Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH SURVEILANS STUNTING

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 13

PRODI ILMU KESEHATAN

MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN

MASYARAKAT UNIVERSITAS NUSA

CENDANA

KUPANG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
semua rahmatnya, penulis akhirnya bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Tidak lupa, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sigit Purnawan
S,KM.M,Kes selaku dosen mata kuliah Surveilans Kesehatan Masyarakat, yang sudah
memberikan banyak bantuan untuk menyusun makalah ini. Penulis juga ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu penyusunan makalah ini.

Makalah berjudul “Surveilans Stunting” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Surveilans Kesehatan. Melalui tugas ini, penulis mendapatkan banyak ilmu baru tentang
penyakit Stunting.

Tentu penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Meskipun begitu,
penulis berharap bahwa makalah ini bisa bermanfaat untuk orang lain.Apabila ada kritik dan
saran yang ingin disampaikan, penulis sangat terbuka dan dengan senang hati menerimanya.

Kupang, 9 Desember 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Stunting masih menjadi permasalahan gizi masyarakat di Indonesia. Hampir 1 dari 3 anak
di Indonesia mengalami stunting. Stunting didefinisikan sebagai permasalahan gizi kronis di
masa lalu yang ditandai dengan tinggi badan menurut umur dibawah -2 standar deviasi.Di
beberapa referensi menyebutkan bahwa stunting tidak hanya permasalahan pendek saja namun
diketahui bahwa stunting terkait dengan sel immature pada saat kehamilan yang kedepan akan
memiliki dampak yang lebih luas.Stunting merupakan permasalahan antar generasi. Anak yang
mengalami stunting selain dinyatakan mengalami kegagalan pertumbuhan juga disinyalir akan
berkontribusi terhadap lingkaran permasalahan gizi yang tidak terputus. Anak yang dilahirkan
dengan stunting dan tidak mengalami perbaikan pada masa dewasa akan melahirkan bayi yang
stunting juga terus menuerus berputar dalam siklus hidup manusia.

Pada masa dewasa, anak yang diketahui stunting berpotensi terhadap terjadinya gangguan
metabolik yang terkait dengan penyakit tidak menular dan penurunan produktifitas.Dalam
lingkup yang lebih luas, stunting berkontribusi terhadap menurunya kualitas sumber daya
manusia. Berkurangnya produktifitas kerja akibat kegagalan pertumbuhan akan berdampak
terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Selain itu meningkatnya penyakit
tidak menular seperti diabetes mellitus merupakan penyumbang angka ketergantungan hidup
(Disability Adjusted Life Years/DALYs), yang menunjukan beban yang semakin besar karena
adanya disabilitas di masyarakat. Penyakit tidak menular juga merupakan salah satu kontributor,
yang bertanggung jawab menyumbang tingginya angka mortalitas di dunia. Stunting telah
menjadi salah satu indikator pembangunan gizi masyarakat.

Di Indonesia meskipun trend sudah mengalami penurunan antar survei, namun tingginya
angka stunting nasional yang masih di atas 20% menunjukan bahwa stunting masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Meskipun demikian adanya disparitas yang tinggi antar provinsi
di Indonesia ikut berkontribusi terhadap angka stunting nasional. Provinsi Nusa Tenggara Timur
merupakan salah satu provinsi di wilayah Timur dengan prevalensi stunting tertinggi di
Indonesia. Beberapa Studi sebelumnya telah mengidentifikasi faktor-faktor karakteristik
keluarga yang berkaitan dengan stunting. Faktor maternal atau ibu merupakan salah satu faktor
yang terkait erat dengan kelahiran bayi stunting. Nutrisi ibu juga merupakan faktor yang berkait
langsung dengan partumbuhan anak. Variabel lain yang merupakan faktor yang berkontibusi
tidak langsung adalah faktor sosio demografi keluarga. Laporan dari Badan Pusat Statistik, di
Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagian besar penduduk berpendidikan rendah (Sekolah Dasar
sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama).
RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan suerveilans stunting?


2. Bagaimana program pelaksanaan surveilans stunting berjalan?
3. Apa saja yang di evaluasi dari program surveilans stunting?

TUJUAN

1. Untuk mengetahui tentang surveilans stunting


2. Untuk mengetahui tentang bagaimana pelaksanaan surveilans stunting
3. Untuk mengetahui apa saja yang di evaluasi tentang program surveilans
stunting
BAB II

PEMBAHASAN

Sebagian besar masyarakat mungkin belum memahami istilah yang disebut stunting.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam
waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi
badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik)
dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-
apa untuk mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan
kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan
(sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting
merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.

Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan
agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan
disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi
dan berkompetisi di tingkat global.“Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan
stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air
bersih”, tutur Menteri Kesehatan RI, NIla Farid Moelok.

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah
dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Selanjutnya, dipengaruhi juga oleh pola asuh
yang kurang baik terutama pada aspek perilaku, terutama pada praktek pemberian makan bagi
bayi dan Balita. Selain itu, stunting juga dipengaruhi dengan rendahnya akses terhadap
pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih.

“Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu)
maka, dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar
dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi
atau ibu dan anaknya”, tutupnya.Saat ini, stunting menjadi salah satu masalah yang diperhatikan
oleh pemerintahmelalui sebuah inovasi yang diprakarsai Presiden Jokowi yang disebut Padat
Karya Tunai Desa Bidang Kesehatan.

Program padat karya tunai desa merupakan program yang mengutamakan sumber daya
lokal,tenaga kerja lokal,dan teknologi lokal desa. Program ini memiliki empat pilar, yaitu: 1)
Meningkatkan perekonomian masyarakat desa; 2) Menurunkan angka pengangguran masyarakat
desa melalui kegiatan swa kelola, 3) Mekanisme operasionalnya dikerjakan bersama secara lintas
sektor, dan 4) Dilaksanakan dengan integrasi lintas program dan lintas sektor.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto
Wardoyo mengatakan penguatan surveilans dalam mencari kasus stunting sangat dipengaruhi
oleh kapasitas dan kualitas Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMKes) utamanya bagi wilayah
di luar Pulau Jawa.“Surveilans terhadap intervensi kasus-kasus stunting, itu penting karena
bagaimanapun banyak faktor sensitif dan spesifik yang bisa kita temukan dari surveilans,” kata
Hasto Wardoyo dalam Seminar Hasil Kajian Kebijakan Program Penurunan Stunting yang
diikuti daring di Jakarta.
Hasto menyoroti bahwa sampai dengan saat ini, surveilans yang digencarkan untuk
menemukan kasus stunting baru masih perlu dipacu lebih cepat. Padahal melalui surveilans,
pemerintah dapat mengetahui penyebab utama terjadinya stunting di suatu daerah atau pola
stunting hingga di tingkat kabupaten/kota.Misalnya, saat ditemukannya diare sebagai salah satu
penyebab terjadinya stunting pada anak akibat dari lingkungan yang tidak bersih, minimnya
edukasi sebelum calon pasangan pengantin menikah terkait bahaya kawin usia dini hingga
pentingnya mengkonsumsi tablet tambah darah.“Apalagi dalam satu tahun yang menikah di
Indonesia hampir dua juta pasangan. Dari dua juta pernikahan, yang hamil dalam tahun yang
sama ada 1,6 juta orang. Di mana 400 ribu bayi yang dikandung bisa berkontribusi terhadap
stunting,” katanya.

Anda mungkin juga menyukai