Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

ISU TERKINI AKK

(Stunting)

Oleh :

Herna Riana Dewi (18410005)

PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MALAHAYATI


BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, karunia, kesehatan dan
kemudahan dalam menyusun Makalah Isu Terkini AKK terkait “Stunting” oleh Herna Riana
Dewi (18410005) sebagai mahasiswi Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas
Malahayati Bandar Lampung.

Melalui kesempatan ini Saya mengucapkan terima kasih atas semua dukungan baik moril
maupun kebijakan. Saya menyadari bahwa Makalah ini masih banyak mengalami kekurangan
baik secara manajerial maupun teknis. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini Saya mohon
kritik dan saran agar makalah yang selanjutnya menjadi lebih baik. Semoga Makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Bandar Lampung, 04 Oktober 2021


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak yang diakibatkan dari kekurangan gizi
secara kronis yang terjadi sejak bayi dalam kadungan dan sampai dengan usia 2 tahun.
Hal ini mengakibatkan anak terlalu pendek untuk usianya. Berdasarkan standar
antropometri Kementerian Kesehatan Indonesia anak dikatakan stunting adalah anak
balita dengan nilai Z-Skore indeks PB/U kurang dari -2SD dan sangat pendek bila Z skore
indeks PB/U kurang dari -3SD.
Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengatakan bahwa Stunting
adalah kondisi ketika balita memiliki tinggi badan dibawah rata-rata. Hal ini diakibatkan
karena kurangnya asupan gizi yang diberikan, dalam waktu yang panjang dan tidak sesuai
dengan kebutuhan. Selain itu, stunting juga berpotensi untuk memperlampat
perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental,
rendahnya kemampuan belajar, dan berisiko untuk terkena serangan penyakit kronis
seperti diabetes, hipertensi dan obesitas.
Berdasarkan data Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada Tahun 2019,
prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 27,7%. Dan data World Bank tahun
2020 menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia berada pada urutan ke 115
dari 151 negara di Indonesia. Dijelaskan pula bahwa, provinsi dengan presentase balita
stunting terendah adalah Kepulauan Bangka Belitung sebesar 4,6%, sementara, provinsi
balita stunting tertinggi yakni Nusa Tenggara Timur dengan presentase sebanyak 24,2%.
Situasi pandemi menyebabkan terjadinya gangguan layanan gizi terutama fasilitas
kesehatan dan posyandu. Hal ini di sebabkan karena adanya pembatasanmobilitas
masyarakat untuk mencegah terjadinya penularan virus covid-19 sesuai dengan
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 11 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Pemerintah telah menetapkan kebijakan pencegahan stunting yang tertuang dalam
Keputusan Presiden Nomor 42 ahun 2013 tentang Gerakan Nasional Peningkatan
Percepatan Gizi dengan fokus pada kelompok usia pertama 1000 hari kehidupan.
Oleh karena itu, stunting harus dicegah agar dapat meningkatkan kualitas dan taraf hidup
Sumber Daya Manusia di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Stunting?
2. Bagaimana Teori terjadinya Stunting?
3. Bagaimana pencegahan dan tatalaksana Stunting?
4. Apasaja Upaya dan Target dari Pencapaian Program Stunting?
1.3. Tujuan
1. Dapat mengetahui dan memberikan informasi terkait apa yang dimaksud dengan
Stunting
2. Dapat mengetahui dan memberikan informasi terkait teori terjadinya Stunting
3. Dapat mengetahui dan memberikan informasi apa saja pencegahan dan tatalaksana
Stunting
4. Dapat mengetahui dan memberikan informasi apa saja Upaya dan Target dari
pencapaian dari program Stunting
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Stunting

Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang yang kurang dari normal berdasarkan
usia dan jenis kelamin. Tinggi badan merupakan salah satu jenis pemeriksaan
antropometri dan menunjukkan status gizi seseorang. Adanya stunting menunjukkan
status gizi yang kurang (malnutrisi) dalam jangka waktu yang lama (kronis). Oleh karena
itu seseorang yang mengalami stunting sejak dini dapat juga mengalami gangguan akibat
malnutrisi berkepanjangan seperti gangguan mental, psikomotor, dan kecerdasan.

Hal ini juga mengakibatkan anak terlalu pendek untuk usianya. Berdasarkan standar
antropometri Kementerian Kesehatan Indonesia anak dikatakan stunting adalah anak
balita dengan nilai Z-Skore indeks PB/U kurang dari -2SD dan sangat pendek bila Z
skore indeks PB/U kurang dari -3SD.

2.2. Teori Stunting

Sebelum mengatasi permasalahan Stunting, perlu terlebih dahulu mengetahui kerangka


teori penyebab terjadinya stunting, baik penyebab langsung maupun tidak langsung.
Salah satu kerangka yang bisa digunakan untuk mengurai intervensi penanggulangan
pendek adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Teori Penyebab Terjadinya Masalah Gizi


Dalam gambar di atas terlihat jelas bahwa sektor kesehatan lebih banyak berkiprah pada
penyebab langsung masalah gizi, sementara untuk upaya penanggulangan “Indirect
causes” and “root of the problems” dilakukan sektor lain. Melihat kerangka teori di atas,
intervensi spesifik oleh sektor kesehatan merupakan upaya di hilir, sehingga tidak akan
berdampak banyak bila di tingkat hulu tidak dilakukan intervensi dengan adekuat.

Banyak ahli berpendapat bahwa intervensi pada perbaikan gizi seperti investasi yang
bakal menuai keuntungan generasi. Investasi pada perbaikan gizi bisa membantu
mematahkan lingkaran setan kemiskinan dan meningkatkan gross domestic product
bangsa sebesar 2-3 persen setiap tahunnya. Investasi $1,- pada perbaikan gizi bisa
menghasilkan $30,- di bidang kesehatan, dan pendidikan ekonomi produktif.

2.3. Pencegahan dan Tatalaksana Stunting

Penyebab adanya kejadian stunting berdasarkan faktor yang paling mempengaruhi


sesuai urutan yaitu: pendapatan keluarga, pemberian ASI eksklusif, besar keluarga,
pendidikan ayah balita, pekerjaan ayah balita, pengetahuan gizi ibu balita,
ketahanan pangan keluarga, pendidikan ibu balita, tingkat konsumsi karbohidrat
balita, ketepatan pemberian MP-ASI, tingkat konsumsi lemak balita, riwayat
penyakit infeksi balita, sosial budaya, tingkat konsumsi protein balita, pekerjaan
ibu balita, perilaku kadarzi, tingkat konsumsi energi balita, dan kelengkapan
imunisasi balita.

Oleh karena itu, Program pencegahan stunting harus dilaksanakan secara komprehensif,
melibatkan seluruh komponen, tidak kasus per kasus. . Pemerintah telah menetapkan
kebijakan pencegahan stunting, melalui Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2013
tentang Gerakan Nasional Peningkatan Percepatan Gizi dengan fokus pada kelompok
usia pertama 1000 hari kehidupan, yaitu sebagai berikut:

1. Ibu hamil mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan
2. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil
3. Pemenuhan gizi
4. Persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli
5. Pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
6. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan
7. Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk bayi diatas 6 bulan hingga 2
tahun
8. Pemberian imunisasi dasar lengkap dan vitamin A
9. Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu terdekat
10. Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Selain itu, pemerintah menyelenggarakan pula PKGBM yaitu Proyek Kesehatan dan Gizi
Berbasis Masyarakat untuk mencegah stunting. PKGBM adalah program yang
komprehensif dan berkelanjutan untuk mencegah stunting di area tertentu. Dengan tujuan
program sebagai berikut:
1. Mengurangi dan mencegah berat badan lahir rendah, kurang gizi, dan stunting pada
anak-anak
2. Meningkatkan pendapatan rumah tangga/keluarga dengan penghematan biaya,
pertumbuhan produkstifitas dan pendapatan lebih tinggi.

2.4. Upaya dan Target dari Pencapaian Program Stunting

Anda mungkin juga menyukai