Anda di halaman 1dari 52

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal ini telah diperiksa dan disetujui oleh Tim Pembimbing

Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Prodi Sarjana

Terapan Keperawatan

Nama : Winda Purwansyih

NIM : P07120318024

Palu, Juli 2022

Pembimbing I

Nasrul, SKM.,M.Kes

NIP. 196804051988021001

Palu, Juni 2022

Pembimbing II

Selvi Alfrida Mangundap,S.Kp.,M.Si

NIP. 196604241989032002

Mengetahui

Ketua Prodi Sarjana Terapan Keperawatan

Iwan, S.Kep, Ners, M.Kes

NIP. 197703262003121004

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii

DAFTAR ISI....... ......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................. 1


B. Rumusan Masalah ....................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ....................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan .......................................................... 8


B. Konsep Pendidikan ........................................................... 12
C. Konsep Usia ..................................................................... 18
D. Konsep Pekerjaan ............................................................. 19
E. ASI Eksklusif ................................................................... 20
F. Konsep Stunting .............................................................. 34
G. Kerangka Konsep Penelitian .............................................. 39
H. Hipotesis Penelitian .......................................................... 40

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................... 41


B. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................... 41
C. Populasi dan Sampel ................................................... 41
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional................ 42
E. Pengumpulan Data ...................................................... 44
F. Analisis Data .............................................................. 46
G. Penyajian Data ............................................................ 47

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 48

LAMPIRAN

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting atau yang sering disebut kerdil atau pendek merupakan

suatu keadaan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak akibat

kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, serta kurangnya stimulasi

psikososial yang terjadi sejak 1000 hari pertama kehidupan. Balita

stunting (pendek) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) berada di

bawah -2SD berdasarkan WHO Child Growth Standard Median.

Sedangkan seorang anak dikategorikan dalam gizi kurang (underweight)

apabila berat badannya (BB/U) berada di bawah minus dua standar

deviasi berat badan anak seumurnya ( World Health Organization, 2018).

Stunting dan gizi kurang (underweight) pada balita saat ini telah

menjadi permasalahan global khususnya di negara-negara miskin dan

berkembang karena dampak yang ditimbulkan yaitu apabila anak

mengalami stunting, kondisi tersebut bukan hanya menghambat

pertumbuhan fisik dan membuat anak rentan terhadap penyaki tetapi juga

menghambat perkembangan kognitif yang mempengaruhi tingkat

kecerdasan serta menurunkan produktivitas anak di masa depan yang

berimbas pada perekonomian suatu negara (Tim Nasional Percepatan

Penaggulangan Kemiskinan, 2018).

Di Indonesia kejadian balita pendek (stunting) saat ini juga

menjadi perhatian pemerintah sehingga merupakan salah satu dari lima


2

isu strategis yang menjadi prioritas pembangunan kesehatan nasional

2020-2024 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pokja Renstra,

2020). WHO dalam World Health Statistics data visualizations

dashboard tahun 2019 menunjukan bahwa Indonesia mengalami

penurunan prevalensi stunting di antara negara Asia lainnya yaitu jika

pada tahun 2017 Indonesia menempati urutan ke 3 dengan prevalensi

36,4%, pada tahun 2018 Indonesia berada di posisi ke 6 dengan

prevalensi 36%. Sedangkan secara global, Indonesia menempati urutan ke

34 (36%) dari rata-rata prevalensi dunia yaitu 21,9% (World Health

Organization, 2019).

Permasalahan tumbuh kembang anak ini membawa dampak

jangka pendek yaitu terganggunya perkembangan otak, kecerdasandan

gangguan metabolisme dalam tubuh serta meningkatkan potensi sakit dan

kematian pada anak (Sumardillah, 2019). Ekonomi keluarga juga

mempengaruhi stunting, bertambahnya resiko sakit maka biaya

pengobatan pun bertambah. Dampak jangka panjang yaitu tidak

optimalnya pertumbuhan fisik anak, imunologi, besarnya resiko terkena

penyakit tidak menular, kesehatan yaang memburuk, intelektual atau

kecerdasan dan prestasi pendidikan di masa anak-anak

(Tsarahkatifah,2020). Pada anak tersebut sudah mulai sekolah, stunting

juga dapat membawa permasalahan tersendiri. Anak dengan stunting

cenderung tidak memiliki kapasitas belajar dan performa yang optimal

serta saat bertumbuh dewasa, produktivitas dan kapasitas kerja juga tidak
3

optimal (Zumrotin, 2020).

Asupan energi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya

ketidakseimbangan energi. Ketidakseimbangan energi dalam jangka

waktu yang lama menyebabkan terjadinya masalah gizi. Balita Bawah

Dua Tahun (Baduta) dengan tingkat asupan energi yang rendah

mempengaruhi pada fungsi dan struktural perkembangan otak serta dapat

mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang

terhambat. Energi dapat diperoleh dari beberapa zat gizi makro yaitu

karbohidrat, protein dan lemak yang berasal dari makanan. Energi

berfungsi sebagai penunjang proses pertumbuhan, metabolisme tubuh

dan berperan dalam proses aktivitas fisik (Ayuningtyas dkk,2018).

Energi yang kurang dapat menyebabkan berkurangnya insulin plasma

sehingga dapat menurunkan sintesis Liver Insulin Growth Factor (IGF),

yang mempengaruhi kinerja IGF binding protein -1, hormone tirid, dan

faktor sistemik lainnya yang terlibat dalam fibroblast growth factor

(FGF-21) yang semua itu berperan dalam pertumbuhan panjang badan

atau tinggi badan (Nugraheni,2020).

Adapun salah satu faktor yang mempengaruhi stunting adalah

ASI eksklusif. Data WHO (2016), menunjukan cakupan ASI eksklusif

pada bayi usia 0-6 bulan di seluruh dunia sebesar 39%, sedangkan

cakupan pemberian pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di

Indonesia berdasarkan data dan informasi profil kesehatan Indonesia

tahun 2018 masih rendah yakni sebesar 65,16% dimana targer


4

pencapaian pemberian ASI eksklusif menurut WHO harus sebesar 80%

(Kemenkes RI,2018). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33

Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif adalah ASI yang

diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa

menambahkan dan mengganti dengan makanan atau minuman lain,

kecuali obat, vitamin, dan mineral ( Kemenkes, 2017).

Pada bayi ASI sangat berperan sebagai nutrisi lengkap. ASI

berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh pada bayi sehingga dapat

menurunkan resiko penyakit infeksi. Makanan yang dikonsumsi ibu dan

status gizi ibu tidak mempengaruhi kadar mineral dalam ASI. Kandungan

mineral dalam ASI lebih mudah diserap dari pada mineraldalam susu

sapi. Kalsium merupakan mineral utama yang terdapat pada ASI yang

berfungsi untuk transimi jaringan saraf, pertumbuhan jaringan otot,

rangka dan pembekuan darah. Kadar kalsium ASI lebih rendah

dibaandingkan susu sapi namun tingkat penyerapannya lebih tinggi,

kadar fosfor, magnesium, vitamin D,dan lemak mempengaruhi

penyerapan kalsium. Hal ini yang mendukung pertumbuhan bayi

terutama tinggi badan sehingga bayi yang diberikan ASI eksklusif

memiliki tinggi badan yang sesuai dengan kurva pertumbuhan

dibandingkan dengan bayi yang diberikan dnegan susu formula. Bayi

yang mendapatkan ASI eksklusif dapat terhindar dari resiko stunting

(Chyntia dkk, 2019).


5

Berdasarkan hasil utama Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018

prevalensi balita pendek (stunting) di Indonesia juga mengalami

penurunan dari tahun 2013 yaitu dari angka 37,2% menjadi 30,8% diikuti

gizi kurang (underweight) dari 19,6% menjadi 17,7% dan prevalensi

balita kurus (wasting) juga mengalami penurunan dari 12,1% menjadi

10,2% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Data utama Riskesdas 2018 juga menunjukan bahwa provinsi

dengan prevalensi balita stunting dan gizi kurang (underweight) tertinggi

di Indonesia adalah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan angka

prevalensi stunting mencapai 42,6% dan gizi kurang (underweight)

29,5% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Dan dari 21

kabupaten di provinsi NTT, terdapat 13 kabupaten yang masuk dalam

100 kabupaten prioritas untuk penanganan stunting (Tim Nasional

Percepatan Penaggulangan Kemiskinan, 2017).

Angka kasus stunting pada balita di Provinsi Sulawesi Tengah

pada tahun 2020 sebanyak 25.500. pada tahun 2021 menjadi 21.291.

(Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, 2020) kasus data ini

menunjukan terjadi penurunan kasus stunting pada balita.

Angka kasus stunting pada balita di Puskesmas Biromaru tahun

2019 sebanyak 488 kasus, pada tahun 2020 sebanyak 478 kasus, dan

pada tahun 2021 sebanyak 308 kasus. Status berdasarkan data kasus

tersebut menandakan bahwa terjadi penurunan kasus stunting pada balita

di wilayah Puskesmas Biromaru dari tahun ke tahun.


6

Data 78 ibu dari 5 orang yang memberikan ASI pada anaknya di

wilayah puskesmas Biromaru diberi pertanyaan mengenai pencegahan

stunting dan mereka mengatakan masih belum memahami tentang apa itu

stunting sehingga hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti

faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu dalam

memberikan ASI untuk mencegah stunting di wilayaah kerja Puskesmas

Biromaru.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang yang ada, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apa saja faktor-faktor

yang berhubungan dengan pengetahuan ibu dalam memberikan ASI

eksklusif untuk mencegah stunting ?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-

faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu dalam memberikan

ASI untuk mencegah stunting di Puskesmas Biromaru.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui faktor usia yang berhubungan dengan

pengetahuan ibu tentang pemberian ASI di Puskesmas Biromaru

b. Untuk mengetahui tentang faktor pendidikan yang berhubungan

dengan pengetahuan ibu tentang pemberian ASI di puskesmas

Biromaru
7

c. Untuk mengetahui tentang faktor pekerjaan yang berhubungan

dengan pengetahuan ibu tentang pemberian ASI di puskesmas

Biromaru.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Politeknik Kesehatan Palu

Hasil penelitian sebagai referensi tambahan guna meningkatkan

informasi atau pengetahuan mahasiswa sebagai referensi

perpustakaan Poltekkes Kemenkes Palu yang bisa digunakan oleh

mahasiswa sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.

2. Bagi Puskesmas Biromaru

Hasil penelitian sebagai ini semoga pelayanan kesehatan

hendaknyya memberikan informasi kepada ibu dalam

meningkatkan pengetahuan tentang pemberian ASI eksklusif.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi peneliti

sebagai metodologi penelitian yang didapatkan.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Menjadi sumber data pengembangan penelitian selanjutnya

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu

dalam memberikan ASI eksklusif untuk mencegah stunting.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek

tertentu. Pengetahuan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni

indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmojo, 2014)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam pembentukan tindakan seseorang (overt

behaviour). Dari pengalaman dan penelitian (Notoadmodjo, 2014)

terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan.

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercangkup dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan menurut (Notoadmodjo, 2014) yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.Termaksud kedalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang

8
9

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehesion)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan

yang dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi sebenarnya (real).Aplikasi dapat diartikan sebagai

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi

masih dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya

satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.


10

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek. Penilaian- penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria

yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Dewi, 2011)

a. Faktor internal

1). Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan

seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju

kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk

berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai

keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan

untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan

kualitas pendidikan dapat memengaruhi seseorang

termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup

terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta

dalam pembangunan.
11

2). Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi

lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang dan banyak tantangan, sedangkan

bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita

waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh

terhadap kehidupan keluarga

3). Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun, semakin cukup umur,

tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih

matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan

masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari

orang yang belum tinggi kedewasaannya.Hal ini sebagai

bagian dari pengalaman dan kematangan jiwa

b. Faktor eksternal

1) Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada

disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau

kelompok.
12

2) Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi sikap dalam menerima informasi jiwa.

B. Konsep Pendidikan

1. Pengertian

Secara istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani

“paedagogie”, berakar dari kata “pais” yang berarti anak,

dan “again” yang artinya membimbing. Jadi paedagogie

adalah suatu bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam

literasi-literasi yang lain banyak dijumpai arti pendidikan

dalam bahasa Yunani yaitu seorang anak yang pergi dan

pulang sekolah diantar oleh pelayan. Pelayang yang

mengantar dan menjemput disebut sebagai paedagogos.

Dalam bahasa romawi, pendidikan diistilahkan dengan kata

“educate” yang bermakna mengeluarkan sesuatu dari dalam.

Sedangkan dalam bahasa Inggris pendidikan berasal dari kata

“to educate”, jika diterjemahkan memiliki arti memperbaiki

moral dan melatih intelektual (Nafawil, 2018).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia pendidikan

berasal dari kata “didik” (mendidik), yaitu memelihara dan

memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan

kecerdasan pikiran (Nafawil, 2018).


13

Sedangkan pendidikan mempunyai pengertianproses

pengubahan tingkah laku seseorang atau kelompok orang

dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

latihan, proses perluasan, dan cara mendidik. Ada sedikit

perbedaan antara pengajaran dan pendidikan. Jika

pengajaran hanya sebatas transfer of knowlowdge saja,

namun kalau pendidikan give intelectual and moral training.

Pendidikan dan pengajaran, menurut Ki Hajar Dewantara

memiliki makna yang lebih luas lagi, yaitu kemerdekaan

manusia sebagai anggota dari persatuan (rakyat) (Nafawil,

2018).

2. Fungsi Pendidikan Dalam Hidup dan Kehidupan Manusia

Peranan pendidikan dalam hidup dan kehidupan manusia,

terlebih dalam zaman modern sekarang ini yang dikenal

dengan abad cyhemetica, pendidikan diakui sebagai satu

kekuatan (education as prower) yang menentukan prestasi

dan produktivitas di bidang yang lain. Karena menurut

Theodore Brameld bahwa education as power means

competebt and strong enough to enable us, the majority of

people, to decide what kind of a world we want and how to

achieve that kind world. (Pendidikan sebagai kekuatan berarti

mempunyai kewenangan yang cukup kuat bagi kita bagi

rakyat banyak untuk menentukan suatu dunia bagaimana


14

yang kita inginkan dan bagaimana mencapai dunia semacam

itu. Tidak ada satu fungsi dan jabatan di dalam masyarakat

tanpa tanpa melalui proses pendidikan). Pendek kata, seluruh

aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan baik

didalam maupun diluar lembaga formal (Anwar, 2015)

Hubungan dan interaksi sosial yang terjadi dalam proses

pendidikan di masyarakat mempengaruhi proses

perkembangan kepribadian manusia. Untuk memperoleh

hakikat diri yang makin bertambahh sebagai hasil

pengalaman berturut-turut sepanjang kehidupan manusia

(Anwar, 2015).

3. Tingkat Pendidikan

Andrew E. Sikula menyatakan tingkat pendidikan adalah

suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur

sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja

manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis

untuk tujuan-tujuan umum. Pendapat lain menurut

Azyumardi Azra menyatakan bahwa tingkat pendidikan

merupakan suatu keinginan seseorang dalam

mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk tingkah

lakunya, baik untuk kehidupan masa kini dan sekaligus

persiapan bagi kehidupan (Ratna dewi, 2016).


15

Dalam kamus besar bahasa Indonesia tingkat pendidikan

adalah tahap yang berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan

tingkat perkembangan perserta didik, keluasan bahan

pengajaran, dan tujuan pendidikan yang dicantumkan dalam

kurikulum, jadi dapat disimpulakan bahwa tingkat pendidikan

adalah suatu proses peserta didik dalam meningkatkan

pendidikan sesuai dengan jenjang yang akan ditempuhnya

dalam melanjutkan pendidikan yang ditempuh. Tingkat

pendidikan ditempuh secara manajerial atau terorganisir

(Ratna dewi, 2016).

4. Indikator Tingkat Pendidikan

Menurut UU SISDIKNAS No. 20 (2003), indikator

tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan

kesesuaian jurusan terdiri dari :

a. Jenjang pendidikan

1) Pendidikan dasar : jenjang pendidikan awal selama 9

(sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak

yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

2) Pendidikan menegah : jenjang pendidikan lanjutan

pendidikan dasar.

3) Pendidikan tinggi : jenjang pendidikan setelah

pendidikan menengah yang mencakup program


16

sarjana, magister, doctor, dan spesialis yang

diselenggarakan oleh perguruan tinggi

b. Kesesuaian jurusan adalah sebelum karyawan direktur

terlebih dahulu perusahaan menganalisis tingkat

pendidikan dan kesesuaian jurusan pendidikan karyawan

tersebut agar nantinya dapat ditempatkan pada posisi

jabatan yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya

tersebut. Dengan demikian karyawan dapat memberikan

kinerja yang baik bagi perusahaan.

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang

ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta

didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang

akan dikembangkan, terdiri dari :

1) Pendidikan formal indikatornya adalah jenjang

pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh pekerja

dan kesesuaian jurusan.

2) Pendidikan nonformal indikatornya relevansi

pendidikan nonformal yang pernah diikuti dengan

pekerjaan seseorang.

3) Pendidikan informal indikatornya sikap dan

kepribadian yang dibentuk dari keluarga dan

lingkungan (Ratna dewi, 2016).

5. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Stunting


17

Anak-anak yang lahir dari orang tua yang terdidik

cenderung tidak mengalami stunting dibandingkan dengan

anak yang lahir dari orang tua yang tingkat pendidikanya

rendah (Akombi, 2017). Penelitian yang dilakukan di Nepal

juga menyatakan bahwa anak yang terlahir dari orang tua yang

berpendidikan berpotensi lebih rendah menderita stunting

dibandingkan anak yang memiliki orang tua yang tidak

berpendidikan. Hal ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Haile yang menyatakan bahwa anak yang

terlahir dari orang tua yang memiliki pendidikan tinggi

cenderung lebih mudah dalam menerima edukasi kesehatan

selama kehamilan, misalnya dalam pentingnya memenuhi

kebutuhan nutrisi saat hamil dan pemberian ASI eksklusif

selama 6 bulan (Haile, 2016).

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat konsumsi

pangan seseorang dalam memilih bahan pangan demi

memenuhi kebutuhan hidupnya.orang yang memiliki

pendidikan tinggi akan cenderung memilih bahan pangan yang

lebih baik dalam kuantitas maupun kualitas dibaningkan

dengan orang yang berpendidikan rrendah (Sulistijningsih

2011, dalam Dakhi 2018)

Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan yang lebih tinggi maka akan lebih mudah


18

menyerap informasi. Sehingga, pendidikan ibu yang tinggi

akan menerapkan perilaku hidup sehat dalam keluarga

sehingga status gizi pada anak akan baik. Sebaliknya

pendidikan ibu yang rendah, tidak dapat menerapkan perilaku

hidup sehat dalam keluarga sehingga akan mengakibatkan

masalah stus gizi contohnya stunting pada balita. Pendidikan

ibu tampak lebih kuat hubungannya dengan stunting

(Nursalam dalam buku wawan dan Dewi M 2017).

C. Konsep Usia

1. Pengertian Usia

Elisabeth yang dikutip Nursalam (2003) usia adalah umur

individu yang dihitung mulai saat dilahirkan sampai berulang

tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

2. Klasifikasi Umur

WHO yang dikutip Nursalam, (2003) menyebutkan umur

dapat diklasifikasi menjadi :

a. Masa balita yaitu 0-5 tahun

b. Masa anak-anak yaitu 6-11 tahun

c. Masa remaja yaitu 12-17 tahun


19

d. Masa dewasa yaitu 18-40 tahun

e. Masa tua yaitu 41-65 tahun

Koesomanto (2009; dalam Wawan & Dewi, 2010; 65)

menyebutkan umur diklasifikasikan menjadi :

a. Usia dewasa muda yaitu 18-25 tahun

b. Usia dewasa tua yaitu 25-65 tahun

c. Lanjut usia > 65 tahun

Terdapat perbedaan kedudukan dan derajat atas dasar

senioritas di masyarakat, sehingga akan muncul golongan tua dan

golongan muda, yang berbeda-beda dalam hal tertentu.

D. Konsep Pekerjaan

1. Pengerian Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan untuk mendapatkan

nafkah atau pencaharian masyarakat yang sibuk dengan kegiatan

atau pekerjaan sehari-hari akan memiliki waktu yang lebih untuk

memperoleh informasi (Depkes RI, 2001). Pekerjaan bukan

merupakan sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan

cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak

tantangan.
20

Pekerjaan umumnya merupakan kegiatan yang menyita

waktu, bagi seorang ibu-ibu bekerja akan mempunyai pengaruh

terhadap kehidupan keluarga. Mata pencaharian dapat

mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

2. Jenis Pekerjaan

Notoatmojo (2012) membagi jenis pekerjaan dapat dibagi

menjadi:

a) Pedagang

b) Buruh atau tani

c) Pegawai Negeri Sipil (PNS)

d) Tentara Naasional Indonesia (TNI) atau Polisi Republik

Indonesia (POLRI)

e) Pensiunan

f) Wiraswasta

g) Ibu Rumah Tangga (IRT)

E. Konsep ASI Eksklusif

1. Pengertian

Air Susu Ibu (ASI) adalah istilah untuk cairan putih yang

dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses


21

laktasi. ASI terdiri dari berbagai komponen gizi dan non-gizi.

Komposisi ASI tidak sama selama periode menyusui, pada

akhir menyusui kadar lemak 4-5 kali dan kadar protein 1,5

kali lebih tinggi dari pada awal menyusui dan juga terjadi

variasi dari hari ke hari selama periode laktasi (Linda, 2019).

ASI ekslusif merupakan pemberian ASI saja pada 6 bulan

pertama usia bayi. Pedoman internasional menganjurkan

pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan pertama, berdasarkan

bukti ilmiah bahwa ASI bermanfaat bagi system imun,

pertumbuhan dan perkembangan pada tahap usia bayi, oleh

karena itu sangat dianjurkan pada ibu untuk memberi ASI

ekslusif (Armini, 2016). Masalah utama rendahnya

pemberian ASI di Indonesia adalah factor social budaya,

kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat

akan pentingnya ASI, serta jajaran kesehatan yang belum

sepenuhnya mendukung pemberian ASI esklusif. Masalah

tersebut semakin menjadi ketika gencar promosi susu formula

di social media maupun televisi dan kurangnya dukungan

perusahaan yang belum menyediakan ruang laktasi atau

pojok ASI bagi ibu-ibu bekerja yang sedang menyusui

(Untari, 2017).

Capaian ASI ekslusif di Indonesia pada tahun 2020

baru mencapai 66,1%, artinya masih banyak daerah yang


22

belum berhasil dalam penatalaksanaan ASI esklusif. Pada

masa pandemic ini beberapa hal yang membuat kegagalan

ASI ekslusif seperti: pengurangan kegiatan pelayanan

kesehatan di puskesmas, posyandu dan kelas ibu serta

pemberian ASI secara langsung saat rooming in pada bayi

baru lahir. Meskipun demikian, pemerintah telah

mengupayakan untuk tetap dapat memberi Pendidikan

Kesehatan pada ibu menyusui salah satunya yaitu

menggunakan teknologi berupa Panduan Bagi Ibu Menyusui

yang dapat diakses melalui smartphone (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2021).

Pemberian ASI dapat menurunkan 16% kematian bayi

baru lahir sejak hari pertama setelah kelahirannya. ASI

bertindak sebagai makanan utama bayi, karena mengandung

60% kebutuhan nutrisi bayi. ASI bermanfaat untuk

kecerdasan dan keamanaan emosi bayi serta bagi ibu yaitu

dapat memperoleh manfaat fisik dan emosional, menyusui

dapat mengurangi risiko perdarahan, risiko terkena kanker

Rahim dan payudara (Rahmawati and Saputri, 2018).

2. Komposisi ASI

Dwi (2016) mengatakan dalam bukunya komposisi

ASI tidak konstan dan tidak sama dari waktu ke waktu. Hal

ini dipengaruhi oleh stasium laktasi, ras ibu, keadaan nutrisi


23

ibu dan diit ibu. Komposisi yang terdapat dalam ASI terdiri

atas :

a. Karbohidrat

Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa yang

jumlahnya berubah-ubahsetiap hari menurut kebutuhan

dan tumbuh kembang bayi. Karbohidrat dalam ASI

merupakan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan sel

saraf otak dan pemberi energi untuk kerja sel-sel saraf.

Selain itu, kerbohidrat juga memudahkan penyerapan

kalsium untuk mempertahankan faktor bifidus (faktor

yang menghambat pertumbuhan bayi bakteri yang

berbahaya dan menjadikan tempat yang baik bagi bakteri)

dalam usus dan mempercepat pengeluaran kolostrum

sebagai antibody bayi. Jika dibandingkan dengan PASI

(Pengganti ASI), karbohidrat dalam ASI relatif lebih

tinggi, yaitu 6,5 – 7 gram %. Selain itu, rasio laktosa

dalam ASI dan PASI juga cukup besar yaitu 7 : 4. Hal ini

menjadikan ASI terasa lebih manis dibandingkan dengan

PASI.

b. Protein

Protein dalam ASI adalah protein unsur whey, yaitu

protein yang sangat cocok bagi bayi karena hampir

seluruhnya terserap oleh system pencernaan bayi (Baskoro,


24

2013). Protein dalam ASI lebih rendah dibandingkan

dengan PASI namun nilai nutrisinya lebih tinggi / lebih

mudah di cerna. Berikut keistimewaan protein ada ASI :

1). Rasio protein whey : kasein dalam ASI adalah 60 : 40,

dibandingkan dengan PASI yang rasionya 20 : 80. Hal

ini menguntungkan bayi karena pengendapan dari

protein whey lebih halus daripada kasein sehingga

mudah di cerna.

2). ASI mengandung alfa-laktalbumin sedangkan PASI

mengandung juga beta-laktoglobulin dan bovie serum

albumin yang sering menyebabkan alergi.

3). ASI mengandung asam amino esensial taurine yang

tinggi, yang penting untuk pertumbuhan retina dan

konjugasi bilirubin.

4). Kadar methionine dalam ASI lebih rendah dari PASI

sedangkan sistin lebih tinggi. Hal ini sangat

menguntungkan karena enzim sistationase yaitu enzim

yang akan mengubah methionine menjadi sistin pada

bayi sangat rendah bahkan tidak ada. Sistin merupakan

asam amino yang sangat penting untuk pertumbuhan

otak bayi.

5). Kadar tirosin dan fenilalanin pada ASI rendah, suatu

hal yang sangat menguntungkan untuk bayi terutama


25

pada bayi premature karena bayi premature kadar

tirosin yang tinggi dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan otak.

6). Kadar poliamin dan nukleotid yang sangat penting

untuk sintesis protein pada ASI lebih tinggi jika

dibandingkan dengan PASI

c. Lemak

Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah kemudian

meningkat jumlahnya. Lemak dalam ASI berubah kadarnya

setiap kali dihisap oleh bayi dan ini terjadi secara otomatis

(Baskoro, 2013)Jenis lemak dalam ASI mengandung lemak

rantai Panjang yang dibutuhkan oleh sel jaringan otak dan

sangat mudah dicerna karena mengandung enzim lipase.

Lemak dalam bentuk Omega 3, Omega 6, dan DHA (suatu

senyawa asam lemak omega 3 yang penting untuk

perkembangan organ tubuh anak sejak bayi) sangat

diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel jaringan otak.

Susu formula tidak mengandung enzim kaena enzim

mudah rusak jika dipanaskan. Ketidakadaan enzim

menyebabkan bayi sulit menyerap lemak yang terdapat dalam

PASI sehingga bayi lebih mudah terkena diare.

d. Mineral
26

ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun

kadarnya relative rendah tetapi cukup untuk bayi sampai

usia 6 bulan pertamanya. Zat besi dan kalsium dalam ASI

merupakan mineral yang sangat stabil, mudah diserap, dan

jumlahnya diet ibu (Baskoro, 2013). Dalam PASI,

kandungan mineral jumlahnya tinggi tetapi Sebagian besar

tidak diserap. Hal ini akan memperberat karja usus bayi

serta menggangu keseimbangan dalam usus dan

menungkatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan

sehingga mengakibatkan kontraksi usus bayi yang tidak

normal.

e. Vitamin

ASI mengandung vitamin yang lengkap, yang dapat

mencukupi kebutuhan bayi sampai 6 bulan pertama, kecuali

vitamin K. hal ini karena usu bayi baru lahir belum bisa

membentuk vitamin K.

f. Air

Kira-kira terdapat 88% ASI terdiri dari air. Air berguna

untuk melarutkan zat-zat yang terdapat dalam ASI. ASI

merupakan sumber air yang secara metabolik adalah aman. Air

yang relative tinggi merendakan rangsangan haus dari bayi.

3. Teknik Pemberian ASI Yang Tepat

WHO (2016) merekomendasikan empat hal penting dalam


27

pemberian ASI atau makanan bayi, yaitu :

a. Memberikan ASI kepada bayi segera selama 30 menit

setelah bayi lahir

b. Memberikan ASI saja atau ASI eksklusif sampai bayi berusia

6 bulan

c. Memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak bayi

berusia 6 sampai 24 bulan

d. Meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan.

Pemberian ASI pada bayi dilakukan dengan kontak langsung

antara mulut dengan payudara ibu, namun dapat juga

menggunakan sendok ataupun dot bayi dengan memanfaatkan

ASI perah. Berikut merupakan cara menyusui yang tepat :

a. Pastikan ibu dan bayi berada dalam kondisi rileks dan

nyaman

b. Posisi kepala bayi harus lebih tinggi dibandingkan dengan

tubuhnya, hal ini dikarenakan agar bayi lebih mudah

menelan. Ibu dapat menyangga dengan tangan ataupun

dengan bantal. Kemudian, tempatkan hidung bayi sejajar

dengan putting ibu. Hal ini akan mendorong bayi membuka

mulutnya.

c. Mendekatkan bayi ke payudara

Ketika bayi sudah mulai membuka mulutnya dan ingin

menyusu, dekatkan bayi ke payudara ibu. Tunggu sebentar


28

hingga mulut terbuka lebar dengan posisi lidah kearah bawah.

Jika bayi belum melakukannnya, ibu dapat membimbing bayi

dengan menyentuh lembut bawah bibir bayi dengan putting

ibu.

d. Perlekatan yang benar

Posisi yang benar yaitu mulut bayi tidak hanya menempel

pada putting, namun pada area bawah putting payudara dan

selebar mungkin. Ini merupakan salah satu syarat yang penting

dalam menyusu dengan benar dan tepat. Tanda bahwa sudah

baik dan benar ibu merasakan nyeri saat bayi menyusu dan

bayi memperoleh ASI yang mencukupi. Ibu dapat

mendengarkan bayi menelan ASI.

e. Waktu menyusui

Biasanya bayi menyusu sekitar 5 hingga 40 menit,

tergantung dengan kebutuhannya. Untuk bayi yang baru lahir

biasanya bayi perlu disusui setiap 2 hingga 3 jam dengan

waktu menyusu 15 sampai 20 menit sekali. Umumnya

memerlukan waktu untuk adaptasi ibu dan bayi agar proses

menyusu berjalan dengan lancar.

4. Manfaat ASI

Menurut Maryunani (2017) manfaat ASI adalah sebgai

berikut:

a. Manfaat ASI Bagi Bayi


29

1). Manfaat ASI bagi bayi secara umum :

a). Sebagai nutrisi, karena mengandung campuran yang

tepat dari berbagai bahan makanan yang baik untuk

bayi

b). Meningkatkan kecerdasan

c). Meningkatkan jalinan kasih sayang

d). Meningkatkan aya tahan tubuh, karena mengandung

antibody yang kuaat untuk mencegah infeksi dan

membuat bayi menjadi kuat

2). Manfaat ASI bagi bayi menurut penelitiaan

a). ASI dapat mencegah obesitas, diare, infeksi saluran

pernafasan, otitis media, asma, diabetes, leukimia

b).ASI mengoptimalkan perkembangan mototrik,

intelektual dan emosi

c). ASI melindungi terhadap gizi kurang

d). ASI mrlindungi tingkah laku brutal

3). Manfaat menyusui ASI bagi Neonatus (Bayi Baru Lahir) :

a). ASI merupakan minuman yang dipilih untuk semua

neonatus, termasuk bayi prrematur

b). ASI memiliki keuntungan nutrisi, imunologis dan

psikologis dibandingkan dengan susu bayi komersial

dan jenis susu lainnya, seperti berikut ini :


30

(1). ASI selalu dalam kondisi hangat, siap tersedia,

steril yang mengandung protein, karbohidrat,

lemak dan vitamin dalam jumlah yang seimbang

(2). ASI lebih mudah dicerna dari pada susu sapi

(3). Menyusui bayi (dengan ASI) membuat bayi

memiliki imunitas yang lebih besar terhadap

penyakit penyakit anak tertentu, seperti infeksi

dada dan telinga, karena akan memberikan

faktor-faktor imunologik terhadap penyakit-

penyakit tertentu

(4). Bayi yang diberi ASI lebih sedikit mengalami

masalah gastrointestinal, anemia dan defisiensi

vitamin

(5). Disamping itu, bayi yang diberikan ASI juga

tidak gampang mendapatkan infeksi di rumah

dimana kebersihan lingkungan seringkali menjadi

problematik

(6). ASI penting untuk otak dan sistem syaraf pusat

maupun memperbaiki penglihatan mata, terutama

jika bayi lhir premature


31

(7). Bayi yang tidak mendapatkan ASI sekurang-

kurangnya 2 bulan menjadi resiko terjadinya

diabetes (IDM / insulin dependent diabetes)

(8). Menyusui ASI dapat melindungi bayi dari alergi,

seperti eksim dan asma.

(9). ASI tersedia setiap saat

(10). Bayi merasa aman karena kontak langsung

dengan ibunya secara konstan dan hal ini

meemberikan efek positif bagi perkembagan

psikologis anak

(11).Bidan/perawat harus membantu ibu untuk

menginisiasi menyusui setengah jam setelah

bayi lahir dan mendemonstrasikan pada ibu

bagaimana praktik menyusui yang berhasil,

misalnya teknik menyusui, yang meliputi posisi

dan peletakan yang tepat

c). ASI dari ibu dengan bayi premtur telah dibuktikan

memiliki jumlah protein, antibody IgA, kolesterol dan

asam lemak yang lebih tinggi dibandingkan ASI dari

ibu yang bayinya cukup bulan meskipun kadang-

kadang memerlukan fortifikasi


32

4). Manfaat Menyusui ASI dengan segera :

a). Pengisapan bayi pada payudara merangsang pelepasan

oksitosin sehingga membantu involusi uteruis dan

membantu mengendalikan perdarahan

b). Memfasilitasi kedekatan hubungan ibu dan neonatus

c). Mengoptimalkan produksi ASI

d). Mudah dan ekonomis bagi ibu

b. Manfaat ASI Bagi Ibu

1). Membantu ibu memulihkan diri dari persalinannya

2). Mengurangi jumlah darah yang keluar seteelah

melahirkan (hisapan pada puting susu merangsang

dikeluarnya oksitosin alami yang akan membantu

kontraksi rahim)

3). Kandungan dan perut bagian bawah juga lebih cepat

menyusut kembali ke bentuk normalnya

4). Ibu yang menyusui bisa menguras kalori lebih banyak,

maka akan lebih cepat pulihke berat tubuh sebelum

hamil. (dalam hal ini, ibu yang menyusui bayinya akan

lebih cepat pulih/turun berat badannya dari berat badan

yang bertambah semasa hamil)

5). Mengurangi kemungkinan terjadinya kehamilan. (dalam

hal ini, ibu yang menyusui, yang haidnya belum muncul


33

kembali akan kecil kemungkinannya untuk menjadi

hamil/kadar prolactin yang tinggi menekan FSH dan

ovulasi)

6). Mengurangi kemungkinan menderita osteoporosis

(keropos tulang)

7). Mengurangi kemungkinan terkena kanker indung telur

dan kanker payudara

8). Dalam hal ini manfaat positif ASI bagi ibu juga dapaat

ditambahkan beriikut ini :

a). Dengan pemberian ASI eksklusif jangka lama, ibu

dapat terhindar Ca Mamae

b). Aspek KB dapat terjadi sekitar 98% bila ASI

eksklusif diberikan

c). Aspek psikologis, ibu merasa dibutuhkan

d). Pemberian ASI adalah cara yang penting bagi ibu

untuk mencurrahkan kasih sayangnya pada bayi dan

membuat bayi merasa nyaman

c. Manfaat ASI bagi Lingkungan :

1). Bisa mengurangi pemborosan bahan bakar

2). Mengurangi penebangan pohon guna membuka lahan

untuk memelihara sapi perah

3). Mengurangi sampah botol dan kaleng susu yang dibuang

d. Manfaat ASI bagi Ayah :


34

1). Mempunyai istri dan anak yang sehat

2). Cukup beristirahat pada malam hari dan tidak banyak

yang harus dipersiapkan

3). Dapat melakukan penghematan

e. Manfaat ASI bagi Keluarga

1). Aspek ekonomi

2). Aspek kemudahan

3). Aspek psikologis

F. Konsep Stunting

1. Pengertian Stunting

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis karena

kurangnya asupan gizi dalam waktuyang lama, yang berakibat

pada gangguan pertumbuhan pada anak, salah satu cirinya

adalah tinggi badan anak lebih rendah atau pendek dari

standar anak-anak seusianya (Kemenkes, 2018). Ciri lain dari

anak yang termasuk dalam stunting adalah pertumbuhan yang

melambat, wajah tampak lebih muda dari anak seusianya,

pertumbuhan gigi terlambat, performa buruk pada kemampuan

fokus dan memori belajarnya, pubertas terlambat, dan usia 8-10

tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan

kontak mata terhadap orang di sekitarnya (Setiaji, 2018).

2. Faktor-faktor penyebab Stunting


35

Faktor-faktor penyebab Stunting disebabkan oleh

beberapa faktor salah satunya yaitu faktor ibu (pengetahuan ibu

mengenai status gizi, pemberian ASI eksklusif serta makanan

pendamping ASI (TNP2K, 2017). Kurangnya pemahaman ibu

mengenai gizi, pemberian ASI eksklusif serta MP ASI sangat

mempengaruhi status gizi pada anak. Asupan zat gizi pada

sebelum, saat hamil dan setelah melahirkan dapat beresiko

mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan,

pembentukan struktur dan fungsi otak, rendahnya produktivitas,

serta penyakit kronis pada saat usia dewasa (Almaster, 2004

dalam Helmyati, 2019).

Faktor-faktor penyebab Stunting terbagi atas faktor

langsung dan tidak langsung. Faktor langsung antara lain ibu

yang mengalami kekurangan nutrisi, kehamilan pretern,

pemberian makanan yang tidak optimal, tidak ASI eksklusif dan

infeksi. Sedangkan faktor tidak langsungnya adalah pelayanan

kesehatan, Pendidikan, sosial budaya dan sanitasi lingkungan

(WHO, 2016). Berdasarkan hasil penelitian Verawati Simamora

tahun 2019 banyak faktor yang menyebabkan terjadinya

keadaan Stunting pada anak. Faktor penyebab Stunting ini dapat

disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak langsung.

Penyebab langsung dari kejadian Stunting adalah asupan gizi

dan adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak


36

langsungnya adalah pendidikan, status ekonomi keluarga, status

gizi ibu saat hamil, sanitasi air dan lingkungan, BBLR

pengetahuan dari ibu maupun keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian Septamarini dalam Journal of

Nutrition College tahun 2019 mengatakan bahwa Ibu dengan

pengetahuan yang rendah berisiko 10,2 kali lebih besar anak

mengalami Stunting dibandingkan dengan ibu berpengetahuan

cukup.

3. Tanda Stunting

Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi

badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang

dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan

gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau

kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk

mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk

dan penyakit. Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan

faktor risiko meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif

dan perkembangan motorik yang rendah serta fungsi tubuh yang

tidak seimbang (Wijayanti, 2018).

Stunting tidak hanya terganggu pada pertumbuhan fisiknya

(bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu pada

perkembangan otak, yang tentunya sangat mempengaruhi

kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di


37

usia-usia produktif. Beberapa tanda dan gejala lain yang terjadi jika

anak mengalami stunting (Kemenkes, 2017) :

a. Tanda pubertas terlambat

b. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar

c. Pertumbuhan gigi terlambat

d. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak

melakukan kontak mata

e. Pertumbuhan tulang tertund

f. Wajah tampak lebih muda dari usianya

4. Dampak Stunting

UNICEF (2019) menyatakan beberapa fakta terkait stunting

dan pengaruhnya adalah sebagai berikut

a. Anak-anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebeelum

usia enam bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang

usia dua tahun. Stunting yang parah pada anak-anak akan terjadi

defisit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental

sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah,

dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal. Anak-anak

dengan stunting cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih

sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status

gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan

anak dalam kehidupannya di masa yang akan datang.

b. Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan


38

anak. Faktor dasar yang menyebabkan stunting dapat mengganggu

pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Penyebab dari

stunting adalah bayi berat lahir rendah, ASI yang tidak memadai,

makanan tambahan yang tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi

pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-anak

dengan stunting mengkonsumsi makanan yang berada di bawah

ketentuan rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga miskin

dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal di wilayah

pinggiran kota dan komunitas pedesaan.

c. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunting dapat

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang

kurang. Anak yang mengalami stunting di bawah satu tahun, 25%

beresiko memiliki tingkat kecerdasan di bawah 70 dan 40%

memiliki IQ antara 71-90.

d. Anak stunting pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang

hidup, kegagalan pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa

remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting

dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan

produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak

dengan BBLR dan berisiko lebih besar meninggal saat melahirkan.

Selain itu, menurut World Health Organization (2017) dampak

yang ditimbulkan Stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka

pendek dan jangka panjang.


39

1) Dampak jangka pendek

a). Penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga mudah

terkena penyakit

b). Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak

tidak optimal, dan

c). Peningkatan biaya kesehatan

2) Dampak jangka panjang

a). Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek

dibandingkan pada umumnya)

b). Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya

c). Menurunnya kesehatan reproduksi

d). Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat

masa sekolah; dan

e). Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal

G. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini yaitu variabel

independen dan variabel dependen.Variabel independen adalah

variabel bebas yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

terjadinya perubahan/ timbulnya variabel dependen (Sugiono,

2018). Variabel independen dalam penelitian ini meliputi : faktor-

faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu dalam

memberiakan ASI. Variabel dependen adalah variabel terkait yang


40

di pengaruhi karena adanya variabel bebas (Sugiono,

2018).Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu : mencegah

stunting. Peneliti menyusun variabel tersebut dalam kerangka

konsep sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel dependen

Pengetahuan

Pendidikan
Mencegah Stunting
Usia

Pekerjaan

Gambar 2.1, Kerangka Konsep Penelitian

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis alternatif (Ha) dalam penelitian ini adalah :

Ada hubungan pengetahuan ibu dalam memberikan ASI untuk

mencegah stunting di Puskesmas Biromaru

Hipotesis bol (Ho) dalam penelitian ini adalah :

Tidak ada hubungan pengetahuan ibu dalam memberikan ASI untuk

mencegah stunting di Puskesmas Biromaru


41
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian analitik menggunakan

pendekatan case control, dengan tujuan untuk megetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan pengetahuan ibu dalam memberikan ASI

untuk mencegah stunting dipuskesmas Biromaru

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2022 di

wilayah kerja puskesmas Biromaru

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini merupakan responden yang

memenuhi kriteria memiliki bayi yang diberikan ASI sebanyak 360

bayi di wilayah Puskesmas Biromaru.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi (Hidayat, 2017). Sampel

yang digunakan pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang memberikan

ASI pada anaknya di wilayah Puskesmas Biromaru.

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah

sampel adalah menggunakan rumus slovin, sebagai berikut


𝑁
Rumus Slovin n =
1+𝑁(𝑒 2)

Keterangan :

42
43

n = Besar Sampel

N= Besar Populasi

e = Batas Toleransi Kesehatan (Error Tolerance)

Besar populasi 360 orang, maka dapat ditentukan besar sampel adalah:
𝑁
n = 1+𝑁(𝑒 2)

360
n = 1+(360 𝑥 (0,12)

360
n = 1 + (360 𝑥 0,01)

360
n= 4,6

n = 78,2

n = 78 responden

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah faktor-

faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu dalam

memberikan ASI

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan

peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat

terhadap suatu obyek atau fenomena. Definisi operasional

ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam

penelitian.
44

1. Pengetahuan ibu

Pengetahuan ibu adalah pemahaman ibu tentang ASI

eksklusif meliputi pengertian, cara pemberian yang benar dan

manfaat

a. Alat ukur : Kuisioner

b. Cara ukur : Mengisi kuisioner

c. Skala ukur : Ordinal

d. Hasil ukur : Baik, bila skor ≥56%

Kurang, bila skor jawaban ≤56%

2. Pendidikan

Pendidikan adalah pendidikan terakhir ibu serta tamat yang

dibuktikan dengan ijazah pada saat dilakukan penelitian

a. Alat ukur : Kuisioner

b. Cara ukur : Mengisi kuisioner

c. Skala ukur : Ordinal

d. Hasil ukur : Pendidikan rendah (SD, SMP, atau MTs )

Pendidikan menengah (SMA atau SMK)

Pendidikan tinggi (Diploma 3 dan S1)

3. Usia

Usia adalah usia ibu sekarang saat dilakukan penelitian

a. Alat ukur : Kuisioner

b. Cara ukur : Mengisi kuisioner


45

c. Skala ukur : Ordinal

d. Hasil ukur : 18-25 tahun

26-65 tahun

4. Pekerjaan

Pekerjaan adalah pekerjaan ibu saat dilakukan tindakan

penelitian.

a. Alat ukur : Kuisioner

b. Cara ukur : Mengisi kuisioner

c. Skala ukur : Ordinal

d. Hasil ukur : 1). Pedagang

2). Buruh atau tani

3). Pegawai Negeri Sipil (PNS)

4). Tentara Naasional Indonesia (TNI) atau

Polisi Republik Indonesia (POLRI)

5). Pensiunan

6). Wiraswasta

7). Ibu Rumah Tangga (IRT)

E. Pengumpulan data.

1. Data Primer.

Data primer meliputi data yang diperoleh secara langsung

dari responden saat dilakukan penelitian dengan menggunakan

kuisioner

2. Data Sekunder
46

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak

lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti

3. Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan komputer yaang dilakukan

dengan beberapa tahap :

a). Editing

Tahap ini dilakukan untuk memastikan bahwa data yang

diperoleh telah lengkap, terisi semua dan dapat dibaca dengan

baik

b). Scoring

Peneliti memeriksa kuesioner dengan memberikan nilai

atau skor pada kuesioner. Pada kuesioner pengetahuan

pertanyaan positif bila menjawab benar diberi nilai 1 dan

menjawab salah diberi nilai 0. Pertanyaan negatif bila

menjawab benar diberi nilai 0 dan menjawab salah diberi

nilai 1.

c). Coding

setiap data diberi kode pada setiap kelompok untuk

memudahkan pada waktu memasukan data (entry data).

Pengkodean lembar kuesioner disesuaikan dengan pengisian

sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) diberikan intervensi

penyuluhan. Pada pengisian kuesioner pengetahuan pretest,


47

pengetahuan baik diberi kode 1, pengetahuan cukup diberi

kode 2, dan pengetahuan kurang diberi 3.

d). Tabulating

Peneliti melakukan perhitungan atau tabulasi dengan

mengggunakan program komputerisasi.

e). Cleaning

Setelah semua data dimasukan kedalam program

computer, lakukan pengecekan kembali untuk melihat

kemungkinan adanya kesalahan sebelum diolah secara

statistik.

f). Entry

Entry data adalah memasukan data yang telah

dikumpulkan kedalam program computer untuk selanjutnya

dilakukan analisis menggunakan program komputerisasi

F. Analisis Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian

(Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini, analisis univariat

untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel dependen

yaitu pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah diberikan

edukasi kesehatan tentang personal hygiene saat menstruasi.


48

Analisa data dilakukan dengan formulasi distribusi frekuensi

dengan rumus:

𝑓
P = 𝑛x 100%

Keterangan:

P = Persentase

F = Jumlah jawaban dari setiap alternatif

N = Banyaknya responden yang menjawab

2. Analisis bivariate

Analisis bivariat digunakan untuk melihat adanya

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.Untuk

menguji hipotesis yang berskala data kategorik, maka uji

yang digunakan adalah uji Wilcoxon.

Keputusan untuk menguji kemaknaan di gunakan batas

kemaknaan 95% (α = 0,05). Melalui perhitungan uji Wilcoxon

selanjutnya ditarik kesimpulan:bila ρ value< 0,05 artinya Ho

ditolak dan Ha diterima, yang menunjukan ada hubungan

bermakna antara variable bebas dengan variabel terikat.

G. Penyajian Data

Penyajian data dalam tabel dan narasi untuk menjelaskan

variabel yang diteliti.


49

DAFTAR PUSTAKA

Armini, N. W. (2016) ‘Hypnobreastfeeding Awali Suksesnya ASI Eksklusif’,


Jurnal Skala Husada, 1, pp. 21–29.

Anwar ,M. (2015). Filsafat Pendidikan. Jakarta : KENCANA

Baskoro, A. (2013). ASI Panduan Praktis Ibu Menyusui. Yogyakarta: Banyu


Medika.

Dewi, Wawan, 2011, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia, Jogyakarta,


Nuha Medika.

Dwi, S. (2016). Komposisi ASI Eksklusif. Semarang: Universitas


Muhammadiyah Semarang.

Helmyati, S. dkk (2019). Stunting Permasalahan dan Penanganannya. Jakarta :


Gadjah MadaUniversity Press.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2021) ‘Laporan Kinerja


Kementrian Kesehatan Tahun 2020’, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2021, pp. 1–224.

Kementrian Kesehatan RI (Kemenkes).2018.Situasi Balita Pendek (Stunting) di


Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi ISSN 2088-270X Semester
1.2018.

Linda, E. (2019). ASI Eksklusif. Cilacap: Yayasan Jamiul Fawaid.

Nafawil, M. (2018). CORNERSTONE OF EDUCATION: (Landasan-Landasan


Pendidikan). Yogyakarta : CV. ABSOLUTE MEDIA

Notoatmodjo, P. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, P. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka

Organization, W. H. (2017). Stunted Growth and Development. Geneva: World


Health Organization.

Rahmawati, E. B. S. and Saputri, P. F. (2018) ‘Determinan Perilaku Pemberian


ASI Eksklusif Pada Ibu’, Jurnal Health Care Media, 3(3), pp. 1–7.
50

Ratna dewi, D. ketut. (2016). Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan. http://etheses.iainkediri.ac.id/72/3/vii BAB
II.pdf

Setiaji, Rr. Bamandhita Rahma. 2018. Yuk, Kenali Tanda-Tanda Anak Stunting
Sejak Dini! Diakses Pada Tanggal 12 Februari 2019.

Sugiono, 2018, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,dan R & D, Bandung,


Alfabeta

Tim Nasional Penanggulangan Kemiskinan.(2018). Strategi Nasional


Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2024
February25,2020,fromhttp:/tnp2k.go.it/filemanager/files/rakornis2018/Str
anas Percepatan Pencegahan Anak Kerdil.pdf

TNP2K (2017). 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil


(Stunting). Jakarta : Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia.

UNICEF. (2019, August 29). The State of The World’s Children. Retrieved from
UNICEF:https://features.unicef.org/state-of-the-worlds-children-2019-
nutrition.

Wawan & Dewi. M. (2010). Teori & Pengukuran, Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

Wijayanti. (2018). Faktor-Faktor Terjadinya Stunting Pada Anak Usia 2 tahun.


Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.

Anda mungkin juga menyukai