Disusun oleh:
dr. Luh Ade Gina Andriyani
Dokter Internsip Periode 28 Juni 2021 - 27 September 2021
Dokter Pendamping:
dr. Ni Nyoman Kurniawati
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan Eva Project ini dengan sebaik-
baiknya.
Pelaksanaan kegiatan ini tidak lepas dari bantuan dan peran serta semua pihak yang
telah memberikan dukungan kepada kami. Untuk itu, pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ni Nyoman Kurniawati, dr., selaku Kepala Puskesmas Susut I dan dokter pendamping
penulis dalam penelitian ini yang telah memberikan bimbingan dan perhatian kepada
kami untuk melaksanakan program internsip di Puskesmas Susut I.
2. Seluruh staf Puskesmas Susut I yang telah memberikan pengarahan dan bantuan demi
kelancaran penelitian kami.
3. Seluruh tenaga paramedis dan tenaga non-medis Puskesmas Susut I yang telah
memberikan kesempatan belajar serta kepercayaan kepada kami.
4. Semua pihak yang telah ikut berperan dalam kelancaran program internsip dan
pembuatan laporan ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan yang kami buat masih jauh dari
sempurna. Sehingga saran, kritik, ide pikiran, serta bantuan dari berbagai pihak sangat kami
harapkan demi meningkatkan manfaat dari laporan yang kami buat. Semoga laporan kami
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi Puskesmas Susut I pada khususnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Puskesmas Susut menaungi 5 Desa, dengan 33 Dusun di dalamnya. Desa yang menjadi
wilayah kerja, antara lain:
a. Desa Tiga, luas wilayah 10,90 km2, dengan jumlah penduduk 6.675 jiwa. Desa Tiga
memiliki 9 dusun, diantaranya:
1. Dusun Tiga Kangin;
2. Dusun Buungan;
3. Dusun Temaga;
4. Dusun Linjong;
5. Dusun Penglumbaran Kangin;
6. Dusun Kayuambua;
7. Dusun Malet Kuta Mesir;
8. Dusun Malet Tengah;
9. Dusun Pukuh;
b. Desa Penglumbaran, luas wilayah 4.84 km2, dengan jumlah penduduk 3.675 jiwa.
Desa Penglumbaran memiliki 8 dusun, diantaranya:
1. Dusun Malet Gusti;
2. Dusun Seribatu;
3. Dusun Serai;
4. Dusun Kembang Merta;
5. Dusun Jeruk Mancingan;
6. Dusun Tiga Kawan;
7. Dusun Penglumbaran Kawan;
8. DusunTemen.
c. Desa Susut, luas wilayah 4.83 km 2, dengan jumlah penduduk 5.709 jiwa. Desa Susut
memiliki 9 dusun, diantaranya:
1. Dusun Susut Kaja;
2. Dusun Susut Kelod;
3. Dusun Tangkas;
4. Dusun Manuk;
5. Dusun Lebah;
6. Dusun Juwuk Bali;
7. Dusun Pukuh;
8. Dusun Penatahan;
9. Dusun Penglumbaran.
d. Desa Selat. luas wilayah 2.92 km2, dengan jumlah penduduk 3.127 jiwa. Desa Selat
memiliki 3 dusun, diantaranya:
1. Dusun Selat Kaja Kauh;
2. Dusun Selat Tengah;
3. Dusun Selat Peken.
e. Desa Pengiangan, luas wilayah 4,07 km2, dengan jumlah penduduk 3.147 jiwa. Desa
Pengiangan memiliki 3 dusun, diantaranya:
1. Dusun Pengiangan Kawan;
2. Dusun Pengiangan Kangin;
3. Dusun Songlandak;
4. Dusun Selat Nyuhan.
2.1.2 Keadaan Demografis
2.1.2.1 Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk
Jumlah penduduk wilayah kerja UPT. Puskesmas Susut I pada Tahun 2020 sebesar
23.516 jiwa bersumber dari Data Statistik kabupaten Bangli 2020. Jumlah Rumah Tangga
pada tahun 2020 sebanyak 6.567 Kepala Keluarga dengan rata – rata 3.37 jiwa/rumah tangga.
Laju pertumbuhan penduduk per tahun dalam periode 2016 -2020 berdasarkan data
kependudukan tahun 2020 adalah 15.27 %. Dengan kepadatan rata-rata penduduk tahun 2020
sebesar 810 jiwa/km2 dan sex ratio 103,4%. Persebaran penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Susut I tidak merata terbesar terdapat di Desa Tiga (30%), Desa Penglumbaran (16%), Desa
Susut (26%), Desa Selat ( 14%), dan Desa pengiangan (14%) sedangkan wilayah dengan
jumlah penduduk paling kecil di Desa Selat (14%).
a. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk diwilayah kerja Puskesmas Susut I yaitu 810 jiwa/km 2. Kepadatan
penduduk per desa untuk Tahun 2020 terpadat adalah Desa Susut yaitu 1.181 jiwa/km 2 dan
terendah Desa Tiga yaitu 612 jiwa/km2.
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk menurut kelompok umur perdesa Tahun 2020 di Wilayah kerja
Puskesmas Susut I
Pembiayaan Kesehatan
3%
38%
65%
Grafik 2.1 Kematian Bayi diwilayah kerja Puskesmas Susut I Tahun 2017 s/ d 2020
AKB
3.5
3 3
2.5
2 2 2 2
Axis Title
Column1
1.5
0.5
0
2017 2018 2019 2020
Axis Title
Grafik 2.2 Jumlah kematian ibu di Puskesmas Susut I tahun 2017 s/ d 2020.
AKI
1.2
1 1 1
0.8
0.6
0.4
0.2
0 0 0
2017 2018 2019 2020
kematian Ibu
Grafik 2.3 jumlah kematian balita (AKABA) di Puskesmas Susut I tahun 2017 s/ d 2020.
AKABA
1.2
1 1
0.8
0.6
0.4
0.2
0 0 0 0
2017 2018 2019 2020
AKABA
f. Angka Kesakitan
Angka kesakitan baik insiden maupun prevalensi dari suatu penyakit disebut morbiditas.
Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu
tertentu dan berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat.
A. Penyakit menular
a) TB Paru
Penyakit TB Paru merupakan penyakit reemerging masih terus ditemukan di
Provinsi Bali. Secara nasional TB Paru merupakan penyakit tropis yang sangat
erat kaitannya dengan kemiskinan. TB Paru merupakan penyakit yang masih
tinggi angka kejadiannya bahkan merupakan yang tertinggi ketiga di dunia.
MDGs menetapkan penyakit TB Paru sebagai salah satu target penyakit yang
harus diturunkan selain HIV AIDS dan Malaria. Hasil pengobatan penderita TB
Paru dipakai indikator succses rate, dimana indikator ini dapat dievaluasi setahun
kemudian setelah penderita ditemukan dan diobati.Sukses rate akan meningkat
bila pasien TB Paru dapat menyelesaikan pengobatan dengan baik tanpa atau
dengan pemeriksaan dahak. Pada tahun 2020 angka sukses rate di UPT.
Puskesmas Susut I sebesar 100%, pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2019 angka
keberhasilan pengobatan juga mencapai 100%. Meskipun sucses rate kasus TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Susut I dalam kurun waktu dua tahun terakhir
telah 100%. Namun upaya untuk menurunkan Case Rate dan meningkatkan
Success Rate terus harus dilakukan dengan cara meningkatkan sosialisasi
penanggulangan TB Paru sesuai manajemen DOTS melalui jejaring internal
maupun eksternal rumah sakit serta sektor terkait lainnya.
c) Pneumonia
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang pernapasan mulai dari hidung hingga alveoli. Penyakit ISPA yang
menjadi masalah dan masuk dalam program penanggulangan penyakit adalah
pneumonia karena merupakan salah satu penyebab kematian anak. Pneumonia
adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru (alveoli). Infeksi ini bisa
disebabkan oleh bakteri, jamur, virus atau kecelakaan karena menghirup cairan
atau bahan kimia. Populasi rentan yang terserang pneumonia adalah anak umur <
2 tahun. Penemuan dan tatalaksana kasus adalah salah satu kegiatan program
penanggulangan. Jumlah penemuan dan penanganan kasus pneumonia pada balita
di Puskesmas Susut I dan Jaringannya pada tahun 2020 sebanyak 4 kasus. Hal ini
tidak terlepas dari peran petugas dalam menjaring dan melakukan penyuluhan di
masyarakat tentang bahaya penyakit pneumonia pada balita. Walaupun demikian
penemuan dan penanganan kasus pneumonia ini masih perlu ditingkatkan karna
masih jauh dari perkiraan kasus yang seharusnya ada di masyarakat.
d) Diare
Diare dapat didefinisikan sebagai kejadian buang air besar berair lebih dari tiga
kali namun tidak berdarah dalam 24 jam, bila disertai dengan darah disebut
disentri. Pada tahun 2020 penanganan kasus diare di wilayah kerja Puskesmas
Susut I masih rendah yaitu sebanyak 32 kasus. Hal ini dapat disebabkan
rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pengobatan ke fasilitas
kesehatan, mereka lebih memilih pengobatan tradisonal atau langsung membeli
obat bebas sendiri. Mereka akan mendatangi fasilitas kesehatan apabila diarenya
sudah memburuk atau tidak tertangani. Disamping itu peran petugas masih
dianggap kurang dalam memberikan penyuluhan atau edukasi mengenai penyakit
diare.
e) Malaria
Angka kesakitan malaria untuk Jawa dan Bali diukur dengan Annual Parasite Rate
Incidence (API). Pada tahun 2020 tidak ditemukan kasus malaria di wilayah kerja
Puskesmas Susut I. Penyakit malaria bukan merupakan penyakit endemis tetapi
merupakan kasus-kasus import dari penduduk yang berasal dari daerah endemis
malaria atau orang Bali khususnya yang berasal dari kecamatan Susut yang pernah
tinggal di daerah endemis malaria seperti NTT, Maluku dan Papua.
f) Kusta
Kusta adalah penyakit kulit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium leprae.
Bila penyakit kusta tidak ditangani maka dapat menjadi progresif menyebabkan
kerusakan permanen pada kulit, saraf, mata dan anggota gerak. Strategi global
WHO menetapkan indicator eliminasi kusta adalah angka penemuan penderita/
new case detection rate (NCDR). Dengan NCDR 0,1 per 10.000 penduduk berarti
kecamatan Susut sudah dapat dikatagorikan sebagai daerah rendah kusta dengan
mengacu pada indicator pusat bahwa daerah dengan NCDR 0,50 per 10.000
penduduk sudah dapat dikatakan sebagai daerah rendah kusta.
d) Covid-19
Penyakit virus Corona (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan leh
virus SARS-coV-2, pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir
Desember 2019. Virus menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir
semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan. Di
Puskesmas Susut 1 tahun 2020 terdapat 104 kasus, dan terdapat 9 kasus kematian .
g. Status Gizi
Pemenuhan gizi pada anak usia dibawah lima tahun (balita) merupakan faktor yang
perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita merupakan periode
perkembangan yang rentan gizi. Kasus kematian yang terjadi pada balita merupakan
salah satu akibat dari gizi buruk. Gizi buruk dimulai dari penurunan berat badan ideal
seorang anak sampai akhirnya terlihat sangat buruk. Penentuan status gizi merupakan
suatu upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan balita.
Puskesmas mempunyai tugas pokok melakukan pendataan dan penilaian status gizi
balita serta menyerahkan hasil penilaian ke Dinas Kesehatan. Berikut gambaran status
gizi balita (BB/U) di wilayah kerja Puskesmas Susut I.
Grafik 2.4 Status gizi balita BB/ U menurut jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas
Susut I tahun 2020
Laki-Laki Perempuan
Dari data diatas dapat diketahui gambaran status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas
Susut I. dari 1.276 jumlah balita yang ditimbang di peroleh data 26 orang balita dengan
gizi lebih , 1.240 balita dengan status gizi baik, 9 balita dengan gizi kurang, dan 1 orang
balita dengan status gizi buruk .
Grafik 2.5 Prevalensi kasus gizi buruk menurut jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas
Susut I tahun 2017 s/ d 2020.
GIZI BURUK
7
6 6 6
5 Pada
4
3
tahun
2 2 2 2 2020
1 1 1
0 0
2017 2018 2019 2020
Laki-laki Perempuan
ditemukan 1 kasus gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Susut I dimana semuanya
sudah mendapatkan perawatan dan pemantauan sehingga nantinya diharapkan status
gizi dapat meningkat. Masih ditemukannya kasus gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas Susut I tidak terlepas dari keadaan sosial ekonomi masyarakat. Dimana
dalam upaya membrantas kasus gizi buruk memerlukan keterlibatan listas sektor terkait.
h. Kasus Stunting
Penemuan kasus stunting di Puskesmas Susut I didapatkan presentase kejadian
stunting dari tahun 2019-2020 sebesar 194 dari 1.5557 (12.4%), tahun 2020 132 dari
1.593 (8,28%). Angka tersebut lebih kecil dari batas maksimal yaitu 37,2%, yang
artinya angka stunting di wilayah Puskesmas Susut I lebih sedikit dari target
maksimal yang menderita stunting menurut target nasional. Dan juga kasus stunting di
wilayah Susut I tidak melebihi batas WHO yaitu <20%.
Tabel 2.3 Kasus Stunting di wilayah kerja Puskesmas Susut I tahun 2019.
2%
8% IUD
MOP
MOW
34%
IMPLANT
SUNTIK
PIL
KONDOM
48%
3%
3%
2%
ANALISIS SWOT
Strength Weakness
- Adanya 33 Posyandu Purnama - Capaian program IMD dan ASI
tersebar di seluruh desa atau wilayah Eksklusif masih rendah
kerja - Gizi rematri dan wanita usia subur
- Tenaga kesehatan (bidan desa) yang - Capaian pelayanan antenatal care
tersebar di tiap Puskesdes dan pustu masih rendah
- Sarana dan prasarana yang memadai - Pemantauan PMT
- Pendanaan yang mencukupi - Pandemi Covid 19
- Pemberian PMT
- Program imunisasi
Oportunity Threat
- Kader yang tersebar di seluruh desa - Pengetahuan dan kesadaran sasaran
- Adanya kebijakan Stategi Nasional - Perilaku sasaran
Percepatan dan Pencegahan Stunting - Sosial ekonomi terkait pandemi
- Dukungan tokoh masyarakat Covid 19
- Akses ke pelayanan kesehatan
BAB IV
pencegahan stunting:
Gambar 4.1 Sumber Pembiayaan Pemerintah untuk Pencegahan Stunting
5. Pemberian PMT
Pemberian PMT merupakan salah satu indikator intervensi spesifik dalam
penanggulangan dan pencegahan stunting. Dalam hal ini Puskesmas Susut I sudah
melaksanakan dengan baik. Berdasarkan rekomendasi Strategi Nasional, pemberian
PMT tidak hanya diberikan kepada ibu hamil, anak dengan gizi kurang. Pemberian
PMT dapat dilakukan saat posyandu dan juga kunjungan antenatal care bila
ditemukan ibu dengan gizi kurang. Selain melakukan pemberian PMT, penting untuk
melakukan pemantauan setelah pemberian PMT.
6. Program Imunisasi
Pemberian imunisasi terutama pada baduta merupakan salah satu indikator pada
intervensi gizi spesifik pencegahan stunting. Penguatan program imunisasi dapat
dilakukan dapat direkomendasikan dengan melakukan “mobile immunization”.
Imunisasi mobile dilakukan dengan memberikan vaksin atau imunisasi ke rumah atau
kediaman sasaran yang belum terimunisasi, bekerjasama dengan bidan desa, kader
dan tokoh masyarakat. Selain itu, dapat juga di berikan saat pelaksanaan Posyandu.
B. WEAKNESS (Kelemahan)
1. Program IMD dan ASI Eksklusif
Berdasarkan data Profil Puskesmas Susut I tahun 2020 pemberian Asi Eksklusif
memegang peranan penting dalam pertumbuhan bayi,dan kekebalan daya tahan
tubuh bayi. Untuk tahun 2020 jumlah bayi yang lulus Asi Eksklusif (0-6 bulan)
sebanyak 188 orang (85,5%) dari 344 jumlah bayi yang dipantau. Masih
rendahnya capaian IMD dan ASI Eksklusif mempengaruhi kejadian stunting. Dan
Asi eksklusif merupakan salah satu indikator dari intervensi spesifik. Rendahnya
capaian IMD disebabkan karena banyaknya bayi baru lahir atau ibu yang
melahirkan di luar Puskesmas misal di RS yaitu melalui sectio caesaria.
Berdasarkan hal tersebut, direkomendasikan dengan:
a. Bekerjasama lintas sektor pemegang program, bidan desa, kader, dan tokoh
masyarakat untuk melakukan kunjungan post natal care sekaligus
memberikan motivasi mengenai IMD selanjutnya kader akan melakukan
pemantauan berkala. Kunjungan tersebut juga disertai dengan pemberian
edukasi cara dan teknis menyusui dengan benar dan manfaat IMD.
b. Peningkatan kapasitas petugas kesehatan dan kader dalam promosi IMD,
pemberian kolostrum dan ASI Eksklusif.
c. Kampanye dan kegiatan komunikasi, informasi, edukasi serta konseling bagi
ibu menyusui melalui pemberian buku, atau leaflet dan juga memanfaatkan
media sosial.
d. Membentuk KP-ASI (Kelompok Peduli ASI Eksklusif) yang terdiri oleh kader
dan dikoordinatori oleh pemegang program gizi dan berkoordinasi dengan
bidan desa. KP-ASI ini akan diberikan pelatihan mengenai ASI Eksklusif dan
KP-ASI ini yang akan menjadi pendamping ibu menyusui yang bertugas
memantau pemberian ASI Eksklusif, memberi motivasi kepada ibu menyusui.
e. Bekerjasama dengan pihak non-pemerintah atau swasta untuk mengadakan
BANK ASI yang diperuntukkan untuk anak yang tidak bisa mendapatkan ASI
karena ibu dalam keadaan tidak bisa mengasihi, sebagai contoh ibu dengan
hepatitis B dan dengan HIV.
2. Gizi Remaja Putri
Pemantauan gizi remaja putri dan wanita usia subur merupakan sasaran penting
selain ibu hamil dan anak 0-2 tahun. Di Puskesmas Susut I program rematri hanya
dengan pemberian Fe, sempat tidak terlaksana karena pandemi. Namun,
pemantauan gizi pada remaja putri belum ada. Berdasarkan hal tersebut
direkomendasikan:
a. Pemantauan gizi dan pengukuran pada remaja putri dan wanita usia subur
dilakukan juga saat posyandu. Sekaligus pemberian edukasi mengenai gizi
yang baik pada remaja.
b. Penyediaan konseling kesehatan reproduksi untuk remaja
c. Bekerjasama dengan pihak sekolah ataupun kader yang tersebar di seluruh
desa dalam pencegahan dan tata laksana anemia pada remaja dan wanita usia
subur.
d. Mengadakan pemantauan cakupan program, kepatuhan konsumsi TTD, dan
evaluasi dampak
e. Apabila ada remaja yang putus sekolah, pemberian dosis TTD dapat diberikan
di Posyandu, Poskesdes, maupun Pustu.
3. Pelayanan Antenatal Care
Pelayanan antenatal care yang masih rendah merupakan salah satu hal yang
mempengaruhi kejadian stunting. Hal ini terakait gizi ibu hamil, pemantauan dan
screening secara dini. Maka dari itu direkomendasikan sebagai berikut :
a. Berkoordinasi lintas sectoral yaitu bidan desa, kader dan tokoh masyarakat
dengan upaya menjaring ataupun mendata ibu hamil dan memberikan
informasi terkait pelayanan antenatal.
b. Meningkatkan mutu pelayanan dengan mengadakan pelatihan kepada para
petugas (bidan dan kader) baik berupa kompetensi pelayanan ANC.
c. Mengevaluasi ataupun membuatkan jadwal khusus untuk pelayanan antenatal
care.
4. Pemantauan PMT
Pemantauan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) merupakan hal yang penting
dalam mencegah kasus stunting. Tidak hanya memberikan PMT, sebaiknya
dilakukan pemantauan dan juga evaluasi dampak setelahnya. Berdasarkan hal
tersebut direkomendasikan sebagai berikut:
a. Bekerjasama dengan bidan desa dan kader untuk melakukan pemantauan
berkala setelah pemberian PMT, dilakukan pemantauan dan juga evaluasi
dampak setelahnya.
b. Pemantauan dilakukan setiap bulan, meliputi pengukuran Panjang/tinggi
badan dan memastikan bahwa paket makanan benar-benar dikonsumsi oleh
sasaran.
c. Melakukan pemantauan dan evaluasi dan pendampingan secara intensif,
penguatan SDM melalui penambahan ahli gizi.
5. Pandemi Covid 19
Pandemi Covid 19 sangat berpengaruh dalam pelaksanaan pencegahan stunting.
Adanya pandemic mengakibatkan hambatan dalam kegiatan yang sifatnya
mengumpulkan masyarakat. Berikut rekomendasi yang dapat disarankan:
a. Menggunakan APD level 2 dalam setiap pelayanan.
b. Menerapkan protokol kesehatan setiap melaksanakan kegiatan seperti
menyediakan masker bagi masyarakat yang tidak memakai masker,
menyiapkan tempat cuci tangan dan handsanitizer, menjaga jarak agar tidak
terjadi kerumunan.
c. Mengevaluasi jadwal kegiatan seperti Posyandu dengan berkoordinasi dengan
perangkat desa dan kader dengan membagi 2 kloter atau membatasi jumlah
maksimal 20 orang dalam setiap pertemuan.
C. OPORTUNITY (Peluang)
1. Kader yang tersebar diseluruh desa
Kader yang tersebar di seluruh desa wilayah kerja Puskesmas Susut I memberikan
kesempatan dan peluang untuk meningkatkan pelayanan khususnya dalam
pencegahan stunting. Untuk memaksimalkannya direkomendasikan sebagai
berikut:
a. Penyegaran “update ilmu” mengenai stunting dan pencegahannya baik secara
daring maupun luring 6 bulan sekali.
b. Membentuk kelompok potensial seperti kelompok ASI, kelompok khusus
pemantauan PMT yang bertugas untuk mendampingi dan memberikan edukasi
secara langsung dan juga melakukan pemantauan secara berkala dengan tetap
berkoordinasi dengan penanggung jawab yaitu bidan desa.
c. Untuk meningkatkan semangat kerja tim, dapat melaksanakan semacam
gathering dan juga pengenalan team building dengan tetap memperhatikan
dan menerapkan protokol kesehatan.
2. Berbagai Kebijakan Terkait Stunting
Adanya berbagai kebijakan terkait stunting akan mempermudah dalam
melaksanakan kegiatan sehingga ada dasar hukum yang jelas. Selain itu adanya
kebijakan ini akan memudahkan untuk berkerjasama dengan pihak non kesehatan
dalam menunjang sarana prasana pendukung dalam pencegahan stunting.
3. Dukungan tokoh masyarakat
Dukungan tokoh masyarakat sangat penting dalam menanggulangi kasus stunting.
Hal ini tokoh masyarakat atau orang yang dihormati dapat berperan dalam
mengedukasi sasaran dan memotivasi sasaran dalam melaksanakan program
maupun pengobatan, diharapkan sasaran dapat mengikuti dan menuruti tokoh
masyarakat. Dalam hal ini Puskesmas harus menjaga kerjasama yang baik dengan
tokoh masyarakat yang ada.
4. Akses Pelayanan Kesehatan
Akses pelayanan kesehatan merupakan salah satu hal penyebab tidak langsung
kasus stunting. Puskesmas Susut I yang berjarak 15 menit dari ibukota kabupaten
dengan waktu tempuh 30 menit merupakan suatu peluang bagi masyarakat yang
berada wilayah kerja Puskesmas Susut I dengan mudah mengakses layanan
kesehatan berupa pelayanan kesehatan dan gizi. Berdasarkan Strategi Nasional
Percepatan Pencegahan Stunting salah satu intervensi dalam peningkatan akses
dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan tentunya dengan bekerjasama lintas
sectoral yaitu dengan:
a. Penyediaan akses Jaminan Kesehatan, seperti Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
b. Penyediaan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB)
c. Penyediaan akses bantuan tunai bersyarat untuk keluarga kurang mampu,
seperti Program Keluarga Harapan (PKH)
D. THREAT (Ancaman)
1. Pengetahuan, kesadaran dan perilaku sasaran
Rendahnya pengetahuan, kesadaran dan perilaku sasaran terhadap stunting merupakan
hal yang sangat berpengaruh terjadinya stunting. Sehingga penting untuk
meningkatkan pengetahuan sasaran dengan merekomendasikan cara sebagai berikut :
a. Penyebarluasan informasi atau kampanye mengenai gizi dan kesehatan melalui
berbagai media
b. Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua
c. Penyediaan akses pendidikan usia dini, promosi stimulasi anak usia dini, dan
pemantauan tumbuh kembang anak (tentunya dengan berkerjasama lintas sectoral)
d. Komunikasi antar pribadi yaitu konseling yang bersifat pribadi mengenai
hambatan yang dihadapi, dengan pesan khusus sesuai kebutuhan dan konteks
sosial dan budaya.
5.1 Kesimpulan
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya dengan mengenal penyebab
yaitu penyebab langsung yang mencakup masalah kurangnya asupan gizi dan penyakit
infeksi, sementara penyebab tidak langsung yang mencakup ketahanan pangan, lingkungan
social, lingkungan kesehatan, lingkungan permukiman. Perlunya ada kerja sama lintas sector
baik sector kesehatan maupun sector non kesehatan untuk mengatasi penanganan stunting.
5.2 Saran