PPOK Eksaserbasi
Bisotopenia E.C. CML
Oleh:
Muhammad Zen Faris 04084821921116
Marini Suryati
Pembimbing:
dr. Yulianto Kusnadi, SpPD, KEMD
Case berjudul:
PPOK Eksaserbasi
Bisotopenia E.C. CML
Oleh:
Muhammad Zen Faris 04084821921116
Marini Suryati
telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univesitas
Sriwijaya/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 24 Februari – 4 Mei
2020
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji penyusun haturkan kepada Tuhan YME yang selalu memberikan rahmat
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan referat berjudul “PPOK
Eksaserbasi + Bisotopenia E.C. CML” ini tepat sesuai dengan jadwal yang telah
diberikan.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu
dalam penulisan referat ini, terutama kepada dr. Yulianto Kusnadi, Sp.PD KEMD
sebagai pembimbing penulisan case ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan case ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa
yang akan datang. Mudah-mudahan case ini dapat memberikan manfaat dan pelajaran
bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 24
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
semakin meningkat pada wanita dan stabil pada pria. Tingkat kematian akibat PPOK
pada wanita meningkat dua kali lipat dalam 20 tahun terakhir.
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk
kronis dan produktif. Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Baku
emas untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri. Penatalaksanaan bisa dibedakan
berdasarkan derajat tingkat keparahan PPOK. PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai
peningkatan keluhan/gejala pada penderita PPOK berupa 3P yaitu: 1. Peningkatan
batuk/memburuknya batuk 2. Peningkatan produksi dahak/phlegm 3. Peningkatan
sesak nafas. Komplikasi bisa terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor pulmonal.
Prognosa PPOK terganting dari stage/derajat, penyakit paru komorbid, penyakit
komorboid lain.
Kompetensi dokter umum untuk PPOK adalah 3B artinya sebagai dokter
umum mampu menegakkan diagnosis dan memberikan tatalaksana awal
kegawatdaruratan berdasarkan pemeriksaan yang sudah dilakukan. Kasus PPOK juga
masih sangat banyak di Indonesia sehingga dokter umum harus mengetahui dan
memahami mengenai diagnosis dan tatalaksana PPOK.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn.T
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jambi
Tanggal masuk : 29 Februari 2020 09:30 melalui IGD RSMH
ANAMNESIS
Keluhan utama: Sesak nafas hebat sejak 3 hari SMRS
Keluhan tambahan: Perut semakin membesar sejak 1 tahun SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak ± 1 tahun SMRS, pasien mengeluh perut terasa membesar secara
perlahan lahan. Pasien mengeluh mudah terasa kenyang bila makan. Badan lemas ada,
mudah lelah saat beraktifitas ada, pusing sempoyongan tidak ada, mimisan gusi
berdarah tidak ada, demam tidak ada, timbul benjolan pada tubuh lain disangkal.
Pasien mengaku masih bisa menjalankan pekerjaan sebagai kuli panggul. Pasien
belum berobat.
Sejak ± 2 bulan SMRS, pasien mengeluh perut semakin membesar disertai
sesak nafas. Sesak dirasakan timbul perlahan, memberat dengan aktifitas dan
berkurang dengan istirahat. Batuk tidak ada. Demam tidak ada. Sembab tungkai tidak
ada. Pasien mengaku tidur dengan 1 bantal. Nyeri dada tidak ada. Pasien berobat di
RS Jambi dilakukan pemeriksaan, dikatakan kemungkinan keganasan. Pasien belum
dirujuk.
Sejak ± 3 hari SMRS pasien mengeluh sesak bertambah hebat, memberat
dengan aktifitas dan berkurang dengan istirahat, tidur dengan 1 bantal. Batuk ada
dengan dahak warna kuning, demam tidak ada. Batuk darah tidak ada. Pasien
kemudian berobat ke Rs di Jambi lalu dirujuk ke RSMH untuk penatalaksanaan lebih
lanjut.
Riwayat penyakit dahulu:
2
Riwayat Sesak nafas (-)
Riwayat sakit magh (-)
Riwayat konsumsi obat penghilang nyeri (-)
Riwayat sakit kuning (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat merokok ± 16 batang selama 50 tahun
Riwayat sosial ekonomi:
Penderita bekerja sebagai kuli panggul
Kesan sosial ekonomi: sedang
Biaya di tanggung sendiri
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: Tampak sakit ringan.
Tanda vital :
- Sensorium : Compos mentis
- Tensi : 110/70 mmHg
- Nadi : 90 x/mnt, irama regular, isi dan tegangan cukup
- Pernafasan : 16 x/mnt
- Suhu : 37 o C
Pemeriksaan fisik :
- Kulit : petekie (-), pucat (+)
- Kepala : normocephali
- Mata : konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-.
- Telinga : tidak ada kelainan
- Hidung : nafas cuping hidung (-); epistaksis (-)
- Mulut : bibir sianosis (-); ginggiva pucat (-); ginggiva hipertrofi (-)
- Tenggorokan : pembesaran tonsil -/-; faring tidak hiperemis
- Leher : JVP (5-2) cmH2O,trakea di tengah; pembesaran KGB (-)
- Thorax :
- Paru
3
I : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri, barrel chest (-)
Pa : Nyeri tekan (-), Stem fremitus kanan=kiri
Pc : Sonor seluruh lapangan paru
A : Bronkovaskular pada kedua lapangan paru, dengan ekspirasi
memanjang. Ronkhi basah sedang ada di apeks paru kanan dan basal paru
kiri. Wheezing ekspirasi di kedua lapangan paru
- Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
Pa : Ictus cordis tidak teraba
Pc : batas atas jantung di ICS linea sternalis dextra
batas kanan jantung linea strenalis dextra
batas kiri jantung di ICS V linea midclavicula sinistra
A : HR 90 x/menit, BJ I-II (+) normal, gallop (-), bising (-)
- Abdomen
I : Cembung (+), venektasi (+)
A : Bising usus (+) normal 5x/menit
Pa: Lemas, hepar teraba 1 jbac, tepi tumpul nodul (+) lien teraba
shuffner 6. Nyeri tekan tidak ada
Pc : Timpani, shifting dullness (-)
Genitalia : tidak diperiksa, pembesaran kelenjar inguinal (-)
- Ekstremitas : Superior Inferior
- Sianosis -/- -/-
- Bengkak -/- -/-
- Petekie -/- -/-
- Nyeri otot -/- -/-
- Eritema -/- -/-
4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL LABORATORIUM
1 Desember 2019, Lubuk Linggau
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Leukosit 32.000 4.500-10.000 Ribu/ul
Eritrosit 2.6 4.2-6.2 Jut/ul
Hemaglobin 9.2 12.0-18.0 G/dl
Hematokrid 22 37-48 %
MCH 79 82-92 fl
MCV 33 27-31 pg
MCHC 42 32-36 %
Trombosit 391.000 150.000-500.000 Ribu/ul
LED 17 0-15 MM/jam
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 1-3 %
5
Hemoglobin 9.9 12.3-15.3 mg/dl
Leukosit 287.300 4.400-11.300/ul
Eritrosit 3.0 4.0-5.2 juta/mm3
Trombosit 585.000 150.000-450.000/ul
Hematokrit 28 35-47%
MCV 90 80-100/fl
MCH 32 26-34 pg
MCHC 35 32-36 g/l
Hematologi Dasar
LED 10 1-15 mm/jam
6
Pewarnaan Wright
Kepadatan Hiperceluler
Megakariot 57
Bentuk Promegakariot 47
Mieloblas 7
Progranulosit/Promielosit
Eosinofil 1 - 1-6 %
Mielosit
Netrofil 5 50-70 %
Basofil
Limfosit 91 - 20-40 %
Monosit 3 2-8 %
Eosinofl 5
Neutrofil 36
Metamielosit
Basofil -
Eosinofl 4
Neutrofil 40
Inti Batang
Basofil -
Eosinofl 3
Neutrofil 9
Inti Segmen
Basofil 3
Eosinofl 10
Neutrofil 69
Giant Metamielosit
Giant stab
Inti segmen 6
Inti segmen >6
Morfologi eritrosit
Hemosiderin sumsum
Laboratorium Aspirasi
tulang
Sumsum Tulang
Partikel Ada
Sel-sel lemak - 4 Maret 2020, RSMH Palembang
Proeritroblas -
Eritroblas
Basofil -
Polikromatofilik -
DIAGNOSIS BANDING:
CML Fase Kronik
CML Fase Akselerasi
TERAPI:
Non-Farmakologi:
Edukasi mengenai penyakit dan rencana pengobatannya
Diet Nasi biasa
Rujuk kepada dokter spesialis penyakit dalam (Kompetensi 2)
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Chronic myeloid leukemia (CML) adalah penyakit mieloproliferatif menahun
dengan kelainan klonal akibat perubahan genetik pada pluripoten sel stem. Kelainan
tersebut mengenai lineage mieloid, monosit, eritroid, megakariosit, limfosit B dan T.
Perubahan patologik yang terjadi berupa gangguan adhesi sel imatur di sumsum
tulang, aktivasi mitosis sel stem dan penghambatan apoptosis yang mengakibatkan
terjadinya proliferasi sel mieloid imatur di sumsum tulang, darah tepi dan terjadi
hematopoiesis ekstramedular.1
Penyakit ini ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan
diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah melihat
tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas),
metamielosit, mielosit sampai granulosit.2,3 ,4
EPIDEMIOLOGI
Kejadian leukemia mielositik kronis mencapai 20% dari semua leukemia pada
dewasa, kedua terbanyak setelah leukemia limfositik kronik. Umumnya menyerang
usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan biasanya lebih
progresif.2,1 Angka kejadian pada pria : wanita adalah 3 : 2, secara umum didapatkan 1
- 1,5/100.000 penduduk di seluruh negara.1
Di Jepang kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom atom di Nagasaki dan
Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reaktor atom Chemobil meledak. Beberapa
melaporan penyebab CML selain akibat paparan radiasi, bom atom adalah ankylosing
spondilitis pasca penyinaran.2,1
PATOFISIOLOGI
Terjadinya CML secara kronologi adalah tampak perubahan hematologi yang
pertama kali berupa basofilia dan trombositosis; diikuti dengan rendahnya aktivitas
neutrophil alkaline phosphatase (NAP); dijumpai granulosit imatur di dalam darah
tepi serta peningkatan kadar vitamin B12 serum. Setelah itu terjadi splenomegali yang
diikuti gejala subyektif. Paparan dengan zat karsinogen selama 2 - 7 tahun (15-20
9
tahun) dapat terjadi CML fase kronik. Tiga sampai lima tahun kemudian CML dapat
mengalami perkembangan progresif menjadi bentuk agresif walaupun dalam
pengobatan. Pada keadaan agresif tersebut dapat terjadi 2 keadaan yaitu fase
akselerasi atau fase blastik (transformasi blastik = krisis blastik) menjadi AML/ALL/
leukemia bilineage serta kemungkinan terjadi perubahan menjadi mielofibrosis.1
Berikut ini adalah urutan kronologis perjalanan CML berdasarkan jumlah
lekosit dan perubahan hematologi serta tanda lain yang menyertainya yang terangkum
dalam tabel 1.1
10
Apabila dibuat urutan berdasarkan keluhan yang diutarakan oleh pasien, maka
seperti terlihat pada tabel 2. 2
KLASIFIKASI 8
Leukemia mieloid kronik mencakup enam tipe leukemia yang berbeda yaitu
Leukemia mieloid kronik Ph positif (CML, Ph +/ Leukemia Granulositik
Kronik; CGL)
Leukemia mieloid kronik Ph negatif (CML, Ph -)
Leukemia mieloid kronik juvenilis
Leukemia netrofilik kronik
Leukemia eosinofilik
Leukemia mielomonositik kronik (CMML)
MANIFESTASI KLINIS
11
Pada fase kronis pasien sering mengeluh rasa cepat kenyang. Hal ini
dimungkinkan akibat desakan limpa terhadap lambung. Nyeri seperti diremas di perut
kanan atas. Keluhan lain seperti rasa cepat lelah, badan lemah, demam yang tidak
terlalu tinggi, keringat malam. Penurunan berat badan terjadi apabila penyakit
berlangsung lama. Setelah 2 sampai 3 tahun, beberapa pasien mengalami transformasi
progresif atau mengalami akselerasi.2,3,7,8,9,10
PATOGENESIS
Gen BCR-ABL pada kromosom Ph menyebabkan proliferasi yang berlebihan
sel induk pluripoten pada sistem hematopoiesis. Klon-klon ini, selain proliferasiya
berlebihan juga dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal, karena gen
BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis. Dampak kedua mekanisme diatas adalah
terbentuknya klon-klon abnormal yang akhirnya mendesak sistem hematopoiesis
lainnya.2
Mekanisme kerja gen BCR-ABL mutlak diketahui, mengingat besarnya
peranan gen ini pada diagnostik, perjalanan penyakit, prognostik, serta implikasi
terapeutiknya. Oleh karena itu perlu diketahui sitogenetik dan kejadian di tingkat
molekular. 2
Sitogenetik
Mekanisme terbentuknya kromosom Ph dan waktu yang dibutuhkan sejak
terbentuknya Ph sampai menjadi CML dengan gejala klinis yang jelas, hingga kini
masih belum diketahui secara pasti. Berdasarkan kejadian Hiroshima dan Nagasaki,
diduga Ph terjadi akibat pengaruh radiasi , sebagian ahli berpendapat akibat mutasi
spontan. Translokasi ini menyebabkan pembentukan gen hibrid BCR-ABL pada
kromosom 22 dan gen resiprokal ABL-BCR pada kromosom 9.2
Saat ini diketahui terdapat beberapa varian dari kromosom Ph, seperti tampak
pada tabel 3. Varian-varian ini dapat terbentuk karena translokasi kromosom 22 atau
kromosom 9 dengan kromosom lainnya. Varian lain juga dapat terbentuk karena
patahan pada gen BCR tidak selalu di daerah q11 akan tetapi dapat juga di daerah q l2
atau q l3 dengan sendirinya protein yang dihasilkan juga berbeda berat molekulnya. 2
Gen BCR-ABL pada kromosom Ph (22q-) selalu terdapat pada semua pasien
CML, tetapi gen BCR-ABL pada 9q+ hanya terdapat pada 70% pasien CML. Dalam
perjalanan penyakitnya, pasien dengan Ph + lebih rawan terhadap adanya kelainan
kromosom tambahan, hal ini terbukti pada 60-80% pasien Ph+ yang mengalami fase
krisis blas ditemukan adanya trisomi 8, trisomi 19, dan isokromosom lengan panjang
kromosom 17i(17)q. Dengan kata lain selain gen BCR-ABL, ada beberapa gen-gen
lain yang berperan dalam patofisiologi CML atau terjadi abnormalitas dari gen
supresor tumor, seperti gen p53, p 16 dan gen Rb. 2
13
sitoplasma sel melalui domain SRC-homologi 1 (SH1), sehingga terjadi deregulasi
dari proliferasi sel-sel, berkurangnya sifat aderen sel-sel terhadap stroma sumsum
tulang, dan berkurangnya respon apoptosis. Selanjutnya fusi gen BCR-ABL akan
berinteraksi dengan berbagai protein di dalam sitoplasma sehingga terjadilah
transduksi sinyal yang bersifat onkogenik. Sinyal ini menyebabkan aktivasi dan juga
represi dari proses transkripsi pada RNA sehingga terjadi kekacauan pada proses
proliferasi sel dan juga proses apoptosis, 2
Diagnosis1-3,5,8,9-11
a. Anamnesis
Anamnesis yang cermat dan teliti, dapat ditemukan gejala klinis yang
berhubungan dengan hipermetabolisme, seperti penurunan berat badan,
kelelahan, anoreksia, keringat malam, splenomegali disertai rasa nyeri atau rasa
tidak nyaman, gangguan pencernaan, gejala gangguan trombosit : perdarahan,
14
memar, epistaksis, menorhagia, gejala hiperurisemia : gout dan gangguan ginjal
dan gangguan penglihatan.
b. Pemeriksaan fisik
Ditemukan tanda-tanda seperti : pucat, organomegali (splenomegali-
hepatomegali), limfadenopati, purpura atau perdarahan pada retina sebagai
akibat gangguan fungsi trombosit dan nyeri tulang sternum saat di palpasi.
c. Pemeriksaan penunjang Umumnya CML memperlihatkan penurunan jumlah
eritrosit, anemia yang mula-mula ringan. Kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl.
Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3, bahkan dapat mencapai 100.000/mm3.
Apusan darah tepi menunjukkan stadium lengkap dari semua seri granulositik
mulai dari mieloblas sampai neutrofil segmen. Komponen granulosit yang
paling menonjol adalah neutrofil segmen dan mielosit. Sel blas pada sediaan
darah tepi < 5%.
Fase akselerasi bila dijumpai salah satu dan kriteria di bawah ini: 1
Blas 10-19% di darah tepi / sumsum tulang
basofilia 20%
Trombositopenia persisten (<100 x 109/L) yang tidak disebabkan oleh
pengobatan atau trombositosis persisten (> 1000x 109/L) yang tidak responsif
terhadap pengobatan
15
Ukuran limpa makin membesar dengan jumlah leukosit meningkat, tidak ada
respons terhadap pengobatan
Fase blastik didapatkan bila memenuhi salah satu kriteria di bawah ini: 1
Blas 20% di darah tepi atau sumsum tulang
Proliferasi blas ekstramedular
Ditemukan kelompok / cluster sel bias pada biopsi sumsum tulang.
Pada fase akselerasi dan blastik, didapatkan kelainan sitogenetik minor, mayor
dan kelainan molekular. 1
16
Karena itu pada CML pemeriksaan sitogenetik konvensional tetap diperlukan, juga
sebagai baseline untuk monitor terapi. 9
Pemeriksaan FISH pada awal diagnosis juga bermanfaat sebagai baseline
untuk monitor MRD. Karena itu pada awal diagnosis sebaiknya dilakukan
pemeriksaan FISH disamping sitogenetik konvensional. 9
DIAGNOSA BANDING
- CML fase kronik: leukemia mielomonositik kronik,
trombositosis esensial, leukemia netrofilik kronik2
- CML fase krisis blas: leukemia mieloblastik akut, sindrom
mielodisplasia2
PENGOBATAN
Tujuan terapi pada CML adalah mencapai remisi lengkap, baik remisi
hematologi, remisi sitogenetik, maupun remisi biomolekular. Untuk mencapai remisi
hematologis digunakan obat-obat yang bersifat mielosupresif. Begitu tercapai remisi
hematologis, dilanjutkan dengan terapi interferon dan atau cangkok sumsum tulang. 2
Tahapan terapi 4
Tahapan terapi pada CML dibedakan atas beberapa tahap yaitu umum, fase
kronis, fase krisis blas dan cangkok sumsum tulang. Berikut ini adalah penjelasan
tahap-tahap tersebut.
1. Umum
Profilaksis peninggian asam urat
Profilaksis tromboemboli bila trombosit > 750.000/mm3
2. Fase kronis :
Hidroksi urea (Hydrea®, oap @ 500 mg), dosis disesuaikan dengan jumlah
lekosit:
20.000-150.000/mm3 : 50 mg/kg BB/hari/hari/p.o dalam dua dosis
sampai lekosit 20.000/ mm3
> 150.000/ mm3 : perlu lekoferesis dulu, kemudian 20 mg/kg
BB/hari (15-25 mg/BB) sampai lekosit 5.000-
15.000
Selanjutnya dosis pemeliharaan sehingga lekosit
17
tidak kurang dari 5000/ mm3 dan trombosit
tidak kurang dari 75.000/ mm3.
18
Merupakan terapi definitif untuk CML. Cangkok sumsum tulang (CST) dapat
memperpanjang masa remisi sampai >9 tahun, terutama pada CST alogenik. Tidak
dilakukan pada CML dengan kromosom Ph negatif atau Bcr-Abl negatif. 2
Indikasi cangkok sumsum tulang: 2
1. Usia tidak lebih dari 60 tahun,
2. Ada donor yang cocok,
3. Termasuk golongan risiko rendah menurut perhitungan Sokal.
PROGNOSIS
Dahulu median kelangsungan hidup pasien berkisar antara 3-5 tahun setelah
diagnosis ditegakkan. Saat ini dengan ditemukannya beberapa obat baru, maka
median kelangsungan hidup pasien dapat diperpanjang secara signifikan. Kombinasi
hidrea dan interferon memberi hasil median kelangsungan hidup mencapai 6-9 tahun.
Imatinib mesilat memberi hasil yang lebih menjanjikan, tetapi median kelangsungan
hidup belum dapat ditentukan. 2
Faktor-faktor di bawah ini memperburuk prognosis pasien CML, antara lain: 2
1. Pasien: usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti
penurunan berat badan, demam, keringat malam.
2. Laboratorium: anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia
eosinofilia, kromosom Ph negatif, Bcr-Abl negatif
3. Terapi: memerlukan waktu lama (> 3 bulan) untuk mencapai remisi,
memerlukan terapi dengan dosis tinggi, waktu remisi yang singkat
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang wanita dengan keluhan perut terasa membesar sejak ± 2 bulan SMRS
dan nyeri pada perut kiri bagian atas. Nyeri terasa seperti terbakar dan menjalar
sampai kebelakang. Pasien juga mengeluh sering sakit kepala yang terus menerus dan
dirasakan seperti ditimpa beban berat. Pasien juga mengeluh sering berdebar-debar
dan badan terasa lemah disertai berkurangnya nafsu makan dan penurunan berat
badan. Demam tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Sesak nafas tidak ada. BAK (+)
dalam batas normal. BAB (+) seperti kotoran kambing namun pasien selalu
mengkonsumi obat pencahar dahulu jika ingin BAB. Kemudian pasien berobat ke RS
di Lubuk Linggau dikatakan sakit CML. Kemudian 1 minggu yang lalu mengeluh
perasaan senap pada perut dan dirasakan semakin membesar. Mengeluh penurunan
berat badan masih ada, dan kini pasien sering merasa lemah badan dan cepat kenyang
walaupun dengan porsi yang lebih sedikit dari biasanya.
Tidak adanya gejala yang khas terhadap pasien yang mengarahkan pada
penyakit infeksi seperti hepatitis dan malaria dapat menyingkirkan kemungkinan
adanya peranan infeksi terhadap keluhan pasien. Kemudian tidak adanya riwayat
penggunaan obat-obatan penghilan nyeri dan riwayat sakit magh dapat membantu
menyingkirkan gastritis erosive sebagai penyebab mual dan nyeri pada perut bagian
kiri atas.
Pemeriksaan fisik didapatkan TD : 110/70 mmHg, N : 90 x/menit, RR : 16 x/menit,
suhu : 37 0C. konjungtiva palpebra pucat +/+ dan hepar teraba 3jbac lien membesar
Shuffner IV.
Dari pemeriksaan fisik mengindikasikan bahwa terdapat kcurigaan terhadap anemia
dan adanya pembesaran limfa yang tidak disebabkan oleh penyakit infeksi. Adanya
perasaan mual dan cepat kenyang serta senap yang semakin terasa oleh pasien
kemungkinan diakibatkan oleh pembesaran limfa yang menyebabkan terjadinya
pendesakan terhadap gaster dan menimbulkan keluhan seprti yang dirasakan oleh
pasien.
21
Selama rawat jalan di RS, hasil laboratorium didapatkan :
Anemia normokrom normositer (berdasar MCV dan MCH), biasa terjadi pada
penyakit kronis termasuk penderita keganasan.3 Pada penderita ini dijumpai
anemia normokrom normositer dengan retikulosit normal yang disebabkan
karena respon sumsum tulang yang tidak adekuat terhadap anemia akibat dari
proliferasi sel-sel mieloid yang berlebihan sehingga menekan seri eritroid.
Peningkatan kadar asam urat. Pada keganasan biasanya turn-over cell yang
tinggi menyebabkan peningkatan asam urat. Peningkatan produksi asam urat
tersebut dapat menyebabkan artritis gout, batu asam urat dan nefropati.
22
Laktat Dehidrogenase (LDH) serum akan membantu menegakkan diagnosa,
memantau terapi dan follow up terapi.
Pada pasien ini hasil BMP menunjukkan sumsum tulang hiperseluler dengan
granulositik hiperplasia dan jumlah sel blas 2% sehingga mendukung
diagnosis Chronic Myelocytic Leukemia (CML) fase kronis.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
10. Pradana AP. Keganasan hematologik. Dalam: Budiwiyono I, Adhipireno P,
editors. Workshop hematologi 1995. Bagian Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Undip/ RS Dr Kariadi. Semarang. 1995: 27-36
11. Kosasih AS. Immunophenotyping pada leukemia. Dalam: Marzuki
Suryaatmadja, editor. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2004.
Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 2004:178-193.
12. Hoffbrand A.V, Pettit J. E, Moss P.A.H. Genetika keganasan hematologik.
Dalam: Mahanani Dewi Asih, editor. Kapita Selekta Hematologi, 4 th edition.
Jakarta: EGC; 2005: 134-49
13. Isbister PJ, Pittiglio DH. Anemia. Dalam: Kartini A, Hartawan B, Mandera LI,
editors. Ronardy DH, alih bahasa. Hemtologi Klinik Pendekatan Berorientasi
Masalah. Edisi 1. Jakarta. Hipokrates: 1999: 38-98.
14. Mansyur Arif. Aspek Molekular Leukemia Mielositik Kronik. Forum
Diagnosticum . Prodia. Bandung: 2007 (1): 1-11)
15. Anonymous. Chronic_myelogenous_leukemia. Availabble from URL:
http://en.wikipedia.org/wiki/Chronic_myelogenous_leukemia
16. Sacher R.A., McPherson R.A.. Hemostasis dan Uji Fungsi Hemostatik .
Dalam: Hartanto H, editor. Pendit B.U., Wulandari D, alih bahasa. Tinjauan
klinis hasil pemeriksaan laboratorium, edisi 11. Jakarta: EGC; 2004: 153-83
25