Anda di halaman 1dari 3

Kesedihan dan Duka Cita

Dalam bahasan kali ini, gunakan istilah berduka, yang diartikan sebagai respon
psikologis terhadap kehilangan. Proses berduka sangat bervariasi, tergantung dari apa
yang hilang, serta persepsi dan keterlibatan individu terhadap apa pun yang hilang.
kehilangan dapat memiliki makna, mulai dari pembatalan kegiatan (piknik,
perjalanan atau pesta) sampai kematian orang yang dicintai. Seberapa berat kehilangan
tergantung dari persepsi individu yang menderita kehilangan. Derajat kehilangan pada
individu direfleksikan dalam respon terhadap kehilangan. Contohnya, kematian dapat
menimbulkan respon berduka yang ringan sampai berat, bergantung pada hubungan dan
keterlibatan individu dengan orang yang meninggal.
Kehilangan maternitas termasuk hal yang dialami oleh wanita yang mengalami
infertilitas (wanita yang tidak mampu hamil atau yang tidak mampu mempertahankan
kehamilannya), yang mendapatkan bayinya hidup, tapi kemudian kehilangan harapan
(prematuritas atau kecacatan congenital), dan kehilangan yang dibahas sebagai
penyebab post partum blues (kehilangan keintiman internal dengan bayinya dan
hilangnya perhatian). Kehilangan lain yang penting, tapi sering dilupakan adalah
perubahan hubungan eksklusif antara suami dan istri menjadi kelompok tiga orang,
yaitu ayah, ibu, dan anak.

Dalam hal ini berduka dibagi menjadi 3 tahap, antara lain :


1. Tahap Syok
Tahap ini merupakan tahap awal dari kehilangan. Manifestasi perilaku meliputi
penyangkalan, ketidakpercayaan, marah, jengkel, ketakutan, kecemasan, rasa
bersalah, kekosongan, kesendirian, kesedihan, isolasi, mati rasa, menangis,
introversi (memikirkan dirinya sendiri), tidak rasional, bermusuhan, kebencian,
kegetiran, kewaspadaan akut, kurang inisiatif, bermusuhan, mengasingkan diri,
berkhianat, frustasi, dan kurang konsentrasi. Manifestasi fisik meliputi gelombang
distress somatic yang berlangsung selama 20-60 menit, menghela nafas panjang,
penurunan berat badan, anoreksia, tidur tidak tenang, keletihan, penampilan kurus
dan tampak lesu, rasa penuh ditenggorokan, tersedak, napas pendek, mengeluh
tersiksa karena nyeri didada, gemetaran internal, kelemahan umum, dan kelemahan
pada tungkai.

2. Tahap Penderitaan (fase realitas)


Penerimaan terhadap fakta kehilangan dan upaya penyesuaian terhadap
realitas yang harus ia lakukan terjadi selama periode ini. Contohnya, orang yang
berduka akan menyesuaikan diri dengan lingkungannya tanpa kehadiran orang
yang disayanginya. Dalam tahap ini, ia akan selalu terkenang dengan orang yang
dicintai sehingga kadang akan muncul perasaan marah, rasa bersalah,dan takut.
Nyeri karena kehilangan akan dirasakan secara menyeluruh, dalam realitas yang
memanjang dan dalam ingatan setiap hari. Menangis adalah salah satu pelepasan
emosi yang umum. Selama masa ini, kehidupan orang yang berduka akan
terus berlanjut. Saat individu terus melanjutkan tugasnya untuk berduka,
dominasi kehilangannya secara bertahap berubah menjadi kecemasan terhadap
masa depan.

3. Tahap resolusi (fase menentukan hubungan yang bermakna)


Selama periode ini, orang yang berduka menerima kehilangan, penyesuaian
telah komplit, dan individu kembali pada fungsinya secara penuh. Kemajuan ini
berhasil karena adanya penanaman kembaliemosiseseorang pada hubungan lain yang
lebih bermakna. Penanaman kembali emosi tidak berarti bahwa posisi orang yang
hilang telang tergantikan, tetapi berarti bahwa individu lebih mampu dalam
menanamkan dan membentuk hubungan lain yang lebih bermakna dengan resolusi,
serta perilaku orang tersebut telah kembali menjadi pilihan yang bebas,
mengingatkan selama menderita perilaku ditentukan oleh nilai-nilai sosial atau
kegelisahan internal.

Bidan dapat membantu orang tua untuk melalui proses berduka, sekaligus
memfasilitasi pelekatan mereka dan anak yang tidak sempurna dengan menyediakan
lingkungan yang aman, nyaman, mendengarkan, sabar, memfasilitasi ventilasi perasaan
negatif mereka dan permusuhan, serta penolakan mereka terhadap bayinya. Saudara
kandung dirumah juga harus diberitahu mengenai kehilangan sehingga mereka
mendapatkan penjelasan yang jujur terhadap perilaku dari orang tua. Jika tidak, mereka
mungkin akan membayangkan bahwa mereka lah penyebab masalah yang mengerikan
dan tidak diketahui tersebut. Saudara kandung perlu diyakinkan kembali bahwa apapun
yang terjadi bukan kesalahan mereka dan bahwa mereka tetap penting, dicintai, dan
dirawat.
DAFTAR PUSTAKA

Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Rukiyah, Aiyeyeh. Dkk. 2011. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai