Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH STUNTING

DITULIS OLEH :

1. ALFIN NURIL FATQIL AKBAR (2019.01.001)


2. ELSA DEWI ROSINTA (2019.01.008)
3. NIKO WAHYU PRASETYO (2019.01.013)
4. VJ. PRADANA PUTRI (2019.01.018)
5. CLARISSA CRISSALLIA IRIADINI (2019.03.003)
6. FLORENSIA NANDANI SOWA (2019.03.005)

STIKES WILIIAM BOOTH SURABAYA


JALAN CIMANUK NO 20 SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, kami ingin memanjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya,


yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
yang berjudul “Stunting”

Makalah ini merupakan upaya meningkatkan pengetahuan tentang stunting,


sebab-sebab serta cara mengatasi stunting, khususnya di lingkungan tempat kami
tinggal. Terselesaikannya karya tulis ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu kami menyampaikan terima kasih setinggi-tingginya kepada
mereka.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan


kelemahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan
demi kesempurnaannya. Akhirnya, kami berharap karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat dan memberikan inspirasi kepada pembaca dalam upaya mencegah dan
mengatasi stunting.

Surabaya, 21 Oktober 2019

Kelompok 1

2
ABSTRAK

Kelompok 1, 2019.

Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi


yang dihadapi di dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang.
Stunting menjadi permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko
terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan otak suboptimal sehingga
perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya pertumbuhan mental. Stunting
merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi
ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia
24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch
up growth) yang memadai. Stunting merupakan isu baru yang menjadi sorotan
WHO untuk segera dituntaskan karena mempengaruhi fisik dan fungsional tubuh
serta meningkatnya angka kesakitan anak. Stunting dapat dituntaskan bila faktor
penyebab stuting disetiap wilayah dapat dikendalikan. Faktor tersebut disebabkan
oleh kurangnya pengetahuan keluarga tentang pemenuhan gizi dan terdapat
orangtua dengan pendidikan rendah yang diperlukan lintas sektor dalam
penanganannya.

Di Indonesia, berdasarkan Riskesdas 2013 terjadi peningkatan anak stunting


dari 36,8% pada tahun 2010 menjadi 37,2% pada tahun 2013. Selama 20 tahun
terakhir, penanganan masalah stunting sangat lambat. Secara global, persentase
anak-anak yang terhambat pertumbuhannya menurun hanya 0,6 persen per tahun
sejak tahun 1990. WHO mengusulkan target global penurunan kejadian stunting
pada anak dibawah usia lima tahun sebesar 40 % pada tahun 2025, namun
diprediksikan hanya 15-36 negara yang memenuhi target tersebut.Penanganan
stunting perlu koordinasi antar sektor dan melibatkan berbagai pemangku
kepentingan seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha,
Masyarakat Umum, dan lainnya. Presiden dan Wakil Presiden berkomitmen untuk
memimpin langsung upaya penanganan stunting agar penurunan prevalensi
stunting dapat dipercepat dan dapat terjadi secara merata di seluruh wilayah
Indonesi

3
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………….. 2
ABSTRAK ……………………………………………………….... 3
DAFTAR ISI ………………………………………………………. 4

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………. 5


A. Latar Belakang ……………………………………………… 5
B. Rumusan Masalah ………………………………………….. 6
C. Tujuan ………………………………………………….…… 6
D. Manfaat …………………………………………………….. 6
E. Metode Penulisan …………………………………………… 7

BAB 2 PEMBAHASAN …………………………………………… 8

BAB 3 PENUTUP …………………………………………………. 26


A. Kesimpulan ………………………………………………… 26
B. Saran ……………………………………………………….. 27

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………. 28

4
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Orang bijak sering mengatakan “Masa depan bangsa terletak di tangan para
penerusnya”. Ini berarti segenap tumpuan masa depan berada di tangan kaum muda.
Apakah bangsa itu akan menjdai suatu bangsa yang rusak dan amburadul atau
menjadi bangsa yang kuat, kekal, dan jaya, semuanya ditentukan oleh para
penerusnya. Oleh karena itu di negara manapun, para penerus bangsa selalu menjadi
perhatian khusus oleh banyak kalangan, sebab masa depan bangsa yang baik adalah
masa depan yang memiliki kaum muda yang unggul.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penerus dapat diartikan sebagai


kelompok orang yang akan menggantikan kelompok sebelumnya. Para penerus ini
dapat diartikan sebagai anak-anak sampai para pemuda. Mereka ini adalah generasi
yang akan meneruskan cita-cita bangsa untuk memimpin dan mengatur bangsa pada
masa yang akan dating. Oleh karena itu, mereka haruslah memiliki kepribadian
yang baik, dan tentunya badan yang sehat, baik itu secara jasmani maupun rohani.

World Health Organization (WHO) 2005 menyatakan bahwa stunting


merupakan refleksi jangka panjang dari kualitas dan kuantitas makanan yang tidak
memadai dan sering menderita infeksi selama masa kanak-kanak. Anak yang
stunting merupakan hasil dari masalah gizi kronis sebagai akibat dari makanan yang
tidak berkualitas, ditambah dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan masalah
lingkungan. Stunting masa kanak-kanak berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan motorik dan tingkat kecerdasan yang lebih rendah. Selain itu, juga
dapat menyebabkan depresi fungsi imun, perubahan metabolik, penurunan
perkembangan motorik, rendahnya nilai kognitif dan rendahnya nilai akademik.
Anak yang menderita stunting akan tumbuh menjadi dewasa yang berisiko obesitas,
glucose tolerance, penyakit jantung koroner, hipertensi, osteoporosis, penurunan
performa dan produktivitas.

5
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
 Apa yang disebut dengan stunting?
 Apa tanda dan gejala stunting?
 Apa penyebab stunting?
 Apa dampak stunting bagi kita?
 Bagaimana cara penanggulangan dan pencegahan stunting?
 Apa saja program yang telah dilakukan oleh pemerintah?
 Bagaimana cara mengobati penyakit stunting?
 Bagaimana keadaan saat ini?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
 Untuk menjelaskan pengertian stunting.
 Untuk mengetahui tanda dan gejala stunting.
 Untuk mengetahui penyebab stunting.
 Untuk mengetahui dampak stunting.
 Untuk mengetahui cara penanggulangan dan pencegahan stunting.
 Untuk mengetahui prokes yang dilakukan pemerintah untuk mencegah
stunting
 Untuk mengetahui pengobatan pada stunting.
 Untuk mengetahui keadaan saat ini tentang stunting.

D. Manfaat
 Manfaat untuk ilmu penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan mengenai faktor nutrisi khususnya terkait kejadian
stunting.

6
 Manfaat untuk pelayanan kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi para
tenaga medis dalam mengusahakan pencegahan atau penekanan
angka stunting, dan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
baik.
 Manfaat untuk masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan masyarakat menyadari
dan memahami tentang pentingnya pemenuhan nutrisi demi
menunjang pertumbuhan anak usia dini.

E. Metode Penulisan
Metode yang di pakai dalam karya tulis ini adalah :
 Metode Pustaka
Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data
dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi
di internet.
 Diskusi
Yaitu mendapatkan data dengan cara bertanya secara langsung kepada PJ
konsultasi dan teman – teman yang mengetahui tentang informasi yang di
perlukan dalam membuat proyek.

7
BAB 2

PEMBAHASAN

Apa itu stunting? Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki
panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini
diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi
median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah
gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi
ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita
stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai
perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.

Seperti apa tanda dan gejala pada anak yang menderita stunting?
Untuk mengantisipasi terjadinya stunting pada buah hati sebaiknya kita mengetahui
gejala stunting sedini mungkin. Dengan demikian dapat dilakukan upaya
penyembuhan dan pencegahan agar tidak semakin parah dan membahayakan anak.

Gejala stunting yang perlu diketahui antara lain:

1. Anak memiliki tubuh lebih pendek dibandingkan anak seusianya.


2. Proporsi tubuh yang cenderung nomal namun anak terlihat lebih kecil dari
usianya
3. Berat badan yang rendah untuk anak seusianya.
4. Pertumbuhan tulang anak yang tertunda.

Apa faktor yang menyebabkan terjadinya stunting? Stunting


disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi
buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling
menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu
dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih
detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai
berikut :

8
1. Praktek pengasuhan yang kurang baik.

Termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi


sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta
dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak
mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan
tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI
diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi
untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MP- ASI juga dapat mencukupi
kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta
membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap
makanan maupun minuman.

2. Masih terbatasnya layanan kesehatan

Termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu


selama masa kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas.
Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia
menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari
79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai
ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi
sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses ke layanan
pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum
terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).

3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi.

Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong


mahal.Menurut beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS),
komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi,
India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura.
Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi
pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.

9
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah


tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3
rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.

Beberapa penyebab seperti yang dijelaskan di atas, telah berkontibusi pada


masih tingginya pervalensi stunting di Indonesia dan oleh karenanya diperlukan
rencana intervensi yang komprehensif untuk dapat mengurangi pervalensi stunting
di Indonesia

10
Apa dampak stunting? Di balik pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
pesat dalam kurun 20 tahun terakhir, masih masih ditemukan anak kekurangan gizi
di Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dan
perbaikan pembangunan sektor fisik tidak sinkron dengan perbaikan gizi
masyarakat. Walau masalah ini sangat penting, sejauh ini dalam musim kampanye
pemilihan umum 2019, isu ini tidak memperoleh banyak perhatian dari para calon
anggota parlemen (caleg) baik nasional maupun daerah, juga calon presiden dan
wakilnya. Padahal mereka yang akan menentukan kebijakan dan arah
pembangunan dalam lima tahun ke depan, termasuk pembangunan kesehatan dan
gizi.

Dampak kurang gizi, kekurangan gizi pada anak berdampak secara akut dan
kronis. Anak-anak yang mengalami kekurangan gizi akut akan terlihat lemah secara
fisik. Anak yang mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama atau
kronis, terutama yang terjadi sebelum usia dua tahun, akan terhambat pertumbuhan
fisiknya sehingga menjadi pendek (stunted).

Kondisi ini lebih berisiko jika masalah gizi sudah mulai terjadi sejak di
dalam kandungan. Data-data secara nasional di Indonesia membuktikan bahwa
angka stunting yang tinggi beriringan dengan kejadian kurang gizi. Seperti disebut
dalam laporan Riskesdas terakhir, ada 30,8% atau 7,3 juta anak di Indonesia
mengalami stunting, dengan 19,3% atau 4,6 juta anak pendek, dan 11,5% atau 2,6
juta anak sangat pendek. Lalu apa saja dampak gizi buruk, baik langsung maupun
langsung, terhadap anak dan ketahanan negara Indonesia?

1) Kognitif lemah dan psikomotorik terhambat

Bukti menunjukkan anak yang tumbuh dengan stunting mengalami masalah


perkembangan kognitif dan psikomotor. Jika proporsi anak yang mengalami kurang
gizi, gizi buruk, dan stunting besar dalam suatu negara, maka akan berdampak pula
pada proporsi kualitas sumber daya manusia yang akan dihasilkan. Artinya,
besarnya masalah stunting pada anak hari ini akan berdampak pada kualitas bangsa
masa depan.

11
2) Kesulitan menguasai sains dan berprestasi dalam olahraga

Anak-anak yang tumbuh dan berkembang tidak proporsional hari ini, pada
umumnya akan mempunyai kemampuan secara intelektual di bawah rata-rata
dibandingkan anak yang tumbuh dengan baik. Generasi yang tumbuh dengan
kemampuan kognisi dan intelektual yang kurang akan lebih sulit menguasai ilmu
pengetahuan (sains) dan teknologi karena kemampuan analisis yang lebih lemah.

Pada saat yang sama, generasi yang tumbuh dengan kondisi kurang gizi dan
mengalami stunting, tidak dapat diharapkan untuk berprestasi dalam bidang olah
raga dan kemampuan fisik. Dengan demikian, proporsi kurang gizi dan stunting
pada anak adalah ancaman bagi prestasi dan kualitas bangsa di masa depan dari
segala sisi.

3) Lebih mudah terkena penyakit degeneratif

Kondisi stunting tidak hanya berdampak langsung terhadap kualitas


intelektual bangsa, tapi juga menjadi faktor tidak langsung terhadap penyakit
degeneratif (penyakit yang muncul seiring bertambahnya usia). Berbagai studi
membuktikan bahwa anak-anak yang kurang gizi pada waktu balita, kemudian
mengalami stunting, maka pada usia dewasa akan lebih mudah mengalami obesitas
dan terserang diabetes melitus.

Seseorang yang dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya


mengalami kekurangan gizi dapat mengalami masalah pada perkembangan sistem
hormonal insulin dan glukagon pada pankreas yang mengatur keseimbangan dan
metabolisme glukosa. Sehingga, pada saat usia dewasa jika terjadi kelebihan intake
kalori, keseimbangan gula darah lebih cepat terganggu, dan pembentukan jaringan
lemak tubuh (lipogenesis) juga lebih mudah. Dengan demikian, kondisi stunting
juga berperan dalam meningkatkan beban gizi ganda terhadap peningkatan
penyakit kronis di masa depan.

12
4) Sumber daya manusia berkualitas rendah

Kurang gizi dan stunting saat ini, menyebabkan rendahnya kualitas sumber
daya manusia usia produktif. Masalah ini selanjutnya juga berperan dalam
meningkatkan penyakit kronis degeneratif saat dewasa. Karena itu, Januari
merupakan momen yang tepat bagi semua pihak (para orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah dan parlemen) untuk ikut berperan dalam menyelesaikan
permasalahan gizi anak dan stunting tersebut. Perhatian terhadap Hari Gizi
Nasional bukan semata seremonial, tapi merupakan sebuah bentuk kewaspadaan
terhadap kondisi yang terjadi saat ini, dan kepedulian masa depan bangsa.

Akademisi, peneliti, dan pemerhati kesehatan masyarakat di lapangan dapat


melakukan riset, mengedukasi masyarakat, dan mengadvokasi untuk melahirkan
kebijakan sesuai dengan rekomendasi riset. Anggota parlemen dan pemerintah
punya peran penting untuk mempercepat mengurangi jumlah penderita gizi buruk
dengan kebijakan dan anggaran yang memadai. Pada masa kampanye, para calon
anggota parlemen semestinya melihat ini sebagai sebuah permasalahan yang
penting yang harus diselesaikan. Kepedulian para caleg terhadap masalah stunting
di daerah-daerah mereka menjadi indikator bahwa mereka memahami persoalan
daerahnya dan peduli membangun generasi masa depan. Kita berharap, perbaikan
masalah gizi anak dan masyarakat merupakan bagian dari visi dan perjuangan
mereka.

Bagaimana cara penanggulangan dan pencegahan stunting? Secara


umum, cara untuh mencegah stunting ialah sebagai berikut :

 Pencegahan sejak masa kehamilan

Saat hamil, Anda disarankan untuk rutin memeriksakan kondisi


kehamilan ke dokter. Anda juga perlu memenuhi asupan nutrisi yang baik
selama kehamilan, dengan menu yang sehat dan seimbang. Selain itu,
asupan mineral seperti zat besi, asam folat dan yodium juga harus tercukupi.

13
 Terapkan IMD

Setelah anak lahir, segera lakukan inisiasi menyusui dini (IMD) agar
berhasil menjalankan ASI esklusif. Setelah itu, lakukan pemeriksaan ke
dokter atau pusat pelayanan kesehatan seperti posyandu atau puskesmas
secara berkala. Hal ini bertujuan untuk memantau pertumbuhan dan
perkembangan anak.

 Imunisasi

Patuhi jadwal imunisasi rutin yang ditetapkan pemerintah, agar anak


terlindung dari berbagai macam penyakit.

 ASI Eksklusif

Berikan ASI eksklusif sampai si Kecil berusia 6 bulan dan


diteruskan dengan pemberian MPASI yang sehat dan bergizi.

 Gaya hidup bersih dan sehat

Terapkan gaya hidup bersih dan sehat sedari dini, misalnya rutin
mencuci tangan sebelum makan, pastikan air yang diminum merupakan air
bersih, dan lainnya.

14
Terkait upaya untuk mengurangi serta menangani pervalensi stunting, pemerintah
di tingkat nasional kemudian mengeluarkan berbagai kebijakan serta regulasi
yang diharapkan dapat berkontribusi pada pengurangan pervalensi stunting,
termasuk diantaranya:

 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025


(Pemerintah melalui program pembangunan nasional ‘Akses Universal Air
Minum dan Sanitasi Tahun 2019’, menetapkan bahwa pada tahun 2019,
Indonesia dapat menyediakan layanan air minum dan sanitasi yang layak
bagi 100% rakyat Indonesia).
 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019 (target
penurunan prevalensi stunting menjadi 28% pada 2019).
 Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, Bappenas, 2011.
 Undang-Undang (UU) No. 36/2009 tentang Kesehatan.
 Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 tentang Air Susu Ibu Eksklusif.
 Peraturan Presiden (Perpres) No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi.
 Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 450/Menkes/SK/IV/2004
tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara Eksklusif Pada Bayi di
Indonesia.
 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.15/2013 tentang Tata Cara
Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu.
 Permenkes No.3/2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM).
 Permenkes No.23/2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi.
 Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Gizi Dalam Rangka
Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1.000 HPK), 2013.
 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK), 2013.

15
Selain mengeluarkan paket kebijakan dan regulasi, kementerian/lembaga
(K/L) juga sebenarnya telah memiliki program baik terkait intervensi gizi spesifik
maupun intervensi gizi sensitif, yang potensial untuk menurunkan stunting.
Intervensi Program Gizi Spesifik dilakukan oleh Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu) melalui Gerakan 1.000 Hari Pertama Kegiatan (HPK). Berikut
ini adalah identifikasi beberapa program gizi spesifik yang telah dilakukan oleh
pemerintah:

 Program terkait Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil, yang dilakukan


melalui beberapa program/kegiatan berikut:
a. Pemberian makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi
kekurangan energi dan protein kronis.
b. Program untuk mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat
c. Program untuk mengatasi kekurangan iodium10 xiv.
d. Pemberian obat cacing untuk menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.
e. Program untuk melindungi ibu hamil dari Malaria.

Jenis kegiatan yang telah dan dapat dilakukan oleh pemerintah baik
di tingkat nasional maupun di tingkat lokal meliputi pemberian
suplementasi besi folat minimal 90 tablet, memberikan dukungan kepada
ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali,
memberikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT), pemberian makanan
tambahan pada ibu hamil, melakukan upaya untuk penanggulangan
cacingan pada ibu hamil, dan memberikan kelambu serta pengobatan bagi
ibu hamil yang positif malaria.

 Program yang menyasar Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 bulan

Termasuk diantaranya mendorong IMD/Inisiasi Menyusui Dini


melalui pemberian ASI jolong/colostrum dan memastikan edukasi kepada
ibu untuk terus memberikan ASI Eksklusif kepada anak balitanya.
Kegiatan terkait termasuk memberikan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), promosi menyusui ASI
eksklusif (konseling individu dan kelompok), imunisasi dasar, pantau

16
tumbuh kembang secara rutin setiap bulan, dan penanganan bayi sakit
secara tepat.

Program Intervensi yang ditujukan dengan sasaran Ibu Menyusui dan


Anak Usia 7-23 bulan:

a. mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi


oleH pemberian MP-ASI.
b. Menyediakan obat cacing.
c. Menyediakan suplementasi zink.
d. Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan.
e. Memberikan perlindungan terhadap malaria.
f. Memberikan imunisasi lengkap.
g. Melakukan pencegahan dan pengobatan diare.

Selain itu, beberapa program lainnya adalah Pemberian Makanan


Tambahan (PMT) Balita Gizi Kurang oleh Kementerian
Kesehatan/Kemenkes melalui Puskesmas dan Posyandu. Program terkait
meliputi pembinaan Posyandu dan penyuluhan serta penyediaan makanan
pendukung gizi untuk balita kurang gizi usia 6-59 bulan berbasis pangan
lokal (misalnya melalui Hari Makan Anak/HMA). Anggaran program
berasal dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) - Dana Alokasi
Khusus (DAK) Non Fisik sebesar Rp. 200.000.000 per tahun per
Puskesmas di daerahnya masing masing.

Terkait dengan intervensi gizi sensitif yang telah dilakukan oleh


pemerintah melalui K/L terkait beberapa diantaranya adalah kegiatan sebagai
berikut:

 Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih melalui program


PAMSIMAS (Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi berbasis Masyarakat).

Program PAMSIMAS dilakukan lintas K/L termasuk Badan Perencanaan


Pembangunan Nasional/Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas/Kementerian PPN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (KemenPUPERA), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan

17
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Selain pemerintah pusat,
PAMSIMAS juga dilakukan dengan kontribusi dari pemerintah daerah serta
masyakart melalui pelaksanaan beberapa jenis kegiatan seperti dibawah:

o Meningkatkan praktik hidup bersih dan sehat di masyarakat.


o Meningkatkan jumlah masyarakat yang memiliki akses air minum dan
sanitasi yang berkelanjutan
o Meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan lokal (pemerintah
daerah maupun masyarakat) dalam penyelenggaraan layanan air minum dan
sanitasi berbasis masyarakat.
o Meningkatkan efektifitas dan kesinambungan jangka panjang
pembangunan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi berbasis
masyarakat

 Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi.


Melalui Kebijakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang
pelaksanaanya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama
dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(KemenPUPERA). Kegiatan ini meliputi gerakan peningkatan gizi/Scaling Up
Nutrition (SUN) Movement yang hingga 2015 telah menjangkau 26.417
desa/kelurahan.
 Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan (Garam, Terigu, dan Minyak Goreng),
umumnya dilakukan oleh Kementerian Pertanian.
 Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB)
melalui dua program :

Program KKBPK (Kependudukan, Keluarga Berencana dan


Pembangunan Keluarga) oleh BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional) bekerjasama dengan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota).
Kegiatan yang dilakukan meliputi:

18
• Penguatan advokasi dan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) terkait
Program KKBPK.
• Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata • Peningkatan
pemahaman dan kesadaran remaja mengenai kesehatan reproduksi dan
penyiapan kehidupan berkeluarga.
• Penguatan landasan hukum dalam rangka optimalisasi pelaksanaan
pembangunan bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB)
• Penguatan data dan informasi kependudukan, KB dan KS
Program Layanan KB dan Kesehatan Seksual serta Reproduksi
(Kespro) oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI). Kegiatan yang dilakukan adalah :
• Menyediakan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang terjangkau oleh
seluruh
lapisan masyarakat, termasuk difabel (seseorang dengan kemampuan berbeda)
dan
kelompok marjinal termasuk remaja.
• Menyediakan pelayanan penanganan kehamilan tak diinginkan yang
komprehensif yang
terjangkau.
• Mengembangkan standar pelayanan yang berkualitas di semua strata pelayanan,
termasuk
mekanisme rujukan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi.
• Melakukan studi untuk mengembangkan pelayanan yang berorientasi pada
kepuasan
klien, pengembangan kapasitas dan kualitas provider.
• Mengembangkan program penanganan kesehatan seksual dan reproduksi pada
situasi
bencana, konflik dan situasi darurat lainnya.
• Mengembangkan model pelayanan KB dan Kesehatan Produksi (Kespro)
melalui
pendekatan pengembangan masyarakat.

19
 Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan Program Jaminan


Kesehatan Nasional (JKN)-Penerima Bantuan Iuran (PBI) berupa pemberian
layanan kesehatan kepada keluarga miskin dan saat ini telah menjangkau sekitar 96
juta individu dari keluarga miskin dan rentan.

 Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal)

Yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan


memberikan layanan kesehatan kepada ibu hamil dari keluarga/ rumah tangga
miskin yang belum mendapatkan JKN-Penerima Bantuan Iuran/PBI.

Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang tua.


Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal
Yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) melalui Program Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD).Beberapa kegiatan yang dilakukan berupa:

• Perluasan dan peningkatan mutu satuan PAUD.


• Peningkatan jumlah dan mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PTK) PAUD.
• Penguatan orang tua dan masyarakat.
• Penguatan dan pemberdayaan mitra (pemangku
kepentingan, stakeholders).

20
 Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat Program Perbaikan Gizi Masyarakat
yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (melalui Puskesmas dan
Posyandu) Kegiatan yang dilakukan berupa:
• Peningkatan pendidikan gizi.
• Penanggulangan Kurang Energi Protein.
• Menurunkan prevalansi anemia, mengatasi kekurangan zinc dan zat besi,
mengatasi Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) serta
kekurangan Vitamin A.
• Perbaikan keadaan zat gizi lebih.
• Peningkatan Survailans Gizi.
• Pemberdayaan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat.

 Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi serta Gizi pada Remaja,

Berupa Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja yang dilaksanakan oleh


Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR) termasuk pemberian layanan konseling dan peningkatan kemampuan
remaja dalam menerapkan Pendidikan dan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS).

 Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin

Misalnya melalui Program Subsidi Beras Masyarakat Berpenghasilan


Rendah (Raskin/Rastra) dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang dilaksanakan
oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Kegiatannya berupa pemberian subsidi untuk
mengakses pangan (beras dan telur) dan pemberian bantuan tunai bersyarat kepada
ibu Hamil, Menyusui dan Balita.

21
 Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi

Melalui Program Ketahanan Pangan dan Gizi yang dilaksanakan Lintas K/L
yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi, Kemendagri. Kegiatan yang
dilakukan berupa:

- Menjamin akses pangan yang memenuhi kebutuhan gizi terutama ibu


hamil, ibu menyusui, dan anak-anak.
- Menjamin pemanfaatan optimal pangan yang tersedia bagi semua
golongan penduduk.
- Memberi perhatian pada petani kecil, nelayan, dan kesetaraan gender.
- Pemberdayaan Ekonomi Mikro bagi Keluarga dengan Bumil KEK
(Kurang Energi Protein).
- Peningkatan Layanan KB.

Beberapa hal yang kemungkinan menjadi penyebab belum efektifnya


kebijakan serta program Intervensi Stunting yang ada dan telah dilakukan
adalah:

 Kebijakan dan regulasi terkait Intervensi Stunting belum secara maksimal


dijadikan landasan bersama untuk menangani stunting
 Kementerian/Lembaga (K/L) melaksanakan program masing-masing tanpa
koordinasi yang cukup.
 Program-program Intervensi Stunting yang telah direncanakan belum
seluruhnya dilaksanakan.
 Program/intervensi yang ada (baik yang bersifat spesifik gizi maupun
sensitif gizi) masih perlu ditingkatkan rancangannya, cakupannya,
kualitasnya dan sasarannya.
 Program yang secara efektif mendorong peningkatan pengetahuan gizi yang
baik dan perubahan perilaku hidup sehat masyarakat belum banyak
dilakukan.
 Program-program berbasis komunitas yang efektif di masa lalu tidak lagi
dijalankan secara maksimal seperti sebelumnya misalnya akses ke
Posyandu, PLKB, kader PKK, Dasawisma, dan lainnya.

22
 Pengetahuan dan kapasitas pemerintah baik pusat maupun daerah dalam
menangani stunting perlu ditingkatkan.

Adapun hal yang dapat dilakukan untuk mengobati stunting ialah :

a. Periksa rutin ke dokter

Memiliki anak yang mengalami stunting harus diperiksa rutin ke dokter. Ini
berlaku bukan hanya untuk anak yang mengalami stunting saja. Setiap bayi tidak
hanya ditimbang, tapi juga diukur panjang badannya dan lingkar kepala. Anak
dengan stunting diukur dengan pengukuran berat badan.

b. Konsultasi ke dokter anak

Kalau sudah mengalami stunting, konsultasikan ke dokter anak karena


hanya dokter anak lah yang kompeten dalam mengatasi masalah stunting. Butuh
diagnose dan amnesis yang tepat. Ada kategori anak stunting dengan badan yang
kurus, ada juga yang gemuk. Penanganan yang diterapkan pun tentunya akan
berbeda-beda.

c. Asupan makan sumber protein cukup

Seorang anak yang sudah stunting harus diberikan asupan Makanan tepat.
Mereka harus dapat asupan protein. Setiap 1000 kalori harus ada Makanan sumber
protein hewani dan nabati. Misalnya untuk anak 10 kg 1000 kalori, 25 gram itu
dapat protein hewani atau nabati. Selain itu, pastikan Anda memberikan makanan
yang memiliki kandungan nutrisi yang beragam pada anak.

d. Anak cukup tidur

Anak harus tidur cukup di malam hari, dia harus deep sleep di antara jam
23.00-02.00 dini hari. Pastikan jam 8 malam anak sudah masuk kamar dan bersiap
untuk tidur, jangan ajak anak bermain di atas jam 8 malam. Tidur minimal 8 jam
akan membuat tubuh sehat dan lebih berenergi untuk melakukan aktivitas.

23
e. Pastikan anak aktif

Sebagai seorang ibu harus mengetahui kondisi anak. Sang anak harus tetap
aktif untuk merangsang hormone pertumbuhan pada anak. Selain itu, ini juga bisa
merangsang IQ anak sampai berusia 2 tahun. Jika Anda mengetahui bahwa sang
anak mengalami stunting, ini harus segera diobati sebelum terlambat untuk
merangsang fungsi otaknya.

Saat ini, Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting
merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada
tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting.
Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka
stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita
stunting di dunia tahun2018 berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari
sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi
terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia
Tengah (0,9%).

Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health


Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan
prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR).
Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.

Di INDONESIA, Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah


gizi utama yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi
(PSG) selama tiga tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi
dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk.
Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5%
menjadi 29,6% pada tahun 2017.

24
Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di
Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan menjadi
35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu
menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari hasil
Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan program yang sudah
diupayakan oleh pemerintah.

Survei PSG diselenggarakan sebagai monitoring dan evaluasi kegiatan dan


capaian program. Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di
Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi
27,5%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada
tahun 2017.

25
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah,


atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya (MNC,2009). Stunded adalah tinggi badan anak kurang menurut umur
(<-2SD) ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan
kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak.
Stunded merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa
lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.

Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropomedik tinggi badan


menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan
pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi
yang tidak memadai dan atau kesehatan Faktor gizi ibu sebelum dan selama
kehamilan merupaka penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan
menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga
bayi akan lahir dengan kekurangan gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan
dan perkembangan.

Beberapa faktor terkait dengan kejadian stunted antara lain kekurangan


energi dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan
yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan. Untuk menentukan stunted pada anak
dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran tinggi badan menurut umur
dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. Antropometri merupakan ukuan dari
tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah pengukuran dari beberapa bentuk tubuh
dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk
mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi. Anak yang menderita stunting
berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada
kecerdasan, produktifitas dan prestasinya kelak

26
B. Saran

Stunting harus dicegah sedini ungkin dengan meningkatkan pelayanan


kesehatan kepada ibu sejak kehamilan 3 bulan berupa ANC berupa gizi ibu hamil,
imunisasi TT, dan pemeriksaan kehamilan secara teratur. Bayi harus diberikan ASI
sampai umur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi harus diberikan makan pendamping ASI
(M-ASI). Anak harus dibawa ke posyandu secara rutin untuk mendapatkan
pelayananan secara lengkap. Bagi balita stunting segera diberikan pelayanan
kesehatan.

27
DAFTAR PUSTAKA

http://www.depkes.go.id/download.php%3Ffile%3Ddownload/pusdatin/buletin/Buletin
-Stunting-
2018.pdf&ved=2ahUKEwj3zcKNyezkAhWHe30KHZyvDVAQFjABegQIAhAB&usg=AOvVaw
2Sdwa9UKB6jrtTY7JRuJCn

https://e-
journal.unair.ac.id/MGI/article/download/3117/2264&ved=2ahUKEwj3zcKNyezkAhWHe
30KHZyvDVAQFjACegQIAxAB&usg=AOvVaw3DGbNfisY1ftTiVtvfnnpf

http://jurnal.htp.ac.id/index.php/keskom/article/download/85/69/&ved=2ahUKEwj3zcK
NyezkAhWHe30KHZyvDVAQFjADegQIBBAB&usg=AOvVaw3KCTxpWq4LNtVkf1ZA75K0

http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/813/669&ved=2ahUKEwj3z
cKNyezkAhWHe30KHZyvDVAQFjAGegQIBxAC&usg=AOvVaw3Tv8wMiiiegfHoYwJmNMqd
&cshid=1569435172713

https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/download/2520/2029&ved=2ahUKEwj3z
cKNyezkAhWHe30KHZyvDVAQFjAIegQICBAB&usg=AOvVaw2je3mE7dYsUKuBdRpNur06
&cshid=1569435172713

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgi/article/download/20025/14467&ved=2ahUKE
wj3zcKNyezkAhWHe30KHZyvDVAQFjAJegQICRAB&usg=AOvVaw1DMykk7TbtTe0oPxdvF
Pj4&cshid=1569435172713

https://media.neliti.com/media/publications/39896-ID-model-pengendalian-faktor-
risiko-stunting-pada-anak-bawah-tiga-
tahun.pdf&ved=2ahUKEwj3zcKNyezkAhWHe30KHZyvDVAQFjAKegQIChAB&usg=AOvVaw
0568ANQgM30qQ6xzgzBXg5&cshid=1569435172713

28

Anda mungkin juga menyukai