Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT LAHAN KERING KEPULAUAN

“STUNTING PADA BALITA DI NTT”

Oleh

Kelompok 2:

1. Anugerah Th. Kia (1807010381) 8.Theresia C. L. O. Tukan (1807010112)

2. Wanti Tobe (1808010271) 9.Marthady C. Malimou (1807010298)

3.Maria Debbyanti Dalo (1807010385) 10.Oliva Yunita Campu (1807010029)

4. Anggi Florensa Thene (1807010321) 11.Simplisia Yeremianti (1807010022)

5.Hendrika Y. Ganis (1807010223) 12. Bendelina Rafael (1807010114)

6.Virgine A. Tinggogoy (1807010203) 13. Christine S. Gospa (1807010325)

7.Wihelmina R. V. Nuamali (1807010160) 14. Melania B.A. Liman (1807010235)

JURUSAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

2020/2021

8
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat
yang diberikan-Nya sehingga tugas makalah yang berjudul “Stunting Pada Balita Di NTT”

ini dapat diselesaikan pada tepat waktu. Makalah ini di buat sebagai kewajiban untuk
memenuhi tugas mata kuliah gizi kesehatan masyarakat lahan kering kepulauan.

Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi-materi yang ada. Materi-materi
tersebut bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai masalah-
masalah gizi masyarakat terlebih khusus masalah stunting pada balita di NTT.

Kami mengucapakan terima kasih yang berlimpah kepada semua pihak yang telah
menyumbang ide dan pikiran mereka dalam menyusun makalah ini. Kelompok menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik dan

saran yang membangun guna untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Kupang, 29 September 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................................... 2

Daftar Msi............................................................................................................................................. 3

Bab M Pendahuluan.................................................................................................................

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................... 5

1.3 Tujuan............................................................................................................................................ 5

Bab MM Pembahasan................................................................................................................

2.1 Pengertian Stunting...................................................................................................................... 6

2.2 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya


Stunting Di Nusa Tenggara Timur.............................................................................................6

2.3 Dampak Yang Terjadi Akibat

Dari Kejadian Stunting.............................................................................................................. 8

2.4 Program Qntuk Masalah Stunting Di Nusa Tenggara Timur

Dan Bagaimana Pencapaiannya................................................................................................ 8

Bab MM Penutup ......................................................................................................................

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................. 10

3.2 Saran............................................................................................................................................... 10

Daftar Pustaka

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Stunting (balita pendek) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau TB/U
dimana dalam standar antopometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut
berada pada ambang batas (z-scbra)<-2 SD sampai dengan -3 (pendek/ stuktae) dan <-3 SD
(sangat pendek/savarny stuktae). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.Stunting adalah gangguan pertumbuhan
dan perkembangan yang dialami anak-anak dari gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi
Psikososial yang tidak memadai yang ditunjukan dengan nilai z-score tinggi badan menurut
usia (TB/U) <-2 Standar Deviasi berdasarkan standar WHO (WHO 2012).

Prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (balita) Indonesia pada 2015 sebesar
36,4%. Artinya lebih dari sepertiga atau sekitar 8,8 juta balita mengalami masalah gizi di
mana tinggi badannya di bawah standar sesuai usianya. Stunting tersebut berada di atas
ambang yang ditetapkan WHO sebesar 20%. Prevalensi stunting balita Indonesia ini terbesar
kedua di kawasan Asia Tenggara di bawah Laos yang mencapai 43,8%.Namun, berdasarkan
Pantauan Status Gizi (PSG) 2017, balita yang mengalami stunting tercatat sebesar 26,6%.
Angka tersebut terdiri dari 9,8% masuk kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek.
Dalam 1.000 hari pertama sebenarnya merupakan usia emas bayi tetapi kenyataannya masih
banyak balita usia 059 bulan pertama justru mengalami masalah gizi.

Pada tahun 2018 Kemenkes RI kembali melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) tentang
Prevalensi Stunting. Berdasarkan Penelitian tersebut angka stunting atau anak tumbuh pendek
turun dari 37,2 persen pada Riskesdas 2013 menjadi 30,8 (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018). Prevalensi balita pendek stuktik` dalam tiga tahun di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) terus mengalami penurunan. Meski demikian, angkanya masih tinggi
sebesar 27,5 persen dengan kasus meninggal sebanyak 57 orang. Sementara itu, data jumlah
stuktik` pada 2018 sebesar 30,1 persen. Lalu di 2019 menjadi 27,9 persen. Sementara hingga
periode agustus 2020 ini sebesar 27,5 persen. (Kuphk`, Ghtrh.cbg)

5
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Pengertian Stunting
1.2.2 Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stunting di Nusa Tenggara Timur?
1.2.3 Dampak yang terjadi akibat dari kejadian Stunting?
1.2.4 Program untuk masalah stunting di Nusa Tenggara Timur Dan bagaimana

pencapaiannya?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian stunting
1.3.2 Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya stunting di
Nusa Tenggara Timur?
1.3.3 Untuk mengetahui dampak apa saja yang terjadi akibat dari kejadian Stunting?
1.3.4 Untuk mengetahui apakah ada program untuk masalah stunting di Nusa Tenggara
Timur Dan bagaimana pencapaiannya?

1.5 MANFAAT
Manfaat dari pembuatan malakah ini adalah untuk mengetahu tentang masalah stunting
terlebih di provinsi Nusa Tenggara Timur, faktor-faktor yang menyebabkan stunting di
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tinggi, dampak yang terjadi akibat stunting, dan program
untuk masalah stunting di Nusa Tenggara Timur dan bagaimana pencapaian programnya.
Dan makalah ini dibuat untuk memenuhi slaha satu tugas Gizi Kesehatan Masyarakat Lahan
Kering Kepulauan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1.2.1 Pengertian Stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam
kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, kondisi stunting baru terlihat setelah bayi
berusia 2 tahun. Stunting menurut Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2010 adalah status
gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan
menurut umur (TB/U) dalam standar penilaian status gizi anak, dengan hasil pengukuran
yang berada pada nilai standar atau z-score < -2 SD sampai dengan -3 SD untuk pendek
(stunted) dan < -3 SD untuk sangat pendek (severely stunted).

Menurut deskripsi World Health Organization (WHO), stunting adalah gangguan


pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak dari gizi buruk, infeksi berulang
dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Seorang anak disebut menderita stunting jika
tinggi badan mereka sesuai usia dibawah minus dua standar devisiasi hingga minus tiga
standar devisiasi dari median standar pertumbuhan anak yang ditetapkan WHO.

1.2.2 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Stunting di Nusa Tenggara


Timur
Stunted merupakan manifestasi sebagai akibat lebih lanjut dari tingginya angka Bayi Berat

Lahir Rendah (BBLR) dan kurang gizi pada masa balita serta tidak adanya pencapaian
perbaikan pertumbuhan yang sempurna pada masa berikutnya. Kekurangan gizi kronis pada
masa kehamilan atau setelah lahir ditandai dengan stunting masa remaja dan dewasa, mereka
yang mengalami kegagalan pertumbuhan sering disebabkan oleh kekurangan gizi atau sakit.
Berikut factor-faktor yang menyebabkan terjadinya stunting di NTT.
a. Riwayat ASI merupakan factor risiko kejadian stunting, batita yang mendapat ASI
non eksklusif memiliki peluang stunting sebesar hampir 2.8 kali lebih besar dari
batita yang diberi ASI Eksklusif. rendahnya pemberian ASI eksklusif dan tingginya
frekuensi penyakit pada masa awal bayi merupakan alasan-alasan sebab terjadinya

lambatnya pertumbuhan

6
b. Pendidikan ayah. Ayah yang berpendidikan rendah memiliki peluang stunting pada
anaknya sebesar hampir 1.5 kali lebih besar dari pada ayah yang berpendidikan tinggi.
c. Pengetahuan gizi ibu. Pengetahuan ibu tentang gizi akan menentukan perilaku ibu
dalam menyediakan makanan untuk anaknya. Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik
diharapkan dapat menyediakan makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat agar

dapat tumbuh dan berkembang secara optimal


d. Paritas anggota keluarga. Keluarga yang memiliki paritas anggota keluarga lebih dari
empat akan memiliki peluang 3.2 kali lebih besar akan kejadian stunting jika
dibandingkan dengan keluarga kecil (< 4 orang). Jumlah anggota keluarga yang
besar/banyak dalkam sebuah rumah tangga menyebabkan jumlah pangan untuk setiap
anak menjadi berkurang dan distribusi makanan tidak merata sehingga menyebabkan
balita dalam keluarga tersebut menderita kurang gizi.
e. Tinggi badan orang tua. Salah satu atau kedua orang tua yang pendek akibat kondisi
patologi (seperti defisiensi hormone pertumbuhan) memiliki gen dalam kromosom

yang membawa sifat pendek sehingga memperbesar peluang anak mewarisi gen
tersebut dan tumbuh menjadi stunting. Akan tetapi, bila orang tua pendek akibat
kekurangan zat gizi atau penyakit, kemungkinan anak dapat tumbuh dengan tinggi
badan normal selama anak tersebut tidak terpapar factor risiko yang lain.
f. Asupan energy. asupan zat gizi yaitu asupan energy, protein lemak, karbohidrat,
vitamin A. memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kejadian stunting. Energy
diperlukan untuk kelangsungan proses – proses di dalam tubuh seperti proses
peredaran dan sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan dan proses
fisiologis lainnya. Energy dalam tubuh dapat diperoleh karena adanya pembakaran

karbohidrat, protein dan lemak. Hasil analisis bivariate dan multivariate menunjukan
bahwa asupan energy memiliki pengaruh yang signifikan dan merupakan factor risiko
kejadian stunting. Sedangkan asupan protein, lemak karbohidrat dan vitamin A
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kejadian stunting tetapi bukan factor
risiko yang dominan. memiliki pengaruh yang signifikan dan merupakan factor risiko
kejadian stunting.
g. Sanitasi lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian hubungan sanitasi lingkunagna
dengan kejadian stunting adalah harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan
dengan melakukan cuci tangan dengan pakai sabun di air mengalir karena hal ini

berpengaruh dau kali terhadap stunting, dan juga pengamanan sampah rumah tungga,
pengelolaan air minum, dan pengelolaan saluran pembuangan air.

0
h. Akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan
i. Konsumsi tablet tambah darah, tingkat kemiskinan, imunisasi yang tidak lengkap

1.2.3 Dampak yang Terjadi Akibat Dari Kejadian Stunting

Stunting dapat menimbulkan dampak yang buruk, baik dalam jangka pendek
maupun dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek stunting dapat meneyebabkan gagal
timbuh, hambatan perekembangan kognitif dan motorik sehingga berpengaruh terhadap
perkembangan otak dan keberhasilan pendidikan, dan tidak optimalnya ukuran fisik tubuh
serta gangguan metabolisme. Stunting merupakan wujud dari adanya gangguan pertumbuhan
pada tubuh, bila ini terjadi, maka salah satu organ tubuh yang cepat mengalami risiko adalah
otak. Dalam otak terdapat sel-sel saraf yang sangat berkaitan dengan respon anak termasuk
dalam melihat, mendengar dan berpikir selama proses belajar.

Dampak jangka panjang yang ditimbulkan stunting adalah menurunnya kapasitas

intelektul, gangguan struktur fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat permanen dan
menyebabkan penurunan keemampuan menyerap pelajaran di usia sekolah yang akan
berpengaruh terhadap produktivitas saat dewasa, dan meningkatkan risiko penyakit tidak
menular seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung koroner dan stroke. Anak yang
mengalami stunting memiliki potensi tumbuh kembang yang tidak sempurna, kemampuan
motorik dan produktivitas rendah, serta memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit
tidak menular. Stunting pada balita berdampak pada timbulnya potensi kerugian ekonomi
karena penurunan produktivitas kerja dan biaya perawatan. Semuanya itu akan menurunkan
kualitas sumber daya manusia, produktivitas dan daya saing bangsa.

1.2.4 Program Untuk Masalah Stunting Di Nusa Tenggara Timur Dan Bagaimana
Pencapaiannya

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 49 ayat (1) dan Pasal 50
ayat (1) mengatur bahwa Pemerintah Daerah bertanggungjawab atas penyelenggaraan,
meningkatkan, dan mengembangkan upaya kesehatan. Kebijakan gizi yang direncanakan
tercantum dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun
20152019, dengan sasaran meningkatnya status gizi masyarakat dan target penurunan
prevalensi underweight menjadi 17%, stunting menjadi 28 %, dan wasting menjadi 9.5%
pada balita tahun 2019. Kebijakan gizi Pemerintah Daerah Provinsi NTT tercantum dalam

<
dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan fokus sasaran
menurunnya kasus balita gizi kurang menjadi 7.64% dan gizi buruk menjadi 0.76% tahun
2018 dengan Dinas Kesehatan Provinsi NTT sebagai organisasi yang membantu Gubernur di
bidang kesehatan. Namun target ini pada tahun 2017 justru meningkat terutama underweight
(28.3%) dan stunting (40.3%) berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG).

Masalah stunting di NTT erat kaitannya dengan masalah gizi, kesehatan ibu hamil dan
menyusui, serta bayi yang baru lahir dan anak usia dibawah dua tahun (baduta), termasuk
remaja putri. Oleh karena itu kebijakan penurunan stunting saat ini mulai difokuskan pada
100 hari pertama kehidupan kehidupan (HPK) dengan pendekatan intervensi spesifik dan
sensitive.
Intervensi sesifik dilakukan melalui pemberian makanan tambahan (PMT) bagi ibu hamil
dan kekurangan energy kronis (KEK), konsumsi suplemen tablet daerah (Fe), promosi dan
konseling menyusui, promosi dan konseling pemberian makanan bayi dan anak (PMBA), tata
laksana gizi buruk, PMT pemulian anak kurus, pemantauan dan promosi pertumbuhan,
suplemen kalsium dan pemeriksaan kehamilan, imunisasi, pengobatan diare, manajemen
terpadu balita sakit (MTBS), suplemen zink dan suplemen taburia serta pencegahan
kecacingan.
Sedangkan intervensi sensitive meliputi, peneydiaan akses air minum dan sanitasi
(PUPR), akses llayanan keluarga berencana (BKKBN), akses JKN dan bantuan uang tunai
keliarga kurang mampu (PKH) maupun BNPT (dinas social), parenting, konseling dan
stimulant kunjungan rumah (pendidikan, PPA), akses pangan baduta-ibu nebyusui dan ibu
hamil (ketahanan pangan), serta registrasi catatan sipil dan kata kelahiran (kependudukan).
Meskipun sudah sinkron, implementasi kebijakan gizi masih menemui beberapa kendala,
yaitu keterbatasan anggaran dan Melalui kebijakan gizi tersebut, Provinsi NTT berhasil
merealisasikan 3 target indikator dari 9 indikator proses. Namun, pencapaian indikator hasil
masih rendah terlihat dari prevalensi underweight pada balita yang meningkat kembali di
tahun 2016. Rendahnya alokasi anggaran dan sumber daya gizi lainnya dapat menjadi
perhatian Pemerintah Daerah agar dapat mewujudkan ketersediaan sumber daya yang
memadai demi tercapainya pelaksanaan upaya penanganan masalah gizi yang maksimal.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam
kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, kondisi stunting baru terlihat setelah bayi
berusia 2 tahun. Faktor-faktor penyebab stunting di NTT antara lain riwayat ASI, pendidikan,
tingkat pengetahuan ibu, paritas anggota keluarga, tinggi badan orang tua, asupan energy,
sanitasi ligkungan, akses dan pelayanan faskes, imunisasi, dan tingkat kemiskinan,

Dalam jangka pendek stunting dapat meneyebabkan gagal timbuh, hambatan


perekembangan kognitif dan motorik sehingga berpengaruh terhadap perkembangan otak dan
keberhasilan pendidikan, dan tidak optimalnya ukuran fisik tubuh serta gangguan
metabolisme. Dampak jangka panjang yang ditimbulkan stunting adalah menurunnya
kapasitas intelektul, gangguan struktur fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat permanen
dan menyebabkan penurunan keemampuan menyerap pelajaran di usia sekolah yang akan
berpengaruh terhadap produktivitas saat dewasa, dan meningkatkan risiko penyakit tidak
menular seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung koroner dan stroke.

Masalah stunting di NTT erat kaitannya dengan masalah gizi, kesehatan ibu hamil dan
menyusui, serta bayi yang baru lahir dan anak usia dibawah dua tahun (baduta), termasuk

remaja putri. Oleh karena itu kebijakan penurunan stunting saat ini mulai difokuskan pada
100 hari pertama kehidupan kehidupan (HPK) dengan pendekatan intervensi spesifik dan
sensitive.

3.2 SARAN

Pemerintah bersama nakes lebih banyak memberikan sosialisasi terhadap orang tua agar
lebih banyak orang tua yang mengerti pentingnya gizi dan tumbuh kembang anak sejak dini
agar terhindar dari stunting

1
DAFTAR PUSTAKA

Dini Indrastuty, pujiyanto.2014. Determinan Sosial Ekonomi Rumah Tangga dari Balita
Stunting di Indonesia: Analisis Data Indonesia Family Life Survey (IFLS) 2014. 2014.
Ekonomi Kesehatan Indonesia,3,2.

Eko Setiawan, Rizada Machmud, Masrul. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stunting pada Anak Usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan
Padang Timur Kota Padang tahun 2018. 2018. Jurnal Kesehatan Andalas. 7(2).

Tri Wurisastuti, Nungki Hapsari Suryaningtyas. Infeksi Malaria Menurut Status Gizi Balaita
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur.2016. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 20(1), 10-
15.

Elisabet Bre Boli, Analisis Kebijakan Gizi Dalam Upaya Penanganan Masalah Gizi di
Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jurnal Komunitas Kesehatan Masyarakat Volume 2

Nomor 1, Juli 2020

Agustina Setia,SST.M.Kes, Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Batita Usia 6 – 36 Bulan
di Desa Fatukanutu Kecamatan Amabi Oefeto Kabupaten Kupang,

Intje Picauly, Sarci Magdalena Toy, 2013, Analisis Determinan dan Pengaruh Stunting
Terhadap Pretasi Belajar Anak Sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT, Jurnal Gizi
dan Pangan, Maret 2013, 8(1): 55-62

Kinanti Rahmadhita, 2020, Permasalahan Stunting dan Pencegahannya, Jurnal Ilmiah


Kesehatan Sandi Husada hhttps://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH Vol 11, No, 1,
Juni 2020, pp; 225-229 p-ISSN: 2354-6093 dan e-ISSN: 2654-4563
DOI:
10.35816/jiskh.v10i2.253

Anda mungkin juga menyukai