Pembimbing :
dr. Ramzie Nendra D, Sp.U
Disusun Oleh :
dr. Liana Puspitasari
Disusun Oleh :
dr. Liana Puspitasari
Sukabumi,
Dokter Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-
Nya sehingga laporan kasus yang berjudul “BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA”
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian pembelajaran
dokter internship di Rumah Sakit Bhayangkara Setukpa Lemdikpol Kota Sukabumi. Kami
ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada dr. Ramzie Nendra D, Sp.U, atas saran
dan bimbingannya dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini masih memiliki
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis
dan pembatasan waktu. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang
membangun guna menyempurnakan laporan kasus ini. Akhir kata, penulis berharap agar
laporan kasus ini memberi manfaat kepada semua orang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................................
BAB I PENDAHULAN...........................................................................................................................
BAB II IDENTIFIKASI KASUS............................................................................................................
2.1 Identitas Pasien......................................................................................................................
2.2 Pemeriksaan Fisik..................................................................................................................
2.3 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................................
2.4 Resume..................................................................................................................................
2.5 Follow Up..............................................................................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................
3.1 Definisi BPH..........................................................................................................................
3.2 Anatomi Kelenjar Prostat......................................................................................................
3.3 Fisiologi Kelenjar Prostat......................................................................................................
3.4 Etiologi BPH..........................................................................................................................
3.5 Faktor Resiko BPH................................................................................................................
3.6 Klasifikasi BPH.....................................................................................................................
3.7 Pengukuran Derajat Obstruksi...............................................................................................
3.8 Patofisiologi BPH..................................................................................................................
3.9 Gejala Klinis BPH.................................................................................................................
3.10 Diagnosis BPH....................................................................................................................
3.11 Pemeriksaan Penunjang BPH..............................................................................................
3.12 Penatalaksanaan BPH..........................................................................................................
3.13 Komplikasi BPH..................................................................................................................
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................
ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar belakang
Menurut Silva (2007), BPH dianggap menjadi bagian dari proses penuaan yang
normal. Walaupun demikian, jika menimbulkan gejala yang berat dan tidak segera
ditangani dapat menimbulkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita BPH
yang dibiarkan tanpa pengobatan adalah pembentukan batu vesika akibat selalu
terdapat sisa urin setelah buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila
tekanan intra vesika yang selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan
terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal.
Di Dunia, dapat dilihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan
seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya
usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun,
persen untuk mendapatkannya bisasehingga 90%. Sedangkan hasil penelitian Di
Amerika 20% penderita BPH terjadi pada usia 41-50 tahun, 50% terjadi pada usia 51-
60 tahun dan 90% terjadi pada usia 80 tahun (Johan, 2005).
1
BAB II
IDENTIFIKASI KASUS
kiri bawah. Nyeri sudah dirasakan sejak 1 bulan SMRS. Nyeri menjalar ke
pinggang kiri. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat BAK, os juga mengeluh sering
terbangun dimalam hari saat tidur karena tidak tahan untuk menahan BAK,
frekuensi BAK malam hari >5x, BAK sedikit-sedikit, pancaran kencing kurang
nyeri ulu hati dan mual, tetapi tidak muntah. Batuk disangkal, BAB lancar dan
tidak ada keluhan. Sebelumnya os belum pernah mengalami keluhan serupa. Dikeluarga
2
os tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti os. Os sudah pernah berobat
Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan dikeluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.
Kepala
Bentuk : Normosefal
Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
Rambut : Hitam halus, tipis, tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera icteric -/-, pupil bulat isokor, reflex cahaya
+/+, air mata (+)
Telinga : Simetris, bentuk normal, sekret (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), hiperemis (-/-), epistaksis (-/-),
Mulut : Mukosa oral kering, perioral sianosis (-),
Tonsil : Pembesaran (-/-) hiperemis (-/-) detritus (-/-)
Faring : Hiperemis(-)
3
Leher
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB
Kelenjar Tiroid : Pembesaran Tiroid (-)
Trachea : Tidak terdapat deviasi
Thoraks
Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris
Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : + + - - - -
vesikuler + + wheezing - - ronkhi - -
+ + - - - -
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tampak
Palpasi : Ictus cordis terletak di ICS V midclavicular line
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea Parasternalis Dextra
Batas Kanan : ICS IV Linea Parasternalis Dextra
Batas Kiri : ICS IV Linea Midclavicula Sinistra
Batas bawah : ICS V Linea Midvlavicula Sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 murni regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, lembut,
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lembut, liver dan lien tidak terdapat pembesaran, turgor normal, nyeri
tekan regio Epigastrium (+), nyeri tekan regio Iliaca Sinistra (+), Nyeri
Ekstremitas
Bentuk normal, deformitas (-), Luka (-)
Sianosis perifer (-), petechiea (-) clubbing finger (-) Palmar erythema (-), Spoon Nail (-)
Muscle Strengh ektremitas atas dan bawah 5/5
4
Akral hangat
CRT < 2 detik
HITUNG JENIS
Eosinofil - % 2-4
Basofil - % 0-1
Neutrofil Batang - % 3-6
Neutrofil Segmen 73 % 50-70
Limfosit 10 % 25-40
Monosit 17 % 2-8
KIMIA KLINIK
Ureum 71 mg/dL 20-40
Kreatinin 1.8 mg/dL 0.5-1.1
SGOT 157 U/L 10-34
SGPT 172 U/L 9-46
Natrium 134 Mmol/L 135-148
Kalium 4.3 Mmol/L 3.5-5.3
Klorida 106 Mmol/L 99-107
GDS 139 mg/dL <180
IMUNOLOGI
Rapid Antigen Negatif - Negatif
5
Pemeriksaan USG
USG Abdomen Bawah 20 Desember 2022
6
HIPERPLASIA PROSTAT
7
8
Pemeriksaan Foto Thorac
- Trachea ditengah
- Cor membesar
- Sinus tajam
- Diaphragma licin
- Pulmo hillus kasar
- Corakan paru ramai
- Tampak bercak halus inhomogen dan infiltrate progresif baru pada basal kedua paru
Kesan
Tampak gambaran Bronchopneumonia
Elongation dan kalsifikasi aorta
Kardiomegali suspek LVH
9
2.4 Resume
Anamnesis
Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Setukpa dengan keluhan nyeri perut
Nyeri menjalar ke pinggang kiri. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat BAK,
os juga mengeluh sering terbangun dimalam hari saat tidur karena tidak
tahan untuk menahan BAK, frekuensi BAK malam hari >5x, BAK sedikit-
nyeri ulu hati dan mual, tetapi tidak muntah. Batuk disangkal, BAB lancar
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang
o Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 180/80 mmhg
Nadi : 90 x/menit, regular, equal, isi cukup
Suhu : 37.4 °c
Pernafasan : 20x/menit
SpO2 : 96 %
Abdomen
Inspeksi : Datar, lembut,
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lembut, liver dan lien tidak terdapat pembesaran, turgor normal, nyeri
10
tekan regio Epigastrium (+), nyeri tekan regio Iliaca Sinistra (+), Nyeri
Pemeriksaan Penunjang
Lab
USG Abdomen Bawah
Kesan:
Hidronefrosis Kedua Ginjal, Grade III-IV
Hidroureter Bilateral
Cystitis Kronis Ec Suspek Vesikolithiasis Dengan Slunge Intralumen Vesica Urinaria
Hiperplasia Prostat
Diagnosis
Benign Prostat Hiperplasia
Diagnosis Banding
Hidronefrosis Ginjal bilateral
Hydromal 20 tpm
Omeprazole iv 1 amp
Ketorolac iv 1 amp
Paracetamol 500mg po
Amlodipine 5mg po
11
Konsul dr Ramzie SpU
Hydromal 14 tpm
Ketorolac 2x30mg iv
Lansoprazole 1x30mg iv
Ceftriaxone 2x1gr iv
Harnal 1x0,4mg po
Amlodipine 1x10mg po
BNO Polos
USG Urologi
2.5 Follow Up
Tanggal S O A P
Pasien Kesadaran : CM Colic Renal Hydromal 14
20/12/2022 Sinistra + Susp
mengeluhkan TD: 120/80 tpm
dr. Ramzie nyeri perut HR: 80 x/menit BPH + HT
SpU kiri bawah, Suhu: 36,1 C Ketorolac
BAK kadang RR: 20 x/menit 2x30mg iv
tersendat Kepala: Normocephal,
Conjungtiva Anemis Lansoprazole
(-/-) Sklera ikterik (-/-) 1x3mg iv
Thorak:
Pulmo : sonor pada Ceftriaxone
lapang paru inferior 2x1gr iv
sinistra, VBS (+/+) Rh
(-/-) Wh (-/-)
Cor : S1 S2 Reguler, Harnal
murmur (-), Gallop (-) 1x0,4mg po
Abdomen: Supel, Bising
Usus (+), Ekstremitas: Amlodipine
Akral hangat (+) 1x10mg po
Edema (-) CRT
<2’’Detik
Produksi urin jernih
12
13
Tanggal S O A P
Pasien Kesadaran : CM Hidronefrosis Pro URS dextra et
21/12/2022 dextra et
mengeluhkan TD: 120/80 sinistra + TURP
dr. Ramzie nyeri perut HR: 88 x/menit sinistra + BPH jam 18.00
SpU kanan dan Suhu: 36,4 C
kiri RR: 20 x/menit Terapi lanjut :
kiri ,BAK Kepala: Normocephal, Hydromal 14 tpm
kadang Conjungtiva Anemis
tersendat (-/-) Sklera ikterik (-/-) Ketorolac 2x30mg
Thorak: iv
Pulmo : sonor pada
lapang paru inferior
Lansoprazole
sinistra, VBS (+/+) Rh
(-/-) Wh (-/-) 1x3mg iv
Cor : S1 S2 Reguler,
murmur (-), Gallop (-) Ceftriaxone 2x1gr
Abdomen: Supel, iv
Bising Usus (+), nyeri
ketok CVA +/+ Harnal 1x0,4mg
Ekstremitas: Akral po
hangat (+) Edema (-)
CRT <2’’Detik Amlodipine
1x10mg po
USG : Hidronefrosis Dextra
sinistra grade III + BPH
Instruksi Post OP :
21/12/22 Post TURP +
dr. Ramzie Vesikolitotripsy Hydromal 14 tpm
SpU Ceftriaxone 2x1gr
iv
Lansoprazole
1x30mg iv
Asam traneksamat
2x500mg iv
Ibuprofen
2x400mg po
AFF traksi besok
pagi
Irigasi kateter
sampai dengan
jernih
14
Tanggal S O A P
Nyeri luka Kesadaran : CM Post TURP a/i Terapi lanjut
22/12/2022 BPH
operasi (+), TD: 110/80
Dokter pusing (+) HR: 80 x/menit Hydromal 14
Umum Suhu: 36,5 C tpm
RR: 20 x/menit
Kepala: Normocephal, Ketorolac
Conjungtiva Anemis 2x30mg iv
(-/-) Sklera ikterik (-/-)
Thorak: Lansoprazole
Pulmo : sonor pada 1x3mg iv
lapang paru inferior
sinistra, VBS (+/+) Rh
(-/-) Wh (-/-) Ceftriaxone
Cor : S1 S2 Reguler, 2x1gr iv
murmur (-), Gallop (-)
Abdomen: Supel, Bising Harnal
Usus (+), 1x0,4mg po
Ekstremitas: Akral
hangat (+) Edema (-) Amlodipine
CRT <2’’Detik 1x10mg po
Produksi urin 100cc,
darah (+)
15
Tanggal S O A P
Nyeri luka Kesadaran : CM BPH post AFF DC
23/12/2022 TURP
operasi (-), TD: 110/70 Rencana
dr. Ramzie Keluhan lain HR: 84 x/menit pulang sore
SpU (-) Suhu: 36,6 C
RR: 20 x/menit Terapi
Kepala: Normocephal, pulang :
Conjungtiva Anemis Natrium
(-/-) Sklera ikterik (-/-) diclofenac
Thorak: 2x50mg
Pulmo : sonor pada
lapang paru inferior
Cefixime
sinistra, VBS (+/+) Rh
(-/-) Wh (-/-) 2x200mg
Cor : S1 S2 Reguler,
murmur (-), Gallop (-) Posafit 2x1
Abdomen: Supel, Bising tab
Usus (+),
Ekstremitas: Akral Urief 2x4mg
hangat (+) Edema (-)
CRT <2’’Detik
Produksi urin jernih
Hasil PA :
BPH
16
Laporan Operasi
17
BAB III
Tinjaun Pustaka
Anatomi Prostat Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli- buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti
buah kemiri dengan ukuran 4 x 32,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram.
kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskuler dan glandular yang terbagi
dalam beberapa daerah atau zona yaitu : perifer, sentral, transisional, prepostatik
sfingter dan anterior. Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah
satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus
18
sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama
cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan ± 25% dari
volume ajakulat Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak, mengakibatkan
uretra posterior membuntu dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
kemih .Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional
(Purnomo, 2000).
1. Zona sentral
2. Zona perifer 75% volume prostat normal. Kanker prostat berkembang dari zona
ini.
Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang
kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan
selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan
cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan
cairan vesikula seminalis 46- 80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat
19
dibawah pengaruh androgen bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian
Stilbestrol (Mulyono, 1995)
c. Teori Interaksi Stroma dan Epitel Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis growth factor
yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma
(Purnomo, 2012)
21
kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas
kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia
sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF-β berperan dalam proses
apoptosis.
d. Teori Sel Stem Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apotosis, selalu
dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu
suatu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.
Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen,
sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi,
menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi
produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel kelenjar (Purnomo, 2012).
22
Pria yang mengkonsumsi alkohol secara sedang memiliki risiko 30% lebih
kecil kemungkinan terjadi gejala BPH, 40% lebih kecil kemungkinan untuk
mengalami transurethral resection prostate, dan 20% lebih kecil kemungkinan
mengalami gejala nokturia. Namun, dalam meta-analisis dari 19 studi terakhir,
menggabungkan 120.091 pasien, pria yang mengkonsumsi 35 gram atau lebih
alkohol per hari dapat menurunkan risiko BPH sebesar 35% tetapi peningkatan
risiko LUTS dibandingkan dengan pria yang tidak mengkonsumsi alkohol (Yoo
& Cho, 2012).
Derajat berat obstruksi dapat diukur melalui beberapa cara. Cara pertama yaitu
dengan mengukur volume sisa urin setelah penderita miksi spontan karena pada orang
normal biasanya tidak terdapat sisa. Sisa urin lebih dari 100cc merupakan indikasi terapi
intervensi pada penderita BPH. Volume sisa urin dapat diukur dengan melakukan
kateterisasi ke dalam vesika setelah penderita miksi, dengan ultrasonografi vesika, atau foto
post voiding pada BNO-IVP. Cara kedua yaitu dengan uroflowmetri. Pada pemeriksaan ini
diukur pancaran urin, dimana nilai normal average flow rate (Qave) 10-12 ml/detik,
23
Derajat 1: Apabila ditemukan keluhan protatismus, pada DRE (colok dubur)
ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin kurang dari 50 ml. Penonjolan 0-1 cm
kedalam rektum prostat menonjol pada bladder inlet. Pada derajat ini belum
Derajat 2: Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol.
Penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum, prostat menonjol diantara bladder inlet dengan
muara ureter. Batas atas masih teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari
100 ml. Pada derajat ini sudah ada indikasi untuk intervensi operatif.
muara ureter. TURP masih dapat dilakukan akan tetapi bila diperkirakan reseksi
menonjol melewati muara ureter. Tanda klinik terpenting pada BPH adalah
Gejala pada penderita BPH dibagi menjadi gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala
obstruktif disebabkan oleh kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi secara adekuat
25
misalnya karena volume prostat pada BPH yang besar, sedangkan gejala iritatif disebabkan
oleh pengosongan yang tidak sempurna saat miksi atau rangsangan pada vesika oleh BPH
Obstruktif Iritatif
Menunggu pada permulaan miksi (hesitancy) Peningkatan frekuensi miksi (frequency)
Miksi terputus (intermittency) Peningkatan frekuensi miksi malam hari
(nocturia)
Urin menetes pada akhir miksi (terminal Miksi sulit ditahan (urgency)
dribbling)
Pancaran miksi lemah Nyeri pada waktu miksi (dysuria)
Rasa tidak puas setelah miksi (tidak lampias)
Tabel 1. Gejala obstruktif dan iritatif pada BPH1
skoring, di antaranya International Prostate Symptom Score (IPSS) yang disusun oleh World
Health Organization dan Madsen Lawson Score. IPSS terdiri dari delapan buah pertanyaan
mengenai LUTS. Skor akhir akan menentukan tatalaksana yang akan dilakukan terhadap
penderita. 2,4
Keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih akibat gejala
26
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms
(LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif. Gejala obstruktif disebabkan oleh
karena penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar
dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga
meskipun volume kelenjar periuretral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos
prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya
kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan. Gejala iritatif disebabkan oleh
karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan
oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada
Gejala iritatif antara lain :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml
Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas +
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas,
berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis),
yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
3.10 Diagnosis
Pada pria berusia di atas 60 tahun kira-kira ditemukan 50% dengan pembesaran
prostat dan separuhnya akan memberikan keluhan.Jika dasar kelainan berada di traktur
urinarius bagian atas, maka diperiksa kelianan ginjal yang tergambar lewat pemeriksaan
28
fisik yaitu ginjal dapat teraba pada hidronefrosis, nyeri pinggang dan nyeri ketok regio
Flank pada pielonefritis, vesika urinaria dapat teraba bila terjadi retensi urin, dan teraba
Pemeriksaan colok dubur (rectal touché, RT) dilakukan untuk memeriksa tonus
sfingter ani, mukosa rektum, dan prostat. Jika batas atas prostat masih teraba, dapat
diperkirakan massa prostat kurang dari 60 gram. Jika prostat teraba membesar maka diberi
deskripsi lebih lanjut mengenai konsistensi, simetri, dan nodul untuk menentukan dugaan
pembesaran jinak atau ganas. Pembesaran prostat jinak biasanya memiliki konsistensi
kenyal, bentuknya simetris, dan tidak terdapat nodul. Sedangkan pada adenokarsinoma
faktor komorbid pada penderita seperti infeksi, penurunan fungsi ginjal, batu saluran
kemih, dan diabetes mellitus. Pemeriksaan darah terdiri dari darah perifer lengkap,
elektrollit, PSA, ureum, kreatinin, dan kadar glukosa. Pemeriksaan urin terdiri dari
secara Trans Abdominal Ultrasound (TAUS) atau Trans Rectal Ultrasound (TRUS).
TAUS digunakan untuk menilai volume buli, volume sisa urin, divertikel, tumor, atau batu
buli. TRUS digunakan untuk mengukur volume prostat, prostat digolongkan besar jika
volumenya lebih dari 60 gram. TRUS juga dapat mendeteksi kemungkinan keganasan
dengan memperlihatkan adanya daerah hypoehoic, dan bisa dapat dilakukan biopsi prostat
dengan jarum yang dituntun TRUS diarahkan ke daerah yang hypoechoic Pencitraan
lainnya yang dapat dilakukan yaitu Blaas Nier Overzicht-Intravenous Pyelogram (BNO-
IVP) untuk melihat adanya batu saluran kemih, hidronefrosis, divertikulae, volume sisa
29
urin, dan indentasi prostat. CT Scan dan MRI jarang digunakan karena dianggap tidak
efisien.
A. Endapan Urin
31
ini jika kadar PSA tinggi berarti pertumbuhan volume prostat lebih cepat,
keluhan akibat BPH atau laju pancaran urin lebih buruk, dan lebih mudah
terjadinya retensi urin akut. Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat
diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Semakin tinggi kadar PSA makin cepat
laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap
tahun pada kadar PSA 0,2−1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada
kadar PSA 1,4−3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3−9,9
ng/dl adalah 3,3 mL/tahun. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami
peningkatan pada peradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat
atau TURP), pada retensi urin akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia
yang makin tua (IAUI, 2003).
32
Gelombang tersebut berjalan melewati tubuh dan dipantulkan kembali
secara bervariasi, tergantung pada jenis jaringan yang terkena gelombang.
Dengan transduser yang sama, selain mengirimkan suara, juga menerima suara
yang dipantulkan dan mengubah sinyal menjadi arus listrik, yang kemudian
diproses menjadi gambar skala abu-abu. Citra yang bergerak didapatkan saat
transduser digerakkan pada tubuh. Potongan-potongan dapat diperoleh pada
setiap bidang dan kemudian ditampilkan pada monitor. Tulang dan udara
merupakan konduktor suara yang buruk, sehingga tidak dapat divisualisasikan
dengan baik, sedangkan cairan memiliki kemampuan menghantarkan suara
dengan sangat baik (Hapsari, 2010). Pada pemeriksaan USG kelenjar prostat,
zona sentral dan perifer prostat terlihat abu-abu muda sampai gelap homogen.
Sedangkan zona transisional yang terletak lebih anterior terlihat hipoekogenik
heterogen. Keheterogenan dan kehipoekogenikan tergantung dari variasi jumlah
sel stromal dan epitelial kelenjar (Hapsari, 2010)
Zona transisional biasanya merupakan 5% bagian pada prostat lakilaki
muda. Akan tetapi dapat menjadi 90% bagian prostat pada pasien BPH. Dengan
meningkatnya ukuran zona transisional, zona perifer dan sentral prostat menjadi
tertekan ke belakang. Selain itu, zona transisional yang membesar juga melebar
ke arah distal sehingga menyebabkan overhanging apex zona perifer. Hal
tersebut dapat dilihat melalui TRUS. Selain itu, melalui TAUS, dapat dilihat
terdapat pembesaran lobus median prostat ke arah intra-vesikal (protrusi) dan
gambaran residu urin dalam jumlah banyak (>40 cc) (Hapsari, 2010).
E. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk
melihat perubahan metabolisme dari perubahan jaringan yang terjadi.
Pemeriksaan ini sangat penting dalam kaitan diagnosis penyakit karena salah
satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan
terhadap jaringan yang diduga terganggu (McVary & Roehrborn, 2010).
Metode teknik pembuatan preparat histopatologi: (1) Organ yang
33
telah dipotong secara representatif dan telah difiksasi formalin 10% 3
jam; (2) Bilas dengan air mengalir 3−5 kali; (3) Dehidrasi dengan: alkohol
70% selama 0,5 jam, alkohol 96% selama 0,5 jam, alkohol 96% selama 0,5
jam, alkohol absolut selama 1 jam, alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam; (4)
Clearing:xylolI selama 1 jam, xylolII selama 1 jam; (5) Impregnansi dengan
parafin selama 1 jam dalam oven suhu 65°C; (6) Pembuatan blok parafin:
sebelum dilakukan pemotongan blok parafin didinginkan dalam lemari es.
Pemotongan menggunakan rotary microtome dengan menggunakan
disposable knife. Pita parafin dimekarkan pada water bath dengan suhu
60°C. Selanjutnya dilakukan pewarnaan hematoksilin eosin (HE)
(Muhartono dkk., 2013)
B. Medikamentosa
Ada beberapa jenis pengobatan medikamentosa pada BPH yaitu :
1. Penghambat adrenergik alfa
Obat ini menghambat reseptor alfa pada otot polos di trigonum, leher
vesika, prostat, dan kapsul prostat, sehingga terjadi relaksasi, penurunan tekanan
Tamsulosin. Efek samping yang dapat timbul adalah karena penurunan tekanan
darah sehingga pasien bisa mengeluh pusing, capek, hidung tersumbat, dan
lemah.
tidak diubah menjadi DHT, konsentrasi DHT dalam prostat menurun, sehingga
sintesis protein terhambat. Perbaikan gejala baru muncul setelah 6 bulan, dan
efek sampingnya antara lain melemahkan libido, dan menurunkan nilai PSA.
3. Phytoterapi
Africanum, Urtica Sp, Sabal Serulla, Curcubita pepo, populus temula, Echinacea
pupurea, dan Secale cereale. Banyak mekanisme kerja yang belum jelas
35
diketahui, namun PPygeum Africanum diduga mempengaruhi kerja Growth
Factor terutama b-FGF dan EGF. Efek dari obat lain yaitu anti-estrogen, anti-
C. Intervensi
Tatalaksana invasif pada BPH bertujuan untuk mengurangi jaringan
adenoma. Indikasi absolut untuk melakukan tatalaksana invasif:
- sisa kencing yang banyak
- infeksi saluran kemih berulang
- batu vesika
- hematuria makroskopil
- retensi urin berulang
- penurunan fungsi ginjal
Standar emas untuk tatalaksana invasif BPH adalah Trans Urethral
Resection of the Prostate (TURP) yang dilakukan untuk gejala sedang
sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram, dan kondisi pasien
memenuhi toleransi operasi. TURP adalah reseksi endoskopik malalui
uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri dari jaringan
kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya.
Metode inicukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi
retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil
terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah.
Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk
membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi.
Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan
TURP.
Saat ini tindakan TURP merupakan tindakan operasi paling banyak
36
dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-
uretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya
daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang
dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan
yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril
(aquades). Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang
hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui
pembuluh darah vena yang terbuka padasaat reseksi. Kelebihan air dapat
menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air
atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma ini ditandai dengan
pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah
meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien
akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam keadaan koma
dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar
0,99%.
Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TURP dipakai
cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada
aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu
operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik
untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Komplikasi jangka pendek pada TURP antara lain perdarahan, infeksi,
hiponatremi, retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang
TURP adalah striktur uretra, ejakulasi retrograd, dan impotensi.
Trans Urethral Incision of the Prostate (TUIP) dapat dilakukan
apabila volume prostat tidak begitu besar/ada kontraktur leher vesik /
prostat fibrotik. Indikasi TUIP yaitu keluhan sedang atau berat dan
volume prostat tidak begitu besar. Bila alat yang tersedia tidak memadai,
maka dapat dilakukan operasi terbuka dengan teknik transvesikal atau
37
retropubik. Karena morbiditas dan mortalitas yang tinggi yang
ditimbulkannya, operasi sejenis ini hanya dilakukan apabila ditemukan
pula batu vesika yang tidak bisa dipecah dengan litotriptor / divertikel
yang besar (sekaligus diverkulektomi) / volume prostat lebih dari 100cc.
38
BAB IV
PENUTUP
39
DAFTAR PUSTAKA
jamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah ,
EGC, Jakarta, 1997; 1058-64
40