Usulan Penelitian
Diajukan oleh :
14.20.5003
YOGYAKARTA
2024
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 2
F. Keaslian Penelitian............................................................................................................... 6
BAB II............................................................................................................................................. 9
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................. 9
1. Pengetahuan ..................................................................................................................... 9
3. Sikap ................................................................................................................................11
Katagori Dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks .................................... 20
Gambar 2.1 ............................................................................................................................ 22
Kerangka Berpikir dari Lawrence Green dan H.L Blum( dalam Notoatmojo, 2014) .......... 24
D. Hipotesis ............................................................................................................................ 25
G. Instrumen penelitian........................................................................................................... 30
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Balita atau dikenal juga dengan anak prasekolah adalah anak yang berusia antara 1
sampai 5 tahun, sedangkan usia sekolah adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia
sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak dengan kecepatan pertumbuhan sehebat
yang terjadi sebelumnya pada masa bayi atau pada masa remaja nantinya. Rata-rata
pertumbuhan tiap tahun seorang anak pada usia sekolah adalah berkisar 3-3,5kg untuk berat
dan sekitar 6 cm untuk ketinggian (Behman, 2004 dalam Hariayani, 2016). Anak-anak
periode usia ini tetap mempunyai dorongan pertumbuhan yang biasanya bertepatan dengan
periode peningkatan masukan dan nafsu makan. Ketika memasuki pertumbuhan yang
lebuh lambat, masukan dan nafsu makan seorang anak juga berkurang. Adanya variasi
dalam hal nafsu makan dan asupan makanan pada anak usia sekolah harus dipahami oleh
setiap orang tua agar dapat memberikan respon yang terhadap kondisi yang terjadi pada
anak ( Hariyani, 2016 ).
World Health Organization (WHO) (2002) mengelompokkan usia anak dibawah lima
tahun (Balita) menjadi tiga golongan, yaitu golongan usia bayi (0-1), usia dibawah tiga
tahun (Balita) (2-3 tahun), dan golongan prasekolah (4-5 tahun). Usia balita dan pra-
sekolah merupakan usia yang pertumbuhannya tidak sepesat masa bayi, tetapi aktivitas
pada masa ini lebih tinggi dibandingkan masa bayi.
Terdapat empat parameter perkembangan melalui Denver Development Screening Test
(DDST) dalam menilai perkembangan Balita, yaitu tingkah laku sosial, ada pula yang
membagi aspek perkembangan Balita menjadi tujuh seperti pada pedoman Bina Keluarga
Balita (BKB), yaitu tingkah laku sosial, menolong diri sendiri, kecerdasan, gerakan
motorik halus, gerakan motorik kasar, komunikasi pasif, dan komunisai aktif. Penilaian
tumbuh-kembang pada Balita meliputi evaluasi pertumbuhan fisik kecerdasan grafik
pertumbuhan berat badan, tinggi badan lingkar kepala, lingkar dada, dan lingkar perut;
evaluasi neurologis, dan perkembangan sosial (WHO 2002).
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam perwujudan dari
nutriture bentuk variabel tertentu. Status gizi adalah keadaan pada tubuh manusia yang
merupakan dampak dari makanan dan penggunaan zat gizi yang di konsumsi seseorang.
2
Status gizi dapat dibagi menjadi beberapa indicator berat badan menurut umur (BB/U)
sehingga dapat dibedakan menjadi 4 kategori yaitu gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan
gizi lebih ( Supariasa et al, 2016 ).
Masalah status gizi dapat terjadi karena banyak faktor, seperti asupan gizi tidak adekut,
absorbs gizi yang terganggu, kegagalan penggunaan zat gizi, dan meningkatnya kebutuhan
gizi. Fakto-faktor utama pendukung status gizi, namun secara tidak langsung yaitu,
kemiskinan, kurangnya pengetahuan orangtua dalam mengasuh anak, penyakit infeksi
terutama penyakit infeksi yang menyerang saluran cerna (Dewi, 2018)
Masalah gizi (underweight) di Asia Tenggara pada tahun 2005-2016 yaitu sebesar
35,7% yang merupakan urutan pertama permasalahan gizi di dunia. Kemudian diikuti oleh
Afrika dengan kasus gizi sebesar 19%. Di Asia Tenggara, India merupakan Negara yang
menepati urutan pertama dalam masalah gizi kurang yaitu 35,7%, Myanmar 18, dan
Thailand 6,7% (WHO, 2012).
Masalah di Indonesia masih selalu menjadi masalah yang belum terselesaikan. Dari
tahun ke tahun masalah gizi selalu saja terjadi di Indonesia. Sebagian besar anak Indonesia
yang menderita status gizi bermukim di wilayah yang miskin akan bahan pangan yang
kaya akan zat gizi. Berdasarkan hasil Rikesdas tahun 2013 persentase Balita yang
mengalami status gizi sebesar 13,0%. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian status gizi
pada tahun 2015, Status Gizi Balita menurun indeks berat badan per usia (BB/U), di
dapatkan hasil:79,7% gizi baik; 14,9% gizi kurang; 3,8% gizi buruk, dan 1,5% gizi lebih.
Status gizi Balita menurut indeks tinggi badan per usia (TB/U), didapatkan hasil:71%
normal dan 29,9% balita pendek dan sangat pendek. Status gizi balita menurut indeks Berat
Badan per Tinggi Badan (BB/TB), didapatkan hasil,: 82,7% Normal, 8,2% kurus, 5,3%
gemuk, dan 3,7% sangat kurus (Riskesdas, 2019).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang diselenggarakan oleh Kementerian
Kesehatan menyatakan bahwa persentase gizi buruk pada Balita usia 0-23 bulan di
Indonesia adalah 3,8%, sedangkan persentase gizi kurang adalah 11,4%. Hal tersebut tidak
berbeda jauh dengan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang diselenggarakan Oleh
Kementerian Kesehatan tahun 2017, yaitu persentase tertinggi gizi buruk dan gizi kurang
3
pada balita usia 0-23 bulan tahun 2018 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi
dengan persentase terendah adalah Provinsi Jawa Barat (Profi Kesehatan Indonesia,2019).
Berdasrkan data PSG 2017 didapatkan data permasalahan gizi (underweight) di
wilayah-wilayah DIY adalah sebagai berikut, Kulonprogo 15% Bantul 15,2%, Gunung
Kidul 14,7%, dan Kota Yogyakarta 14,9%, Kabupaten Bantul menduduki peringkat
pertama terbanyak kasus gizi buruk dan gizi kurang (Kemenkes RI, 2017)
Tahun 2017 di Kabupaten Bantul tercatat ada 3730 Balita yang mengalami gizi buruk
dan kurang. Wilayah yang mempunyai kasus gizi buruk dan kurang terbanyak di Bantul
antara lain, wialyah Puskesmas Jetis 1 sebanyak 186 Balita, Puskesmas Kasihan 2
sebanyak 215 Balita, Puskesmas Pajangan sebanyak 223 balita , Puskesmas Sewon 1
sebanyak 195 Balita, Puskesmas Pleret sebanyak 232 Balita, Puskesmas Piyungan
sebanyak 278 Balita. Dengan kasus tertinggi gizi buruk dan kurang pada Balita ada di
Desa Srimartani Piyungan, yaitu sebanyak 278 Balita (Dinkes Bantul, 2018).
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya gizi buruk dan kurang, antara lain adalah
faktor kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan orang tua, pola asuh orang tua, makanan
pendamping, penyakit infeksi, terbatasnya fasilitas kesehatan, tidak diberi ASI Eksklusif,
dan riwayat Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) (Mc Donald, 2012). Peryataan tersebut
didukung dengan penelitian Sugiono (2016) yang mengatakan terdapat pengaruh yang
singnifikan antara riwayat pemberian ASI dengan kejadian gizi buruk dan kurang
(underweight)
Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 22 Desember 2020,
didapatkan data status gizi pada Balita yang ditimbang di Desa Srimartani Piyungan
sebagai berikut: gizi baik sebanyak 831 (86,74%), gizi lebih sebanyak 20 (2,09%) gizi
buruk sebanyak 2 (0,21%) dan gizi kurang sebanyak 107 Balita (10.96%). Faktor
penyebab status gizi di desa Srimartani adalah disebabkan oleh kurangnya penyediaan
pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kebiasaan makan yang salah seperti tidak
bergizi, jajanan yang mengandung banyak micin dan memasak sayur yang terlalu lama.
Karena banyaknya permasalahan status gizi di Desa Srimartani maka peneliti tertarik
melakukan penelitian degan judul penelitian “ Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap
Ibu Dengan Status Gizi Pada Balita di Desa Srimartani 2023”
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan maka rumusan masalah adalah
adakah hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan status gizi balita di Desa Srimartani
Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul.
C. Batasan Masalah
1. Variable penelitian
Variable bebas (Independen) : Pengetahuan Dan Sikap Gizi
Variable terikat (Dependen) : Status Gizi Balita
2. Responden
Ibu yang mempunyai Balita di Desa Srimartani Kecamatan Piyungan Kabupaten
Bantul 2023.
3. Lokasi penelitian
Di Desa Srimartani Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta tahun
2023.
4. Waktu penelitian
Dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2023.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan
status gizi pada balita di Desa Srimartani Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul
Yogyakarta tahun 2023.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi pada balita di Desa
Srimartani Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta tahun 2023.
b. Mengetahui hubungan sikap ibu dengan status gizi pada balita di Desa
Srimartani Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta tahun 2023.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat kepada berbagai pihak secara langsung
atau tidak langsung. Adapun manfaat yang dapat disarankan oleh beberapa pihak yaitu:
1. Bagi Masyrakat
5
Sebagai informasi bagi pembaca mengenai hubungan pengetahuan dan sikap ibu
dengan Status Gizi Pada Balita di Desa Srimartani Kecamatan Piyungan Kabupaten
Bantul Yogyakarta Tahun 2023.
2. Bagi Stikes Surya Global
a. Sebagai bahan referensi di perpustakaan Stikes Surya Global Yogyakarta.
b. Dapat digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas pendidikan Stikes
Surya Global Yogyakarta.
3. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman belajar serta bermanfaat untuk
menerapkan ilmu yang diperoleh selama duduk dibangku perkuliahan dan sebagai
bentuk yang nyata dalam menerapkan konsep teori khususnya dilapangan mengenai
pengetahuan dan sikap ibu tentang status gizi yang berkaitan dengan status gizi pada
balita.
4. Bagi peneliti lain
Diharapkan penelitian ini dapat menambah reverensi peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian dengan judul yang sama atau mendekati dengan judul yang akan
diteliti dengan metode yang berbeda.
F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian
6
value (0,246) dan sikap
dengan p-value (0,424)
yang berarti lebih besar
dari 0,05 (p-value>0,05)
maka Ha ditolak.
7
(31,9%) yang status
gizinya kurang
dikarenakan ibu yang
sikap negatif mengenai
gizi balita tetapi jika
anak mengkonsumsi
makanan kepada balita
dan 34 balita (21,7%)
sikap ibu tidak
mempengaruhi status
gizi balita,meskipun ibu
memiliki sikap negatif
mengenai gizi balita
tetapi jika anak
mengkonsumsi makanan
yang cukup gizi maka
anak tetap akan memiliki
status gizi yang baik.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu melalui panca indra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,S. 2013)
a. Tingkatan Pengetahuan
9
4) Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
b. Faktor Internal
1) Pendidikan
2) Pekerjaan
3) Umur
10
2. Pengetahuan ibu tentang Gizi Balita
Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita sangat mempengaruhi keadaan gizi
balita tersebut karena ibu adalah seorang paling besar keterikatannya terhadap anak.
Kebersamaan ibu dengan anaknya lebih besar di bandingkan dengan anggota keluarga yang
lain sehingga lebih mengerti segala kebutuhan yang di butuhkan anak. Pengetahuan yang
dimiliki ibu menjadi kunci utama kebutuhan gizi balita terpenuhi. Pengetahuan yang
didasari dengan pemahaman yang baik dapat menumbuhkan perilaku baru yang baik pula
(Susilowati et,al. 2017).
3) Pengetahuan kurang bila respoden dapat menjawab <56% dari total jawaban
pertanyaan.
3. Sikap
Sikap adalah respoden seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-
tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2014).
Sikap terdiri dari tiga kompenen yang saling menunjang yaitu : (Azwar, 2015)
a. Kompenen Kognitif
Kompenen Kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau
apa yang benar bagi objek sikap.
b. Kompenen Afektif
11
c. Kompenen Konatif
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan (objek)
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan niali yang
positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya
dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau
mengajukan orang lai merespons.
d. Bertanggung jawab (resonsible)
Sikap yang paling tinggi adalah bertanggung jawab terhadap apa
yang telah diyakininya, dia harus berani mengambil risiko bila dia
ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.
e. Sikap Ibu Dengan Status Gizi Balita
Sikap yang baik dipengaruhi oleh pengetahuan yang baik, dan
sikap yang kurang baik dipengaruhi oleh pengetahuan yang kurang
baik pula, sehingga akan mempengaruhi sikap ibu dalam
memberikan asupan nutrisi yang adekuat bagi balitanya
(Notoatmodjo, 2003).
12
diaplikasikan pada bidang kesehatan. Pendidikan adalah suatu proses balajar yang berarti
dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan ke arah
yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat. Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai mahluk sosial
dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu
memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai,
lebih mampu, lebih tahu, dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang
individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar (Notoatmodjo,
2014)
5. Pengertian Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih
populer dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Masa ini juga dapat
dikelompokkan dalam 2 kelompok besar yaitu anak usia 1−3 tahun (batita) dan anak pra
sekolah (3−5 tahun). Saat usia 1–3 tahun (batita) kita sering menyebutnya kelompok pasif
dimana anak masih tergantung penuh kepada orang tua atau orang lain yang mengasuhnya
untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Setelah memasuki
usia 4 tahun kelompok ini sudah mulai kita masukkan dalam kelompok konsumen aktif
dimana ketergantungan terhadap orang tua atau pengasuhnya mulai berkurang dan berganti
pada keinginannya untuk melakukan banyak hal seperti mandi dan makan sendiri meskipun
masih dalam keterbatasannya.
13
6. Masalah Gizi Pada Balita
a. KEP (Kurang Energi Protein) atau Protein Energy Malnutrition.
KEP (Kurang Energi Protein) adalah suatu keadaan dimana rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan
Gizi (AKG). Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan
menurut usia (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP atau Protein Energy Malnutrition dapat
diartikan sebagai salah satu penyakit gangguan gizi yang penting dimana pada penyakit
KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis yang disebabkan oleh kekurangan
maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Kurangnya zat gizi makro (Energi
dan Protein) pada balita bisa menyebabkan KEP.
Penyebab penting terjadinya KEP adalah dimana kesadaran akan kebersihan baik
personal hygiene maupun kebersihan lingkungan yang masih kurang sehingga
memudahkan balita untuk terserang penyakit infeksi. Terlihat pula adanya sinergisme
antara status gizi dan infeksi. Keduanya dipengaruhi oleh makanan, kualitas mengasuh
anak, kebersihan lingkungan dan lain-lain yang kesemuanya mencerminkan keadaan
sosial-ekonomi penduduk serta lingkungan pemukimannya. (Pritasari, et al 2017)
b. Obesitas
Anak akan mengalami berat badan berlebih (overweight) dan kelebihan lemak
dalam tubuh (obesitas) apabila selalu makan dalam porsi besar dan tidak diimbangi dengan
aktivitas yang seimbang. Dampak obesitas pada anak memiliki faktor risiko penyakit
kardiovaskuler, seperti : hiperlipidemia (tingginya kadar kolesterol dan lemak dalam
darah), hipertensi, hyperinsulinemia, gangguan pernafasan, dan komplikasi ortopedik
(tulang). Apalagi bila hal ini tidak teratasi, berat badan berlebih (obesitas) akan berlanjut
sampai anak beranjak remaja dan dewasa. Konsekuensinya pada anak juga menyangkut
kesulitan dalam psikososial, seperti diskriminasi dari teman-teman, self-image negative,
depresi, dan penurunan sosialisasi.
Upaya agar anak terhindar dari obesitas yakni kuncinya ada pada keluarga. Ada
banyak cara untuk mengendalikan kegemukannya :
14
1) Orangtua perlu melakukan pencegahan seperti mengendalikan pola
makan anak agar tetap seimbang. Awasi kebiasaan makannya, jangan
berikan makanan yang kandungan lemaknya tinggi.
c. Kurang Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan
oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata, dan untuk kesehatan tubuh yaitu
meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak, diare, dan
penyakit infeksi lainnya. Penyakit mata yang diakibatkan oleh kurangnya vitamin A disebut
xeropthalmia.
Xeropthalmia adalah kelainan pada mata akibat kurang vitamin A, yaitu terjadi
kekeringan pada selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata. Penyakit
ini merupakan penyebab kebutaan yang paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 – 3
tahun.
Vitamin A berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel dan pengatur kepekaan rangsang
sinar pada saraf retina mata. Jumlah yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
per hari 400 ug retinol untuk anak-anak dan dewasa 500 ug retinol. Sumbernya ada di
makanan hewani sebagai retinol dan ada juga dari nabati sebagai pro vitamin A sebagai
karotin, yang nantinya dalam usus dengan bantuan tirosin baru dikonversi menjadi retinol.
15
d. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
Gondok merupakan suatu gejala pembesaran pada kelenjar tiroid yang terjadi
akibat respons terhadap defisiensi/kekurangan iodium. Iodium adalah jenis elemen mineral
mikro kedua sesudah zat besi yang dianggap penting bagi kesehatan tubuh manusia
walaupun sesungguhnya jumlah kebutuhan tidak sebanyak zat-zat gizi lainnya.Manusia
tidak dapat membuat elemen iodium dalam tubuhnya seperti membuat protein atau gula,
tetapi harus mendapatkannya dari luar tubuh (secara alamiah) melalui sarapan iodium yang
terkandung dalam makanan serta minuman.
Zat besi diperlukan untuk pembentukan sel darah merah dan juga diperlukan oleh
berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga
diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase
dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatic)
sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.
16
Untuk meningkatkan penyerapan zat besi oleh tubuh, kombinasikan bahan
makanan sumber zat besi dengan vitamin C, misalnya berikan potongan tomat dalam roti
sandwich untuk anak.
Media masa baik elektronik maupun cetak juga berdampak besar pada asupan
makan anak. Pada saat ini anak sangat mudah mengakses berita ataupun paparan iklan di
media massa. Untuk itu pendapingan anak dalam melihat berita maupun iklan khususnya
yang berhubungan dengan makanan di media perlu diperhatikan.
Kondisi yang tidak bisa diabaikan dalam melihat asupan makan balita adalah
kondisi kesehatan dan penyakit yang dialami oleh anak. Kondisi Kesehatan yang tidak baik
akan sangat mempengaruhi selera makan anak, sehingga pada kondisi ini perlu perhatian
khusus pada sianak sehingga masalh gizi dapat dihindari (Pritasari, et al 2017).
Kebutuhan nutrisi pada balita sebenarnya juga dipengaruhi oleh usia, besar tubuh,
dan tingkat aktivitas yang dilakukannya.
17
a. Energi : biasanya balita membutuhkan sekitar 1.000 samapi 1.400 kalori per hari.
d. Vitamin C dan D.
Tubuh anak terdiri dari struktur tulang, otot, peredaran darah, jaringan otak,
dan organ-organ lain. Perkembangan tiap struktur ini sangat dipengaruhi oleh
masukan (intake) berbagai macam nutrisi makanan penunjang pertumbuhan. Pada
usia 2 tahun ini, anak-anak memiliki kerangkan tubuh berupa tulang rawan sehinga
dengan pemberian masukan gizi berupa vitamin dan mineral akan mempercepat
pembentukan tulang (osifkasi). Anak usia 2 tahun juga sudah mampu untuk berjalan
dan melakukan semua gerakan tubuh yang dilakukan oleh otot. Hal ini terjadi
karena ribuan serabut otot yang semakin membesar dan terus bekerja. Artinya, otot
membutuhkan zat-zat dari asupan makanan yang diberikan pada anak.
Selain zat gizi diatas, air merupakan komponen utama dalam tubuh manusia
secara umum. Pada anak sekolah 60%-70% berat tubuh adalah air, Air juga
merupakan kebutuhan & bagian dari kehidupan manusia sehingga asupan air pun
sebaiknya seimbang dengan jumlah yang dikeluarkan. Asupan air yang kurang akan
menimbulkan masalah kesehatan, begitupun sebaliknya asupan air yang berlebih
juga dapat menimbulkan masalah kesehatan, khususnya pada anak yang menderita
penyakit ginjal & gagal jantung . Kebutuhan ratarata cairan untuk anak sekolah
adalah 1 – 1,5ml/Kkal/hr. (Pritasari, et al 2017)
Lingkungan diusahakan bersifat netral, tidak ada paksaan atau hukuman pada si
anak meskipun anak hanya makan 1-2 suap saja. Begitu juga sebaliknya jangan
18
memberikan makanan sebagai hadiah pada anak kondisi ini akan memungkinkan anak
mempunyai persepsi yang membahagiakan ketika makan dan selanjutnta anak merasa
nyaman dalam menikmati makanannya. Biasakan anak makan di meja makan tidak sambil
bermain ataupun menonton televisi.
Seorang ibu atau pengasuh harus mampu menciptakan pola makan yang baik untuk
si anak, sehingga anak dapat belajar pola makan yang baik serta memilih makanan yang
sehat melalui teladan orang tua dan keterlibatannya dalam aktifitas makan. Jadikan
kebiasaan makan yang ingin dibiasakan dalam keluarga sebagai bagian dari kesepakatan
antara anak dan orang tua serta keluarga, anak perlu tau semua aslan dibalik kesepakatan
tersebut, dimana salah satunya adalah supaya tubuh tetap dalam kondisi sehat (Pritasari, et
al 2017).
1. Status gizi
a. Pengertian
Pengertian status gizi adalah ekpresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu atau perwujudan dan nutrien dalam bentuk variabel
tertentu (Setianingrum dan Endartiwi, 2018) Status gizi adalah refleksi
kecukupan zat gizi (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
b. Faktor penyebab gizi
Disebabkan oleh faktor primer atau skunder, faktor primer adalah bila
susunan makanan seseorang salah dalam kualitas dan kuantitas yang
disebabkan oleh kurang nya penyediaan pangan, kurang baik nya distribusi
pangan, kemiskinan ketidak tahuan, kebiasaan makan yang salah dan sebagai
nya (fitri, at al, 2017).
c. Indikator Status Gizi
19
Tabel 2.1
Katagori Dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Indeks Katagori Status Gizi Ambang Batas (Z-score)
Lebih > +1 SD
Gemuk >2SD
Obesitas
Sumber : Kemenkes RI tentang Standar Antropometri Penilaian Status gizi anak, No 2 tahun 2020.
20
Cara pengukuran status gizi dilakukan atas dasar anamnesia, periksaan
fisik, data antropometri, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologic
(Kusuma & Hasanah, 2018)
e. Pedoman Gizi Seimbang
Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak
tahun 1955. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 Sehat 5 Sempurna”
yang telah diperkenalkan sejak tahun 1952 namun sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang
gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi. Tahun 1990-an kita sudah
punya Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Lebih dari 15 tahun lalu
pedoman gizi seimbang telah dikenalkan dan disosialitakan kepada masyarakat,
namun masih banyak masalah dan kendala dalam sosialisai gizi seimbang
sehingga harapan untuk merubah perilaku gizi masyarakat ke arah perilaku gizi
seimbang belum sepenuhnya tercapai. Konsumsi pangan belum seimbang baik
kualitas maupun kualitasnya, dan perilaku hidup bersih dan sehat belum
memadai. Memperhatikan hal di atas tersusun pedoman gizi seimbang baru,
pada tanggal 27 Januari 2014 lalu telah diselenggarakan Workshop untuk
mendapat masukandari para pakar pemerintah serta non pemerintah, lintas
sektor, lintas program, dan organisasi profesi.
21
Gambar 2.1
Tumpeng Gizi Seimbang Departemen Kesehatan
Pedoman gizi seimbang yang baru ini sebagai penyempurnaan pedoman-pedoman yang
lama, bila diibaratkan rumah tersebut dapat berdiri, yaitu:
22
4. Biasakan mengonsumsi aneka ragam makanan pokok.
6. Biasakan sarapan.
10. Lakukan aktifitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal.
1) Anamnesis
Cari informasi tentang riwayat nutrisi selama dalam kandungan, saat kelahiran,
keadaan waktu lahir (termasuk berat dan panjang badan), penyakit dan kelainan yang
diderita, data imunisasi, data keluarga, riwayat kontak dengan pasien penyakit menular
tertentu, riwayat makanan, keadaan fisik ayah dan ibu.
2) Pemeriksaan Fisik
Perhatikan bentuk tubuh, perbandingan bagian kepala, tubuh, dan anggota gerak.
Keadaan mental anak apakah kompos mentis, cengeng atau apatik. Pada kepala anak,
perhatikan rambut (warna , tekstur mudah dicabut), wajah (serupa anak sehat, orang tua
susah, wajah bulan), mata termasuk sinar mata (biasa, sayu, apatis), bulu mata (biasa, lurus,
panjang, jarang), dan gejala defisiensi Vitamin A serta mulut (stomatitis,noma). Pada
toraks, periksa seperti gampang atau ada tanda rakitis. Abdomen dapat terlihat biasa atau
membuncit, periksa adanya asites, hepatomegali, dan spelenomegali. Pada ekstremitas
perhatikan adanya edemadan hipotrofil otot. Sedang pada kulit, periksa tanda perdarahan,
hyperkeratosis, dermatosis dan crazy pavement. Beberapa pemeriksaan khas gizi dapat
dilakukan berupa cubit tebal (terhadap otot hipotrofi atau atrofi), cubit tipis (terhadap
jaringan lemak), dan subkutis cabut rambut (terindikasi pada terduga KKP berat).
3) Antropometri
Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
23
tingkat umur dan tingkat gizi. Parameter yang diukur antara lain BB, TB, LILA, Lingkar
kepala, Lingkar dada, Lemak subkutan (Supariasa, et, al. 2017).
4) Biofisik
Penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dari jaringan dan perubahan
struktur dari jaringan. Umumnya dapat dilihat dalam situasi tertentu seperti kejadian rabun
senja dengan tes adaptasi dalam gelap (night blindness test), pemeriksaan physical
performance yang dihungkan dengan anemia (Dian SP dan Sularsih ES, 2018).
B. Kerangka Berpikir
Faktor presdisposisi
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Pendidikan
4. Nilai – nilai
Pelayanan
Kesehatan
Faktor kemungkinan
Perilaku Genetik
a. Lingkungan fisik Derajat
Kesehatan
b. Fasilitas kesehatan Kesehatan
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir dari Lawrence Green dan H.L Blum( dalam Notoatmojo, 2014)
24
C. Kerangka Konsep
Pengetahuan
Sikap
Gambar 2.3
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di
mana rumusan masalah penelitian, telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didadarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan
data (Sugiyono, 2019). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
a. Ada hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi balita di Desa Srimartani Kecamatan
piyungan.
b. Ada hubungan sikap ibu dengan status gizi balita di Desa Srimartani Kecamatan piyungan.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode survei
analitik adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa
fenomena kesehatan itu terjadi. Dengan pendekatan cross sectional. Pendekatan cross
sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko
dengan efek, dengan cara pendekatan observasi dan pengumpulan data sekaligus pada
suatu saat (Notoatmodjo, 2018).
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, misalnya keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono, 2018). Populasi dalam
penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita di desa Srimartani dengan jumlah 1184
balita wilayah Kecamatan piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta 2023. Teknik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Perhitungan diperoleh
dengan menggunakan rumus slovin yaitu :
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑2 )
Keterangan :
n : besar sampel
26
N: besar populasi
d : derajat kesalahan
berdasrarkan rumus tersebut, dengan menggunakan derajat kesalahan 10% dari jumlah
populasi 1184 responden, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
𝑁
n = 1+𝑁(𝑑2
1184
n=1+(1184 𝑥 0,12
1184
=12,84
=93,2
Dibulatkan menjadi 94 sampel. Dengan demikian jumlah sampel yang digunakan sebanyak
94 responden.
2. Waktu Penelitian
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independent)
27
E. Definisi Oprasional
Definisi Oprasional penelitian ini adalah :
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel Definisi Oprasional Alat Ukur Skala Kategori
28
seseorang dapat
memperlihatkan reaksi
terhadap rangsangan
tersebut (Budiman dan
Riyanto, 2013)
3. Status gizi (nutrient status) adalah Kuesioner Ordinal Sangat kurang <-
ekspresi dari keadaan dan KMS 3SD
keseimbangan dalam
Kurang -3 SD s/d
bentuk variabel tertentu
+1 SD
atau perwujudan dari
nutrient dalam bentuk Normal -2 SD s/d
1. Data Primer,
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri (Riayanto, 2011).
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data di lakukan dengan cara berupa observasi
langsung, kuesioner, wawancara, angket terstruktur. Pengumpul data telah menyiapkan
instrumen penelitian berupa pertanyaan yang tertulis dan alternatif jawabannya telah di
siapkan (Notoatmodjo, 2018).
Data primer diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada ibu yang memiliki
balita yang berada di Desa Srimartani Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul yang
menjadi responden penelitian.
29
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil dari suatu sumber dan biasanya data itu
sudah dikomplikasi lebih dahulu oleh instansi atau yang punya data (Riayanto, 2011).
Dalam penelitian ini data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Bantul, buku
referensi, internet, dan melalui studi pendahuluan diperoleh dari Puskesmas Piyungan
Banguntapan Bantul Yogyakarta yang bertujuan untuk mendapatkan data jumlah balita
yang berusia 1-5 tahun sebanyak 94 balita.
G. Instrumen penelitian
Instrument penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan
data. Instrumen penelitian ini dapat berupa kuesioner ( daftar pertanyaan), formulir
observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2014)
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan
metode angket yang berisi beberapa item pertanyaan atau pernyataan kepada responden
untuk dijawab.
2. Coding, merupakan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan.
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi pearson product
moment. Bila nilai r hitung lebih besar dari r tabel berarti valid sedangkan jika r tabel
lebih kecil dari r hitung berarti tidak valid (Notoatmodjo, 2014)
Keterangan :
X : skor pertanyaan
Y : skor total
N : jumlah sampel
Berdasarkan dari olah data dengan mengunakan bantuan program spss, item pertanyaan
dianggap valid jika nilai r hitung > r tabel (0,361), Dari kuesioner Sikap yang terdiri dari 12
pertanyaan, diperoleh semuannya pertanyaan valid karena r hitung > r tabel (0,361).
2. Uji Reliabilitas
𝑘 ∑𝑠 2
𝑟1 = {1 − 2𝑖
𝑘−1 𝑠𝑖
Dimana :
𝑟𝑖 : reabilitas instrument
31
Ʃ𝑠𝑖 2 : mean kuadrat setiap jawaban
Keterangan :
3. Uji normalitas
Uji normalitas dalam pengukuran penelitian ini yaitu dengan menggunakan nilai skewnes yang
digunakan untuk mengetahui apakah suatu data yang didapat memiliki distribusi data normal atau
tidak dengan cara menilai kemiringan kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis). Nilai
skewness atau kurtosis dibagi dengan nilai standar error masing-masing. Distribusi normal jika
berkisar pada angka -2 < X > 2
Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran umum terhadap data hasil
penelitian. Data pendidikan dan pengetahuan diwajibkan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel .
𝑛
X= 𝑁 𝑥100
Keterangan:
X = nilai presentase
N = jumlah responden
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang di duga atau berkolerasi
(Notoatmodjo, 2014). Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam
32
populasi terdiri atas dua atau lebih dimana datanya berbentuk katagori. Rumus dasar
chi square seperti berikut ini (Sugiono, 2016).
(𝑓𝑜−𝑓𝑒)2
𝑋 2 Ʃ =[ ]
𝑓𝑒
Keterangan :
2. 0,20-0,399 = Rendah
3. 0,40-0,599 = Sedang
4. 0,60-0,799 = Kuat
33
DAFTAR PUSTAKA
Adriani dan Wijatmadi, 2012. Peranan gizi dalam siklus kehidupan. Jakarta: Kencana
Hariyani,S. 2016. Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak. Yogyakarta:Ghara Ilmu.
2019.
Kusuma & Hasanah, 2018 pengukuran status gizi anak usia 24-60 bulan
Rineka Cipta
Renika Cipta
Oktariana, 2017. Hubungan Sikap Ibu Dengan Status Gizi Balita Diwilaya
Kerja Puskesmas Sawah Lembar Kota Bengkulu. Vol.12 no.4 okt 2017. ISSN
:1907-3887.jurnal
34
Pritasari., Damayanti., Lestari. 2017. Gizi Dalam Daur Kehidupan: Bahan
Ajar Gizi.
fakto-faktor yang mempengaruhi status gizi balita di wilayah kerja puskesmas pematang
kabau kec hitam kabupaten sarolagun jambi. Vol 5, no 4, okt 2017. IISN: 2356-3346.
jurnal
Medika
Setianingrum dan Endartiwi sp & Sularsih es, 2018. Penentuan status gizi
Jakarta :EGC
Tentang Gizi Balita Dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
35