Anda di halaman 1dari 47

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN

KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 24-36


BULAN DI POSYANDU KALUKUBULA
WILAYAH PUSKESMAS BIROMARU
KABUPATEN SIGI

Proposal Penelitian

Oleh
NURFAINI
NIM. P07124321032

KEMENTRIAN KESEHATAN REPOBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
JURUSAN KEBIDANAN S.Tr KEBIDANAN
PALU 2022
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………...……………………………………………………i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………………..ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHUALUAN…...…………………………………………………..1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................6
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................6
D. Manfaat Penelitian..................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................8
A. Asi Esklusif............................................................................................................8
A. Tinjauan Stunting anak usia 24-36 bulan............................................................23
C. Kerangka konsep..................................................................................................29
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................................33
A. Jenis dan Rencana Penelitian................................................................................33
B. Waktu dan Tempat Penelitian...............................................................................33
C. Populasi dan sempel.............................................................................................33
D. Variabel Penelitian...............................................................................................35
E. Devinisi operasional.............................................................................................36
F. Cara pengumpulan data........................................................................................37
G. Pengelola data......................................................................................................38
H. Analisis data.........................................................................................................39
I. Penyajian data......................................................................................................40
J. Etika penelitian.....................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air susu ibu (ASI) adalah asupan yang paling baik yang diberikan pada

bayi selama 6 bulan pada kehidupan pertama tanpa mencampur atau

menambahkan cairan lain yang mengandung banyak manfaat dan nutrisi bagi

pertumbuhan anak.Pada pemberian ASI secara esklusif sejak usia 0-6 bulan

sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang bayi,dan antibodi yang bisa

membantu bayi membangun system kekebalan tubuh selama 6 bulan awal

kehidupan (Pani, 2019).

Pemberian ASI esklusif selama 6 bulan yang pertama tanpa memberikan

asupan makanan dan minuman tambahan kecuali memberikan

vitamin,obat,oralit.Serta mempunyai fungsi sebagai asupan yang dapat

memenuhi nutrisi pada bayi dan dapat meningkatkan kekebalan tubuh serta

menurunkan anka kesalitan,kematian oleh sebab itu sangat di sarankan serta di

anjurkan untuk memberikan ASI sampai bayi berusia 2 tahun (Nency, 2017).

Pada tahun 2020 WHO kembali memaparkan data berupa angka

pemberian ASI eksklusif secara global, walaupun telah ada peningkatan,

namun angka ini tidak meningkat cukup signifikan, yaitu sekitar 44% bayi usia

0-6 bulan di seluruh dunia yang mendapatkan ASI eksklusif selama periode

2015-2020 dari 50% target pemberian ASI eksklusif menurut WHO. Masih

1
2

rendahnya pemberian ASI eksklusif akan berdampak pada kualitas dan daya

hidup generasi penerus.Secara global pada tahun 2019, 144 juta balita

diperkirakan stunting, 47 juta diperkirakan kurus dan 38,3 juta mengalami

kelebihan berat badan atau obesitas (WHO, 2020).

Berdasarkan data kementrian kesehatan Indonesia pada tahun 2019

sebesar 68,74% dan telah mencapai pada target renstra Indonesia yaitu sebesar

47 % (kemenkes,2018).dan pada tahun 2019 mengalami penurunan yaitu

sebesar 67,74% namun pada cakupan pemberian ASI esklusif ini telah

mencapai batas target renstra Indonesia sebesar 50%(kemenkes,2019).

Menurut Data Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah pada tahun

2020 yaitu cakupan pemberian ASI esklusif berjumlah 61,9% atau sama

dengan 22,351 anak yang telah di berikan ASI esklusif (Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Tengah, 2020). Berdasarkan Data Dinas Kesehatan

Kabupaten Sigi pada tahun 2020 yaitu cakupan pada pemberian ASI esklusif

sebesar 55,10% atau sama dengan 2,435 yang telah di berikan ASI esklusif

(Dinkes Sigi, 2021). Menurut Data Pada Puskesmas Biromaru pada tahun

2020 sebesar 58,50% atau sama dengan 461 anak yang telah di berikan ASI

esklusif (Puskesmas Biromaru, 2021).

Stunting adalah masalah yang disebabkan oleh kurang gizi kronis yang di

sebabkan asupan gizi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada

pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi .Stunting di

mulai dari janin atau masih dalam kandungan kekurangan gizi pada usia dini

dapat mengakibatkan angka kematian bayi dan anak,menyebabkan


3

penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat dewasa

(indrawati, 2016)

Stunting merupakan masalah kesehatan yang di alami oleh Negara yang

berpendapatan menengah kebawah.Pada anak yang berstatus gizi mengalami

stunting yaitu mereka memiliki intellince Quatient (IQ) 5-10 yaitu angka yang

lebih rendah di bandingkan pada anak yang tidak terkena stunting atau biasa di

katakana normal,pada gangguan perkembangan psikomotor serta gangguan

kemampuan motoric dan integrasi neuro sensor yang dapat meningkatkan

kemtian pda anak (Hanifa, 2017).

Anak yang terkena stunting rentang terjadi pada hari pertama yaitu 1000

hari kehidupan pada hari pertama kehamilan (HPK) yang terganggu,pada sejak

berada dalam kandungan ibunya sampai berusia anak 2 tahun.Nutrisi yang

menjadi factor penyebab utama sebagian anak mengalami stunting,salain itu

pada ibu dan lingkungan serta pada layanan kesehatan.malnutrisi menjadi

penyebab terjadinya gangguan kecerdasan dan tidak proporsionanlnya ukuran

fisik tubuh pada anak serta mengalami gangguan metabolisme.Anak yang

mengalami stunting jangka panjang dapat menjadi penyebab menurunny

intelektual yang sangat berpengaruh pada produktivitas saat dewasa dan

meyebabkan meningktnya terkena penykit yang tidak menular(Kementrian

Perencanaan Pembangunan Nasonal, 2019).

Pada pola mengasuh anak ibu yang kurang baik contohnya tidak

memberikan ASI esklusif selama 0-6 bulan dan memberikan MP ASI yang

tidak tepat waktu anak dapat mengalami stunting pada masa yang akan
4

datang.dala masa ini adalah proses terjadinya stunting pada anak serta

peningkatan peluang stunting terjadi dalam 2 tahun pada pertama kehidupan

(Ansohori.H, 2013).

Pada Pemberian ASI (Air Susu Ibu) yang sangat berkurang di Indonesia

sehingga dapat menyebkan bayi menderita gizi kurang serta dapat

menyebabkan anak menderita gizi buruk.Pada kekurangan gizi ini pada bayi

akan sangat berdampak pada gangguan psikomotor ,kongnitif serta pada soaial

dan klinis dan akan meyebabkan gangguan pada pertumbuhan.dampak yang

lainya yang dapat di timbulkan adalah derajat kesehatan gizi anak Indonesia

yang masih sangat memprihatinkan.Pertumbuhan dan perkembangan pada saat

masih bayi yang masih sangat memrlukan masukknya zat-zat gizi yang

seimbang dan relatif sangat besar.Pada kemampuan bayi untuk makan di batasi

oleh saluran pencernaan yang masih dalam proses pendewasaan.satu-satunya

makanan yang sesuai dengan keadaan pada saluran pencernaan bayi dan yang

dsangat memenuhi kebutuhan selam berbulan-bulan pertama adalah ASI.Anak

yang tidak mendapatkan ASI sangat beresiko lebih tinggi untuk kekurangan zat

gizi yang di perlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan.Gangguan

pertumbuhan yang akan mengakibatkan terjadinya stunting pada anak

(Ansohori.H, 2013).

Menurut World Health Organitation (WHO) dalam syakir

Republika.co.id,2018,batas toleransi stunting (bertubuh pendek) maksimal

20%, atau sepertima dari jumlah keseluruhan balita. Sementara di Indonesia

7,8 juta dari 23 juta balita adalah penderita stunting atau sekitar 36,5%
5

sebanyak 18,5 % kategori sangat pendek dan 17,1% kategori pendek.Ini juga

menyebabkan WHO menetapkan Indonesia sebagai Negara dengan status gizi

buruk (yadika, 2019).

Prevalensi kejadian stunting di Indonesia pada tahun 2021 sebesar

24,4%. Kejadian stunting pada balita menurun dimana pada tahun 2020

prevalensi Stunting sebesar 26,9% (Kemenkes RI, 2021).

Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah masalah pada yang

mengalami kekurangan gizi adalah masalah global yang sampai pada detik ini

masih mendaptkan perhatian yang utama terutama pada Negara-negara yang

berkembng.masalah gizi tersebut yaitu stunting prevelensi stunting yang

tertinggi di provinsi Sulawesi Tengah yaitu Banggai kepulauan,(35,8

%),banggai Laut (36,7%).Pada tingkat stunting nasional stunting (30,8%) serta

pada tingkat Provinsi Sulawesi tengah sendiri yaitu (32,2%) (Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Tengah, 2019).

Berdasarkan pada Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun

2020 menunjukan bahwa prelevasi pada kejadian stunting pada balita sebesar

16,2% dan kejadian stunting pada balita di Kabupaten Sigi pada tahun 2019

yaitu sebesar 24,6% yang dimana mengalami penurunan yang terjadi pada

tahun 2020 yaitu sebesar 19%(Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah,

2020).

Berdasarkan pada data Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi pada tahun 2021

menunjukan bahwa kejadian stunting pada balita yang berada di Kabupaten

Sigi yaitu sebesar 14,4% atau 869 orang balita yang mengalami stunting.Data
6

tersebut puskesmas Biromaru merupakan puskesmas dengan kasus stunting

tertinggi yaitu 120 balita atau 16,1 dan yang tertinggi ke dua yaitu Puskesmas

Kinovaro yaitu 97 balita serta yang tertinggi ke tiga yaitu Puskesmas Marawola

dengan 75 balita yang mengalai stunting (Dinkes Sigi, 2021).

Berdasarkan pengambilan data awal pada Febuari 2022 wilayah kerja

pada Puskesmas Biromaru kabupaten sigi yang terdiri dari 15 desa dan 33

posyandu.Tahun 2020 prevalensi stunting anak usia 7-24 bulan 8,2%

sedangkan pada tahun 2021 mengalami kenaikan yaitu sebanyak 27,3 atau 299

balita yang mengalami stunting(Puskesmas Biromaru, 2021).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan

pemberian ASI ekslusif dengan kejadian stunting pada anak usia 24-36 bulan

di Puskesmas Biromaru?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah di ketahuinya hubungan antara pemberian

ASI ekslusif dengan kejadian stunting pada anak usia 24-36 bulan di

Posyandu Kalukubula Wilayah Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pemberian ASI esklusif pada anak usia12-36 bulan

di Posyandu Kalukubula Wilayah Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi.

b. Untuk mengetahui kejadian stunting pada anak usia 12-36 di Posyandu

Kalukubula Wilayah Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi.


7

c. Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI ekslusif dengan kejadian

stunting pada anak usia 24-36 bulan di Posyandu Kalukubula Wilayah

Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi berupa bahan bacaan

di perpustakaan tentang hubungan pemberian ASI esklusif dengan

kejadian stunting,serta pengalaman yang amat berharga dalam metode

penelitian untuk menentukan hasil riset.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelian ini dapat di jadikan masukan dalam

mengambilkebijakan pelayanankeshatan ibu dan anak dan puskesmas

sanguraratentang pentingnya pemberian ASI ekslusif pada ibu

menyusui yang dalam mencegah kejadian stunting pada anak di

kemudian hari.Hasil penelitian ini juga dapat di jadikan sebagai

khasanah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bahwa

kejadian stunting tidak berdiri sendiri ,tetapi di sebabkan oleh

komplikasi dari berbagai persoalan kesehatan.

3. Manfaat Penelitian Lain

Hasil penelitian ini dapat di jadikan perbandingan untuk

melanjutkan penelitian tentang stunting pada bayi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asi Esklusif

1. Pengertian

Air susu ibu (ASI) esklusif adalah pemberian asi saja tanpa tambahan

makanan dan minuman lain selama 0-6 bulan,bayi harus di beri kesempatan

menyusui secara esklusif selama 6 bulan dan meneruskannya sampai umur 2

tahun akan berkontribusi memberikan makanan sehat dan kualitas

energiserta gizi yang baik bagi anak sehingga membantu memerangi

kelaparan dan kurang gizi(Maryunani.A, 2015).

Asi esklusif merupakan perilaku seorang ibu yang memberikan air susu

saja terhadap bayi sampai dengan umur 6 bulan tanpa makanan atau

minuman tambahan seperti cairan lainnya,susu formula,jeruk,madu,air

teh,air putih serta makanan padat lainnya seperti pisang,bubur,biscuit.

(Ansohori.H, 2013)Asi esklusif merupakan Asi yang di berikan dari 0-6

bulan tanpa makanan dan minuman lainnya bahkan air putih sekalipun tidak

akan di berikan pada tshap Asi esklusif(Andriani, 2014) .

Asi esklusif adalah pemberian Asi sejak pertama bayi di lahirkan

sampai dengan usia 6 bulan.Selama itu ibu di harapkan untuk tidak

memberikan makanan ataupun cairan lainnya,seperti susu formula,air putih,

madu (Maryunani.A, 2015).

8
9

Kesimpulanya yaitu ASI esklusif (Air susu ibu) merupakan ASI yang

di berikan dari sejak bayi lahir sampai umur 6 bulan tanpa memberikan

makanan atau minuman tambahan selain ASI.

2. Manfaat dan kebaikan pemberian ASI Esklusif

a. Manfaat bagi bayi:

1) Asi membantu untuk memulai kehidupan bayi dengan baik

Bayi yang memperoleh ASI yang cukup akan mengalami

Skenaikan berat badan setelah lahir dan memperoleh pertmbuhan

setelah melewati periode perinatal baik untuk mengurangi

kemungkinan obesitas (kristianasari .W, 2013).

2) Mengandung anti bodi

Tata cara pembentukan antibody pada bayi yaitu: apabila ibu

mengalami infeksi maka secara tidak langsung tubuh ibu akan

menghasilakan antibody dan akan di salurkan dengan bantua

jaringan limbosit(kristianasari .W, 2013).

3) ASI mengandung komposisi yang tepat

Dari berbagai jenis makanan yamg di berikan pada bayi yang

berasal dari gizi dan porsi yang cukup dan seimbang Asi sangat di

perlukan terutama pada 6 bulan pertama kehidupan

(kristianasari .W, 2013).

Asi adalah sumber nutrisi dan gizi yang secara alami telah di

sesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan tubuh bayi.ASI

merupakan asupan yang paling sempurna bagi bayi serta


10

mempunyai kuantitas dan kualitas yang sangat mecukupi

kebutuhan bayi sapai 6 bulan (sulistyawati, 2014).

4) Mengurangi kejadian karies dentis

Insiden kariesis dentis yaitu kondisi dimana pada bayi yang

mendapatkan susu formula yang jauh lebih banyak di bandinkan

mendapatkan Asi dan karena itu kebiasaan memakai dot trutama

pada saat tidur dapat menyebabkan rusaknya gigi pada bayi

(kristianasari .W, 2013).

5) Terjadinya ikatan dan rasa aman dan nyaman bagi bayi dan ibu

Terjadinya kontak fisik dan kulit antara ibu dan bayi dapat

menyebabkan soial maupun psikomotor yang lebih baik

(kristianasari .W, 2013).

6) Terhindar dari alergi

Pada pemberian susu formula pada bayi baru lahir akan

merangsang aktivasi yang akan membuat dan menimbulkan efek

alergi.tetapi pada pemberian ASI tidak akan menimbulkan efek

apapun.dan pemberian protein asing di tunda hingga umur 6 bulan

yang akan mengurangi \kemungkinan alergi (kristianasari .W,

2013).

7) Asi menimbulkan kecerdasan bayi

Lemak pada ASI yang tak jenuh dan mengandung omega 3

yang akan membuat terjadinya pematangan pada sel-sel otak

sehingga jaringan yang mendapatkan asupan ASI esklusif akan


11

tumbuh secara optimal dan terbebas dari rangsangan kejang

sehingga anak akan menjadi semakin lebih cerdas dan terhindar

dari kerusakan sel-sel saraf otak (kristianasari .W, 2013).

b. Manfaat bagi ibu yaitu :

1). Aspek kontrasepsi

Ibu mungkin tidak akan menyadari bahwa dengan cara

memberikan ASI pada bayi dapat memberikan aspek kontrasepsi

bagi ibu.Hal tersebut di karenakan hisapan dari mulut bayi kepada

puting susu yang akan merangsang saraf sensorik sehingga post

anterior hipose yang dapat mengeluarkan hormone

prolactin.Prolaktin akan masuk melalui indung telur,dan menekan

produksi estrogen yang mengakibatkan adanya ovulasi (Wiji,

2014).

2). Aspek kesehatan ibu

Hisapan mulut bayi pada payudara yang akan merangsang

terbentuknya okjasitosin oleh kelenjar hipofisis. Pendarahan haid

yang berkurangnya pendarahan pada saat pasca persalinan akan

mengurangi prevalensi anemia defisiensi besi.Oksitosin yang akan

membantu involusi uterus dan yang akan mencegah terjadinya

pendarahan pasca persalianan.karsinoma mamae yang terjadi pada

ibu yang sedang menyusui (Wiji, 2014)


12

3).Aspek penurunan berat badan

Seorang ibu yang sedang menyusui secara esklusif ternyata

lebih cepat dan mudah untuk kembali seperti sedia kala sebelum

hamil.Dengan menyusui tubuh akan menghasikan ASI lebih

banyak sehingga lemak yang berperan sebagai cadangan makanan

akan terpakai(sulistyawati, 2014).

c. Bagi keluarga

1) Aspek psikologi

Sumber kebahagiaan ibu dan keluarga bertambah sehingga

kewajiban ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi dan

keluarga (Wiji, 2014).

2) Aspek ekonomi

Asi yang di berikan pada bayi dapat mengurangi pengeluaran

pada keluarga sehingga uang yang mau di gunakan untuk membali

susu formula dapat di gunakan untuk memenuhi kebutuhan yang

lain (Wiji, 2014).

3) Aspek kemudahan

Menyusui itu sangat praktis untuk ibu dan bayi karena dapat di

berikan di mana saja dan kapan saja tanpa membuat susu,cuci botol

serta merepotkan keluarga atau orang lain untuk membersikan

botol, dan membuat susu ibu cukup langsung menyusui

bayinya(sulistyawati, 2014).
13

d. Bagi Negara

1).menurunkan angka kematian bayi

Adanya factor proktektif dan nutrient yang sesuai dengan

kandungan dalam ASI yang akan menjamin status gizi baik serta dalam

kesakitan dan kematian anak yang menurun.Beberapa penelitian

terhadap epidemiologi menyatakan bahwa ASI dapat melindungi bayi

dan anak dari penyakit infeksi,misalnya diare otitis media dan infeksi

saluran pernafasan akut bagian bawah (Purwanti, 2014).

2). Menghemat devisa Negara

Asi yang di anggap sebagai kekayaan nasional.Jika semua ibu yang

menyusui di perkirakan dapat menghemat Rp.8,6 milyar yang

seharusnya di pakai untuk membeli susu formula (kristianasari .W,

2013).

3).Mengurangi subsidi untuk rumah sakit

Subsidi pada rumah sakit akan mengalami pengurangan di

karenakan rawat gabung akan memperpendek lama rawat ibu dan

bayi,serta dapat mengurangi komplikasi pada persalianan dan infeksi

nosocomial serta mengurangi biaya yang di perlukan dalam perawatan

anak yang sakit.Anak yang Asi akan lebih jarang di rawat di rumah

sakit di bandingkan dengan anak yang minum susu formula

(kristianasari .W, 2013).


14

4) Meningkatkan kualitas generasi penerus

Anak-anak yang mendapkan ASI dapat tumbuh dan berkebang

secara optimal sehingga kualitas generasi penerus akan terjamin

(kristianasari .W, 2013).

e. Bagi bumi ,menyukseskan perlindungan alam

ASI dengan suhu alami sangat segar dan bebas dari pada

bakteri ,maka itu di panaskan dan di sterilkan ,dapat mengurangi

pemborosan bahan bakar dan selain itu untuk memenuhi kebutuhan

susu bubuk yang berlebihan,dunia kita sangat membutuhkan beberapa

alam yang hijau ,bahkan menebang pohin pelindung hutan,untuk

melepaskan sapi perah yang lebih banyak.Serta melepaskan susu

formula dan menggunakan ASI,dapat menghemat sampah-sampah dan

botol susu yang di buang.Jika pada setiap wanita yang melahirkan mau

meyusui bayinya sampai pada umur 2 tahun,maka akan meghemat

pemakaian pembalut wanita (Wiji, 2014).

3. Jenis ASI berdasarkan factor prosuksi

Berdasakan waktu produksi dapat di bagi menjadi 3,yaitu (Wiji,

2014):

a. Kolostrum

Adalah ASI yang dihasilkan dari hari pertama sampai hari ketiga

setelah bayi lahir. Kolostrum adalah susu pertama yang diproduksi

dan mengandung kandungan protein yang sangat tinggi dan lebih

sedikit lemak dibandingkan susu matur. Kolostrum adalah ASI yang


15

diproduksi dari hari pertama sampai hari ke 3 setelah bayi lahir,

kolostrum adalah ASI pertama yang dikeluarkan dan mengandung

kandungan protein yang sangat tinggi dan lebih sedikit lemak

dibandingkan ASI matur.

Colostrum adalah cairan yang pertma keluar dan di sekresi oleh

kelenjr mamae yang mengandung tissue debrisdan redual material

yang terdapat pada alveoli dan ductus dari kelenjar mamae sebelum

dan sesudah melahirkan anak (Purwanti, 2014).

Kolostrum adalah cairan yang pertama kali disekresikan oleh

kelenjar susu yang mengandung debris jaringan dan produk limbah

di alveoli dan saluran kelenjar susu, sebelum dan segera setelah

melahirkan (Maryunani.A, 2015)

Jika dibandimgkan dengan ASI matur, kolostrum memiliki

kandungan zat-zat sebagai berikut (Wiji, 2014):

1) Merupakan cairan kental yang ideal yang berwarna kekuning-

kuningan dibandingkan ASI matur.

2) Merupakan suatu laxative yang ideal untuk membersihkan

meconium usus bayi baru lahir dan mempersiapkan saluran

pencernaan bayi untuk menerima makanan selanjutnya.

3) Lebih banyak mengandung protein dibandingkan ASI matur

tetapi lebih berlainan dengan ASI matur dimana protein yang

utama adalah casein pada kolostrum protein yang utama adalah


16

globulin, sehingga dapat memberikan daya perlindungan tubuh

terhadap infeksi.

4) Lebih banyak mengndung antibodi dibandingkan ASI matur

yang dapat memeberikan perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan

pertama.

5) Lebih rendah kadar karbohidrat dan lemaknya dibandingkan

dengan ASI matur.

6) Total energy lebih rendah dibandingkan ASI matur yaitu 58

kalori/100 ml kolostrum.

7) Vitamin larut lemak lebih tinggi sedangkan vitamin dalam air

dapat lebih tinggi lebih rendah.

8) Bila dipanaskan menggumpal, ASI matur tidak.

9) PH lebih alkaalis dibandingkan ASI matur.

10) Lemaknya lebih banyak mengandung Chlestrol dan lecithin

dibandingkan ASI matur.

11) Terdapat trypisin inhibitor, sehingga hidrolisa protein di dalam

usus bayi menjadi kurang sempurna, yang akan menambah

kadar antibody pada bayi.

12) Volumenya berkisar 150-300 ml/24 jam

b. Air susus masa peralihan (masa transisi)

Ini adalah ASI yang diproduksi dari hari ke 4 hingga hari ke 10.

Pada tahap ini, ASI mengandung lebih banyak lemak dan kalori serta

protein lebih sedikit daripada kolostrum (Wiji, 2014).


17

c. Air susu mature

Asi mature adalah ASI yang di peroleh mulai dari hari ke sepuluh

sampai seterusnya.Asi mature adalah nutrisi bayi yang terus berubah-

ubah dan di sesuaikan dengan tumbuh dan perkembangan bayi

sampai usia 6(enam) bulan ASI ini memiliki warna putih kebiru-

biruan (seperti susu krim) yang maengandung banyak kalori dari pada

susu colostrum ataupun transisi (Wiji, 2014).

4. Anjuran pemberian ASI

Pemberian asi harus di anjurkan kepada setiap ibu yang

melahirkan oleh karena (Prawirharjo, 2014):

a. ASI (colostrum) berisi beberapa antibodi (antibodi) yang dapat

mencegah infeksi bayi.

b. Bayi yang minum Asi jarang menderita gastroenteritis,lemak dan

protein ASI mudah di cernah dan di serap secara lengkap dan saluran

pencernaan : ASI merupakan suatu yang paling baik untuk

pertumbuhan dan tidak mungkin bayi akan menjadi gemuk.

c. . Peluang bayi mengalami kejang karena hipokalsemia sangat kecil,

menyusui adalah cara yang paling sederhana, baik perkembangan

bayi yang normal terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan

5. Mekanisme menyusui

(Sukarni,2013) menyatakan bahwa beberapa mekanisme

menyusi adalah sebagai berikut:


18

a. Refleks mencari (Rooting replex)

Payudara ibu yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling

mulut merupakan rangsangan yang menimbulkan repleks mencari

pada bayi. menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu

yang menempel tadi yang diikuti dengan membuka mulut dan

kemudian puting susu ditarik kedalam mulut.

b. Refleks mengisap (Sucking replex)

Putting susu yang sudah dimasukkan kedalam mulut dengan

bantuan lidah, putting ditarik lebih jauh dengan arah rahang

menekan kalang payudara dibelakang putting susu yang pada saat

itu sudah terletak di langit-langit keras. Dengan tekanan bibir dan

gerakan rahang secara berirama, maka gusi akan menjepit kalang

payudara dan sinur lactiverus, sehingga air susu akan mengalir

keputing susu.

c. Refleks menelan (swallowing replex)

Pada saat AIR susu keluar dari putting susu, akan disusul

dengan gerakan mengisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi

sehingga pengeluaran AIR susu bertambah dan diteruskan dengan

mekanisme menelan masuk kelambung.

6. Cara menyusui

a. Sebelum menyusui ,ASI di kelarkan sedikit demi sedikit dan di

oleskan di putting susu dan areola sekitarnya.hal ini bermanfaat

sebagai desinfektan dan menjaga kelembapan putting susu.


19

b. Posisi badan dan bayi (Maryunani.A, 2015).

1. Ibu duduk atau berbaring dengan santai yaitu posisi menyusui

dengan berbaring.

2. Pegang bayi pada belakang bahunya,tidak pada dasar kepala.

3. Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara.

4. Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu.

5. Dengan posisi seperti ini telinga bayi akan berada dalam satu garis

dengan leher dan lengan bayi.

6. Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan

pantat bayi dengan lengan ibu.

c. Bayi di beri rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex)

(Maryunani.A, 2015) dengan cara :

a. Menyentuh pipi dengan putting susu

b. Menyentuh sisi mulut bayi

d. Setelah bayi membuka mulut,dengan cepat kepala bayi di dekatkan

ke payudara ibu dengan putting serta areola di masukan ke mulut

bayi:

a. Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut

bayi sehingga sehingga putting susu berada di bawah langit-

langit dan lidah byi akan menekan ASI keluar dari tempat

penampungan ASI yang terletak di bawah areola.

b. Setelah bayi mulai mengisap ,payudara tidak perlu di pegang

atau di sangga lagi


20

e. Setelah bayi menyusu pada salah satu payudara sampai terasa

kosong,sebaiknya ganti dengan menyusu pada payudara

lainnya.Cara melepas isapan bayi (Maryunani.A, 2015)..

a. Jari kelingking ibu di masukan pada mulut bayi melalui

sudut mulut.

b. Dengan menekan dagu bawah bayi.

f. Posisi mulut bayi dan putting susu ibu,(kristianasari .W, 2013).

1) Payudara di pegang dengan ibu jari di atas jari yang lain yg

kemudian menopang pada bawah (bentuk C) atau dengan

menjepit paudara dengan jari telunjuk dan jari tengah

dengan berbentuk seperti(gunting) pada belakang areola

(kalang payudara).

2) Bayi di berikan rangsangan sehingga ia membuka

mulutnya(rooting reflex),yaitu dengan cara di sentuhkan

pada putting susu mulut bayi.

3) Tunggu respon bayi dengan cara bayi membuka mulut

dengan lebar dan lidahnya kebawah.

4) Dengan segera dekatkan bayi pada payudara ibu seperti

menekan bahu belakang bayibukan pada bagian kepala

belakang.

5) Posisikan putting susu ibu berada di atas bibir bayi dan

saling berhadapan dengan hidung bayi.


21

6) Dan masukan putting susu ibu dengan cara menyelusuri

langit-langit mulut pada bayi.

7) Masukan sebagian areola (kalang payudara) masuk pada

mulut bayi sehingga putting susu berada pada antara

pertemuan langit-langit yang keras (pelatum danum)pada

langit- langit lunak (platum molle).

8) Lidah bayi yang akan menekan diding bawah pada

payudara seperti gerakan memerah sehingga ASI akan

keluardari sinus lactiferous yang terletakdi bawah kalang

payudara.

9) Sesudah bayi menyusu atau mengisap payudara dengan

baik,payudara tidak perlu di pegang atau di sanggah lagi.

10) Sebagian ibu sering meletakan jarinya pada payudara dan

hidung bayi dengan tujuan agar memudahkan bayi untuk

bernafas.Hal tersebut tidak perlu di lakuakan karena hidung

bayi telah di jauhkan dengan payudara dengan menekan

pantat bayi dengn lengan ibu.

11) Di anjurkan tangan ibu yang bebas di pergunakan untuk

mengelus-ngelus bayi.

g. Langka-langkah menyusui yang benar

1) Ibu melakukan pencucian tangan sebelum menyusui bayinya.


22

2) Ibu duduk dengan santai serta nyaman dan posisi punggung

tegak sejajar dengan punggung pada kursi dan memberikan

alas pada kaki segingga posisi kaki tidak menggantung.

3) Mengeluarkan asi sedikit serta mengoleskan pada putting dan

areola.

4) Bayi di pegang dengan satu lengan dan kepalaterletak pada

lengkungan siku pada ibu dan bokong bayi berada pada

lengan ibu

5) Ibu menempelkan perut bayi dan meletakan satu tanggan di

belakang ibu satu tanggannya lagi berada di depan,kepala

bayi menghadap pada payudara.

6) Ibu memposisikan bayi dengan telinga dan lengan pada garis

yang lurus.

7) Ibu memgang payudara dengan ibu jari berada di atas jari

yang lain serta menopang di bawah sehingga tidak menekan

putting susu atau areola.

8) Ibu meyenentukan putting susu pada mulut bayi sebelum

menyusui.

9) Setelah bayi sudah mulai mengisap,payudara tidak perlu di

sangga atau di pegang lagi.

10) Ibu memperhatikan dengan cara menatap bayi.

11) Pasca menyusui


23

a) Melepas hisapan pada mulut bayi dengan cara jari

kelingking ibu di masukan pada mulut bayi melalui

sudut mulut bayi atau pada dagu bayi di tekan kebawah

b) Setelah bayi usai menyusui,ASI di keluarkan sedikit

kemudian di oleskan pada putting dan areola,dan

biarkan kering dengan sendirinya.

12) Menyendawakan bayi

a) Bayi di gendong dengan tegak serta bersandar pada

bahu ibu kemudian ibu menepuk-nepuk punggung

bayi secara perlahan

b) Bayi di di tidurkan secara tengkurap pada pangkuan

ibu dan kemuadian punggungnya di tepuk secara

perlahan.

c) Menganjurkan pada ibu agar menyusui baying secara

(on demant) atau setiap saat bayi merasa haus.

A. Tinjauan Stunting pada anak usia 24-36 bulan

1. Pengertian Stunting

Stunting merupakan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan

otak terhadap anak yang penyebabnya adalah kurangnya asupan gizi pada

waktu yang sangat lama,infeksi berulang serta kurangnya stimulus

psikolosial.Stunting di tandai pada pangang /tinggi badan anak dan akan

lebih pendek dari anakyang seusianya.Anak yang mengalami stunting ia

akan memiliki tingkat kecerdasan yang sangat tidak maksimal dan stunting
24

juga dapat menjadikan anak akan lebih rentan terhadap penyakit pada masa

depan serta beresiko menurunkan produktifitas (kemenkes, 2018).Stunting

merupakan keadaan gagal tumbuh pada anak balita yang di akibatkan karena

kekurangan gizi yang kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan

(Kementrian BPPN/Bapenas, 2018).

Stunting atau yang biasa di sebut kerdil merupakan kodisi pada seorang

balita yang memiliki tinggi badan atau pangang kurang di bandingkan

dengan anak yang sama umurnya.Pada kondisi ini di ukur dengan tinggi

badan dan panjang badan dari dua minus pada standar deviasi median

standar pertumbuhan anak dari WHO.Pada anak yang stunting termasuk

memiliki masalah pada gizi kronis yang menjadi penyebab yaitu banyak

factor contohnya seperti social ekonomi serta gizi pada saat hamil,bayi

sakit,dan kurangnya asupan gizi pada bayi dan balita yang mengalami

stunting pada masa yang akan datang akan sulit untuk mencapai

perkembangan fisik dan konginitif yang sempurna (Direktorat Gizi

Masyarakat, 2018).

2. Penyebab

Faktor penyebab masalah gizi konteks di Indonesia yaitu di karenakan

masalah gizi yang di alami oleh anak stunting adalah karena rendahnya

asupan makanan yang bergizi dan status kesehatan.Pada anak penderita

stunting akan menitiberatkan penanganan yang di karenakan oleh

penyebab masalah gizi ,yang berhubungan dengan masalah pada gizi yang

berkaitan dengan ketahanan pangan pada pangan bergizi(makanan),dan


25

lingkungan social yang berkaitan dengan pemberian makanan pada bayi

dan anak (pengasuhan),serta akses pada layanan kesehatan agar mencegah

dan pengobatan (kesehatan) dengan kesehatan lingkungan yang meliputi

ketersediaanya air bersih dan sanitasi (limgkungan) empat factor tersebut

sangat mempengaruhi pada asupan gizi serta status kesehatan pada ibu dan

anak.Intervensi pada empat factor yang tersebut sangat di harapkandapat

mencegah masalah gizi,baik kekurangan maupun kelebihan gizi.

Perkembangan dan pertumbuhan pada anak dapat di pengaruhi oleh

beberapa factor seperti factor keturunan,pada penelitian Dubois,et.al pada

tahun 2012 yang menunjukan bahwa factor keturunan hanya sedikit (4-7%

pada wanita) yang mempengaruhi pada tinggi badan seseorang anak saat

lahir.Dan sebaliknya pengaruh terhadap factor lingkungan pada saat anak

lahir ternyata sangat besar (74-78% terhadap anak perempuan) hal ini

dapat di buktikan bahwa pada kondisi lingkungan yang sangat mendukung

dapat membantu perkembangan dan pertumbuhan anak (Kementrian

BPPN/Bapenas, 2018).

Pada penyebab tidak langsung pada masaalah stunting dapat di

pengaruhi oleh berbagai factor seperi pendapatan pada kesenjangan

ekonomi,perdagangan,urbanisasi,globalisasi,sistem pangan,jaminan

social,system kesehatan ,pembangunan pertanian serta pemberdayaan

perempuan.Untuk mengatasi terjadinya stunting di perlukan beberapa

persyaratan pendukung yang mencakup (a)komitmen politik dan kebijakan

untuk pelaksanaan; (b) pada keterlibatan pemerintah dan lintas sector (c)
26

pada kapasitas untuk melaksanakan.Pada penurunan stunting sangat

memerlukan pendekatan yang sangat meyeluru yang harus di mulai

padapemenuhan prasarat pendukung (Kementrian BPPN/Bapenas, 2018).

3. Dampak dari stunting

Pada permasalahan stunting pada anak usia dini terutama pada 1000

HPK,akan sangat berdapak pada kwalitas sumber daya manusia

(SDM).stunting dapat menyebabkan organ tubuh pada manusia tidak dapat

berkembang dengan optimal.Pada balita yang menderita stunting

berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita di dunia dan

menyabakan 55 juta Disability-adjusted Life year (DAYLYS),yaitu

hilangnya masa hidup sehat setiap tahun.

a. Dalam jangka waktu yang pendek stunting dapat menyebabkan gagal

tumbuh dan hambatan perkembangan konginitif serta motoric,dan tidak

optimalnya perkembangan fisik serta gangguan metabolisme.

b. Pada jangka yang panjang stunting dapat menyebabkan menurunnya

kapasitas intelektual pada anak.Gangguan dan struktur fungsi sarafserta

sel-sel otak yang bersifat permanen dan menurunnya daya serap

pembelajaran pada usia sekolah yang akan sangat berpengaruh pada

produktifitas anak saat dewasa.Selain itu kekurangan gizi ini dapat

menyebabkan gangguan pertumbuhan (pendek atau kurus)serta

meningkatkan resiko pada penyakit tidak menular seperti diabetes

militus,hipertensi dan jantung kroner serta struk.


27

4. Upaya pencegahan stunting

Pada upaya mewujudkan hal tersebut pemerintah menetapkan

stunting sebagai salah satu program yang prioritas.Berdasarkan pada

Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga upaya ini

di lakukan menurunkan prelevasi stunting (Direktorat Gizi Masyarakat,

2018)di antaranya sebagai berikut :

a. Ibu hamil dan bersalin

1) Intrvensi pada 1000 hari pertama kehidupan;

2) Mengupayakan jaminan mutu antenatal care (ANC) terpadu;

3) Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;

4) Menyelengarakan program pemberian makanan tinggi

kalori,protein,dan mikronuterin (TKPM);

5) Deteksi dini penyakit menular dan tidak menular

6) Pembatasan kecacingan;

7) Meningkatkan transformasi kartu menuju sehat (KMS) dan ASI

Esklusif;

8) Penyelenggaraan konseling instansi menyusui dini IMD

9) Penyuluhan dan pelayanan KB;

b. Balita

1) Menyelengarakan kegiatan pemberian makanan tambahan (PMT)

untuk balita;

2) Menyelengarakan stimulasi dini perkembangan anak ;


28

3) Meningkatkn penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) pola gizi seimbang merokok ,bebas narkona;

c. Anak usia sekolah

1) Melakukan relevasi usaha kesehatan sekolah (UKS);

2) Menguatkan kelembagaan UKS;

3) Menyelenggarakan program gizi anak sekolah (PROGRS);

4) Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas narkoba;

d. Remaja

1) Meningkatkn penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) pola gizi seimbang,tidak merokok ,bebas narkona;

2) Pendidikan kesehatan reproduksi;

e. Dewasa muda

1) Peyuluhan dan pelayanan keluarga berecana;

2) Deteksi dini penyakit menular dan tidak menular;

3) Meningkatkn penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) pola gizi seimbang merokok ,bebas narkona;

B. Status gizi tinggi badan berdasarkan umur anak (TB/U)

Indikator ini digunakan oleh anak usia 0-60 bulan, dengan tujuan untuk

mengukur tinggi badan sesuai dengan usia anak.Penilaian TB/U dipakai untuk

megindentifikasi penyebab jika anak memiliki tubuh pendek.Akan tetapi,

indikator TB/U hanya bisa digunakan bagi anak usia 2-18 tahun dengan posisi

berdiri.Sementara jika usianya masih di bawah 2 tahun, pengukurannya

menggunakan indikator panjang badan atau PB/U dengan posisi berbaring.Bila


29

anak berusia di atas 2 tahun diukur tinggi badannya dengan cara berbaring,

nilai TB harus dikurangi dengan 0,7 sentimeter (cm) (Kementrian

BPPN/Bapenas, 2018).

1. Status gizi anak berdasarkan TB/U yakni:

2. Tinggi: >+3 SD

3. Tinggi badan normal: -2 SD sampai dengan +3 SD

4. Pendek (stunting): -3 SD sampai dengan <-2 SD

5. Sangat pendek (severe stunting): <-3 SD

C. Kerangka konsep

Kerangka konsep adalah dasar pemikiran pada penelitian yang telah di

rumuskan pada fakta –fakta ,observasi,dan tinjauan pustaka yang akan di

jadikan pijakan pada penelitian (Munawaroh,2014)

Kerangka pada konsep penelitian yang berhubungan pada pemberian ASI

esklusif dengan kejadian stunting pada anak usia 24-36 bulan di Posyandu

Kalukubula Wilayah Puskesmas Biromaru

a. Kerangka konsep

Kerangka konsep adalah dasar pemikiran pada penelitian yang telah di

rumuskan pada fakta –fakta ,observasi,dan tinjauan pustaka yang akan di

jadikan pijakan pada penelitian (muawaroh, 2014) .

Kerangka pada konsep penelitian yang berhubungan pada pemberian

ASI esklusif dengan kejadian stunting pada anak usia 24-36 bulan di

Posyandu Kalukubula Wilayah Puskesmas Biromaru

Pemberian ASI Kejadian stunting pada


Esklusif anak usia 24-36 bulan
30

Gambar 2.1Kerangka Konsep Penelitian.

b. Hipotesis

Ha

Ada hubungan pemberian ASI esklusif dengan kejadian stunting

pada anak usia 24-36 bulan di wilayah kerja puskesmas biromaru

Ho

Tidak ada hubungan pemberian ASI esklusif dengan kejadian

stunting pada anak usia 12-36 bulan di wilayah kerja puskesmas

biromaru.
BAB III

METOE PENELITIAN

A. Jenis dan Rencana Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian kuantitatif dengan

menggunakan metode deskriptif korelational. Rancangan yang di gunakan

dalam penelitian adalah case control. Penelitian ini adalah penelitian yang

berusaha melihat kebelakang,arinya mengumpulkan data di mulai dari efek

atau akibat yang sudah pernah terjadi. Dan kemudian agar mengidentifikasi

hubungan pada variabel terikat (variable dependent) yaitu stunting sebagai efek

atau sebab (variable independent) ialah pada ASI esklusif dan pangang badan

lahir sebagai factor resiko yang terjadi pada waktu yang lampau (Notoatmodjo,

2014b).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan agustus Tahun 2022 di

Posyandu Kalukubula Wilayah Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi.

C. Populasi dan sempel

1. Populasi

Pada penelitian ini adalah terdapat dua istilah yaitu subjek dan

responden, yang dimaksud subjek adalah anak balita usia 24-36 bulan dan

responden adalah orang tua balita yang berada di Puskesmas Biromaru

33
34

Kabupaten Sigi. Populasi pada penelitian ini adalah semua orang tua balita

yang mempunyai anak balita usia 24-36 bulan (subjek) yang berada di

Posyandu Kalukubula Wilayah Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi.

2. Sampel

a. Besar sampel

Sampel merupakan proses pemilihan pada sejumlah elemen

secukupnya pada populasi, sehingga pada penelitian terdapat sampel

pemahaman tentang sifat atau karakteristik yang dapat

menggeneralisasikan sifat atau karakteristik tersebut pada elemen

populasi (macdfoedz, 2013).Besar pada sampel di hitung menggunakan

rumus slovin:

1 + n (d2)

Keterangan : N : Besar populasi

n : Besar sampel

d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang di

inginkan

n= 202

1+202 (0,15)2

n= 202

5.545

n= 37
35

b. Cara pengambilan sampel

Pengambilan sampel yaitu dilakukan dengan cara

Pengambilan sampel di lakukan pada sampling,yaitu terhadap

teknik pengambilan yang di lakukan pada karakteristik yang di

tetapkan terhadap populasi dan target yang di sesuaikan pada

pertimbangan peneliti.

c. Kriteria induksi dan ekslusi

Perbandingan pada kelompok kasus dan kontrol pada penelitian

ini ialah 1:1

1) Kriteria inkulusi kasus

a) Ibu balita usia 24-36 bulan bersedia menjadi

responden

b) Mengalami kejadian stunting

2) Kriteria inklusi kontrol

a) Balita usia 24-36 bulan tidak mengalami stunting

3) Kriteria eklusi kontrol

a) Balita usia 24-36 bulan

D. Variabel Penelitian

Dalam variable penelitian ini adalah variable bebas (independent) terhadap

spemberian ASI esklusif. Variabel terikat (dependent) yaitu kejadian stunting.


36

E. Devinisi operasional

1. Stunting

Definisi : perawakan pada anak yang pendek dari anak yang

normal seusianya yang ditentukan secara

antropometri pada bayi usia 24-36 bulan

berdasarkan pada indeks TB/U atau PB/U

Alat ukur : Mikrotoice, timbangan, dan pita ukur

Cara ukur : Pengukuran tinggi badan dan berat badan

Skala ukut : Nominal

Hasil ukur : Stunting jika keadaan tubuh pendek bila nilai z-

score <-2 SD

Tidak stunting bila nilai z-score > -2 SD.

2. Pemberian ASI esklusif

Definisi : Kegiatan menyusui yang dilakukan oleh ibu

tanpa mengganti ASI dengan makanan atau

minuman lain yang diberikan sejak baru lahir

sampai pada umur 6 bulan.

Tidak ASI esklusif kegiatan menyusui yang di

lakukan oleh ibu dengan mengganti ASI dengan

makanan atau minuman lain yang di berikan sejak

baru lahir sampai pada umur 6 bulan

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Pengisian kuesioner


37

Skala ukur : Nominal

Hasil ukur : ASI esklusif,jika di berikan pada bayi ASI saja

sejak usia 0-6 bulan tidak esklusif,jika bayi di

berikan makanan tambahan yang lain sebelum

berusia 6 bulan.

F. Cara pengumpulan data

1. Data primer

Data primer merupakan data yang di kumpulkan atau di peroleh

langsung dari objek penelian atau responden.Data primer dalam

penelitian ini yang mencakup data rantropometri responden (pengukuran

tinggi badan dan umur).

2. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian merupakan data tentang status gizi di

Provinsi Sulawesi Tengah ,kabupaten Sigi dan data tentang balita di

puskesmas Biromaru.

3. Tahapan penelitian

Pada tahapan penelitian yang di tempu peneliti terhadap langka awal

dengan memberikan penjelasan tentang maksud penelitian,kemudian

peneliti yang memberikaan lembar persetujian kepada respondent (orang

tua anak ),setelah itu pada langka selanjutnya yaitu peneliti melakukan

wawancara terhadap ibu kemudian mengukur tinggi badan serta berat

badan anak.Pada tadap yang selanjutnya yaity peneliti melakukan

tabulasi checklist dengan memeriksa kelengkapan serta keseragaman dan


38

memberi kode,melakukan tabulasi, memasukan data dan membersikan

data serta memperjelas data yang di kumpulkan.

G. Pengelola data

Pengelola data di bagi menjadi 6 ( enam) bagian yaitu:

1. Editing adalah memriksa kelengkapan serta keseragaman data

2. Coding adalah memberikan kode pada data atau memberikan simbol

tertentu pada setiap jawaban

3. Tabulating adalah pengelompokan data ke dalam suatu table tertentu

menurut sifat yang di miliki sesuai dengan tujuan penelitian

4. Entri adalah memasukan data secara manual

5. Clearning data adalah tahap akhir dari pengelolahan data yang yaitu untuk

membersikan data yang telah dalam computer

6. Describing data adalah yang menggambarkan atau memperjelas data yang

di kumpulkan oleh anlisis data.

H. Analisis data

1. Analisis univariat

Dilakukan agar mengetahui distribusi frekuensi dan proporsi masing-

masing dari kategori variable yang akan di teliti.Pada analisa ini di lakukan

dengan cara melihat pada presentase data yabg telah terkumpul dan di

sajikan dalam bentuk table distribusi frekuemsi, kemudian di cari jumlah

prensentase yang terbesar. Pada umumnya analisa ini akan di peroleh hasil

yang dalam bentuk presentase.Dengan sebagai berikut (Notoatmodjo,

2014).
39

Rumus :

P= f x 100%

keterangan :

P : Presentase

f : Jumlah subjek yang ada pada kategori tertentu

n : jumlah atau keseluruhan responden

2. Analisis bivariat

Metode ini di gunakan unuk mengetahui pengaruh antara variable

indepent serta variable dependent,dalam penelitian ini analisis bivariate di

gunakan untuk mengetahui hubungan tentang kejadian pada stunting

dengan pemberian ASI esklusif menggunakan uji chi square nilai

kemaknssn 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%.

I. Penyajian data

Data yang di sajikan dalam bentuk table dan narasi.

J. Etika penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian ada beberapa prinsip yang harus di

pegang teguh (Notoatmodjo, 2014),yaitu :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Para peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian

untuk mendapatkan informasi tentang tujuan penliti melakukan penelitian

tersebut.Disamping itu ,para peneliti juga harus memberikan kebebasan

pada subjek untukmemberikan informasi atau tidak memberikan


40

informasi (berpartisipasi).Sebagai ungkpan ,peneliti yang menghormati

harkat dan martabat subjek penelitian.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and confidentiality)

Semua orang yang mempunyai hak-hak sebagai individu termsuk

privasi dan kebebasan seseorang dalm memberikan informasi.Setiap

individu berhak untuk tidak memberikan apa yang ia ketahui kepada

orang lain.Oleh karena itu para peneliti tidak boleh menampilkan

informai yang menegenai identitas subjek.Para peneliti seyogyanya

cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas respondent.

3. Keadilan dan inklusivitas /keterbukaan (respect for justice an

inclusiveness)

Pada prinsip keterbukaan dan adil perlu di jaga oleh peneliti

dengan kejujuran.Keterbukaan serta kehati-hatian.Untuk itu lingkungan

peneliti perlu di kondisikan sehingga pada prinsip ketebukaan,yakni

dengan menjelaskan prosedur penelitian.Pada pripnya keadilan ini yang

menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan serta

keuntungan yang sama,tanpa membedakan jender,agama,etnis,dan

sebagainya.

4. Mempertimbangkan manfaat penelitian dan kerugian

Pada sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat yang

semaksimal mungkin bagi masyarakat yang pada umumnya,dan subjek

penelitian yang pada khususnya.Para peneliti hendaknya berusaha


41

meminimalisir dampak yang sangat merugikan bagi subjek.Oleh karena

itu pelaksaanaan penelitian harus dapat mencegah paling tidaknya dapat

menggutangi rasa sakit,cidera,maupun kematian pada subjek penelitian.


42

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

2. Karakteristik Responden

Gambaran karakteristik umur, pendidikan, dan pekerjaan responden

dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Karakteristik Pendidikan, Pekerjaan, Jumlah Anak Dan Jenis

Kelamin Balita Di Posyandu Kalukubula Wilayah Puskesmas

Biromaru Kabupaten Sigi

Frekuensi (f)
Variabel Presentase (%)
N=96
Pendidikan
SMP 21 56,8
SMA 12 31,4
S1 4 10,8
Pekerjaan
PNS 4 10,8
Wiraswasta 10 27,0
Tani 23 62,2
Jumlah Anak
1 5 13,5
2 3 8,1
3 12 32,4
4 5 13,5
5 2 5,4
6 10 27,0
Jenis Kelamin Balita
Laki- Laki 20 54,1
Perempuan 17 35,9
43

Sumber : Data Primer 2021

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa kelompok pendidikan

terbanyak adalah SMP sebanyak 21 responden (56,8%). Distribusi

frekuensi pekerjaan terbanyak adalah tani yaitu sebanyak 23 responden

(62,2%). Distribusi frekuensi jumlah anak terbanyak adalah 3 sebanyak

12 responden (32,4%). Distribusi frekuensi jenis kelamin terbanyak

adalah laki-laki sebanyak 17 responden (35,9%).

3. Analisis Univariat

Distribusi frekuensi pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian

stunting pada anak usia 24-36 bulan di Posyandu Kalukubula Wilayah

Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian

Stunting Pada Anak Usia 24-36 Bulan Di Posyandu

Kalukubula Wilayah Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi

Frekuensi (f)
Variabel Presentase (%)
N=96
Pemberian ASI
ASI Ekslusif 14 37,8
Tidak Asi Ekslusif 23 62,2
Kejadian Stunting
Stunting 17 45,9
Tidak Stunting 20 54,1

Sumber : Data Primer 2021

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa pemberian ASI Ekslusif

pada anak usia 24-36 bulan adalah kategori tidak ASI Ekslusif yaitu
44

sebanyak 23 anak (62,2%). Kejadian stunting pada anak usia 24-36

bulan sebagian besar adalah tidak stunting yaitu sebanyak 20 anak

(54,1%).

4. Hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian stunting pada

anak usia 12-36 di Posyandu Kalukubula Wilayah Puskesmas Biromaru

Kabupaten Sigi

Berdasarkan hasil tabulasi silang hubungan antara pemberian ASI

ekslusif dengan kejadian stunting pada anak usia 12-36 di Posyandu

Kalukubula Wilayah Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

Tabel 4.4 Hubungan Antara Pemberian ASI Ekslusif Dengan

Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-36 Di Posyandu Kalukubula

Wilayah Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi

Kejadian Stunting
Total
Pemberian ASI Tidak p value
Stunting (N)
Ekslusif Stunting
F % F %
ASI Ekslusif 3 21,4 11 78,6 14
Tidak Asi Ekslusif 14 60,9 9 39,1 23 0,020
Jumlah 17 45,9 20 54,1 37
Sumber : Data Primer 2021

Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 14 responden yang ASI

Ekslusif , sebagian besar responden tidak mengalami stunting yaitu

sebanyak 11 responden (78,6%). Dari 23 responden yang tidak ASI

Ekslusif, sebagian besar responden mengalami stunting yaitu sebanyak 20

responden (54,1%)
45

Berdasarkan uji statistik nilai p 0,020 (p value ≤ 0,05), nilai p value

lebih kecil dari pada 0,05 maka Ha diterima yang artinya ada hubungan

hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian stunting pada

anak usia 12-36 di Posyandu Kalukubula Wilayah Puskesmas Biromaru

Kabupaten Sigi.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani. (2014). Peran Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Kencana.
Ansohori.H. (2013). faktor resiko kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan.
universitas Diponegoro.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. (2019). Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tengah Tahun.
Dinkes Sigi. (2021). profil kesehatan kabupaten sigi.
Direktorat Gizi Masyarakat. (2018). situasi balita pendek (stunting) di indonesia.
Hanifa, D. (2017). hubungan pemberian Air Susu ibu Esklusif dengan kejadian
stunting pada anak 12-36 bulan di wilayah kerja di puskesmas wonasari
1gunung kidul. Hubungan Pemberian Air Susu Ibu Esklusif Dengan
Kejadian Stunting Pada Anak 12-36 Bulan Di Wilayah Kerja Di Puskesmas
Wonasari 1gunung Kidul.
indrawati. (2016). hubungan pemberian asi esklusif dengan kejadiaan stunting
pada anak usia 2-3 tahun di desa karangrejek wonosari gunung kidul.
Universitas Aisyiah.
Kemenkes. (2018). penanggulangan stunting di desa.
Kemenkes RI. (2021). Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesi (SSGI).
Kementrian BPPN/Bapenas. (2018). pedoman pelaksanaan intervensi
menurunkan stunting terintegrasi di kabupaten kota.
Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasonal. (2019). Kementrian
Perencanaan Pembangunan Nasonal.
Kristianasari .W. (2013). ASI menyusui dan sadari. Nuhu medika.
Macdfoedz. (2013). metode penelitian kedokteran,keperawatan,kebidanan,dan
kesehatan lainnya. Metode Penelitian
Kedokteran,Keperawatan,Kebidanan,Dan Kesehatan Lainnya.
Maryunani.A. (2015). insiasi menyusui dini ASI Esklusif dan manajemen laktasi.
Trans info media.
Muawaroh. (2014). memahami metode penelitian.
Nency, A. (2017). faktor yang berhubungan dengan berhubungan dengan
pemberian ASI esklusif pada ibu bekerja di kabupaten orang komering ulu.
Faktor Yang Berhubungan Dengan Berhubungan Dengan Pemberian ASI
Esklusif Pada Ibu Bekerja Di Kabupaten Orang Komering Ulu.
Notoatmodjo, s. (2014a). kesehatan masyarakat ilmu da seni.
Notoatmodjo, s. (2014b). metode penelitian kesehatan.
Pani, W. (2019). hubungan insiasi menyusui dini dan rawat gabung dengan
produksi air susu ibu pada post partum di RSU Anutapura palu. Hubungan
Insiasi Menyusui Dini Dan Rawat Gabung Dengan Produksi Air Susu Ibu
Pada Post Partum Di RSU Anutapura Palu, 1.
Prawirharjo. (2014). ilmu kebidanan. Bina pustaka sarwono prawirohardjo.
Purwanti. (2014). konsep penerapam ASI esklusif.
Puskesmas Biromaru. (2021). laporan tahunan puskesmas Biromaru.
Sulistyawati. (2014). buku ajar asuhan kebidanan ibu nifas.
Wiji. (2014). ASI dan panduan ibu menyusui. Nuha medika.
Yadika. (2019). hubungan pemberian ASI esklusif dengan kejadian stunting pada
balita 2-3 tahun di wilayah kerja puskesmas way urang kabupaten lampung
selatan. universitas lampung.

Anda mungkin juga menyukai