Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN FIELD PROJECT

FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN STUNTING


PADA BALITA USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
ANDALAS TAHUN 2022

Dosen Pengampu: Dr. Fivi Melva Diana, SKM, M.Biomed

Oleh:

FADHILLA PUJA SRIDEFI (2221222003)


ROZALINY ASRI (2221222007)
RITA ASRIYANTI (2221222008)

PROGRAM STUDI MAGISTER GIZI


UNIVERSITAS ANDALAS
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
laporan ini dalam kurun waktu yang telah ditetapkan tentang “Faktor Dominan Yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Balita Usia 2-5 Tahun Di Wilayah Kerja
Puskesmas Andalas Tahun 2022“ yang disusun dengan kerjasama tim kelompok yang
baik. Penyusunan tugas kelompok dalam bentuk laporan ini merupakan salah satu
syarat dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Epidemiologi Surveilance Gizi.

Pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas segala bimbingan, pengarahan dan tuntunan dari Ibu Dr. Fivi
Melva Diana, SKM, M.Biomed selaku Dosen Pengampu mata kuliah Epidemiologi
Surveilance Gizi. Adapun penyusunan laporan ini bisa diselesaikan dengan hasil
akhir untuk dapat dijadikan sebagai referensi pada analisis tentang gizi seimbang
pada anak remaja obesitas.

Dalam penyususnan laporan ini penyusun menyadari adanya kekurangan, baik


dalam isi maupun dalam penulisan. Untuk itu penyusun selalu terbuka untuk kritikan
dan saran yang membangun guna kesempuraan laporan ini. Semoga dengan ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua. Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih.

Padang, Desember 2022

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................................... 3
1.4.1 Bagi Peneliti ......................................................................................................... 3
1.4.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand ............................................. 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 5
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 12
3.1 Desain Penelitian ...................................................................................................... 12
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ............................................................................... 12
3.3 Populasi Dan Sampel............................................................................................... 12
3.3.1 Populasi Penelitian ........................................................................................... 12
3.3.2 Sampel Penelitian ............................................................................................. 13
3.4 Defenisi Operasional ............................................................................................... 14
3.5 Teknik Pengumpulan Dan Pengolahan Data .................................................... 16
3.6 Pengolahan Data ...................................................................................................... 18
3.7 Teknik Analisis Data ............................................................................................... 18
3.7.1 Analisis Univariat ............................................................................................. 18
3.7.2 Analisis Bivariat ............................................................................................... 19
3.7.3 Analisis Multivariat ......................................................................................... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 20

iii
4.1 Lokasi Penelitian ...................................................................................................... 20
4.2 Hasil............................................................................................................................. 23
4.3 Pembahasan .............................................................................................................. 33
4.3.1 Analisa Univariat ........................................................................................... 33
4.3.2 Analisis Bivariat ............................................................................................. 37
4.3.3 Analisis Multivariat ....................................................................................... 41
BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 45
LAMPIRAN ............................................................................................................... 48

iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan pertumbuhan linear merupakan bentuk permasalahan gizi kurang
yang paling sering terjadi secara global. Stunting diidentifikasi sebagai masalah
kesehatan masyarakat yang menjadi prioritas untuk ditanggulangi karena saat ini
lebih dari dua juta anak menderita gizi buruk dan lebih dari tujuh juta anak di bawah
lima tahun mengalami stunting.(1) Bayi yang dilahirkan dengan kondisi panjang lahir
pendek atau <48 cm berisiko untuk mengalami stunting pada usia berikutnya apabila
tidak diberikan makanan yang cukup sesuai dengan kebutuhan. (2)
Perubahan patologis terkait dengan gangguan pertumbuhan linear pada
kehidupan awal diasosiasikan dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian,
penurunan fisik, kapasitas perkembangan syaraf dan ekonomi dan meningkatnya
penyakit pada usia dewasa. Beberapa studi membuktikan bahwa bayi dengan kondisi
stunting tidak hanya berdampak pada status gizi tetapi juga akan berdampak pada
status kesehatan, yaitu berisiko untuk mengalami penyakit degeneratif pada usia
berikutnya.(3)
Permasalahan gizi kurang seperti kejadian stunting ini juga dihadapi oleh
negara berkembang termasuk di Indonesia. Hasil Riskesdas menunjukkan adanya
peningkatan angka kejadian stunting di Indonesia dengan angka terakhir sebesar
20,2%. Berdasarkan besarnya dampak stunting terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak balita dan pada usia berikutnya maka penurunan prevalensi balita
pendek merupakan salah satu program prioritas dalam pembangunan kesehatan
sampai saat ini. Target WHO penurunan prevalensi balita pendek dan sangat pendek
(stunting) pada anak baduta (dibawah dua tahun) tahun 2024 adalah 19.(4)
Status gizi individu secara langsung dipengaruhi oleh asupan makanan dan
penyakit infeksi (UNICEF,1998). Kemudian secara tidak langsung status gizi tersebut
dipengaruhi oleh persediaan makanan di tingkat rumah tangga, perawatan anak dan
ibu hamil serta pelayanan kesehatan. Pada dasarnya permasalahan gizi dipengaruhi

1
oleh kemiskinan, kurang pendidikan dan kurang keterampilan. Sedangkan faktor yang
menjadi akar permasalahan gizi ini adalah adanya krisis ekonomi.(4)
Stunting merupakan siklus yang terjadi karena wanita dengan kondisi stunting
pada masa kehamilan cenderung melahirkan bayi dengan kondisi sama sehingga
menciptakan siklus intergenerasi yang berdampak terhadap kemiskinan dan
menurunkan kapasitas manusia yang sulit untuk diatasi. Disamping faktor fisik ibu
sebelum melahirkan, kondisi stunting pada balita dipengaruhi antara lain; panjang
badan lahir, kondisi ekonomi keluarga, tingkat pendidikan dan tinggi badan orang
tua. Panjang badan lahir pendek merupakan salah satu faktor risiko stunting pada
balita. Panjang badan lahir pendek bisa disebabkan oleh faktor genetik yaitu tinggi
badan orang tua yang pendek, maupun karena kurangnya pemenuhan zat gizi ibu
pada masa kehamilan. (5)
Hasil penelitian Dayuningsih tahun 2019 menunjukkan bahwa pola asuh
pemberian makan memiliki risiko dominan dengan kejadian stunting pada baduta .(6)
Kemudian Lutfia (2017) menemukan status ekonomi keluarga yang rendah
merupakan faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian stunting pada balita 2-3
tahun. Anak dengan status ekonomi keluarga rendah lebih berisiko 4,13 kali
mengalami stunting. (7)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan “ Apa saja faktor
dominan yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita usia 2-5 tahun di wilayah
kerja puskesmas andalas tahun 2022”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita
usia 2-5 tahun di wilayah kerja puskesmas andalas tahun 2022.

2
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya distribusi frekuensi responden balita stunting usia 2-5
tahun di wilayah kerja puskesmas andalas tahun 2022
2. Diketahuinya distribusi frekuensi karakteristik keluarga responden usia
2-5 tahun di wilayah kerja puskesmas andalas tahun 2022
3. Diketahuinya distribusi frekuensi pola makan, pola asuh, penyakit
infeksi, imunisasi, riwayat ASI dan MP-ASI, serta hygene dan sanitasi
4. Diketahuinya hubungan pola makan, pola asuh, penyakit infeksi,
imunisasi, riwayat ASI dan MP-ASI, serta hygene dan sanitasi dengan
risiko kejadian stunting usia 2-5 tahun di wilayah kerja puskesmas
andalas tahun 2022
5. Diketahuinya besaran risiko pola makan, pola asuh, penyakit infeksi,
imunisasi, riwayat ASI dan MP-ASI, serta hygene dan sanitasi dengan
risiko kejadian stunting usia 2-5 tahun di wilayah kerja puskesmas
andalas tahun 2022
6. Diketahui faktor dominan yang mempengaruhi kejadian stunting usia
2-5 tahun di wilayah kerja puskesmas andalas tahun 2022
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
1. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis mengenai hubungan
pola makan, pola asuh, penyakit infeksi, imunisasi, riwayat ASI dan MP-ASI,
serta hygene dan sanitasi dengan risiko kejadian stunting usia 2-5 tahun di
wilayah kerja puskesmas andalas tahun 2022
2. Sebagai tambahan pengetahuan bagi masyarakat tentang hubungan pola
makan, pola asuh, penyakit infeksi, imunisasi, riwayat ASI dan MP-ASI, serta
hygene dan sanitasi dengan risiko kejadian stunting usia 2-5 tahun di wilayah
kerja puskesmas andalas tahun 2022
3. Dapat dijadikan dasar penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pola
makan, pola asuh, penyakit infeksi, imunisasi, riwayat ASI dan MP-ASI, serta

3
hygene dan sanitasi dengan risiko kejadian stunting usia 2-5 tahun di wilayah
kerja puskesmas andalas tahun 2022
1.4.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand
Diharapkan dapat menjadi informasi dan menambah literatur terkait hubungan
pola makan, pola asuh, penyakit infeksi, imunisasi, riwayat ASI dan MP-ASI, serta
hygene dan sanitasi dengan risiko kejadian stunting usia 2-5 tahun di wilayah kerja
puskesmas andalas tahun 2022
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan diwilayah kerja Puskesmas andalas
untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi kejadian stunting.

4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Besaran Kejadian Stunting pada Balita


Pengertian stunting atau pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) (menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak). Balita pendek dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau
tinggi badannya lalu dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre
Growth Reference Study) tahun 2005, yaitu nilai z-score kurang dari -2SD atau
berada dibawah normal dan dikategorikan sangat pendek bila nilai z-score kurang
dari -3SD. (8)
Stunting atau tinggi badan pendek menurut umur merupakan salah satu
indikator yang penting dalam kesehatan masyarakat. Persentase balita stunting
diperkirakan oleh WHO sekitar 149,2 juta setara 22% di seluruh dunia pada tahun
2020. Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi bayi dengan
panjang lahir pendek (panjang badan <48 cm) sebesar 29,9% di tingkat nasional,
sedangkan target stunting pada RPJMN 2019 sebesar 28%. Prevalensi kejadian
stunting pada balita cukup tinggi di Indonesia, begitu juga di Kota Padang, yaitu
masih sebesar 11,06% dan Puskesmas Andalas kasus stunting mencapai 26,9% pada
tahun 2020. Dengan demikian kejadian balita pendek merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Berikut pada gambar 2.1 dapat dilihat grafik pertumbuhan
dan periode percepatan pertumbuhan manusia.

5
Gambar 1 Grafik Pertumbuhan Manusia TB/U

Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan manusia mengalami


pertumbuhan cepat dan mengalami puncaknya pada kelompok umur tertentu. Pada
usia setelah dilahirkan sampai dengan usia 1 tahun diketahui sebagai periode pertama
pertumbuhan cepat kemudian mulai mengalami penurunan pada usia berikutnya
sampai kemudian mulai mengalami pertumbuhan cepat kembali ketika memasuki
usia remaja sekitar 11 tahun. Pola pertumbuhan pada usia remaja terlihat berbeda
antara remaja perempuan dengan laki-laki. Puncak pertumbuhan pada remaja
perempuan yaitu pada usia 12 tahun sedangkan pada remaja laki-laki pada usia 14
tahun.
Berdasarkan grafik pertumbuhan cepat dapat dijelaskan bahwa pada saat
penurunan pertumbuhan mulai usia 1 tahun, maka pada usia tersebut perlu
diperhatikan asupan makanan yang bergizi dan seimbang serta status kesehatan anak
yang baik karena pada periode tersebut anak rentan mengalami gangguan
pertumbuhan.

2.2 Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita


2.2.1 Asupan Makanan Anak Balita

6
Anak balita merupakan salah satu kelompok umur yang membutuhkan asupan
energi dan zat gizi yang lebih besar dibandingkan orang dewasa karena pertumbuhan
dan perkembangan yang pesat pada usia tersebut.
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan tahun 2019
disampaikan bahwa bagi anak usia 1-3 tahun dengan berat badan 13 kg dan tinggi
badan 92 cm maka dianjurkan asupan energi sebesar 1350 kkal/hari, protein sebesar
20 gram, lemak total sebesar 45 gram, omega-6 sebesar 7 gram, omega-3 sebesar 0,7
gram, karbohidrat 215 gram, vitamin A 400 mcg, asam folat 160 mcg, kalsium 650
mg, fosfor 460 mg, natrium 800 mg, besi 7 mg dan iodium 90 mcg. (9)
Beberapa studi menunjukkan peran asupan makanan terhadap status gizi
balita. Intervensi gizi yang diberikan selama hamil dan setelah melahirkan
memberikan dampak yang besar terhadap pertumbuhan anak. Hasil penelitian
Azrimaidaliza dkk tahun 2016 ibu hamil dengan asupan energi kurang dari 1800 kkal
setiap hari selama hamil berisiko 1,7 kali melahirkan bayi dengan berat badan kurang
dari 3000 gram dibandingkan ibu hamil dengan asupan energi lebih dari 1800 kkal.
Sedangkan ibu hamil dengan asupan protein kurang dari 65 gram setiap hari selama
hamil berisiko 3,6 kali melahirkan bayi dengan panjang lahir dibandingkan ibu hamil
dengan asupan energi lebih dari 65 gram. Konsumsi makanan sumber protein yang
berhubungan dengan kejadian stunting seperti kacang-kacangan, daging kemudian
sumber karbohidrat seperti buah. (10)
Pola makan individu dapat dikumpulkan dengan menggunakan berbagai
metoda antara lain; food recall 24 jam, Food Frequency Questionaire (FFQ), Semi-
Quantitative Food Frequency Questionaire (SQ-FFQ). Berbagai penelitian telah
dilakukan untuk menguji validitas dan reliabilitas metoda dalam menilai asupan
energi dan zat gizi pada kelompok umur tertentu. Food recall 2x24 jam salah satu
metoda yang diuji validitas dan reproduksibilitas dalam menilai asupan energi dan zat
gizi pada anak stunting. (11)
Asupan gizi yang adekuat dapat menurunkan dampak negatif infeksi terhadap
pertumbuhan dengan memperkuat sistem imun, menyediakan asupan zat gizi

7
tambahan untuk mencegah infeksi dan mencapai pertumbuhan cepat, mencegah
kurang nafsu makan disebabkan kekurangan zat gizi (Meyers, 2016). Asupan
makanan dan penyakit infeksi merupakan faktor langsung yang berhubungan dengan
status gizi balita.(12)

2.2.2 Penyakit Infeksi pada Balita


Penyakit infeksi memiliki hubungan timbal balik dengan asupan makanan.
Individu yang mengalami penyakit infeksi maka akan berdampak pada menurunnya
nafsu makan kemudian apabila keadaan tersebut terjadi dalam waktu yang lama maka
akan berdampak pada status gizinya. Begitu juga sebaliknya, anak dengan asupan
makan kurang terutama asupan energi dan protein maka tubuh akan rentan untuk
mengalami penyakit infeksi karena pembentukan kekebalan tubuh di tingkat seluler
terganggu (Jeliffe, 1989). Beberapa penyakit infeksi yang sering muncul pada anak
adalah ISPA dan diare. Penyakit infeksi diketahui dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan linier.(13)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang
menyebabkan tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita di
Indonesia. Penyakit ini terjadi karena adanya infeksi di setiap bagian saluran
pernafasan dan berlangsung paling lama 14 hari. Penyakit yang termasuk kedalam
penyait ISPA, antara lain; influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronchitis akut,
bronkhiolitis dan pneumonia.(13)
World Health Organization (WHO) tahun 1992 menyatakan bahwa jumlah
angka morbiditas penyakit ISPA di negara berkembang termasuk Indonesia lebih
tinggi dibandingkan dengan negara maju. Demikian juga halnya angka kematian
karena ISPA terutama pneumonia tinggi di negara berkembang dikarenakan faktor-
faktor antara lain; malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi tidak lengkap,
defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan hunian, terpapar polusi rokok.
Diare adalah penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses
selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses

8
lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air
besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. Balita yang mengalami
diare di wilayah kerja Puskesmas Andalas pada tahun 2021 sebanya 13,4% (DKK
Padang, 2021).
Hasil studi Demilew dan Abie (2017) menunjukkan bahwa faktor yang
berhubungan dengan stunting antara lain penyakit yang dialami selama 2 minggu
sebelumnya, memiliki anak usia dibawah 3 tahun lebih dari 1 orang, diberi makanan
prelaktal dan terlalu dini memberikan makanan pendamping Air Susu Ibu (ASI).
Sedangkan hasil penelitian Kusuma dan Nuryanto (2013) menunjukkan bahwa status
ekonomi keluarga yang rendah merupakan faktor risiko stunting pada anak usia 2-3
tahun di Kecamatan Semarang Timur.

2.2.3 Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil


Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah kekurangan energi yang memiliki
dampak buruk terhadap kesehatan ibu dan pertumbuhan perkembangan janin. Ibu
hamil dikategorikan KEK jika Lingkar Lengan Atas (LILA) < 23,5 cm.
Penyebab utama terjadinya KEK pada ibu hamil yaitu sejak sebelum hamil ibu sudah
mengalami kekurangan energi, karena kebutuhan orang hamil lebih tinggi dari ibu
yang tidak dalam keadaan hamil.(14)
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu
kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama masa kehamilan. Terdapat
hubungan yang bermakna antara riwayat KEK ibu hamil dengan kejadian stunting
pada anak usia 24-59 bulan. Anak usia 24-59 bulan yang mengalami stunting 68,4%
dilahirkan dari ibu dengan riwayat KEK saat hamil.(15)

2.2.4 Imunisasi Balita


Imunisasi adalah sebuah intervensi berupa tindakan yang dilakukan untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut maka tidak

9
akan sakit atau hanya sakit ringan. (11) Pemberian imunisasi dasar pada balita dapat
menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian. Pemberian imunisasi dasar
yang lengkap pada anakbdapat membantu mencegah kejadian stunting. Terdapat
hubungan antara kelengkapan pemberian imunisasi dasar dengan kejadian stunting
pada Balita Usia 12-23 Bulan di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta.(16)

2.3 Kerangka Teori


Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita dapat dilihat pada
gambar berikut ini:

Gambar 2 Kerangka Teori (12)

10
2.4 Kerangka Konsep

Asupan Makan
Penyakit Infeksi
Pola asuh Stunting
Imunisasi
Riwayat ASI dan MP-ASI
Hygiene dan sanitasi
Riwayat Ibu KEK saat Hamil

Gambar 3. Kerangka Konsep

11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross
sectional (potong lintang) dengan pendekatan kuantitatif. Desain ini dipilih
karena kegunaan dari desain studi cross sectional, yaitu untuk memperoleh
gambaran pola penyakit dan determinan-determinannya pada populasi sasaran
dan untuk mempelajari hubungan antara penyakit (atau karakteristik lain terkait
status kesehatan) dengan variabel lain yang ingin diteliti pada satu waktu.
Desain cross sectional adalah suatu desain penelitian epidemiologi yang
mempelajari prevalensi, distribui, maupun hubungan penyakit dan paparan
(faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan, penyakit, atau
karakteristik kesehatan lainnya secara serentak, pada individu-individu dari
suatu populasi dalam satu saat. Pada desain ini, pengukuran informasi
mengenai sesuatu penyakit dan faktor-faktor risikonya dilakukan pada waktu
yang bersamaan sehingga tidak dapat melihat hubungan kausal (sebab-akibat)
karena tidak diketahui urutan kejadiannya, pajanan terlebih dahulu atau kasus
penyakit terlebih dahulu.
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Andalas. Penelitian
ini dilakukan pada bulan November 2022.
3.3 Populasi Dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh balita stunting (TB/U dengan standar deviasi <-
2 SD sampai dengan <-3 SD) di wilayah kerja Puskesmas Andalas. Penelitian ini
dilakukan pada bulan November 2022.

12
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria penelitian dan dipilih melalui suatu teknik pengambilan sampel. Sampel
harus representatif yaitu sampel yang dapat mewakili populasi yang ada.
Semakin banyak sampel yang dihasilkan maka hasil penelitian akan semakin
representative dan mendekati jumlah populasi. Peneliti telah menetapkan
kriteria sampel sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi
Kriteria insklusi adalah Karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi yang merupakan target yang terjangkau dan akan diteliti.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Balita stunting usia 24 – 59 bulan (status gizi TB/U <-2 SD sampai
dengan <-3 SD) Sumber: WHO 2005
2. Anak balita yang memiliki buku KMS
3. Orang tua setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
4. Orang tua mampu berkomunikasi dengan baik
b. Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi adalah suatu Karakteristik dari populasi yang dapat
menyebabkan subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat
menjadi subjek penelitian. Peneliti menetapkan kriteria eklusi dalam
penelitian ini adalah:
1. Ibu balita yang tidak bersedia menjadi responden dan buta huruf
2. Balita tidak memiliki buku KMS
3. Balita yang sedang sakit kronis
Besar sampel pada penelitian ini adalah anak balita usia 2-5 tahun
yang terdaftar di Puskesmas Andalas pada bulan November 2022. Penentuan
sampel dilakukan dengan mengidentifikasi melalui indikator TB/U sehingga
di dapatkan kelompok balita pendek dan sangat pendek sebagai kelompok

13
kasus dan kelompok balita non-stunting sebagai kelompok kontrol. Dengan
teknik pengambilan sampel mengunakan sistem random sampling.
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus pengambilan sampel Slovin
formula:
n =139/1+139(0, 05)²= 31,06
Keterangan :
n = Besar sampel
N = Jumlah Populasi
e = margin of error
Berdasarkan perhitungan didapatkan besar sampel adalah 32 orang dan
penambahan 10% menjadi 35 orang sampel.

3.4 Defenisi Operasional


Defenisi Operasional variabel dalam penelitian ini adalah:
No. Variabel Definisi Cara/Alat Hasil Ukur Skala
Ukur

1. Stunting Gangguan pertumbuhan Pengukuran 0=Pendek Ordinal


linear yang ditunjukan pada tinggi (jika Z -
nilai z-score tinggi badan badan / score -3 SD
menurut umur (TB/U) Infant ruller s/d <-2 SD
kurang dari -2 standar atau
deviasi (SD) berdasarkan microtoice. 1= Sangat
standar World Health pendek (jika
Organisation (WHO) Z – score <
-3 SD)
2. Asupan Jumlah asupan Energi, Wawancara 0 = Baik Ordinal
Makanan protein, Vitamin B12, E, D, / Food (80-
Calsium, Zink dan Asam recall 2x24 100%AKG)
folat total dalam sehari jam
berdasarkan jenis kelamin 1 = Tidak
dan kelompok umur, Baik (<80%
kemudian dibandingkan AKG)
dengan Angka Kecukupan
Gizi (AKG)

14
3. Penyakit Status balita terhadap Wawancara 0 = Tidak Ordinal
Infeksi penyakit infeksi (ISPA dan / Kuesioner 1 = Ya
Diare) dalam tiga bulan
terakhir
4. Pola Waktu yang disediakan oleh Wawancara 0 = Baik Ordinal
Asuh ibu ibu untuk mengasuh / Kuesioner (>60 menit)
anak/menghabiskan waktu 1 = Kurang
dengan anak dalam kegiatan (<60 menit)
bermain, makan, dan
memandikan anak.
5. Hygiene Penerapan hygiene dan Wawancara 0 = Baik Ordinal
dan sanitasi balita dan ibu dalam / Kuesioner (skor 71-
Sanitasi kesehariannya meliputi cuci 100)
tangan memakai sabun, 1 = Buruk
gosok gigi, dan BAB (skor <71)
6. Imunisasi Sebuah intervensi berupa Wawancara 0= Ordinal
tindakan yang dilakukan / Kuesioner Lengkap
untuk 1 = Tidak
menimbulkan/meningkatkan Lengkap
kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga apabila
suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut maka
tidak akan sakit atau hanya
sakit ringan.
7. ASI Pemberian ASI saja kepada Wawancara 0 = Ya Ordinal
Eksklusif anak sampai umur 6 bulan / Kuesioner 1 = Tidak

8. MP-ASI Pemberian makanan Wawancara 0 = MP-ASI Ordinal


pendamping ASI saat anak / Kuesioner umur ≥ 6
berrumur >6 bulan bulan
1 = MP-ASI
umur < 6
bulan
9. Riwayat Ibu hamil dikategorikan Observasi 0 = Tidak Ordinal
Ibu KEK KEK jika Lingkar Lengan buku KIA / 1 = Ya
saat hami Atas (LILA) < 23,5 cm Kuesioner

15
3.5 Teknik Pengumpulan Dan Pengolahan Data
1) Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini untuk menilai data
primer berupa tinggi badan balita, asupan makan, penyakit infeksi, imunisasi,
hygiene dan sanitasi, ASI Eksklusif dan MPASI, dan pola asuh. Data
sekunder berupa gambaran demografi lokasi penelitian dan data pemantauan
status gizi yang didapat dari profil Dinas Kesehatan dan laporan tahunana
Puskesmas. Instrumen penelitian antara lain :
1. Kuesioner penelitian
2. Form Food Recall 2x24 jam
3. Microtoise merk GEA dengan ketelitian 0,1 cm
2) Cara mengumpulkan data
Jenis data pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder yang dapat di jelaskan sebagai berikut :
a. Data Primer
a) Tinggi Badan
Pengukuran tinggi badan anak dilakukan dengan alat pengukuram
tinggi badan (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.
Cara mengukur tinggi badan anak adalah:
1. Microtoise ditempelkan pada dinding yang lurus dan datar;
2. Sepatu atau sandal anak dilepas;
3. Anak berdiri tegak seperti sikap sempurna dengan kaki lurus,
tumit, pantat, punggung dan kepala bagian belakang
menempel pada dinding dan muka menghadap lurus kedepan;
4. Microtoise diturunkan sampai rapat pada kepala bagian atas
kemudian baca skala yang tampak dengan kepala responden
sejajar dengan kepala si pembaca.
5. Catat hasil pengukuran dikuesioner.

16
b) Variabel independen
Asupan makan dikumpulkan dengan cara wawancara mendalam
menggunakan form food Recall 2x24 jam. Variabel independen
lainnya dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan
kuesioner.
b. Sekunder
Data sekunder dalam penelitian didapat dari data Puskesmas
Andalas tahun 2021 berupa keadaan demografi lokasi dan
pemantauan status gizi kelompok anak stunting di Puskesmas
Andalas Kota Padang tahun 2021.
3) Cara Kerja Penelitian
1. Pengajuan surat izin pengambilan data penelitian Ke Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Padang.
2. Pengajuan surat izin penelitian kepada Puskesmas Andalas.
3. Koordinasi dengan pihak puskesmas, kader, pihak posyandu, dan
bidan desa setempat untuk penentuan subjek penelitian.
4. Menentukan subjek penelitian secara random sampling dan
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah di tetapkan.
5. Peneliti memperkenalkan diri kepada responden penelitian dan
melakukan sosialisasi mengenai penelitian.
6. Membagikan lembaran informed consent/penelitian dan pengambilan
lembaram tersebut yang telah di tanda tangani ibu balita.
7. Melakukan validasi pengukuran tinggi badan subjek penelitian dan
melakukan pengolahan terhadap tinggi badan degan mengunakan
software WHO Anthro version 3.2.2.
8. Melakukan wawancara dan pengamatan mengunakan kuesioner
kepada ibu balita dan melakukan pengolahan data kuesioner.
9. Melakukan analisis statistik univariat, bivariate, dan multivariat
sehingga didapatkan hasil penelitian.

17
3.6 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Editing (Pengecekan Data)
Editing dilakukan dengan cara mengecek pengisian kelengkapan
lembaran kuesioner yang didapat melalui wawancara apakah data sudah
lengkap, jelas relevan dan konsisten dan bila didapatkan kesalahan/kurang
lengkap segera lakukan perbaikan.
2. Coding (Pengkodean Data)
Merupakan kegiatan mengubah data berbentuk kalimat dan huruf menjadi
data angka atau bilangan. Kegiatan koding sangat berguna dalam
memasukkan data/entry data. Hasil ukur yang berisiko diberi kode lebih tinggi
dibandingkan yang tidak berisiko.
3. Entry Data (Memasukan Data)
Data yang sudah dikumpulkan selanjutnya dientri kedalam komputer
menggunakan Microsoft Excel untuk selanjutnya akan diolah dengan program
SPSS 15
4. Cleaning (Penyaringan Data)
Merupakan langkah pembersihan dan pengecekan ulang data yang telah
dientri kedalam komputer untuk melihat adanya pengkodean, jika ada
kesalahan maka dilakukan pembenaran dan koreksi.

3.7 Teknik Analisis Data


3.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian. Analisis ini menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari
setiap variabel. Sehingga analisis univariat dalam penelitian ini dapat mengetahui pola
distribusi frekuensi masing-masing variabel penelitian pada balita stunting.

18
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu
variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen terdiri dari asupan
makan, imunisasi, penyakit infeksi, hygiene dan sanitasi, ASI dan MPASI, dan pola
asuh sumber daya pengasuhan, di uji satu persatu dengan variabel dependen stunting.
Analisis dalam penelitian ini mengunakan software SPSS 15 dengan uji Chi-Square,
confident Interval (CL) 95% dan α=0,05. Kesimpulan dari uji, apabila p-value <0,05
berarti terdapat hubungan yang bermakna antara variabel independen dan dependen .

3.7.3 Analisis Multivariat


Analisis multivariat digunakan untuk melihat variabel independen mana yang
paling dominan mempengaruhi kejadian stunting pada balita.

19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lokasi Penelitian


Puskesmas andalas merupakan puskesmas yang berada di daerah
perkotaan. Peta wilayah kerja Puskesmas Andalas dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

Gambar 1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Andalas

Puskesmas andalas adalah Puskesmas yang terletak di Jl Andalas raya


Kecamatan padang timur. Puskesmas andalas didirikan pada Tahun 1975 dan
pada waktu berdirinya Puskesmas Andalas merupakan puskesmas induk dengan
wilayah kerja kecamatan padang timur meliputi:
a) Kelurahan sawahan dalam
b) Kelurahan terandam
c) Kelurahan jati gaung
d) Kelurahan sawahan timur
e) Kelurahan simpang haru

20
f) Kelurahan Andalas barat
g) Kelurahan andalas timur
h) Kelurahan marapalam
i) Kelurahan kubu dalam
j) Kelurahan parak kerakah
k) Kelurahan kubu luar
l) Kelurahan lakuk
m) Kelurahan air camar
n) Kelurahan aurduri
o) Kelurahan kampung durian
p) Kelurahan ganting selatan
q) Kelurahan ganting utara
r) Kelurahan parak gadang
s) Kelurahan jati baru
Pada tahun 1982 terjadi penggabungan wilayah sehingga 19
kelurahan yang berada di Padang timur menjadi 10 kelurahan . Mulai tahun
2022 di Kecamatan Padang Timur terdapat 2 puskesmas, yang salah satunya
merupakan peningkatan status dari Pustu menjadi Puskesmas yaitu Puskesmas
Parak Kerakah. Dari 10 kelurahan yang ada 7 kelurahan berada wilayah kerja
Puskesmas Andalas . Wilayah kerja Puskesmas berada di 7 Kelurahan :
a) Kelurahan Sawahan
b) Kelurahan Jati Baru
c) Kelurahan Jati
d) Kelurahan Sawahan Timur
e) Kelurahan Simpang Haru
f) Kelurahan Andalas
g) Kelurahan Ganting Parak Gadang
Sasaran penduduk di wilayah kerja Puskesmas Andalas berjumlah 54.327
Jiwa dengan jumlah pada kelompok umur dapat dilihat pada table dibawah ini:

21
Tabel 4.1
Data Sasaran Di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
Laki – Perempuan Jumlah
No Sasaran Program
laki (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
1 Jumlah Penduduk 27,147 27,18 54,327
2 Bayi (0-11) Bulan 428 435 863
3 Baduta (0-24) bulan 852 856 1708
4 Batita (0-36) bulan 1276 1270 2546
5 Balita (0-59) bulan 2130 2099 4228
6 Ibu Hamil – – 945
7 Ibu Nifas – – 902
8 Usia Produktif 19,548 19,558 39106
9 WUS (15-49) tahun – – 16,285
10 Lansia 1,888 2,081 3,97

Tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di wilayah kerja


Puskesmas Andalas 54.327 jiwa dengan jumlah ibu hamil mencapai 945 orang.
Dengan jumlah sasaran diatas Puskesmas Andalas memiliki ketenagaan cukup
lengkap dengan jumlah berdasarkan ketenagaan dapat dilihat pada table dibawah
ini :
Tabel 4.2
Jumlah Tenaga Puskesmas Andalas
LAKI-LAKI PEREMPUAN
JENIS
NO NON NON JUMLAH
KETENAGAAN PNS PNS
PNS PNS
1 Dokter 1 – 5 – 6
2 Dokter Gigi – – 4 – 4
3 Bidan – – 11 – 11
4 Perawat – – 11 2 13
5 Perawat Gigi 1 – – – 1
6 Kefarmasian – 1 1 – 2
7 Apoteker – – 1 – 1

22
Kesehatan
8 – – 1 1 2
Masyarakat
9 Sanitarian – – 2 – 2
10 Nutrisionis – – 3 – 3
11 Pranata Labor – – 1 1 2
12 Perekam Medis – – 1 2 3
13 Ro – – 1 – 1
Tenaga Penunjang
14 – 4 – 2 6
Lainnya
15 Pejabat Struktural – – 1 – 2
16 Staf Penunjang Adm – – 1 2 3
JUMLAH 2 5 44 10 62

4.2 Hasil
4.2.1 Analisis Univariat
Tujuan dari analisis univariat pada penelitian ini adalah untuk menjelaskan
dan mendeskripsikan setiap karakteristik dari masing-masing variabel. Data yang
diperoleh dari penelitian ini merupakan data primer yang dikumpulkan melalui
pengisian kuesioner dan wawancara food recall 2x24 jam dari 35 anak stunting. Data
univariat terdiri dari Karateristik balita, Karateristik Keluarga responden (Pekerjaan
ayah, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga dan jumlah balita), stunting, riwayat
KEK, penyakit infeksi, imunisasi, ASI eksklusif, MP-ASI tepat waktu, pola asuh
kebersihan, waktu ibu mengasuh anak dan asupan makan anak .
4.2.1.1 Karateristik Balita Stunting
Pengelompokkan anak berdasarkan kejadian stunting dapat dilihat pada tabel
berikut :

23
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Anak Menurut Kejadian Stunting Di wilayah Kerja
Puskesmas Andalas Tahun 2022

Stunting n %
Sangat Pendek 19 54,3
Pendek 16 45,7

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa kejadian sangat pendek pada anak
stunting sebanyak 19 responden (54,3%).
4.2.1.2 Karateristik Keluarga Responden
Berdasarkan karakteristik keluarga terdiri dari : pekerjaan ayah, pekerjaan ibu,
jumlah anggota keluarga dan jumlah balita. Karateristik keluarga ditampilkan dalam
tabel distribusi sebagai berikut.
Tabel 1
Distribusi frekuensi pekerja ayah, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga dan jumlah
balita
Variabel N %
Pekerjaan Ayah
Wiraswasta
PNS/BUMN 1 2.9%
Buruh Harian Lepas 17 48.6%
dll 9 25.7%
Total 35 100%
Pekerjaan Ibu
Tidak Bekerja 27 77.1%
Bekerja 8 22.9%
Total 35 100.0%
Jumlah Anggota Keluarga
<6 23 65.7%
>6 12 34.3%
Total 35 100%
Jumlah Balita
1-2 30 85.7%
2-5 5 14.3%
Total 35 100%
Berdasarkan table distribusi frekuensi untuk identitas keluarga balita,
prevalensi pekerjaan ayah sebagai buruh harian lepas peling banyak deibandingkan

24
dengan jenis pekerjaan lainnya, prevalensi ibu tidak bekerja lebih tinggi dibandingkan
dengan ibu yang bekerja. Selain itu dilihat dari jumlah anggota keluarga prevalensi
balita dengan keluarga berjumlah <6 orng lebih tinggi dibandingkan keluarga dengan
jumlah <6 orang demikian jugan dengan jumlah balita dalam keluarga, prevalensi
balita dengan jumlah 1-2 orang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah balita
diatas 2 orang.
4.2.1.3 Asupan Makan
Hasil pengolahan data asupan makan anak stunting di wilayah kerja
Puskesmas Andalas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Anak stunting Menurut Asupan Makan Di wilayah
Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Asupan Makan n %
<80% AKG 6 17,1
>80% AKG 29 82,9

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa asupan makan yang <80% AKG
pada anak stunting adalah sebanyak 6 responden (17,1%)
4.2.1.4 Penyakit Infeksi
Distribusi frekuensi penyakit infeksi pada anak stunting dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Anak stunting Menurut Penyakit Infeksi Di wilayah
Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Penyakit Infeksi n %
Ya 20 57,1
Tidak 15 42,9

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah anak stunting yang
mengalami penyakit infeksi sebanyak 20 responden (57,1%).

25
4.2.1.5 Riwayat KEK
Distribusi frekuensi anak stunting dengan ibu yang memiliki riwayat KEK
saat hamil dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Anak stunting Menurut Riwayat KEK pada Ibu saat
Hamil Di wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Riwayat KEK n %
Ya 9 25,7
Tidak 26 74,3

Beradasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa anak stunting dengan ibu yang
memiliki riwayat KEK saat hamil sebanyak 9 responden (25,7%).
4.2.1.6 Imunisasi
Distribusi frekuensi anak stunting dengan imunisasi lengkap dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Anak stunting Menurut Imunisasi Di wilayah Kerja
Puskesmas Andalas Tahun 2022

Imunisasi n %
Tidak Lengkap 11 68,6
Lengkap 24 31,4

Beradasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa anak stunting dengan imunisasi
yang tidak lengkap sebanyak 11 responden (68,6%).
4.2.1.7 ASI Eksklusif
Distribusi frekuensi anak stunting dengan ASI Eksklusif dapat dilihat pada
tabel berikut ini:

26
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Anak stunting Menurut ASI Eksklusif Di wilayah Kerja
Puskesmas Andalas Tahun 2022

ASI Eksklusif n %
Tidak 5 14,3
Ya 30 85,7

Beradasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa anak stunting yang tidak
mendapatkan ASI Eksklusif sebanyak 5 responden (14,3%).
4.2.1.8 MP-ASI Tepat Waktu
Distribusi frekuensi anak stunting dengan MP-ASI tepat waktu dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Anak stunting Menurut MP-ASI Tepat Waktu Di
wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

MP-ASI Tepat Waktu n %


< 6 bulan 11 31,4
≥ 6 bulan 24 68,6

Beradasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa anak stunting dengan MP-ASI
yang tidak tepat waktu sebanyak 11 responden (31,4%).
4.2.1.9 Pola Asuh Kebersihan
Distribusi frekuensi pola asuh kebersihan pada anak stunting dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi Anak stunting Menurut Pola Asuh Kebersihan Di
wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Pola Asuh Kebersihan n %


Tidak 6 17,1
Ya 29 82,9

27
Beradasarkan Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa anak stunting yang tidak
mendapatkan pola asuh kebersihan sebanyak 6 responden (17,1%).
4.2.1.10 Waktu Ibu untuk Mengasuh Anak
Distribusi frekuensi waktu ibu mengasuh anak stunting dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.11
Distribusi Frekuensi Anak stunting Menurut Waktu Ibu untuk Mengasuh
Anak Di wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Waktu Ibu untuk Mengasuh


n %
Anak
<1 jam 13 37,1
>1 jam 22 62,9

Beradasarkan Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa anak stunting yang diasuh
ibunya selama <1 jam sebanyak 13 responden (37,1%).

4.2.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat ini dilakukan untuk memperoleh gambaran hubungan antar
variabel-variabel yang mempengaruhi stunting pada anak di wilayah kerja Puskesmas
Andalas tahun 2022.
4.2.1.11 Hubungan Asupan Makan Dengan Stunting
Tabel 4.12
Hubungan Asupan Makan dengan Stunting pada Anak Usis 2-5 Tahun di
Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Stunting
Total
Asupan Makan Sangat Pendek Pendek P Value
n % n % n %
<80% AKG 0 0 6 100 6 100
0,001
≥80% AKG 19 65,5 10 34,5 29 100

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara asupan
makan anak dengan kejadian stunting pada anak diperoleh bahwa ada sebanyak 6

28
orang anak pendek memiliki jumlah asupan makan < 80% AKG. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik
ada hubungan yang bermakna antara asupan makan dengan stunting pada anak.

4.2.1.12 Hubungan Penyakit Infeksi Dengan Stunting


Tabel 4.13
Hubungan Penyakit Infeksi dengan Stunting pada Anak Usis 2-5 Tahun di
Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Stunting
Penyakit Total
Sangat Pendek Pendek P Value
Infeksi
n % n % n %
Ya 7 35,0 13 65,0 20 100
0,398
Tidak 12 80,0 3 20,0 15 100

Berdasarkan Tabel 4.13 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara penyakit
infeksi dengan kejadian stunting pada anak diperoleh bahwa ada sebanyak 7 orang
anak sangat pendek dan 13 orang anak pendek memiliki penyakit infeksi. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p=0,398 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa secara
statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan stunting
pada anak.
4.2.1.13 Hubungan Riwayat KEK Dengan Stunting

Tabel 4.14
Hubungan Riwayat KEK dengan Stunting pada Anak Usis 2-5 Tahun di
Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Stunting
Total
Riwayat KEK Sangat Pendek Pendek P Value
n % n % n %
Ya 8 88,9 1 11,1 9 100
0,004
Tidak 11 42,3 15 57,7 26 100

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara Riwayat
KEK pada ibu saat hamil dengan kejadian stunting pada anak diperoleh bahwa ada

29
sebanyak 8 orang anak sangat pendek dan 1 orang anak pendek yang memiliki ibu
dengan riwayat KEK saat hamil. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,004 (p<0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna
antara riwayat KEK pada ibu saat hamil dengan stunting pada anak.
4.2.1.14 Hubungan Imunisasi Dengan Stunting

Tabel 4.15
Hubungan Imunisasi dengan Stunting pada Anak Usis 2-5 Tahun di Wilayah
Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Stunting
Total
Imunisasi Sangat Pendek Pendek P Value
n % n % n %
Tidak Lengkap 4 36,4 7 63,6 11 100
0,028
Lengkap 15 62,5 9 37,5 24 100

Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara


kelengkapan imunisasi dengan kejadian stunting pada anak diperoleh bahwa ada
sebanyak 4 orang anak sangat pendek dan 7 orang anak pendek memiliki imunisasi
yang tidak lengkap. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,028 (p<0,05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara
kelengkapan imunisasi dengan stunting pada anak.
4.2.1.15 Hubungan ASI Eksklusif Dengan Stunting

Tabel 4.16
Hubungan ASI Eksklusif dengan Stunting pada Anak Usis 2-5 Tahun di
Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Stunting
Total
ASI Eksklusif Sangat Pendek Pendek P Value
n % n % n %
Tidak 4 80 1 20 5 100
0,001
Ya 15 50 15 50 30 100

Berdasarkan Tabel 4.16 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara ASI
Eksklusif dengan kejadian stunting pada anak diperoleh bahwa ada sebanyak 4 orang

30
anak sangat pendek dan 1 orang anak pendek tidak mendapatkan ASI eksklusif. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
secara statistik ada hubungan yang bermakna antara ASI eksklusig dengan stunting
pada anak.
4.2.1.16 Hubungan MP-ASI Dengan Stunting

Tabel 4.17
Hubungan MP-ASI Tepat Waktu dengan Stunting pada Anak Usis 2-5 Tahun
di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Stunting
Total
Umur MP-ASI Sangat Pendek Pendek P Value
n % n % n %
< 6 bulan 6 54,5 5 45,5 11 100
0,028
≥ 6 bulan 13 54,2 11 45,8 24 100

Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara umurr
MP-ASI dengan kejadian stunting pada anak diperoleh bahwa ada sebanyak 6 orang
anak sangat pendek dan 5 orang anak pendek mendapatkan MP-ASI saat berumur < 6
bulan. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,028 (p<0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara umur MP-
ASI dengan stunting pada anak.

4.2.1.17 Hubungan Pola Asuh Kebersihan Dengan Stunting

Tabel 4.18
Hubungan Pola Asuh Kebersihan dengan Stunting pada Anak Usis 2-5
Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Stunting
Pola Asuh Total
Sangat Pendek Pendek P Value
Kebersihan
n % n % n %
Tidak 0 0 6 100 6 100
0,001
Ya 19 65,5 10 34,5 29 100

31
Berdasarkan Tabel 4.18 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara pola asuh
kebersihan dengan kejadian stunting pada anak diperoleh bahwa ada sebanyak 6
orang anak pendek tidak memiliki pola asuh kebersihan. Hasil uji statistik diperoleh
nilai p=0,001 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada
hubungan yang bermakna antara pola asuh kebersihan dengan stunting pada anak.
4.2.1.18 Hubungan Lama Pengasuhan Ibu Dengan Stunting
Tabel 4.19
Hubungan Lama Pengasuhan Ibu dengan Stunting pada Anak Usis 2-5
Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

Stunting
Total
Lama Pengasuhan Ibu Sangat Pendek Pendek P Value
n % n % n %
<1 jam 8 61,5 5 38,5 13 100
0,128
≥1 jam 11 50,0 11 50,0 22 100

Berdasarkan Tabel 4.19 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara lama
pengasuhan ibu dengan kejadian stunting pada anak diperoleh bahwa ada sebanyak 8
orang anak sangat pendek dan 5 orang anak pendek diasuh oleh ibunya selama < 1
jam. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,128 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan
bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara lama pengasuhan
ibu dengan stunting pada anak.
4.2.3 Analisis Multivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling dominan
mempengaruhi stunting pada anak di wilayah kerja Puskesmas Andalas tahun 2022.
Tabel 4.20
Faktor Dominan yang mempengaruhi Stunting Pada Anak Usia 2-5 Tahun Di
Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022

95% CI
Variabel B P Value OR
Lower Upper
Asupan Makan 18,429 0,999 100824130,3 0,000 -
Penyakit Infeksi 3,268 0,010 26,261 2,195 314,202
Riwayat KEK -4,234 0,025 0,014 0,000 0,586
Imunisasi 2,865 0,039 17,547 1,160 265,439

32
ASI Eksklusif -0,497 1,000 0,608 0,000 -
MP-ASI 1,040 0,330 2,831 0,348 23,006
Pola Asuh Kebersihan 20,991 0,999 1306611922 0,000 -
Waktu Ibu mengasuh Anak -3,567 0,021 0,028 0,001 0,589

Berdasarkan Tabel 4.20 dapat dilihat hasil analisis faktor dominan yang
mempengaruhi stunting pada anak diperoleh bahwa terdapat empat faktor dominan
yang mempengaruhi stunting yaitu penyakit infeksi dengan nilai P value = 0,010,
riwayat KEK pada ibu saat hamil dengan nilai P value = 0,025, kelengkapan
imunisasi dengan nilai P value = 0,039, dan waktu ibu mengasuh anak dengan nilai P
value = 0,021. Variabel yang paling dominan mempengaruhi stunting pada anak
adalah penyakit infeksi denagan nilai OR=26,261 dan kelengkapan imunisasi dengan
nilai OR=17,547. Dapat disimpulkan bahwa anak usia 2-5 tahun akan berisiko
mengalami stunting 26,261 kali jika mengalami penyakit infeksi dan akan berisiko
17,547 kali mengalami stunting jika imunisasinya tidak lengkap, dibandingkan
dengan anak yang tidak mengalami penyakit infeksi dan mendapatkan imunisasi yang
lengkap.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Analisa Univariat
a. Stunting
Prevalensi balita stunting dapat dikategorikan menjadi pendek dan sangat
pendek menurut kategori standar WHO NCHS. Dari 35 balita sunting diPuskesmas
Andalas dapat dilihat bahwa 54,5% balita dikategorikan menjadi sangat pendek dan
45,7% dikategorikan menjadi pendek.
Persentase balita stunting diperkirakan oleh WHO sekitar 149,2 juta setara
22% di seluruh dunia pada tahun 2020. Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan
bahwa prevalensi bayi dengan panjang lahir pendek (panjang badan <48 cm) sebesar
29,9% di tingkat nasional, sedangkan target stunting pada RPJMN 2019 sebesar 28%.
Prevalensi kejadian stunting pada balita cukup tinggi di Indonesia, begitu juga di

33
Kota Padang, yaitu masih sebesar 11,06% dan Puskesmas Andalas kasus stunting
mencapai 26,9% pada tahun 2020.
b. Asupan Makan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019
tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Untuk Masyarakat Indonesia.
Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia yang
selanjutnya disingkat AKG adalah suatu nilai yang menunjukkan kebutuhan rata-rata
zat gizi tertentu yang harus dipenuhi setiap hari bagi hampir semua orang dengan
karakteristik tertentu yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat aktivitas fisik, dan
kondisi fisiologis, untuk hidup sehat. AKE bagi bayi yaitu 700-750 kkal/orang/hari,
dan untuk balita 1200 kkal/orang/hari.
Dari data hasil analisis asupan makanan dengan menggunakan food recall
2x24 jam dapat dilihat bahwa 17,1% anak belum terpenuhi kebutuhannya sesuai
AKG (<80%) sedangkan 82,9% sudah mencapai AKG (>80%).
c. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi memiliki hubungan timbal balik dengan asupan makanan.
Individu yang mengalami penyakit infeksi maka akan berdampak pada menurunnya
nafsu makan kemudian apabila keadaan tersebut terjadi dalam waktu yang lama maka
akan berdampak pada status gizinya. Begitu juga sebaliknya, anak dengan asupan
makan kurang terutama asupan energi dan protein maka tubuh akan rentan untuk
mengalami penyakit infeksi karena pembentukan kekebalan tubuh di tingkat seluler
terganggu (Jeliffe, 1989).
Dari 35 orang balita stunting 57,1% (20 orang) anak menderita penyakit
dalam 3 bulan terakhir diantaranya adalah ISPA dan diare. Sedangkan balita yang
tidak pernah menderita penyakit dalam 3 bulan terakhir adalah 42,9 % (15 orang).
d. Riwayat KEK
Dari hasil analisis pada terhadap ibu hamil dapat dilihat bahwa 25,7% (9
orang) ibu mempunyai riwayat KEK sedangkan 74,3% (26 orang) ibu tidak
mempunyai riwayat KEK.

34
Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat KEK ibu hamil dengan
kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan. Anak usia 24-59 bulan yang
mengalami stunting 68,4% dilahirkan dari ibu dengan riwayat KEK saat hamil.
e. Imunisasi
Dari hasil distribusi analisis pada 35 balita stunting dapat dilihat bahwa 24
(68,6%) balita mempunyai imunisasi lengkap dan 11 (31,4%) balita mempunyai
immusisai tidak lengkap.
Mencegah terjadinya penyakit tertentu dan menghilangkan penyakit tersebut
pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilanhkannya dari bumi
seperti keberhasilan imunisasi cacar vaviola (Ranuh et al, 2011) 2. Menurunkan
angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi
seperti disentri, tetanus, batuk rejan, cacar, polio dan tuberkulosis. (Notoatmodjo,
2007) 3. Supaya kekebalan tubuh balita terbentuk sehingga risiko untuk mengalami
penyakit yang bersangkutan lebih kecil. (Yusrianto, 2010) 4. Supaya balita menjadi
kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu. (Hidayat, 2008) 5.
Memberikan kekebalan pada bayi supaya dapat mencegah dan kematian bayi serta
balita yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. (Proverawati &
Andhini, 2010).
Komposisi lemak, karbohidrat, kalori, protein dan vitamin, perlindungan
penyakit infeksi, perlindungan alergi karena didalam ASI mengandung antibodi,
memberikan rangsang intelegensi dan saraf, meningkatkan kesehatan dan kepandaian
secara optimal (Mufdlilah, 2017).
f. ASI Eksklusif
Hasil distribusi frekuensi untuk ASI Eksklusif menunjukan bahwa 5 orang
(14,3%) balita mempunyai riwayat tidak mendapatkan ASI Eksklusif dan 30 orang
(85,7%) balita mendapatkan ASI Eksklusif.
Manfaat ASI eksklusif bagi bayi antara lain sebagai nutrisi lengkap,
meningkatkan daya tubuh, meningkatkan kecerdasan mental dan emosional yang

35
stabil serta spiritual yang matang diikuti perkembangan sosial yang baik, mudah
dicerna dan diserap, memiliki
g. MP-ASI Tepat Waktu
Pemberian MP – ASI dini terbukti berpengaruh pada gangguan pertambahan
berat bayi walaupun setelah dikontrol oleh faktor lainnya. Gangguan pertumbuhan
berat bayi akibat pengaruhi pemberian MP – ASI dini terjadi sejak bayi berumur 2
tahun dan berlanjut pada interval umur berikutnya. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan karena pemberian MP – ASI yang
tidak tepat. Keadaan ini memerlukan penanganan tidak hanya penyediaan pangan,
tetapi dengan pendekatan yang lebih komunikatif sesuai dengan tingkat pendidikan
dan kemampuan masyarakat. Selain itu, umur pertama kali pemberian ASI sangat
penting dalam menentukan status gizi bayi. Makanan prelaktal maupun MP – ASI
dini mengakibatkan kesehatan bayi menjadi rapuh. Secara nyata, hal ini terbukti
dengan terjadinya gagal tumbuh (growth faltering) yang terus kontinyu terjadi sejak
umur 3 bulan sampai anak umur 18 bulan.
Dari hasil Analisa univariat pada 35 orang balita stunting balita dengan
riwayat MP-ASI tepat atau lebih pada usia 6 bulan mencapai 68,6 % (24 orang) dan
balita yang mendapatkan MP-ASI kurang dari 6 bulan sebesar 31,4% (11 orang).
h. Pola Asuh Kebersihan
Dari hasil Analisa dapat dilihat bahwa 17,1% (11 balita) mempunyai sanitasi
tidak baik dan 82,2% (24 balita) mempunya sanitasi yang baik. Pengkategorian balita
dengan sanitasi baik dan tidak baik ditandai dengan kebiasaan cuci tangan dan
ketersediaan jamban.
Balita stunting sebagian besar tidak melakukan indikator perilaku higiene
dengan baik, yaitu mencuci tangan dengan sabun, menyikat gigi, menyimpan
makanan, waktu cuci tangan, dan cara membersihkan tangan, berbeda dengan
kelompok tidak stunting yang sebagian besar melakukan hampir semua perilaku
higiene.Indikator sanitasi lingkungan terdiri dari delapan indikator yaitu kondisi
sumber air, cara pengolahan air minum, kualitas fisik air, kebiasaan menguras bak,

36
penyediaan jamban, kualitas fisik air, kondisi saluran air, tempat sampah dan
lingkungan rumah. Seluruh orang tua pada kelompok tidak stunting memiliki kondisi
sanitasi lingkungan yang baik dari delapan indikator. Beberapa indikator masih
didominasi oleh kondisi yang kurang baik pada kelompok stunting, antara lain
sumber air, cara pengolahan air minum, kualitas fisik air, dan penyediaan jamban
yang kurang. Berdasarkan hasil observasi langsung di rumah subjek, masih terdapat
tempat sampah yang tidak tertutup dan kondisi lingkungan rumah yang tidak bersih.
i. Waktu Ibu untuk Mengasuh Anak
Hasil Distribusi frekuensi waktu ibu mengasuh anak stunting dapat
dikategorikan menjadi pengasuhan ibu < 1 jam dan > 1jam dimana dari 35 balita
dapat diketahui bahwa 13 anak (37,1 %) diasuh <1 jam bersama ibunya, dan 22 anak
(62,9%) > 1 jam bersama ibu.

4.3.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat ini dilakukan untuk memperoleh gambaran hubungan antar
variabel-variabel yang mempengaruhi stunting pada anak di wilayah kerja Puskesmas
Andalas tahun 2022.
a. Hubungan Asupan Makan Dengan Stunting
Hasil analisis hubungan antara asupan makan anak dengan kejadian stunting
pada anak diperoleh bahwa ada sebanyak 6 orang anak pendek memiliki jumlah
asupan makan < 80% AKG. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna
antara asupan makan dengan stunting pada anak.
Asupan merupakan penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi
(Unicef, 2012). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ulul dkk
dimana balita dengan asupan kurang 4,048 kali lebih berpotensi untuk mengalami
stunting. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Dini Nugrahini
bahwa balita dengan asupan kurang 1,496 kali berpotensi mengalami stunting.

37
b. Hubungan Penyakit Infeksi Dengan Stunting
Selain dari asupan penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi adalah
infeksi. Berbeda dengan hasil analisis bivariat yang dilakukan pada 35 orang balita
menunjukan bahwa sebanyak 7 orang anak sangat pendek dan 13 orang anak pendek
memiliki penyakit infeksi. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,398 (p>0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang
bermakna antara penyakit infeksi dengan stunting pada anak.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Glaudia dkk hasil penelitian
menunjukkan bahwa 99,0% anak usia 13-36 bulan memiliki riwayat penyakit infeksi.
Sementara 39,2% anak usia 13-36 bulan mengalami stunting, serta hasil uji menunjukkan
tidak terdapat hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting dimana p =
0,392 (p > 0,05).
c. Hubungan Riwayat KEK Dengan Stunting
Riwayat KEK pada ibu saat hamil dengan kejadian stunting pada anak
diperoleh bahwa ada sebanyak 8 orang anak sangat pendek dan 1 orang anak pendek
yang memiliki ibu dengan riwayat KEK saat hamil. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p=0,004 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan
yang bermakna antara riwayat KEK pada ibu saat hamil dengan stunting pada anak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sharlin (2015), yang mendukung teori
tentang hubungan usia ibu dengan KEK, mengatakan bahwa ada hubungan usia ibu dengan
kejadian KEK dengan nilai pvalue=0,015 dan OR=3,298 yang berarti ibu hamil yang usianya
beresiko mempunyai resiko terkena KEK sebesar 3,298 kali dibandingkan ibu hamil yang
usianya tidak beresiko. Penelitian Efrinita (2010), juga mengatakan bahwa ada pengaruh
antara usia ibu dengankejadian KEK, dengan nilai p-value=0,04, semakin muda atau semakin
tua seorang ibu yang sedang hamil akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang
diperlukan. Hasil penelitian sebagian besar ibu hamil di Puskesmas Pabelan tidak KEK 50
(67,6%), dilihat dari hasil pada penelitian ini umur ibu sebagian besar tidak beresiko yaitu
20-35 tahun 45(90%), usia ibu tidak beresiko dikarenakansemakin dewasa seseorang maka
tingkat kematangan dan kekuatan seseoang akan lebih baik dalam berfikir maupun berkerja
dan usia ini adalah paling baik untuk proses hamil dan gizi ibu hamil akan lebih baik.

38
d. Hubungan Imunisasi Dengan Stunting
Analisis hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian stunting
pada anak diperoleh bahwa ada sebanyak 4 orang anak sangat pendek dan 7 orang
anak pendek memiliki imunisasi yang tidak lengkap. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p=0,028 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan
yang bermakna antara kelengkapan imunisasi dengan stunting pada anak. Hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Agung dkk pada 90 anak kejadian
stunting tidak berhubungan adalah status imunisasi (p = 0,056).
e. Hubungan ASI Eksklusif Dengan Stunting
Hasil analisis hubungan antara ASI Eksklusif dengan kejadian stunting pada
anak diperoleh bahwa ada sebanyak 4 orang anak sangat pendek dan 1 orang anak
pendek tidak mendapatkan ASI eksklusif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001
(p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang
bermakna antara ASI eksklusif dengan stunting pada anak.
Hasil penelitian menunjukkan balita yang tidak diberikan ASI eksklusif dan
mengalami stunting sebanyak 66 (91.7%) responden dimana didapatkan nilai OR = 61 artinya
balita yang tidak diberikan ASI eksklusif berpeluang 61 kali lipat mengalami stunting
dibandingkan balita yang diberi ASI eksklusif. Kemudian, balita yang tidak diberikan ASI
eksklusif memiliki peluang 98% untuk mengalami stunting. lebih besar mengalami
pertumbuhan yang tidak baik pada bayi usia 0-6 bulan dibandingkan dengan bayi yang
mendapat ASI. Indrawati (2016) menyatakan bahwa ASI merupakan asupan gizi yang sesuai
dengan kebutuhan akan membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi yang tidak
mendapatkan ASI dengan cukup berarti memiliki asupan gizi yang kurang baik dan dapat
menyebabkan kekurangan gizi.
f. Hubungan MP-ASI Dengan Stunting
Bayi yang mendapatkan MP-ASI dini lebih besar mengalami pertumbuhan yang
tidak baik pada bayi usia 0-6 bulan dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI. Indrawati
(2016) menyatakan bahwa ASI merupakan asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan akan
membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi yang tidak mendapatkan ASI dengan

39
cukup berarti memiliki asupan gizi yang kurang baik dan dapat menyebabkan kekurangan
gizi.
Hasil analisis hubungan antara umurr MP-ASI dengan kejadian stunting pada
anak diperoleh bahwa ada sebanyak 6 orang anak sangat pendek dan 5 orang anak
pendek mendapatkan MP-ASI saat berumur < 6 bulan. Hasil uji statistik diperoleh
nilai p=0,028 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada
hubungan yang bermakna antara umur MP-ASI dengan stunting pada anak.
Hal ini sejalan dengan penelitian Lestari, Sri Anita (2019) penelitian
hubungan pemberian mp-asi dini dengan kejadian stunting pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin menunjukan bahwa hubungan yang
signifikan antara pemberian MP-ASI dini dengan kejadian stunting (95% CI=0,002).
Nilai OR = 5,675 artinya pemberian MP-ASI dini beresiko 5,6 kali mengalami
kejadian stunting.
Penelitian Farida Noor dkk (2020) dengan judul Peran Praktik Pemberian
Makanan Pendamping ASI Terhadap Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan di Indonesia
memberikan hasil bahwa pemberian dini, frekuensi, dan jenis MP-ASI tidak secara
konsisten berhubungan dengan kejadian underweight, dan stunting pada anak usia 6-
24 bulan.
g. Hubungan Pola Asuh Kebersihan Dengan Stunting
Pola asuh kebersihan berkaitan dengan higene dan sanitasi balita dan
keluarga. Kebersihan terutama kebiasaan mencusi tangan dalam pola pengasuhan
berhubungan dengan kemungkinan infeksi pada balita selain itu juga berkaitan
dengan tersedianya jamban di rumah.
Hasil analisis hubungan antara pola asuh kebersihan dengan kejadian stunting
pada anak diperoleh bahwa ada sebanyak 6 orang anak pendek tidak memiliki pola
asuh kebersihan. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara pola asuh
kebersihan dengan stunting pada anak.

40
Hal ini sejalan dengan penelitian Siswati, 2018 dengan judul Risk Factors For
Stunting And Severe Stunting Among Under Five Years Children In RuralAreas In
Indonesia pada 18.222 balita menunjukan bahwa water, sanitation,Hygiene
(WASH)yang buruk (p= 0,001;OR=1,45) beresiko meningkatkan kejadian stunting
pada anak usia 0-5tahun di Wilayah pedesaan Indonesia.
h. Hubungan Lama Pengasuhan Ibu Dengan Stunting
Hasil analisis hubungan antara lama pengasuhan ibu dengan kejadian stunting
pada anak diperoleh bahwa ada sebanyak 8 orang anak sangat pendek dan 5 orang
anak pendek diasuh oleh ibunya selama < 1 jam. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p=0,128 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak ada
hubungan yang bermakna antara lama pengasuhan ibu dengan stunting pada anak.
Menuruk Unicef (2012) pola asuh merupakan penyebab tidak langsung kejadian
stunting.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2020) dimana
faktor risiko terjadinya stunting adalah pola asuh orang tua terhadap anak-anaknya yang
diartikan rasa kasih sayang dan perhatian yang melekat pada anak dengan merawat,
membina, dan mendidik anak pada usia dimana mereka tidak bisa melakukan semuanya
sendiri dan membutuhkan pertolongan orang lain.
Selain itu, dukungan keluarga merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku
ibu dalam pengambilan suatu keputusan untuk meningkatkan kesehatan balita seperti
pemberian imunisasi, disamping pola asuh pada anak. Kementerian Kesehatan memberikan
informasi terkait faktor risiko stunting yaitu praktik pengasuhan yang tidak baik dan hal
tersebut sangat berpengaruh pada 1000 hari pertama kelahiran. Pencegahan stunting dapat
dilakukan dengan keterlibatan masyarakat dan memperdalam pengetahuan terkait pola asuh
anak.

4.3.3 Analisis Multivariat


Analisis ini dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling dominan
mempengaruhi stunting pada anak di wilayah kerja Puskesmas Andalas tahun 2022
dengan hasil analisis faktor dominan yang mempengaruhi stunting pada anak diperoleh

41
bahwa terdapat empat faktor dominan yang mempengaruhi stunting yaitu penyakit infeksi
dengan nilai P value = 0,010, riwayat KEK pada ibu saat hamil dengan nilai P value = 0,025,
kelengkapan imunisasi dengan nilai P value = 0,039, dan waktu ibu mengasuh anak dengan
nilai P value = 0,021. Variabel yang paling dominan mempengaruhi stunting pada anak
adalah penyakit infeksi denagan nilai OR=26,261 dan kelengkapan imunisasi dengan nilai
OR=17,547. Dapat disimpulkan bahwa anak usia 2-5 tahun akan berisiko mengalami stunting
26,261 kali jika mengalami penyakit infeksi dan akan berisiko 17,547 kali mengalami
stunting jika imunisasinya tidak lengkap, dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami
penyakit infeksi dan mendapatkan imunisasi yang lengkap.
Penelitian yang dilakukan Rostinah (2020) dengan judul Analisis Faktor
Determinan Stunting di Desa Pesa Kecamatan Wawo Kabupaten Bima menunjukan
bahwaFaktor gizi, penyakit infeksi, hygene/sanitasi, keamanan pangan atau
pemberian makan berhubungan dengan kejadian balita stunting (ρ<0,05).

42
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Distribusi frekuensi responden balita stunting usia 2-5 dengan kategori
pendek sebanyak 16 responden dan sangat pendek 19 responden.
2. Distribusi frekuensi karakteristik keluarga responden dengan pekerjaan ayah
terbanyak sebagai buruh harian lepas sebanyak 17 responden, pekerjaan ibu
rata-rata ialah sebagai ibu rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga
terbanyak terdiri dari 1-6 orang dan jumlah balita sebanyak 1-2 balita.
3. Diketahuinya distribusi frekuensi asupan makan balita stunting <80% akg
sebanyak 6 balita, penyakit infeksi anak stunting yang mengalami penyakit
infeksi sebanyak 20 responden (57,1%), imunisasi anak stunting dengan
imunisasi yang tidak lengkap sebanyak 11 responden, riwayat asi anak
stunting yang tidak mendapatkan asi eksklusif sebanyak 5 responden
(14,3%).dan MP-ASI anak stunting dengan MP-ASI yang tidak tepat waktu
sebanyak 11 responden (31,4%), serta hygene dan sanitasi anak stunting yang
tidak mendapatkan pola asuh kebersihan sebanyak 6 responden (17,1%)
dengan risiko kejadian stunting usia 2-5 tahun.
4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting dalam penelitian ini
adalah “Asupan makan, Riwayat KEK, Imunisasi, Asi Eksklusif, MP-ASI dan
Hygine.
5. Faktor dominan terjadinya balita stunting pada penelitian ini adalah penyakit
infeksi dengan OR 26,26 yang artinya , balita yang memiliki penyakit infeksi
akan berisiko 26,26 kali terkena stunting.

5.2 Saran

1. Bagi Institusi: diharapkan penelitian dapat digunakan sebagai informasi ilmiah


dan referensi bagi pembaca dan mahasiswa jurusan lainnya.

43
2. Bagi Puskesmas: memberikan informasi kepada pihak Puskesmas terkait
kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas
Andalas. Diharapkan Pihak Puskesmas dapat membuat kebijakan mengenai
program selanjutnya yang akan dilakukan guna mencegah dan menanggulangi
stunting.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya: Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah
satu refrensi bagi penelitian selanjutnya. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya
untuk dapat meneliti variabel yang lebih bervariasi dan sampel yang lebih
banyak.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Riskesdas K. Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). J Phys A Math


Theor. 2018;44(8):1–200.
2. Sholikah A, Rustiana ER, Yuniastuti A. Faktor - Faktor yang Berhubungan
dengan Status Gizi Balita di Pedesaan dan Perkotaan. Public Heal Perspect J.
2017;2(1):9–18.
3. Indonesia U. Indonesia: Angka masalah gizi pada anak akibat COVID-19 dapat
meningkat tajam kecuali jika tindakan cepat diambil. Indonesia;
4. Kementerian Kesehatan. Situasi Stunting di Indonesia. Jendela data dan Inf
Kesehat. 2018;208(5):1–34.
5. Litbangkes H. Menggembirakan, Angka Stunting Turun 3,1% dalam Setahun.
Indonesia;
6. Sari G, Lubis G, Edison E. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Usia
3-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014. J Kesehat
Andalas. 2016;5(2):2014–7.
7. Kementerian Kesehatan RI. Buku saku pemantauan status gizi. Buku saku
pemantauan status gizi tahun 2017. 2018;7–11.
8. Permatasari TAE. Pengaruh Pola Asuh Pemberian Makan Terhadap Kejadian
Stunting Pada Balita. J Kesehat Masy Andalas. 2021;14(2):3.
9. Fikrina LT. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa Karangrejek Wonosari Gunung Kidul. Univ
„Aisyiyah Yogyakarta
10. Solomon B, Bunn PA. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Balita Stunting. Cancer Invest. 2007;25(4):217–25.
11. Wahdah S, Juffrie M, Huriyati E. Faktor risiko kejadian stunting pada anak umur
6-36 bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat Hulu, Kapuas Hulu,
Kalimantan Barat. J Gizi dan Diet Indones (Indonesian J Nutr Diet.
2016;3(2):119.
12. Arrias JC, Alvarado D, Calderón M. Angka Kecukupan Gizi. 2019;5–10.
13. Rika Septiana, R Sitti Nur Djannah MDD. Hubungan Antara Pola Pemberian
Makanan Pendamping Asi ( Mp-Asi ) Dan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan.
2010;4(2):76–143.
14. Dewa Nyoman Supariasa, Bachyar Bakri IF. Penilaian Status Gizi (Edisi 2).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.
15. UNICEF. Faktor langsung yang berhubungan dengan status gizi balita. 1998;
16. Sandjaja. Risiko kurang energi kronis Sandjaja. Risiko KEK pada Ibu Hamil.
2009;32(2):128–38.
17. Sondang N. Hubungan Riwayat Kurang Energi Kronik Kek) Ibu Hamil Dengan
Kejadian Stunting Pada balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang
Kota Padang. Kebidanan Univ Andalas. 2021;

45
18. Kinanthi AM. Hubungan Kelengkapan Pemberian Imunisasi Dasar Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-23 Bulan Di Puskesmas Mergangsan
Yogyakarta Tahun 2019. Stikes Bethesda Yakkum. 2020;
19. Yoanes Litha. Pandemi Diprediksi Tingkatan Jumlah status Stunting. Indonesia;
2020.
20. Putra WN. Hubungan pola makan, aktivitas fisik, dan aktivitas sedentari dengan
overweight di SMA Negeri 5 Surabaya. J FKM. 2017;5(3):298–310.
21. Murtini, Jamaluddin. Faktor yang berhubungan dengan kejadian Stunting Pada
Anak Usia 0-36 Bulan. Media Gizi Indones. 2018;1(1):13–9.
22. Sarwono. Buku Panduan Penilaian Status Gizi. 2010;
23. Padang DKK. Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI). 2022;
24. Indonesia U. Indonesia: Angka masalah gizi pada anak akibat COVID-19 dapat
meningkat tajam kecuali jika tindakan cepat diambil. Indonesia;
25. Kementerian Kesehatan. Situasi Stunting di Indonesia. Jendela data dan Inf
Kesehat. 2018;208(5):1–34.
26. Litbangkes H. Menggembirakan, Angka Stunting Turun 3,1% dalam Setahun.
Indonesia;
27. Sari G, Lubis G, Edison E. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Usia
3-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014. J Kesehat
Andalas. 2016;5(2):2014–7.
28. Kementerian Kesehatan RI. Buku saku pemantauan status gizi. Buku saku
pemantauan status gizi tahun 2017. 2018;7–11.
29. Permatasari TAE. Pengaruh Pola Asuh Pemberian Makan Terhadap Kejadian
Stunting Pada Balita. J Kesehat Masy Andalas. 2021;14(2):3.
30. Fikrina LT. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa Karangrejek Wonosari Gunung Kidul. Univ
„Aisyiyah Yogyakarta [Internet]. 2017;2–7. Tersedia pada:
http://digilib.unisayogya.ac.id/2461/1/naskah publikasi.pdf
31. Solomon B, Bunn PA. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Balita Stunting. Cancer Invest. 2007;25(4):217–25.
32. Arrias JC, Alvarado D, Calderón M. Angka Kecukupan Gizi. 2019;5–10.
33. Rika Septiana, R Sitti Nur Djannah MDD. HUBUNGAN ANTARA POLA
PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI ( MP-ASI ) DAN STATUS
GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN. 2010;4(2):76–143.
34. Dewa Nyoman Supariasa, Bachyar Bakri IF. Penilaian Status Gizi (Edisi 2).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.
35. UNICEF. Faktor langsung yang berhubungan dengan status gizi balita. 1998;
36. Wahdah S, Juffrie M, Huriyati E. Faktor risiko kejadian stunting pada anak umur
6-36 bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat Hulu, Kapuas Hulu,
Kalimantan Barat. J Gizi dan Diet Indones (Indonesian J Nutr Diet.
2016;3(2):119.
37. Sandjaja. Risiko kurang energi kronis Sandjaja. Risiko KEK pada Ibu Hamil.
2009;32(2):128–38.

46
38. Sondang N. Hubungan Riwayat Kurang Energi Kronik Kek) Ibu Hamil Dengan
Kejadian Stunting Pada balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang
Kota Padang. Kebidanan Univ Andalas. 2021;
39. Kinanthi AM. Hubungan Kelengkapan Pemberian Imunisasi Dasar Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-23 Bulan Di Puskesmas Mergangsan
Yogyakarta Tahun 2019. Stikes Bethesda Yakkum. 2020;

47
LAMPIRAN

48
49
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama Responden : ………………………………….......................
Nama Anak : ………………………………………………...
TTL Anak/ Umur Anak : ………………………………………………...
Alamat : ………………………………………………...
No. Telepon/Hp : ………………………………………………...
Bersedia dan mau berpatisipasi menjadi responden penelitian dengan judul “Hubungan
Asupan Makanan, Pola Asuh, dan Penyakit Infeksi Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
Usia 2-5 tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2022”

” yang dilakukan oleh:


Nama : Fadhilla Puja Sridefi, Rozaliny Asri, Rita
Asriyanti
Alamat : Jl. Diponegoro, Kelurahan Kubu Gadang,
Kec. Payakumbuh Barat. Kota.
Payakumbuh
Instansi : Fakultas Kesehatan Masyarakat
No. Hp : 082386620722
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa ada paksaan dari
siapapun.

Padang,……………2022

Peneliti Responden

(Kelompok 1) (…….………………………..)

50
51
52
53
54
FORMULIR FOOD RECALL 2X24 JAM
Nama Responden :
Tanggal Wawancara :
Recall : Hari ke- 1 / Hari ke-2 *)

Waktu Makan Nama Masakan Bahan URT Berat (gram)


Makanan

Makan Pagi

Snack Pagi

Makan Siang

Snack Sore

Makan Malam

55
DOKUMENTASI

56
57
58

Anda mungkin juga menyukai