Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

STUNTING

Dosen Pengampu:

Anitatia Ratna Megasari, S.KM.,M.PH

DI SUSUN OLEH :

Putri Rahmadani P10120219


Jennifer Tiara Rombe P10120225
Rizkha Putri Aulia P10120207
Moh Haikal R Djalal P10120009
Nurain Ayudiah P10120123
Audry Qirana Musa A.K P10120255
Andini Putri P10120045
Ayu Sundari P10120117

UNIVERSITAS TADULAKO

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

KESEHATAN MASYARAKAT

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Stunting” ini tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu
Anitatia Ratna Megasari S,KM.,M.PH pada mata kuliah “Dasar Ilmu Gizi Kesehatan
Masyarakat”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Stunting” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu , selaku dosen mata kuliah “Dasar
Ilmu Gizi Kesehatan Masyarkat” yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Palu, 10 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 2


DAFTAR ISI .................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 4
A. Latar Belakang .................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 5
C. Tujuan .................................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 7
A. Pengertian Stunting ............................................................................................. 7
B. Prevalensi dan indikator terjadinya stunting ....................................................... 7
C. Etiologi/ Penyebab Stunting ............................................................................... 9
D. Tanda dan Gejala Stunting ................................................................................ 10
E. Tanda atau ciri-ciri stunting .............................................................................. 11
F. 1000 Hari Pertama Kehidupan Stunting ........................................................... 12
G. Pencegahan dan Penanggulangan Stunting ....................................................... 13
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 17
BAB I

PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan dinegara
berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations InternationalChildren’s
Emergency Fund (UNICEF) satu dari tiga anak mengalamistunting. Sekitar 40% anak
di daerah pedesaan mengalami pertumbuhanyang terhambat. Oleh sebab itu, UNICEF
mendukung sejumlah inisiasi untukmenciptakan lingkungan nasional yang kondusif
untuk gizi melalui peluncuranGerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition –
SUN) di mana program inimencangkup pencegahan stunting.

Stunting didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang pendek dan sangatpendek hingga
melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan. Stunting juga
sering disebut sebagai RetardasiPertumbuhan Linier (RPL) yang muncul pada dua
sampai tiga tahun awalkehidupan dan merupakan refleksi dari akibat atau pengaruh
dari asupan energidan zat gizi yang kurang serta pengaruh dari penyakit infeksi,
karena dalamkeadaan normal, berat badan seseorang akan berbanding lurus atau
linierdengan tinggi badannya.

Ada 178 juta anak didunia yang terlalu pendek berdasarkan usia dibandingkan dengan
pertumbuhan standar WHO. Prevalensi anak stunting di seluruh dunia adalah 28,5%
dan di seluruh negara berkembang sebesar 31,2%. Prevalensianak stuntingdibenua
Asia sebesar 30,6% dan di Asia Tenggara sebesar 29,4%. Permasalahan stunting di
Indonesia menurut laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF yaitu diperkirakan
sebanyak 7,8 juta anak mengalami stunting, sehingga UNICEF memposisikan
Indonesia masuk kedalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang mengalami
stunting tinggi. Data Riset Kesehatan Dasarpada tahun 2013 diketahui bahwa
prevalensi kejadian stunting secara nasional adalah 37,2 %, dimana terdiri dari 18,0 %
sangat pendek dan 19,2 % pendek, yang berarti telah terjadi peningkatan sebanyak
1,6 % pada tahun 2010 (35,6 %) dan tahun 2007 (36,8 %).

Stunting merupakan indikator keberhasilan kesejahteraan, pendidikan dan pendapatan


masyarakat. Dampaknya sangat luas mulai dari dimensi ekonomi, kecerdasan, kualitas,
dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan anak. Anak usia 3 tahun yang
stunting severe (-3 < z ≤ 2) pada laki-laki memiliki kemampuan membaca lebih
rendah 15 poin dan perempuan 11 poin dibanding yang stunting mild (z > -2). Hal ini
mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah
dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila mencari pekerjaan, peluang gagal tes
wawancara pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang
berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak dapat
mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting berdampak
tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan,
produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban
negara.

Efek jangka panjang stunting berakibat pada gangguan metabolik seperti penyakit
yang terkait dengan obesitas,hipertensi dan diabetes mellitus. Menurut Walker
pemberian zat gizi yang tidak tepat pada perkembangan janin, saat lahir dan masa
bayi dapat memberikan dampak jangka panjang buruk terhadap kardiovaskulaer dan
tekanan darah pada saat dewasa. Retardasi pertumbuhan postnatal memilik potensi
terhadap berat badan sekarang dengan tekanan darah. Tekanan darah pada memiliki
hubungan negatif terhadap berat lahir. Penelitian di Bali menyebutkan prevalensi
dewasa stuntingsebesar 22%.Penelitian lain menyebutkan bahwa dewasa
stuntingcenderung berkembanguntuk menjadi overweight daripada dewasa
non-stunting.

Anak dengan status gizi stunting akan mengalami gangguan pertumbuhan hingga
masa remaja sehingga pertumbuhan anak lebih rendah dibandingkan remaja normal.
Remaja yang stunting berisiko mendapatkan penyakit kronik salah satunya adalah
obesitas. Remaja stunting berisiko obesitas dua kali lebih tinggi dari pada remaja yang
tinggi badannya normal (Riskesdas 2010).Oktarina tahun 2013 mengatakan hal sama
bahwa anak yang mengalami stunting pada dua tahun kehidupan pertama dan
mengalami kenaikan berat badan yang cepat, berisiko tinggi terhadap penyakit kronis,
seperti obesitas.Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai oleh
penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan.Obesitas terjadi karena
adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian gizi stunting?

2. Bagaimana prevalensi dan indikator stunting terjadi?

3. Apa penyebab Etiologi?

4. Apa saja tanda dan gejala stunting?

5. Bagaimana 1000 hari pertama kehidupan stunting?

6. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan stunting?


C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian gizi stunting

2. Untuk mengetahui bagaimana pravelensi dan indikator stunting terjadi

3. Untuk mengetahui apa penyabab etiologi

4. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala stunting

5. Untuk mengetahui bagaimana 1000 hari pertama kehidupan stunting

6. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan penanggulangan stunting


BAB II

PEMBAHASAN

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Stunting
Stunting merupakan sebuah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, hal ini menyebabkan
adanya gangguan di masa yang akan datang yakni mengalami kesulitan dalam
mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Anak stunting
mempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah dibandingkan rata – rata
IQ anak normal (Kemenkes RI, 2018).
Stunting didefinisikan sebagai keadaan dimana status gizi pada anak menurut
TB/U dengan hasil nilai Z Score = <-2 SD, hal ini menunjukan keadaan tubuh
yang pendek atau sangat pendek hasil dari gagal pertumbuhan. Stunting pada
anak juga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kematian, masalah
perkembangan motorik yang rendah, kemampuan berbahasa yang rendah, dan
adanya ketidakseimbangan fungsional (Anwar, Khomsan, dan Mauludyani,
2014).
Stunting menjadi masalah gagal tumbuh yang dialami oleh bayi di bawah
lima tahun yang mengalami kurang gizi semenjak di dalam kandungan hingga
awal bayi lahir, stunting sendiri akan mulai nampak ketika bayi berusia dua
tahun (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017). Sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Schmidt bahwa stunting ini merupakan
masalah kurang gizi dengan periode yang cukup lama sehingga muncul
gangguan pertumbuhan tinggi badan pada anak yang lebih rendah atau pendek
(kerdil) dari standar usianya (Schmidt, 2014).

B. Prevalensi dan indikator terjadinya stunting


Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di
Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan menjadi
35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat pada tahun 2013
yaitu menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari
hasil Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan program
yang sudah diupayakan oleh pemerintah.
Survei PSG diselenggarakan sebagai monitoring dan evaluasi kegiatan dan
capaian program. Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek
di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016
menjadi 27,5%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi
29,6% pada tahun 2017.

Prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia
tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan balita
pendek sebesar 19%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek
dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur,
sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah adalah Bali.
C. Etiologi/ Penyebab Stunting
Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting
di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO
(20%). Penelitian Ricardo dalam Bhutta tahun 2013 menyebutkan balita
stunting berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita di dunia
dan menyebabkan 55 juta anak kehilangan masa hidup sehat setiap tahun.

Untuk menekan angka tersebut, masyarakat perlu memahami faktor apa saja
yang menyebabkan stunting. Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan
pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu
yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan
memiliki keterlambatan dalam berpikir.

Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan
sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). Penyebabnya
karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin
dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani.
Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan
praktik pemberian makan kepada anak juga menjadi penyebab anak stunting
apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang cukup dan baik. Ibu yang masa
remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan laktasi akan sangat
berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak.

Hasil Riskesdas 2013 menyebutkan kondisi konsumsi makanan ibu hamil


dan balita tahun 2016-2017 menunjukkan di Indonesia 1 dari 5 ibu hamil
kurang gizi, 7 dari 10 ibu hamil kurang kalori dan protein, 7 dari 10 Balita
kurang kalori, serta 5 dari 10 Balita kurang protein.

Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu,
kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang
pendek, dan hipertensi. Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan
kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor
yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.

Untuk mencegahnya, perbanyak makan makanan bergizi yang berasal dari


buah dan sayur lokal sejak dalam kandungan. Kemudian diperlukan pula
kecukupan gizi remaja perempuan agar ketika dia mengandung ketika dewasa
tidak kekurangan gizi. Selain itu butuh perhatian pada lingkungan untuk
menciptakan akses sanitasi dan air bersih.

D. Tanda dan Gejala Stunting


penyebab stunting
Masalah kesehatan ini adalah hasil atau akibat dari berbagai faktor yang
terjadi di masa lalu. Berbagai faktor ini misalnya asupan gizi yang buruk,
berkali-kali terserang penyakit infeksi, bayi lahir prematur, serta berat badan
lahir rendah (BBLR).
Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi
setelah ia lahir saja. Melainkan bisa dimulai sejak ia masih di dalam
kandungan.

Berikut beberapa hal yang menjadi penyebab stunting pada anak.


Kurang asupan gizi selama hamil WHO sebagai Badan Kesehatan Dunia,
menyatakan bahwa sekitar 20 persen kejadian stunting sudah terjadi saat bayi
masih berada di dalam kandungan.
Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hamil yang kurang bergizi dan
berkualitas sehingga nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit.
Akhirnya, pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus
berlanjut setelah kelahiran.
Oleh karena itu, penting untuk mencukupi berbagai nutrisi penting selama
hamil. Kebutuhan gizi anak tidak tercukupi Selain itu, kondisi ini juga bisa
terjadi akibat makanan balita saat masih di bawah usia 2 tahun yang tidak
tercukupi. Entah posisi menyusui yang kurang tepat, tidak diberikan ASI
eksklusif, ataupun MPASI (makanan pendamping ASI) yang diberikan kurang
mengandung zat gizi yang berkualitas. Banyak teori yang menyatakan bahwa
kurangnya asupan makanan juga bisa menjadi salah satu faktor utama
penyebab stunting.
Khususnya asupan makanan yang mengandung zinc, zat besi, serta protein
ketika anak masih berusia balita. melansir dari buku Gizi Anak dan Remaja,
kejadian ini umumnya sudah mulai berkembang saat anak berusia 3 bulan.
Proses perkembangan tersebut lambat laun mulai melambat ketika anak
berusia 3 tahun. Setelah itu, grafik penilaian tinggi badan berdasarkan umur
(TB/U), terus bergerak mengikuti kurva standar tapi dengan posisi berada di
bawah.
Ada sedikit perbedaan kondisi stunting yang dialami oleh kelompok usia 2-3
tahun dan anak dengan usia lebih dari 3 tahun. Pada anak yang berusia di
bawah 2-3 tahun, rendahnya pengukuran grafik tinggi badan menurut usia
(TB/U) bisa menggambarkan proses stunting yang sedang berlangsung.
Sementara pada anak yang berusia lebih dari itu, kondisi tersebut
menunjukkan kalau kegagalan pertumbuhan anak memang telah terjadi
(stunted). Selain itu yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa faktor lain
yang menyebabkan stunting pada anak, yaitu:
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan
setelah melahirkan.
Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan kehamilan dan
postnatal (setelah melahirkan).
Kurangnya akses air bersih dan sanitasi.
Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal.
Untuk mencegahnya, ibu hamil perlu menghindari faktor di atas.

E. Tanda atau ciri-ciri stunting


Perlu dipahami bahwa tidak semua anak balita yang berperawakan pendek
mengalami stunting.
Masalah kesehatan ini merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek dilihat
dari standar baku pengukuran tinggi badan menurut usia berdasarkan standar
WHO.
Menurut Kemenkes RI, balita bisa diketahui stunting bila sudah diukur
panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil
pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal.
Seorang anak termasuk dalam stunting atau tidak, tergantung dari hasil
pengukuran tersebut. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa
pengukuran. Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ada
juga ciri-ciri lainnya yakni:
1. Pertumbuhan melambat
2. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
3. Pertumbuhan gigi terlambat
4. Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya
5. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan
kontak mata terhadap orang di sekitarnya
6. Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
7. Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi
pertama anak perempuan).
8. Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
9. Sementara untuk tahu apakah tinggi anak normal atau tidak, Anda harus
secara rutin memeriksakannya ke pelayanan kesehatan terdekat.

F. 1000 Hari Pertama Kehidupan Stunting


• 1000 Hari Pertama Kehidupan adalah masa sejak anak dalam kandungan
sampai seorang anak berusia dua tahun. Fase ini disebut sebagai Periode
Emas karena pada masa ini terjadi pertumbuhan otak yang sangat pesat.
Kurang gizi diperiode ini akan mengakibatkan kerusakan atau
terhambatnya pertumbuhan yang tidak dapat diperbaiki dimasa
kehidupan selanjutnya. Cukup gizi selama dalam kandungan akan
membuat janin tumbuh dan lahir sebagai bayi yang sehat kuat dan
sempurna dalam tiap fase perkembangan dan pertumbuhannya.
• Bayi yang mendapat cukup gizi selama Periode Emas, termasuk Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) langsung setelah bayi dilahirkan, ASI Eksklusif
sejak usia 0 - 6 bulan, imunisasi lengkap, dan gizi cukup dengan
makanan pendamping ASI setelah usia 6 bulan, akan tumbuh menjadi
Balita yang sehat, kuat dan cerdas.
• Balita sehat akan tumbuh menjadi anak usia sekolah yang aktif, tidak
sakit-sakitan, cerdas dan ceria.
• Anak-anak usia sekolah yang sehat akan tumbuh menjadi remaja belia
yang penuh harapan siap menimba ilmu demi masa depan, Remaja putri
minum pil tambah darah setiap hari selama haid, dan satu kali seminggu
saat tidak haid, agar tetap sehat dan tidak pernah anemia (kurang darah).
• Dengan meneruskan kebiasaan hidup sehat, makan gizi seimbang, rendah
lemak dan garam, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak
menggunakan narkoba, maka para remaja ini akan tumbuh menjadi
manusia dewasa yang sehat, cerdas, produktif dan penuh vitalitas dalam
bekerja, serta siap membina keluarga bahagia. Perempuan dewasa yang
sehat sejak masa remajanya akan siap menjadi calon ibu yang sehat, kuat
dan mampu melahirkan bayi yang sehat, tumbuh sempurna, dan cerdas.
• Jika kebiasaan hidup sehat terus dipertahankan, maka dengan pasti masa
lansia menjadi hari-hari penuh tawa bahagia, tetap sehat, tidak
membebani anak dan keluarga karena tidak sakit-sakitan, bebas dari
penyakit tidak menular seperti sakit jantung, diabetes, stroke, dan kanker.
• Bayi yang mendapat cukup gizi selama Periode Emas, termasuk Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) langsung setelah bayi dilahirkan, ASI Eksklusif
sejak usia 0 - 6 bulan, imunisasi lengkap, dan gizi cukup dengan
makanan pendamping ASI setelah usia 6 bulan, akan tumbuh menjadi
Balita yang sehat, kuat dan cerdas.
• Balita sehat akan tumbuh menjadi anak usia sekolah yang aktif, tidak
sakit-sakitan, cerdas dan ceria
• Anak-anak usia sekolah yang sehat akan tumbuh menjadi remaja belia
yang penuh harapan siap menimba ilmu demi masa depan, Remaja putri
minum pil tambah darah setiap hari selama haid, dan satu kali seminggu
saat tidak haid, agar tetap sehat dan tidak pernah anemia (kurang darah).

G. Pencegahan dan Penanggulangan Stunting


• Belakangan stunting sedang hangat diperbincangkan banyak orang,
khususnya para ibu. Berdasarkan WHO, stunting adalah gangguan
tumbuh kembang anak yang disebabkan kekurangan asupan gizi,
terserang infeksi, maupun stimulasi yang tak memadai.
Jumlah penderita stunting di Indonesia menurut hasil Riskesdas 2018
terus menurun. Tetapi langkah pencegahan stunting sangat perlu
dilakukan, apa sajakah caranya? Simak selengkapnya berikut ini.
Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil Tindakan yang relatif ampuh
dilakukan untuk mencegah stunting pada anak adalah selalu memenuhi
gizi sejak masa kehamilan. Lembaga kesehatan Millenium Challenge
Account Indonesia menyarankan agar ibu yang sedang mengandung
selalu mengonsumsi makanan sehat nan bergizi maupun suplemen atas
anjuran dokter. Selain itu, perempuan yang sedang menjalani proses
kehamilan juga sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter
atau bidan.
Beri ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan Veronika Scherbaum,
ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman, menyatakan ASI
ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat
kandungan gizi mikro dan makro. Oleh karena itu, ibu disarankan untuk
tetap memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada sang buah
hati. Protein whey dan kolostrum yang terdapat pada susu ibu pun dinilai
mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang
rentan.
Dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat Ketika bayi
menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan
makanan pendamping atau MPASI. Dalam hal ini pastikan
makanan-makanan yang dipilih bisa memenuhi gizi mikro dan makro
yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting.
WHO pun merekomendasikan fortifikasi atau penambahan nutrisi ke
dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya ibu berhati-hati saat akan
menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan dulu dengan
dokter.
Terus memantau tumbuh kembang anak Orang tua perlu terus
memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan berat
badan anak. Bawa si Kecil secara berkala ke Posyandu maupun klinik
khusus anak. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk
mengetahui gejala awal gangguan dan penanganannya.

Selalu jaga kebersihan lingkungan Seperti yang diketahui, anak-anak


sangat rentan akan serangan penyakit, terutama kalau lingkungan sekitar
mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung meningkatkan
peluang stunting. Studi yang dilakukan di Harvard Chan School
menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang menyebabkan gangguan
kesehatan tersebut. Sementara salah satu pemicu diare datang dari paparan
kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia.

• Penanggulangan Stunting.
Kebijakan Penanggulangan Stunting di Indonesia Rencana aksi intervensi
stunting diusulkan menjadi 5 pilar utama, yaitu melalui komitmen dan visi
pimpinan tertinggi negara, kampanye nasional berfokus pada pemahaman,
perubahan prilaku, komitmen politik, akuntabilitas, konvergensi, koordinasi,
dan konsilidasi program nasional, daerah, serta masyarakat, mendorong
kebijakan “Food Nutritional Security”, pemantauan dan evaluasi.
Penanggulangan masalah gizi dilakukan melalui intervensi spesifik dan
intervensi sensitif (Jalal 2017). Tahun 2018, kebijakan penanggulangan
stunting dilakukan melalui memprioritaskan 160 kabupaten/kota, dengan
masing-masing 10 desa untuk penanganan stunting, di mana program ini
dilaksanakan melalui beberapa tahapan.
Tahap I dilaksanakan pada tahun 2018, dengan jumlah kabupaten/kota
prioritas sebanyak 100 kabupaten/kota, masingmasing kabupaten/kota terdiri
dari 10 Desa, sehingga total desa berjumlah 1000 desa.
Tahap II dilaksanakan tahun 2019, terdiri dari 60 kabupaten/kota prioritas
dengan total jumlah desa 600. Setiap kementerian terkait diharuskan
mengalokasikan program dan kegiatannya di 100 desa pada 10
kabupaten/kota yang menjadi prioritas penanganan stunting. Pihak terkait,
diantaranya Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan, Kementerian Pertanian, Kementerian PPN/Bappenas, dan
TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan),
Kementerian Kesehatan, dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan).
BAB III

PENUTUP

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
Stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan
otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih
pendek atau perawakan pendek dari anak normal seusianya dan memiliki
keterlambatan dalam berpikir. Stunting pada umumnya disebabkan oleh asupan
makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (malnutrisi),faktor lingkungan,
dan faktor genetik dan hormonal. Dampak stunting umumnya terjadi disebabkan
kurangnya asupan nutrisi pada 1.000 hari pertama anak. Hitungan 1.000 hari di
sini dimulai sejak janin sampai anak berusia 2 tahun karena pada masa itu
merupakan periode kritis terjadinya gangguan pertumbuhan, termasuk perawakan
pendek pada anak.

B. Saran
• Lakukanlah pemeriksaan kehamilan demi kesehatan ibu dan janin
• Rutin melakukan imunisasi anak dan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan
pendengaran BERA serta OAE dan medical check up dengan dokter
spesialis anak.
• Konsumsi protein sesuai dengan AKG pada anak untuk pertambahan tinggi
dan berat badan anak di atas 6 bulan.
• Penyediaan pusat layanan dan fasilitas kesehatan untuk Ibu dan anak
haruslah merata di setiap wilayah agar tumbuh kembang anak akan terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.Rita Ramayulis, DCN,M.Kes. Triyani Kresnawan, DCN,M.kes.,, RD. Sri
Iwaningsih,SKM.,MARS,RD. Nur’aini Susilo Rochani, SKM., M.Sc., RD. 2018.
“Stop Stunting Dengan Konseling Gizi”.Depok. Penebar Plus+ (Penebar Swadaya
Grup)

Atmarita, dkk. 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta: Pusat Data dan Informasi. 56 hal.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Penyebab Stunting pada Anak.


https://www.kemkes.go.id/article/view/18052800006/ini-penyebab-stunting-pada-ana
k.html. Diakses pada tanggal 10 maret 2021.

Rokom. 2017. Inilah Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG).


https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20170203/0319612/%EF%BB%
BF%EF%BB%BFinilah-hasil-pemantauan-status-gizi-psg-2016/. Diakses pada 10
maret 2021.

Sri Mugianti, dkk. 2018. “Faktor penyebab anak Stunting usia 25-60 bulan di
Kecamatan Sukorejo Kota Blitar”.Jurnal Ners dan Kebidanan.Vol. 5, No. 3. Hal: 268–
278.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014.Keluarga Sehat Idamanku, Kota


Sehat Kotaku.
file:///C:/Users/Asus/Downloads/booklet%20penggunaan%20lembar%20balik%20KS
I%2015x21cm-1%20(1).pdf . Diakses pada 10 maret 2021.

Eko Setiawan, Rizanda Machmud, dan Masrul. 2018. Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal
Kesehatan Andalas, Vol. 7, No.3. Hal: 275-284.

Anda mungkin juga menyukai