Oleh:
Nurhasanah 1808320055
Annisa Rahmadayani 1808320056
M. Pany Al-A’raf 1808320088
Adinda Nadira Larasati 1808320096
Muhammad Ikhsan 1808320097
Pembimbing:
dr. Washly Zakiyah, M.Ked(Ped), Sp.A
SMF ILMU ANAK
RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
LUBUK PAKAM
2019
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
Senior di bagian SMF Ilmu Anak RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dengan
Telaah jurnal ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Anak
kasus ini.
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca laporan kasus ini. Harapan penulis semoga laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 2
2.1 Definisi.................................................................................................... 3
2.2 Etiologi.................................................................................................... 4
2.3 Epidemiologi .......................................................................................... 4
2.4 Faktor Risiko........................................................................................... 4
2.5 Klasifikasi ............................................................................................... 6
2.6 Manifestasi Klinis................................................................................... 11
2.7 Antopometri ........................................................................................... 14
2.8 Patogenesis.............................................................................................. 15
2.9 Diagnosis................................................................................................. 17
2.10 Penatalaksanaan...................................................................................... 20
2.11 Komplikasi.............................................................................................. 34
2. 12 Prognosis................................................................................................. 36
2.13 Pencegahan ............................................................................................. 36
BAB II KESIMPULAN.................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 42
LAMPIRAN.................................................................................................... 44
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
1
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Menurut Departemen
Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang
gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi
buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi
gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-
19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%).4,5
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Dusenas menunjukkan
bahwa jumlah balita yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989
meningkatkan dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun 1992 dan mencapai puncaknya
11,6% pada tahun 1995. Upaya Pemerintah antara lain melalui pemberian
makanan tambahan dalam jaringan pengaman sosial (JPS) dan peningkatan
pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan tatalaksana gizi buruk kepada tenaga
kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun
1998, 8,1% pada tahun 1999, dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002
terjadi peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%.4,5
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen
Kesehatan-Unicef tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi
buruk sebanyak 169 kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257
kabupaten/kota lainnya prevalensi tinggi. Dari data Depkes juga terungkap
masalah gizi di Indonesia ternyata lebih serius dari yang kita bayangkan selama
ini. Gizi buruk atau anemia gizi tidak hanya diderita anak balita, tetapi semua
kelompok umur. Perempuan adalah yang paling rentan, disamping anak-anak.
Sekitar 4 juta ibu hamil, setengahnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya
kekurangan energi kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata setiap tahun lahir
350.000 bayi lahir dengan kekurangan berat badan (berat badan rendah).4
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Marasmus adalah bentuk malnutrisi energi protein yang terutama
disebabkan kekurangan kalori berat dalam jangka waktu lama, terutama terjadi
selama tahun pertama kehidupan, yang ditandai dengan retardasi pertumbuhan
dan pengurangan lemak bawah kulit dan otot secara progresif tetapi biasanya
masih ada nafsu makan dan kesadaran mental.4
Penentuan KEP dilakukan dengan menimbang BB anak
dibandingkandengan umur.Untuk menyatakan bahwa balita dikategorikan KEP
ringan,sedang, berat dengan menggunakan standar baku BB/U WHO-NCHS.3,4
3
keriput, jaringan lemak subkutan minimal/tidak ada, perut cekung,
iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.
Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan
marasmus.
2.2. Etiologi
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis
besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang
kurang dan anak sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk
dipengaruhi oleh faktor lain seperti sosial ekonomi, kepadatan penduduk,
kemiskinan, dan lain-lain.4,5
Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan
dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya
marasmus.4
2.3. Epidemiologi
Marasmus adalah masalah serius seluruh dunia yang melibatkan lebih dari
50 juta anak berusia kurang dari 5 tahun. Menurut WHO 49% dari 10,4 juta
kematian pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun di negara-negara berkembang
berkaitan dengan PEM. Di Indonesia, sebanyak 72% penderita gizi kurang
ditemukan di daerah-daerah kabupaten Indonesia dengan 2 – 4 dari 10 balita
menderita gizi kurang.6,7
4
a. Masukan makanan yang kurang: marasmus terjadi akibat masukan
kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak,
misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama
infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis,
bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya: penyakit jantung bawaan,
penyakit Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis,
mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic
fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan
tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang
kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan
tambahan yang cukup.
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic
hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru
ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan.
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan
tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus.
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk
timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula
perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan
pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak
mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama
gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
2.5. Klasifikasi
5
Tujuannya adalah untuk menentukan prevalensi KEP di suatu daerah,
sehingga dapat menentukan presentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut.4
Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP
a. Klasifikasi menurut Gomez
Klasifikasi tersebut berdasarkan atas berat badan individu dibandingkan
dengan berat badan yang diharapakan pada anak sehat yang seumur. Sebagai baku
patokan dipakai persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson, 1945). Gomez
mengelompokkan KEP dalam KEP ringan, sedang, dan berat.4
Tabel 2.1. Klasifikasi KEP menurut Gomez4
Derajat KEP Berat Badan % dari baku*
0 = normal ≥ 90 %
1 = ringan 89-75 %
2 = sedang 74-60 %
3 = berat < 60 %
*Baku = persentil 50 Harvard
b. Modifikasi Bengoa atas Klasifikasi Gomez
Bengoa pada tahun 1970 mengadakan modifikasi pada klasifikasi Gomez,
yang hanya didasarkan pada defisit berat badan saja. Penderita KEP dengan
edema, tanpa menlihat defisit berat badannya digolongkan oleh Bengoa dalam
derajat 3. Penderita kwarsiorkor berat badannya jarang menurun hingga kurang
dari 60% disebabkan oleh adanya edema, sedangkan lemak tubuh dan otot-ototnya
tidak mengurang sebanyak seperti pada keadaan marasmus. Padahal kwarshiorkor
merupakan penyakit yang serius dengan angka kematian tinggi.4
c. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I.
Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi program-
program pangan dan gizi serta kesehatan masyarakat, maka Lokakarya
Antropometri Gizi Departemen Kesehatan R.I yang diadakan pada tahun 1975
membuat keputusan yang merupakan modifikasi klasifikasi Gomez. Berbeda
dengan penggolongan yang ditetapkan Gomez, lokakarya mengklasifikasikan
status gizi dalam gizi lebih, gizi kurang, dan gizi buruk.4
Tabel 2.2. Klasifikasi KEP menurut Dep.Kes (1975)
Derajat KEP Berat badan % dari baku*
0 = normal ≥ 80%
6
1 = gizi kurang 60-79 %
2 = gizi buruk < 60 %
*Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 Harvard.
7
Edema 3
Dermatosis 2
Edema disertai dermatosis 6
Perubahan pada rambut 1
Hepatomegali 1
Albumin serum atau protein
total serum/g %
< 1.00 < 3.25 7
1.00 – 1.49 3.25 – 3.99 6
1.50 – 1.99 4.00 – 4.75 5
2.00 – 2.49 4.75 – 5.49 4
2.50 – 2.99 5.50 – 6.24 3
3.00 – 3.49 6.25 – 6.99 2
3.50 – 3.99 7.00 – 7.74 1
>4.00 > 7.75 0
Penentuan tipe didasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan dari
tiap penderita:
0 – 3 angka = marasmus
4 – 8 angka = marasmic-kwarshiorkor
9 – 15 angka = kwarshirkor
Cara demikian dapat mengurangi kesalahan jika dibandingkan dengan cara
Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan bantuan
laboratorium(3).
c. Klasifikasi KEP menurut Waterlow
Waterlow (1973) membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan
menahun. Beliau berpendapat, bahwa defisit berat badan terhadap tinggi badan
mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting
(kurus-kering), sedangkan defisit tinggi badan menurut umur merupakan akibat
kekurangan gizi yang berlangsung sangat lama. Akibat tersebut dapat
mengganggu laju pertumbuhan tinggi badan, sehingga anak menjadi pendek
(stunting) untuk umurnya. Waterlow membagi keadaan wasting dan stunting
dalam 3 kategori.
Tabel 2.5. Klasifikasi KEP menurut Waterlow.
Derajat gangguan Stunting Wasting
(tinggi menurut (berat terhadap tinggi)
umur)
8
0 >95% >90%
1 95 – 90 % 90 – 80 %
2 80 – 70 % 80 – 70 %
3 < 70 % < 70 %
9
tepat seperti pada hubungan orang tua dan anak yang terganggu, atau karena
kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem
tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.10
Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan
kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada
kulit, sehingga kulit menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang.
Lemak pada daerah pipi adalah bagian yang terakhir hilang, sehingga dalam
beberapa waktu wajah bayi tampak terlihat relatif normal sampai nantinya
menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus
dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot akibat hipotoni. Suhu biasanya
subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolisme dasar cenderung
menurun. Mula-mula mungkin bayi rewel, tapi kemudian menjadi lesu dan nafsu
makan hilang. Bayi biasanya konstipasi,tetapi dapat muncul diare dengan buang
air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.
10
penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini
tidak akan pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak normal10.
11
hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik atau konstipasi,
serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan menjadi
berkurang.3,10
Manifestasi Klinik10
Marasmus Kwshiorkor Obesitas
Pertum Peruba wajah
buhan berkurang han mental sampai bulat dengan pipi
atau berhenti apatis tembem dan dagu
Terlihat Anemia rangkap
sangat kurus Peruba leher
Penamp han warna dan relatif pendek
ilan wajah seperti tekstur rambut, dada
orangtua mudah dicabut / membusung dengan
Perubah rontok payudara membesar
an mental Ganggu - perut membuncit dan
Cengen an sistem striae abdomen
g gastrointestinal - pada anak laki-laki :
Kulit Pembes Burried penis,
kering, dingin, aran hati gynaecomastia
mengendor, keriput Peruba
- pubertas dini
Lemak han kulit
- genu valgum (tungkai
subkutan Atrofi
berbentuk X) dengan
menghilang hingga otot
Edema kedua pangkal paha
turgor kulit
simetris pada kedua bagian dalam
berkurang
Otot punggung kaki, saling menempel dan
atrofi sehingga dapat sampai bergesekan yang
kontur tulang seluruh tubuh. dapat menyebabkan
terlihat jelas laserasi kulit
Vena
superfisialis tampak
12
jelas
Ubun –
ubun besar cekung
tulang
pipi dan dagu
kelihatan menonjol
mata
tampak besar dan
dalam
Kadang
terdapat bradikardi
Tekana
n darah lebih
rendah
dibandingkan anak
sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran
gejala marasmus dan kwashiorkor
2.7. Antopometri
Berat Badan
Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah
diukur dan diulang dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat. Hasil
pengukuran berat badan dipetakan pada kurva standar Berat badan/ Umur (BB/U)
dan Berat Badan/ Tinggi Badan (BB/TB). Adapun interpretasi pengukuran berat
badan yaitu:4
13
< 60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus) dengan edema
(marasmus – kwashiorkor)
Tinggi Badan (TB)
Tinggi badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan . Pengukuran berat
badan akan memberikan informasi yang bermakna kepada dokter tentang status
nutrisi dan pertumbuhan fisis anak. Seperti pada pengukuran berat badan, untuk
pengukuran tinggi badan juga diperlukan informasi umur yang tepat, jenis
kelamin dan baku yang diacu yaitu CDC 2000.4
90 – 110 % : baik/normal
70 – 89 % : tinggi kurang
< 70 % : tinggi sangat kurang
14
70 – 90 % : gizi kurang
< 70 % : gizi buruk
2.8. Patogenesis
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri
(host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi
tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi.13
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan
asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama
kurangnya intake makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol
dan keton bodies.13
Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi
kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan merupakan respon
adaptasi terhadap ketidak cukupan asupan energi dan protein.10
15
2.9. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis awaldiperlukan untuk mengetahui adanya tanda bahaya
dan tanda penting:9
o Syok/renjatan
o Letargis
o Muntah dan atau diare atau dehidrasi
Anamnesis lanjutandiperlukan untuk mengetahui faktor yang
menyebabkan terjadinya gizi buruk:11
o Riwayat kehamilan & kelahiran
o Riwayat pemberian makan
o Riwayat imunisasi & pemberian vit A
o Riwayat penyakit penyerta/penyulit
o Riwayat tumbuh kembang
o Penyebab kematian pada saudara kandung
o Status sosial, ekonomi dan budaya keluarga
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik awaldilakukan untuk mengetahui adanya kedaruratan
medis:4,11
gangguan sirkulasi/syok
gangguan kesadaran
16
dehidrasi
hipoglikemi
hipotermi
17
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan Laboratorium WHO merekomendasikan tes
laboratorium berikut:4
Glukosa darah
Hemoglobin
Serum albumin
Tes HIV (Tes ini harus disertai dengan konseling orang tua
anak, dan kerahasiaan harus dipelihara.)
Elektrolit
Hasil
18
Tingkat beberapa enzim (termasuk laktosa) yang menurun,
dan tingkat lipid beredar (terutama kolesterol) yang rendah.
Klasifikasi:8
19
o KEP sedang: > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
2.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Gizi Buruk Pada Kondisi :3
o Kondisi 1 Tanda Renjatan / Syok + Letargis/tidak sadar +
muntah dan atau diare/dehidrasi
o Kondisi 2 Letargis/tidak sadar + Muntah dan atau
diare/dehidrasi
o Kondisi 3 Muntah dan atau diare/dehidrasi
o Kondisi 4 Letargis/tidak sadar
o Kondisi 5 Jika tidak ditemukan tanda renjatan / syok +
letargis/tidak sadar + muntah/diare/dehidrasi
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit:6
o Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan
penanganan kegawatdaruratan:
Penanganan hipotermi
Pengobatan infeksi
Pemberian makanan
Fasilitasi tumbuh kejar
Koreksi defisiensi nutrisi mikro
Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
Fase Penatalaksanaan Kondisi
20
Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :9,13,14
Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-
osmolar.
Berikan secara oral/nasogastric
Energi : 80 – 100 kal/kgBB/hari
Protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari
Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian
formula.
21
Hari ke Hari ke 2-7 Minggu ke- Minggu ke 3-7
1-2 2
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberia
n
Makanan
7 Tumbuh
kejar/peningka
tan pemberian
makanan
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
22
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula
darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk
harus diberi makan atau larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah
masuk rumah sakit.3
Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa
kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap
menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan.5
Tatalaksana
Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya
memungkinkan.
Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan
50 ml larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh gula dalam 50 ml
air) secara oral atau melalui NGT.3
Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam
selama minimal dua hari.
Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal
pemberian F-75.
Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10%
secara intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan
glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT.
Beri antibiotik.
Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula
darah setelah 30 menit.
Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi
pemberian larutan glukosa atau gula 10%.
Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk,
mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran
kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan
hipoglikemia).
Pencegahan
23
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin
atau jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus
teratur setiap 2-3 jam siang malam. 3,4
2. Hipotermia
Diagnosis Hipotermi adalah apabila Suhu aksilar < 35.5° C
Tatalaksana
Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih
dulu).
Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup
dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah
langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak
langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode
kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 60 W
dengan jarak 60 cm dari tubuh anak.3
Beri antibiotik sesuai pedoman.
Pemantauan
Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat
menjadi 36.5° C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap
setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C5
Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut,
terutama pada malam hari
Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia
Pencegahan
Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal
yang bebas angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut
Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat
tidur tetap kering
Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan
setelah mandi, atau selama pemeriksaan medis)
24
Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap
hangat, terutama di malam hari
Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai
sesegera mungkin, sepanjang hari, siang dan malam.6,7
3. Dehidrasi
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi
yang berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak gizi buruk.
Hal tersebut disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi
secara tepat pada anak dengan gizi buruk, yaitu hanya dengan
menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair,
apabila gejala dehidrasi tidak jelas anggap dehidrasi ringan.
Tatalaksananya: 4
• Jangan menggunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus
dehidrasi berat dengan syok
• Beri ReSoMal secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat
dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
• Beri 5 mL/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
• Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 mL/kgBB/jam berselang-
seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama
10 jam
• Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume
tinja yang keluar, dan apakah anak muntah
• Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
• Apabila anak masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare
• Usia <1 tahunà 50-100 ml setiap BAB
• Usia ≥1tahun 100-200 ml setiap BAB
4. Gangguan keseimbangan elektrolit
Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan
magnesium yang mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih
untuk memperbaikinya. Selain itu, pada anak dengan gizi buruk dapat
terjadi kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium
dalam serum mungkin rendah. Kondisi tersebut dapat menyebabkan
terjadinya edema. Jangan obati edema dengan diuretikum. Pemberian
25
natrium yang berlebihan dapat menyebabkan kematian. 9,10
Tatalaksananya: 9,10
• Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan kalium dan
magnesium yang seudah terkandung di dalam larutan mineral
mix yang ditambahkan dalam F-75, F-100 atau ReSoMal
• Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
• Siapkan makanan tanpa menambah garam (NaCl)
5. Infeksi
Pada anak dengan gizi buruk, gejala infeksi yang biasa
ditemukan seperti demam, seringkali tidak ada. Padahal infeksi ganda
merupakan hal yang sering terjadi pada gizi buruk. Oleh karena itu,
anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat
mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik.
Tanda adanya infeksi berat adalah adanya hipoglikemia dan
hipotermia. Tatalaksananya:4,10
- Antibiotik spektrum luas
• Apabila tidak ada komplikasi atau infeksi nyata, beri
Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB)
setiap 12 jam selama 5 hari
• Apabila terdapat komplikasi (hipoglikemia, hipotermia,
atau anak terlihat letargis atau tampak sakit berat) atau anak
terlihat sakit berat, maka berikan:
• Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari),
dilajutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8
jam selama 5 hari) atau ampisilin oral (50 mg/ kgBB setiap
6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari, ditambah
Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7
hari, ditambah Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV)
setiap hari selama 7 hari. Jika anak tidak membaik dalam
waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB
IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari
26
• Vaksin campak jika berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah
mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan
sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan.
Tunda imunisasi bila syok.
27
• Apabila anak masih mendapatkan ASI, lanjutkan pemberian
ASI, namun pastikan bahwa jumlah F-75 yang ditentukan harus
terpenuhi
Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Tanda yang menunjukan bahwa anak telah mencapai fase ini
adalah:
• Kembalinya nafsu makan
• Edema minimal atau hilang
Tatalaksana:4,5,9
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke
Formula tumbuh kejar (F-100) (fase transisi):
- Ganti F-75 dengan F-100, dan berikan F 100 dalam jumlah
yang sama dengan F-75 selam 2 hari berturut-turut
- Selanjutnya naikan jumlah F-100 sebanyak 10 mL setiap
kali pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan
atau tersisa sedikit. Biasanya hal tersebut terjadi ketika
pemberian formula mencapai 200 mL/kgBB/hari. Dapat
pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang
dimodifikasi sehingga kandungan energi dan proteinnya
sebanding dengan F-100
- Setelah transisi bertahap, selanjutnya beri anak:
• Pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak
terbatas (sesuai kemampuan anak)
• Energi: 150-220 kkal/ kgBB/ hari
• Protein: 4-6 g/ kgBB/ hari
Apabila anak masih mendapatkan ASI, lanjutkan pemberian ASI,
namun pastikan bahwa anak sudah mendapat F-100 sesuai
kebutuhan, karena ASI tidak mengandung cukup energi untuk
menunjang tumbuh kejar. Makanan-terpeutik-siap-saji (ready to
use therapeutic food = RUTF) yang mengandung energi sebanyak
500 kkal/ sachet 92 g dapat digunakan pada fase rehabilitasi.4,9,10
7. Penilaian kemajuan
28
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan
setelah tahap transisi dan mendapat F-100:9
- Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi
makan
- Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam
gram/ kgBB/ hari
• Apabila kenaikan berat badan:
- Kurang (< 5g/kgBB/hari) anak membutuhkan penilaian
ulang secara lengkap
- Sedang (5-10g/kgBB/hari) periksa apakah target asupan
terpenuhi, atau mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi
- Baik (>10g/kgBB/hari)
29
9. Tatalaksana Diet
Tata laksana diet pada Balita KEP berat/gizi buruk ditujukan untuk
memberikan makanan tinggi energi, tinggi protein dan cukup vitamin
mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi optimal.5
Ada 4 kegiatan penting dalam tata laksana diet, yaitu pemberian
diet, pemantauan dan evaluasi, penyuluhan gizi, serta tindak
lanjut.5,9,10
Pemberian Diet
Pemberian diet pada KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
1. Melalui 3 periode yaitu periode stabilisasi, periode transisi, dan periode
rehabilitasi.
2. Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari.
3. Kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg BB/hari.
4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau
pemberian bahan makanan sumber mineral tertentu, sebagai berikut:
30
4. Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa dan
rendah serat, (lihat tabel 1 formula WHO dan modifikasi).
5. Terus memberikan ASI
10. Membedakan jenis makanan berdasarkan berat badan, yaitu:
BB <7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB >7 kg dapat
langsung diberikan makanan anak secara bertahap.
11. Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi
FASE
ZAT GIZI STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
31
10. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan mengukur kenaikan berat badan anak.
Kenaikan berat badan yang diharapkan adalah >50g/kgBB/minggu.
Penyebab peningkatan berat badan yang buruk antara lain:6
• Pemberian makanan yang tidak adekuat, periksa :
• Bilamana pemberian makanan sudah benar
• Bilamana target intake energi dan protein tercapai
• Teknik pemberian makanan
• Kualitas perawatan
• Semua aspek penyediaan makanan
• Defisiensi nutrien spesifik, periksa:
• Keadekuatan komposisi mutivitamin
• Penyediaan elektrolit/mineral solution, dan apakah hal ini
diresepkan dan dikelola dengan benar
• Infeksi yang tidak diatasi
• Ulangi urinalisis untuk sel darah putih
• Periksa tinja
• Bila memungkinkan, lakukan X-ray dada
• HIV/AIDS
Selain memantau berat badan, perlu dilihat pula kondisi anak
setelah pemberian makanan, apakah terjadirefeeding syndrome atau
tidak. Tanda refeeding syndrome adalah timbulnya hipofosfatemia berat
setelah uptake fosfat oleh sel selama minggu pertama mulai refeed.
Kadar fosfat dalam serum sebanyak ≤0,5 mmol/mL dapat menimbulkan
kelemahan, rabdomiolisis, disfungsi neutrofil, kegagalan kardiorespirasi,
arritmia, kejang, perubahan tingkat kesadaran, atau kematian mendadak.
Kadar fosfat harus dipantau selama refeeding, dan jika rendah, fosfat
harus diberikan selama refeeding untuk menangani hipofosfatemia berat.4
2.11. Komplikasi
32
1. Noma
Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe
marasmus-kwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan
pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat
menembus pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya
penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan
tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi
menimbulkan bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung
atau tidak dapat menutupnya mata karena proses fibrosis.10
2. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada
tipe marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum
sangat rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu
setiap anak dengan malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara
parenteral maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup mengandung
vitamin A.10
3. Tuberkulosis
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan
kekebalan tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah
satunya adalah mudahnya anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman
mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis.10
4. Sirosis hepatis
Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan
lemak pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak.
Penimbunan lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti
hepatitis yang menimbulkan penyakit sirosis hepatis pada anak dengan
malnutrisi berat.10
5. Hipotermia
Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe
marasmus. Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi
yang akan diubah menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh
33
tubuh. Selain itu lemak subkutan yang tipis bahkan menghilang akan
menyebabkan suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu tubuh
penderita.11
6. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan
malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat
mempengaruhi tingkat kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga
dapat membahayakan penderitanya.11
7. Infeksi traktus urinarius
Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak
bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh anak. Anak dengan malnutrisi
berat mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun sehingga dapat
mempermudah terjadinya infeksi tersebut.11
8. Penurunan kecerdasan
Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan
organ tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah
satunya ialah otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang
diakibatkan karena kurangnya asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel
neuron otak. Keadaan ini akan berpengaruh pada kecerdasan seorang anak
yang membuat fungsi afektif dan kognitif menurun, terutama dalam hal
daya tangkap, analisa, dan memori.11
2.12. Prognosis
Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian
dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi
prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani
secara cepat dan tepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan
34
penyakit infeksi kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan
terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari.15
Pada anak yang mendapatkan malnutrisi pada usia yang lebih muda, akan
terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih besar dan irreversibel dibanding
dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi pada usia yang lebih dewasa. Hal
ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat penanganan
malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda saat mendapat
perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan
psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua,
sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama.16
Hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami
kondisi marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal
pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat
secara ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.1,4,7
2.13. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila
penyebabnya diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana
kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Beberapa
diantaranya ialah:4,7
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber
energi yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein
serta energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan
lingkungan dan kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu
kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang
endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
35
8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.
9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan
makanan
10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan
penduduk.
36
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition (kekurangan energi dan
protein) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi negara-
negara tertinggal maupun negara berkembang seperti Indonesia dan lainnya.
Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak dibawah umur lima tahun (balita),
dan ibu yang sedang mengandung atau menyusui.
Pada kondisi ini ditemukan berbagai macam keadaan patologis disebabkan
oleh kekurangan energi maupun protein dalam tingkat yang bermacam-macam.
Akibat dari kondisi tersebut, ditemukan malnutrisi dari derajat yang ringan hingga
berat. Pada keadaan yang sangat ringan tidak ditemukan kelainan dan hanya
37
terdapat pertumbuhan yang kurang sedangkan kelainan biokimiawi dan gejala
klinis tidak terlihat.
Pada keadaan yang berat ditemukan dua tipe malnutrisi, yaitu marasmus
dan kwashiokor, serta diantara keduanya terdapat suatu keadaan dimana
ditemukan percampuran ciri-ciri kedua tipe malnutrisi tersebut yang dinamakan
marasmus-kwashiokor. Masing-masing dari tipe itu mempunyai gejala-gejala
klinis yang khas. Pada semua derajat maupun tipe malnutrisi ini mempunyai
persamaan bahwa adanya gangguan pertumbuhan pada penderitanya.
Untuk membedakan tipe ataupun derajat beratnyamalnutrisi terdapat
beberapa cara maupun klasifikasi, salah satunya menurut Gomez atau Wellcome
trust dan yang biasa dipakai sehari-hari menurut perhitungan antropometri.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya malnutrisi pada anak, terutama
adalah peranan diet sehari-hari yang kurang mencukupi kebutuhan gizi seimbang
anak pada masa usia pertumbuhan, adanya penyakit penyerta yang memperburuk
keadaan gizi serta peranan sosial ekonomi yang mempunyai peranan tinggi
terutama kemiskinan dalam hal mempengaruhi status gizi seseorang.
Gejala klinis yang timbul pada kekurangan gizi tipe marasmus mempunyai
gambaran yang khas dalam hal membedakannya dengan kekurangan gizi tipe
kwashiokor. Pada tipe marasmus, gejala klinis yang lebih menonjol bahwa
penderita terlihat wajahnya seperti orang tua dan anak sangat kurus karena
hilangnya sebagian besar lemak dan atrofi dari otot-ototnya. Sedangkan pada tipe
kwashiokor, gejala klinis yang lebih terlihat adalah penampilannya yang gemuk
disertai adanya edema ringan maupun berat dan adanya ascites dikarenakan
kekurangan protein, disamping itu juga terlihat perubahan warna rambut menjadi
merah seperti rambut pada jagung serta mudah dicabut.
Pengobatan marasmus adalah dengan pemberian diet tinggi protein,
sedangkan pada malnutrisi tipe kwashiokor terutama dengan pemberian diet tinggi
protein disertai pemberian cairan untuk menanggulangi dehidrasi jika ada. Selain
itu juga diberikan vitamin A untuk mencegah terjadinya kebutaan pada matanya
dan pemberian mineral lain untuk membantu meningkatkan gizi penderita.
38
Penyakit ini mempunyai komplikasi dari yang ringan seperti infeksi traktus
urinarius hingga yang berat seperti tuberkulosis.
Penatalaksanaannya dilakukan secara bersama-sama dengan memperbaiki
keadaan gizinya. Walaupun prognosisnya terlihat buruk tetapi dengan
penganganan yang cepat dan tepat dapat menghindarkan penderitanya dari
kematian.1,2,7
3.2 SARAN
Penyakit marasmus ini merupakan penyakit kekurangan gizi yang banyak
sekali terjadi di Indonesia dan terutama anak-anaklah yang banyak terkena kondisi
gizi buruk atau malnutrisi ini. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut maka akan
banyak sekali anak indonesia yang terhambat perkembangan dan pertumbuhannya
dalam menatap masa depannya, sehingga diperlukan usaha yang ekstra untuk
menanggulangi permasalahan tersebut, diantaranya adalah:4,7
1. Anak-anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sebaiknya
mendapatkan asupan gizi yang adekuat sesuai “empat sehat lima
sempurna”, yaitu kecukupan karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin,
dan mineral dalam makanan sehari-harinya.
2. Orang tua harus lebih memperhatikan asupan anak-anaknya apakah
makanan yang diberikan sudah mencukupi nutrisi yang dibutuhkan dalam
masa tumbuh kembangnya, selain itu orang tua sebaiknya memeriksakan
anak-anaknya ke pusat kesehatan terdekat seperti posyandu atau
puskesmas secara rutin untuk memantau tumbuh kembang anak-anaknya.
3. Pemerintah bersama-sama dengan masyarakat melalui posyandu dan
puskesmas turut berperan serta aktif sebagai basis terdepan dalam usaha
meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama anak-anak dalam menuju
indonesia sehat di masa yang akan datang.
4. Pemerintah menggalakan kembali program Keluarga Berencana melalui
puskesmas-puskesmas yang tersebar di kota maupun di daerah tertinggal
untuk menekan tingkat pertumbuhan penduduk sehingga dengan
rendahnya pertumbuhan penduduk maka akan meningkatkan tingkat
39
kesejahteraan individu dan keluarga terutama anak-anak. Sehingga kasus
gizi buruk pada anak-anak dapat ditekan serendah-rendahnya.
DAFTAR PUSTAKA
40
7. Kemenkes RI 2016. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2016. Diakses dari:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2016.pdf
13. Waterlow JC. Protein Energy Malnutrition, Edward Arnold, London, 1992
14. Departemen Keseharan RI, Petunjuk Teknis Bagi Bidan Desa Program Jaring
Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK).
15. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2005
16. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe
Malnutrition in Management of The Child With a Serious Infection or Severe
Malnutrition, World Health Organization, 2004
41
1. Lampiran
Anamnesa Orangtua
Nama Wali : Jamaliyah
42
Umur : 51 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan : Menikah
Alamat : Dusun I Desa Rantau Panjang Kec. Pantai Labu
Riwayat penyakit :-
Perkembangan fisik
0 – 3 bulan : Lahir tidak segera menangis
4 – 6 bulan : Dapat menegakkan kepala, tidak dapat duduk
7 – 12 bulan : Tidak dapat merangkak, tidak dapat berdiri meski dengan
bantuan
1 tahun – sekarang : Tidak dapat duduk, berdiri dan berbicara
Anamnesa Makanan
0 – 4 bulan : Susu Formula + Bubur Susu
5 – 6 bulan : Susu Formula + Bubur Susu
7 – 12 bulan : Susu Formula + Nasi Dewasa
1 tahun – sekarang : Susu Formula + Nasi Dewasa
Riwayat imunisasi
BCG : Sudah diberikan 1x (usia 0 bulan)
43
DPT : Sudah diberikan 1x (usia 2 bulan)
POLIO : Sudah diberikan 1x (usia 2 bulan)
Campak : Sudah diberikan 1x (usia 9 bulan)
Hepatitis B : Sudah diberikan 1x (usia 0 bulan)
KESAN : Imunisasi lengkap
44
a. Kepala : Normochepali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), cekung (+/+), pupil isokor
Hidung : Nasus eksternus dbn, cavum nasi/rhinoskopi: TDP
Telinga: Auricula dbn, otoskopi: TDP
Status Neurologi
1. Syaraf otak : TDP
2. Sistem motorik : TDP
Pertumbuhan Gigi : TDP
Neuro Muskular : TDP
Involunter movement : TDP
3. Koordinasi : TDP
4. Sensibilitas : TDP
Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
45
Leukosit 8.96 Ribu/uL 4.0 – 12.0
Trombosit 404.5 Ribu/uL 150 – 450
Resume :
Seorang pasien anak laki-laki berusia 2 tahun diantar keluarga dengan keluhan
utama lemas disertai muntah-muntah yang dialami pasien 2 hari ini, frekuensi 5-6
x/hari, os memuntahkan apa yang dimakan dan diminum. Os belum bisa
berbicara, belum bisa duduk ataupun berdiri dan berjalan. Sejak lahir os tidak
mendapat ASI, sebelum masuk RS os diketahui pernah mengalami mencret.
Prognosa :
Dubia ad malam
46
FOLLOW UP PASIEN KESEHATAN ANAK
RSUD LUBUK PAKAM
8 Mei 2019
S
KU : Lemas
O
Sens : compos mentis
HR : 86 x/i
RR :22 x/i
Temp : 37.7 °C
BB : 7.1 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Cefotaxime 300 mg/8 jam
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
L-Zinc 2x5 cc
L-Bio 2x1 sachet
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg (H3)
NGT terpasang baik
9 Mei 2019
S
KU : Lemah
O
Sens : compos mentis
HR : 90 x/i
47
RR : 32 x/i
Temp : 37,6 °C
BB : 7.1 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Cefotaxime 300 mg/8 jam
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
L-Zinc 2x5 cc
L-Bio 2x1 sachet
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg
NGT terpasang baik
10 Mei 2019
S
KU : Lemas
O
Sens : compos mentis
HR : 86 x/i
RR :22 x/i
Temp : 36.8 °C
BB : 7.1 kg
Muntah (-) Gembung (-) Belum BAB
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Cefotaxime 300 mg/8 jam
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
L-Zinc 2x5 cc
L-Bio 2x1 sachet
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg (H3)
48
Lactulosa 3x2.5 cc
NGT terpasang baik
11 Mei 2019
S
KU : Lemah
O
Sens : compos mentis
HR : 90 x/i
RR : 32 x/i
Temp : 37,6 °C
BB : 7.1 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE Ringan/Sedang
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Cefotaxime 300 mg/8 jam
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
L-Zinc 2x5 cc
L-Bio 2x1 sachet
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg
Lactulosa 3x2.5 cc
NGT terpasang baik
12 Mei 2019
S
KU : Lemas
O
Sens : compos mentis
HR : 86 x/i
RR :22 x/i
Temp : 36.5 °C
BB : 7.2 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
49
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Cefotaxime 300 mg/8 jam
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
L-Zinc 2x5 cc
L-Bio 2x1 sachet
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg (H3)
NGT terpasang baik
13 Mei 2019
S
KU : Masih lemah
O
Sens : compos mentis
HR : 90 x/i
RR : 32 x/i
Temp : 36,5 °C
BB : 7.1 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Cefotaxime 300 mg/8 jam
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
L-Zinc 2x5 cc
L-Bio 2x1 sachet
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg
NGT terpasang baik
14 Mei 2019
S
KU : Lemas
O
50
Sens : compos mentis
HR : 86 x/i
RR :22 x/i
Temp : 36.5 °C
BB : 7.1 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Cefotaxime 300 mg/8 jam
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
L-Zinc 2x5 cc
L-Bio 2x1 sachet
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg (H3)
NGT terpasang baik
15 Mei 2019
S
KU : Lemah
O
Sens : compos mentis
HR : 90 x/i
RR : 32 x/i
Temp : 37,6 °C
BB : 7.2 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE Ringan/Sedang
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Cefotaxime 300 mg/8 jam
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
L-Zinc 2x5 cc
L-Bio 2x1 sachet
Apialis 1x5 cc
51
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg
NGT terpasang baik
16 Mei 2019
S
KU : Lemas
O
Sens : compos mentis
HR : 86 x/i
RR :22 x/i
Temp : 36.1 °C
BB : 7.3 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Cefotaxime 300 mg/8 jam
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
L-Zinc 2x5 cc
L-Bio 2x1 sachet
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg (H3)
NGT terpasang baik
17 Mei 2019
S
KU : Lemah
O
Sens : compos mentis
HR : 90 x/i
RR : 32 x/i
Temp : 36.2 °C
BB : 7.1 kg
Ada lecet di bokong
52
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Cefotaxime 300 mg/8 jam
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
L-Zinc 2x5 cc
L-Bio 2x1 sachet
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg
NGT terpasang baik
18 Mei 2019
S
KU : Masih lemah
O
Sens : compos mentis
HR : 86 x/i
RR :22 x/i
Temp : 36.8 °C
BB : 7.1 kg
Ada lecet dibokong
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Cefotaxime 300 mg/8 jam
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
L-Zinc 2x5 cc
L-Bio 2x1 sachet
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg (H3)
Zalf. Ketokonazole
NGT terpasang baik
53
19 Mei 2019
S
KU : Lemah
O
Sens : compos mentis
HR : 90 x/i
RR : 32 x/i
Temp : 36,1 °C
BB : 7.1 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE Ringan/Sedang
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
L-Bio 2x1 sachet
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg
Zalf Ketokonazole
NGT terpasang baik
20 Mei 2019
S
KU : Lemas
O
Sens : compos mentis
HR : 86 x/i
RR :22 x/i
Temp : 36.2 °C
BB : 7.2 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
54
Asam Folat 1x1 mg (H3)
Zalf Ketokonazole
NGT terpasang baik
21 Mei 2019
S
KU : Masih lemah
O
Sens : compos mentis
HR : 90 x/i
RR : 32 x/i
Temp : 36,5 °C
BB : 7.1 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Inj Novalgin 100 mg/8 jam
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg
NGT terpasang baik
22 Mei 2019
S
KU : Lemas
O
Sens : compos mentis
HR : 86 x/i
RR :22 x/i
Temp : 36.5 °C
BB : 7.1 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
55
IVFD 4:1-5 gtt/i (mikro)
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg (H3)
NGT terpasang baik
23 Mei 2019
S
KU : Lemah
O
Sens : compos mentis
HR : 90 x/i
RR : 32 x/i
Temp : 36.5 °C
BB : 7.2 kg
BB belum optimal
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE Ringan/Sedang
P
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg
NGT terpasang baik
24 Mei 2019
S
KU : Lemah
O
Sens : compos mentis
HR : 90 x/i
RR : 32 x/i
Temp : 37,1 °C
BB : 7.5 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE Ringan/Sedang
P
56
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg
NGT terpasang baik
25 Mei 2019
S
KU : Lemas
O
Sens : compos mentis
HR : 86 x/i
RR :22 x/i
Temp : 37.3 °C
BB : 7.9 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg (H3)
NGT terpasang baik
26 Mei 2019
S
KU : Lemas
O
Sens : compos mentis
HR : 86 x/i
RR :22 x/i
Temp : 37.3 °C
BB : 7.9 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
57
Asam Folat 1x1 mg (H3)
NGT terpasang baik
27 Mei 2019
S
KU : Lemas
O
Sens : compos mentis
HR : 86 x/i
RR :22 x/i
Temp : 37.3 °C
BB : 7.9 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
Apialis 1x5 cc
Vit A 1x200.000 IU (TAO)
Asam Folat 1x1 mg (H3)
NGT terpasang baik
28 Mei 2019
S
KU : Berangsur membaik
O
Sens : compos mentis
HR : 90 x/i
RR : 32 x/i
Temp : 36,5 °C
BB : 7.9 kg
A
Gizi buruk tipe Marasmus + GE R/S
P
Apialis 1x5 cc
Asam Folat 1x1 mg
58
NGT terpasang baik
PBJ
59