GIZI BURUK
Disusun Oleh :
Preseptor :
REFERAT
“GIZI BURUK”
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Studi Pendidikan Profesi
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung
Mengetahui :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Kasih dan
Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas referat dan case report ini
dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak berjudul ―GIZI BURUK‖.
Saya menyadari bahwa penulisan referat dan case report ini tidak akan
selesai tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. dr. Aspri Sulanto, M.Sc, Sp.A selaku pembimbing yang telah bersedia
memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran yang sangat berharga kepada
kami selama menyusun referat dan case report ini.
2. Teman-teman bagian Ilmu Kesehatan Anak yang telah banyak membantu dan
mendukung kami hingga akhirnya tersusunlah referat dan case report ini.
3. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan referat dan case report ini baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Saya menyadari bahwa dalam referat dan case report ini masih banyak
terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun tentunya sangat diharapkan. Semoga segala bantuan
berupa nasihat, motivasi, masukan dan budi baik semua pihak akan mendapat
karunia dari Tuhan. Dan semoga referat dan case report ini dapat bermanfaat untuk
semua pihak, khususnya di bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II ISI ....................................................................................................... 3
2.1. Definisi .......................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi ................................................................................. 3
2.3. Etiologi .......................................................................................... 4
2.4. Patogenesis .................................................................................... 7
2.5. Klasifikasi ...................................................................................... 9
2.6. Manifestasi Klinis ......................................................................... 12
2.7. Faktor Risiko ................................................................................. 14
2.8. Diagnosis ....................................................................................... 22
2.9. Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 25
2.10. Penatalaksanaan ............................................................................ 26
2.11. Komplikasi .................................................................................... 47
2.12. Pencegahan .................................................................................... 49
2.13. Prognosis ....................................................................................... 51
BAB III KESIMPULAN ................................................................................5 2
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang
gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk
kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%),
bahwa jumlah balita yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989
meningkatkan dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun 1992 dan mencapai puncaknya
11,6% pada tahun 1995. Upaya Pemerintah antara lain melalui pemberian makanan
tambahan dalam jaringan pengaman sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi
berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998, 8,1% pada
tahun 1999, dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan
buruk sebanyak 169 kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257
1
2
kabupaten/kota lainnya prevalensi tinggi. Dari data Depkes juga terungkap masalah
gizi di Indonesia ternyata lebih serius dari yang kita bayangkan selama ini. Gizi
buruk atau anemia gizi tidak hanya diderita anak balita, tetapi semua kelompok
umur. Perempuan adalah yang paling rentan, disamping anak-anak. Sekitar 4 juta
ibu hamil, setengahnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya kekurangan
energi kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata setiap tahun lahir 350.000 bayi
penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), tuberculosis
(TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54%
angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% ISPA,
ISI
2.1. Definisi
Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah rata-rata. Hal
ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun. Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur
(BB/U) < -3 SD. Keadaan balita dengan gizi buruk sering digambarkan dengan
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat
kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput.
Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh
terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot
klinik yang merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema yang
tidak mencolok.8
3
4
2.2. Epidemiologi
Secara global, pada tahun 2014 terdapat 50 juta anak di bawah umur lima
buruk. Diperkirakan satu dari setiap 13 anak di dunia mengalami gizi buruk. Di
Indonesia kejadian kekurangan gizi terlihat meningkat pada tahun 2013 yakni
sebesar 19,6% mengalami kekurangan gizi dengan kejadian gizi buruk sebesar
5,7% dibandingkan dengan tahun 2010 yakni sebesar (17,9%) dengan 4,9%
berstatus gizi buruk. Sulawesi Selatan menduduki peringkat ke-10 tertinggi untuk
kejadian gizi buruk pada balita dengan prevalensi kekurangan gizi sebesar 25,6%
Pemetaan gizi buruk yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2013 kabupaten/kota yang memiliki prevalensi gizi buruk jenis
prevalensi kekurangan gizi sebesar 16,39% dengan status gizi buruk sebesar 3,66%.
Penyumbang terbesar kejadian gizi buruk di Kota Makassar berasal dari Kecamatan
Tallo dengan prevalensi kekurangan gizi yang cukup tinggi di tahun 2015 yakni
sebesar 15,5%.11
2.3. Etiologi
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis
besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang
kurang dan anak sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi
oleh faktor lain seperti sosial ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan lain-
lain.1,2
5
1. Peranan diet
dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup energi tetapi
diet kurang energi walaupun zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak
menjadi penderita marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak.
Contohnya anak usia tertentu sudah diberikan makanan yang seharusnya belum
dianjurkan untuk usianya, sebaliknya anak telah melewati usia tertentu tetapi tetap
diberikan makanan yang seharusnya sudah tidak diberikan lagi pada usianya. Selain
itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau keluarga dalam pemberian makanan
seperti berpantang makanan tertentu akan memberikan andil terjadinya gizi buruk
pada anak.
makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang erat
(personal hygiene) masih kurang, dan adanya penyakit infeksi kronik seperti
Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak. Kaitan antara infeksi dan kurang gizi
sangat sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat.
Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi yang pada
6
sosial ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain menunjukkan
adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan masalah-masalah sosial
Banyak masyarakat yang masih menganut sistem bahwa orang tua harus lebih
mendapatkan porsi makanan yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-
asupan yang bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti poligami, seorang
suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan suami tersebut tidak
untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri yang menghidupi anaknya
memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Marasmus dapat terjadi jika suatu
7
daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan higiene yang buruk, contohnya
dikota-kota besar yang laju pertambahan penduduknya sangat besar akibat arus
semakin meningkat. Pada akhirnya ketersediaan makanan yang ada tidak akan
tersebut.
2.4. Patogenesis
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat
perubahan nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan,
mengalihkan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin
dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet
8
akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal ini akan
menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya,
tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika
hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan
mengandung lebih banyak cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot
2.5. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Wellcome pada MEP berat dapat digunakan sampai usia
lebih dari 20 tahun. Klasifikasi menurut Wellcome ini sangat sederhana karena
hanya melihat % BB/U dan ada atau tidaknya edema. Terdapat kategori kurang gizi
ini meliputi anak dengan PEM sedang atau yang mendekati PEM berat tapi tanpa
Klasifikasi % BB/U
Normal >90
Mild 80 – 90 % 90 – 94%
Moderate 70 – 79 % 85 – 89 %
ANTROPOMETRI
1. Berat Badan
diukur dan diulang dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat. Hasil
pengukuran berat badan dipetakan pada kurva standar Berat badan/Umur (BB/U)
badan yaitu:1
dalam persentase:1
(kwashiorkor)
(marasmus – kwashiorkor)
11
Tinggi badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan. Pengukuran berat
badan akan memberikan informasi yang bermakna kepada dokter tentang status
nutrisi dan pertumbuhan fisis anak. Seperti pada pengukuran berat badan, untuk
pengukuran tinggi badan juga diperlukan informasi umur yang tepat, jenis kelamin
• 90 – 110 % : baik/normal
• 70 – 89 % : tinggi kurang
Rasio BB/TB bila dikombinasikan dengan berat badan menurut umur dan
tinggi badan menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status
―wasting‖ dan ―stunting‖ atau perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak
perempuan hanya sampai tinggi badan 138 cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi
badan 145 cm. Setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak artinya, karena adanya
BB/TB (%) = (BB terukur saat itu) (BB standar sesuai untuk TB terukur) x
• 90 – 110 % : normal
• 70 – 90 % : gizi kurang
Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian
besar, yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan
suatu kasus yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering
kali pada kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan
perpaduan gejala dan tanda dari kedua bentuk malnutrisi berat tersebut. Marasmus
lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia satu tahun, sedangkan insiden
pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada usia satu hingga enam tahun.12,17
kembang. Pada kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama
ditemukan suara tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air mata, lemak
subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga
memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan
halus, mudah terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut
menyertai keadaan marasmus. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot
lengan serta tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang turut
menghilang. Pada pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang normal atau
sedikit meningkat. Selain itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya
13
lemak subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong,
berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas.
Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang
dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan
penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik
atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan
menjadi berkurang.12,16
antara kwashiorkor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang
pertumbuhan yang normal. Pada anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi
penurunan berat badan dibawah 60% berat badan normal seusianya, juga
kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiorkor adalah
rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna rambut
menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang khas pada
penyakit ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi tampak bercak
yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga anemia ringan dikarenakan
kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi kekurangan protein, seperti zat
besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan tembaga. Selain itu juga ditemukan
kelainan biokimiawi seperti albumin serum yang menurun, globulin serum yang
1. Asupan makanan
lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah
mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat,
kalori, dan karbohidrat 4 kalori. Distribusi kalori dalam makanan balita dalam
keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan 50% dari
karbohidrat. Kelebihan kalori yang menetap setiap hari sekitar 500 kalori
pada golongan umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim
walaupun tidak perlu disaring. Hal ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu
telah lengkap apabila sudah berumur 2-2,5 tahun. Lalu pada umur 3-5 tahun
balita sudah dapat memilih makanan sendiri sehingga asupan makanan harus
diatur dengan sebaik mungkin. Memilih makanan yang tepat untuk balita
bahan makanan yang dipilih, dan menentukan jenis makanan yang akan
Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang
kurang beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa
pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung
unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan pemelihara
jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan buah.19
pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.
berbagai masalah tersebut. Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup
3. Pendidikan ibu
pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.
faktor penting dalam masalah kurang gizi. Salah satu faktor yang
perilaku sehari-hari. Pendidikan adalah usaha yang terencana dan sadar untuk
mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non formal yang bisa
pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama atau
dari pendidikan dasar yaitu Sekolah Menengah Atas atau bentuk lain yang
4. Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan
lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).
infeksi non intestinal. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan
Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru
esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan
gizi kurang maupun gizi buruk. Anak yang menderita gizi kurang dan gizi
penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit akan cenderung menderita
gizi buruk.18
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah
berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Penyebab
terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada
umur kehamilan kurang dari 37 minggu ini pada umumnya disebabkan oleh
kehamilan, dan lepasnya plasenta yang lebih cepat dari waktunya. Bayi
prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal
untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan,
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir
keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat
morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi, dan anak merupakan faktor utama
yang disebabkan oleh BBLR. Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka
panjang. Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih
balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam
6. Kelengkapan imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi
tersebut sehingga bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut
tidak akan sakit dan untuk menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi
yang lain. Infeksi pada balita penting untuk dicegah dengan imunisasi.24
dan psikologi pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan, dan
adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan
sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik dengan orang dewasa.
berumur 2 bulan sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang
c. Polio : imunisasi ini terdapat 2 macam yaitu vaksin oral polio dan
d. DPT : vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang
bulan.
capsular Vi polysaccharida.
21
interval 4-8mg.
7. ASI
Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI)
hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan. Hasil yang dikeluarkan
merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh karena praktis,
hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam
diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan
22
pertumbuhan bayi.19,28
Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung
antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal
ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit
dan dapat berperan langsung terhadap status gizi balita. Selain itu, ASI
disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap.
Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara
dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya,
bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi
2.8. Diagnosis
Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak
tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak
bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan paha; tulang iga terlihat
Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin
anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak
23
membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain yang
berat.29
Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah
Batuk kronik
Riwayat imunisasi
3. Pemeriksaan fisis
Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung
Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi
Demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5° C).
Sangat pucat
splash)
— Ulkus kornea
— Keratomalasia
— deskuamasi
- Kadar gula darah, darah tepi lengkap, urin lengkap, feses lengkap, elektrolit
- Tes mantoux
- EKG30
26
2.10. Penatalaksanaan
Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak gizi buruk:4
27
berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang
Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.
1. Pasang O2 1-2L/menit
dengan
Kondisi II
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT sebanyak
50ml
3. 2 jam pertama
setiap pemberian
Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana III, dengan
2. 2 Jam pertama
setiap pemberian
Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:4
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT sebanyak
50ml
3. 2 jam pertama
29
berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan berat
badan (NGT)
Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang
harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1
utama)
sebagai tanda adanya infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia
10% (1 sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik.
2. Selanjutnya berikan larutan tsb. setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
4. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (lihat langkah
6).
Pemantauan:
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan
Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml
(bolus) larutan glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap
kesadaran menurun.4,26
32
Pencegahan :
Catatan :
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP
Bila tidak tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada
perlu)
letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau
Pemantauan:
Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila
malam hari
Pencegahan:
Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat
tidur)
terlalu lama).4,26
penanganan kegawatan).4,26
dan kurang kalium untuk digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk.
buruk dengan menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak
KEP berat/gizi buruk dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus
diberi:4,26
34
muntah.
menetap/stabil.
Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan
Pemantauan:
Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama
diare/muntah.
Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar
telah berlangsung, tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini seringkali
tidak terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi
yang cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau
kelebihan cairan.4,26
35
tersebut, hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.
Pencegahan: 4,26
6)
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun
kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering
Berikan :
/kgBB/hari)
pada 1 liter formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat lampiran
Pada KEP berat / gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya
Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah
Catatan: 4,26
2. Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia:
6. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap,
karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
metabolisme basal.4,26
38
Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-
osmolar.
formula.
prinsip tersebut di atas: (lihat tabel 2 halaman 24). Berikan formula dengan
cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet. 4,26
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1
hari untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80
Kkal/kg BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri
Pantau dan catat: Jumlah yang diberikan dan sisanya, Muntah, Frekwensi
naik, tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu
agar tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan
cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100
ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9
(=200 ml/kgBB/hari).
Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit
40
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena
kecepatan pertambahan berat badan : timbang anak setiap pagi sebelum diberi
asupan makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat diatasi.
tetapi tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik
(biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat
Suplementasi multivitamin
mg/kgBB/hari
Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak
Kasih sayang
Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80%
BB/U, dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan
kandungan energi dan nutrien yang padat dan terapi bermain terstruktur. 4,26
42
Puskesmas
lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara
yang padat
100.000 SI) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.
1. Defisiensi vitamin A
salep matatetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, teteskan tetes mata
43
atropin, 1 tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan kasa yang
2. Dermatosis
Tatalaksana :
3. Parasit / Cacing
4. Diare Melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan
usus dan giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila
5. Tuberkulosis
(sering kali anergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin
C. Kegagalan Pengobatan
badan:4,26
kematian
kurang tepat.
cepat.
kenaikan BB:
Baik : 50 gram/kgBB/minggu
lain:
masalah psikologik.
Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus
diberi makanan tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6
gram/kgBB/hari): 4,26
beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling
teruskan ASI.
46
E. Tindakan Kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan
overhidrasi.4,26
c. Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila: Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl disertai
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk
Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4
2.11. Komplikasi
1. Noma
mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi. Noma terjadi
pada malnutrisi berat karena adanya penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini
mempunyai bau yang khas dan tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat
sembuh tetapi menimbulkan bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya
2. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe
sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak dengan
3. Tuberkulosis
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan kekebalan
tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah satunya adalah
4. Sirosis hepatis
pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak. Penimbunan
lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti hepatitis yang
5. Hipotermia
marasmus. Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang akan
diubah menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu lemak
subkutan yang tipis bahkan menghilang akan menyebabkan suhu lingkungan sangat
6. Hipoglikemia
malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat mempengaruhi
penderitanya.
Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak
bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh anak. Anak dengan malnutrisi berat
mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun sehingga dapat mempermudah
8. Penurunan kecerdasan
organ tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya ialah
asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel neuron otak. Keadaan ini akan
berpengaruh pada kecerdasan seorang anak yang membuat fungsi afektif dan
kognitif menurun, terutama dalam hal daya tangkap, analisa, dan memori.
2.12. Pencegahan
kematian. Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya
antara lain:30
50
- Pola makan
karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat
badan)
- Faktor sosial
- Faktor ekonomi
samping kuantitasnya.
- Faktor infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP, walaupun
2.13. Prognosis
Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian dari
dapat dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani secara cepat
dan tepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi
kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis
hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi pada usia yang
lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih besar dan
irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi pada usia
yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang
mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih
tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya saja pertumbuhan
dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi marasmus ini cenderung
lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi badan anak dan
pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak
KESIMPULAN
Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah tipe marasmus-kwashiorkor, yang
diakibatkan defisiensi protein berat dan pemasukan kalori yang sedikit atau tidak
perubahan tekstur dan warna rambut, kulit kering dan memperlihatkan alur yang
tegas dalam, pembesaran hati, anemia, anoreksia, edema, dan lain-lain. Diagnosis
sedangkan pada malnutrisi tipe kwashiokor terutama dengan pemberian diet tinggi
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
6. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001.
8. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Glosarium Data dan
13. Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson Textbook
15. Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis
18. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia. Buku Kuliah
19. Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta:EGC;2000.
Jakarta:Depkes RI;2004.
22. Kosim, Sholeh M. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI;2008.
23. Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan
24. Hidayat AAA. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta:Salemba Medika;2008.
25. Taruna J.Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Terjadinya Kasus Gizi
Buruk pada Anak Balita di Kabupaten Kampar Provinsi Riau Tahun 2002
29. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan
31. Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein Energy