Anda di halaman 1dari 14

PENCEGAHAN STUNTING

Tugas Ini Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Komunitas II

Dosen Pengampu :
Ns. Angga Saeful Rahmat, S.Kep., M.Kep., SP. Kep., Kom

Disusun Oleh :
Cahya Faturohman 030320745
Siti Maulidya Sahid 030320779
Malika Abdillah 122070170

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN

TAHUN AKADEMIK 2022 – 2023

Jl. Raya Industri Pasir Gombong, Jababeka, Cikarang, Bekasi 17530.Telp. 02189111110 Email :
info@imds.ac.id Website : www.imds.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia masih menghadapi masalah gizi seperti negara-negara berkembang lainnya


terutama yang menimpa balita dan wanita hamil. Masalah gizi ini tidak hanya disebabkan oleh
kekurangan zat gizi makro tapi juga zat gizi mikro. Stunting pada balita merupakan
manifestasi dari kekurangan zat gizi kronis baik saat pre dan postnatal. Stunting (anak
pendek) merupakan hambatan pertumbuhan yang selain diakibatkan kekurangan asupan zat
gizi juga adanya masalah kesehatan yang berdampak pada perkembangan anak mulai dari
tahap awal yaitu saat konsepsi sampai tahun ke 3 atau ke 4 kehidupan anak, dimana keadaan
gizi ibu dan anak merupakan faktor penting dari pertumbuhan anak.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) menyebutkan bahwa berbagai kasus


stunting yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan salah satu permasalahan utama terkait
gizi yang sedang dihadapi pemerintah dan masyarakat. Stunting didefinisikan sebagai
kurangnya gizi secara kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang
cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan
anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Stunting adalah masalah gizi kronis yang ditandai dengan kondisi tubuh anak yang
pendek karena kurangnya asupan gizi pada masa 1000 hari pertama kehidupan . Sebanyak
149,2 juta anak dibawah 5 tahun tercatat menjadi penderita stunting menurut WHO pada
tahun 2020. Di Kawasan Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara dengan angka prevalensi
tertinggi ke-2 dengan 31,8% dibawah Timor Leste (48,8%) . Angka prevalensi stunting di
Indonesia menurut hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 adalah 24,4%,
artinya terjadi penurunan angka prevalensi stunting jika dibandingkan dengan hasil SSGBI
tahun 2019 yang mencapai 27,7%. 27 provinsi tercatat masih menjadi wilayah dengan
kategori stunting kronis-akut termasuk Provinsi Jawa Barat dengan angka prevalensi stunting
24,5%

Pemberdayaan pada kader dalam bentuk pelatihan atau penyuluhan diperlukan untuk
meningkatkan pengetahuan kader tentang permasalahan gizi pada masyarakat, khususnya
balita sehingga kader kesehatan terpapar informasi baru guna diterapkan dalam pelayanan
Posyandu. Penelitian yang dilakukan oleh Megawati & Wiramihardja (2019)

1.2 Rumusan Masalah


Dapat mengetahui apa itu Stunting serta mengkaji lebih dalam terkait penyebab dan
Patofisiologi, memahami manifestasi klinis yang berkaitan dengan stunting dan mampu
menerapkan intervensi.
1.3 Tujuan
1. Dapat menginformasikan kepada masyarakat terkait apa itu stunting.
2. Dapat menjelaskan Intervensi Stunting Kepada kader
3. Mampu memberikan Penyuluhan Kepada kader tentang bagaimana pencegahan stunting.
4. Sebagai media informasi bagi mahasiswa ataupun masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Stunting

Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang yang kurang dari normal
berdasarkan usia dan jenis kelamin. Tinggi badan merupakan salah satu jenis
pemeriksaan antropometri dan menunjukkan status gizi seseorang. Adanya stunting
menunjukkan status gizi yang kurang (malnutrisi) dalam jangka waktu yang lama
(kronis).

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat


akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai
usia 24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch
up growth) yang memadai.

Stunting diukur sebagai status gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang
badan, umur, dan jenis kelamin balita. Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang
badan balita di masyarakat menyebabkan kejadian stunting sulit disadari. Malnutrisi
merupakan suatu dampak keadaan status gizi baik dalam jangka waktu pendek maupun
jangka waktu lama. Penyebab stunting bisa dikaitkan karena kurang gizi.

Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U
atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil
pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD
(pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted). Stunting adalah masalah
kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup
lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat
terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
2.2 Manifestasi Klinis Stunting

Dari beberapa kasus stunting dan tingginya angka kejadiaan stunting


merupakan masalah yang sangat memerihatinkan, adapun tanda dan gejala
stunting menurut Upadhyay & Srivastava (2016) antara lain: Anak memiliki
tubuh lebih pendek disbandingkan anak seusianya; Pertumbuhan tulang yang
tertunda; Proporsi tubuh yang cenderung normal namun anak terlihat lebih kecil
dari usianya; Memperlambat pertumbuhan anak atau terhambtanya pertumbuhan
anak menyebabkan sering terjadi diare pada anak, akibat sistem kekebalan tubuh
lemah; Keterlambatan keterampilan motorik; Keterlambatan perkembangan
kognitif ; Kesulitan membangun interaksi sosial selama masa kana-kanak; Banyak
terjadi dibeberapa negara contohnya di india bahwa kejadian stunting
berhubungan dengan infeksi cacing dari air atau sanitasi lingkungan yang buruk
(kurang bersih); Berat badan yang rendah untuk anak seusianya atau resiko
terjadinya BBLR (Nur & Jutomo, 2018).

2.3 Faktor Penyebab Stunting

Stunting dapat terjadi karena asupan zat gizi yang rendah. Asupan protein,
kalsium dan fosfor mempengaruhi terjadinya stunting pada anak. Semakin rendah
asupan zat gizi (protein, kalsium dan fosfor) akan meningkatkan risiko lebih besar
terjadinya stunting (Rukmana et al., 2016).

Stunting dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor langsung dan tidak
langsung. Faktor langsung antara lain :

a. faktor genetik (BBLR)


Berat Badan Bayi Lahir Rendah lebih cenderung mengalami retardasi
pertumbuhan intrauteri yang terjadi karena buruknya gizi ibu Bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari normal (<2500gram) mungkin masih
memiliki panjang badan normal pada waktu dilahirkan. Stunting baru akan
terjadi beberapa bulan kemudian, walaupun hal ini sering tidak disadari oleh
orang tua. Orang tua baru mengetahui anaknya stunting setelah anaknya mulai
bergaul dengan teman-temannya, sehingga terlihat anak ebih pendek
dibandingkan temannya. Oleh karena itu anak yang lahir dengan berat badan
kurang dibawah normal harus diwaspadai akan menjadi stunting.
(Leksananingsih, Iskandar, & Siswati, 2017)
b. Asupan makanan, atau Satatus gizi
Asupan makan atau status gizi adalah tanda-tanda atau penampilan yang
diakibat oleh keseimbangan antara pemasukan gizi disatu pihak dan
pengeluaran energiyang terlihat melalui indikator berat badan dan tinggi
badan. dipihak yang lain Keadaan tubuh yang diakibatkan oleh status
keseimbangan atara jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan oleh
tubuh untuk berbagai fungsi biologis. Sataus gizi merupakan gambaran
terhadap ke tiga indikator, yakni berat badan menurun (BB/U), tinggi badan
menurun umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan ((BB/TB) terjadi
akibat faktor langsung dan tidak langsung. Berbagai faktor mempengaruhi
malnutrisi pada kasus stunting, termasuk defisiensi mikronutrien, penurunan
konsumsi makanan sumber hewani, dan faktor sosial yang mempengaruhi
produksi mata pencaharian dan daya beli rendah atau pendapatan yang kurang
bisa menjadi faktor perlambatan penanganan stunting di pedesaan dibanding
perkotaan (Berawi, 2020). Kurangnya zat gizi terutama zat gizi energi dan
protein menjadi faktor langsung karena pertumbuhan pada anak akan
terganggu (Wellina, Kartasurya, & Rahfilludin, 2016).

c. Pemberian ASI
Pemberian ASI ekslusif merupakan makanan terbaik bayi yang harus
diberikan, karena dalam ASI mengandung semua zat gizi yang bayi butuhkan.
Bayi usia 0-6 bulan membutuhukan ASI secara eksklusif, karena pada
pencernaan bayi terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian stunting pada Balita usia 24-59 (Tahun et al., 2020).
d. Penyakit infeksi
kekurangan gizi kronis yang sebenarnya telah dimulai sejak janin hingga
masa pertumbuhan sampai usia 2 tahun. Kurangnya asupan makan, baik
jumlah maupun kualitas secara terus-menerus akan menyebabkan anak mudah
terkena penyakit infeksi dan menghambat pertumbuhan anak. Sebaliknya anak
yang terus menerus sakit akan malas makan, sehingga asupan makanan yang
didapatkan tidak cukup, dan akibatnya anak dapat menjadi stunting. tingkat
kecukupan energi, protein, zinc dan zat besi pada balita berisiko pada kejadian
stunting dengan berat badan lahir rendah berisiko menderita stunting, dan
lebih rentan terhadap penyakit infeksi, seperti: diare, infeksi saluran
pernafasan bawah serta peningkatan risiko komplikasi, anemia maupun
gangguan paru-paru kronis yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
fisik menjadi tidak optimal Balita yang menderita infeksi cenderung berat
badannya mengalami penurunan yang disebabkan peningkatan metabolisme
dalam tubuh yang biasanya diikuti dengan nafsu makan yang menurun. Status
gizi menjadi menurun akibat penurunan berat badan yang berlangsung
terusmenerus (Tahun et al., 2020).
Adapun faktor yang secara tidak langsung menjadi penyebab terjadinya
stunting pada anak, antara lain meliputi :

a. Pekerjaan orang tua atau ekonomi


Pekerjaan orang tua berkaitan oleh ekonomi keluarga yang mempengaruhi
daya beli keluarga. Keluarga dengan pendapatan yang terbatas,
kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanan. Apabila
pendapatan keluarga besar maka dapat berpengaruh oleh pemenuhan
makanan dengan pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang
tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan kebutuhan
anak baik primer maupun skunder (Rahmawati, Fajar, & Idris, 2020).
b. Tingkat Pendidikan Orangtua

Mempengaruhi pola konsumsi makanan melalui cara pemilihan bahan


makana dalam hal kualitas dan kuantitas. Pendidikan ibu mempengaruhi status
gizi anak, dimana semakin tinggi pendidikan ibu makan akan lebih baik pula
status gizi anak, tingkat pendidikan juga berkaitan dengan pengetahuan gizi
yang dimiliki, dimana semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin baik pula
pemahaman dalam memilih bahan. (Rahmawati et al., 2020).

2.4 Dampak Stunting

Dampak dari stunting menurut (Aye et al., 2020) dibagi menjadi dua, yaitu
Jangka pendek berupa terganggunya perkembangan otak, kecerdasan,
gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam tubuh.
Sedangkan yang kedua adalah jangka pendek panjang berupa menurunnya
kemampuan kognitif, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit,
resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes , kegemukan, penyakit
jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua (siti
helmiyati, 2020).

2.5 Upaya Pencegahan Stunting

a. Mempersiapkan pernikahan yang baik

Pernikahan seharusnya tidak hanya mempertimbangkan kepentingan calon


ayah dan ibu atau pasangan yang akan menikah, namun juga perlu
mempertimbangkan kepentingan calon anak yang akan dilahirkan. Variasi
genetik harus dipertimbangkan untuk mendapatkan keturunan yang bebas dari
risiko penyakit atau gangguan termasuk gangguan pertumbuhan. Hal inilah
yang menyebabkan adanya larangan pernikahan sesama saudara atau
keluarga.

Faktor genetik calon orang tua berdasarkan bukti penelitian


berhubungan dengan stunting. Seorang wanita yang tinggi badannya kurang
dari normal diusahakan menikah dengan pria yang tinggi badannya normal
atau lebih, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian variasi genetik
menjadi lebih besar sehingga anak yang dilahirkan memiliki peluang lebih
besar untuk memperoleh tinggi badan normal. Jika seorang wanita pendek
menikah dengan pria pendek, variasi genetik menjadi lebih sedikit, sehingga
kemungkinan besar juga akan memperoleh keturunan atau anak yang pendek.

b. Suplementasi Ibu Hamil

Pertumbuhan janin di dalam kandungan sangat tergantung pada kondisi


ibu yang mengandungnya. Status kesehatan dan status gizi ibu yang baik
sangat dibutuhkan oleh janin supaya dapat tumbuh dan berkembang dengan
normal. Oleh karena itu ibu hamil harus tespenuhi kebutuhan zat gizinya baik
untuk dirinya sendiri maupun untuk janinnya. Selain zat gizi yang dibutuhkan
sehari-hari, ada beberapa zat gizi khusus yang sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin. Zat gizi tersebut adalah protein dan
beberapa mikronutrien yaitu asam folat, zat besi, Iodium dan kalsium.
Mikronutrien ini dibutuhkan dalam jumlah lebih banyak pada saat kehamilan.
Sementara asupan ibu hamil biasanya kurang karena sering terjadi penurunan
nafsu makan dan mual muntah.

c. Suplementasi Ibu Menyusui


Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan utama bagi bayi. Oleh
karena itu kuantitas dan kualitas ASI tidak boleh kurang. Kualitas dan
kuantitas ASI sangat tergantung pada asupan gizi ibu menyusui.
Kebutuhan zat gizi selama menyusui hampir sama dengan kebutuhan
zat gizi saat hamil. Hasil penelitian di Semarang menyebutkan bahwa
kejadian anemia pada ibu hamil sebesar 60,78%. Angka kejadian ini
sangat tinggi bahkan melebihi angka kejadian anemia pada ibu hamil.
Selama ini program suplementasi untuk ibu menyusui belum ada
sehingga masalah defisiensi mikronutrien pada ibu menyusui angka
kejadiannya tinggi. Dengan adanya suplementasi mikronutrien pada
ibu hamil dan menyusui, dapat menurunkan angka kejadian penyakit
akibat defisiensi mikronutrien seperti anemia.

d. Suplementasi mikronutrien untuk balita

Berdasarkan hasil-hasil penelitian di Indonesia dapat disimpulkan


bahwa balita di Indonesia sebagian besar mengalami defisiensi
mikronutrien seperti vitamin A, zat besi, seng, kalsium, vitamin D, dll.

Suplementasi mikronutrien pada balita selain berpengaruh


langsung ke pertumbuhan juga berpengaruh terhadap kejadian
penyakit infeksi seperti ISPA dan diare. Seng dan zat besi merupakan
zat gizi yang penting untuk imunitas. Defisiensi seng dan zat besi
menurunkan imunitas sehingga balita mudah terserang penyakit
infeksi. Penyakit infeksi yang sering terjadi pada balita dapat
menyebabkan balita mengalami gangguan tumbuh kembang dan
menjadi stunting. Hasil penelitian menyebutkan bahwa kelompok
balita yang memperoleh suplementasi seng dan zat besi mempunyai
rerata kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang paling
rendah dibandingkan kelompok lain.

Mikronutrien lain yang berpengaruh terhadap kejadian stunting


adalah kalsium dan vitamin D. Hasil penelitian di Afrika Selatan
menyebutkan bahwa asupan kalsium dan vitamin D yang rendah
berhubungan dengan stunting pada anak usia 2-5 th. Kalsium dan
vitamin D merupakan mikronutrien yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tulang. Defisiensi salah satu atau keduanya
menyebabkan tulang tidak dapat tumbuh dengan optimal sehingga
menyebabkan stunting. Hasil penelitian di Eropa menyimpulkan
bahwa intake kalsium yang adekuat dalam jangka panjang
meningkatka kepadatan tulang dan mengurangi risiko osteopeni.
e. Mendorong peningkatkan aktivitas anak di luar ruangan.
Aktivitas di luar ruangan artinya aktivitas yang dilakukan di luar
ruangan sehingga anak terpapar sinar matahari secara langsung.
Manfaat dari paparan sinar matahari adalah untuk membentuk vitamin
D sehingga anak terhindar dari defisiensi vitamin D.
Selain kalsium dan mineral lain, agar dapat tumbuh optimal tulang
juga membutuhkan vitamin D. Vitamin D dapat diperoleh dari
makanan dan dari tubuh kita sendiri yang mampu membentuk vitamin
D dengan bantuan sinar matahari. Makanan sumber vitamin D
sebagian besar berasal dari produk hewani yang harganya relatif
mahal. Sementara pemnbentukan vitamin D dengan bantuan sinar
matahari tidak membutuhkan biaya sama sekali.

2.6 Kebijakan Pemerintah Terkait Penanggulangan Stunting

Intervensi spesifik yang diberikan pemerintah dapat dikelompokan


berdasarkan sasaran program, yaitu :

1) Sasaran ibu hamil dilakukan melalui perlindungan ibu hamil terhadap


kekurangan zat besi, asam folat, dan kekurangan energi dan protein
kronis; perlindungan terhadap kekurangan iodium, dan perlindungan
terhadap malaria.

2) Sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan, dilakukan melalui
dorongan pemberian IMD/Inisiasi menyusui dini (pemberian
kolostrum ASI), memberikan edukasi kepada ibu untuk memberikan
ASI eksklusif, pemberian imunisasi dasar, pantau tumbuh kembang
bayi/balita setiap bulan, dan penanganan bayi sakit secara tepat.
3) Sasaran ibu menyusui dan Anak usia 7- 23 bulan, dilakukan melalui
dorongan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh
pemberian Makanan Pendamping-ASI (MP-ASI), penyediaan dan
pemberiaan obat cacing, pemberiaan suplementasi zink, fortifikasi zat
besi ke dalam makanan, perlindungan terhadap malaria, pemberian
imunisasi, pencegahan dan pengobatan diare. Intervensi sensitif
dilakukan melalui bebagai program kegiatan, di antaranya
penyediaan akses air bersih, penyediaan akses terhadap sanitasi salah
satunya melalui program STBM, fortifikasi bahan pangan oleh
Kementerian Pertanian, penyediaan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN), penyediaan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal),
pemberian pendidikan pengasuhan pada orang tua, pemberian
pendidikan anak usia dini universal oleh kementerian pendidikan dan
kebudayaan, Keluarga Berencana (KB), pemberian edukasi kesehatan
seksual dan reproduksi, serta gizi remaja, pengentasan kemiskinan
dan peningkatan ketahanan pangan dan gizi (Bappenas 2013, TNP2K
2017).

2.7 Arahan Pemenuhan Gizi


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3,2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmadhita, K. (2020). Permasalahan stunting dan pencegahannya. Jurnal Ilmiah Kesehatan


Sandi Husada, 9(1), 225-229.
2. Almitha, S. N., & Atmanti, H. D. (2022). Analisis Efisiensi Teknis Penanganan Intervensi Stunting
di Indonesia. WELFARE Jurnal Ilmu Ekonomi, 3(1), 39-50.
3. Aryu, C. (2020). Buku Epidemiologi Stunting.
4. Candra, A. (2020). Patofisiologi stunting. Journal of Nutrition and Health), 8(2).

Anda mungkin juga menyukai