti takut. Takut adalah
perasaan cemas dan agitasi sebagai respon terhadap ancaman. Gangguan fobia adalah
16

rasa takut yang persisten terhadap objek atau situasi yang tidak sebanding dengan
ancamannya. Orang dengan gangguan phobia tidak kehilangan kontak dengan realitas,
mereka biasanya tahu bahwa ketakutan mereka itu berlebihan dan tidak pada tempatnya.
Orang dengan phobia mengalami ketakutan untuk hal-hal yang biasa yang untuk orang
lain sudah tidak difikirkan lagi, seperti naik elevator atau naik mobil di jalan raya. Fobia
terdiri dari tiga tipe, yaitu fobia spesifik, fobia sosial dan agoraphobia.3,4
Agorafobia merupakan jenis fobia yang menyebabkan ketidakmampuan berat
bagi pasien karena membuat seseorang tidak mampu berfungsi dengan baik ditempat
kerja maupun dilingkungan sosial diluar rumah. Di Amerika Serikat sebagian besar
peneliti percaya bahwa agorafobia hampir selalu terjadi akibat komplikasi pada pasien
dengan gangguan panik. Tetapi sebagian peneliti lain kurang setuju karena agorafobia
bisa juga tanpa riwayat gangguan panik. Serangan panik bisa juga ditemukan pada
ganguan mental lain (seperti: gangguan depresi) dan kondisi medik tertentu (seperti:
gangguan putus zat atau keracunan).1,2
Agoraphobia berasal dari bahasa Yunani yang berarti takut kepada pasar, yang
sugestif untuk ketakutan berada ditempat-tempat terbuka dan ramai. Agoraphobia
melibatkan ketakutan terhadap tempat tempat atau situasi yang memberi kesulitan
atau membuat malu seseorang untuk kabur dari situ bila terjadi simptom simptom
panik atau serangan panik yang parah atau ketakutan kepada situasi dimana bantuan
tidak bisa didapatkan bila problem terjadi.5 Agoraphobia dapat terjadi bersamaan atau
tidak bersamaan dengan gangguan panik yang menyertai. Pada gangguan panik
dengan agoraphobia, orang hidup dengan ketakutan terjadinya serangan yang
berulang dan menghindari tempat-tempat umum. Orang orang dengan agoraphobia
yang tidak punya gangguan panik dapat mengalami sedikit simptom panik seperti
pusing yang menghalangi mereka untuk keluar dari tempat mereka.
3.2.2 Gambaran Klinik Agorafobia

Pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi / tempat sulit mendapatkan


pertolongan. Mereka lebih suka bepergian bersama teman atau saudara pada daerah-
daerah yang ramai/sibuk seperti: pasar, jalan raya. Pasien akan selalu minta ditemani
setiap saat akan meninggalkan rumah, bahkan pada keadaan yang sudah cukup. Berat
pasien menolak keluar rumah.
17

3.2.3 Diagnostik Berdasarkan PPDGJ III

PPDGJ – III F40.0 Agorafobia pedoman diagnostik:

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:

a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan


manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;
b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam hubungan
dengan) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak orang/keramaian, tempat
umum, bepergian keluar rumah, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri;
dan
c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
(penderita menjadi “house-bound”).

DSM-5 menunjukkan kriteria dianostik dari Agotafobia sebagai berikut :


A. Ketakutan atau kecemasan yang nyata tentang dua (atau lebih) dari lima situasi
berikut:
1) Menggunakan transportasi umum (misalnya, mobil, bus, kereta api, kapal
pesawat).
2) Berada di ruang terbuka (misalnya, tempat parkir, pasar, jembatan).
3) Berada di tempat tertutup (misalnya, toko, teater, bioskop).
4) Berdiri dalam antrean atau berada di keramaian.
5) Berada di luar rumah sendirian.
B. Individu takut atau menghindari situasi ini karena pemikiran untuk melarikan diri
mungkin sulit atau bantuan mungkin tidak tersedia jika terjadi gejala seperti panik atau
gejala lain yang melumpuhkan atau memalukan (misalnya, takut jatuh pada orang tua;
takut inkontinensia).
C. Situasi agorafobia hampir selalu menimbulkan ketakutan atau kecemasan.
D. Situasi agorafobia adalah aktivitas yang dihindari, membutuhkan kehadiran
pendamping, atau dididik dengan ketakutan atau kecemasan yang intens.
E. Ketakutan dan kecemasan tidak sebanding dengan bahaya aktual yang ditimbulkan
oleh situasi agorafobia dan konteks sosiokultural.
F. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran terus-menerus; biasanya berlangsung 6
bulan atau lebih.
18

G. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran menyebabkan penderitaan yang signifikan


secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.
H. Jika ada kondisi medis lain (misalnya, penyakit radang usus. penyakit parkinson) ada,
ketakutan, kecemasan, atau penghindaran jelas berlebihan.
I. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tidak lebih baik dijelaskan oleh gejala-
gejala gangguan mental lain-misalnya. gejalanya tidak terbatas pada fobia spesifik.
jenis situasi; tidak hanya melibatkan situasi sosial (seperti pada gangguan kecemasan
sosial); dan tidak terkait secara eksklusif dengan obsesi (seperti pada gangguan
obsesif-kompulsif), cacat yang dirasakan atau kekurangan dalam penampilan fisik
(seperti pada gangguan dismorfik tubuh). pengingat peristiwa traumatis (seperti pada
gangguan stres pascatrauma). atau ketakutan akan perpisahan (seperti pada gangguan
kecemasan

3.2.4 Diagnosis Banding

a. Fobia Spesifik

Fobia spesifik adalah ketakutan yang beralasan dan disebabkan oleh kehadiran
atau antisipasi suatu objek atau situasi spesifik. DSM-V- membagi fobia berdasarkan
sumber ketakutannya, yaitu: Specific Phobia, Animal; Specific Phobia, Natural
Environment; Specific Phobia, Blood; Specific Phobia,InjectionTransfusion;Specific
Phobia,Other Medical Care; Specific Phobia ,Injury; Specific Phobia,Situational;
Specific Phobia,Other
300.29 fobia spesifik kriteria diagnosis:

 Menandai ketakutan atau kecemasan terhadap suatu objek atau situasi tertentu
(terbang, ketinggian, binatang, jarum suntik, darah).

 Objek atau situasi fobia hampir selalu memancing ketakutan atau kecemasan
tiba-tiba.

 Objek atau situasi fobia secara aktif dihindari atau diatasi dengan ketakutan atau
kecemasan yang kuat

 Ketakutan atau kecemasan itu tidak sesuai dengan bahaya sebenarnya yang
ditimbulkan oleh objek atau situasi tertentu dan pada konteks kultur sosial.

 Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tersebut berlanjut, biasanya


19

berlangsung selama 6 bulan atau lebih.

 Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran menyebabkan gangguan- gangguan


klinis yang signifikan pada kehidupan sosial, pekerjaan, atau bidang penting
lainnya.
Gangguan tersebut tidak lebih baik dijelaskan oleh gejala dari gangguan
mental lainnya, seperti ketakutan, kecemasan, dan penghindaran terhadap situasi dibantu
dengan gejala seperti panik atau gejala ketidakmampuan lainnya (seperti pada
agorafobia); objek atau situasi yang berkaitan dengan obsesi (seperti pada gangguan
obsesif-kompulsif); ingatan atas suatu trauma (seperti pada gangguan stres pasca
trauma); pemisahan dari rumah atau kasih sayang seseorang (seperti pada gangguan
kecemasan pemisahan); atau pada situasi sosial (seperti pada gangguan kecemasan
sosial).

b. Fobia Sosial

Fobia sosial adalah ketakutan menetap dan tidak rasional yang umumnya
berkaitan dengan keberadaan orang lain. Individu yang menderita fobia sosial biasanya
mencoba menghindari situasi yang membuatnya mungkin dinilai dan menunjukkan
tanda-tanda kecemasan atau berperilaku secara memalukan (Nevid, dkk, 2005). Fobia
sosial dapat bersifat umum atau khusus, tergantung rentang situasi yang ditakuti dan
dihindari. Orang-orang dengan tipe umum mengalami fobia ini pada usia yang lebih
awal, lebih banyak komorbiditas dengan berbagai gangguan lain, seperti depresi dan
kecanduan alkohol, dan hendaya (gangguan) yang lebih parah. Gangguan ansietas sosial
cenderung menjadi lebih kronis jika penanganannya tidak berhasil. Fobia sosial
umumnya bermula pada masa remaja dan menghambat pembentukan hubungan
persahabatan dengan teman-teman sebaya.
300.23 fobia sosial kriteria diagnosis:

 Menandai ketakutan atau kecemasan terhadap satu atau lebih situasi sosial dimana
individu terlihat oleh pengamatan yang mungkin dilakukan oleh orang lain.
Contohnya termasuk interaksi sosial (melakukan percakapan, bertemu orang asing),
merasa diamati (makan dan minum), dan tampil di depan orang lain (memberi pidato).
 Individu merasa takut melakukan sesuatu jika menunjukkan gejala kecemasan akan
20

ditanggapi negatif (akan dipermalukan, menuju pada penolakan atau penyerangan


orang lain).
 Situasi sosial hampir selalu memancing ketakutan atau kecemasan.

 Situasi sosial dihindari atau diatasi dengan ketakutan atau kecemasan yang tinggi.

 Ketakutan atau kecemasan itu tidak sesuai dengan ancaman sebenarnya yang
ditimbulkan situasi sosial dan pada konteks kultur sosial.
 Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tersebut berlanjut, biasanya berlangsung
selama 6 bulan atau lebih.
 Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran menyebabkan gangguan- gangguan klinis
yang signifikan pada kehidupan sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
 Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tersebut tidak termasuk kedalam efek
psikologis secara subtansi (penyalahgunaan obat-obatan, pengobatan) atau kondisi
medis lainnya.
 Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tidak lebih baik dijelaskan oleh gejala dari
gangguan mental lainnya, atau gangguan spektrum autisme.

Jika kondisi medis lainnya (penyakit parkinson, obesitas, cacat dari luka bakar atau
cidera) ada, maka ketakutan, kecemasan, atau penghindaran jelas tidak terkait atau
berlebihan
BAB IV
ANALISIS MASALAH

Tn. I usia 27 tahun datang dengan keluhan merasa cemas dan takut akan
kematian, takut sendiri, dan tidak mau bepergian keluar rumah sendirian. Pada
pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi yang bermakna serta menimbulkan
suatu distress (penderitaan) dan disabilitas (hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan
sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami gangguan
jiwa. Hal ini sesuai dengan definisi gangguan jiwa menurut World Health
Organization (WHO) dimana didapatkan suatu kelompok gejala atau perilaku yang
secara klinis ditemukan bermakna dan disertai dengan distress dan berkaitan dengan
disfungsi atau hendaya

Pada pasien tidak didapatkan halusinasi auditorik, visual, maupun taktil. Pada
pasien juga tidak didapatkan adanya keluhan yang berhubungan dengan gangguan
isi pikir. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis skizofrenia (F.2)
dan gangguan afektif (F.3).
Pada pasien didapatkan adanya keluhan yang menggambarkan tanda
kecemasan sehingga mengganggu aktifitas, didapatkan pula keluhan yang
berhubungan dengan ketegangan motorik yaitu berupa perasaan tremor saat bepergian
jauh dari rumah, dan adanya gangguan otonomik yang dirasakan pada pasien yaitu
jantung berdebar dan terasa ada yang menghambat di daerah leher. Ansietas
dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas (dari luar individu itu sendiri)
yang sebenarnya pada saat kejadian tidak membahayakan. Pencetus ansietas pasien
dalam kasus ini adalah adanya kebingungan pasien untuk mengikuti penceramah
mana yang benar dan takut kematian yang akan menghampirinya. Sebagai akibatnya
situasi tersebut pasien merasa bingung omongan penceramah mana yang harus
didengar atau bingung untuk mengerjakan mana yang sunah dan mana yang wajib.
Pada PPDGJ-III kriteria diagnosis untuk gangguan panik adalah :
1. Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan
adanya gangguan anxietas fobik.
2. Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas
berat (servere attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan.
a. Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
22

sebelumnya (unpredictable situations)


c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di
antara serangan-serangan panik (meskipun demiian, umumnya dapat terjadi juga
“anxietas antisipatorik”, yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan
sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi”
Pada kasus ini, pasien memenuhi semua kriteria penegakan diagnosis yang
menjadi pedoman untuk gangguan panik, sehingga diagnosis gangguan panik dapat
ditegakkan.
Diagnosis Agorafobia dengan serangan panik ditegakkan berdasarkan pedoman
diagnositik PPDGJ 3 ataupun DSM IV dimana pasien memiliki gejala psikologis,
prilaku dan otonomis seperti jantung berdebar-debar, sesak nafas, pusing kepala yang
dialami oleh pasien yang menjadi manifestasi primerdari ansietasnya. Ansietas yang
timbul yang dialami pasien terbatas pada saat pasien mendengarna ceramah dan tausiah
yang ada di youtube.
1. Terapi farmakologi:

1) Fluoxetine Tab 20 mg

Merupakan obat golongan SSRI yang menghambat penyerapan kembali


neurotransmiter serotonin di sinaps. Dalam pemilihan obat depresi perlu
mempertimbangkan profil efek sampingnya dan obat golongan SSRI memiliki efek
samping minimal. Cocok untuk diberikan pada pasien dengan depresi sedang dan baru
pertama diberikan terapi farmakologi.

2) Alprazolam Tab 1 Mg
Merupakan obat golongan Benzodiazepin yang bekerja pada reseptor GABA.
Efek yang ditimbulkan benzodiazepin merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP
dengan efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadAnti Psikotik rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsan. Sedangkan efek perifernya:
vasodilatasi koroner (pada pemberian IV) dan blokade neuromuskular (pada
pemberian dosis tinggi). Alprazolam efektif untuk ansietas antosipatorik, mula kerja
lebih cepat dan mempunyai komponen efek antidepresan.
22

2. Terapi non farmakologi (Psikoterapi)

a. Terapi kognitif-perilaku

Terapi kognitif bertujuan untuk menghilangkan gejala kecemasan yang dialami


pasien melalui usaha yang sistematis yaitu merubah cara pikir maladaptive dan
otomatik pada pasien gangguan panik. Pasien harus menyadari cara berpikirnya yang
salah. Kemudian, ia harus belajar merespon cara pikir yang salah tersebut dengan cara
yang lebih adaptif. Dari perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan
menghilangkan pikiran cemas dan takut.
b. Psikoterapi Psikotik suportif

Psikoterapi Psikotik suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati,


pengertian, dan optimistik. Bantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan hal-
hal yang membuatnya prihatin dan melontarkannya. Identifikasi faktor pencetus dan
bantu untuk mengoreksinya serta memecahkan problem eksternal.
3. Edukasi penyakit

Edukasi sangat penting diberikan kepada pasien ini dan juga keluarga untuk
membantu pemulihan dan mengurangi kecemasan yang dialami pasien. Menyarankan
kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien, jangan membatasi
aktivitas pasien, ajak pasien bergembira, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan
stresor. Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol
selain itu kembali menyibukan diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal
yang menyenangkan, jangan menyimpan emosi, bila mungkin bisa kontrol ke
psikiater.
BAB V
KESIMPULAN

Gangguan panik merupakan suatu peristiwa serangan panik yang tidak


diharapkan, yang diikuti oleh ketakutan yang kuat tentang kemungkinan berulangnya
serangan yang diubah dengan perubahan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Faktor-faktor yang berperan antar lain faktor biologis, genetik dan psikososial.
Serangan panik di tandai dengan gejala anxietas yang berat seperti berdebar-
debar, nyeri dada, sesak nafas, tremor, pusing, merasa dingin atas panas, ada
depersonalisasi atau derealisasi, gejala mencapai puncaknya dalam 10 menit.
Gangguan panik merupakan serangan panik yang berulang-ulang dengan onset cepat
dan durasi sangat singkat
Agoraphobia melibatkan ketakutan terhadap tempat tempat atau situasi yang
memberi kesulitan atau membuat malu seseorang untuk kabur bila terjadi simptom
simptom panik atau serangan panik yang parah atau ketakutan kepada situasi dimana
bantuan tidak bisa didapatkan bila problem terjadi. Agoraphobia dapat terjadi
bersamaan atau tidak bersamaan dengan gangguan panik yang menyertai.
Pada gangguan panik dengan agoraphobia, orang hidup dengan ketakutan
terjadinya serangan yang berulang dan menghindari tempat-tempat umum. Orang
orang dengan agoraphobia yang tidak punya gangguan panik dapat mengalami sedikit
simptom panik seperti pusing yang menghalangi mereka untuk keluar dari tempat
mereka.
Penatalaksanaan yang dapat digunakan untuk mengatasi pasien dengan
diagnosis gangguan panic dengan agorafobia adalah dengan dengan pemberian
farmakoterapi dan psikoterapi. Diharapkan dengan kombinasi terapi ini kecemasan
yang dialami pasien mengalami perbaikan dan dapat memperbaiki aktivitas social
pasien.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, BJ. Sadock, VA. Panic Disorder and Agoraphobia in Synopsis of


Psychiatry Behavioral Sciences.Clinical Psychiatry, Xth ED, Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia- USA, 2007, p: 587-597.
2. Shelton,RC.:Anxiety Disorders In Current Diagnosis & Treatment
Psychiatry. Second Edition edited by Michael H.Ebert, MD ; Barry
Nurombe, MD; Peter T loosen, MD,PhD ;James F.Leckman, MD ; The
McGrawHill Companies Inc., Singapore, 2018, p: 351-378.
3. Taylor, CT; Pollack, MH ; LeBeau, RT; and Simon, NM : Anxiety Disorder
: Panic, Social Anxiety, and Generalized Anxiety in Massachusetts General
Hospital Comprehensive Clinical Psychiatry, Mosby Inc, 20018, p : 429-
433.
4. Katon,WJ. Panic Disoder in The New England Journal of Medicine, June 1,
2016, p: 2360-2367.
5. Yaslinda, yaunin. Gangguan panik dengan Agorafobia. Jurnal Kedokteran
Andalas. 2016. 36 (2). Halaman 235-42.
6. Han,J. Park, M; Hales, RE.: Anxiety Disorders in Lippincott’s Primary Care
Psyc; hiatry edited by : Robert M.McCarron, Glen L.Xiong, James
A.Bourgeois, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2009, p: 61-79.
7. Departemen Kesehatan Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik:
Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III, hal
:173-179.
8. Kusuma, wardhani., Albahri Husin, et al. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta :
Badan Penerbit FK UI ; 2014.
9. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
Departemen Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
10. Kusuma, Dewi. SD, Elvira. Gangguan Panik. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2.
Halaman 289-295.

11. Maslim, Rusdi. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-
III dan DSM-V. Cetakan 2 – Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas

24
Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya

25

Anda mungkin juga menyukai