Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

GIZI MASYARAKAT

STUNTING

Dosen Pengampu : Dr. Yunita Satya Pratiwi S.P., M.Kes

Kelompok 4 :

1. Bhisma Alamsyah 182110102007


2. Melisa Febi Lestari 182110102013
3. Nadien Mutia I.M 182110102016
4. Naila Maharani 182110102023
5. Alifia Istnaini Jamil 182110102026
6. Rifka Wuri Viliantina 182110102029
7. Nuvahul Mustaqhfiro 182110102032

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2019

1
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini, dan kami buat dengan waktu yang telah di tentukan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya
penyusunan makalah seperti ini, pembaca dapat belajar dengan baik dan benar
mengenai Stunting dalam mata kuliah Gizi Masyarakat dengan dosen pengampu
mata kuliah Gizi Masyarakat yaitu Dr. Yunita Satya Pratiwi S.P., M.Kes.
Kami mengucapkan terimah kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi
sumbangsi kepada kami dalam penyelesaian makalah ini. Dan tentunya kami juga
menyadari, bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan pada
makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan kemampuan dari kami. Oleh karena itu,
kami senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak, guna penyempurnaan makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini kita dapat belajar bersama demi
kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Bondowoso , 13 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ............................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stunting .......................................................................................... 3

2.2 Klasifikasi Stunting ..................................................................................... 3

2.3 Penyebab Stunting ...................................................................................... 4

2.4 Patofisiologi Stunting .................................................................................. 6

2.5 Gejala .......................................................................................................... 11

2.6 Cara Mencegah........................................................................................... 11

2.7 Cara Mengatasi Secara Kuratif ................................................................ 12

2.8 Akibat Jangka Panjang dan Jangka Pendek .......................................... 15

2.9 Rencana Indonesia Terbebas dari Stunting ............................................ 15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 17

3.2 Saran ........................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek


dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median
panjang atau tinggi badan. Stunting dapat di diagnosis melalui indeks
antropometri tinggi badan menurut umur yang mencerminkan
pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan
indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak
memadai. Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk
mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan
penyakit infeksi (ACC/SCN, 2000).

Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada


kehidupan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa
individu yang stunting memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari
berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan penyakit. Stunting akan
mempengaruhi kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan intelektual
akan terganggu (Mann dan Truswell, 2002). Hal ini juga didukung oleh
Jackson dan Calder (2004) yang menyatakan bahwa stunting berhubungan
dengan gangguan fungsi kekebalan dan meningkatkan risiko kematian.

Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data


ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan
memposisikan Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah
anak yang mengalami stunting tinggi (UNICEF, 2007). Hasil Riskesdas
2010, secara nasional prevalensi kependekan pada anak umur 2-5 tahun di
Indonesia adalah 35,6 % yang terdiri dari 15,1 % sangat pendek dan 20 %
pendek. Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja tetapi
disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling

1
berhubungan satu dengan yang lainnya. Ada tiga faktor utama penyebab
stunting yaitu asupan makan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan
zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral,
vitamin, dan air) riwayat berat lahir badan rendah (BBLR) dan riwayat
penyakit (UNICEF, 2007).

1.2 Rumusan masalah


1. Apa dan bagaimana definisi serta klasifikasi dari masalah gizi
stunting?
2. Bagaimana penyebab dan jalannya patofisiologi masalah gizi stunting?
3. Apa saja gejala yang dapat menimbulkan masalah gizi stunting?
4. Bagaimana cara mencegah dan mengatasi timbulnya masalah gizi
stunting?
5. Bagaimana dampak jangka panjang dan jangka pendek yang
ditimbulkan dari masalah gizi stunting?
6. Bagaimana rencana supaya Indonesia terbebas dari stunting ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi serta klasifikasi dari masalah
gizi stunting.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa penyebab dan jalannya patofisiologi
dari masalah gizi stunting
3. Untuk mengetahui gejala dari masalah gizi stunting
4. Untuk memahami dan mengetahui cara pencegahan dan cara mengatasi
dari pada masalah gizi stunting
5. Untuk mengetahui dan memahami dampak yang ditimbulkan dalam
jangka waktu yang panjang dan jangka pendeknya
6. Untuk memberikan solusi akan rencana indonesia untuk terbebas dari
stunting.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Stunting merupakan suatu terminologi untuk tinggi badan yang


berada dibawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan normal
yang berlaku pada populasi tersebut. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
dapat digunakan untuk menilai status gizi masa lampau, ukuran panjang
badan dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Sedangkan
kelemahannya adalah tinggi badan tidak cepat naik sehingga kurang
sensitif terhadap masalah gizi dalam jangka pendek.

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh


asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian
makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin
masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.
Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan
anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh
tidak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga
berkurang, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang
bagi Indonesia.

2.2 Klasifikasi

Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted)


adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U)
menurut umurnya dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth
Reference Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai zscorenya kurang
dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely
stunted). Penghitungan ini menggunakan standar Z score dari WHO.

3
Normal, pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek)
dan severely stunted (sangat pendek).

Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi


badan per umur (TB/U).

I. Sangat pendek : Zscore < -3,0


II. Pendek : Zscore < -2,0 s.d. Zscore ≥ -3,0
III. Normal : Zscore ≥ -2,0

Dan di bawah ini merupakan klasifikasi status gizi stunting


berdasarkan indikator TB/U dan BB/TB.

I. Pendek-kurus : -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0

II. Pendek -normal : Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0
s/d 2,0

III. Pendek-gemuk : Z-score ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0

2.3 Penyebab

Terdapat beberapa penyebab stunting diantaranya dapat berupa


varian yang diturunkan (familial), penyakit endokrin, kromosomal,
penyakit kronis, malnutrisi, riwayat pemberian ASI sebelumnya, dan
status sosial ekonomi keluarga. Secara garis besar perawakan pendek
dibagi menjadi dua yaitu familial dan keadaan patologis Stunting
disebabkan oleh Faktor Multi Dimensi Intervensi paling menentukan pada
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)

Stunting juga disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak


hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil
maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan. Untuk dapat
mengurangi prevalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000

4
Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih detil,
beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan
sebagai berikut:

1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan


ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta
setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada
menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air
Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak
menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI
diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain
berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MP- ASI
juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat
disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan
sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.
2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal
Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal
Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan
dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat
kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi
64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan
imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi
sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses ke
layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6
tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).
3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal
ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong
mahal.Menurut beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012,
SUSENAS), komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibanding
dengan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih
mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke makanan bergizi di

5
Indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang
mengalami anemia.
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di
lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih
buang air besar (BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum
memiliki akses ke air minum bersih.
5. Masalah kekurangan gizi diawali dengan perlambatan atau retardasi
pertumbuhan janin yang dikenal sebagai IUGR (Intra Uterine Growth
Retardation). Di negara berkembang,kurang gizi pada pra-hamil dan ibu
hamil berdampak pada lahirnya anak yang IUGR dan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR).
6. Kondisi IUGR hampir separuhnya terkait dengan status gizi ibu, yaitu
berat badan (BB) ibu pra-hamil yang tidak sesuai dengan tinggi badan ibu
atau bertubuh pendek, dan pertambahan berat badan selama kehamilannya
(PBBH) kurang dari seharusnya. Ibu yang pendek waktu usia 2 tahun
cenderung bertubuh pendek pada saat meninjak dewasa.
7. Apabila hamil ibu pendek akan cenderung melahirkan bayi yang BBLR.
Ibu hamil yang pendek membatasi aliran darah rahim dan pertumbuhan
uterus, plasenta dan janin sehingga akan lahir dengan berat badan rendah
(Kramer, 1987).
8. Apabila tidak ada perbaikan, terjadinya IUGR dan BBLR akan terus
berlangsung di generasi selanjutnya sehingga terjadi masalah anak pendek
intergenerasi

2.4 Patofisiologi

Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh


berbagai faktor penyebab. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah
pangan. Masalah gizi pada anak balita tidak mudah dikenali oleh
pemerintah, atau masyarakat bahkan keluarga karena anak tidak tampak
sakit. Terjadinya kurang gizi tidak selalu didahului oleh terjadinya

6
bencana kurang pangan dan kelaparan seperti kurang gizi pada dewasa.
Hal ini berarti dalam kondisi pangan melimpah masih mungkin terjadi
kasus kurang gizi pada anak balita. Kurang gizi pada anak balita bulan
sering disebut sebagai kelaparan tersembunyi atau hidden hunger.

Stunting merupakan reterdasi pertumbuhan linier dengan deficit


dalam panjang atau tinggi badan sebesar -2 Z-score atau lebih menurut
buku rujukan pertumbuhan World Health Organization/National Center for
Health Statistics (WHO/NCHS). Stunting disebabkan oleh kumulasi
episode stress yang sudah berlangsung lama (misalnya infeksi dan asupan
makanan yang buruk), yang kemudian tidak terimbangi oleh catch up
growth (kejar tumbuh).

Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa hubungan pada bayi yang
menalami defisiensi protein dapat menyebabkan respon cortex adrenalin
yang adekuat, dan mempengaruhi peningkatan optimalisasi di plasma
kortisol yang menyebabkan terganggunya protein dalam membentuk otot
serta dapat menghambat hormon pertumbuhan pada bayi sehingga
pertumbuhan balita menjadi melambat. Pada saat terganggunya protein

7
saat membentuk otot, produksi asam amino dan sintesis lipoprotein yang
seharusnya normal menjadi tidak normal. Faktor lain yaitu saat
optimalisasi diplasma kortisol meningkat hal ini juga mempengaruhi asam
lemak bebas yang dari bagan diatas menyebabkan timbunan lemak dihati.
Faktor faktor kurangnya konsumsi protein diatas menyebakan seseorang
mengalami stunting. Apabila seseorang memiliki pola asupan protein yang
mencukupi, maka proses pertumbuhan akan berjalan lancar dan juga akan
menyebabkan sistem kekebalan tubuh bekerja dengan baik (Mitra, 2015).
protein mengandung semua macam asam amino essensial yang sebagian
digunakan sebagai perbaikan jaringan akan tetapi tidak cukup untuk
pertumbuhan, asma amin dengan jumalh yang terabatas untuk
memungkinkan pertumbuhan dinamakan asma amino terbatas. Jika dua
jenis protein tebatas dengan asam amino yang berbeda dimakan
bersamaan didalam tubuh akan menjadi susunan protein yang komplit dan
memungkinkan pertumbuhan.

Konsumsi protein yang rendah, akan mempengaruhi produksi dan


juga kerja dari hormon IGF-1 (Bonjour et al, 2001). Hormon IGF-1 atau
dikenal juga sebagai Somatomedin adalah hormon protein polipeptida
yang mempunyai struktur molekul mirip insulin yang berperan sebagai 8
mediator kerja GH (Growth Hormon). Hormon ini berperan penting dalam
pertumbuhan masa anak dan berlanjut pada saat dewasa. Konsentrasi
hormon IGF-1 dalam darah pada saat lahir rendah, kemudian meningkat
secara bertahap pada saat bayi dan anak serta mencapai puncaknya pada
masa remaja. Setelah itu, kadar IGF-1 akan menurun secara bertahap
selama masa dewasa (Guyton & Hall, 2007).

Masalah nutrisi utama pada remaja adalah defisiensi mikronutrien,


khususnya anemia defisiensi zat besi, serta masalah malnutrisi, baik gizi
kurang dan perawakan pendek maupun gizi lebih sampai obesitas dengan
komorbiditasnya yang keduanya seringkali berkaitan dengan perilaku
salah makan (IDAI, 2013). Salah satu mikronutrien yang berperan adalah

8
asupan zink. Angka Kecukupan Gizi untuk zink perhari pada remaja putri
antara 13-16 mg/hari, sedangkan para remaja laki-laki antara 14-18
mg/hari (DEPKES, 2013). Hal ini bearti zink harus tersedia dalam jumlah
yang cukup. Kekurangan zink yang terjadi pada usia sekolah dapat
berakibat gangguan pertumbuhan fisik atau stunting dan perkembangan sel
otak (Rosmalina et al, 2010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Abunada


(2013) di negara Palestina bahwa ada hubungan antara zink dengan
stunting. Remaja yang mengalami defisiensi zink memiliki risiko lebih
besar terkena stunting dibanding remaja yang memiliki asupan zink
normal. Penelitian yang dilakukan oleh Anindita (2012) yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara kecukupan zink dengan kejadian stunting.
Kebermaknaan hubungan ini disebabkan saat remaja masih dalam tahap
balita susahnya akses bahan makanan sumber zink di wilayah penelitian
cenderung sulit untuk didapatkan dan kurang beranekaragaman makanan
terutama bahan yang berasal dari laut

Zat besi merupakan salah satu mikronutrien esensial bagi tubuh


manusia yang merupakan mineral mikro paling banyak yaitu 3-5 gram.
Terdapat beberapa pendapat oleh ahli mengenai peran dari zat besi (Fe)
yaitu sebagai komponen 7 enzim serta komponen sitokrom yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan. Salah satunya yaitu sebagai
komponen enzim ribonukleotida reduktase yang mampu berperan serta
dalam sintesis DNA yang bekerja secara tidak langsung pada pertumbuhan
jaringan yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan (Harmatz,
Butensky, & Lubin, 2003). Selain itu, besi sebagai komponen sitokrom
yang dapat berperan serta dalam produksi Adenosine Triphosphate (ATP)
serta sintesis protein yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan
jaringan (Andrew, 1999).

Mekanisme terjadinya obesitas pada anak stunted dikarenakan


asupan energi yang rendah selama masa pertumbuhan menyebabkan

9
tingginya tingkat kortisol dan rendahnya IGF-1. Perubahan hormonal ini,
terutama tingginya tingkat kortisol berkaitan dengan penyimpanan lemak
tubuh sedangkan rendahnya hormon IGF-1 memungkinkan terjadinya
gangguan pada lipolisis dalam memecah lemak. Oleh karena itu, adaptasi
jangka panjang pada anak stunted menyebabkan gangguan oksidasi lemak.

Asupan energi yang rendah selama pertumbuhan diketahui


menurunkan level IGF-1 dan meningkatkan rasio kortisol terhadap
insulin33. Metabolisme kortisol juga memiliki peran utama dalam
distribusi lemak yang terpogram dari dalam kandungan. Jaringan lemak
viseral memiliki jumlah reseptor glukokortikoid lebih tinggi dibandingkan
dengan jaringan lemak lainnya. Oleh karena itu, paparan glukokortikoid
seperti kortisol dapat menyebabkan penyerapan lemak yang lebih cepat
pada jaringan lemak viseral, karena kortisol dapat meningkatkan aktivitas
lipoprotein lipase (LPL)34. Simpanan lemak viseral yang paling sering
digunakan sebagai tempat simpanan lemak, karena tubuh akan lebih
mudah memecah lemak pada saat dibutuhkan. Selain itu pada remaja
stunted juga terdapat penurunan metabolisme basal tubuh yang
menyebabkan lemak menjadi atherogenik dan mengumpul pada jaringan
lemak viseral

Dampak dari kekurangan gizi pada awal kehidupan anak akan


berlanjut dalam setiap siklus hidup manusia. Wanita usia subur (WUS)
dan ibu hamil yang mengalami kekurangan energy kronis (KEK) akan
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR ini akan
berlanjut menjadi balita gizi kurang (stunting) dan berlanjut ke usia anak
sekolah dengan berbagai konsekuensinya. Kelompok ini akan menjadi
generasi yang kehilangan masa emas tumbuh kembangnya dari tanpa
penanggulangan yang memadai kelompok ini dikuatirkan lost generation.
Kekurangan gizi pada hidup manusia perlu diwaspadai dengan seksama,

10
selain dampak terhadap tumbuh kembang anak kejadian ini biasanya tidak
berdiri sendiri tetapi diikuti masalah defisiensi zat gizi mikro.

2.5 Gejala

Gejala stunting yang paling utama adalah anak memiliki tubuh


pendek di bawah rata-rata. Tinggi atau pendeknya tubuh anak sebenarnya
bisa dengan mudah Anda ketahui, jika Anda memantau tumbuh kembang
si kecil sejak ia lahir. Beberapa gejala dan tanda lain yang terjadi kalau
anak mengalami gangguan pertumbuhan:

 Tanda Pubertas Terlambat


 Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan eye
contact
 Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar
 Pertumbuhan melambat
 Pertumbuhan gigi terlambat
 Wajah tampak lebih muda daripada usianya.

2.6 Cara Mencegah

Untuk mencegah anak stunting, ibu bisa mencegahnya sejak masa


kehamilan. Beberapa tips yang bisa Ibu lakukan untuk mencegah stunting
adalah:

1. Memperbaiki pola makan dan mencukupi kebutuhan gizi selama


kehamilan
2. Memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung zat besi dan asam
folat untuk mencegah cacat tabung saraf.
3. Memastikan anak mendapat asupan gizi yang baik khususnya pada masa
kehamilan hingga usia 1000 hari anak.
4. Selain itu stunting adalah gangguan yang juga dapat dicegah dengan
meningkatkan kebersihan lingkungan dan meningkatkan akses air bersih di
lingkungan rumah.

11
Untuk mencegah stunting, konsumsi protein sangat mempengaruhi
pertambahan tinggi dan berat badan anak di atas 6 bulan. Anak yang
mendapat asupan protein 15 persen dari total asupan kalori yang
dibutuhkan terbukti memiliki badan lebih tinggi dibanding anak dengan
asupan protein 7,5 persen dari total asupan kalori. Anak usia 6 sampai 12
bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian sebanyak 1,2 g/kg berat
badan. Sementara anak usia 1–3 tahun membutuhkan protein harian
sebesar 1,05 g/kg berat badan

 Antisipasi stunting pada anak dengan cara :

a. Melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur.


b. Menghindari asap rokok dan memenuhi nutrisi yang baik selama masa
kehamilan antara lain dengan menu sehat seimbang, asupan zat besi, asam
folat, yodium yang cukup.
c. Melakukan kunjungan secara teratur ke dokter atau pusat pelayanan
kesehatan lainnya untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak,
yaitu:

 setiap bulan ketika anak anda berusia 0 sampai 12 bulan


 setiap 3 bulan ketika anak anda berusia 1 sampai 3 tahun
 setiap 6 bulan ketika anak anda berusia 3 sampai 6 tahun
 setiap tahun ketika anak anda berusia 6 sampai 18 tahun
d. Mengikuti program imunisasi terutama imunisasi dasar.
e. Memberikan ASI eksklusif sampai anak anda berusia 6 bulan dan
pemberian MPASI yang memadai.

2.7 Cara Mengatasi Secara Kuratif


Merujuk pada pola pikir UNICEF/Lancet, masalah stunting
terutama disebabkan karena ada pengaruh dari pola asuh, cakupan dan
kualitas pelayanan kesehatan, lingkungan, dan ketahanan pangan, maka
berikut ini mencoba untuk membahas dari sisi pola asuh dan ketahanan

12
pangan tingkat keluarga. Dari kedua kondisi ini dikaitkan dengan strategi
implementasi program yang harus dilaksanakan. Pola asuh (caring),
termasuk di dalamnya adalah Inisiasi Menyusui Dini (IMD), menyusui
eksklusif sampai dengan 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan dengan
makanan pendamping ASI (MPASI) sampai dengan 2 tahun merupakan
proses untuk membantu tumbuh kembang bayi dan anak. Kebijakan dan
strategi yang mengatur pola asuh ini ada pada Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 128, Peraturan Pemerintah Nomor 33
tahun 2012 tentang ASI, dan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
2015-2019, keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.
02.02/MENKES/52/2015. Amanat pada UU Nomor 36 Tahun 2009
adalah:
a. Setiap bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan
selama 6 bulan, kecuali atas indikasi medis.
b. Selama pemberian ASI pihak keluarga, pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh
dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.

Intervensi dalam mengatasi stunting yaitu dengan intervensi gizi spesifik


dan sensitif. Berikut intervensi gizi spesifik:

Yaitu merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam


1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30%
penurunan stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya
dilakukan pada sektor kesehatan.

 Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil:


1. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk
mengatasi kekurangan energi dan protein kronis.
2. Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.
3. Mengatasi kekurangan iodium.

13
4. Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.
5. Melindungi ibu hamil dari Malaria.
 Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6
Bulan:
1. Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI
jolong/colostrum).
2. Mendorong pemberian ASI Eksklusif.
 Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23
bulan:
1. Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan
didampingi oleh pemberian MP-ASI.
2. Menyediakan obat cacing.
3. Menyediakan suplementasi zink.
4. Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan.
5. Memberikan perlindungan terhadap malaria.
6. Memberikan imunisasi lengkap.
7. Melakukan pencegahan dan pengobatan diare
 Intervensi gizi sensitif meliputi:

Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar


sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran
dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak
khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari PertamaKehidupan (HPK).

1. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih.


2. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi.
3. Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan.
4. Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga
Berencana (KB).
5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
7. Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang tua.

14
8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini Universal.
9. Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat.
10. Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta
Gizi pada Remaja.
11. Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin.
12. Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi.

2.8 Akibat Jangka Panjang dan Jangka Pendek


 Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi:
1. Dampak Jangka Pendek.
a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;
b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal;
c. Peningkatan biaya kesehatan.
2. Dampak Jangka Panjang.
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek
dibandingkan pada umumnya);
b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya;
c. Menurunnya kesehatan reproduksi;
d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah;
e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal

2.9 Rencana Indonesia Terbebas dari Stunting


Pada Rapat Terbatas tentang Intervensi Stunting yang dipimpin
oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, selaku Ketua Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengundang
jajaran menteri dan kepala lembaga yang memiliki dan melaksanakan
kebijakan dan program sebagai upaya untuk menangani stunting pada hari
Rabu, 12 Juli 2017 (baik secara langsung maupun tidak), diusulkan
beberapa rekomendasi rencana aksi untuk menangani masalah stunting.

Pemerintah mencanangkan program intervensi pencegahan stunting


terintegrasi yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Pada tahun
2018, ditetapkan 100 kabupaten di 34 provinsi sebagai lokasi prioritas

15
penurunan stunting. Jumlah ini akan bertambah sebanyak 60 kabupaten
pada tahun berikutnya. Dengan adanya kerjasama lintas sektor ini
diharapkan dapat menekan angka stunting di Indonesia sehingga dapat
tercapai target Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2025
yaitu penurunan angka stunting hingga 40%.vv. berikut merupakan usulan
waktu untuk rencana aksi intervensi stunting diindonesia:

2018 2019 2020 2021

Memaksimalkan Memperluas Memperluas Memperluas


pelakasanaan program dan program dan program dan
program tekait kegiatan kegiatan kegiatan
stunting di 100 nasional yang nasional yang nasional yang
kab/kota untuk ada ke 160 kab/ ada ke 390 ada ke 514
koordinasi dan kota untuk kab/kota untuk kab/kota untuk
pelaksanaan koordinasi dan koordinasi dan koordinasi dan
dari pilar pelaksanaan dari pelaksanaan dari pelaksanaan dari
penanganan pilar pilar pilar
stunting. penanganan penanganan penanganan
stunting. stunting. stunting.

Sumber: rapat pleno TNP2K, 12 juli 2017.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat


pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau
tinggi badan. Penyebab stunting diantaranya dapat berupa varian yang
diturunkan (familial), penyakit endokrin, kromosomal, penyakit kronis,
malnutrisi, riwayat pemberian ASI sebelumnya, dan status sosial ekonomi
keluarga. Gejala stunting yang paling utama adalah anak memiliki tubuh
pendek di bawah rata-rata. Untuk mencegah stunting , konsumsi protein
sangat mempengaruhi pertambahan tinggi dan berat badan anak di atas 6
bulan. Adapun cara mengatasi Secara Kuratif Merujuk pada pola pikir
UNICEF/Lancet, masalah stunting terutama disebabkan karena ada
pengaruh dari pola asuh, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan,
lingkungan, dan ketahanan pangan. Pemerintah mencanangkan program
intervensi pencegahan stunting terintegrasi yang melibatkan lintas
kementerian dan lembaga. Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten di
34 provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting
3.2 Saran

Karena tingkat penyakit stunting di Indonesia tinggi dan banyak


menyerang balita yang akan menjadi generasi penerus bangsa kita harus
mencegah terjadinya penyakit stunting dengan mencegah faktor faktor
yang menyebabkan stunting dimulai dari proses kehamilan dengan
memperbaiki pola makan dan mencukupi kebutuhan gizi selama
kehamilan, memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung zat besi
dan asam folat untuk mencegah cacat tabung saraf. Dan kita harus
mencegah stunting pada balita salah satunya dengan cara imunisasi agar
penyakit tidak menyebarluas karena sangat berdampak baik jangka pendek
maupun dampak jangka panjang.

17
Daftar Pustaka

Djauhari, T.NS. 2017. Gizi dan 1000 HPK. Bagian Anatomi. Malang: Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. Volume: 13. Diakses
pada 08 september 2019
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/download/5554/5289

Aridiyah,et.al. 2015. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada


Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan. Jember: e- Jurnal
Pustaka Kesehatan. Diakses pada 08 september 2019
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/download/2520/2029

Chastity, C.N. 2017. Skirpsi Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Stunting
pada Remaja di Sukoharjo Jawa Tengah. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Sulistianingsih, E.L. 2017. Skiripsi Hubungan Antara Asupan Zink dengan


Kejadian Stunting pada Remaja di Sukoharjo Jawa Tengah. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Islami, D. O. 2018. Skripsi Hubungan Zat Besi (Fe) dengan Kejadian Stunting
pada Anak Sekolah Dasar d Madrasah Ibtidiyah Muhammadiyah
Kartasura 2017. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Puspitasari, Y., Suichan. M., Nissa, C. 2018. Asupan Makanan Padat Energi
Rendah Mikronutrien pada Remaja Syunted Obesitas Usia 15- 18 Tahun
di Kota Semarang. Semarang: Journal Of Nutrition College. Vol. 7, No.2
(61-70).

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rj
a&uact=8&ved=2ahUKEwjlkd2ur8HkAhXFfisKHb5DA3EQFjABegQIA
RAC&url=http%3A%2F%2Fwww.depkes.go.id%2Fdownload.php%3Ffil
e%3Ddownload%2Fpusdatin%2Fbuletin%2FBuletin-Stunting-
2018.pdf&usg=AOvVaw2Sdwa9UKB6jrtTY7JRuJCn

18
KELOMPOK 1:

Citra Risky safitri (182110102008)

1. Berdasarkan nilai apa anak di katakana stuting, dan apakah seorang anak
yang memilki tinggi badan dibawah standard itu bisa disebut stuting ??
Jawab:
stunting bisa diketahui dengan pengukuran antropometri dengan
jenis parameter 1. Umur 2. Berat Badan 3. Tinggi Badan 4. Lingkar
Lengan Atas 5. Lingkar Kepala 6. Lingkar Dada 7. Jaringan Lunak.
Seorang anak dikatan terkena stunting apabila tinggi badannya tidak sesuai
dengan umurnya, stunting juga bisa karena genetic dan pada saat ibunya
mengandung kekurangan asupan gizi yang juga bisa menyebabkan anak
yang dikandungnya akan terkena stunting, seorang anak yang terkena
stunting akan tampak diumur 2 thn.

Latifatul mukarromah (182110102009)

2. Apa bila seorang anak terkena stunting, apa yang harus ibu lakukan untuk
mencegah stunting ?
Jawab:
Yaitu dengan cara mengontrol pola makan, pola asuhan ibu dan
sanitasi. Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap
makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam.
dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh
sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati
maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat. Jika
anak terkena stunting peran ibulah yang sangat penting dan harus
membiasakan anak tersebut mengkonsumsi makanan yang bergizi dan
lingkungan yang bersih.

Kelompok 2:

Ajeng probondari S (182110102024)

19
3. Apakah stunting bisa menyebabkan komplikasi ?
Jawab:
Stunting dapat menyebabkan komplikasi karena stunting dapat
menyebabkan menghambatan perkembangan anak, penurunan fungsi
kekebalan tubuh dan gangguan pada sistem pembakaran lemak. Karena
itu, anak yang mengalami stunting berisiko mengidap obesitas di
kemudian hari yang dapat memicu penyakit tidak menular, seperti
hipertensi, osteoporosis, dan jantung koroner (PJK).

Wahyu wardana (182110102018)

4. Bagaimana stunting bisa menyebabkan kematian ?


Jawab:
Stunting bisa menyebabkan kematian karena kekurangan gizi
dalam waktu yang lama, dan timbullah infeksi yang menyerang system
imun, apabila system imun sudah kehilangan kekebalannya(menurunnya
kekebalan tubuh) akhirnya dapat memicu penyakit komplikasi sehingga
anak tersebut mengalami kamatian. anak penderita stunting memiliki
risiko kematian empat kali lebih besar dibandingkan anak yang memiliki
gizi seimbang

Kelompok 4

Ridya pawesti (182110102017)

5. Apakah anak stunting keketika dewasa mengalami obesitas ? jelaskan


alasannya
Jawab:
Efek stunting akan terus berlanjut hingga jangka panjang. Stunting
dapat menyebabkan pada hambatan perkembangan anak, penurunan fungsi
kekebalan tubuh dan gangguan pada sistem pembakaran lemak. Karena
itu, anak yang mengalami stunting berisiko mengidap obesitas di
kemudian hari yang dapat memicu penyakit tidak menular, seperti
hipertensi, osteoporosis, dan jantung koroner (PJK). pada anak stunting

20
ketika ia tumbuh dewasa dan asupan makannya semakin besar ia tidak bisa
lagi tumbuh ke atas, melainkan tumbuh jadi ke samping yang membuatnya
berisiko mengalami obesitas.

Hurin in sofia (182110102005)

6. Apa hubungan cacingan dan stunting pada anak ?


Jawab:
Seorang ibu yang tidak mengalami kenaikan berat badan saat
hamil, memiliki risiko melahirkan bayi yang kurang berat badannya atau
dalam kondisi prematur. Kondisi inilah yang membuat bayi rentan terkena
infeksi. Infeksi yang sering dialami dan terjadi secara berulang adalah
infeksi cacing. Ketidaktahuan akan bayi yang terkontaminasi,
menyebabkan cacing terus tumbuh dan menyerap zat-zat nutrisi dalam
tubuh bayi. Jika terus terjadi, kondisi ini akan menyebabkan bayi
mengalami malnutrisi. Apabila malnutrisi tidak segera diatasi, hal tersebut
menyebabkan pertumbuhan anak melambat.
Cacingan dalam jangka pendek akan menyebabkan seseorang
kekurangan zat besi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin.
Proses ini sendiri merupakan peristiwa yang sangat penting dalam tubuh,
sebab hemoglobin memiliki peran dalam mengangkut oksigen ke bagian-
bagian tubuh. Jadi, apabila hemoglobin tidak terbentuk akibat kekurangan
zat besi maka penderita akan mengalami anemia atau penyakit kekurangan
darah.
Sedangkan dampak jangka panjangnya, penderita akan mengalami
kekurangan gizi atau malnutirisi. Sayangnya, cukup sulit untuk
mengetahui apakah seseorang menderita kekurangan gizi atau tidak sebab
penderita kurang gizi tidak selalu memiliki perut buncit dan tubuh yang
kurus, tetapi anak yang fisiknya terlihat sehat pun ternyata dapat
kekurangan gizi. Malnutrisi dalam jangka waktu panjang inilah yang
berbahaya, khususnya dapat mengganggu pertumbuhan fisik dan mental
penderitanya. Ciri-cirinya biasanya dilihat dari nilai IQ atau tingkat

21
kecerdasannya yang berada di bawah rata-rata. Nah, untuk itu jangan
sampai anak Mums menderita cacingan

22

Anda mungkin juga menyukai