Anda di halaman 1dari 54

REVISI

LAPORAN STUDI KASUS 1


PROBLEM BASED LEARNING COMMUNITY NUTRITION
PROGRAM STUDI GIZI FK UNDIP 2020

ANALISIS MASALAH GIZI KURANG DAN GIZI BURUK BAYI BALITA


SERTA PENYUSUNAN PROGRAM DI WILAYAH KERJA POSYANDU DI
PUSKESMAS X KELURAHAN Y

Nama Pembimbing :
Fitriyono Ayustaningwarno, STP, M.Sc, PhD

Disusun oleh :
Kelompok 8
Nuristiana Izzatul Islamiyah 22030117130082
Leniya Pasaribu 22030117130083
Uun Rania 22030117130084
Citra Kartika Sulistyaning Pertiwi 22030117130085
Ilham Alfisina Noor Syahdani 22030117130086
Eva Rahmawati 22030117130087
Anisa Rahmawati 22030117130088
Irnawati 22030117130089
Ningsih Wigati 22030117130090
Siti Andhini Mattarahmawati 22030117130091
Isna Dwi Purwanti 22030117130092

PROGRAM STUDI GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 3
A. Latar Belakang......................................................................................... 3
B. Tujuan...................................................................................................... 5
C. Manfaat.................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6
A. Kajian Pustaka ......................................................................................... 6
1. Posyandu ............................................................................................. 6
2. Pengukuran Status Gizi (BB/U, TB/U, BB/TB, LILA/U) ........................ 9
3. Faktor yang Mempengaruhi ............................................................... 12
B. Kerangka Teori ...................................................................................... 17
C. Kerangka Konsep .................................................................................. 18
BAB III HASIL PENGKAJIAN DATA ................................................................. 19
A. Data Masalah Gizi ................................................................................. 19
1. Data Status Gizi Bayi Balita ............................................................... 19
2. Masalah Gizi ...................................................................................... 20
B. Data Determinan Masalah Gizi .............................................................. 22
C. Data Analisi Situasi dan Analisis Stakeholder ....................................... 23
1. Analisis Situasi ................................................................................... 23
2. Analisis Stakeholder........................................................................... 26
BAB IV PERENCANAAN PROGRAM .............................................................. 29
A. Identifikasi Masalah Gizi ........................................................................ 29
B. Analisis Determinan Masalah Gizi &Prioritas Determinan ..................... 30
1. Pohon Masalah .................................................................................. 30
2. Tujuan dan Alternatif Masalah............................................................ 31
C. Perencanaan Program........................................................................... 32
1. Tujuan Program ................................................................................. 32
2. Strategi Program ................................................................................ 33
3. Aktivitas Program ............................................................................... 34
D. Perencanaan Monitoring Evaluasi ......................................................... 36
E. Perencanaan Tindak Lanjut ................................................................... 40
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 41
BAB VI SIMPULAN .......................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 50
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Status kesehatan bayi balita merupakan salah satu indikator
kesehatan masyarakat utama di suatu negara. Balita sendiri merupakan
salah satu kelompok usia yang rentan mengalami masalah gizi. Gizi balita
menjadi salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada kualitas
sumber daya manusia, menjadi indikator keberhasilan pembangunan
bangsa dan bisa berakibat pada angka mortalitas dan morbiditas balita.1 Gizi
yang berkualitas dan tepat harus diberikan karena gangguan zat gizi pada
masa ini akan mempengaruhi kualitas kehidupan di masa selanjutnya.2
Gizi kurang adalah kondisi kekurangan zat gizi seperti protein,
karbohidrat, lemak, dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh, sedangkan gizi
buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun sehingga membutuhkan penanganan yang lebih khusus. Di
Indonesia, kejadian gizi kurang masih menjadi masalah gizi utama. Hasil
Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi balita gizi buruk dan gizi
kurang masih di angka 17,7%, dengan balita gizi kurang sebanyak 13,8%
dan gizi buruk sebanyak 3,9%. Angka tersebut masih belum sesuai dengan
target RPJMN 2019.3
Berdasarkan data e-PPGM bayi balita di Puskesmas X, Kelurahan Y,
terdapat 20 dari 186 bayi balita yang mengalami masalah gizi seperti gizi
kurang, gizi buruk dan stunting. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
indikator status gizi berdasarkan z-score BB/TB di bawah normal (<-2 SD)
yang mengindikasikan gizi kurang dan gizi buruk memiliki persentase yang
paling banyak dibanding indikator lainnya seperti BB/U dan TB/U. Dengan
kata lain, persentase bayi balita dengan gizi kurang di Kelurahan Y sebesar
8% sedangkan 3% memiliki status gizi buruk.
Penyebab langsung terjadinya gizi kurang salah satunya dipengaruhi
oleh asupan zat gizi. Asupan energi, protein dan lemak yang rendah
menyebabkan pemanfaatan zat gizi tidak optimal dan balita rentan

3
mengalami penyakit infeksi.4 Sebagaimana yang terdapat dalam kasus ini
dimana bayi balita yang bermasalah memiliki asupan yang defisit baik dari
zat gizi makro maupun mikro. Adapun penyebab tidak langsung gizi kurang
pada balita yaitu pola asuh, pengetahuan ibu terkait gizi, dan pelayanan
fasilitas kesehatan seperti posyandu. Selain itu, praktik pola asuh ibu yang
kurang baik seperti ASI tidak ekslusif dan jenis MPASI yang kurang tepat,
serta gambaran pola pemberian makan yang kurang bervariasi juga menjadi
faktor penyebab gizi kurang pada bayi balita di Kelurahan Y. Pola
pengasuhan ibu dalam memberikan makan kepada balita terbentuk akibat
rendahnya pengetahuan ibu tentang gizi yang dapat dinilai dari kebiasaan
makan yang diberikan kepada balita.4
Posyandu adalah pusat pelayanan kesehatan dasar bagi ibu dan balita
yang dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat. Kader posyandu
memegang peran penting dalam membantu kelancaran pelayanan
kesehatan di posyandu.5,6 Secara teknis, tugas kader posyandu adalah
melakukan pendataan balita, melakukan penimbangan serta mencatatnya
dalam Kartu Menuju Sehat (KMS), memberikan makanan tambahan,
mendistribusikan vitamin A, melakukan penyuluhan gizi serta kunjungan ke
rumah ibu yang menyusui dan ibu yang memiliki balita.7 Namun, sejumlah
53% kader di wilayah kerja Puskesmas X kurang dibekali dengan
pengetahuan yang mumpuni dikarenakan tidak adanya pelatihan dari
puskesmas. Ditambah dengan kurangnya sarana dan prasarana sehingga
akan mempengaruhi kualitas pelayanan, sebagaimana di beberapa
posyandu Kelurahan Y.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa gizi
kurang dan gizi buruk merupakan masalah utama yang ditetapkan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan perencanaan program yang tepat dengan
harapan angka kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada bayi balita di wilayah
kerja Puskesmas X, Kelurahan Y dapat diturunkan.

4
B. Tujuan
1. Mengetahui masalah gizi bayi balita di Kelurahan Y
2. Mengetahui prioritas masalah gizi bayi balita di Kelurahan Y
3. Mengetahui determinan masalah gizi bayi balita di Kelurahan Y
4. Menyusun program untuk menyelesaikan masalah gizi bayi balita di
Kelurahan Y

C. Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui masalah gizi pada masyarakat khususnya
pada kelompok bayi dan balita di Kelurahan Y. Selanjutnya mahasiswa dapat
memprioritaskan masalah gizi untuk dibuat rancangan program
penyelesaian beserta rencana kegiatan monitoring evaluasi dan tindak lanjut.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka
1. Posyandu
a. Pengertian Posyandu
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) untuk memberdayakan
masyarakat dan memberi kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar bagi ibu, bayi, dan anak
balita.8
b. Kegiatan Posyandu
Kegiatan Posyandu terdiri atas kegiatan utama dan kegiatan
pengembangan/pilihan. Kegiatan utama Posyandu antara lain8:
1) Kesehatan ibu dan anak
2) Keluarga berencana
3) Imunisasi
4) Gizi
5) Pencegahan dan penanggulangan diare.
Kegiatan pengembangan/pilihan Posyandu dapat berupa kegiatan
baru yang ditambahkan oleh masyarakat disamping lima kegiatan
utama. Posyandu yang menambahkan kegiatan ini disebut Posyandu
Terintegrasi. Kegiatan baru yang dapat ditambahkan contohnya8:
1) Bina Keluarga Balita (BKB)
2) Tanaman Obat Keluarga (TOGA)
3) Bina Keluarga Lansia (BKL)
4) Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
c. Kader Posyandu
Kader Posyandu merupakan pelaksana kegiatan Posyandu yang
berasal dari masyarakat dan telah mendapatkan pelatiha. Selain
menjadi pelaksana kegiatan Posyandu, Kader Posyandu juga menjadi
pengelola Posyandu karena Kader mengenal kondisi dan kebutuhan

6
masyarakat sekitarnya. Kader sebagai pengelola Posyandu bertugas
untuk merencanakan dan mengatur kegiatan yang ada di Posyandu.9
Tugas-tugas Kader Posyandu dibagi menjadi tiga bagian menurut
waktunya, yaitu8:
1) Sebelum hari buka Posyandu
a) Melakukan persiapan penyelenggaraan kegiatan Posyandu.
b) Menyebarluaskan informasi tentang hari buka Posyandu melalui
pertemuan warga setempat atau surat edaran.
c) Melakukan pembagian tugas antar kader, meliputi pendaftaran,
penimbangan, pencatatan, penyuluhan, pemberian makanan
tambahan, serta pelayanan yang dapat dilakukan oleh kader.
d) Melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas
lainnya terkait dengan jenis layanan yang akan
diselenggarakan.
e) Menyiapkan bahan penyuluhan dan pemberian makanan
tambahan. Bahan-bahan penyuluhan sesuai permasalahan
yang di dihadapi para orangtua serta disesuaikan dengan
metode penyuluhan.
f) Menyiapkan buku-buku catatan kegiatan Posyandu.
2) Saat hari buka Posyandu
a) Melakukan pendaftaran, meliputi pendaftaran balita, ibu hamil,
ibu nifas, ibu menyusui, dan sasaran lainnya.
b) Pelayanan kesehatan ibu dan anak.
c) Membimbing orangtua melakukan pencatatan terhadap
berbagai hasil pengukuran dan pemantauan kondisi anak balita.
d) Melakukan penyuluhan tentang pola asuh anak balita. Dalam
kegiatan ini, kader bisa memberikan layanan konsultasi,
konseling, diskusi kelompok dan demonstrasi dengan
orangtua/keluarga anak balita.
e) Memotivasi orangtua balita agar terus melakukan pola asuh
yang baik pada anaknya, dengan menerapkan prinsip asih-
asah-asuh.

7
f) Menyampaikan penghargaan kepada orangtua yang telah
datang ke Posyandu dan minta mereka untuk kembali pada hari
Posyandu berikutnya.
g) Menyampaikan informasi pada orangtua agar menghubungi
kader apabila ada permasalahan terkait dengan anak balitanya.
h) Melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan pada hari
buka Posyandu.
3) Sesudah hari buka Posyandu
a) Melakukan kunjungan rumah pada balita yang tidak hadir pada
hari buka Posyandu, anak yang kurang gizi, atau anak yang
mengalami gizi buruk rawat jalan, dan lain-lain.
b) Memotivasi masyarakat.
c) Melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat, pimpinan
wilayah untuk menyampaikan hasil kegiatan Posyandu serta
mengusulkan dukungan agar Posyandu terus berjalan dengan
baik.
d) Menyelenggarakan pertemuan, diskusi dengan masyarakat,
untuk membahas kegiatan Posyandu.
e) Mempelajari Sistem Informasi Posyandu (SIP). SIP adalah
sistem pencatatan data atau informasi tentang pelayanan yang
diselenggarakan di Posyandu.
d. SKDN
Kegiatan pemantauan pertumbuhan anak balita dilakukan dengan
berbasis pada data hasil penimbangan bulanan. SKDN merupakan
data balita pada kegiatan penimbangan di Posyandu yang artinya10:
1) S = Seluruh bayi balita yang terdaftar.
2) K = Bayi balita yang memiliki buku KIA/Kartu Menuju Sehat.
3) D = Bayi balita yang ditimbang.
4) N = Bayi balita yang naik berat badannya.
Hal yang dapat dikatakan ideal adalah seluruh balita yang terdaftar
memiliki KMS, setiap bulan seluruhnya ditimbang, dan berat badannya

8
naik. Jika ideal ini tidak tercapai, maka direkomendasikan untuk
melakukan pencegahan dan penanggulangan.10
Bayi balita yang ditimbang berat badannya dapat menggambarkan
tingkat keberlangsungan pemantauan pertumbuhan bayi balita dab
menilai kinerja tenaga kesehatan dalam mengedukasi masyarakat
untuk memantau pertumbuhan. Gambaran informasi ini dapat
digambarkan dalam bentuk persentase bayi balita yang ditimbang yaitu
D/S dalam SKDN. Persentase ini didapatkan dari hasil jumlah bayi
balita yang ditimbang (D) dibagi jumlah bayi balita yang terdaftar (S)
kemudian dijadikan persen.10
Pemantauan pertumbuhan yang dilakukan setiap bulan dapat
memberi gambaran tingkat keberhasilan program upaya perbaikan gizi
masyarakat di posyandu. Gambaran informasi ini dapat digambarkan
dalam bentuk persentase bayi balita yang naik berat badannya yaitu
N/D dalam SKDN. Persentase ini didapatkan dari hasil jumlah bayi
balita yang naik berat badannya (N) dibagi jumlah bayi balita yang
ditimbang (D) kemudian dijadikan persen.10

2. Pengukuran Status Gizi (BB/U, TB/U, BB/TB, LILA/U)


Status gizi bayi balita dapat ditentukan dan dinilai, salah satunya
dengan pengukuran antropometri. Penilaian status gizi anak dapat
dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran berat badan dan
panjang/tinggi badan dengan Standar Antropometri Anak. Klasifikasi
penilaian ini didasarkan pada Indeks Antropometri sesuai dengan kategori
status gizi pada WHO Child Growth Standards (usia 0-5 tahun) dan The
WHO Reference 2007 (usia 5-18 tahun).11
Standar Antropometri Anak didasarkan pada parameter berat badan
dan panjang/tinggi badan yeng terdiri atas empat indeks, yaitu11:
a. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Indeks BB/U menggambarkan berat badan relatif dibandingkan
dengan umur anak. Indeks ini dipakai untuk menilai anak yang memiliki
berat badan kurang (underweight) atau sangat kurang (severely

9
underweight), tetapi tidak dapat mengklasifikasikan anak gemuk atau
sangat gemuk. Anak dengan BB/U rendah tetap perlu dikonfirmasi
dengan BB/PB atau BB/TB atau IMT/U untuk melihat lebih lanjut
mengenai masalah pertumbuhan.11
Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Indeks BB/U11
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Berat badan sangat kurang (severely <-3 SD
underweight)
BB/U anak Berat badan kurang (underweight) -3 SD sampai <-2 SD
usia 0-60 Berat badan normal -2 SD sampai +1 SD
bulan Risiko berat badan lebih (perlu >+1 SD
dikonfirmasi dengan BB/PB atau
BB/TB atau IMT/U)

b. Indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan


Menurut Umur (TB/U)
Indeks PB/U atau TB/U menggambarkan pertumbuhan panjang
atau tinggi badan anak menurut umurnya. Indeks ini dapat
mengidentifikasi anak-anak yang pendek (stunted) atau sangat
pendek (severely stunted) yang disebabkan oleh gizi kurang dalam
waktu lama atau sering sakit. Indeks Panjang Badan (PB) digunakan
pada anak umur 0-24 bulan yang diukur dengan posisi terlentang. Bila
anak umur 0-24 bulan diukur dengan posisi berdiri, maka hasil
pengukurannya ditambahkan 0,7 cm. Indeks Tinggi Badan (TB)
digunakan pada anak umur di atas 24 bulan yang diukur dengan posisi
berdiri. Bila anak umur di atas 24 bulan diukur dengan posisi
terlentang, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan
mengurangkan 0,7 cm.11
Tabel 2. Kategori dan Ambang Batas Indeks PB/U atau TB/U11
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
PB/U atau Sangat pendek (severely stunted) <-3 SD
TB/U anak Pendek (Stunted) -3 SD sampai <-2 SD
usia 0-60 Normal -2 SD sampai +3 SD
bulan Tinggi >+3 SD

c. Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan


(BB/PB atau BB/TB)

10
Indeks BB/PB atau BB/TB menggambarkan kesesuaian
peningkatan berat badan anak dengan pertumbuhan panjang/tinggi
badannya. Indeks ini dipakai untuk mengidentifikasi anak gizi kurang
(wasted), gizi buruk (severely wasted) serta anak yang memiliki risiko
gizi lebih (possible risk of overweight). Kondisi BB/PB atau BB/TB yang
menunjukkan gizi buruk dapat disebabkan oleh penyakit dan
kekurangan asupan gizi akut maupun kronis.11
Tabel 3. Kategori dan Ambang Batas Indeks BB/PB atau BB/TB11
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD
Gizi kurang (wasted) -3 SD sampai <-2 SD
BB/PB atau Gizi baik (normal) -2 SD sampai +1 SD
BB/TB anak usia Berisiko gizi lebih (possible risk +1 SD sampai +2 SD
0-60 bulan of overweight)
Gizi lebih (overweight) >+2 SD sampai +3 SD
Obesitas (obese) >+3 SD

d. Indeks Massa Tubuh menurut Usia (IMT/U)


Indeks IMT/U dipakai untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi
kurang, gizi baik, berisiko gizi lebih, gizi lebih dan obesitas. Indeks
IMT/U lebih sensitif untuk penapisan anak gizi lebih dan obesitas
dibandingkan indeks BB/TB atau BB/PB. Anak dengan ambang batas
IMT/U >+1SD berisiko gizi lebih sehingga perlu ditangani lebih lanjut
untuk mencegah terjadinya gizi lebih dan obesitas.11
Tabel 4. Kategori dan Ambang Batas Indeks IMT/U usia 0-60 Bulan11
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD
Gizi kurang (wasted) -3 SD sampai <-2 SD
Gizi baik (normal) -2 SD sampai +1 SD
IMT/U anak usia
Berisiko gizi lebih (possible risk +1 SD sampai +2 SD
0-60 bulan
of overweight)
Gizi lebih (overweight) >+2 SD sampai +3 SD
Obesitas (obese) >+3 SD

Tabel 5. Kategori dan Ambang Batas Indeks IMT/U usia 5-18 Tahun11
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Gizi buruk (severely thinness) <-3 SD
Gizi kurang (thinness) -3 SD sampai <-2 SD
IMT/U anak usia
Gizi baik (normal) -2 SD sampai +1 SD
5-18 tahun
Gizi lebih (overweight) >+1 SD sampai +2 SD
Obesitas (obese) >+2 SD

11
3. Faktor yang Mempengaruhi
a) Faktor Langsung
Faktor makanan dan penyakit infeksi sebagai penyebab langsung
masalah gizi yang saling berkaitan. Bayi balita yang tidak mendapat
cukup makanan bergizi seimbang memiliki daya tahan yang rendah
terhadap penyakit sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya
penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA) dapat mengakibatkan asupan gizi tidak dapat diserap tubuh
dengan baik sehingga berakibat gizi buruk. Oleh karena itu, mencegah
terjadinya infeksi juga dapat mengurangi kejadian gizi kurang dan gizi
buruk.12
• Faktor Infeksi (Kesehatan lingkungan dan BBLR)
infeksi menyebabkan rusaknya beberapa fungsi organ tubuh
sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.13
Penyakit infeksi disebabkan oleh kurangnya layanan kesehatan
pada masyarakat dan keadaan lingkungan yang tidak sehat.
Tingginya penyakit juga disebabkan oleh pola asuh yang kurang
baik, misalnya anak dibiarkan bermain pada tempat kotor.14 Bayi
yang dilahirkan dengan BBLR berpeluang mengalami gangguan
pada sistem syaraf sehingga pertumbuhan dan
perkembangannya akan lebih lambat dibandingkan anak yang
lahir dengan berat badan normal. Balita dengan riwayat BBLR
mempunyai risiko 3,34 kali lebih besar untuk mengalami status
gizi kurang dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat
BBLR.13 Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Kusumawati et al,
7 faktor yang memengaruhi masalah gizi seperti stunting antara
lain sebagian besar karena anak mengalami penyakit infeksi, anak
memiliki panjang badan yang rendah ketika lahir, pemberian
makanan tambahan yang tidak sesuai menurut usia disertai
dengan konsistensi makanannya dan anak yang mengalami berat
lahir yang rendah pada saat dilahirkan.15

12
• Asupan makan
Kurangnya asupan gizi dapat disebabkan karena
terbatasnya jumlah asupan makanan yang dikonsumsi atau
makanan yang tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan13.
Kekurangan asupan makanan disebabkan oleh tidak tersedianya
pangan pada tingkat rumah tangga, sehingga tidak ada makanan
yang dapat dikonsumsi. Kekurangan asupan makanan juga
disebabkan oleh perilaku atau pola asuh orang tua pada anak
yang kurang baik. Dalam rumah tangga sebetulnya tersedia cukup
makanan, tetapi distribusi makanan tidak tepat atau pemanfaatan
potensi dalam rumah tangga tidak tepat, misalnya orang tua lebih
mementingkan memakai perhiasan dibandingkan untuk
menyediakan makanan bergizi.14

b) Faktor Tidak Langsung


• Pola Asuh
Ibu sangat berperan terhadap status gizi anak balitanya.
Balita merupakan kelompok yang rawan terkena masalah gizi. Pola
asuh memegang peranan penting dalam terjadinya gangguan
pertumbuhan pada anak.16 Pola asuh anak merupakan sikap atau
perilaku ibu terhadap kasih sayang, pemberian makan, perawatan
dan kebersihan kepada anak. Hal ini berhubungan dengan kedaan
ibu ,status gizi, pendidikan, keadaan ekonomi, pengetahuan dan
keterampilan untuk mengasuh anak. Pola asuh balita meliputi
perawatan dan perlindungan ibu, praktik menyusui dan makanan
pendamping, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, pola
kebersihan rumah tangga serta pola pencarian fasilitas
kesehatan.17

13
Terdapat tiga pola asuh yang biasanya dilakukan oleh orang
tua, yaitu18 :
1. Pola asuh otoriter
Pola asuh ini mempunyai pengertian bahwa orang tua
memegang kendali penuh atas anak. Orang tua mengharuskan
anaknya menurut dengan pilihan yang diberikan.
2. Pola asuh demokratis
Pola asuh ini memiliki pengertian bahwa antara orang tua dan
anak memutuskan sesuatu sesuai dengan kesepatkatan kedua
belah pihak. Anak akan diberikan tanggung jawab penuh yang
akan dionitor atau diawasi oleh orang tua.
3. Pola asuh permisif
Pola asuh permisif adalah pola asuh dimana orang tua
menuruti semua kemauan anak. Orang tua sangat mencintai
anaknya, sehingga merelakan anaknya melakukan apapun
yang menjadi kemuan anak.
Ibu sangat bertanggung jawab terkait dengan pola asuh
asupan makan sang anak. Pola asuh asupan makan yang baik
berhubungan dengan status gizi yang baik.19 Riwayat pemberian
ASI tidak eksklusif juga berpengaruh terhadap status gizi anak
yang kurang baik.20

• Higine dan Sanitasi Diri


Praktik higiene ibu dan balita mencakup kemampuan ibu
terhadap kebersihan diri ibu dan balitanya agar selalu bersih,
sehingga balita dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Terdapat enam faktor yang berkaitan dengan ibu sebagai perawat
bayi dan anak, yaitu kesehatan ibu yang kurang baik atau buruk,
pendidikan rendah atau kepercayaan yang salah, kesehatan
mental dan kepercayaan diri yang rendah, kurangnya dorongan
dari sekitar, beban kerja yang besar, serta kurangnya sumber
daya atau rendahnya kemampuan ibu dalam mengontrol sumber

14
daya yang tersedia.21 Praktik higiene yang baik (mencakup
pencucian bahan makanan dan alat sebelum memasak makanan
untuk anaknya) berhubungan dengan status gizi balita yang
baik.22

c) Faktor Tambahan
• Status Bekerja Ibu
Status bekerja ibu dapat mempengaruhi status gizi pada
bayi balita. Ibu yang bekerja akan memiliki ketersediaan waktu
yang berbeda dengan ibu yang tidak bekerja.23 Ibu yang tidak
bekerja dalam keluarga dapat mempengaruhi asupan gizi balita
karena ibu berperan sebagai pengasuh dan pengatur konsumsi
makanan anggota keluarga.24 Ibu yang tidak bekerja dapat
mengatur pola makanan anak-anak mereka, sehingga anak-anak
mendapatkan makanan yang sehat dan bergizi.23 Sebaliknya, ibu
yang bekerja tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengasuh
dan merawat anaknya sehingga anaknya makan makanan yang
tidak sehat, sehingga berpengaruh pada kesehatan anak
terutama status gizi anak.23,24
• Pendidikan dan Pengetahuan Ibu
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin
mudah diberikan pengertian mengenai suatu informasi dan
semakin mudah juga untuk mengimplementasikan pengetahuan
yang didapat dalam perilaku, khususnya dalam hal kesehatan dan
gizi.24 Pendidikan ibu yang relatif rendah akan berkaitan dengan
sikap dan tindakan ibu dalam menangani masalah kurang gizi
pada anak balitanya. Pengetahuan ibu tentang gizi berkaitan pada
pemilihan bahan makanan, pengolahan, dan penyiapan makanan
dengan benar sehingga dapat berpengaruh terhadap status gizi
balita jika ibu kurang pengetahuan mengenai gizi.25 Hasil
penelitian menunjukan bahwa balita dengan status gizi kurang

15
lebih banyak berasal dari kelompok ibu yang berpengetahuan
rendah.24
• Ketahanan Pangan
Status sosial ekonomi seperti pendapatan dan pekerjaan
dapat berhubungan dengan kejadian gizi kurang pada balita
dikarenakan daya beli keluarga di tentukan oleh tingkat
pendapatan keluarga.26 Tingkat pendapatan merupakan faktor
yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang
dikonsumsi sehingga kemampuan keluarga untuk membeli bahan
makanan tergantung pada besar atau kecilnya pendapatan.27,28
Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar tidak
dapat memenuhi kebutuhan makanan sejumlah dengan yang
diperlukan tubuh, setidaknya keanekaragaman bahan makanan
kurang dapat terjamin, karena dengan uang yang terbatas maka
tidak ada banyak pilihan makanan.28
• Pelayanan Fasilitas Kesehatan
Pemantauan pertumbuhan balita sangat penting dilakukan
untuk mengetahui adanya gangguan pertumbuhan secara dini.29
Kelengkapan sarana dan prasarana berpengaruh pada keaktifan
posyandu dan kader dalam mencari atau membeli alat-alat baru
untuk posyandu serta merawat alat-alat yang telah dimiliki
posyandu.30 Sarana dan prasarana yang tidak lengkap atau rusak
dapat memberikan kesalahan pengisian pada KMS. Keterampilan
kader posyandu sangat dibutuhkan karena kader berperan penting
dalam menyampaikan informasi tentang tumbuh kembang balita
dan membantu dalam mengambil keputusan terhadap kasus yang
ada di masyarakat.31 Kader juga diharapkan berperan aktif dalam
kegiatan promotif dan preventif serta mampu menjadi pendorong,
motivator, dan penyuluh masyarakat.32 Tugas kader terkait gizi
antara lain adalah melakukan pendataan balita, penimbangan
berat badan, tinggi badan, dan pencatatan dalam Kartu Menuju
Sehat (KMS), memberikan makanan tambahan, pemberian vitamin

16
A, serta penyuluhan gizi.32 Oleh karena itu, kader yang tidak diberi
pelatihan dapat menjadi penyebab tambahan dari status gizi balita
yang kurang.

B. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

17
C. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

18
BAB III
HASIL PENGKAJIAN DATA
A. Data Masalah Gizi
1. Data Status Gizi Bayi Balita
Tabel 6. Sajian Data Dtatus Gizi Bayi Balita di Puskesmas X Kelurahan Y
Usia
Umur TB/PB BB BBL PBL ibu
Inisial JenKel (bulan) (cm) (kg) (g) (cm) (th) BB/TB BB/U TB/U IMT/U
A L 22 72 7,3 2800 49 21 -2,44 -4,07 -4,79 -1,56
B L 22 78,9 8,6 2600 49 40 -2,17 -2,76 -2,44 -1,83
C L 20 75 7 2000 48 21 -3,81 -4,14 -3,27 -3,40
D L 17 74,5 7,7 3000 49 23 -3,06 -3,36 -2,57 -2,68
E L 27 82 9 2400 46 25 -2,49 -3,02 -2,37 -2,31
F L 24 77,7 8,1 2400 44,5 34 -2,83 -3,51 -3,09 -2,41
G L 50 92 11,4 3200 47 21 -2,03 -3,02 -2,92 -1,58
H L 11 71 7,3 3100 49 21 -2,12 -2,31 -1,52 -2,00
I L 9 71,2 6,2 2500 47 35 -4,2 -3,26 -0,36 -4,26
J P 23 79 8,1 3200 50 35 -2,32 -2,81 -2,06 -2,13
K L 43 94 11,4 2600 47 41 -2,48 -2,51 -1,61 -2,27
L P 27 83,2 9 3100 49 25 -2,29 -2,49 -1,52 -2,27
M L 27 82 8,5 2900 49 20 -3,23 -3,47 -2,37 -3,11
N P 28 84 9,3 3500 50 21 -2,11 -2,35 -1,5 -2,07
O P 43 90 10 2900 48 25 -2,76 -3,28 -2,36 -2,57
P P 25 76,5 7,7 2500 48 27 -2,5 -3,52 -3,09 -2,16
Q P 25 75 7,5 2400 47 29 -2,46 -3,73 -3,55 -1,99
R P 29 92 9,3 2600 46 30 -4,01 -2,48 0,59 -4,34
S L 41 94 9 3000 49 35 -5,3 -4,14 -1,35 -5,13
T P 29 84,2 9,2 2400 49 20 -2,29 -2,58 -1,65 -2,26
Gizi buruk 6 BB sangat kurang 12 Sangat pendek 5 Gizi buruk 5
Interpretasi Gizi kurang 14 BB kurang 8 Pendek 7 Giri Kurang 15
Gizi baik 0 BB normal 0 Normal 8 Gizi Baik 5

19
2. Masalah Gizi
Dari 186 balita pada data
BB/U e-PPGM kelurahan Y terdapat 20
7% bayi balita yang memiliki nilai BB/U
4%
rendah dengan jumlah persentase
seperti pada diagram. 7% bayi balita
memiliki status gizi sangat kurang, 4%
memiliki status gizi kurang dan 89%
89% bayi balita dari 186 bayi balita di
Sangat kurang Kurang Normal kelurahan Y memiliki status gizi yang
Gambar 3. Persentase Masalah Gizi normal
menurut BB/U
Dari 186 balita pada data
TB/U e-PPGM kelurahan Y terdapat 20
3%4% bayi balita yang memiliki nilai TB/U
rendah dengan jumlah persentase
persentase seperti pada diagram. 3%
bayi balita memiliki status sangat
pendek, 4% memiliki pendek dan 93%

93% bayi balita dari 186 bayi balita di


Sangat pendek Pendek Normal kelurahan Y memiliki tinggi atau
Gambar 4. Persentase Masalah Gizi panjang badan yang normal
menurut TB/U
Dari 186 balita pada data
e-PPGM kelurahan Y terdapat 20
BB/TB
bayi balita yang memiliki nilai BB/TB
3%
8% rendah dengan jumlah persentase
seperti pada diagram. 3% bayi balita
memiliki status gizi buruk, 8%
memiliki status gizi kurang dan 89%
bayi balita dari 186 bayi balita di
89%
kelurahan Y memiliki status gizi yang
Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik
baik
Gambar 5. Persentase Masalah Gizi
menurut BB/TB

20
Dari 186 balita pada data
IMT/U
e-PPGM kelurahan Y terdapat 20
3% 8%
bayi balita yang memiliki nilai IMT/U
dengan jumlah persentase seperti
pada diagram. 3% bayi balita memiliki
status gizi buruk, 8% memiliki status
gizi kurang dan 89% bayi balita dari
89%
186 bayi balita di kelurahan Y
Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik
memiliki status gizi yang baik
Gambar 6. Persentase Masalah Gizi
menurut IMT/U

21
B. Data Determinan Masalah Gizi
Berdasarkan data status bayi balita di wilayah kerja Puskesmas X di
Kelurahan Y. Terdapat 20 dari 186 bayi balita yang mengalami masalah gizi
(malnutrisi) hal ini ditunjukan dengan nilai Z-score BB/U, TB/U, BB/TB, dan
IMT/U yang rerata berada dibawah nilai normal.
Indeks BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum karena berat
badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badah. Berat badan
menurut umur rendah dapat disebabkan karena pendek (masalah gizi kronis)
atau menderita penyakit infeksi (masalah gizi akut).33 Tabel 7 menyajikan
presentase jumlah bayi balita dengan masalah gizi jika dinilai dari BB/U
Tabel 7. Persentase Masalah Bayi Balita di Kelurahan Y Menurut BB/U
Ambang Batas (Z- Persentase
Kategori Status Gizi
Score) (%)
Berat badan sangat kurang (severely underweight) <-3 SD 7
Berat badan kurang (underweight) -3 SD sampai <-2 SD 4
Berat badan normal -2 SD sampai +1 SD 89

Indeks TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis


sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya: kemiskinan,
perilaku hidup tidak sehat, dan asupan makanan kurang dalam waktu yang
sangat lama sehingga mengakibatkan anak menjadi pendek.33 Tabel 8
menyajikan presentase jumlah bayi balita dengan masalah gizi jika dinilai dari
TB/U
Tabel 8. Persentase Masalah Bayi Balita di Kelurahan Y Menurut TB/U
Kategori Status Gizi
Sangat pendek (severely stunted)
Pendek (Stunted)
Normal

Indeks BB/TB memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut


sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidka lama
(singkat). Misalnya terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan
(kelaparan) yang menyebabkan anak menjadi kurus. Indikator BB/TB dan
IMT/U dapat digunakan untuk mengidentifikasi kurus dan gemuk. Masalah
kurus dan gemuk pada umur dini berakibat pada resiko berbagai penyakit
degenerative pada saat dewasa.33 Tabel 9 menyajikan presentase jumlah

22
bayi balita dengan masalah gizi jika dinilai dari BB/TB, sedangkan Tabel 10
menyajikan presentase jumlah bayi balita dengan masalah gizi jika dinilai dari
IMT/U.
Tabel 9. Persentase Masalah Bayi Balita di Kelurahan Y Menurut BB/TB
Persentase
Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
(%)
Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD 3
Gizi kurang (wasted) -3 SD sampai <-2 SD 8
Gizi baik (normal) -2 SD sampai +1 SD 89

Tabel 10. Persentase Masalah Bayi Balita di Kelurahan Y Menurut IMT/U (usai 0-60 bulan)
Persentase
Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
(%)
Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD 3
Gizi kurang (wasted) -3 SD sampai <-2 SD 8
Gizi baik (normal) -2 SD sampai +1 SD 86

C. Data Analisi Situasi dan Analisis Stakeholder


1. Analisis Situasi
a. Gambaran umum wilayah
Kelurahan Y terdapat 5 posyandu yang berdekatan dengan
perusahaan/pabrik makanan multinasional. Karena itu, banyak orang
tua bayi dan balita yang bekerja sebagai buruh di pabrik ini.
b. Analisis Derajat Kesehatan.
Pada wilayah kelurahan Y terdapat 20 bayi balita yang mengalami
masalah gizi, diantaranya adalah gizi kurang, gizi buruk dan stunting.
Derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: lingkungan,
perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik.34 Salah satu pelayanan
kesehatan yang terdapat pada kelurahan Y adalah posyandu. Pada
kasus disebutkan bahwa sebanyak 53% kader belum mendapatkan
pelatihan dari puskesmas tentang pengukuran antropometri,
konseling ASI, pengisian buku administrasi posyandu, pemberian
makan bayi balita dan KMS. Terdapat 2 dari 5 posyandu pada
kelurahan Y yang memiliki alat pengukuran tidak lengkap dan rusak.
Data SKDN juga menunjukkan bahwa 2 posyandu mempunyai data
D/S kurang dari 80% dan 3 posyandu mempunyai N/D < 80%. D/S
yang kurang ini dapat dipengaruhi oleh alat pengukuran yang kurang

23
memadai pada beberapa posyandu .35 Jadi dapat disimpulkan
pelayanan kesehatan di kelurahan Y belum baik sehingga dapat
mempengaruhi derajat kesehatan di wilayah tersebut.
c. Analisis Perilaku Kesehatan
Sebanyak 20 bayi balita di wilayah puskesmas X yang berada pada
kelurahan Y, didapatkan 9 bayi balita dengan riwayat tidak ASI
eksklusif dan balita diberi MPASI usia < 6 bulan. Jenis MP ASI yang
diberikan pertama kali berupa susu formula karena ibu berpendapat
susu formula lebih baik daripada ASI melihat harganya yang cukup
mahal. Hal tersebut sejalan dengan waktu ibu yang kurang untuk
memberikan ASI karena bekerja sebagai pegawai pabrik. Rendahnya
pemberian ASI eksklusif bisa dipengaruhi oleh gencarnya promosi
susu formula, ibu harus kembali bekerja, serta kurangnya kesadaran
dan pengetahuan ibu tentang ASI. Ibu yang aktif bekerja di kantor atau
pabrik akan banyak menyita waktu di luar rumah sehingga memilih
menggunakan susu formula. Hal ini diyakini oleh para ibu yang
mempunyai pengetahuan kurang tentang ASI bahwa susu formula
lebih baik daripada ASI karena kandungan zat gizi penting yang tertera
pada iklan susu formula.36
Perilaku kesehatan masyarakat pada kasus ini tidak terlalu
disampaikan, tetapi dapat dilihat dari bayi balita yang mengalami batuk
pilek pada sebulan terakhir.37 Common cold, batuk pilek atau salesma
adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling sering
diderita masyarakat. Common cold merupakan penyakit infeksi
saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus. Sistem kekebalan
tubuh anak memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan
terjadinya penyakit infeksi.38 Adapun gambaran pola pemberian
makan bayi baliya di Kelurahan Y adalah seringnya diberi makanan
nasi dan sayuran berkuah setiap harinya. Lauk hewani yang sering
diberikan adalah telur karena terjangkau dari segi ekonomi.

24
d. Analisis Program dan Pelayanan Kesehatan
Puskesmas X pada kelurahan Y terdapat 2 posyandu yang
mengalami kerusakan alat dan alat yang digunakan tidak lengkap.
Sehingga pelayanan di posyandu kurang optimal. Kerusakan alat dan
ketiadaan alat di posyandu dapat menyebabkan kesalahan dalam
pecatatan data bayi balita di posyandu tersebut. Hal ini dapat
menyebabkan partisipasi orang tua untuk datang ke posyandu rendah
terbukti dengan data SKDN 3 posyandu mempunyai N/D <80%. Selain
itu, kurangnya partisipasi ibu mengikuti kegiatan di posyandu
disebabkan oleh kurangnya pemahaman orang tua tentang manfaat
posyandu. Informasi kesehatan di posyandu disampaikan oleh kader
namun sebagian besar kader belum mendapatkan pelatihan terkait
antropometri, konseling ASI, administrasi, pemberian makan bayi
balita, dan KMS. Sehingga pengetahuan dan keterampilan kader
dinilai kurang. Keterampilan dan pengetahuan kader yang kurang
dapat menyebabkan penyebaran informasi yang salah. Hal ini dapat
ditujukkan dengan pemahaman ibu tentang susu formula yang dinilai
lebih baik daripada ASI dikarenakan harganya yang mahal. Program
posyandu dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat. Posyandu
berfungsi untuk menemukan dan mengatasi masalah yang terkait
dengan kesehatan ibu, bayi dan balita. Beberapa dampak yang dialami
balita bila ibu tidak aktif dalam kegiatan posyandu antara lain adalah
tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan balita
yang normal, tidak mendapatkan vitamin A untuk kesehatan mata
balita dan ibu tidak mendapatkan pemberian dan penyuluhan tentang
makanan tambahan (PMT). Saat ibu aktif dalam kegiatan posyandu
hal ini dapat membantu memantau tumbuh kembang balitanya. Pada
setiap posyandu di kelurahan Y rutin dilakukan suplementasi vitamin A
dua kali/tahun. Pemberian suplementasi vitamin A telah dilakukan baik,
dibuktikan dengan pemberian rutin 2x dalam satu tahun.39,40

25
2. Analisis Stakeholder
a. Analisis partisipan
Tabel 11. Analisis Partisipan pada Kelurahan Y
No Partisipan Karakteristik Masalah Ekspektasi Kelemahan Potensi Peran dalam projek

1. Bayi balita Berumur 0-59 - Z-score BB/TB <-3 Bayi balita yang sehat Tergantung oleh Generasi penerus Sasaran prioritas
bulan SD (gizi buruk), dan tumbuh aktif pengetahuan
- Z-score BB/TB -3 ~ ibu, pengasuh
-2 SD (gizi kurang) atau orang
sekelilingnya
2. Ibu Ibu bekerja ASI tidak ekslusif, Bayi balita yang sehat Kurangnya Mempunyai Sasaran:
praktik pemberian waktu untuk kesadaran yang pertumbuhan dan
MPASI yang kurang mengurus bayi tinggi terhadap perkembangan bayi
tepat balita pertumbuhan bayi balita
balitanya
3. Kader Kurang Kader posyandu belum Kader posyandu terlatih Keterampilan Dekat dengan Sasaran: pemberi
Posyandu mendapatkan mandapatkan pelatihan sehingga dapat dalam kegiatan komunitas informasi kepada
pelatihan oleh petugas melakukan pengukuran posyandu ibu dan pelaksana
puskesmas tentang antropometri, konseling kurang kegiatan posyandu
pengukuran ASI, pengisian buku
antropometri, konseling administrasi posyandu,
ASI, pengisian buku pemberian makan bayi
administrasi posyandu, balita dan KMS dengan
pemberian makan bayi baik
balita dan KMS

4. Puskesmas Lembaga formal Kurangnya keaktifan Terciptanya puskesmas Kurangnya Sebagai lembaga Pemangku
(staff gizi dan yang menangani puskesmas dalam yang aktif dalam koordinasi dan formal pelaksana kebijakan:
dokter) bidang kesehatan melakukan pelatihan melakukan pelatihan pengawasan pelatihan kader pelaksanaan
di wilayah untuk kader posyandu. bagi kader. posyandu. posyandu dan pelatihan kader dan
kelurahan dan Kurangnya penyediaan Membantu penyaluran penghimpun data penyalur PMTP
membawahi fasilitas alat di bantuan sarana dan kesehatan serta serta validasi status
posyandu posyandu prasarana di posyandu validasi status gizi gizi buruk bayi balita
Menyalurkan PMT-P buruk bayi balita
bagi posyandu.
Dapat memvalidasi
status gizi bayi balita.

26
No Partisipan Karakteristik Masalah Ekspektasi Kelemahan Potensi Peran dalam projek

5. Dinas Lembaga formal Kurangnya penyediaan Menyediakan PMT-P Kemungkinan Sebagai menyedia Pemangku
kesehatan yang menangani PMT-P bagi posyandu bagi posyandu kurangnya sarana prasarana kebijakan:
bidang kesehatan koordinasi dan dan PMT-P bagi kewenangan
dan membawahi pengawasan posyandu tertinggi.
puskesmas pada
puskesmas
6. Perusahaan Mayoritas Kemungkinan Melakukan pengolahan Kebijakan Memberikan Pemangku
makanan masyarakat pencemaran lingkungan limbah dengan baik perusahaan bantuan kebijakan:
multinasional bekerja disini melalui udara Melakukan yang ketat sponsorship dan Membantu sosial
pemberdayaan lapangan pekerjaan ekonomi
masyarakat sekitar karena dekat
dengan wilayah
masyarakat

27
b. Kuadran tingkat kepentingan stakeholder
Berdasarkan 4 kuadran tingkat kepentingan dan pengaruh yang diberikan
kepada target utama (bayi dan balita) disimpulkan bahwa
partisipan/stakeholder yang penting dan berpengaruh besar dalam program
guna menyelesaikan masalah gizi bayi balita Kelurahan Y ditunjukan pada
kuadran B yakni ibu, kader posyandu, dan puskesmas.
Tabel 12. Analisis Tingkat Kepentingan Partisipan pada Kelurahan Y dengan Keadran
Kepentingan
Pengaruh
Kuadran A Kuadran B
(penting dan berpegaruh kecil) (penting dan berpengaruh besar)
- Bayi balita - Ibu
- Kader Posyandu
- Puskesmas
Kepentingan
Kuadran D Kuadran C
(tidak penting dan tidak (tidak penting dan berpengaruh besar)
berpengaruh besar) - Dinas kesehatan
- Perusahaan makanan
multinasional

c. Diagram hubungan antar stakeholder

Gambar 7. Diagram hubungan antar partisipan di Kelurahan Y


Keterangan:

Target Utama

28
BAB IV
PERENCANAAN PROGRAM

A. Identifikasi Masalah Gizi


Masalah gizi yang ada pada posyandu di puskesmas X di kelurahan Y
adalah 20 bayi balita mengalami masalah gizi kurang dan gizi buruk dengan
rendahnya nilai Z-score BB/TB atau BB/PB. Hal ini di dikarenakan nilai
BB/TB memberikan indikasi masalah gizi yang bersifat akut. Bila masalah ini
tidak diselesaikan dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi
dan balita. Anak yang mengalami gizi kurang sangat mudah terkena penyakit
infeksi. Apabila keadaan kurang gizi pada masa bayi balita terus berlanjut,
maka dapat menyebabkan gizi buruk yang semakin sulit untuk ditangani dan
semakin membahayakan. Gizi kurang pada anak dapat membuat anak
menjadi kurus dan pertumbuhan menjadi terhambat. Oleh karena itu
diperlukan pendampingan untuk meningkatkan status gizi bayi balita menjadi
lebih baik.41–45

29
B. Analisis Determinan Masalah Gizi &Prioritas Determinan
1. Pohon Masalah

Gambar 8. Pohon Masalah Gizi Kelurahan Y


Keterangan: Setiap warna pada pohon masalah mewakili tingkatan yang sama.
Kotak dengan warna merah dipuncak pohon merupakan masalah utama yang
diangkat dalam laporan ini, yang selanjutnya dijadikan tujuan jangka panjang dari
seluruh program yang akan dirancang.

30
2. Tujuan dan Alternatif Masalah
Tabel 13. Tabel Penyelesaian Pohon Masalah dengan Tujuan dan Alternatif
No Masalah Tujuan Alternatif
1. Fasilitas posyandu: alat Posyandu mendapatkan
pengukuran tidak bantuan sarana dan
lengkap/rusak prasarana dari puskesmas
Kader posyandu
2. Meningkatkan partisipasi
melakukan advokasi
masyarakat untuk datang
kepada puskesmas
dan menimbangkan bayi
Nilai D/S <80% terkait sarana prasarana
balitanya di posyandu
ditunjukan dengan nilai
D/S menjadi ≥80%
3. 53% kader belum Kader mendapat pelatihan Puskesmas memberikan
mendapatkan pelatihan dari dari puskesmas tentang pelatihan kepada kader
puskesmas tentang pengukuran antropometri, tentang pengukuran
pengukuran antropometri, konseling ASI, pengisian antropometri, konseling
konseling ASI, pengisian buku administrasi ASI, pengisian buku
buku administrasi posyandu, posyandu, pemberian administrasi posyandu,
pemberian makan bayi balita makan bayi balita dan pemberian makan bayi
dan KMS KMS balita dan KMS
4. Hampir seluruh Ibu balita
bekerja sebagai buruh pabrik.
Orang tua mendapatkan
Ayah bekerja sebagai buruh
pengetahuan terkait pilihan
pabrik, tukang kebun, dan
bahan makanan sesuai
kuli banguna. Sehingga
jangkauan ekonomi dari
rendahnya jangkauan
kader posyandu
ekonomi terhadap pemilihan
banahn makanan
5. Orang tua mendapatkan
Pengetahuan orang tua
pengetahuan terkait gizi Kader posyandu
kurang terkait gizi
dari kader posyandu memberikan pendidikan
6. Meningkatkan daya beli terkait gizi (ASI eksklusif,
Daya beli yang rendah
orang tua MPASI, alokasi distribusi
7. 9 bayi balita mendapat pendapatan untuk
- ASI tidak ekslusif pembelian bahan
- Pemberian MPASI tidak Ibu memberikan ASI pangan) kepada orang
tepat kurang dari 6 ekslusif dan MPASI secara tua bayi balita
bulan, diberikan susu tepat kepada bayi balita
formula, sebagai MPASI
pertama
8 Orang tua memberikan
Pola pemberian makan yang
asupan bayi balita lebih
kurang tepat : nasi dan
dari 4 kelompok bahan
sayuran berkuah setiap hari,
makanan (karbohidrat,
lauk hewani yang sering
protein, lemak, sayur dan
diberikan adalah telur
buah)
9. Orang tua bayi balita dapat Kader posyandu
Lingkungan tempat tinggal
menerapkan Perilaku memberikan
dekat dengan pabrik
Hidup Bersih dan Sehat pengetahuan terkait
makanan multinasional
(PHBS) PHBS bagi ibu bayi balita
10. Bayi balita mendapatkan Ibu memberikan MPASI
asupan energi, protein, (PMT-P lokal kepada
15 bayi balita mempunyai
dan lemak yang cukup bayi dan balita
asupan energi, protein, dan
(recall >80%) dari MPASI Puskesmas memberikan
lemak yang kurang.
(PMT-P lokal) dan PMT-P penyaluran PMT-P pabrik
pabrik dari dinas kesehatan dan

31
No Masalah Tujuan Alternatif
11. Bayi balita mendapatkan suplementasi kepada
Seluruh balita mempunyai asupan seng dan zat besi bayi dan balita
asupan zat besi dan zeng dari MPASI (PMT-P lokal),
dalam kategori kurang PMT-P pabrik, maupun
suplementasi
12. Puskesmas melakukan
Ada riwayat sakit bayi dan Menurunkan angka
pemeriksaan dan
balita: batuk dan pilek kesakitan batuk dan pilek
pengobatan pada bayi
sebulan terakhir pada bayi dan balita
dan balita
Keterangan: Pemberian wana pada setiap determinan disesuaikan dengan
tingkatanya di pohon masalah.
Berdasarkan data determinan diatas, dilakukan analisis prioritas
determinan menggunakan 4 kuadran berdasarkan tingkat kepentingan dan
besarnya perubahan yang bisa diberikan dari program yang akan dibuat.
Kuadran ke II dipilih karena sifatnya yang penting dan dinilai akan memberikan
perubahan besar dalam penyelesaian masalah.
Tabel 14. Analisis Prioritas Determinan pada Kelurahan Y dengan Keadran Kepentingan
Kepentingan
Kuadran I Kuadran II
(kurang penting dan mudah (penting dan mudah diubah
diubah) - Kurangnya alat dan fasilitas posyandu
- Kader kurang keterampilan
- Pengetahuan orang tua terkait gizi kurang
- Kurangnya asupan zat gizi makro (energi,
protein, dan lemak)
Dapat
- Kurangnya asupan zat gizi mikro (seng
diubah
dan zat besi)
Kuadran III Kuadran IV
(kurang penting dan sulit diubah) (penting dan sulit diubah)
- Jangkauan ekonomi rendah - Nilai D/S yang rendah
- Daya beli yang rendah - Tidak ASI Ekslusif dan MPASI tidak tepat
- Lingkunan tempat tinggal - Pola makan yang kurang tepat
dekat dengan pabrik - Riwayat sakit bayi balita

C. Perencanaan Program
1. Tujuan Program
a. Tujuan Umum (Jangka Panjang)
Menurunkan prevalensi bayi balita dengan masalah gizi kurang dan
gizi buruk (BB/TB) di wilayah kerja Posyandu di Puskesmas X
Kelurahan Y.
b. Tujuan Khusus (Jangka Pendek)
- Posyandu mendapatkan bantuan sarana dan prasarana dari dinas
kesehatan

32
- Kader mendapatkan pelatihan dari puskesmas tentang pengukuran
antropometri, konseling ASI, pengisian buku administrasi posyandu,
pemberian makan bayi balita dan KMS
- Orang tua mendapatkan pengetahuan terkait gizi dari kader
posyandu
- Orang tua memberikan asupan bayi balita lebih dari 4 kelompok
bahan makanan (karbohidrat, protein, lemak, sayur dan buah)
- Bayi balita mendapatkan asupan energi, protein, lemak, zat besi
dan seng terpenuhi dengan baik (recall >80%) dari MPASI (PMT-P
lokal), PMT-P pabrik, dan suplementasi Taburia
- Dokter puskesmas dapat memvalidasi status gizi buruk bayi balita
2. Strategi Program

- Kader posyandu melakukan advokasi kepada puskesmas terkait


sarana prasarana

- Puskesmas memberikan pelatihan kepada kader tentang pengukuran


antropometri, konseling ASI, pengisian buku administrasi posyandu,
pemberian makan bayi balita dan KMS

- Kader posyandu memberikan pendidikan terkait gizi (ASI eksklusif,


MPASI, alokasi distribusi pendapatan untuk pembelian bahan pangan)
kepada orang tua bayi balita

- Puskesmas memberikan penyaluran PMT-P pabrik dari dinas


kesehatan dan suplementasi kepada bayi dan balita

- Puskesmas melakukan pemeriksaan dan pengobatan pada bayi dan


balita

33
3. Aktivitas Program
Tabel 15. Plan of Action
Jenis Biaya Penanggung Indikator
No. Program Tujuan Sasaran Target Waktu
Kegiatan Sumber Total Jawab Keberhasilan
1. Pengajuan Pengajuan Posyandu Posyandu Posyandu Dana Rp. 50.000 Oktober Ketua kader Posyandu
Proposal Proposal mendapatkan dibawah dengan Alokasi posyandu mendapatkan
Sarana bantuan sarana ranah kerja sarana dan Khusus bantuan
Prasarana dan prasarana puskesmas prasarana (DAK) Fisik sarana dan
dari puskesmas X yang Bidang prasarana dari
kurang baik Kesehatan. puskesmas
2. SERDADU Pelatihan Kader mendapat Kader Kader BOK Rp. Sabtu dan Petugas Gizi Nilai post test
(Sekolah kader pelatihan dari posyandu posyandu Bantuan 2.000.000 minggu Puskesmas minimal 80
Kader - Ceramah puskesmas Kelurahan dibawah Operasional (nilai maksimal
Posyandu) - Pemutaran tentang Y ranah kerja Kesehatan 100)
video pengukuran puskesmas
- Praktik antropometri, X
-tanya jawab konseling ASI,
pengisian buku
administrasi
posyandu,
pemberian makan
bayi balita dan
KMS
3 PEPZI Pendidikan Orang tua Ibu bayi Ibu bayi BOK Rp. 2 minggu Ketua kader Nilai post test
(Pendidikan terkait gizi mendapatkan balita balita yang Bantuan 5.000.000 sekali posyandu minimal 80
Gizi) - Ceramah pengetahuan mengalami Operasional dalam 2 (nilai maksimal
- Pemutaran terkait gizi dari masalah Kesehatan bulan 100)
video kader posyandu gizi pertanyaan
- Sesi Curhat lampiran
- Demo
masak

Lomba masak Ibu dapat Ibu bayi Ibu bayi Perusahaan Rp. 1 kali Kader Nilai DDS cut
MPASI mengaplikasikan balita balita yang makanan 10.000.000 dalam posyandu off ≥6
pembuatan mengalami setahun
MPASI (PMT-P masalah
lokal) dengan gizi

34
Jenis Biaya Penanggung Indikator
No. Program Tujuan Sasaran Target Waktu
Kegiatan Sumber Total Jawab Keberhasilan
pangan lokal yang
terjangkau oleh
orang tua
4. Permata Hati Pemberian Puskesmas Seluruh Bayi balita BOK Rp. 50.000 1x Staff 80% bayi balita
(Pemberian PMT-P pabrik memberikan bayi dan yang Bantuan perbulan Puskesmas mendapatkan
Makanan penyaluran PMT- balita yang memiliki Z- Operasional (sesuai PMT-P dan
Tambahan P pabrik dari mengalami score Kesehatan jadwal suplementasi
dan dinas kesehatan masalah BB/TB <-2 posyandu) Fe dan Zn
Suplementasi) gizi SD, TB/U
<-2 SD, dan
BB/U < -2
SD
Pembagian Posyandu Seluruh Bayi balita 1x Puskesmas
Suplementasi memberikan bayi dan yang perbulan
dengan penyaluran balita yang memiliki Z- (sesuai
Taburia suplementasi mengalami score jadwal
taburia Fe dan Zn masalah BB/TB <-3 posyandu)
dari puskesmas gizi SD
5. Validasi status Pengukuran Puskesmas (ahli Seluruh Bayi balita BOK Rp. 1x Puskesmas 100% bayi
gizi buruk antropometri gizi dan dokter) bayi dan yang Bantuan 200.000 perbulan balita yang
dan dapat balita yang memiliki Z- Operasional (sesuai berstatus gizi
Pemeriksaan memvalidasi mengalami score Kesehatan jadwal buruk
Kesehatan status gizi buruk masalah BB/TB <-3 posyandu) dilakukan
balita gizi SD pengukuran
ulang/
divalidasi
Keterangan: Biaya diperkirakan sesuai gambaran kegiatan, bentuk kegiatan, dan sesuai pelaksanaan hari yang akan dilakukan.

35
D. Perencanaan Monitoring Evaluasi
Tabel 16. Project Planning Matrix (1)
Rangkuman Narasi Penilaian Objektif Cara Verifikasi Asumsi Penting
Pelakanaan pelayanan kesehatan
dan penyelenggaraan kesehatan
posyandu baik. Ibu memiliki
Penurunan prevalensi bayi balita
pengetahuan yang baik mengenai
GOAL

Memperbaiki status gizi bayi balita dengan statuz gizi kurang dan gizi Survey rutin kesehatan oleh dinas
kesehatan dan kebutuhan gizi
di Kelurahan Y buruk menjadi 0 anak di kelurahan kesehatan
balita sehingga dapat memberikan
Y setelah jangka waktu 5 tahun
makanan dalam jenis dan jumlah
yang cukup sesuai kebutuhan
balita
1. Prevalensi bayi balita gizi
kurang (Z score <-2 SD) menurun
20% pada akhir tahun sejak Pelaporan data yang telah
TUJUAN

Menurunkan prevalensi bayi balita Implementasi yang memadai


program dimulai dikumpulkan oleh posyandu ke
dengan masalah gizi kurang dan dalam praktek di pelayanan/ akses
2. Prevalensi bayi balita gizi buruk puskesmas satu tahun setelah
gizi buruk(BB/TB) di Kelurahan Y kesehatan di wilayah Kelurahan Y
(Z score <-3 SD) menurun 20% program dijalankan
pada akhir tahun sejak program
dimulai
Posyandu mendapatkan sarana
dan prasarana, seperti:
Posyandu mendapatkan bantuan - infantometri
sarana dan prasarana dari - pita pengukur Melihat langsung ke posyandu
KELUARAN

puskesmas - mikrotois
-timbangan Tidak ada peningkatan kasus
-babyscale berat badan kurang dan gizi buruk
Kader mendapat pelatihan dari pada bayi balita di Kelurahan Y
puskesmas tentang pengukuran
antropometri, konseling ASI, Rerata nilai post test kader Melakukan post test setiap selesai
pengisian buku administrasi minimal 80 dari nilai maksimal 100 pelatihan
posyandu, pemberian makan bayi
balita dan KMS

36
Rangkuman Narasi Penilaian Objektif Cara Verifikasi Asumsi Penting
Orang tua mendapatkan
Rerata nilai post test kader Melakukan post test setiap selesai
pengetahuan terkait gizi dari kader
minimal 80 dari nilai maksimal 100 pendidikan
posyandu
Orang tua memberikan asupan
Pengisian Form dilakukan oleh
bayi balita lebih dari 4 kelompok Hasil skor DDS lebih dari ≥ 6
kader posyandu 1x sebulan sesuai
bahan makanan (karbohidrat, kelompok bahan makanan
jadwal posyandu
protein, lemak, sayur dan buah)
Bayi balita mendapatkan asupan - Recall harian > 80% kebutuhan
energi, protein, lemak, zat besi terpenuhi
Melakukan recall 3x 24 jam oleh
dan seng terpenuhi dengan baik -1 hari mengkonsumsi 4 keping
petugas gizi puskesmas pada 20
(recall >80%) dari MPASI (PMT-P biskuit PMT-P
bayi balita target
lokal), PMT-P pabrik, dan -Konsumsi minimal Taburia 1 kali
suplementasi Taburia sehari

37
E. AKTIVITAS
Tabel 17. Project Planning Matrix (2)

Nama Acara Kegiatan Keterangan Asumsi Penting

Target : Posyandu dengan sarana dan


prasarana kurang baik
Puskesmas menyetujui
Pengajuan Proposal Sarana Pengajuan proposal terkait sarana permohonan proposal
Frekuensi : 1 kali dalam setahun
Prasarana prasarana yang diajukan oleh
posyandu
Biaya :Rp50.000
Material : Proposal

Target : Kader posyandu dibawah ranah kerja


puskesmas X
Kader mendapat pelatihan dari Kader memberikan
Frekuensi : 2 hari
puskesmas tentang pengukuran respon positif terhadap
SERDADU
antropometri, konseling ASI, pengisian kegiatan ditunjukkan
(Sekolah Kader Posyandu) Biaya : Rp2.000.000
buku administrasi posyandu, pemberian dengan sikap aktif
makan bayi balita dan KMS selama pelatihan
Material : Powerpoint,buku saku kader
posyandu ,alat pengukuran bb dan tb,dan
video
Target :Ibu bayi balita yang mengalami
Pendidikan Gizi: masalah gizi
-Pentingnya posyandu dan imunisasi Ibu bayi balita
-Monitoring pertumbuhan dan Frekuensi : 2 minggu sekali dalam 2 bulan (1 memberikan respon
PEPZI perkembangan pertemuan 1 materi) positif terhadap
(Pendidikan Gizi) -Pentingnya ASI Eksklusif dan MP-ASI kegiatan ditunjukkan
(demo masak), Biaya : Rp5.000.000 dengan sikap aktif
-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat selama pendidikan
(PHBS) Material :
Powerpoint, video, food model, dan modul

38
Nama Acara Kegiatan Keterangan Asumsi Penting
Target :Ibu bayi balita yang mengalami
-Kerjasama dengan
masalah gizi
perusahaan berjalan
dengan baik
Frekuensi : 1 kali dalam setahun
-Ibu bayi balita
Lomba Masak
memberikan respon
-MP-ASI bahan pangan lokal Biaya : Rp10.000.000
positif terhadap
kegiatan ditunjukkan
Material :
dengan sikap aktif
Bahan pangan lokal, buku resep, hadiah
selama kegiatan
pemenang
Target: Bayi balita yang memiliki Z-score
BB/TB <-2 SD dan BB/TB <-3 SD
Permata Hati (Pemberian -Pemberian PMT-P pabrik 80% bayi balita
-Pembagian suplementasi dengan Frekuensi: 1x sebulan sesuai jadwal posyandu mendapatkan PMT-P
Makanan Tambahan dan
Taburia dan suplementasi Fe
Suplementasi)
Biaya:Rp50.000 dan Zn

Material: PMT-P dan Taburia


Target: bayi balita yang memiliki Z-score
BB/TB <-3 SD
100% bayi balita yang
Pengukuran antropometri dan Frekuensi: 1x sebulan sesuai jadwal posyandu berstatus gizi buruk
Validasi status gizi buruk
Pemeriksaan Kesehatan dilakukan pengukuran
Biaya: Rp. 200.000 ulang/ divalidasi

Material: alat pengukuran dan alat kesehatan

39
E. Perencanaan Tindak Lanjut
Tabel 18. Perencanaan Kegiatan Tindak Lanjut
Rencana Tindak
No Program Masalah Tindak Lanjut
Lanjut
Kader menyebarkan
Kader mengontak
informasi tentang
media massa untuk
Pengajuan masalah status gizi
Pengajuan menyebarkan
proposal yang balita di kelurahan Y
1. Proposal Sarana informasi (koran
tidak segera dan sarana
Prasarana lokal, artikel, sosial
disetujui prasarana posyandu
media) ke
yang kurang ke
masyarakat
media massa
Ketua posyandu
Ketua posyandu
Kader kurang melakukan
bersilahturahmi
motivasi untuk pendekatan kepada
bersama kader
berpartisipasi kader untuk
posyandu
SERDADU memberikan motivasi
2. (Sekolah Kader Petugas
Posyandu) puskesmas kurang Ketua posyandu dan
Bernegosiasi secara
bisa diajak kader membuat
langsung atau tatap
kerjasama dalam kesepakatan dengan
muka
memberikan materi puskesmas
pelatihan
Kader posyandu
Kader melakukan
Ibu kurang bersilahturahmi ke
pendekatan kepada
motivasi untuk ibu dan
ibu untuk
berpartisipasi menyebarkan
memberikan motivasi
undangan
Kesepakatan
Jadwal ibu Kader membuat
bersama di
bertabrakan kesepakatan
sampaikan lewat WA
3 PEPZI dengan jadwal bersama ibu untuk
ataupun pertemuan
(Pendidikan Gizi) acara perubahan jadwal
PKK setiap bulan
Melakukan
Perusahaan
Kader bernegosiasi perombakan dan
makanan tidak
dengan perusahaan pengajuan kembali
merespon baik
hingga mendapatkan proposal hingga
proposal
kesepakatan yang didapatkan
pengajuan bantuan
sesuai kesepakatan yang
untuk demo masak
sesuai
Pemberian tidak
Kader memberikan
Permata Hati merata kepada Kader memastikan
dan mendata
(Pemberian bayi balita karena bayi balita yang
kembali PMT dan
4. Makanan ibu tidak datang status gizinya kurang
suplementasi secara
Tambahan dan atau PMT dan mendapatkan PMT
langsung ke rumah-
Suplementasi) suplementasi tidak dan suplementasi
rumah
diambil
Ibu sulit diajak Kader memastikan Kader melakukan
bekerja sama ibu bekerja sama pendekatan dan
Validasi Status
5. dalam proses dalam proses validasi memberikan
Gizi Buruk
validasi status gizi status gizi buruk bayi pemahaman kepada
buruk bayi balita balita ibu bayi balita

40
BAB V
PEMBAHASAN

Status kesehatan anak balita merupakan salah satu indikator kesehatan


masyarakat utama di suatu negara. Gizi balita menjadi salah satu masalah
kesehatan yang berdampak pada kualitas sumber daya manusia, menjadi
indikator keberhasilan pembangunan bangsa dan bisa berakibat pada kematian
balita dan morbiditas.1 Gizi yang berkualitas dan tepat harus diberikan karena
gangguan zat gizi pada masa ini akan mempengaruhi kualitas kehidupan masa
selanjutnya.2
Berdasarkan data e-PPGM Puskesmas X pada Kelurahan Y, terdapat 20
dari 186 bayi balita yang mengalami masalah gizi seperti stunting, gizi buruk dan
gizi kurang sehingga perlu dikaji lebih lanjut dan dibuat beberapa rancangan
program yang bertujuan menurunkan prevalensi bayi balita dengan masalah gizi
kurang di Kelurahan Y. Dari beberapa determinan gizi bayi balita baik langsung
maupun tidak langsung, tidak semua dapat diselesaikan sehingga untuk
menentukan prioritas penyelesaiannya, dipilih determinan yang memiliki
kepentingan dan dapat diubah, di antaranya adalah kurangnya alat dan fasilitas
posyandu, kurangnya keterampilan kader, kurangnya pengetahuan orang tua
terkait gizi serta kurangnya asupan zat gizi makro (energi, protein, dan lemak)
dan mikro (seng dan zat besi) pada bayi balita.
Salah satu permasalahan yang terjadi di kelurahan Y adalah terdapat 2
posyandu yang tidak lengkap atau rusak alat-alat pengukurannya,
ketidaklengkapan alat pengukuran di posyandu dapat menyebabkan partisipasi
ibu bayi balita untuk datang ke posyandu menjadi rendah dan kemudian
menyebabkan pengetahuan ibu terkait kesehatan bayi balita kurang karena tidak
mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan dan gizi. Hal ini karena pada
pelayanan posyandu yang sesuai dengan prinsip 5 langkah atau sering disebut
5 meja, bayi balita akan ditimbang kemudian ibu diberikan penyuluhan tentang
kesehatan dan gizi yang sesuai dengan hasil penimbangan bayi dan balita.46
Kurangnya pengetahuan ibu akibat kurang partisipasi datang ke posyandu akan

41
menyebabkan pemberian asupan yang tidak sesuai kualitas dan kuantitasnya
sehingga menjadi penyebab langsung terjadinya masalah gizi pada bayi balita.
Untuk mengatasi ketidaklengkapan alat pengukuran di 2 posyandu di
Kelurahan Y dibuat program pengajuan proposal dengan tujuan untuk membantu
posyandu mendapatkan bantuan sarana dan prasarana dari puskesmas.
Program ini dilakukan pada bulan Oktober dan dilakukan dengan frekuensi satu
kali tiap tahun. Pemilihan waktu ini dinilai cocok untuk pengajuan proposal karena
diajukan sebelum instansi besar menutup buku lama dan membuka buku
keuangan baru. Aktivitas program pengajuan proposal sarana dan prasarana
melalui advokasi dilakukan oleh kader posyandu dengan dibimbing oleh
mahasiswa pada awal pelaksanaan program. Pengajuan proposal dari kader
posyandu ke puskesmas karena berdasarkan PMK RI Nomor 66 Tahun 2017
tentang Petunjuk Operasional Penggunaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang
Kesehatan Tahun Anggaran 2018, penyediaan kit posyandu merupakan salah
satu bentuk penyediaan peralatan kesehatan dan sarana penunjang di
puskesmas dengan pengguanaan biaya Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik
Bidang Kesehatan.47
Pengajuan proposal yang dilakukan merupakan salah satu bentuk
advokasi yang dilakukan dengan media yaitu menggunakan media proposal
secara tertulis. Pengajuan proposal dilakukan oleh kader posyandu dengan
bantuan mahasiswa di awal pelaksanaan program seperti bantuan dalam
menyusun proposal sesuai format dan mengajukan proposal ke puskesmas,
mahasiswa hanya membantu dan mendampingi di awal keberjalanan program
dengan harapan untuk kegiatan pengajuan proposal selanjutnya kader posyandu
dapat menjalankan program secara mandiri.
Biaya yang diperlukan dalam program pengajuan proposal adalah
sebesar Rp 50.000,00 yang digunakan untuk biaya mencetak proposal yang
akan diajukan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan program
pengajuan proposal sarana prasarana adalah kemungkinan timbul masalah
pengajuan proposal yang tidak segera disetujui sehingga proses pengajuan
proposal harus selalu dipantau prosesnya. Apabila pengajuan proposal tidak
mendapat tanggapan yang baik, ada baiknya kader perlu menyebarkan informasi

42
tentang masalah status gizi balita di kelurahan Y dan sarana prasarana posyandu
yang kurang melalui media massa seperti koran lokal, artikel, dan sosial media
agar masyarakat dan puskesmas mengetahui dan lebih perhatian terhadap
masalah gizi yang terjadi dengan harapan pengajuan proposal dapat sisetujui
sehingga posyandu mendapatkan bantuan sarana dan prasarana dari
puskesmas yang menandakan bahwa indikator keberhasilan program
pengajuan proposal berhasil dicapai.
SERDADU (Sekolah Kader Posyandu) merupakan bentuk kegiatan
pelatihan kader berupa ceramah, pemutaran video, praktik, dan tanya jawab.
Gambaran dari pelatihan ini adalah pemberian materi oleh petugas gizi
puskesmas kepada kader posyandu tentang pengukuran antropometri, konseling
ASI, pengisian buku administrasi posyandu, pemberian makan bayi balita dan
KMS yang diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dari
kader posyandu di Kelurahan Y, sehingga dapat memberikan informasi
mengenai pola asuh dan pengetahuan yang sesuai kepada ibu bayi balita
Kegiatan ini juga merupakan bentuk untuk mewujudkan tujuan khusus (jangka
pendek) yang nantinya akan berpengaruh pada pola asuh dari ibu bayi balita
kepada anaknya atau secara tidak langsung akan dapat mengatasi masalah
status gizi kurang pada bayi dan balita. Kegiatan ini dilaksanakan selama 2 hari
berturut-turut atau pada hari Sabtu dan Minggu mengingat banyaknya ibu yang
bekerja dan jumlah materi yang akan diberikan. Kader diharapkan memberikan
respon positif terhadap kegiatan ini yang ditunjukkan dengan sikap aktif selama
pelatihan. Monitoring evaluasi untuk kegiatan ini berupa pemberian post test
yang diharapkan para kader mampu memperoleh nilai minimal 80 dari nilai
maksimal 100.
Masalah yang mungkin dihadapi dalam kegiatan ini adalah kader kurang
motivasi untuk berpartisipasi dan petugas puskesmas kurang bisa diajak
kerjasama dalam memberikan materi pelatihan. Rencana tindak lanjut untuk
mengantisipasi masalah adalah ketua posyandu melakukan pendekatan kepada
kader untuk memberikan motivasi sehingga kader termotivasi untuk
berpartisipasi dalam kegiatan ini. Ketua posyandu dan kader juga membuat
kesepakatan atau bernegosiasi dengan puskesmas secara langsung atau tatap

43
muka agar puskesmas dapat diajak kerjasama dalam memberikan materi
pelatihan. Kegiatan SERDADU bertujuan untuk menurunkan peningkatan kasus
status gizi kurang pada bayi balita di Kelurahan Y. Kader yang terlatih dapat
memberikan informasi serta motivasi kepada ibu sehingga akan memberikan
dampak baik terkait kunjungan balita di Posyandu. Ibu bayi balita yang
mempunyai pengetahuan baik berpeluang 3,171 kali melakukan kunjungan
balitanya ke posyandu dibandingkan dengan ibu yang pengetahuannya
kurang.31,32 Saat ibu aktif dalam kegiatan posyandu hal ini dapat membantu
memantau tumbuh kembang balitanya.
Penyebab lain dari masalah status gizi bayi balita yang terjadi pada
Puskesmas X adalah pengetahuan orang tua kurang mengenai gizi. Hal ini
ditandai dengan 9 bayi balita tidak mendapat ASI eksklusif dan pemberian
MPASI tidak tepat <6 bulan dengan pemberian susu formula sebagi MPASI
pertama. Kemudian hal ini didukung oleh pola pemberian makan yang kurang
tepat yaitu nasi dan sayuran berkuah setiap hari, serta kurangnya variasi lauk
hewani yang diberikan. Maka dari itu, PEPZI merupakan alternatif/program yang
dibuat dengan tujuan agar orang tua mendapatkan pengetahuan terkait gizi dari
kader posyandu. PEPZI (Pendidikan Gizi) akan dilaksanakan dua minggu sekali
dalam dua bulan dengan sasaran ibu bayi balita namun menargetkan ibu bayi
balita yang mengalami masalah gizi (status gizi kurang). Materi yang akan
disampaikan diantaranya pentingnya posyandu dan imunisasi, monitoring
pertumbuhan dan perkembangan anak, pentingnya ASI eksklusif dan MPASI,
serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Asumsi dari program ini yaitu Ibu
bayi balita merespon positif terhadap kegiatan yang ditunjukkan dengan sikap
aktif selama pendidikan. Indikator keberhasilan dari pendidikan gizi tersebut
ditandai dengan nilai post test minimal 80. Menurut penelitian adanya program
edukasi gizi bermanfaat dalam hal peningkatan berat badan dan status gizi serta
penurunan terjadinya infeksi. Rata-rata z-score balita setelah mengikuti program
tersebut mengalami peningkatan dibandingkan sebelum mengikuti program
tersebut. Maka dari itu diperlukan komitmen orang tua dalam mengikuti program
pendidikan gizi untuk meningkatkan status gizi balita.48

44
Setelah semua materi pendidikan selesai diberikan yang didalamnya juga
terdapat demonstrasi pembuatan MPASI, akan diadakan lomba pembuatan
MPASI menggunakan bahan pangan lokal. Hal ini dibuat dengan tujuan ibu dapat
mengaplikasikan pembuatan MPASI dengan pangan lokal yang terjangkau.
Asumsi dari kegiatan lomba ini yaitu kerjasama dengan perusahaan berjalan
dengan baik karena sumber dana dari kegiatan ini berasal dari perusahaan
makanan yang terdapat di sekitar kelurahan Y, serta ibu bayi balita memberikan
respon positif terhadap kegiatan ditunjukkan dengan sikap aktif selama kegiatan.
Indikator keberhasilan setelah diadakan kegiatan ini yaitu dapat dilihat
menggunakan kuesioner Dietary Diversity Score (DDS) dengan cutoff ≥6.
Rencana tindak lanjut akan dilakukan jika menghadapi masalah yang tidak
sesuai dengan tujuan. Masalah yang mungkin terjadi yaitu ibu kurang motivasi
untuk berpartisipasi, maka rencana yang akan dilakukan adalah kader
melakukan pendekatan kepada ibu untuk memberikan motivasi dengan cara
bersilaturahmi ke para ibu sambil menyebarkan undangan. Selain itu, jika
sebagian besar jadwal kerja ibu bertabrakan dengan jadwal acara juga dapat
menjadi masalah, maka kader perlu membuat kesepakatan bersama ibu untuk
perubahan jadwal yang disampaikan melalui aplikasi WhatsApp ataupun
pertemuan PKK. Sedangkan jika perusahaan makanan tidak merespon baik
proposal pengajuan bantuan untuk demo/lomba masak, maka rencana yang
akan dilakukan adalah kader bernegosiasi dengan perusahaan hingga
mendapatkan kesepakatan yang sesuai.
Program selanjutnya yang direncanakan adalah Permata Hati (Pemberian
Makanan Tambahan dan Suplementasi. Program ini dibuat berdasarkan data
asupan makan dari 20 balita yang mengalami masalah gizi, 15 diantaranya
mempunyai asupan zat gizi makro (energi, protein dan lemak) yang kurang serta
seluruh balita mempunyai asupan zat besi dan seng dalam kategori kurang.
Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya variasi dalam pemilihan makanan
untuk kesehatan dan pertumbuhan balita merupakan penyebab defisiensi energi,
protein, dan lemak serta mikronutrien seng dan zat besi. Hal ini dibuktikan
dengan variasi makan bayi balita setiap hari hanya berupa nasi dan sayuran
berkuah serta telur karena terjangkau secara ekonomi. Program ini bertujuan

45
agar Puskesmas memberikan PMT-P serta suplementasi zat besi dan seng
dalam bentuk bubuk tabur (Taburia) kepada Posyandu yang diharapkan dapat
disalurkan kepada seluruh bayi dan balita yang mengalami masalah gizi. Hal ini
diharapkan dapat mengatasi masalah asupan zat gizi makro dan mikro yang
kurang pada bayi balita di Kelurahan Y. Jadwal pendistribusian program PMT-P
di puskesmas terjadwal tiga kali selama 90 hari atau 3 bulan, namun posyandu
medistribusikan setiap jadwal posyandu (1x perbulan).49 Sumber dana PMT-P
dan suplementasi didapatkan dari BOK (Bantuan Operasional Kesehatan), hal
ini sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Petunjuk Teknis PMT-P.50
Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) adalah
program intervensi bagi balita yang menderita kurang gizi dimana tujuannya
adalah untuk meningkatkan status gizi anak serta untuk mencukupi kebutuhan
zat gizi anak sesuai dengan umur.50 Gizi kurang pada balita tidak hanya
menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi
kecerdasan dan produktivitas ketika dewasa. Dalam program PMT-P ini
diharapkan dapat meningkatkan asupan energi, protein dan lemak untuk bayi
balita. Sesuai dengan penelitian di Puskesmas Mungkid yang menyatakan
bahwa terjadi peningkatan status gizi setelah diberikan PMT-P adalah 47% yaitu
dari status gizi buruk menjadi baik. Walaupun nilai ini belum sesuai dengan
Juknis PMT-P yang menyebutkan indikator keberhasilan peningkatan status gizi
balita adalah >60%, bayi balita yang tidak mengalami peningkatan status gizi
dapat disebabkan karena ibu yang sangat tergantung pada program PMT-P dan
kurangnya pengetahuan masyarakat dalam meningkatkan dan mempertahankan
status gizi balita.50
Pada program Permata Hati suplementasi zat gizi mikro berupa zat besi
dan seng dalam bentuk bubuk tabur (Taburia) juga diberikan. Defisiensi
mikronutrien selama masa anak-anak sangat berbahaya. Defisiensi besi dapat
mengganggu perkembangan mental dan motorik dan juga menyebabkan anemia.
Sedangkan defisiensi seng juga dapat mengganggu pertumbuhan serta dapat
meningkatkan resiko diare dan infeksi saluran nafas. Berkaitan dengan 20 balita
yang mengalami masalah gizi dan defisiensi mikronutrient (zat besi dan seng)
akan menyebabkan efek negatif, maka suplementasi zat besi dan seng pada bayi

46
balita akan sangat bermanfaat.51 Dalam program ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan zat besi dan seng pada bayi balita yang mengalami masalah gizi agar
tidak memperparah kondisi. Menurut sebuah penelitian, pemberian suplementasi
besi dan seng dapat meningkatan nafsu makan serta menurunkan prevalensi
kejadian ISPA pada anak usia 2-4 tahun.52,53
Indikator keberhasilan program PMT-P dan suplementasi ini adalah
dengan melihat peningkatan status gizi menurut Z-score setelah program ini
berlangsung selama 1 tahun. Masalah yang bisa timbul dalam program ini adalah
pembagian PMT-P dan suplemetasi yang kurang merata karena ibu dan bayi
balita tidak hadir atau tidak mengambil saat kegiatan posyandu. Solusi tindak
lanjutnya yaitu dengan pencatatan dan pelaporan terkait hasil kegiatan
pembagian PMT-P dan suplementasi yang dilakukan dari kader posyandu. Hal
ini sesuai dengan Panduan maupun Juknis PMT-P bahwa pencatatan dan
pelaporan hasil kegiatan PMT-P dilakukan dari kader hingga penanggung jawab
program. Turun lapangan untuk membagikan PMT-P dan suplementasi menjadi
tindak lanjut program agar pembagian terjadi secara merata sehingga program
dapat berjalan dengan lancar. Hal ini sesuai dengan Panduan dan Juknis yang
menyatakan bahwa supervisi dilakukan sebulan sekali dengan melakukan
pemantauan di lapangan.50
Pada program validasi status gizi buruk, dilakukan pengukuran
antropometri dan pemeriksaan kesehatan bayi balita untuk memvalidasi status
gizi buruk bayi balita. Hal ini dilakukan mengingat banyaknya alat yang rusak
pada posyandu di Kelurahan Y dan kurangnya pengetahuan dan keterampilan
kader posyandu. Oleh karena itu, perlunya dilakukan validasi mengenai data
status gizi bayi balita dikarenakan z-score merupakan data yang sangat sensitif.
Sebelum dilakukan tata laksana gizi buruk, perlunya melihat riwayat anamnesa
bayi balita yang mempunyai status gizi buruk dengan bantuan ahli gizi dan dokter
puskesmas sehingga dapat ditentukan langkah selanjutnya. Bila pada saat
pemeriksaan terdapat penyakit penyerta pada bayi balita yang tidak dapat diatasi
di puskesmas, maka akan dirujuk ke rumah sakit.54 Apabila pada hasil validasi,
status gizi bayi balita dalam kondisi gizi kurang akan diberikan PMT-P dan jika
status gizi bayi balita dalam kondisi buruk akan diberikan suplementasi Taburia

47
dan tata laksana gizi buruk oleh puskesmas. Untuk mengatasi masalah yang
tidak terduga seperti ibu sulit diajak bekerja sama dalam proses validasi status
gizi buruk bayi balita, perlu bantuan kader untuk memastikan ibu bekerja sama
dalam proses validasi status gizi buruk bayi balita.

48
BAB VI
SIMPULAN

1. Kelurahan Y memiliki 20 dari 186 bayi balita yang mengalami masalah gizi.
Hal ini ditunjukan oleh nilai indikator Z-score yang rendah pada indeks
BB/U, TB/U, BB/TB dan IMT/U. Berdasarkan analisis nilai Z-score
didapatkan beberapa anak dengan status berat badan kurang, pendek
(stunted), dan status gizi kurang.
2. Prioritas masalah gizi bayi balita di Kelurahan Y adalah banyaknya bayi
dan balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk menurut BB/TB atau
BB/PB.
3. Masalah status gizi kurang di Kelurahan Y disebabkan oleh beberapa
determinan masalah, diantaranya: asupan zat gizi mikro dan makro yang
kurang, riwayat sakit batuk pilek sebulan terakhir, kesalahan pola asuh,
kesehatan lingkungan, pengetahuan dan daya beli orang tua,
keterampilan kader, serta sarana dan prasarana posyandu.
4. Perlu disusun beberapa kegiatan program untuk menyelesaikan masalah
kurangnya status gizi bayi balita di Kelurahan Y, diantaranya:
- Penyerahan proposal terkait sarana dan prasarana yang rusak di
beberapa posyandu di wilayah kerja Puskesmas X Kelurahan Y.
- Pelatihan kader posyandu.
- Pendidikan terkait gizi bagi orang tua/ibu bayi balita.
- Pemberian PMT-P dan suplementasi zat gizi mikro (seng dan zat besi).
- Validasi status gizi buruk bayi balita

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Elisanti AD. Pemetaan Status Gizi Balita di Indonesia. Indones J Heal Sci.
2017;1(1):37.
2. Pritasari, Damayanti D, Lestari NT. Gizi dalam Daur Kehidupan. 1st ed.
Kemenkes Republik Indonesia; 2017.
3. Kemenkes RI. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). In
2018.
4. Diniyyah SR, Nindya TS. Asupan Energi , Protein dan Lemak dengan
Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Suci, Gresik.
Amerta Nutr. 2017;341–50.
5. Saepuddin E, Rizal E, Rusmana A. Posyandu Roles as Mothers and
Child Health Information Center. Rec Libr J. 2018;3(2):201–7.
6. Juliati, Badiran M, Aini N. Peran Kader dalam Pelaksanaan Kegiatan
Posyandu di Dusun Titipanjang Wilayah Kerja Puskesmas
Bunutkabupaten Labuhanbatu Selatan Tahun 2019. J Mutiara Kesehat
Masy. 2019;4(2):72–80.
7. Iswarawanti DN. Kader Posyandu : Peranan Dan Tantangan
Pemberdayaannya Dalam Usaha Peningkatan Gizi Anak Di Indonesia. J
Manaj Pelayanan Kesehat. 2010;13(04):169–73.
8. Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Ayo ke posyandu setiap bulan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2012.
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kurikulum dan modul
pelatihan kader posyandu. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2012.
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2019 tentang
Pelaksanaan Teknis Surveilans Gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2019.
11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar

50
Antropometri Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
2020.
12. Bapenas. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) Tahun
2011-2015. 2010;1–86.
13. Majestika S. Status Gizi Anak dan Faktor yang Mempengaruhi.
Yogyakarta: UNY Press. 2018. 74 p.
14. Thamaria N. Penilaian Status Gizi. 1st ed. KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA. PPSDMKBPDANPSDM, editor. 2017.
15. Kusumawati E, Rahardjo S, Sari HP. Model Pengendalian Faktor Risiko
Stunting pada Anak Bawah Tiga Tahun. Kesmas Natl Public Heal J.
2015;9(3):249.
16. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC; 1995.
17. Kotch JB. Maternal and child health. J Public Health Policy.
1991;12(1):26–8.
18. Dariyo A. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia;
2004.
19. Dwi Pratiwi T, Masrul M, Yerizel E. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan
Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang. J
Kesehat Andalas. 2016;5(3):661–5.
20. Yuanta Y, Tamtomo DG, Hanim D. Hubungan Riwayat Pemberian Asi
Dan Pola Asuh Ibu Dengan Kejadian Gizi Kurang Pada Anak Balita Di
Kecamatan Wongsorejo Banyuwangi. J Kesehat Kusuma Husada.
2018;48–56.
21. Ali M, Asefaw T, Byass P, Beyene H, Pedersen FK. Helping northern
Ethiopian communities reduce childhood mortality: Population-based
intervention trial. Bull World Health Organ. 2005;83(1):27–33.
22. Amalia F H, Mardiana. Hubungan Pola Asuh Gizi Ibu dengan Status Gizi
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lamper Tengah Kota Semarang. JHE
(Journal Heal Educ. 2016;1(2).
23. Mustika TD, Wahini M. Pola Asuh Makan Antara Ibu Bekerja dan Tidak
Bekerja dan Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Usia Sekolah
Dasar. 2015;4(1):162–6.

51
24. Putri RF, Sulastri D, Lestari Y. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang. J
Kesehat Andalas. 2015;4(1):254–61.
25. Nurmaliza, Herlina S. Hubungan Pengetahuan dan Pendidikan Ibu
Terhadap Status Gizi Balita. J Kesmas Asclepius. 2019;1(2):106–15.
26. Tridiyawati F, Ayu A, Handoko R. Hubungan Antara Status Sosial
Ekonomi dan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Gizi Kurang pada Balita.
J Ilmu Kesehat Masy. 2019;8(1):20–4.
27. Kasumayanti E, Aulia M. HUBUNGAN PENDAPATAN KELUARGA
DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA TAMBANG WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TAMBANG KABUPATEN KAMPAR TAHUN 2019. J
NERS. 2020;4(23):7–13.
28. Jago F, Marni, Limbu R. Pengetahuan Ibu, Pola Makan Balita, dan
Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Danga Kecamatan Aesesa Kabupaten Nagekeo. J
Community Health. 2019;01:16–20.
29. Sitanggang B. Manajemen Pelaksanaan Pemantauan Pertumbuhan
Terhadap Partisipasi Kehadiran dan Status Gizi Balita di Puskesmas
Tanjung Beringin. J Ilm Pannmed. 2020;15(1):81–95.
30. Septifani AD, Apriningsih. HUBUNGAN PERSEPSI IBU BALITA
TENTANG POSYANDU DENGAN PEMANFAATAN POSYANDU
MAWAR 2 RW 06 KEBAGUSAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2015. J
Keperawatan Widya Gantari. 2015;2(2):52–62.
31. Wahyuningsih W, Setiyaningsih A. HUBUNGAN PERAN KADER
POSYANDU DENGAN STATUS GIZI. J Kebidanan. 2019;11(01):24–8.
32. Megawati G, Wiramihardja S. Peningkatan Kapasitas Kader Posyandu
dalam Mendeteksi dan Mencegah Stunting di Desa Cipacing Jatinangor.
J Apl Ipteks untuk Masy. 2019;8(3):154–9.
33. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. 2013.
34. Effendy N. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Kedokteran EGC; 1998.

52
35. Pitaloka D, Ryandini TP. Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan
Posyandu Terhadap Frekuensi Kunjungan Ibu Balita Di Posyandu VI
Flamboyan Lingkungan Kiring Kelurahan Gedongombo Kecamatan
Semanding. J MIDPRO. 2019;11.
36. Prasetyono. Buku Pintar ASI Ekslusif. Yogyakarta: Diva Press; 2012.
37. Gitawati R. Bahan Aktif dalam Kombinasi Obat flu dan Batuk-Pilek, dan
Pemilihan Obat Flu yang Rasional. Media Litbangkes. 2012;24(1):10–8.
38. Abiyoga A, Ana RA, Arifin RF. Hubungan Antara Perilaku Kesehatan
Orang Tua dan Status Gizi Anak Terhadap Kejadian Common Cold pada
Balita. J Darul Azhar. 2018;5(1):1–7.
39. Resvia Arwinda, Syamsul Arifin H. Hubungan Ketersediaan Sarana
dengan Pelaksanaan Posyandu pada Wilayah Kerja Puskesmas di Kota
Banjarbaru. Vol. 2, Jurnal Keperawatan dan Kesehatann. 2014. p. 55–60.
40. Liem MS, Utami NW, Susmini. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
tentang Posyandu dengan Keaktifan Ibu Mengikuti Posyandu. Nurs News
(Meriden). 2019;4(1):118–23.
41. Anggraini AR, Oliver J. PENGASUHAN ANAK BALITA GIZI SANGAT
KURUS YANG MENGIKUTI PEMULIHAN GIZI DI PUSKESMAS. Penelit
Gizi dan Makanan. 2018;41(2):101–12.
42. Fauziah L, Rahman N, Hermiyanti. Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang
pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Kelurahan Taipa Kota Palu. J Ilm Kedokt.
2017;4(3):29–59.
43. Rochmawati, Marlenywati, Waliyo E. Gizi Kurus ( Wasting ) Pada Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Pontianak. Vokasi Kesehat.
2016;II(2):132–8.
44. Afriyani R, Malahayati N. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian
Wasting Pada Balita Usia 1-5 Tahun. J Kesehat. 2016;VII(1):66–72.
45. Mutika W, Syamsul D. ANALISIS PERMASALAHAN STATUS GIZI
KURANG PADA BALITA DI PUSKESMAS TEUPAH SELATAN
KABUPATEN SIMEULEU Analysis Of Malnutritional Status Problems On
Toddlers At South Teupah Health Center Simeulue. J Kesehat Glob.
2018;1(3):127–36.

53
46. RI D. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2006.
47. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2017
tentang Petunjuk Operasional Penggunaan Dana Alokasi Khusus Fisik
Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2018.
48. Ariska Y, Kustiyah L, Widodo Y. Perubahan Status Gizi Balita pada
Program Edukasi dan Rehabilitasi Gizi. J Gizi Pangan. 2015;10(3):157–
64.
49. Handayani L, Mulasari SA, Nurdianis N. EVALUASI PROGRAM
PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN ANAK BALITA. J Manaj
PELAYANAN Kesehat. 2008;11(01):21–6.
50. Arumsari W, Utami S, Witcahyo E. Evaluasi Program Pemberian
Makanan Tambahan Pemulihan ( PMT-P ) pada Balita BGM Tahun 2013
( Studi Kasus di Desa Sukojember Wilayah Kerja Puskesmas Jelbuk
Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember ). Artik Ilm Has Penelit Mahasiswa
Fak Kesehat Masyarakat, Univ Jember. 2014;
51. Budiastutik I, Wirjatmadi B, Adriani M. PENGARUH SUPLEMENTASI
ZINC SULFAT DAN BISKUIT TERHADAP KONSENTRASI ZINC
RAMBUT BALITA (PROGRAM MP ASI BISKUIT DI KERTOSONO JAWA
TIMUR). Bul Penelit Sist Kesehat. 2011;14(3):270–81.
52. Astuti D, Candra A, Fitranti DY. PENGARUH SUPLEMENTASI ZAT BESI
DAN SENG TERHADAP FREKUENSI ISPA PADA ANAK USIA 2-5
TAHUN The Effect of Iron and Zinc Supplementation on The Frequency
of Acute Respiratory Infection in Children Aged 2-5 Years. 2019;77–90.
53. Candra A. Pengaruh Suplementasi Seng dan Zat Besi Terhadap Berat
Badan dan Tinggi Badan Balita. 2017;5(1):37–44.
54. Pakaya R, Kandarina I, Akhmadi. Upaya penanggulangan gizi buruk pada
balita melalui penjaringan dan pelacakan kasus. Ber Kedokt Masy.
2008;24(2):69–75.

54

Anda mungkin juga menyukai