Dosen Pembimbing :
Ns. Moch Aspihan, M.Kep., Sp.Kep.Kom
Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
1. AFRIYANTI RETNO 30902200 5. MUHAMMAD AMRULLOH 30902200277
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting ( balita pendek) di Indonesia merupakan masalah gizi yang masih menjadi
prioritas, hal ini karena permasalahan gizi berdampak pada kualitas sumber daya
manusia (SDM). Menurut WHO stunting dapat disebabkan oleh dua faktor, faktor
utama yaitu faktor eksternal dari lingkungan masyarakat ataupun negara, dan faktor
internal, meliputi keadaan di dalam lingkungan rumah anak.
Benerapa faktor lain penyebab stunting juga dipengaruhi oleh pekerjaan ibu,
tinggi badan ayah, tinggi badan ibu, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, pola
asuh, dan pemberian ASI eksklusif (Wahdah, Juffrie, & Huriyati, 2015), selain itu
stunting juga disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti pendidikan ibu,
pengetahuan ibu mengenai gizi, pemberian ASI eksklusif, umur pemberian MP-ASI,
tingkat kecukupan zink dan zat besi, riwayat penyakit infeksi serta faktor genetik.
(Aridiyah, Rohmawati, & Ririanty, 2015).
Secara global, stunting menjadi salah satu tujuan dari Sustainable
Development Goals (SDGs). Data prevalensi stunting pada balita menurut World
Health Organization (WHO, 2019) menyebutkan bahwa wilayah South East Asia
masih menjadi wilayah dengan angka prevalensi stunting tertinggi (31,9%) di dunia
setelah Afrika (33,1%). Indonesia termasuk ke dalam negara keenam di wilayah
South-East Asia setelah Bhutan, Timor Leste, Maldives, Bangladesh, dan India, yaitu
sebesar 36,4%.
Prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan (RISKESDAS, 2018) mengalami
namun angka ini masih dibawah target yang di tetapkan oleh WHO yaitu dibawah 20
%. Prevalensi stunting di Jawa Tengah memberikan kontribusi sebanyak 28 % dan
menduduki peringkat 9 dari seluruh propinsi di Jawa Tengah 2018 meskipun data ini
lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2016 yang menduduki peringkat 13.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021,
prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita.
Prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.
Stunting patut mendapat perhatian lebih karena dapat berdampak bagi
kehidupan anak sampai tumbuh besar, terutama risiko gangguan perkembangan fisik
dan kognitif apabila tidak segera ditangani dengan baik. Dampak stunting dalam
jangka pendek dapat berupa penurunan kemampuan belajar karena kurangnya
perkembangan kognitif. Sementara itu dalam jangka panjang dapat menurunkan
kualitas hidup anak saat dewasa karena menurunnya kesempatan mendapat
pendidikan, peluang kerja, dan pendapatan yang lebih baik. Selain itu, terdapat pula
risiko cenderung menjadi obesitas di kemudian hari, sehingga meningkatkan risiko
berbagai penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi, kanker, dan lain-lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian stunting ?
2. Bagaimana dampak dari stunting ?
3. Apa saja faktor-faktor stunting ?
4. Bagaimana tindakan Preventif pada stunting ?
5. Bagaimana kerangka teori pada stunting ?
6. Bagaimana kerangka konsep pada stunting ?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan komunitas pada stunting ?
C. Tujuan
A. Pengertian
Stunting adalah suatu kondisi kekurangan gizi kronis yang terjadi pada saat
periode kritis dari proses tumbuh dan kembang mulai janin. Stunting didefinisikan
sebagai kondisi anak usia 0-59 bulan,dimana tinggi badan menurut umur (TB/U)
berada dibawah minus 2 Standar Devaisi (>-2SD) dari standar median WHO (WHO,
2018).
Stunting diukur sebagai status gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang
badan, umur, dan jenis kelamin balita. Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang
badan balita di masyarakat menyebabkan kejadian stunting sulit disadari. Malnutrisi
merupakan suatu dampak keadaan status gizi baik dalam jangka waktu pendek
maupun jangka waktu lama. Penyebab stunting bisa dikaitkan karena kurang gizi.
Kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah yang saling berhubungan.
B. Dampak
Stunting pada anak merupakan dampak dari defisiensi nutrient selama seribu
hari pertama kehidupan. Hal ini menimbulkan gangguan perkembangan fisik anak
yang irreversible, sehingga menyebabkan penurunan performa kerja. Anak stunting
memiliki rerata skor Intelligence Quotient (IQ) sebelas poin lebih rendah
dibandingkan rerata skor IQ pada anak normal. Gangguan tumbuh kembang pada
anak akibat kekurangan gizi bila tidak mendapatkan intervensi sejak dini akan
berlanjut hingga dewasa.
Stunting akan berdampak pada proses tumbuh kembang otak yang terganggu
dan dalam jangka pendek berpengaruh pada kemampuan kognitif. Pada jangka
panjang mengurangi kapasitas untuk berpendidikan lebih baik dan hilangnya
kesempatan untuk peluang kerja dengan pendapatan lebih baik. Dalam jangka panjang
anak stunting yang berhasil mempertahankan hidupnya, pada usia dewasa cenderung
menjadi gemuk (obese), dan berpeluang menderita penyakit tidak menular (PTM),
seperti hipertensi, diabetes, kanker, dan lain-lain (Menon et al., 2018).
C. Faktor-faktor Stunting
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Secara lebih
detail, beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting dapat digambarkan
sebagai berikut :
a. Faktor Langsung
1. Faktor Ibu
Faktor ibu dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi, kehamilan,
dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu seperti usia ibu terlalu
muda atau terlalu tua, pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa,BBLR,
IUGR dan persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat dan hipertensi
( Sandra Fikawati dkk,2017 ).
2. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil proses pertumbuhan.
Melalui genetik yang berada dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan
kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Derajat sensitivitas jaringan terhadap
rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang (Narsikhah,
2012). Menurut Amigo et al, dalam Narsikhah (2012) salah satu atau kedua orang
tua yang pendek akibat kondisi patologi ( seperti defisiensi hormon
pertumbuhan ) memiliki gen dalam kromosom yang membawa sifat pendek
sehingga memperbesar peluang anak mewarisi gen tersebut dan tumbuh menjadi
stunting. Akan tetapi, bila orang tua pendek akibat kekurangan zat gizi atau
penyakit, kemungkinan anak dapat tumbuh dengan tinggi badan normal selama
anak tersebut tidak terpapar faktor resiko yang lain.
3. Pemberian ASI Eksklusif
Masalah-masalah tekait praktik pemberian ASI meliputi delayed Initiation, tidak
menerapkan ASI Eksklusif, dan penghentian dini konsumsi ASI. Sebuah
penelitian membuktikan bahwa menunda inisiasi menyusu ( delayed initiation )
akan meningkatkan kematian bayi. ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa
suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun
susu selain ASI. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan
pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh
kembang yang optimal. Setelah 6 bulan, bayi mendapat makanan pendamping
yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan. Menyusui yang
berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikan terhadap
asupan nutrisi penting pada bayi ( Sandra fikawati dkk, 2017).
b. Faktor Infeksi
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi entrik seperti diare,
enteropati,dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernapasan ( ISPA),
malaria, berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi dan inflamasi. Penyakit
infeksi akan berdampak pada gangguan masalah gizi. Infeksi klinis menyebabkan
lambatnya pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan anak yang memiliki riwayat
penyakit infeksi memiliki peluang mengalami stunting ( picauly & Toy, 2013 ).
d. Faktor Lingkungan
Lingkungan rumah,dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang tidak
adekuat, penerapan asuhan yang buruk, ketidakamanan pangan, alokasi pangan
yang tidak tepat, rendahnya edukasi pengasuh. Anak-anak yang berasal dari rumah
tangga yang tidak memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik beresiko mengalami
stunting ( Putri dan Sukandar, 2012).
D. Preventif
Merujuk pada pola pikir UNICEF masalah stunting terutama disebabkan
karena ada pengaruh dari pola asuh, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan,
lingkungan, dan ketahanan pangan. Dari kedua kondisi ini dikaitkan dengan strategi
implementasi progaram yang harus dilaksanakan. Pola asuh (caring), termasuk
didalamnya adalah IMD, menyusui ekslusif sampai dengan 6 bulan, pemberian
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sampai usia 2 tahun merupakan proses untuk
membantu tumbuh kembang bayi dan anak (Batiro et al., 2017).
Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada penurunan stunting melalui
intervensi gisi spesifik sebahai berikut :
1. Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih
2. Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi
3. Melakukan fortifikasi bahan pangan
4. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB)
5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal ( Jampersal )
7. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua
8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal
9. Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat
10. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi,serta gizi pada remaja.
11. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin
12. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi
E. Kerangka Teori
Asupan gizi kurang MP ASI kurang terpenuhi ASI ekslusif kurang
Tidak tercukupi zat gizi (energi protein,Vitamin A) Gagal tumbuh (growth faltering)
Produktivitas rendah
F. Kerangka Konsep
Balita Stunting :
Faktor yang mempengaruhi
stunting :
Status pemberian ASI ekslusif
Ya
Kunjungan ke layanan kesehatan
Rerata frekwensi sakit
(ISPAdan diare)
Tingkat asupan protein
Tidak
Tingkat asupan energi
2. Data Epidemiologi
a) Insiden Stunting :
b) Prevalensi Stunting :
c) Insiden rate Stunting :
d) Prevalensi rate stunting :
e) Mortalitas stunting :
f) Morbiditas stunting :
b. Sub Sistem
a) Lingkungan fisik :
b) Pendidikan :berdasarkan data monografi mayoritas pendidikan ibu yang
mempunyai usia balita adalah lulusan SMA dan minoritas lulusan SMP.
c) Keamanan dan Transportasi :
Keamanan : terdapat pos keamanan lingkungan yang tersebar di setiap
rukun warga.
Transportasi : mayoritas setiap KK mempunyai kendaraan pribadi
beruba sepeda motor.
d) Politik dan pemerintahan : pada sub sistem politik dan pemerintahan
mayoritas ibu yang mempunyai balita hampir rutin mengikuti kegiatan
perkumpulan rukun tetangga yang diadakan setiap bulan sekali, dan rutin
mengikuti kegiatan posyandu untuk anaknya.
e) Pelayanan kesehatan dan sosial :
f) Ekonomi : berdasarkan hasil wawancara smayoritas ibu yang mempunyai
balita adalah pekerja swasta , dan minoritas ibu rumah tangga.
g) Komunikasi : berdasarkan hasil wawancara terhadap ibu yang mempunyai
balita, mereka memperoleh informasi kesehatan atau berita kesehatan dari
internet, beberapa ada yang dari televisi atau dari kegiatan posyandu.
h) Rekreasi : tempat reksreasi yang biasa dikunjungi ibu beserta balita dan
keluarga di taman-taman kota, kebun binatang seruling mas Banjarnegara,
maupun tempat rekreasi air di surya yudha park Banjarnegara.