Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN EVA PROJECT

GAMBARAN UMUM KASUS STUNTING DAN PENCEGAHANNYA SELAMA


MASA NEW NORMAL PANDEMI COVID 19 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SUSUT I

Disusun oleh:
dr. Luh Ade Gina Andriyani
Dokter Internsip Periode 28 Juni 2021 - 27 September 2021

Dokter Pendamping:
dr. Ni Nyoman Kurniawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA (PIDI)


PUSKESMAS SUSUT I
KABUPATEN BANGLI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan Eva Project ini dengan sebaik-
baiknya.
Pelaksanaan kegiatan ini tidak lepas dari bantuan dan peran serta semua pihak yang
telah memberikan dukungan kepada kami. Untuk itu, pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ni Nyoman Kurniawati, dr., selaku Kepala Puskesmas Susut I dan dokter pendamping
penulis dalam penelitian ini yang telah memberikan bimbingan dan perhatian kepada
kami untuk melaksanakan program internsip di Puskesmas Susut I.
2. Seluruh staf Puskesmas Susut I yang telah memberikan pengarahan dan bantuan demi
kelancaran penelitian kami.
3. Seluruh tenaga paramedis dan tenaga non-medis Puskesmas Susut I yang telah
memberikan kesempatan belajar serta kepercayaan kepada kami.
4. Semua pihak yang telah ikut berperan dalam kelancaran program internsip dan
pembuatan laporan ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan yang kami buat masih jauh dari
sempurna. Sehingga saran, kritik, ide pikiran, serta bantuan dari berbagai pihak sangat kami
harapkan demi meningkatkan manfaat dari laporan yang kami buat. Semoga laporan kami
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi Puskesmas Susut I pada khususnya.

Susut, September 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi
sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam
jumlah dan kualitas yang lebih banyak, karena pada umumnya aktivitas fisik yang cukup
tinggi dan masih dalam perubahan belajar. Masa balita merupakan kelompok umur yang
rawan gizi dan penyakit. Anak balita dengan kekurangan gizi dapat mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan spiritual serta
mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Status gizi merupakan indikator
kesehatan yang penting bagi balita karena anak usia di bawah lima tahun merupakan
kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi yang dampak fisiknya diukur secara
antropometri dan dikategorikan berdasarkan standar baku WHO dengan indeks BB/U
(Berat Badan/Umur), TB/U (Tinggi Badan/Umur) dan BB/TB (Berat Badan/Tinggi
Badan).1
Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada
anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi
berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin
hingga anak berusia 23 bulan.2 Stunting tidak hanya mempengaruhi kognitif tapi juga
akan mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan suatu negara karena akan
mengakibatkan berkurangnya sumber daya manusia yang berkualitas. Periode yang
sangat kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh status gizi ibu
pada saat pra hamil, kehamilan dan saat menyusui.3
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan penurunan prevalensi
stunting Balita di tingkat nasional sebesar 6,4% selama periode 5 tahun, yaitu 37,2%
(2013) menjadi 30,8% (2018). Sedangkan untuk balita normal terjadi peningkatan dari
48,6% (2013) menjadi 57,8% (2018). Menurut Global Nutrition Report 2016 mencatat
bahwa prevalensi stunting di Indonesia berada pada peringkat 108 dari 132 negara. Dalam
laporan sebelumnya, Indonesia tercatat sebagai salah satu dari 17 negara yang mengalami
beban ganda gizi baik kelebihan maupun kekurangan gizi. Di Kawasan Asia Tenggara,
prevalensi stunting di Indonesia merupakan tertinggi kedua, setelah Kamboja. 2 Sedangkan
di Provinsi Bali, menurut Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi stunting di
Provinsi Bali sebesar 21,7%. Angka ini mengalami penurunan sebesar 10,9%
dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2013 sebesar 32,6%. Sesuai hasil Pantauan Status
Gizi (PSG) tahun 2019, dinyatakan bahwa Provinsi Bali memiliki prevalensi stunting
balita terendah secara nasional sebesar 19,1%.4 Penemuan kasus stunting di Puskesmas
Susut I didapatkan presentase kejadian stunting dari tahun 2019-2020 sebesar 194
(12.4%), tahun 2020 132 (8,28%). Angka tersebut lebih kecil dari batas maksimal yaitu
37,2%, yang artinya angka stunting di wilayah Puskesmas Susut I lebih sedikit dari target
maksimal yang menderita stunting menurut target nasional. Dan juga kasus stunting di
wilayah Susut I tidak melebihi batas WHO yaitu <20%.
Permasalahan stunting ini sangat serius mengingat anak sudah mengalami gagal
tumbuh yang akan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif yang secara nasional akan
berpengaruh terhadap daya saing bangsa. Penelitian di berbagai negara 3 berkembang
menyatakan bahwa stunting memiliki banyak dampak buruk pada masa depan anak-anak.
Mereka yang stunting cenderung memiliki capaian pendidikan yang lebih rendah dan
pendapatan yang lebih rendah. Selain itu, balita yang mengalami stunting akan memiliki
tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap
penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada
akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan. World Bank mencatat
kenaikan stunting 1% secara nasional berkorelasi dengan penurunan produktivitas
ekonomi 1,4% di negara berkembang di Asia dan Afrika. Menanggulangi permasalahan
stunting dan kasus gizi buruk merupakan salah satu target Sustainable Development
Goals (SDGs) poin kedua 'zero hunger atau nol kelaparan'. Pada tahun 2030 mendatang,
Indonesia bersama negara-negara Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya berkomitmen
untuk mengakhiri segala bentuk malnutrisi, termasuk mencapai target dunia pada 2025
untuk penurunan stunting dan wasting pada balita.4
Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi seluruh aspek kesehatan termasuk
penanganan stunting. Hal ini karena pada masa pandemi, fasilitas kesehatan yang
terbebani, rantai pasokan makanan yang terganggu, dan hilangnya pendapatan. UNICEF
memperkirakan COVID-19 dapat menyebabkan peningkatan tajam dalam jumlah anak-
anak yang mengalami masalah gizi di Indonesia, sehingga perlu segera dilakukan
intervensi.4 Berpengaruhnya pandemi Covid 19 dengan kejadian stunting pasti juga akan
berpengaruh kepada aspek-aspek yang menjadi penyebab masih terjadinya kasus stunting
di Puskesmas Susut I, sehingga diperlukan pembahasan dan evaluasi sehingga nantinya
mendapatkan solusi untuk melakukan percepatan dan pencegahan kasus stunting.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran umum kasus stunting di wilayah kerja Puskesmas Susut
I?
2. Apakah saja kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman mengenai kasus
stunting di wilayah kerja Puskesmas Susut I?
3. Bagaimana evaluasi program stunting dan pemecahan masalahnya untuk
mencegah kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Susut I?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui gambaran umum kasus stunting di wilayah kerja Puskesmas Susut
I.
2. Menganalisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman mengenai kasus
stunting di wilayah kerja Puskesmas Susut I
3. Mengevaluasi dan menemukan pemecahan masalah dalam percepatan
pencegahan stunting di wilayah kerja Puskesmas Susut I.
BAB II
ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGI

2.1 Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas dan Wilayah Kerja


2.1.1 Keadaan Geografis
UPT. Puskesmas Susut I terletak di dusun Kayuambua, Desa Tiga, Kecamatan Susut,
Kabupaten Bangli. Berjarak 15 km dari ibukota kabupaten dengan waktu tempuh 30 menit.
Puskesmas Susut I berdiri pada tahun 1976 dengan luas wilayah kerja 36.22 km 2 dan batas
wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Kecamatan Kintamani


 Sebelah Selatan : Kabupaten Gianyar
 Sebelah Timur : Kecamatan Bangli
 Sebelah Barat : Kabupaten Gianyar

Puskesmas Susut menaungi 5 Desa, dengan 33 Dusun di dalamnya. Desa yang menjadi
wilayah kerja, antara lain:
a. Desa Tiga, luas wilayah 10,90 km2, dengan jumlah penduduk 6.675 jiwa. Desa Tiga
memiliki 9 dusun, diantaranya:
1. Dusun Tiga Kangin;
2. Dusun Buungan;
3. Dusun Temaga;
4. Dusun Linjong;
5. Dusun Penglumbaran Kangin;
6. Dusun Kayuambua;
7. Dusun Malet Kuta Mesir;
8. Dusun Malet Tengah;
9. Dusun Pukuh;
b. Desa Penglumbaran, luas wilayah 4.84 km2, dengan jumlah penduduk 3.675 jiwa.
Desa Penglumbaran memiliki 8 dusun, diantaranya:
1. Dusun Malet Gusti;
2. Dusun Seribatu;
3. Dusun Serai;
4. Dusun Kembang Merta;
5. Dusun Jeruk Mancingan;
6. Dusun Tiga Kawan;
7. Dusun Penglumbaran Kawan;
8. DusunTemen.
c. Desa Susut, luas wilayah 4.83 km 2, dengan jumlah penduduk 5.709 jiwa. Desa Susut
memiliki 9 dusun, diantaranya:
1. Dusun Susut Kaja;
2. Dusun Susut Kelod;
3. Dusun Tangkas;
4. Dusun Manuk;
5. Dusun Lebah;
6. Dusun Juwuk Bali;
7. Dusun Pukuh;
8. Dusun Penatahan;
9. Dusun Penglumbaran.
d. Desa Selat. luas wilayah 2.92 km2, dengan jumlah penduduk 3.127 jiwa. Desa Selat
memiliki 3 dusun, diantaranya:
1. Dusun Selat Kaja Kauh;
2. Dusun Selat Tengah;
3. Dusun Selat Peken.
e. Desa Pengiangan, luas wilayah 4,07 km2, dengan jumlah penduduk 3.147 jiwa. Desa
Pengiangan memiliki 3 dusun, diantaranya:
1. Dusun Pengiangan Kawan;
2. Dusun Pengiangan Kangin;
3. Dusun Songlandak;
4. Dusun Selat Nyuhan.
2.1.2 Keadaan Demografis
2.1.2.1 Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk
Jumlah penduduk wilayah kerja UPT. Puskesmas Susut I pada Tahun 2020 sebesar
23.516 jiwa bersumber dari Data Statistik kabupaten Bangli 2020. Jumlah Rumah Tangga
pada tahun 2020 sebanyak 6.567 Kepala Keluarga dengan rata – rata 3.37 jiwa/rumah tangga.
Laju pertumbuhan penduduk per tahun dalam periode 2016 -2020 berdasarkan data
kependudukan tahun 2020 adalah 15.27 %. Dengan kepadatan rata-rata penduduk tahun 2020
sebesar 810 jiwa/km2 dan sex ratio 103,4%. Persebaran penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Susut I tidak merata terbesar terdapat di Desa Tiga (30%), Desa Penglumbaran (16%), Desa
Susut (26%), Desa Selat ( 14%), dan Desa pengiangan (14%) sedangkan wilayah dengan
jumlah penduduk paling kecil di Desa Selat (14%).

a. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk diwilayah kerja Puskesmas Susut I yaitu 810 jiwa/km 2. Kepadatan
penduduk per desa untuk Tahun 2020 terpadat adalah Desa Susut yaitu 1.181 jiwa/km 2 dan
terendah Desa Tiga yaitu 612 jiwa/km2.

b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur


Distribusi penduduk pada Tahun 2020 menurut kelompok umur bersumber dari data
proyeksi Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli Tahun 2010- 2020. Dari perhitungan
proyeksi menunjukkan bahwa penduduk di wilayah Kerja UPT. Puskesmas Susut I.

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk menurut kelompok umur perdesa Tahun 2020 di Wilayah kerja
Puskesmas Susut I

KELOMPOK JENIS KELAMIN


JUMLAH
NO. UMUR
L P PENDUDUK
( TAHUN )
1 0–4 729 722 1,451
2 5–9 778 755 1,533
3 10 – 14 779 758 1,537
4 15 – 19 765 750 1,515
5 20 – 24 787 767 1,554
6 25 – 29 857 810 1,667
7 30 – 34 867 854 1,721
8 35 – 39 836 822 1,658
9 40 – 44 952 880 1,832
10 45 – 49 845 860 1,705
11 50 – 54 670 660 1,330
12 55 – 59 560 525 1,085
13 60 – 64 538 502 1,040
14 65 – 69 446 433 879
15 70 – 79 459 434 893
16 70+ 487 445 932
(sumber: website BPS Kabupaten Bangli tahun 2017)

c. Status Sosial Ekonomi


1) Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu sektor yang dapat mempengaruhi kualitas sumber
daya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikannya diharapkan kualitas sumber daya
manusia semakin baik pula. Untuk menunjang hal tersebut perlu adanya sarana dan prasarana
pendidikan yang memadai. Pada tahun 2020 di wilayah kerja UPT.Puskesmas Susut I
terdapat 11 unit Taman Kanak – Kanak, 15 unit Sekolah Dasar, dan 3 unit Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Pendidikan yang ditamatkan merupakan indikator pokok kualitas pendidikan
formal.
Parameter penduduk berusia 10 tahun keatas wilayah Puskesmas Susut I yang melek huruf
99.28 %, tidak memiliki ijazah SD sebesar 0.72 %, tingkat pendidikan SD dan sederajat
sebesar 31.97 %, tingkat pendidikan SLTP sebesar 16.99 %, tingkat pendidik SLTA sebesar
12.86%, Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 10.10 %, kemudian untuk Diploma I/Diploma
II sebesar 3.56 %, Akademi atau Diploma III sebesar 4.76 %, Universitas/Diploma IV
sebesar 1.25 %,kemudian untuk S2/S3 (Doktor) sebesar 0.07 %.
Dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli diperoleh data Angka Partisipasi
Murni Menurut Jenjang dan Jenis Kelamin, Penduduk Laki-laki yang memperoleh
pendidikan SD sebesar 100 %, sedangkan Perempuan 98.52 %. Sedangkan penduduk yang
berpendidikan SMP berjenis kelamin laki-laki sebesar 80.75 %, penduduk berjenis kelamin
perempuan sebanyak 77.7%. Untuk tingkat pendidikan SMA, laki-laki sebanyak 63.83%,
sedangkan perempuan sebanyak 62.27 %. Kemudian untuk tingkat pendidikan Perguruan
Tinggi, untuk penduduk yang berjenis kelamin laki-laki didapat angka sebesar 6.06%,
sedangkan perempuan sebanyak 9.23%.
2) Mata Pencaharian
Pola konsumsi atau kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan biasanya akan
selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan,
selera, dan lingkungan. Tingkat pendapatan penduduk Kabupaten Bangli menurut Rasio Gini
dan distribusi pendapatan tahun 2010 – 2020. Distribusi pendapatan disebutkan 21.11 %
penduduk berpendapatan rendah, 42.21 % berpendapatan tinggi, dan 36.68 % berpendapatan
menengah, sedangkan Rasio Gininya sebesar 0.3838. Di wilayah kerja puskesmas Susut I
yang mayoritas penduduknya adalah petani, sehingga penghasilannya tidak bisa ditentukan.

2.1.3 Petugas Kesehatan


Distribusi dan kecukupan tenaga kesehatan tenaga medis sangat menentukan
terpenuhinya standar kesehatan masyarakat. Di Puskesmas Susut I, tenaga kesehatan yang
dimiliki meliputi : 2 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 1 orang tenaga kesehatan
masyarakat, 18 orang Bidan, 14 orang Perawat, 4 orang perawat gigi, 1 orang tenaga
Sanitasi,1 orang analis kesehatan. Rasio tenaga Medis (dokter umum) mencapai 4.523 per
100.000 jumlah penduduk, rasio tenaga Paramedis (Bidan) mencapai 174.95 per 100.000
jumlah Penduduk dan Paramedis Perawat mencapai 63.2 per 100.000 jumlah penduduk.

2.1.4 Sarana Kesehatan


Puskesmas Susut I memiliki 5 puskesmas pembantu, 2 Poskesdes dan pemanfaatan fasilitas
puskesmas dapat dilihat dari rata-rata kunjungan per hari buka. Pada tahun 2020, kunjungan
puskesmas per hari buka Puskesmas Susut I rata-rata mencapai 45 kali. Puskesmas Susut I
merupakan puskesmas dengan perawatan di mana jumlah kunjungan rawat inap untuk tahun
2018 berjumlah 28 kunjungan pasien yang kebanyakan pasien dengan kasus kebidanan
(melahirkan). Kemudian untuk Posyandu Puskesmas Susut I memiliki 33 posyandu.
Klasifikasi posyandu yang dimiliki adalah Posyandu Purnama.
2.1.5 Pembiayaan Kesehatan

Anggaran Pembangunan Kesehatan bersumber dari APBN dan APBD Kabupaten,


dengan rincian APBN (BOK) sebanyak 37 %, APBN (JKN) 65 % APBD Provinsi 0 %,
APBD Kabupaten 3 %.

Pembiayaan Kesehatan
3%

38%

65%

APBN ( JKN) APBN (BOK ) APBD Kab

2.1.6 Situasi dan Derajat Kesehatan Masyarakat


Untuk memberikan gambaran derajat kesehatan wilayah Puskesmas Susut I pada
tahun 2020, disajikan situasi mortalitas dan morbiditas.

2.1.6.1 Angka Kematian


Angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu dikenal dengan
mortalitas (Depkes, 2010). Mortalitas selain dapat menggambarkan keadaan dan derajat
kesehatan masyarakat suatu wilayah dapat juga digunakan sebagai dasar perencanaan
dibidang kesehatan. Tingkat kematian secara umum sangat berhubungan erat dengan tingkat
kesakitan. Sebab-sebab kematian ada yang dapat diketahui secara langsung dan tidak
langsung. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas dan morbiditas adalah
sosial ekonomi, pendapatan perkapita, pendidikan, perilaku hidup sehat, lingkungan, upaya
kesehatan dan fertilitas. Angka kematian secara umum sangat berhubungan/ dipengaruhi
oleh tingkat kesakitan dan status gizi. Sebab-sebab kematian ada yang dapat diketahui secara
langsung dan tidak langsung diantaranya adalah faktor-faktor lain yang secara bersama-sama
atau sendiri berpengaruh terhadap tingkat kematian di masyarakat.
a. Angka Kematian Bayi (AKB)
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi AKB secara umum adalah tingkat kesakitan dan
status gizi, kesehatan ibu waktu hamil dan proses penanganan persalinan. Gangguan perinatal
merupakan salah satu dari sekian faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan ibu selama
hamil yang mempengaruhi perkembangan fungsi dan organ janin. Di Puskesmas Susut I
angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2020 sebesar 6,25 per 1000 Kelahiran Hidup,
dengan jumlah bayi yang meninggal 2 orang dengan penyebab kematian adalah BBLR dan
Asfiksia.

Grafik 2.1 Kematian Bayi diwilayah kerja Puskesmas Susut I Tahun 2017 s/ d 2020

AKB
3.5

3 3

2.5

2 2 2 2
Axis Title

Column1
1.5

0.5

0
2017 2018 2019 2020
Axis Title

b. Angka Kematian Ibu (AKI)


Angka kematian ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal pada tahun
tertentu dengan penyabab kematian yang terkait gangguan kehamilan atau
penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan,
melahirkan dan masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama
kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. Indikator ini secara langsung digunakan untuk
memonitor kematian terkait kehamilan. Angka Kematian Ibu Maternal berguna untuk
menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi, kesehatan ibu,
kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil,
waktu melahirkan dan masa nifas. Keberhasilan pembangunan sektor kesehatan
senantiasa menggunakan indikator AKB dan AKI sebagai indikator utamanya. Pada
tahun 2020 di Puskesmas Susut 1 sebesar 312,5 per 100.000 kelahiran hidup kematian
Ibu, dengan jumlah ibu hamil 1 orang dengan penyebab kematian penyakit bawaan.
Berikut grafik jumlah Kematian Ibu di wilayah kerja Puskesmas Susut I tahun 2017 s/ d
2020.

Grafik 2.2 Jumlah kematian ibu di Puskesmas Susut I tahun 2017 s/ d 2020.

AKI
1.2

1 1 1

0.8

0.6

0.4

0.2

0 0 0
2017 2018 2019 2020

kematian Ibu

c. Angka Kematian Balita (AKABA)


AKABA adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum
mencapai usia 5 tahun dan dinyatakan per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian balita
dihitung dengan menjumlahkan kematian bayi dengan kematian balita. Berdasarkan pedoman
MDGs disebutkan bahwa nilai normatif >140 tinggi, 71-140 tinggi, 20-40 sedang dan <20
rendah. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak-anak dan faktor-
faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit
infeksi dan kecelakaan. Angka Kematian Balita (AKABA) di Puskesmas Susut I pada tahun
2020 sebanyak 0 per 1000 KH.

Grafik 2.3 jumlah kematian balita (AKABA) di Puskesmas Susut I tahun 2017 s/ d 2020.
AKABA
1.2

1 1

0.8

0.6

0.4

0.2

0 0 0 0
2017 2018 2019 2020

AKABA

f. Angka Kesakitan
Angka kesakitan baik insiden maupun prevalensi dari suatu penyakit disebut morbiditas.
Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu
tertentu dan berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat.

A. Penyakit menular
a) TB Paru
Penyakit TB Paru merupakan penyakit reemerging masih terus ditemukan di
Provinsi Bali. Secara nasional TB Paru merupakan penyakit tropis yang sangat
erat kaitannya dengan kemiskinan. TB Paru merupakan penyakit yang masih
tinggi angka kejadiannya bahkan merupakan yang tertinggi ketiga di dunia.
MDGs menetapkan penyakit TB Paru sebagai salah satu target penyakit yang
harus diturunkan selain HIV AIDS dan Malaria. Hasil pengobatan penderita TB
Paru dipakai indikator succses rate, dimana indikator ini dapat dievaluasi setahun
kemudian setelah penderita ditemukan dan diobati.Sukses rate akan meningkat
bila pasien TB Paru dapat menyelesaikan pengobatan dengan baik tanpa atau
dengan pemeriksaan dahak. Pada tahun 2020 angka sukses rate di UPT.
Puskesmas Susut I sebesar 100%, pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2019 angka
keberhasilan pengobatan juga mencapai 100%. Meskipun sucses rate kasus TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Susut I dalam kurun waktu dua tahun terakhir
telah 100%. Namun upaya untuk menurunkan Case Rate dan meningkatkan
Success Rate terus harus dilakukan dengan cara meningkatkan sosialisasi
penanggulangan TB Paru sesuai manajemen DOTS melalui jejaring internal
maupun eksternal rumah sakit serta sektor terkait lainnya.

b) Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Aquired Immuno Deficiency


Syndrome (AIDS)
HIV/AIDs merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus
Human Immunodeficiency Virus yang menyerang system kekebalan tubuh
penderitanya sehingga penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga
sangat mudah terinfeksi berbagai macam penyakit yang lain.Sebelum memasuki
fase AIDS, penderita terlebih dahulu dinyatakan sebagai HIV positif. HIV positif
dapat diketahui dengan 3 cara salah satunya adalah VCT, Dari hasil pemeriksaan
pada ibu hamil dan factor resiko, di Puskesmas Susut I pada tahun 2020 belum
ditemukan positif HIV/AIDS. Tidak ditemukannya kasus HIV/AIDS dimasyarakat
dapat disebabkan oleh keengganan masyarakat untuk melakukan pemeriksaan ke
fasilitas kesehatan sehingga kasus tidak terungkap.

c) Pneumonia
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang pernapasan mulai dari hidung hingga alveoli. Penyakit ISPA yang
menjadi masalah dan masuk dalam program penanggulangan penyakit adalah
pneumonia karena merupakan salah satu penyebab kematian anak. Pneumonia
adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru (alveoli). Infeksi ini bisa
disebabkan oleh bakteri, jamur, virus atau kecelakaan karena menghirup cairan
atau bahan kimia. Populasi rentan yang terserang pneumonia adalah anak umur <
2 tahun. Penemuan dan tatalaksana kasus adalah salah satu kegiatan program
penanggulangan. Jumlah penemuan dan penanganan kasus pneumonia pada balita
di Puskesmas Susut I dan Jaringannya pada tahun 2020 sebanyak 4 kasus. Hal ini
tidak terlepas dari peran petugas dalam menjaring dan melakukan penyuluhan di
masyarakat tentang bahaya penyakit pneumonia pada balita. Walaupun demikian
penemuan dan penanganan kasus pneumonia ini masih perlu ditingkatkan karna
masih jauh dari perkiraan kasus yang seharusnya ada di masyarakat.
d) Diare
Diare dapat didefinisikan sebagai kejadian buang air besar berair lebih dari tiga
kali namun tidak berdarah dalam 24 jam, bila disertai dengan darah disebut
disentri. Pada tahun 2020 penanganan kasus diare di wilayah kerja Puskesmas
Susut I masih rendah yaitu sebanyak 32 kasus. Hal ini dapat disebabkan
rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pengobatan ke fasilitas
kesehatan, mereka lebih memilih pengobatan tradisonal atau langsung membeli
obat bebas sendiri. Mereka akan mendatangi fasilitas kesehatan apabila diarenya
sudah memburuk atau tidak tertangani. Disamping itu peran petugas masih
dianggap kurang dalam memberikan penyuluhan atau edukasi mengenai penyakit
diare.

e) Malaria
Angka kesakitan malaria untuk Jawa dan Bali diukur dengan Annual Parasite Rate
Incidence (API). Pada tahun 2020 tidak ditemukan kasus malaria di wilayah kerja
Puskesmas Susut I. Penyakit malaria bukan merupakan penyakit endemis tetapi
merupakan kasus-kasus import dari penduduk yang berasal dari daerah endemis
malaria atau orang Bali khususnya yang berasal dari kecamatan Susut yang pernah
tinggal di daerah endemis malaria seperti NTT, Maluku dan Papua.

f) Kusta
Kusta adalah penyakit kulit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium leprae.
Bila penyakit kusta tidak ditangani maka dapat menjadi progresif menyebabkan
kerusakan permanen pada kulit, saraf, mata dan anggota gerak. Strategi global
WHO menetapkan indicator eliminasi kusta adalah angka penemuan penderita/
new case detection rate (NCDR). Dengan NCDR 0,1 per 10.000 penduduk berarti
kecamatan Susut sudah dapat dikatagorikan sebagai daerah rendah kusta dengan
mengacu pada indicator pusat bahwa daerah dengan NCDR 0,50 per 10.000
penduduk sudah dapat dikatakan sebagai daerah rendah kusta.

B. Penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I)


Untuk mencegah supaya tidak terjadi kasus penyakit ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan. Salah satunya adalah dengan imunisasi. Beberapa penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi antara lain:
a) Tetanus
Tetanus neonatorum (TN) disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke
tubuh melalui luka. Penyakit ini dapat menginfeksi bayi baru lahir apabila
pemotongan tali pusat tidak dilakukan dengan steril. Pada tahun 2020 di wilayah
kerja puskesmas Susut I tidak ditemukan kejadian tetanus neonatorum.
b) Poliomyelitis dan Acute Flaccid Paralysis (AFP)/ Lumpuh Layuh Akut
Penyakit poliomyelitis merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Penyebab penyakit tersebut adalah virus polio yang menyerang system
syaraf hingga penderita mengalami kelumpuhan. Kelompok umur 0-3 tahun
merupakan kelompok umur yang paling sering diserang penyakit ini, dengan gejala
demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di tungkai dan lengan.
AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan
kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas dan kemudian berakhir dengan
kelumpuhan. Ditjen PP&PL Kementrian Kesehatan RI menetapkan indikator
surveilance AFP yaitu ditemukannya Non Polio AFP Rate minimal sebesar
2/100.000 anak usia < 15 tahun. Di Puskesmas Susut I pada tahun 2020 tidak
ditemukan kasus AFP, hal ini menunjukan bahwa kinerja Surveilans AFP sudah
berjalan dengan baik.
c) Campak
Penyakit campak adalah penyakit akut yang mudah menular baik pada balita, anak-
anak maupun orang dewasa yang disebabkan oleh virus campak. Penularan campak
dapat terjadi melalui udara yang terkontaminasi dan secret orang yang terinfeksi.
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak ditemukan kasus campak di wilayah
kerja Puskesmas Susut I. Keberhasilan menekan kasus campak tidak terlepas dari
pelaksanaan imunisasi campak secara rutin baik di tingkat Puskesmas dan sarana
kesehatan lainnya, penyediaan sarana vaksin yang sudah memadai, tenaga yang
mencukupi serta kesadaran masyarakat untuk mendapatkan imunisasi campak bagi
bayi/balitanya.
C. Penyakit berpotensi KLB/ Wabah
a) Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan
ditularkan oleh vector nyamuk aedes aegypty. Indonesia merupakan negara tropis
yang secara umum mempunyai risiko terjangkit penyakit DBD, karena vektor
penyebabnya yaitu nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di kawasan pemukiman
maupun tempat-tempat umum, kecuali wilayah yang terletak pada ketinggian lebih
dari 1000 meter di atas permukaan laut. Serangan penyakit DBD berimplikasi luas
terhadap kerugian material dan moral berupa biaya rumah sakit dan pengobatan
pasien, kehilangan produktivitas kerja dan yang paling fatal adalah kehilangan
nyawa. Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) cepat dan dapat
mengakibatkan kematian dalam waktu singkat. Penyakit ini merupakan penyakit
menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia.
Wilayah kerja Puskesmas Susut I merupakan wilayah semi pegunungan, dimana
kasus DBD dalam kurun waktu tiga tahun terakhir sudah mengalami peningkatan
kasus dari tahun – tahun sebelumnya, yang memang kasus DBD sangat jarang
ditemui. Pada tahun 2020 kasus DBD yang ditemukan sebanyak 19 kasus dengan
angka kematian tidak ada. Terjadinya penurunan jumlah kasus DBD tidak lepas
dari upaya – upaya yang telah dilakukan diantara kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN), fogging fokus penyuluhan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
dan program inovasi PANTASTIKSIDACIL.
b) Rabies
Rabies adalah penyakit infeksi tingkat akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus Rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik yaitu dapat ditularkan
dari hewan ke manusia. Virus rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan
misalnya anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Di Puskesmas Susut I sejak
tahun 2017 sudah dibuka penanganan gigitan hewan pembawa rabies atau Rabies
Center. Jumlah gigitan pada tahun 2020 mencapai 167 kasus gigitan. 49 kasus
observasi. Dari 167 kasus gigitan tersebut hanya 118 kasus yang memproleh VAR.
c) Keracunan Makanan.
Pada tahun 2020 di wilayah kerja Puskesmas Susut I tidak ditemukan kasus
keracunan makanan yang berpotensi menjadi KLB/ Wabah.

d) Covid-19
Penyakit virus Corona (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan leh
virus SARS-coV-2, pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir
Desember 2019. Virus menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir
semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan. Di
Puskesmas Susut 1 tahun 2020 terdapat 104 kasus, dan terdapat 9 kasus kematian .
g. Status Gizi
Pemenuhan gizi pada anak usia dibawah lima tahun (balita) merupakan faktor yang
perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita merupakan periode
perkembangan yang rentan gizi. Kasus kematian yang terjadi pada balita merupakan
salah satu akibat dari gizi buruk. Gizi buruk dimulai dari penurunan berat badan ideal
seorang anak sampai akhirnya terlihat sangat buruk. Penentuan status gizi merupakan
suatu upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan balita.
Puskesmas mempunyai tugas pokok melakukan pendataan dan penilaian status gizi
balita serta menyerahkan hasil penilaian ke Dinas Kesehatan. Berikut gambaran status
gizi balita (BB/U) di wilayah kerja Puskesmas Susut I.
Grafik 2.4 Status gizi balita BB/ U menurut jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas
Susut I tahun 2020

STATUS GIZI BALITA


700 637 603
600
500
400
300
200
100 14 25 5 4 0 1
0
Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

Laki-Laki Perempuan

Dari data diatas dapat diketahui gambaran status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas
Susut I. dari 1.276 jumlah balita yang ditimbang di peroleh data 26 orang balita dengan
gizi lebih , 1.240 balita dengan status gizi baik, 9 balita dengan gizi kurang, dan 1 orang
balita dengan status gizi buruk .
Grafik 2.5 Prevalensi kasus gizi buruk menurut jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas
Susut I tahun 2017 s/ d 2020.

GIZI BURUK
7
6 6 6
5 Pada
4
3
tahun
2 2 2 2 2020
1 1 1
0 0
2017 2018 2019 2020

Laki-laki Perempuan
ditemukan 1 kasus gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Susut I dimana semuanya
sudah mendapatkan perawatan dan pemantauan sehingga nantinya diharapkan status
gizi dapat meningkat. Masih ditemukannya kasus gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas Susut I tidak terlepas dari keadaan sosial ekonomi masyarakat. Dimana
dalam upaya membrantas kasus gizi buruk memerlukan keterlibatan listas sektor terkait.

h. Kasus Stunting
Penemuan kasus stunting di Puskesmas Susut I didapatkan presentase kejadian
stunting dari tahun 2019-2020 sebesar 194 dari 1.5557 (12.4%), tahun 2020 132 dari
1.593 (8,28%). Angka tersebut lebih kecil dari batas maksimal yaitu 37,2%, yang
artinya angka stunting di wilayah Puskesmas Susut I lebih sedikit dari target
maksimal yang menderita stunting menurut target nasional. Dan juga kasus stunting di
wilayah Susut I tidak melebihi batas WHO yaitu <20%.

Tabel 2.3 Kasus Stunting di wilayah kerja Puskesmas Susut I tahun 2019.

Desa/Kelurahan Sangat Pendek Pendek


Susut 3 17
Tiga 38 77
Penglumbaran 8 34
Selat 0 5
Pengiangan 4 8
Jumlah 53 141
Tabel 2.3 Kasus Stunting di wilayah kerja Puskesmas Susut I tahun 2020.
Desa/Kelurahan Sangat Pendek Pendek
Susut 4 10
Tiga 14 58
Penglumbaran 5 22
Selat 1 3
Pengiangan 2 13
Jumlah 26 106

d. Upaya Kesehatan Dasar


1. Pelayanan Kesehatan Ibu
a) Cakupan Kunjungan Ibu Hamil
Untuk mengetahui perkembangan janin dalam kandungan seorang ibu perlu
melakukan pemeriksaan terhadap kehamilannya setiap triwulan dan paling
sedikit dilakukan empat kali. Pada tahun 2020 di Puskesmas Susut I Cakupan
Ibu Hamil K1 mencapai 335 orang (92,0%) dari 364 orang jumlah sasaran ibu
hamil. Terjadi penurunan persentase kunjungan K1 dari tahun sebelumnya,
dimana pada tahun 2019 kunjungan K1 mencapai 96.2%. kemudian untuk
kunjungan K4 mecapai 308 ibu hamil atau sekitar 84,6 dari jumlah sasaran ibu
hamil. Penurunan jumlah kunjungan K1 di Puskesmas Susut I tidak terlepas dari
rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kehamilannya ke ke
fasiltas kesehatan pada awal kehamilan. Disamping itu peran petugas dan kader
kesehatan dalam pendataan ibu hamil masih dianggap kurang. Rendahnya
capaian kunjungan ibu hamil ini bukan merupakan keadaan sebenarnya, karena
sasaran ibu yang digunakan merupakan sasaran proyeksi.
b) Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Nakes
Tingkat kematian bayi sangat didukung pula oleh tenaga yang menolong
persalinan. Pada tahun 2020 di Puskesmas Susut I cakupan pertolongan
persalinan oleh nakes mencapai 330 orang atau (51,3%) dari jumlah sasaran ibu
bersalin sebanyak 643 orang ibu bersalin. Dari data diatas terlihat bahwa
pencaian persalinan oleh tenaga kesehatan belum mencapai 100% disebabkan
oleh sasaran ibu bersalin yang digunakan merupakan sasaran proyeksi.

c) Pelayanan Ibu Nifas


Perawatan setelah melahirkan sangatlah penting untuk diperhatikan untuk
kesehatan seorang ibu. Pelayanan ibu nifas di Puskesmas Susut I pada tahun 2020
mencapai 331 orang atau (51,5%). Pada keadaan sebenarnya semua ibu bersalin
sudah mendapatkan pelayanan kesehatan. Ini membuktikan pengetahuan
masyarakat akan pentingnya perawatan setelah melahirkan sangat tinggi
d) Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe3
Pemberian vitamin Zat besi (Fe3) pada ibu hamil di Puskesmas Susut I pada
tahun 2018 mencapai 243 orang (66,8%) dari 364 jumlah sasaran proyeksi ibu
hamil.
e) Ibu hamil Resti/Komplikasi ditangani
Penanganan segera pada ibu hamil yang mempunyai resiko tinggi sangat perlu
dilakukan. Dipuskesmas Susut I pada tahun 2020, penanganan bumil resti
mencapai 71 orang atau (97,5% ) dari 364 jumlah bumil.
f) Neonatal Resti/Komplikasi yang ditangani
Pelayanan Neonatal resti yang ditangani di Puskesmas Susut I pada tahun 2020
sebanyak 19 kasus atau sekitar (5,7%) dari 331 jumlah balita yang ditimbang.
g) Bayi, Anak Balita,Balita,Dan Ibu Nifas Mendapat Vitamin A
Pada tahun 2020 jumlah bayi mendapat vitamin A di Puskesmas Susut I
sebanyak 297 orang atau (100%). Anak balita sebanyak 1.244 orang atau (100
%). Balita sebanyak 1.541 orang (100%). Dan ibu Nifas sebanyak 331 orang
(51,5%) dari jumlah ibu nifas.
h) Peserta KB Baru Dan Peserta KB Aktif
Berdasarkan hasil laporan program KB Puskesmas Susut I pada tahun 2020
pencapaian peserta KB baru Di Puskesmas Susut I sebesar 169 orang Atau
(5,16%). Kemudian Peserta KB Aktif sebanyak 3156 orang atau ( 78,2%).
Grafik 2.6 Proporsi peserta KB Aktif menurut metode Kontrasepsi Di wilayah kerja
Puskesmas Susut I

2%
8% IUD
MOP
MOW
34%
IMPLANT
SUNTIK
PIL
KONDOM
48%
3%
3%
2%

i) Kunjungan Neonatus 1 (KN1) Dan Neonatus 3 (KN Lengkap)


Cakupan kunjungan neonatus 1 (KN1) Di Puskesmas Susut I pada tahun 2020
sebanyak 333 atau (104,1%). Kemudian untuk kunjungan Neonatus 3 (KN Lengkap)
sebanyak 328 orang atau sekitar (102,5%) dari 320 jumlah sasaran bayi.

j) Cakupan Imunisasi BCG,Polio,DPT,HB, Campak dan Hb Uniject


Cakupan imunisasi BCG pada tahun 2020 Dipuskesmas Susut I sebesar 329 orang
atau sebesar (98,5%),kemudian untuk Polio4 sebesar 341 orang atau sebesar
(102,1%), untuk DPT3+HB3 sebesar 341 orang (102,1%),untuk campak sebesar 306
orang (91,9%), Cakupan Imunisasi dasar lengkap sebesar 318 orang atau (95,2%),dan
untuk cakupan Imunisasi hepatitis B < 7 hari (HB Uniject) sebesar 312 orang atau
(91,5%).
k) Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian Asi Eksklusif memegang peranan penting dalam pertumbuhan bayi,dan
kekebalan daya tahan tubuh bayi. Untuk tahun 2020 jumlah bayi yang lulus Asi
Eksklusif (0-6 bulan) sebanyak 188 orang (85,5%) dari 344 jumlah bayi yang
dipantau.
l) Baduta dan Balita Ditimbang
Jumlah anak dibawah 2 (dua) tahun (BALITA) di timbang Di Puskesmas Susut I pada
tahun 2020 mencapai 1.288, Sedangkan untuk Balita yang ditimbang sebanyak 1.593
orang dari jumlah balita yang ada, kemudian yang berada dibawah garis merah
(BGM) sebanayak 4 orang (0.3%).
m) Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan
Pada tahun 2020 jumlah balita menderita gizi buruk sebanyak 4 orang dan semuanya
sudah mendapatkan perawatan.
n) Cakupan Penjaringan dan Pelayanan SD Setingkat
Cakupan penjaringan murid kelas 1 SD dan setingkat di Puskesmas Susut I pada tahun
2018 sebanyak 455 orang atau sekitar (99.8%). Kemudian jumlah SD dan Setingkat
yang mendapatkan pelayanan kesehatan (penjaringan) sebanyak 15 SD (100%) dari
15 jumlah SD di wilayah kerja Puskesmas Susut I.
o) Cakupan Pelayanan Kesehatan Lansia
Di Puskesmas Susut I pada tahun 2020 jumlah Usila yang mendapatkan pelayanan
kesehatan sebanyak 2.170 orang atau (70.78%) dari 3.066 lansia yang ada.
p) Rasio Pencabutan/Tumpatan Gigi Tetap
Rasio pencabutan/tumpatan gigi tetap di poliklinik gigi Puskesmas Susut I sebanyak
28 dari 555 tindakan pencabutan gigi tetap dan 0 tindakan tumpatan gigi tetap.
q) Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak SD dan Setingkat
Jumlah SD dan setingkat yang mendapatkan pelayanan kesehatan gigi pada tahun
2020 di Puskesmas Susut I sebanyak 15 SD . Kemudian Murid SD yang diperiksa
adalah sebanyak 273 orang (14,4%), yang perlu perawatan 140 Orang, kemudian yang
mendapatkan perawatan 96 orang (68,6%)
r) Kegiatan Promosi Kesehatan.
Pada tahun 2020 kegiatan Promosi Kesehatan di Puskesmas Susut I dapat berupa
kegiatan di dalam gedung maupun di luar gedung. Dari hasil laporan program Promsi
kesehatan pada tahun 2020 cakupan rumah tangga berprilaku hidup bersih dan sehat
sebanyak 283 (83%) dari 213 rumah tangga yang dipantau. Untuk kegiatan Upaya
kesehatan bersumberdaya masyarakat, Puskesmas Susut I memiliki 33 Posyandu, 2
poskesdes, 3 posbindu, dan 5 Desa Siaga.
BAB III

ANALISIS SWOT

Strength Weakness
- Adanya 33 Posyandu Purnama - Capaian program IMD dan ASI
tersebar di seluruh desa atau wilayah Eksklusif masih rendah
kerja - Gizi rematri dan wanita usia subur
- Tenaga kesehatan (bidan desa) yang - Capaian pelayanan antenatal care
tersebar di tiap Puskesdes dan pustu masih rendah
- Sarana dan prasarana yang memadai - Pemantauan PMT
- Pendanaan yang mencukupi - Pandemi Covid 19
- Pemberian PMT
- Program imunisasi
Oportunity Threat
- Kader yang tersebar di seluruh desa - Pengetahuan dan kesadaran sasaran
- Adanya kebijakan Stategi Nasional - Perilaku sasaran
Percepatan dan Pencegahan Stunting - Sosial ekonomi terkait pandemi
- Dukungan tokoh masyarakat Covid 19
- Akses ke pelayanan kesehatan
BAB IV

PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Berdasarkan penemuan kasus stunting di Puskesmas Susut I didapatkan presentase


kejadian stunting dari tahun 2019-2020 sebesar 194 (12.4%), tahun 2020 132 (8,28%). Angka
tersebut lebih kecil dari batas maksimal yaitu 37,2%, yang artinya angka stunting di wilayah
Puskesmas Susut I lebih sedikit dari target maksimal yang menderita stunting menurut target
nasional. Dan juga kasus stunting di wilayah Susut I tidak melebihi batas WHO yaitu <20%.
Masih ditemukannya kasus stunting di wilayah Puskesmas Susut I dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu faktor gizi remaja, ibu hamil, ASI Eksklusif dan juga faktor lingkungan. Kejadian
stunting tidak semata-mata terfokus pada gizi saja, namun juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Setelah menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman mengenai status
stunting, berikut pembahasan dan alternatif pemecahan masalah:
A. STRENGTH (Kekuatan)
1. Adanya 33 Posyandu Purnama
Puskesmas Susut I memiliki 33 Posyandu Purnama yang tersebar di seluruh desa,
yang dimana secara sarana, prasarana, tenaga, pembiayaan dan kegiatan yang
memadai. Kegiatan posyandu selain untuk balita dan anak-anak, disarankan untuk
merencanakan posyandu untuk rematri maupun ibu hamil. Posyandu rematri dan ibu
hamil ini bertujuan untuk melakukan pemantauan dalam hal ini pengukuran gizi rutin
bagi rematri dan ibu hamil. Hal ini sesuai rekomendasi Strategi Nasional Percepatan
dan Pencegahan Stunting bahwa sasaran tidak hanya ibu hamil dan anak 0-2 tahun,
namun penting menyasar wanita usia subur dan juga remaja putri karena kejadian
stunting berpengaruh terhadap keadaan pra konsepsi.
2. Tenaga Kesehatan
Puskesmas Susut I memiliki bidan desa yang tersebar di setiap Poskesdes dan
Puskesmas Pembantu. Bidan desa sebagai pelaksana kegiatan Posyandu dan
berkoordinasi dan bekerjasama lintas program yaitu dengan pemegang program gizi
dan juga KIA. Perlu dilaksanakan penyegaran atau update ilmu setiap 6 bulan sekali
terkait program stunting, strategi pencegahan, dan bahan promosi kesehatan.
3. Sarana dan Prasarana
Puskesmas Susut I memiliki sarana, prasarana yang memadai untuk melakukan
penyuluhan atau promosi kesehatan mengenai stunting. Dapat dilakukan dengan
presentasi menggunakan proyektor saat posyandu, membagikan leaflet, dan membuat
design terkait pencegahan stunting. Selain dapat melakukan promosi kesehatan
melelaui posyandu, promosi kesehatan dapat dilakukan di media social resmi
Puskesmas Susut I dibantu oleh seluruh tenaga kesehatan. Seperti di facebook,
Instagram, dan media sosial lainnya.
4. Pendanaan
Anggaran pembangunan kesehatan bersumber dari APBN dan APBD Kabupaten.
Berdasarkan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting, sumber pembiayaan
dalam upaya pencegahan stunting mengikuti skema pembiayaan pemerintah yang
sudah ada, baik berasal dari dana desa (APBDesa). Perlunya koordinasi bersama dinas
kabupaten/kota sehingga pemerintah kabupaten/kota melakukan konvergensi dan
memberikan bantuan pendanaan kepada desa melalui belanja bantuan khusus, dimana
bantuan tersebut diarahkan untuk percepatan pencegahan stunting melalui intervensi
gizi sasaran prioritas. Sehingga diperlukan koordinasi dan kerjasama dengan pejabat
atau perangkat desa, sehingga dapat bersama – sama dalam melakukan pemantauan
gizi guna menurunkan dan mencegah angka stunting di wilayah Puskesmas Susut I.
Bila pendanaan dari APBN, APBN, DAK, dan Dana Desa untuk pembiayaan
percepatan pencegahan stunting tidak mencukupi dapat dilakukan dengan mendorong
pembiayaan dari sumber non-pemerintah, termasuk pihak swasta/dunia usaha untuk
berkontribusi dalam program pencegahan stunting. Berikut skema pembiayaan

pencegahan stunting:
Gambar 4.1 Sumber Pembiayaan Pemerintah untuk Pencegahan Stunting

5. Pemberian PMT
Pemberian PMT merupakan salah satu indikator intervensi spesifik dalam
penanggulangan dan pencegahan stunting. Dalam hal ini Puskesmas Susut I sudah
melaksanakan dengan baik. Berdasarkan rekomendasi Strategi Nasional, pemberian
PMT tidak hanya diberikan kepada ibu hamil, anak dengan gizi kurang. Pemberian
PMT dapat dilakukan saat posyandu dan juga kunjungan antenatal care bila
ditemukan ibu dengan gizi kurang. Selain melakukan pemberian PMT, penting untuk
melakukan pemantauan setelah pemberian PMT.

6. Program Imunisasi
Pemberian imunisasi terutama pada baduta merupakan salah satu indikator pada
intervensi gizi spesifik pencegahan stunting. Penguatan program imunisasi dapat
dilakukan dapat direkomendasikan dengan melakukan “mobile immunization”.
Imunisasi mobile dilakukan dengan memberikan vaksin atau imunisasi ke rumah atau
kediaman sasaran yang belum terimunisasi, bekerjasama dengan bidan desa, kader
dan tokoh masyarakat. Selain itu, dapat juga di berikan saat pelaksanaan Posyandu.

B. WEAKNESS (Kelemahan)
1. Program IMD dan ASI Eksklusif
Berdasarkan data Profil Puskesmas Susut I tahun 2020 pemberian Asi Eksklusif
memegang peranan penting dalam pertumbuhan bayi,dan kekebalan daya tahan
tubuh bayi. Untuk tahun 2020 jumlah bayi yang lulus Asi Eksklusif (0-6 bulan)
sebanyak 188 orang (85,5%) dari 344 jumlah bayi yang dipantau. Masih
rendahnya capaian IMD dan ASI Eksklusif mempengaruhi kejadian stunting. Dan
Asi eksklusif merupakan salah satu indikator dari intervensi spesifik. Rendahnya
capaian IMD disebabkan karena banyaknya bayi baru lahir atau ibu yang
melahirkan di luar Puskesmas misal di RS yaitu melalui sectio caesaria.
Berdasarkan hal tersebut, direkomendasikan dengan:
a. Bekerjasama lintas sektor pemegang program, bidan desa, kader, dan tokoh
masyarakat untuk melakukan kunjungan post natal care sekaligus
memberikan motivasi mengenai IMD selanjutnya kader akan melakukan
pemantauan berkala. Kunjungan tersebut juga disertai dengan pemberian
edukasi cara dan teknis menyusui dengan benar dan manfaat IMD.
b. Peningkatan kapasitas petugas kesehatan dan kader dalam promosi IMD,
pemberian kolostrum dan ASI Eksklusif.
c. Kampanye dan kegiatan komunikasi, informasi, edukasi serta konseling bagi
ibu menyusui melalui pemberian buku, atau leaflet dan juga memanfaatkan
media sosial.
d. Membentuk KP-ASI (Kelompok Peduli ASI Eksklusif) yang terdiri oleh kader
dan dikoordinatori oleh pemegang program gizi dan berkoordinasi dengan
bidan desa. KP-ASI ini akan diberikan pelatihan mengenai ASI Eksklusif dan
KP-ASI ini yang akan menjadi pendamping ibu menyusui yang bertugas
memantau pemberian ASI Eksklusif, memberi motivasi kepada ibu menyusui.
e. Bekerjasama dengan pihak non-pemerintah atau swasta untuk mengadakan
BANK ASI yang diperuntukkan untuk anak yang tidak bisa mendapatkan ASI
karena ibu dalam keadaan tidak bisa mengasihi, sebagai contoh ibu dengan
hepatitis B dan dengan HIV.
2. Gizi Remaja Putri
Pemantauan gizi remaja putri dan wanita usia subur merupakan sasaran penting
selain ibu hamil dan anak 0-2 tahun. Di Puskesmas Susut I program rematri hanya
dengan pemberian Fe, sempat tidak terlaksana karena pandemi. Namun,
pemantauan gizi pada remaja putri belum ada. Berdasarkan hal tersebut
direkomendasikan:
a. Pemantauan gizi dan pengukuran pada remaja putri dan wanita usia subur
dilakukan juga saat posyandu. Sekaligus pemberian edukasi mengenai gizi
yang baik pada remaja.
b. Penyediaan konseling kesehatan reproduksi untuk remaja
c. Bekerjasama dengan pihak sekolah ataupun kader yang tersebar di seluruh
desa dalam pencegahan dan tata laksana anemia pada remaja dan wanita usia
subur.
d. Mengadakan pemantauan cakupan program, kepatuhan konsumsi TTD, dan
evaluasi dampak
e. Apabila ada remaja yang putus sekolah, pemberian dosis TTD dapat diberikan
di Posyandu, Poskesdes, maupun Pustu.
3. Pelayanan Antenatal Care
Pelayanan antenatal care yang masih rendah merupakan salah satu hal yang
mempengaruhi kejadian stunting. Hal ini terakait gizi ibu hamil, pemantauan dan
screening secara dini. Maka dari itu direkomendasikan sebagai berikut :
a. Berkoordinasi lintas sectoral yaitu bidan desa, kader dan tokoh masyarakat
dengan upaya menjaring ataupun mendata ibu hamil dan memberikan
informasi terkait pelayanan antenatal.
b. Meningkatkan mutu pelayanan dengan mengadakan pelatihan kepada para
petugas (bidan dan kader) baik berupa kompetensi pelayanan ANC.
c. Mengevaluasi ataupun membuatkan jadwal khusus untuk pelayanan antenatal
care.
4. Pemantauan PMT
Pemantauan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) merupakan hal yang penting
dalam mencegah kasus stunting. Tidak hanya memberikan PMT, sebaiknya
dilakukan pemantauan dan juga evaluasi dampak setelahnya. Berdasarkan hal
tersebut direkomendasikan sebagai berikut:
a. Bekerjasama dengan bidan desa dan kader untuk melakukan pemantauan
berkala setelah pemberian PMT, dilakukan pemantauan dan juga evaluasi
dampak setelahnya.
b. Pemantauan dilakukan setiap bulan, meliputi pengukuran Panjang/tinggi
badan dan memastikan bahwa paket makanan benar-benar dikonsumsi oleh
sasaran.
c. Melakukan pemantauan dan evaluasi dan pendampingan secara intensif,
penguatan SDM melalui penambahan ahli gizi.
5. Pandemi Covid 19
Pandemi Covid 19 sangat berpengaruh dalam pelaksanaan pencegahan stunting.
Adanya pandemic mengakibatkan hambatan dalam kegiatan yang sifatnya
mengumpulkan masyarakat. Berikut rekomendasi yang dapat disarankan:
a. Menggunakan APD level 2 dalam setiap pelayanan.
b. Menerapkan protokol kesehatan setiap melaksanakan kegiatan seperti
menyediakan masker bagi masyarakat yang tidak memakai masker,
menyiapkan tempat cuci tangan dan handsanitizer, menjaga jarak agar tidak
terjadi kerumunan.
c. Mengevaluasi jadwal kegiatan seperti Posyandu dengan berkoordinasi dengan
perangkat desa dan kader dengan membagi 2 kloter atau membatasi jumlah
maksimal 20 orang dalam setiap pertemuan.

C. OPORTUNITY (Peluang)
1. Kader yang tersebar diseluruh desa
Kader yang tersebar di seluruh desa wilayah kerja Puskesmas Susut I memberikan
kesempatan dan peluang untuk meningkatkan pelayanan khususnya dalam
pencegahan stunting. Untuk memaksimalkannya direkomendasikan sebagai
berikut:
a. Penyegaran “update ilmu” mengenai stunting dan pencegahannya baik secara
daring maupun luring 6 bulan sekali.
b. Membentuk kelompok potensial seperti kelompok ASI, kelompok khusus
pemantauan PMT yang bertugas untuk mendampingi dan memberikan edukasi
secara langsung dan juga melakukan pemantauan secara berkala dengan tetap
berkoordinasi dengan penanggung jawab yaitu bidan desa.
c. Untuk meningkatkan semangat kerja tim, dapat melaksanakan semacam
gathering dan juga pengenalan team building dengan tetap memperhatikan
dan menerapkan protokol kesehatan.
2. Berbagai Kebijakan Terkait Stunting
Adanya berbagai kebijakan terkait stunting akan mempermudah dalam
melaksanakan kegiatan sehingga ada dasar hukum yang jelas. Selain itu adanya
kebijakan ini akan memudahkan untuk berkerjasama dengan pihak non kesehatan
dalam menunjang sarana prasana pendukung dalam pencegahan stunting.
3. Dukungan tokoh masyarakat
Dukungan tokoh masyarakat sangat penting dalam menanggulangi kasus stunting.
Hal ini tokoh masyarakat atau orang yang dihormati dapat berperan dalam
mengedukasi sasaran dan memotivasi sasaran dalam melaksanakan program
maupun pengobatan, diharapkan sasaran dapat mengikuti dan menuruti tokoh
masyarakat. Dalam hal ini Puskesmas harus menjaga kerjasama yang baik dengan
tokoh masyarakat yang ada.
4. Akses Pelayanan Kesehatan
Akses pelayanan kesehatan merupakan salah satu hal penyebab tidak langsung
kasus stunting. Puskesmas Susut I yang berjarak 15 menit dari ibukota kabupaten
dengan waktu tempuh 30 menit merupakan suatu peluang bagi masyarakat yang
berada wilayah kerja Puskesmas Susut I dengan mudah mengakses layanan
kesehatan berupa pelayanan kesehatan dan gizi. Berdasarkan Strategi Nasional
Percepatan Pencegahan Stunting salah satu intervensi dalam peningkatan akses
dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan tentunya dengan bekerjasama lintas
sectoral yaitu dengan:
a. Penyediaan akses Jaminan Kesehatan, seperti Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
b. Penyediaan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB)
c. Penyediaan akses bantuan tunai bersyarat untuk keluarga kurang mampu,
seperti Program Keluarga Harapan (PKH)

D. THREAT (Ancaman)
1. Pengetahuan, kesadaran dan perilaku sasaran
Rendahnya pengetahuan, kesadaran dan perilaku sasaran terhadap stunting merupakan
hal yang sangat berpengaruh terjadinya stunting. Sehingga penting untuk
meningkatkan pengetahuan sasaran dengan merekomendasikan cara sebagai berikut :
a. Penyebarluasan informasi atau kampanye mengenai gizi dan kesehatan melalui
berbagai media
b. Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua
c. Penyediaan akses pendidikan usia dini, promosi stimulasi anak usia dini, dan
pemantauan tumbuh kembang anak (tentunya dengan berkerjasama lintas sectoral)
d. Komunikasi antar pribadi yaitu konseling yang bersifat pribadi mengenai
hambatan yang dihadapi, dengan pesan khusus sesuai kebutuhan dan konteks
sosial dan budaya.

2. Pandemi Covid 19 yang mempengaruhi sosial ekonomi


Pandemi Covid 19 mempengaruhi berbagai sector baik itu sosial dan ekonomi yang
sangat berpengaruh terhadap kejadian stunting yang berhubungan dengan akses
mendapatkan asupan yang bergizi. Kejadian ini perlu mendapatkan perhatian oleh
pemerintah sehingga dapat berkoordinasi dalam pemberian bantuan makanan atau
bantuan tunai untuk memenuhi kebutuhan harian. Selain itu, diharapkan masyarakat
mendapatkan vaksin Covid 19 dosis lengkap dan menerapkan protokol kesehatan
secara ketat, sehingga kejadian Covid 19 bisa terkendali diikuti dengan pulihnya
perekonomian. Maka dari itu, kejadian atau kasus Stunting dapat di cegah.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat


akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia
24 bulan. Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi balita stunting adalah
berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) menurut standar WHO chikd growth
standart dengan kriteria stunting jika z score TB/U-2 standar deviasi (SD).

Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya dengan mengenal penyebab
yaitu penyebab langsung yang mencakup masalah kurangnya asupan gizi dan penyakit
infeksi, sementara penyebab tidak langsung yang mencakup ketahanan pangan, lingkungan
social, lingkungan kesehatan, lingkungan permukiman. Perlunya ada kerja sama lintas sector
baik sector kesehatan maupun sector non kesehatan untuk mengatasi penanganan stunting.

5.2 Saran

Penanggulangan kasus stunting harus diprioritaskan berdasarkan penyebab dan siapa


saja yang harus di intervensi. Sesuai dengan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan
Stunting dengan mengidentifikasi penyebab langsung dan tidak langsung dan mengintervensi
sesuai sasaran prioritas. Dalam hal ini di Puskesmas Susut I penyebab yang teridentifikasi
yaitu terkait pemberian ASI Eksklusif dan IMD, belum adanya pemeriksaan rutin gizi bagi
para remaja, dan juga terkait pandemi Covid 19. Dan juga disarankan untuk membagi sasaran
intervensi, selain memperhatikan sasaran prioritas seperti ibu hamil, ibu menyusui dan anak
0-23 bulan, perlunya memperhatikan sasaran remaja putri dan wanita usia subur.
DAFTAR PUSTAKA

1. Welasasih & Wirjatmadi.2012. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status


Gizi Balita Stunting. The Indonesian Journal of Public Health. 8 (3): 99–104
2. Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting.2019. Kementerian/Lembaga
Pelaksana Program Pencegahan Anak Kerdil (Stunting)
3. Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.2018. Jakarta: Pusat Data dan Informasi,
Kementerian Kesehatan.ISSN 2088-270X
4. Profil Puskesmas Susut I tahun 2020. Puskesmas Susut I
5. Muthia Gina, Yantri E.2019. Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan Stunting
Ditinjau dari Intervensi Gizi Spesifik Gerakan 1000 HPK Di Puskesmas Pegang Baru
Kabupaten Pasaman. Andalas Jurnal of Health.8(4)
6. Laporan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI Pengawasan Penanganan
Stunting Provinsi Bali. 2020. Available at
https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/K9-12-
e053693ee7f5d29e5f6c90380e390393.pdf
7. Strategi Komunikasi Perubahan Sosial dan Perilaku: Meningkatkan Gizi Remaja di
Indonesia. 2021. UNICEF Indonesia

Anda mungkin juga menyukai