i
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
TAHUN 2022
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL................................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Analisis Situasi ...................................................................................... 1
1.2 Permasalahan Mitra................................................................................ 11
BAB 2 TARGET DAN LUARAN ............................................................ 14
BAB 3 METODE PELAKSANAAN......................................................... 15
3.1 Solusi yang ditawarkan ......................................................................... 15
3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan .............................................................. 16
3.3 Pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata ........................................................... 17
BAB 4 KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI....................................... 20
BAB 5 BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN........................................... 23
5.1 Biaya...................................................................................................... 23
5.2 Jadwal..................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 24
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Anak-anak merupakan generasi penerus suatu bangsa. Masa depan suatu
bangsa tergantung dari status gizi anak-anak di masa kini. Salah satu gambaran
status gizi yang menjadi indikator kesehatan masyarakat di dunia yaitu kejadian
stunting. Stunting merupakan gambaran tinggi badan yang lebih pendek
(dibandingkan tinggi seusianya) pada anak usia kurang dari 5 tahun akibat
malnutrisi yang lama (kronik). Stunting mengakibatkan meningkatkan risiko
kematian, rendahnya status kesehatan dan meningkatnya risiko terkena penyakit,
gangguan tumbuh kembang, terbatasnya kemampuan belajar, dan mengurangi
masa produktif (Oot et al., 2018). Stunting dapat terjadi karena beberapa faktor
yaitu jumlah anak usia kurang dari 5 tahun, usia ibu saat melahirkan, pengetahuan
ibu yang rendah, status gizi ibu saat kehamilan, durasi mendapatkan ASI,
defisiensi besi, defisiensi zink, usia dan frekuensi terkena infesi saluran nafas,
pendapatan keluarga, faktor genetik keluarga (Dewana et al., 2017; Ariati et al.,
2018). Jumlah kasus stunting (pendek dan sangat pendek) di Indonesia pada tahun
2019 mencapai 27,67 persen. Angka itu berhasil ditekan dari 37,8 persen di tahun
2013, dan 30,8% pada tahun 2018. Persentase diatas walaupun tampak ada
penurunan tetapi angka ini masih lebih tinggi dibandingkan toleransi maksimal
stunting yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu kurang dari
20 persen. Status Stunting di Indonesia berdasarkan data masih berada di urutan 4
dunia dan urutan ke-2 di Asia Tenggara terkait kasus balita stunting. Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memprediksi bahwa
4 tahun ke depan dari 20 juta kelahiran bayi, tujuh juta di antaranya berpotensi
mengalami stunting. Melihat perkiraan ini, maka presentase bayi yang mengalami
stunting di Indonesia akan meningkat menjadi 27 persen. Presiden Joko Widodo
pada Januari 2021 menargetkan pada tahun 2024 kasus stunting di Indonesia bisa
ditekan hingga berada di angka 14 persen, dan angka kematian ibu bisa ditekan
hingga di bawah 183 kasus per 100.000 ibu melahirkan.
Laporan data akhir 2018, akumulatif angka stunting KAL-TENG mencapai
34%. Persentase data di Kalimantan Tengah, status gizi (TB/U) pendek dan sangat
pendek yaitu 30% dan 40% (Riskesdas, 2018). Menurut WHO (2010), masalah
1
kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek sebesar 30-39% dan
sangat serius bila prevalensi pendek ≥ 40 % (Dinkes Provinsi Kalimantan Tengah,
2016). Pada tahun 2011, diadakan proyek kesehatan dan gizi berbasis masyarakat
untuk mengurangi stunting, termasuk seluruh kabupaten di Kalimantan Tengah
(Kesehatan et al., 2011).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga, upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di
antaranya sebagai berikut:
1. Ibu Hamil dan Bersalin
a. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;
b. Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
c. Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
d. Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein,
dan mikronutrien (TKPM);
e. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);
f. Pemberantasan kecacingan;
g. Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku
KIA;
h. Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI
eksklusif; dan
i. Penyuluhan dan pelayanan KB.
2. Balita
a. Pemantauan pertumbuhan balita;
b. Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
untuk balita;
c. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
d. Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
3. Anak Usia Sekolah
a. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
b. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;
c. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan
2
d. Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba
4. Remaja
a. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi
narkoba; dan
b. Pendidikan kesehatan reproduksi.
5. Dewasa Muda
a. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB);
b. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan
c. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba.
Food and Nutrition Technical Assistance (FANTA), US menggunakan
program PROFILES untuk menghubungkan pemerintah dan lembaga terkait
untuk mengembangkan dan mempromosi kegiatan terkait nutrisi. Pada tahun
2017, FANTA telah memperbaharui data terkait faktor yang mempengaruhi
terjadinya stunting. Faktor tersebut yaitu keanekaragaman diet yang kurang pada
usia 6-23 bulan dan dilahirkan oleh ibu yang berusia ≤ 19 tahun (Oot et al.,
2018). Hubungan faktor usia ibu melahirkan dengan kejadian stunting di
Indonesia telah dibuktikan dari hasil penelititian di Temanggung dan Bantul
(Indonesia), Bhutan (Nepal) dan Ethiopia Selatan (Khusna, 2016; Fajrina, 2016;
Win et al., 2013; Dewana et al., 2017). Usia ibu melahirkan ≤ 19 tahun dikaitkan
dengan kejadian pernikahan dini. Pernikahan dini adalah pernikahan yang terjadi
pada anak usia < 18 tahun (Bappenas, 2016). Susenas 2017 menunjukkan bahwa
Kalimantan Tengah merupakan provinsi dengan tingkat pernikahan dini tertinggi
(24,28%) (BKKBN, 2018). Pernikahan dini tersebut dapat terjadi karena beberapa
faktor yaitu kondisi geografis Kalimantan Tengah, kurangnya sarana
perhubungan, akses pendidikan dan kesehatan kurang, tingkat pelayanan
pendidikan publik rendah, dan tenaga kesehatan masih kurang (Prodi Kajian
Gender, 2016).
Penyebab gizi kurang pada anak dapat bermula pada pengetahuan yang
rendah secara langsung maupun tidak langsung.
3
Akibat langsung pengetahuan rendah yaitu rendahnya pengetahuan Ibu yang
mengasuh anak terutama mengenai gizi mengakibatkan pola pengasuhan yang
salah atau tidak maksimal sehingga anak mengalami gizi kurang.
Akibat tidak langsung pengetahuan rendah terutama pada remaja dan
dewasa muda sebagai calon orang tua (ayah dan ibu). Rendahnya pengetahuan
remaja ataupun dewasa muda terhadap lingkungan sehat dan kebiasaan hidup
sehat mengakibatkan kondisi tubuh mudah sakit. Tubuh yang rentan penyakit
dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk menghasilkan generasi sehat atau pun
berkurangnya kemampuan untuk mengasuh anak di masa mendatang. Rendahnya
pengetahuan tentang risiko pernikahan dini terhadap organ reproduksi dan
kemampuan mengasuh anak di masa mendatang (karena ketidaksempurnaan/
ketidakmatangan fisik dan mental) maka akan mengakibatkan terjadinya gizi
kurang (termasuk stunting) pada anak yang diasuh.
Remaja seringkali kekurangan informasi dasar mengenai kesehatan
reproduksi. Selain itu, masih ada tuntutan budaya kawin muda hubungan seksual
pra nikah, ketidaksetaraan gender, kekerasan seksual, dan pengaruh media massa
maupun gaya hidup populer yang mempengaruhi kesehatan reproduksi (UNPA,
2010).
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal
yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan
faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya
masalah kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan adalah cabang ilmu
kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan semua aspek dari alam dan
lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Kesehatan lingkungan
didefinisikan oleh World Health Organization sebagai aspek-aspek kesehatan
manusia dan penyakit yang disebabkan oleh faktor-faktor dalam lingkungan. Hal
ini juga mencakup pada teori dan praktek dalam menilai dan mengendalikan
faktor-faktor dalam lingkungan yang dapat berpotensi mempengaruhi kesehatan.
Kesehatan lingkungan mencakup efek patologis langsung bahan kimia, radiasi dan
beberapa agen biologis, dan dampak (sering tidak langsung) di bidang kesehatan
dan kesejahteraan fisik yang luas, psikologis, sosial dan estetika lingkungan
4
termasuk perumahan, pembangunan perkotaan, penggunaan lahan dan transportasi
(Pirenaningtyas, 2007)
Pentingnya lingkungan yang sehat telah dibuktikan oleh WHO dengan
menyelidiki di seluruh dunia dimana didapatkan bahwa angka kematian
(mortalitas), angka perbandingan orang sakit (mordibitas) yang tinggi serta
seringnya terjadi endemi di tempat-tempat dimana hygiene dan sanitasi
lingkungan buruk. Pengertian sanitasi menurut World Health Organization
(WHO) adalah usaha mengendalikan dari semua faktor-faktor fisik manusia yang
menimbulkan hal-hal yang telah mengikat bagi perkembangan fisik kesehatan dan
daya tahan tubuh (Anwar Daud, 2002).
Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis sosial,
dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang
berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau
dihilangkan. Sanitasi lingkungan lebih menekankan pada pengawasan
pengendalian atau kontrol pada faktor lingkungan manusia, sebagaimana
ditemukan oleh WHO ada 7 (tujuh) kelompok ruang kesehatan lingkungan yaitu :
1. Problem air.
2. Problem barang atau benda sisa atau bekas seperti air limbah kotoran manusia
dan sampah.
3. Problem makanan dan minuman.
4. Problem perumahan dan bangunan lainnya.
5. Problem pencemaran udara, air dan tanah.
6. Problem pengawan anthropoda dan rodiatis.
7. Problem dengan kesehatan kerja.
8. Hubungan Lingkungan Dengan Faktor Penyakit.
Beberapa masalah lingkungan yang berhubungan dengan faktor penyakit
adalah :
1. Perubahan lingkungan fisik oleh kegiatan pertambangan, membangun
perumahan dan industri yang mengakibatkan timbulnya tempat berkembang
biaknya faktor penyakit.
2. Pembangunan bendungan akan beresiko berkembang biaknya faktor penyakit.
5
3. Sistem penyediaan air dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh
penduduk sehingga masih diperlukan conteiner untuk penampungan
penyediaan air.
4. Sistem drainase permukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi syarat
sehingga menjadi tempat perindukkan penyakit.
5. Sistem pengelolahan sampah yang belum memenuhi syarat menjadikan
sampah sarang faktor penyakit.
6. Perilaku sebagian masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang sehat,
nyaman dan aman masih belum memadai.
7. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian faktor
penyakit secara kimia beresiko timbulnya keracunan dan pencemaran
lingkungan (Depkes RI, 2001).
Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi gizi, yaitu
intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik merupakan kegiatan
yang langsung mengatasi penyebab terjadinya stunting dan umumnya diberikan
oleh sektor kesehatan seperti asupan makanan, pencegahan infeksi, status gizi ibu,
penyakit menular dan kesehatan lingkungan. Sementara itu, intervensi sensitif
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting
yang umumnya berada di luar kewenangan Kementerian Kesehatan. Dalam
penanggulangan permasalahan gizi, intervensi sensitif memiliki kontribusi sebesar
70 persen sementara intervensi spesifik menyumbang sekitar 30 persennya
(Lancet, 2013). Selain dua hal tersebut, diperlukan juga faktor pendukung yang
memungkinkan terjadinya penurunan stunting seperti komitmen politik dan
kebijakan, keterlibatan pemerintah dan lintas sektor serta kapasitas untuk
melaksanakan intervensi yang ada.
Intervensi Sensitif
Intervensi sensitif merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab
tidak langsung stunting yang umumnya berada di luar persoalan kesehatan.
Intervensi sensitif terbagi menjadi 4 jenis yaitu penyediaan air minum dan
sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, Edukasi, Konseling dan Perubahan
Perilaku serta peningkatan akses pangan bergizi.
6
Akses Pangan Bergizi
1. Bantuan Pangan Non Tunai
2. Fortifikasi Bahan Pangan Utama (Garam, Tepung Terigu dan Minyak
Goreng)
3. KRPL (Kawasan Rumah Pangan Lestari)
Program-program yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor
pertanian dan meningkatkan ketahanan pangan merupakan komponen
penting dalam program Percepatan Perbaikan Gizi 1000 HPK. Program
tersebut memastikan ketersediaan pangan bergizi dengan harga terjangkau
untuk semua golongan masyarakat. Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL) berfungsi sebagai basis ketahanan pangan. Program ini
menitikberatkan kegiatannya pada pemberdayaan kelompok wanita tani
dengan memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan tanam untuk
semua jenis tanaman yang bernilai gizi konsumsi keluarga. Sehingga,
keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangannya dengan
tanaman yang ada di pekarangan rumah.
4. Penguatan regulasi mengenai label dan iklan pangan
Edukasi, Konseling dan Perubahan Perilaku
1. Penyebaran informasi melalui media
2. Konseling perubahan perilaku antar pribadi
7
Perubahan perilaku yang dilakukan melalui komunikasi, informasi, dan
edukasi (KIE) merupakan bagian yang penting dari intervensi sensitif
untuk menurunkan stunting. Beberapa kegiatan terkait upaya perubahan
perilaku antara lain penyuluhan untuk mencegah pernikahan dini,
penyuluhan keluarga berencana, penyululuhan gizi dan kesehatan,
penyuluhan gemar bercocok tanam, dan penyuluhan gemar makan ikan.
Kegiatan KIE dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, baik melalui
media massa cetak dan elekronik, kegiatan pendidikan, pertemuan
langsung, dan juga melalui seni budaya.
3. Konseling pengasuhan untuk orang tua
4. PAUD (Pendidikan anak usia dini)
5. Konseling kesehatan reproduksi untuk remaja
Remaja diberikan pemahaman mengenai kesehatan reproduksi agar
mereka memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat keputusan yang
bertanggung jawab berkaitan dengan hak-hak kesehatan reproduksi dan
seksualnya. Tujuannya untuk melindungi remaja dari risiko pernikahan
usia dini, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, infeksi menular seksual
dan penyakit lainnya. Apabila kehamilan tidak direncanakan dengan baik
atau hamil pada usia yang terlalu muda, maka hal ini akan memperbesar
risiko melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
6. PPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak)
1.2 Permasalahan Mitra
Pada tahun 2018, Kalimantan Tengah termasuk dalam daftar prioritas
penanganan stunting terutama di daerah Barito Timur (Bappenas, 2018). Indeks
khusus penanganan stunting menurut provinsi Kalimantan Tengah yaitu 57,66
(2018) dan 58,16 (2019). Menjadi lokus intervensi pemerintah provinsi
Kalimantan Tengah dalam penanganan stunting tahun 2019 yaitu di 3 (tiga)
daerah, diantaranya Kabupaten Kapuas, Kotawaringin Timur (Kotim) dan Barito
Timur (Bartim). Kemudian, tahun 2020 yaitu di Kabupaten Barito Selatan
(Barsel) dan Gunung Mas (Gumas).
Kabupaten Gunung Mas adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan
Tengah, Indonesia. Kabupaten ini secara astronomi terletak pada ± 0° 18’ 00” -
8
01° 40’ 30” Lintang Selatan dan ± 113° 01’ 00” - 114° 01’ 00” Bujur Timur.
Berpenduduk sebanyak 96.990 jiwa (sensus 2010). Luas wilayah kabupaten
Gunung Mas adalah 10.804 km².
Pada tahun 2018 data stunting di Gunung Mas menurut Riskesdas yaitu
38,2%, pada tahun 2019 menurut SUSENAS dan SGBI 32,83%, dan pada tahun
2020 per Oktober menurut aplikasi e-PPGBM Kemenkes RI yaitu 22,11%.
Data Lokus Stunting yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten GUMAS
dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Lokus Stunting GUMAS Tahun 2020
9
Lokus Stunting GUMAS Tahun 2022
10
BAB 2
TARGET DAN LUARAN
Kegiatan ini memiliki target yaitu tercapainya penurunan prevalensi
stunting di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah pada tahun 2022 yaitu di
bawah 20%.
Luaran kegiatan ini yaitu:
1. Diselenggarakan pendampingan program pencegahan dan penanggulangan
stunting oleh Universitas Palangka Raya di tingkat Kabupaten Gunung Mas
dalam program KKN Bersama Edisi Khusus Kebangsaan UPR 2022 di Desa
Tanjung Riu.
2. Upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pembiasaan perilaku
hidup bersih dan sehat dengan:
a. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
b. Menggosok gigi yang baik dan benar pada AUD.
c. Membuang sampah pada tempatnya
d. Mengelola limbah rumah tangga
3. Upaya meningkatkan keterampilan masyarakat mengenai ketahanan sumber
pangan lokal dengan menanam sayur (tomat dan kacang panjang) serta
memanfaatkan limbah rumah tangga sebagai pupuk.
11
BAB 3
METODE PELAKSANAAN
3.1 Solusi yang ditawarkan
Universitas Palangka Raya menawarkan kegiatan pendampingan program
pencegahan dan penanggulangan stunting di Kabupaten Gunung Mas yang
bertujuan mendampingi program Kabupaten yang sudah ada atau akan berjalan
terutama dalam, a) Peningkatan pengetahuan remaja mengenai gizi perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok dan tidak
mengonsumsi narkoba, kesehatan reproduksi, dan pernikahan dini, b)
Peningkatan pengetahuan ibu mengenai makanan tinggi kalori, protein, dan
mikronutrien (TKPM) dan kaitannya dengan pangan lokal, dan c) Peningkatan
kemampuan deteksi stunting dan defisiensi gizi dari aspek penyakit kulit oleh
kader kesehatan.
Metode pendekatan yang ditawarkan untuk mendukung realisasi program
yaitu:
1. Metode Perencanaan Partisipatif
Metode pendekatan yang digunakan dalam mendukung realisasi program ini
yaitu suatu kegiatan perencanaan yang melibatkan masyarakat untuk
menumbuhkan rasa keingintahuan dari partisipan/anggota kelompok
masyarakat tentang:
a) Pengetahuan masyarakat perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
b) Pengetahuan ibu mengenai makanan tinggi kalori, protein, dan
mikronutrien (TKPM) dan kaitannya dengan pangan local/tradisional.
Pengumpulan data dasar dan informasi mengenai masyarakat dilakukan
melalui survei. Pada tahap ini dilakukan pendekatan-pendekatan dan penyamaan
persepsi dengan berbagai unsur dalam masyarakat menyangkut potensi desa. Data
dasar yang dimaksud adalah keadaan sosial budaya dan ekonomi masyarakat,
potensi sumber daya manusia, dan sarana prasarana pendukung.
2. Pendekatan kepada perangkat desa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama
mendapatkan dukungan secara penuh karena peranan para tokoh tersebut
terhadap anggota masyarakat secara umum .
3. Kegiatan, meliputi antara lain: penyuluhan, praktek/pelatihan.
1
3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan
Penyelenggaraan kegiatan dapat berjalan mengikuti/sinergi dengan program
Kabupaten yang sudah/akan direncanakan. Sumber daya yang akan dilibatkan
dalam kegiatan tersebut yaitu tim ahli sesuai dengan kompetensi dan bidang
masing-masing.
Dalam kegiatan penyuluhan, praktek/pelatihan, akan melibatkan ahli yang
berpengalaman atau memiliki pengalaman penyuluhan dalam topik:
a) perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti mengajarkan AUD cara
mencuci tangan yang baik dan benar, mengajarkan menggosok gigi yang baik
dan benar, membuang sampah pada tempatnya, dan mengelola limbah rumah
tangga menggunakan media selebaran atau flayer atau sarana audio visual.
b) Makanan tinggi kalori, protein, dan mikronutrien (TKPM) dan kaitannya
dengan pangan lokal/tradisional dengan menanam tomat dan kacang panjang.
Penyuluhan diberikan dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan secara
langsung (tatap muka) dengan mematuhi protokol Pandemi COVID-19, famflet/
brosur elektronik dan paper base. Penelitian dilakukan dalam bentuk wawancara
langsung (tatap muka) dengan mematuhi protokol Pandemi COVID-19 atau
mengisi angket elektronik.
3.3 Pelaksanaan Kegiatan Kuliah Kerja Nyata
Terkait pelaksanaan KKN yang akan dijadwalkan pada bulan Juli atau awal
Agustus 2022, direncanakan akan ditempatkan 10 kelompok mahasiswa khusus di
lokasi lokus stunting yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Gunung
Mas, mulai dari tahun 2020-2022. Prosedur KKN mengikuti buku panduan KKN
yang telah ditetapkan oleh panitia, dengan tambahan kegiatan khusus untuk lokasi
KKN lokus stunting. Pemilihan desa/kelurahan akan memperhatikan akses jalan,
ketersedian internet serta sarana prasarana untuk kegiatan mahasiswa selama satu
bulan di daerah tersebut. Mahasiswa yang akan ditempatkan adalah semua
mahasiswa yang sudah terdaftar di program KKN dari seluruh fakultas yang ada
di Universitas Palangka Raya kecuali dari Fakultas Kedokteran.
Agenda KKN khusus di Kabupaten Gunung Mas adalah penanggulangan
Stunting, maka akan dilaksanakan sesui intervensi seperti yang sudah dijelaskan
di BAB 1, yaitu intervensi spesifik dan sensitif. Peserta KKN ini adalah
2
mahasiswa yang bukan dari bidang kesehatan sehingga penekanan intervensi lebih
ke arah intervensi sensitif. Intervensi sensitif merupakan kegiatan yang
berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting yang umumnya berada di
luar persoalan kesehatan. Intervensi sensitif terbagi menjadi 4 jenis yaitu
penyediaan air minum dan sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, Edukasi,
Konseling dan Perubahan Perilaku serta peningkatan akses pangan bergizi.
Penjabaran untuk program KKN stunting mahasiswa di kabupaten Gunung
Mas sesuai dengan intervensi sensitif yang sangat memungkinkan dilaksanakan
oleh mahasiswa adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat :
a. Mengajarkan cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, menggosok
gigi yang baik dan benar, membuang sampah pada tempatnya, dengan
menggunakan media selebaran atau flayer, audiovisual dan proyektor.
b. Mengajarkan pengelolaan sampah rumah tangga dengan metode praktek
cara mengelola sampah rumah tangga.
c. Mengajarkan pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan metode praktek
langsung
d. Mengajarkan pembiasaan memisahkan antara sampah organik dan
anorganik menggunakan media salembaran.
2. Kegiatan Meningkatkan Sumber Pangan Lokal
Program-program yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor
pertanian dan meningkatkan ketahanan pangan merupakan komponen penting
dalam program Percepatan Perbaikan Gizi 1000 HPK. Program tersebut
memastikan ketersediaan pangan bergizi dengan harga terjangkau untuk semua
golongan masyarakat. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) berfungsi sebagai
basis ketahanan pangan. Program ini menitikberatkan kegiatannya pada
pemberdayaan kelompok wanita tani dengan memanfaatkan pekarangan rumah
sebagai lahan tanam untuk semua jenis tanaman yang bernilai gizi konsumsi
keluarga, sehingga keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangannya
dengan tanaman yang ada di pekarangan rumah. Inovasi hidroponik juga dapat
diterapkan jika kekurangan lahan pekarangan. Diharapkan dengan adanya KRPL
3
akan terpenuhi Makanan tinggi kalori, protein, dan mikronutrien (TKPM) dan
kaitannya dengan pangan lokal/tradisional :
1) Menanam tomat dipekarangan rumah warga dengan memanfaatkan limbah
rumah tangga sebagai pupuk.
2) Menanam kacang panjang dipekarangan rumah warga dengan memanfaatkan
limbah rumah tangga sebagai pupuk.
Intervensi sensitif seperti yang sudah dijelaskan diatas bisa dilakukan oleh
mahasiswa KKN yang akan ditempatkan selama satu bulan di desa/kelurahan
lokus stunting di kabupaten Gunung Mas. Inovasi dan pengembangan pola dari
intevensi sensitif bisa dilakukan sesuai dengan kreativitas masing masing
kelompok dan melihat kondisi situasi di lapangan.
4
BAB 4
KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI
Universitas Palangka Raya merupakan satu-satunya Universitas Negeri yang
berada di wilayah Kalimantan Tengah. Tridarma perguruan tinggi menuntut
kinerja dosen untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat. Sumber daya
manusia baik dosen dan mahasiswa dari berbagai Fakultas, jenjang S1-S3, dengan
jumlah ribuan, sehingga dengan adanya sumber daya manusia yang mumpuni,
Universitas Palangka Raya berkemampuan untuk mendukung Pemerintah Daerah
Kabupaten Gunung Mas dalam Program Penanggulangan Stunting.
Melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM),
Universitas Palangka Raya menjalankan misi pendampingan kepada masyarakat
yang bertujuan meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan masyarakat,
memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat atau
pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan, dan bekerjasama dengan
pihak pemerintah dalam pengelolaan sumber daya daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dalam hal ini adalah dalam bidang kesehatan program
penanggulangan stunting.
1
BAB 5
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
1
DAFTAR PUSTAKA
Ariati, N.N., Fetria, A., Purnamawati, A.A.P., Suarni, N.N., Padmiari, I.A.E.,
Sugiani, P.P.S., 2018. Description of nutritional status and the incidence of
stunting children in early childhood education programs in Bali-Indonesia.
Bali Med. J. 7, 723–726. https://doi.org/10.15562/bmj.v7i3.1219
BKKBN, 2018. Mencegah Pernikahan Anak Melalui Program KKBPK. Gerak.
Masy. Hidup Sehat.
Dewana, Z., Fikadu, T., Facha, W., Mekonnen, N., 2017. Prevalence and
Predictors of Stunting among Children of Age between 24 to 59 Months in
Butajira Town and Surrounding District, Gurage Zone, Southern Ethiopia.
Heal. Sci. J. 11, 1–6. https://doi.org/10.21767/1791-809x.1000518
Dinkes Provinsi Kalimantan Tengah, 2016. Renstra Dinkes Prov. Kalteng 2016-
2021 1–97.
Fahimi, FR and Ashford, L, 2008, Sexual & Reproductive Health in the Middle
East and North Africa A Guide for Reporters, population Reference
Beareau.
Fajrina, N., 2016. Stunting Pada Balita Di Puskesmas. Fak. Ilmu Kesehatan. Univ.
’Aisyah Yogyakarta. Yogyakarta.
Hanim, D, Santosa, & Affandi, 2013, Kesehatan Reproduksi, Field Lab Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Islam, D.P., Kaharingan, D.A.N.H., Studi, P., Gender, K., Indonesia, U.,
Indonesia, R., 2016. PERKAWINAN ANAK Oleh.
Kesehatan, P., Gizi, D.A.N., Masyarakat, B., Mengurangi, U., n.d. Lokasi proyek
kesehatan dan gizi berbasis masyarakat untuk mengurangi stunting (lokasi
pnpm generasi).
Khusna, N.U.R.A., 2016. Gambaran Status Gizi Balita Pada Ibu Yang.
Manzoni, Ana & Cunha, Vanessa. 2018. Dermatosis and Nutritional Disorders.
10.1007/978-3-319-33919-1_38.
Oot, L., Sethuraman, K., Ross, J., Sommerfelt, A.E., 2018. Estimating the Impact
of Two Common Risk Factors for Stunting - Inadequate Dietary Diversity
and Teenage Pregnancy: Models in PROFILES for Country-Level
Advocacy.
Rachmawati, IN, 2010, Pelatihan Kesehatan Reproduksi Remaja Untuk Mencegah
Kematian Perinatal.
Riskesdas, 2018. Hasil Utama Riskesdas Tentang Prevalensi Diabetes Mellitus di
Indonesia 2018. Has. Utama Riskesdas Tentang Prevalensi Diabetes
Melitus di Indones. 2018 8. https://doi.org/1 Desember 2013
UNPFA, 2000, .Kesehatan Reproduksi Remaja: Membangun perubahan yang
bermakna, Out Look vol. 16.
Win, K.M., Putten, M. Van Der, Vajanapoom, N., Amnatsatsue, K., 2013. Early
Pregnancy and Maternal Malnutrition as Precursors of Stunting in Children
under Two Years of Age among Bhutanese Refugees , in Nepal Maternal
Precursors in Stunting of Children 18, 35–42.
https://doi.org/10.1007/s00384-007-0374-z
2
1