Disusun Oleh:
1. Achmad Imron Efendi (2223001)
2. Agnes Dwi Ningtyas Santoso(2223002)
3. Herni (2223015)
4. Lella Isma Septia Pertiwi (2223021)
5. Lusiana Agus Susanti (2223022)
6. Rizky Aditria Pratama (2223029)
2023
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan................................................................................................................16
Saran..........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Balita merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi. Pada masa ini
pertumbuhan sangat cepat diantaranya pertumbuhan fisik dan perkembangan
psikomotorik, mental dan sosial (Almatsier,2011). Balita mempunyai risiko yang
tinggi dan harus mendapatkan perhatian yang lebih. Semakin tinggi faktor risiko
yang berlaku terhadap balita tersebut maka akan semakin besar kemungkinan
balita menderita gangguan nutrisi. (Black RE, dkk 2008). Menurut MCA
Indonesia (2015) menyatakan bahwa nutrisi yang tidak adekuat merupakan salah
satu penyebab gangguan gizi pada balita, dimana balita yang nutrisinya tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan akan berdampak pada
gangguan gizi seperti kependekan atau stunting. Bahaya stunting penting untuk
diwaspadai lantaran dampaknya buruk pada anak. Secara fisik tumbuh kembang
tidak seimbang, seperti tingginya dibawah normal atau lebih pendek, kemampuan
intelektualnya rendah, dan saat dewasa berpotensi ada gangguan metabolisme
seperti, diabetes dan hipertensi, serta gangguan metabolisme lainnya. Data
prevalensi stunting menurut WHO, Negara Indonesia termasuk dalam Negara
ketiga dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara. Rata-rata prevalensi balita
stunting di Indonesia tahun 2015-2017 adalah 36,4 persen. (Fitri, 2018).
Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021,
prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta
balita. Prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari tahun-tahun
sebelumnya.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2018), menyatakan bahwa prevalensi
stunting balita umur 0-59 bulan di Jawa Timur mencapai 32,81 persen. Angka ini
lebih tinggi dari prevalensi stunting nasional yakni sebesar 30,8 persen. Beberapa
faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya stunting adalah riwayat
3
kehamilan ibu yang meliputi postur tubuh ibu (pendek), jarak kehamilan yang
terlalu dekat, jumlah melahirkan terlalu banyak, usia ibu saat hamil terlalu tua,
usia ibu saat hamil terlalu muda (dibawah 20 tahun) berisiko melahirkan bayi
dengan BBLR, serta asupan nutrisi yang kurang selama masa kehamilan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian
2. Klasifikasi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinis
6. Bagan Patoflow
7. Kompilkasi
8. Penatalaksanaan
9. Pencegahan
10. Asuhan Keperawatan Stunting
C. TUJUAN
Tujuan umum untuk mengetahui apa itu stunting dan memperoleh gambaran asuhan
keperawatan pada anak stunting.
Tujuan Khusus
- Menggambarkan pengkajian asuhan keperawatan pada anak stunting.
- Menggambarkan diagnosa asuhan keperawatan pada anak stunting
- Menggambarkan penyusunan intervensi asuhan keperawatan pada anak stunting
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Senbanjo, et al (2011) mendefinisikan stunting adalah keadaan status gizi
seseorang berdasarkan z-skor tinggi badan (TB) terhadap umur (U)
dimana terletak pada <-2 SD. Indeks TB/U merupakan indeks
antropometri yang menggambarkan keadaan gizi pada masa lalu dan
berhubungan dengan kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.
SK Menkes RI (2012) menyatakan bahwa pendek dan sangat pendek adalah
status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur
(PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan
istilah stunting (pendek) dan severely stunting (sangat pendek).
Pengaruh kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan dapat dilihat dalam
waktu yang relatif lama. (Gibson, 2005).
Stunting adalah indikator dari hasil malnutrisi yang memperburuk keadaan
anak pada usia dini dan sangat terkait dengan kondisi jangka pendek dan
jangka panjang (Takele, dkk. 2019).
Kesimpulan Kelompok : Stunting merupakan suatu kondisi dimana terjadi
gagal tumbuh pada anak balita (bawah lima tahun) disebabkan oleh
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi berada di dalam kandungan dan pada
masa awal setelah bayi dilahirkan. Akan tetapi, kondisi stunting baru akan
muncul setelah anak berusia 2 tahun.
5
2. KLASIFIKASI
Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur
panjang dan tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standart dan hasilnya
berada di bawah normal. Secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan
balita seumurnya (Kemenkes,RI 2016).
Kependekan mengacu pada anak yang memiliki indeks TB/U rendah. Pendek
dapat mencerminkan baik variasi normal dalam pertumbuhan ataupun defisit
dalam pertumbuhan. Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan
tinggi badan/panjang badan menurut umur ditunjukkan dalam tabel.
6
3. ETIOLOGI
Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak
langsung. Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan
adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsung adalah pemberian
ASI dan MP-ASI, kurangnya pengetahuan orang tua, faktor ekonomi, rendahnya
pelayanan kesehatan dan masih banyak faktor lainnya (Mitra, 2015).
1. Asupan Gizi.
Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tubuh. Usia anak 1 – 2,5 tahun merupakan masa kritis dimana
pada tahun ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara pesat. Konsumsi
makanan yang tidak cukup merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan stunting (Kinasih dkk, 2016).
2. Penyakit infeksi kronis
Adanya penyakit infeksi dalam waktu lama tidak hanya berpengaruh terhadap
berat badan akan tetapi juga berdampak pada pertumbuhan linier. Infeksi juga
mempunyai kontribusi terhadap defisiensi energi, protein, dan gizi lain karena
menurunnya nafsu makan sehingga asupan makanan berkurang. Pemenuhan
zat gizi yang sudah sesuai dengan kebutuhan namun penyakit infeksi yang
diderita tidak tertangani tidak akan dapat memperbaiki status kesehatan dan
status gizi anak balita. (Dewi dan Adhi, 2016).
7
tubuh, foremik (susu awal) yang mengandung protein laktosa dan kadar air
tinggi dan lemak rendah sedangkan hidramik (susu akhir) memiliki
kandungan lemak yang tinggi yang banyak memberi energi dan memberi rasa
kenyang lebih lama (Ruslianti dkk, 2015).
Pemberian MP-ASI merupakan sebuah proses transisi dari asupan yang
semula hanya ASI menuju ke makanan semi padat. Tujuan pemberian MP-
ASI adalah sebagai pemenuhan nutrisi yang sudah tidak dapat terpenuhi
sepenuhnya oleh ASI selain itu sebagai latihan keterampilan makan,
pengenalan rasa. MP-ASI sebaiknya diberikan setelah bayi berusia 6 bulan
secara bertahap dengan mempertimbangkan waktu dan jenis makanan agar
dapat memenuhi kebutuhan energinya (Ruslianti dkk, 2015).
2. Pengetahuan Orang Tua
Orang tua yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik akan memberikaan
asuhan pada keluarga dengan baik pula. Pengetahuan orangtua tentang gizi
akan memberikan dampak yang baik bagi keluarganya karena, akan
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi kebutuhan gizi. (Nikmah, 2015).
3. Faktor Ekonomi
Pendapatan yang rendah, biasanya mengkonsumsi makanan yang lebih murah
dan menu yang kurang bervariasi, sebaliknya pendapatan yang tinggi
umumnya mengkonsumsi makanan yang lebih tinggi harganya, tetapi
penghasilan yang tinggi tidak menjamin tercapainya gizi yang baik.
Pendapatan yang tinggi tidak selamanya meningkatkan konsumsi zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh, tetapi kenaikan pendapatan akan menambah
kesempatan untuk memilih bahan makanan dan meningkatkan konsumsi
makanan yang disukai meskipun makanan tersebut tidak bergizi tinggi.
(Ibrahim dan Faramita, 2014).
4. Rendahnya Pelayanan Kesehatan
8
Perilaku masyarakat sehubungan dengan pelayanan kesehatan di mana
masyarakat yang menderita sakit tidak akan bertindak terhadap dirinya karena
merasa dirinya tidak sakit dan masih bisa melakukan aktivitas sehari- hari dan
beranggapan bahwa gejala penyakitnya akan hilang walaupun tidak di obati.
Berbagai alasan dikemukakan mengapa masyarakat tidak mau memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan seperti jarak fasilitas kesehatan yang jauh, sikap
petugas yang kurang simpati dan biaya pengobatan yang mahal (Ma’rifat,
2010).
4. PATOFISIOLOGI
Pada balita dengan kekurangan gizi akan menyebabkan berkurangnya lapisan
lemak di bawah kulit hal ini terjadi karena kurangnya asupan gizi sehingga tubuh
memanfaatkan cadangan lemak yang ada, selain itu imunitas dan produksi
albumin juga ikut menurun sehingga balita akan mudah terserang infeksi dan
mengalami perlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Balita dengan gizi
kurang akan mengalami peningkatan kadar asam basa pada saluran cerna yang
akan menimbulkan diare (Maryunani, 2016).
Dalam hal pertumbuhan dan perkembangan manusia, kelenjar endokrin
yang berperan penting adalah kelenjar hipofisis, yang terletak di bawah dan
sedikit di depan hipotalamus. Suplai darah yang kaya dalam infundibulum, yang
menghubungkan dua kelenjar, membawa hormon pengatur dari hipotalamus ke
kelenjar hipofisis. Hipofisis memiliki lobus anterior dan posterior. Lobus anterior,
atau adenohipofisis, melepaskan hormon utama yang mengendalikan
pertumbuhan dan perkembangan manusia yaitu hormon pertumbuhan (Growth
Hormone/GH), hormon perangsang tiroid (Thyroid Stimulating Hormone (TSH),
prolaktin, gonadotrofin (Luteinizing dan hormon perangsang folikel), dan hormon
adrenocorticotropik (ACTH)(Vonaesch et al., 2018). Pertumbuhan normal tidak
hanya bergantung pada kecukupan hormon pertumbuhan tetapi merupakan hasil
yang kompleks antara sistem saraf dan sistem endokrin. Hormon jarang bertindak
9
sendiri tetapi membutuhkan kolaborasi atau intervensi hormon lain untuk
mencapai efek penuh. Hormon pertumbuhan menyebabkan pelepasan faktor
pertumbuhan mirip insulin (Insulin like Growth Factor 1 (IGF-1)) dari hati. IGF-1
secara langsungmempengaruhi serat otot rangka dan sel-sel tulang rawan di
tulang panjang untuk meningkatkan tingkat penyerapan asam amino dan
memasukkannya ke dalam protein baru, sehingga berkontribusi terhadap
pertumbuhan linear selama masa bayi dan masa kecil. Pada masa remaja,
percepatan pertumbuhan remaja terjadi karena kolaborasi dengan hormon gonad,
yaitu testosteron pada anak laki-laki, dan estrogen pada anak perempuan.Ada
banyak bukti dari penelitian tentang anak-anak dengan perawakan pendek yang
tidak normal terjadi akibat faktor lingkungan yang mengganggu sistem endokrin,
menyebabkan pengurangan dalam pelepasan hormon pertumbuhan. Namun,
hormon lain juga terpengaruh, membuat penyebab gangguan pertumbuhan
menjadi kompleks (Taufiq Rohman, S.Pd.I, 2019).
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala stunting menurut (kemenkes, 2017)
1) Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya
2) Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/kecil untuk
seusianya
3) Berat badan rendah untuk anak seusianya
4) Pertumbuhan tulang tertunda.
5) Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
6) Pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat
7) Memiliki kemampuan fokus dan memori belajar yang buruk
8) Pubertas yang lambat
9) Saat menginjak usia 8-10 tahun, anak cenderung lebih pendiam dan tidak
banyak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya
10)Berat badan lebih ringan untuk anak seusianya
10
6. BAGAN PATOFLOW
Kurang Pengetahuan
Orang Tua
Defisit Pengetahuan
Manajemen
keluarga
tidak efektif
Hiperperistaltik usus
Diare
11
7. KOMPLIKASI
Masalah gizi terutama masalah balita stunting dapat menyebabkan proses
tumbuh kembang menjadi terhambat, dan memiliki dampak negatif yang akan
berlangsung untuk kehidupan selanjutnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
balita pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang kurang dan
pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa (Astutik, Rahfiludin, & Aruben,
2018).
Menurut WHO (2018), dampak yang terjadi akibat stunting dibagi menjadi
dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.
1) Dampak jangka pendek, yaitu :
1. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian.
2. Perkembangan kognitif, motorik dan verbal pada anak tidak optimal.
3. Peningkatan biaya kesehatan
2) Dampak jangka panjang, yaitu :
1. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek bila dibandingkan
pada umumnya)
2. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya
3. Menurunnya kesehatan reproduksi
4. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah
5. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal
8. PENATALAKSANAAN
Menurut Khoeroh dan Indriyanti, (2017) beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk mengatasi stunting yaitu:
1) Penilaian status gizi yang dapat dilakukan melalui kegiatan posyandu setiap
bulan.
2) Pemberian makanan tambahan pada balita.
3) Pemberian vitamin A.
4) Memberi konseling oleh tenaga gizi tentang kecukupan gizi balita.
12
5) Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia 2
6) tahun dengan ditambah asupan MP-ASI.
7) Pemberian suplemen menggunakan makanan penyediaan makanan dan
8) minuman menggunakan bahan makanan yang sudah umum dapat
9) meningkatkan asupan energi dan zat gizi yang besar bagi banyak pasien.
10)Pemberian suplemen menggunakan suplemen gizi khusus peroral siap guna
yang dapat digunakan bersama makanan untuk memenuhi kekurangan gizi.
9. PENCEGAHAN
1. Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil
Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak
adalah selalu memenuhi gizi sejak masa kehamilan. Lembaga kesehatan
Millenium Challenge Account Indonesia menyarankan agar ibu yang sedang
mengandung selalu mengonsumsi makanan sehat nan bergizi maupun
suplemen atas anjuran dokter. Selain itu, perempuan yang sedang menjalani
proses kehamilan juga sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter
atau bidan.
2. Beri ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan
Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman,
menyatakan ASI ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak
berkat kandungan gizi mikro dan makro. Oleh karena itu, ibu disarankan
untuk tetap memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada sang buah
hati. Protein whey dan kolostrum yang terdapat pada susu ibu pun dinilai
mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang rentan.
3. Dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat
Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan
makanan pendamping atau MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan
yang dipilih bisa memenuhi gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu
berasal dari ASI untuk mencegah stunting. WHO pun merekomendasikan
13
fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain,
sebaiknya ibu berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan
tersebut.
Konsultasikan dulu dengan dokter.
4. Terus memantau tumbuh kembang anak
Orang tua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama
dari tinggi dan berat badan anak. Bawa si Kecil secara berkala ke
Posyandu maupun klinik khusus anak. Dengan begitu, akan lebih mudah
bagi ibu untuk mengetahui gejala awal gangguan dan penanganannya.
5. Selalu jaga kebersihan lingkungan
Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit,
terutama kalau lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang
secara tak langsung meningkatkan peluang stunting. Studi yang dilakukan
di Harvard Chan School menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang
menyebabkan gangguan kesehatan tersebut. Sementara salah satu pemicu
diare datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia.
14
2.1Konsep Dasar Keluarga
2.1.1 Definisi Keluarga
Menurut Bailon dan Maglaya (1989), keluarga adalah dua atau lebih
dalam satu rumah tangga berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan
adalah :
1) Patrilineal : Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2) Matrilineal : Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
suami.
keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena
15
2.1.3 Ciri-ciri Keluarga
kompleks dalam posisi, peran, dan aturan atau nilai-nilai yang menjadi
1) Terorganisasi
2) Keterbatasan
ayah sebagai pencari nafkah utama dan ibu yang bertugas merawat
1. The Nuclear Family (Keluarga Inti), yaitu keluarga yang terdiri suami, istri
dan anak.
2. The Dyad Family, yaitu keluarga yang terdiri suami dan istri yang hidup
3. Keluarga usila, yaitu keluarga yang terdiri dari suatu istri yang sudah tua
4. The Childless Family, yaitu keluarga tanpa anak karena terlambat menikah
5. The Extended Family (keluarga besar), yaitu keluarga yang terdiri tiga
generasi hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear family disertai
paman,bibi, orang tua (kakek dan nenek), keponakan dan lain sebagainya.
6. The Single Parent Family (keluarga duda atau janda), yaitu keluarga yang
terdiri dari suatu orang tua bisa ayah atau ibu. Penyebabnya dapat terjadi
7. Commuter Family, yaitu keluarga dengan kedua orang tua bekerja di kota
yang berbeda, tetapi setiap akhir pekan semua anggota keluarga dapat
17
23 pelayanan bersama. Seperti, menggunakan dapur, kamar mandi,
10. Blended Family, yaitu keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang
11. The Single adult living alone / single adult family, yaitu keluarga yang
terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya (separasi)
2) Keluarga Non-Tradisional
1. The unmarried teenage mother, yaitu keluarga yang terdiri dari orang tua
anaknya yang tidak memiliki hubungan saudara, hidup bersama dalam satu
rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi
5. Gay dan Lesbian family, yaitu keluarga dengan seseorang yang persamaan
8. Group network family, yaitu keluarga inti yang dibatasi oleh aturan atau
nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunkan barang
membesarkan anaknya.
9. Foster family, yaitu keluarga yang menerima anak yang tidak ada hubungan
10. Homeless family, yaitu keluarga yang terbentuk tanpa perlindungan yang
11. Gang, yaitu sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda
berikut:
1) Fungsi Afektif
19
2) Fungsi Sosialisasi
lingkungan sosial.
3) Fungsi Reproduksi
4) Fungsi Ekonomi
dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Setiap anggota keluarga
20
1) Ayah
sosial tertentu.
2) Ibu
tertentu.
3) Anak
kelahiran anak pertama sampai anak pertama ber usia 30 bulan. Tugas pada
menyenangkan
3) Tahap III keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun dan berakhir
saat anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi
menigkatkan pertumbuhannya.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut:
22
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti: kebutuhan tempat
3. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, semetara kebutuhan anak yang
5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap paling repot)
4) Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (families with school children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6
tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini umumnya keluarga
sibuk. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai
berikut:
semangat belajar
23
5) Tahap V keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Tahap ini dimulai pada anak saat usia 13 tahun dan biasanya berakhir
sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah
otonominya.
families)
Lamanya tahap ini tergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau
jika anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.
berikut: 24
masa tua.
anaknya
anakanaknya
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah
Beberapa pasangan pada fase ini akan dirasakan sulit karena masalah
usia lanjut, perpisahan dengan anak, dan perasaan gagal sebagai orang
tua. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai
berikut:
1. Mempertahankan kesehatan
25
8) Tahap VIII keluarga usia lanjut
yang tidak dapat dihindari karena berbagai proses usia lanjut dan
dan pendapatan
1) Edukasi
2) Koordinasi
bekerja dengan keluarga misalnya, klien yang pulang dari rumah sakit
4) Pengawas kesehatan
keluarga.
masalah kesehatan.
6) Kolaborasi
rumah sakit atau anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai
7) Advokasi
kewajiban klien.
8) Fasilitator
30
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GIZI
BURUK DAN STUNTING
1. PENGKAJIAN
a) Identitas meliputi nama umur jenis kelamin alamat pendidikan pekerjaan
orang tua
b) Keluhan utama
c) Riwayat penyakit sekarang
Gizi buruk biasanya ditemukan nafsu makan kurang kadang disertai tubuh
terdapat kelainan kulit (crazy pavement)
d) Riwayat penyakit dahulu Apakah ada riwayat penyakit infeksi anemia dan
diare sebelumnya
31
e) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang lain menderita gizi buruk
Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Mata: agak meninjol
Wajah: membulat dan sembab
Kepala: rambut mudah rontok dan kemerahan Abdomen : perut terlihat buncit
kulit : adakah crazy pavement dermatosis keadaan turgor kulit odema
b. Palpasi
Pembesaran hati kurang lebih 1 inci Auskultasi
Peristaltik usus abnormal
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah meliputi Hb, albumin, globulin,protein total elektrolit
serum biakan darah.
2. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine.
3. EKG
4. X foto paru
32
Penyebab : menelan Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
1. Ketidakmampuan menelan meningkat nutrien
makanan Pengetahuan Monitor asupan makanan
2. Ketidakmampuan mencerna tentang pilihan Monitor berat badan
makanan makanan yang Monitor hasil pemeriksaan
3. Ketidakmampuan sehat meningkat laboratorium
mengabsorbsi nutrien Pengetahuan
4. Faktor ekonomi (mis. tentang standar Terapeutik :
Financial tidak mencukupi) asupan nutrisi Sajikan makanan secara menarik dan
5. Faktor psikologis (mis. yang tepat suhu yang sesuai
stress, keenggangan untuk meningkat Berikan makann yang tinggi serat
makan) Penyiapan dan untuk mencegah konstipasi
penyimpanan Berikan makanan yang tinggi kalori
Gejala danTanda Mayor : makanan yang dan tinggi protein
Beratb adan minimal 10 % aman meningkat Berikan suplemen makanan (jikaperlu)
dibawah rentang ideal Penyiapan dan
penyimpanan Edukasi :
Gejala danTanda Minor : minuman yang Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Nafsu makan menurun aman meningkat Ajarkan diet yang diprogramkan
Kram/nyeri abdomen Perasaan cepat
Otot pengunyah lemah kenyang menurun Kolaborasi :
Otot menelan lemah Nyeri abdomen Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Membran mukosa pucat menurun menentukan jumlah kalori dan jenis
Sariawan Rambut rontok nutrien yang dibutuhkan.
Rambut rontok berlebihan menurun
Diare Diare menurun
33
dengan benar
Ajarkan etika batuk
Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi
(jika perlu)
34
BAB III
PENGKAJIAN
A. Data umum
35
GENOGRAM
NENEK
Ny. S
(62th)
Ny L
(20th) Tn. M (22th)
An. Y(3th
1bln)
An. M(1th 2bln))
Keterangan :
: Laki-laki
:Perempuan
: Garis Pernikahan
:Garis Keturunan
: Klien
5. Tipe Keluarga
Tipe keluaga termasuk keluarga besar yang terdiri dari keluarga inti dan nenek
7. Identifikasi religius
Semua anggota keluarga beragama islam dan senantiasa taat beribadah, dan An. Y juga
mengikuti kegiatan belajar mengaji didaerahnya.
8. Status kelas sosial
Tn. M bekerja sebagai wiraswasta dan Ny. L sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan
keluarga didapatkan dari penghasilan Tn. M
36
B. Riwayat Keluarga dan Tahap Perkembangan
c) An. Y jarang sakit, sakit kadang hanya demam batuk pulek saja makan, maupun
d) An. M pernah mengalami kejang deman sekitar usia 7 bulan dengan suhu
deman 39, mengkonsumsi asi hanya sampa usia 3 bulan, karena asi tidak
keluar dan hanya diberikan air gula dan air tajin, karena jika diberikan susu
An. M menderita stunting tetapi keluarga Tn. M dari pihak bapak/ibu tidak ada yang menderita
stunting
C. Struktur Keluarga
D. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Hubungan antara keluarga baik, mendukung bila ada yang sakit
langsung dibawa ke petugas kesehatan terdekat.
b. Fungsi Sosialisasi
Setiap hari keluarga berkumpul di rumah, hubungan dalam
keluarga baik dan mentaati norma yang baik.
c. Fungsi Ekonomi
Keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan yang cukup,
pakaian dan biaya anak untuk berobat. Keluarga tidak memiliki 37
berat, hanya saja Ny.L merasa khawatir dengan keadaan anaknya yang tidak
sekolah anaknya agar bisa sekolah setinggi mungkin serta meningkatkan taraf
hidup keluarganya
2. Keluarga mengetahui bahwa An.M mengalami kekuragan Gizi dan maalah pertubuh
Kembangan
3. An.M dari Puskesmas sudah mendapatkan susu tambahan untuk membantu meningkatkan
berat badan dan status gizi
39
2. Pemeriksaan kesehatan tiap individu anggota keluarga
LL
45
Diagnosa Keperawatan sesuai dengan Prioritas Masalah
nutrient
Jumlah 4
NAMA : An.M
UMUR : 1th 2
bulan
47
48
49
3.4 Intervensi Keperawatan Keluarga
NAMA : An.M
UMUR : 1Thn 2 bulan
NO. REGISTER :
Edukasi
NAMA : An.M
UMUR : 1 Th 2 Bln
2. Sabtu, 17 Juni 2023 09.50 WIB 1. Menjelaskan kepada keluarga penyebab stunting
Respon : Keluarga klien memperhatikan apa yang dijelaskan perawat
10.00 WIB 2. Menjelaskan dampak yang ditimbulkan pada anak stunting
Respon : Keluarga klien memperhatikan apa yang dijelaskan perawat
10.25 WIB 3. Menganjurkan kepada keluarga untuk melakukan hidup
bersih Respon : Keluarga patuh pada anjuran perawat
10.50 WIB 4. Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya
Respon : Keluarga klien tidak ada yang
10.55 WIB bertanya
5. Bantu keluarga untuk mengulangi apa yang telah dijelaskan
1. Minggu, 18 Juni 2023 09.00 WIB 1. Memberi salam
Respon : Keluarga dan klien menjawab salam perawat
09.05 WIB 2. Menjelaskan kepada keluarga cara meningkatkan nafsu makan
anak Respon : Keluarga memperhatikan apa yang dijelaskan
09.20 WIB perawat
3. Menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya kebutuhan nutrisi anak
Respon : Keluarga memperhatikan apa yang dijelaskan perawat dan
09.40 WIB keluarga mampu menjelaskan kembali pentingya kebutuhan nutrisi anak
4. Menganjurkan kepada keluarga untuk memberi makan kepada An.M sedikit
tapi sering
Respon : Ny.L mencoba memberi makan kepada An.M dengan porsi sedikit tapi
09.45 WIB sering
5. Mengobservasi asupan nutrisi anak
Respon : Ny.L mengatakan nafsu makan anak menurun
6. Timbang berat badan
anak BB : 9,4 kg
TB : 60 cm
2. Minggu, 18 Juni 2023 09.55 WIB 1. Menjelaskan kepada keluarga tindakan yang harus dilakukan saat anak menderita
stunting
Respon : Keluarga memperhatikan apa yang dijelaskan perawat
10.10 WIB 2. Menjelaskan kepada keluarga cara menangani saat anak menderita stunting
Respon : Keluarga memperhatikan apa yang dijelaskan perawat dan
keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat
10.30 WIB 3. Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan dalam menangani stunting
4. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya
1. Senin, 19 Juni 2023 09.00 WIB 1. Beri salam
53
3.6 Evaluasi
Tabel Evaluasi
No Diagnosa TANGGAL TANGGAL TANGGAL
Keperawatan 17-06-2023 17-06-2023 17-06-2023
1. Defisit nutrisi S: S: S:
1. Ny.L mengatakan anak sulit 1. Ny.L mengatakan anak sulit 1. Ny.L mengatakan anak sudah
makan makan mulai suka dengan
2. Ny.L mengatakan sudah 2. Ny.L mengatakan sudah memberi makanannya
memberi makanan makanan diantaranya nasi, sayur, 2. Ny.L mengatakan berat badan
diantaranya nasi, sayur, lauk lauk anak sedikit meningkat
O:
1. Keadaan umum anak: badan O: O:
kurus dan kecil 1. Keadaan umum anak: badan 1. Keadaan umum anak: badan
2. BB : 8 kg kurus dan kecil kurus dan kecil
TB : 60 cm 2. BB : 8 kg 2. BB : 8,1kg
3. Anak tampak makan dengan TB : 60 cm TB : 60 cm
porsi sedikit 3. Anak tamapak makan dengan 3. Anak tampak makan dengan
porsi sedang porsi sedang
DOKUMENTASI
58
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia, M. (2015). Retrieved 01 27, 2021, from Stunting dan Masa Depan
Indonesia:
http://www.mcaindonesia.go.id/assets/uploads/media/pdf/MCAIndonesiaTechni
cal- BriefStunting-ID.pdf
RI, K. K. (2018). Situasi Balita Stunting di Indonesia. Jakarta: Buletin Jendela Data dan
Informasi.
Senbanjo, I. e. (2011). Prevalence of and Risk factors for Stunting among School
Children and Adolescent in Abeokuta. Journal of Health Population and
Nutrition(29(4)), 364-370.
61