Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA


AN. WA USIA 18 BULAN 17 HARI DENGAN IMUNISASI MR BOOSTER,
PENTA BOOSTER DAN TUMBUH KEMBANG TIDAK SESUAI USIA
DI PMB KUSWATININGSIH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Asuhan Kebidanan Holistik pada Bayi,
Balita, dan Anak Usia Prasekolah (BD. 7006)

Oleh:
Marwati
P07124522143

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA


AN. R USIA 18 BULAN 17 HARI DENGAN IMUNISASI MR BOOSTER,
PENTA BOOSTER DAN TUMBUH KEMBANG TIDAK SESUAI USIA
DI PMB KUSWATININGSIH

Disusun Oleh:

Marwati
P07124522143

Menyetujui

Pembimbing Akademik
Munica Rita H, S.SiT., M.Kes. (.......................................)
NIP 198005142002122001

Pembimbing Lahan
Kuswatiningsih, S.Tr.Keb, Bdn. (.......................................)

Mengetahui,
Ketua Program Studi pendidikan Profesi Bidan

Nanik Setiyawati, SST., Bdn., M. Kes


NIP. 198010282006042002
KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan komprehensif ini, dengan judul
“Asuhan Kebidanan Pada Balita An. R Usia 18 Bulan 17 Hari dengan Imunisasi Mr,
Penta Booster dan Stunting Di PMB Kuswatiningsih”. Penulisan laporan komprehensif
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Praktik Kebidanan Holistik pada Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
Laporan komprehensif ini ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari
berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Yuni Kusmiyati, SST, MPH., selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas kepada kami untuk mengikuti praktik klinik.
2. Nanik Setiyawati, S.ST, Bdn. M. Kes. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Profesi Bidan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta yang telah
memberikan kesempatan dan dorongan kepada kami untuk mengikuti
praktik klinik.
3. Kuswatiningsih S.Tr.Keb, Bdn, selaku Pembimbing Klinik yang telah
memberi ijin dan bimbingan selama menjalankan praktek klinik di PMB
Kuswatiningsih
4. Munica Rita H, S.SiT.,M.Kes, selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan selama menjalankan praktik klinik.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Yogyakarta, Oktober 2022


Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1. Latar Belakang.................................................................................. 1
2. Tujuan............................................................................................... 2
3. Ruang Lingkup................................................................................. 3
4. Manfaat............................................................................................. 3
BAB II KAJIAN KASUS DAN TEORI..................................................... 4
1. Kajian Masalah Kasus...................................................................... 4
2. Kajian Teori...................................................................................... 4
BAB III PEMBAHASAN............................................................................ 13
A. Pengkajian.......................................................................................... 13
B. Analisa............................................................................................... 14
C. Penatalaksanaan................................................................................. 14
BAB IV PENUTUP...................................................................................... 15
A. Kesimpulan ...................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17
LAMPIRAN.................................................................................................. 18

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam
bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Angka kematian
bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak
karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak suatu negara.1
Satu dari sedikit cara yang masih dianggap paling mendasar untuk
mencegah kematian anak adalah imunisasi universal. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia telah mengadopsi dan melaksanakan program imunisasi
rutin versi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak tahun 1977 dan kini
imunisasi bersifat wajib untuk semua anak di Indonesia. Setiap tahun,
penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi menyebabkan 1,5
juta anak mengalami kematian yang tidak perlu terjadi.2
Masalah gizi juga menjadi hal yang penting, gizi yang berkualitas
menjadi penentu keberlangsungan hidup, kesehatan, dan pertumbuhan anak.
Anak yang bergizi baik dapat bertumbuh dan belajar, berpartisipasi dan
bermanfaat bagi masyarakat, dan mampu bertahan saat menghadapi tantangan
penyakit, bencana alam, dan bentuk lain dari krisis global. Gizi anak juga
merupakan prioritas kunci di Indonesia dan bagian dari komitmen SDGs
pemerintah untuk menanggulangi permasalahan gizi seperti berat badan lahir
rendah dan stunting.2
Kekurangan gizi pada anak adalah masalah signifikan di Indonesia;
kondisi stunting, berat badan rendah, dan anak sangat kurus (wasting) terus
memengaruhi anak usia balita. Stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis
dan dapat menimbulkan dampak jangka panjang, antara lain hambatan
pertumbuhan, penurunan kemampuan kognitif dan mental, kerentanan
terhadap penyakit, produktivitas ekonomi rendah, dan kualitas hasil
reproduksi rendah. Kondisi ini dapat berimplikasi signifikan terhadap
kesehatan dan keberlangsungan hidup anak dalam jangka panjang serta
produktivitas ekonomi Indonesia dan kemampuan bangsa ini mencapai target
pembangunan nasional dan internasionalnya.2
Stunting (tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek dan
pendek hingga melampaui defisit 2 SD di bawah median panjang atau tinggi
badan populasi yang menjadi referensi internasional.3 Merujuk pada
Keputusan Menteri Kesehatan No 1995/MENKES/SK/XII/2010 tanggal 30
Desember 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak,
pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada
indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunting dan severaly.4 Secara
global, pada tahun 2011 lebih dari 25% jumlah anak yang berumur di bawah
lima tahun yaitu sekitar 165 juta anak mengalami stunting, sedangkan untuk
tingkat Asia, pada tahun 2005-2011 Indonesia menduduki peringkat kelima
prevalensi stunting tertinggi.5 Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, untuk skala
nasional, prevalensi anak balita stunting di Indonesia sebesar 37,2%,
sedangkan menurut WHO, apabila masalah stunting di atas 20% maka
merupakan masalah kesehatan masyarakat.6
Pada dasarnya status gizi anak dapat dipengaruhi oleh faktor langsung
dan tidak langsung, faktor langsung yang berhubungan dengan stunting yaitu
karakteristik anak berupa jenis kelamin laki-laki, berat badan lahir rendah,
konsumsi makanan berupa asupan energi rendah dan asupan protein rendah,
faktor langsung lainnya yaitu status kesehatan penyakit infeksi ISPA dan
diare. Pola pengasuhan tidak ASI ekslusif, pelayanan kesehatan berupa status
imunisasi yang tidak lengkap, dan karakteristik keluarga berupa pekerjaan
orang tua, pendidikan orang tua dan status ekonomi keluarga merupakan
faktor tidak langsung yang mempengaruhi stunting.7
Stunting pada balita perlu mendapatkan perhatian khusus karena dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan
status kesehatan pada anak. Studi terkini menunjukkan anak yang mengalami
stunting berkaitan dengan prestasi di sekolah yang buruk, tingkat pendidikan
yang rendah dan pendapatan yang rendah saat dewasa. Anak yang mengalami
stunting memiliki kemungkinan lebih besar tumbuh menjadi individu dewasa
yang tidak sehat dan miskin. Stunting pada anak juga berhubungan dengan
peningkatan kerentanan anak terhadap penyakit, baik penyakit menular
maupun Penyakit Tidak Menular (PTM) serta peningkatan risiko overweight
dan obesitas. Keadaan overweight dan obesitas jangka panjang dapat
meningkatkan risiko penyakit degeneratif. Kasus stunting pada anak dapat
dijadikan prediktor rendahnya kualitas sumber daya manusia suatu negara.
Keadaan stunting menyebabkan buruknya kemampuan kognitif, rendahnya
produktivitas, serta meningkatnya risiko penyakit mengakibatkan kerugian
jangka panjang bagi ekonomi Indonesia.8 Selain itu, anak balita stunting
cenderung akan sulit mencapai potensi pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal baik secara fisik maupun psikomotorik.9
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu memahami dan memberi asuhan kebidanan pada bayi, balita, dan
anak usia prasekolah dengan stunting di Puskesmas Prambanan
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada An. R usia 18 bulan 17
hari dengan imunisasi MR, PENTA booster dan stunting
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosis, masalah dan kebutuhan
berdasarkan data subjektif dan objektif pada An. R usia 18 bulan 17
hari dengan imunisasi MR,PENTA booster dan stunting
c. Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosis dan masalah potensial
pada An. R usia 18 bulan 17 hari dengan imunisasi MR,PENTA
booster dan stunting
d. Mahasiswa dapat menetapkan antisipasi tindakan dan kebutuhan
segera pada An. R usia 18 bulan 17 hari dengan imunisasi MR,
PENTA booster dan stunting
e. Mahasiswa dapat menyusun rencana dan melaksanakan langsung
asuhan kebidanan pada. An. R usia 18 bulan 17 hari dengan imunisasi
MR,PENTA booster dan stunting
f. Mahasiswa dapat melaksanakan evaluasi asuhan kebidanan pada An.
R usia 18 bulan 17 hari dengan imunisasi MR.PENTA booster dan
stunting
g. Mahasiswa dapat melaksanakan dokumentasi asuhan pada An. R usia
18 bulan 17 hari dengan imunisasi MR,PENTA booster dan stunting
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup laporan komprehensif ini adalah pelaksanaan asuhan
kebidanan pada bayi, balita, dan anak usia prasekolah dengan stunting di
Puskesmas Prambanan.
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
secara langsung, sekaligus penanganan dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh selama pendidikan.
2. Manfaat praktik
a. Bagi Mahasiswa Profesi Bidan Polkesyo
Dapat memahami teori, memperdalam ilmu, dan menerapkan
asuhan yang akan diberikan pada ibu bayi, balita, dan anak usia
prasekolah dengan stunting.
b. Bagi Bidan Pelaksana di Puskesmas Prambanan Sleman
Laporan komprehensif ini dapat memberikan informasi
tambahan bagi bidan mengenai bayi, balita, dan anak usia prasekolah
dengan stunting dalam pencegahan maupun penanganan ketika
menemui kasus tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Masalah Kasus
Pada tanggal 22 Maret 2021 An. R datang bersama ibunya ke
Puskesmas Prambanan untuk mendapatkan imunisasi MR dan Penta lanjutan.
Ibu mengatakan pada saat posyandu berat badan dan tinggi badan An. R
meningkat sangat lambat. Ibu juga mengeluh An. R sering sakit, batuk pilek
dan demam sehingga menyebabkan An. R malas makan.
Sebelum dilakukan penyuntikan imunisasi MR dan PENTA An. R
diperiksa secara umum. Hasil pemeriksaannya adalah sebagai berikut: BB: 9,8
Kg, PB: 76.2 cm, LK: 45 cm, T: 36,5 0C, N: 100x/menit, RR: 32 x/menit.
Secara umum anak sehat dan dapat disuntikkan imunisasi MR dan PENTA
booster. Tetapi status gizi An. R termasuk dalam kategori stunting, karena
berada di bawah -2 SD berdasarkan panjang badan/umur.
Penatalaksanaan yang diberikan antara lain memberi tahu hasil
pemeriksaan anak, memberi tahu ibu tentang stunting, merujuk ibu ke poli gizi
di puskesmas, menganjurkan ibu untuk memberikan makanan dengan sesuai
dengan panduan PMBA (Pemberian Makan Bayi dan Anak) ke pada anaknya,
serta melakukan dokumentasi.
B. Kajian Teori
1. Pengertian Stunting
Stunting atau balita pendek adalah balita dengan masalah gizi
kronik, yang memiliki status gizi berdasarkan panjang atau tinggi badan
menurut umur balita jika dibandingkan dengan standar baku WHO-
MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, memiliki nilai
z-score kurang dari-2SD dan apabila nilai z-scorenya kurang dari-3SD
dikategorikan sebagai balita sangat pendek. Stunting terjadi mulai janin
masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.
Permasalahan Stunting merupakan isu baru yang berdampak buruk
terhadap permasalahan gizi di Indonesia karena mempengaruhi fisik dan
fungsional dari tubuh anak serta meningkatnya angka kesakitan anak,
bahkan kejadian stunting tersebut telah menjadi sorotan WHO untuk
segera dituntaskan.10,8
Stunting (pendek) merupakan ganguan pertumbuhan linier yang
disebabkan adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis atau penyakit infeksi
kronis maupun berulang yang ditunjukkan dengan nilai z-score tinggi
badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 SD.9 Pengertian pendek dan
sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang
Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
yang merupakan padanan istilah stunting dan severaly.4
2. Faktor penyebab stunting
Pada dasarnya status gizi anak dapat dipengaruhi oleh faktor
langsung dan tidak langsung, faktor langsung yang berhubungan dengan
stunting yaitu karakteristik anak berupa jenis kelamin laki-laki, berat
badan lahir rendah, konsumsi makanan berupa asupan energi rendah dan
asupan protein rendah, faktor langsung lainnya yaitu status kesehatan
penyakit infeksi ISPA dan diare. Pola pengasuhan tidak ASI ekslusif,
pelayanan kesehatan berupa status imunisasi yang tidak lengkap, dan
karakteristik keluarga berupa pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua
dan status ekonomi keluarga merupakan faktor tidak langsung yang
mempengaruhi stunting.7
b. Asupan energi rendah
Hal tersebut dikarenakan asupan gizi yang tidak adekuat,
terutama dari total energi, berhubungan langsung dengan defisit
pertumbuhan fisik pada anak. Rendahnya konsumsi energi
merupakan faktor utama sebagai penyebab stunting balita di
Indonesia. Rendahnya konsumsi energi pada kelompok anak balita
pendek diperkirakan karena beberapa faktor antara lain kurangnya
pengetahuan ibu tentang stunting yang berpengaruh dalam pemberian
gizi seimbang pada anak, nafsu makan anak berkurang karena adanya
penyakit infeksi.10

6
c. Jenis kelamin laki-laki
Berdasarkan teori dan fakta peneliti beranggapan
pertumbuhan anak laki-laki mudah terhambat karena keadaan
psikologis. Perkembangan psikologis melibatkan pemahaman,
kontrol ekspresi dan berbagai emosi. Perkembangan ini
memperhitungkan ketergantungan pengasuh utama untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Sebuah lingkungan yang hangat, penuh kasih dan
responsif sangat penting untuk perkembangan psikologis pada anak.10
3. Status kesehatan penyakit infeksi ISPA dan diare
Penyakit infeksi dapat menggangu pertumbuhan linier dengan
terlebih dahulu mempengaruhi status gizi anak balita. Hal ini terjadi
karena penyakit infeksi dapat menurunkan intake makanan, mengganggu
absorbsi zat gizi, menyebabkan hilangnya zat gizi secara langsung,
meningkatkan kebutuhan metabolik.9 Terdapat interaksi bolak balik antara
status gizi dengan penyakit infeksi. Malnutrisi dapat meningkatkan risiko
infeksi, sedangkan infeksi dapat menyebabkan malnutrisi, yang
mengarahkan ke lingkaran setan. Anak kurang gizi, yang daya tahan
terhadap penyakitnya rendah, jatuh sakit dan akan semakin kurang gizi,
sehingga mengurangi kapasitasnya untuk melawan penyakit dan
sebagainya.10
4. Bayi berat lahir rendah
Ibu dengan gizi kurang sejak awal sampai akhir kehamilan dan
menderita sakit akan melahirkan BBLR, yang ke depannya menjadi anak
stunting, selain itu bayi yang diiringi dengan konsumsi makanan yang
tidak adekuat, dan sering terjadi infeksi selama masa pertumbuhan
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan.10 Anak dengan riwayat BBLR
mengalami pertumbuhan linear yang lebih lambat dibandingkan anak
dengan riwayat BBL normal. Periode kehamilan hingga dua tahun
pertama usia anak merupakan periode kritis. Gangguan pertumbuhan pada
periode ini sulit diperbaiki dan anak sulit mencapai tumbuh kembang
optimal.8

7
5. Asupan protein rendah
protein rendah apabila <100% AKG dan kategori asupan cukup
apabila ≥100% AKG. Protein penting untuk fungsi normal dari hampir
semua sel dan proses metabolisme, dengan demikian defisit dalam zat gizi
ini memiliki banyak efek klinis asupan protein adekuat merupakan hal
penting karena protein tidak hanya bertambah, tapi juga habis digunakan,
sehingga masa sel tubuh dapat berkurang yang menghasilkan
pertumbuhan terhambat. Asupan protein rendah dapat dipengaruhi oleh
penyakit infeksi yang terjadi pada anak stunting mengakibatkan
kurangnya nafsu makan sehingga konsumsi makan pada anak menjadi
berkurang.10
6. Tingkat kecukupan zink
Tingkat kecukupan zink berhubungan dengan kejadian stunting
pada anak balita rendahnya kecukupan zink dapat memberikan risiko
perawakan pendek pada anak balita. Hal tersebut yang dapat
mempengaruhi proses pertumbuhan, mengingat zink sangat erat kaitannya
dengan metabolisme tulang, sehingga zink berperan secara positif pada
pertumbuhan dan perkembangan dan sangat penting dalam tahap-tahap
pertumbuhan dan perkembangan. Anak membutuhkan zink lebih banyak
untuk pertumbuhan dan perkembangan secara normal, melawan infeksi
dan penyembuhan luka. Zink berperan dalam produksi hormon
pertumbuhan. Zink dibutuhkan untuk mengaktifkan dan memulai sintesis
hormon pertumbuhan/GH. Pada defisiensi zink akan terjadi gangguan
pada reseptor GH dan produksi GH yang resisten.9
7. Tingkat kecukupan zat besi
Tingkat kecukupan zat besi mempengaruhi kejadian stunting pada
anak balita. Asupan zat besi yang rendah memungkinkan terjadinya
anemia defisiensi besi. Dampak anemia gizi besi pada balita dihubungkan
dengan terganggunya fungsi kognitif, perilaku dan pertumbuhan. Selain
itu, zat besi memegang peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh.9

8
8. Tidak ASI ekslusif
ASI ekslusif adalah pemberian hanya ASI saja bagi bayi sejak lahir
sampai usia 6 bulan. Namun ada pengecualian, bayi diperbolehkan
mengonsumsi obat-obatan, vitamin dan mineral tetes atas saran dokter.
Pada dasarnya ASI memiliki manfaat sebagai sumber protein berkualitas
baik dan mudah didapat, meningkatkan imunitas anak dan dapat
memberikan efek terhadap status gizi anak dan mempercepat pemulihan
bila sakit serta membantu menjarangkan kelahiran. ASI ekslusif penting
dalam pertumbuhan anak untuk mengurangi dan mencegah terjadinya
penyakit infeksi pada anak.10 Anak balita yang diberikan ASI eksklusif
dapat mengurangi risiko tejadinya stunting. Hal ini karena pada usia 0-6
bulan ibu balita yang memberikan ASI eksklusif yang dapa membentuk
imunitas atau kekebalan tubuh anak balita sehingga dapat terhindar dari
penyakit infeksi.9
9. Status imunisasi yang tidak lengkap
Pada dasarnya imunisasi pada anak memiliki tujuan penting yaitu
untuk mengurangi risiko mordibitas (kesakitan) dan mortilitas (kematian)
anak akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Status imunisasi pada anak adalah salah satu indikator kontak dengan
pelayanan kesehatan. Karena diharapkan bahwa kontak dengan pelayanan
kesehatan akan membantu memperbaiki maslah gizi baru, sehingga
imunisasi juga diharapkan akan memberikan efek positif terhadap status
gizi jangka panjang.10
10. Pendidikan orang tua
Bahwa kecenderungan kejadian stunting pada balita lebih banyak
terjadi pada ibu yang berpendidikan rendah. Ibu yangberpendidikan baik
akan membuat keputusan yang akan meningkatkan gizi dan kesehatan
anak-anaknya dan cenderung memiliki pengetahuan gizi yang baik pula. 10
Individu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki kemungkinan
lebih besar mengetahui pola hidup sehat dan cara menjaga tubuh tetap
bugar yang tercermin dari penerapan pola hidup sehat seperti konsumsi

9
diet bergizi. Individu dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung
menghindari kebiasaan buruk seperti rokok dan alkohol, sehingga
memiliki status kesehatan yang lebih baik.10,8,9
11. Pekerjaan ibu
Pekerjaan ibu berkaitan dengan pola asuh anak dan status ekonomi
keluarga. Ibu yang bekerja di luar rumah dapat menyebabkan anak tidak
terawat, sebab anak balita sangat tergantung pada pengasuhnya atau
anggota keluarga yang lain, namun di lain pihak ibu yang bekerja dapat
membantu pemasukan keluarga, karena pekerjaan merupakan faktor
penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pangan.10
12. Status ekonomi keluarga
Stunting pada balita lebih banyak pada keluarga dengan status
ekonomi rendah. Malnutrisi terutama stunting lebih dipengaruhi oleh
dimensi sosial ekonomi. Selain itu, status ekonomi rumah tangga
dipandang memiliki dampak yang signifikan terhadap probabilitas anak
menjadi pendek dan kurus. Status ekonomi secara tidak langsung dapat
memengaruhi status gizi anak. Sebagai contoh, keluarga dengan status
ekonomi baik bisa mendapatkan pelayanan umum yang lebih baik juga,
yaitu pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya.10
13. Praktik pengasuhan yang kurang baik
Praktik pengasuhan yang kurang baik termasuk kurangnya
pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa
kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi
yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak
mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-
24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).
MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6
bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi,
MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak
lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan

10
perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun
minuman.11
14. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal
Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal
Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang
dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan
bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di
2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang
memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum
mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih
terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1
dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan
Anak Usia Dini).11
15. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di
lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih
buang air besar (BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum
memiliki akses ke air minum bersih.11 Sanitasi yang buruk dapat
berdampak pada status gizi anak dengan menyebabkan diare, infeksi
cacing, atau enterropati lingkungan. Infeksi dan konsisi ini secara
langsung memengaruhi status nutrisi melalui variasi jalur termasuk
kehilangan nafsu makan, kehilangan jaringan inang, gangguan pencernaan
atau malabsorpsi nutrisi, aktivasi kekebalan kronis, dan tanggapan lain
terhadap infeksi yang mengalihkan penggunaan nutrisi dan energi, seperti
demam.12
16. Dampak stunting
Stunting pada balita perlu mendapatkan perhatian khusus karena
dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik, perkembangan
mental dan status kesehatan pada anak. Studi terkini menunjukkan anak
yang mengalami stunting berkaitan dengan prestasi di sekolah yang
buruk, tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan yang rendah saat
dewasa. Anak yang mengalami stunting memiliki kemungkinan lebih

11
besar tumbuh menjadi individu dewasa yang tidak sehat dan miskin.
Stunting pada anak juga berhubungan dengan peningkatan kerentanan
anak terhadap penyakit, baik penyakit menular maupun Penyakit Tidak
Menular (PTM) serta peningkatan risiko overweight dan obesitas.
Keadaan overweight dan obesitas jangka panjang dapat meningkatkan
risiko penyakit degeneratif. Kasus stunting pada anak dapat dijadikan
prediktor rendahnya kualitas sumber daya manusia suatu negara. Keadaan
stunting menyebabkan buruknya kemampuan kognitif, rendahnya
produktivitas, serta meningkatnya risiko penyakit mengakibatkan
kerugian jangka panjang bagi ekonomi Indonesia.8 Selain itu, anak balita
stunting cenderung akan sulit mencapai potensi pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal baik secara fisik maupun psikomotorik.9
17. Kerangka Intervensi Stunting Di Indonesia11
Pada Tahun 2010, gerakan global yang dikenal dengan Scaling-Up
Nutrition (SUN) diluncurkan dengan prinsip dasar bahwa semua
penduduk berhak untuk memperoleh akses ke makanan yang cukup dan
bergizi. Pada 2012, Pemerintah Indonesia bergabung dalam gerakan
tersebut melalui perancangan dua kerangka besar intervensi Stunting.
Kerangka intervensi stunting tersebut kemudian diterjemahkan menjadi
berbagai macam program yang dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga
(K/L) terkait. Kerangka intervensi stunting yang dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu uIntervensi Gizi Spesifik
dan Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka pertama adalah Intervensi Gizi
Spesifik. Ini merpakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30%
penurunan stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya
dilakukan pada sektor kesehatan. Intervensi ini juga bersifat jangka
pendek dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.
Kegiatan yang idealnya dilakukan untuk melaksanakan intervensi gizi
spesifik dapat dibagi menjadi beberapa intervensi utama yang dimulai dari
masa kehamilan ibu hingga melahirkan balita:

12
a. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Hamil. Intervensi ini
meliputi kegiatan memberikan makanan tambahan (PMT) pada ibu
hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis,
mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi kekurangan
iodium, menanggulangi kecacingan pada ibu hamil serta melindungi
ibu hamil dari Malaria.
b. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia
0-6 Bulan. Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang
mendorong inisiasi menyusui dini/IMD terutama melalui pemberian
ASI jolong/colostrum serta mendorong pemberian ASI Eksklusif.
c. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia
7-23 bulan. Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong
penerusan pemberian ASI hingga anak/bayi berusia 23 bulan.
Kemudian, setelah bayi berusia di atas 6 bulan didampingi oleh
pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing, menyediakan
suplementasi zink, melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan,
memberikan perlindungan terhadap malaria, memberikan imunisasi
lengkap, serta melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
Kerangka Intervensi Stunting yang direncanakan oleh Pemerintah yang kedua
adalah Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka ini idealnya dilakukan melalui
berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi
pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah
masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000
Hari Pertama Kehidupan/HPK. Kegiatan terkait intervensi gizi sensitif dapat
dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan
secara lintas Kementerian dan Lembaga. Ada 12 kegiatan yang dapat
berkontribusi pada penurunan stunting melalui Intervensi gizi sensitif sebagai
berikut:
a. Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih.
b. Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi.
c. Melakukan fortifikasi bahan pangan.

13
d. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga
Berencana (KB).
e. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
f. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
g. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua.
h. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal.
i. Memberikan pendidikan gizi masyarakat.
j. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi
pada remaja.
k. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin.
l. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.
Kedua kerangka Intervensi Stunting di atas sudah direncanakan dan
dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari upaya nasional
untuk mencegah dan mengurangi pervalensi stunting.
A. Teori Hukum Kewenangan Bidan
1. Lingkup praktek kebidanan adalah terkait erat dengan fungsi,
tanggung jawab dan aktifitas bidan yang telah mendapatkan
pendidikan, kompeten dan memiliki kewenangan untuk
melaksanakannya.13 Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan
tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang
diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang
bidan selalu melalui perubahan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat, serta kebijakan pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.13
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.14
- Pasal 18
Dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan, Bidan memiliki
kewenangan untuk memberikan:
a. pelayanan kesehatan ibu;

14
b. pelayanan kesehatan anak; dan
c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana.
- Pasal 20 ayat (1)
Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita,
dan anak prasekolah
Pada Ayat (2), dalam memberikan pelayanan kesehatan anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan berwenang melakukan:
a. pelayanan neonatal esensial;
b. penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
c. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak
prasekolah; dan
d. konseling dan penyuluhan
Pada Ayat (2), dalam memberikan pelayanan kesehatan anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan berwenang melakukan:
a. Konseling dan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf d meliputi pemberian komunikasi, informasi,
edukasi (KIE) kepada ibu dan keluarga tentang perawatan
bayi baru lahir, ASI eksklusif, tanda bahaya pada bayi baru
lahir, pelayanan kesehatan, imunisasi, gizi seimbang, PHBS,
dan tumbuh kembang.

15
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pada kasus ini dilakukan pengkajian subjektif dan objektif.
Subjektif diperoleh dari hasil anamnesa dengan ibu An. R, sedangkan
pengkajian objektif dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap An.
R. Dari hasil anamnesa dengan ibu An. R diketahui bahwa berat badan dan
tinggi badan An. R meningkat secara lambat, An. R sering mengalami sakit
batuk pilek dan demam, sehingga mengganggu nafsu makannya. Tujuan ibu
membawa An. R ke Puskesmas Prambanan adalah agar An. R mendapatkan
imunisasi MR dan PENTA lanjutan di usianya sekarang yaitu 18 bulan 17
hari. Menurut teori, salah satu penyebab terjadinya stunting terjadinya
penyakit infeksi. Penyakit infeksi dapat mengganggu pertumbuhan linier
dengan terlebih dahulu mempengaruhi status gizi anak balita. Hal ini terjadi
karena penyakit infeksi dapat menurunkan intake makanan, mengganggu
absorbsi zat gizi, menyebabkan hilangnya zat gizi secara langsung,
meningkatkan kebutuhan metabolik.9 Terdapat interaksi bolak balik antara
status gizi dengan penyakit infeksi. Malnutrisi dapat meningkatkan risiko
infeksi, sedangkan infeksi dapat menyebabkan malnutrisi, yang mengarahkan
ke lingkaran setan. Anak kurang gizi, yang daya tahan terhadap penyakitnya
rendah, jatuh sakit dan akan semakin kurang gizi, sehingga mengurangi
kapasitasnya untuk melawan penyakit dan sebagainya.10
Jenis kelamin An. R adalah laki-laki, menurut teori anak laki-laki
memiliki kecenderungan lebih besar untuk menjadi stunting. Berdasarkan
teori dan fakta peneliti beranggapan pertumbuhan anak laki-laki mudah
terhambat karena keadaan psikologis. Perkembangan psikologis melibatkan
pemahaman, kontrol ekspresi dan berbagai emosi. Perkembangan ini
memperhitungkan ketergantungan pengasuh utama untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Sebuah lingkungan yang hangat, penuh kasih dan
responsif sangat penting untuk perkembangan psikologis pada anak. 10
Dari hasil anamnesa diketahui juga bahwa An. R memiliki status
imunisasi dasar lengkap. Menurut teori, status imunisasi pada anak adalah
salah satu indikator kontak dengan pelayanan kesehatan. Karena diharapkan
bahwa kontak dengan pelayanan kesehatan akan membantu memperbaiki
masalah gizi baru, sehingga imunisasi juga diharapkan akan memberikan efek
positif terhadap status gizi jangka panjang.10
Dari hasil pemeriksaan An. R diperoleh hasil sebagai berikut BB:
9,8 Kg, PB: 76.2 cm, LK: 45 cm, T: 36,5 0C, N: 100x/menit, RR: 32 x/menit.
Secara umum anak sehat dan dapat disuntikkan imunisasi MR, PENTA
booster. Tetapi status gizi An. R termasuk dalam kategori stunting, karena
berada di bawah -2 SD berdasarkan panjang badan/umur. Stunting (pendek)
merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan adanya malnutrisi
asupan zat gizi kronis atau penyakit infeksi kronis maupun berulang yang
ditunjukkan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang
dari -2 SD.9
B. Analisa
Diagnosis : Balita usia 18 bulan 17 hari dengan status gizi
stunting dengan imunisasi MR dan Penta booster.
Diagnosis Potensial : Bengkak dan nyeri pada bekas penyuntikan,
demam, Potensial terjadi penurunan kekebalan tubuh yang menyebabkan
anak mudah terkena penyakit
Antisipasi Tindakan Segera : Kompres hangat pada bekas penyuntikkan,
pemberian cairan lebih banyak, pemberian paracetamol, pemenuhan gizi
seimbang, KIE pola asuh yang tepat, KIE sanitasi dan lingkungan yang
tepat.
C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tanggal 22 Februari 2021 pukul 09.00 WIB, yaitu
melakukan Pengkajian, anamneses dan pemeriksaan Fisik, menjelaskan
kepada ibu tentang keadaan anaknya. Melakukan KIE pada Ibu tentang
efek samping mengenai imunisasi MR,PENTA booster yang akan
diberikan kepada An. R. Melakukan KIE mengenai pemenuhan gizi
seimbang, yaitu ASI Eksklusif yang diartikan sebagai tindakan untuk tidak
memberikan makanan atau minuman lain kecuali air susu ibu. Anak
balita yang diberikan ASI eksklusif dan MP-ASI sesuai dengan
dengan kebutuhannya dapat mengurangi risiko tejadinya stunting. Pada
usia 6 bulan anak balita diberikan MP-ASI dalam jumlah dan
frekuensi yangcukup sehingga anak balita terpenuhi kebutuhan zat
gizinya yang dapat mengurangi risiko terjadinya stunting.7
Melakukan KIE pada Ibu mengenai pola asuh yang tepat, yaitu
pola perilaku orang tua yang diterapkan pada anak yang bersifat konsisten
dari waktu ke waktu. Pola asuh menggambarkan bagaimana orang tua
memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan anak
dalam mencapai proses kedewasaan hingga pada upaya pembentukan
norma-norma yang diharapkan masyarakat pada umumnya.19 Pada anak
usia di balita, pertumbuhan dan perkembangan seorang anak amat
bergantung pada perawatan dan pengasuhan orang tua. Perawatan dan
pengasuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang utama diperlukan anak
agar tumbuh dan berkembang dengan baik dan optimal. Melakukan KIE
pada Ibu mengenai sanitasi dan lingkungan yang tepat, yaitu Lingkungan
merupakan faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan anak.
Lingkungan yang baik akan memungkinkan dicapainya potensi genetik
atau bakat anak. Lingkungan yang kurang baik akan menghambat
pertumbuhan sehingga potensi bawaan atau bakat tidak dapat dicapai.
Lingkungan yang tidak baik adalah salah satunya lingkungan yang
tercemar oleh asap rokok. Paparan asap rokok dapat menyebabkan stunting
pada anak oleh bahan kimia yang berada pada rokok.7
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang penulis dapatkan dalam tinjauan teori dan
pembahasan, dalam kasus ini dapat memahami secara nyata tentang
asuhan pada bayi, balita, dan anak usia prasekolah dengan stunting. Dari
laporan seminar kasus ini, maka penulis mampu mengambil kesimpulan
yaitu:
1. Asuhan kebidanan pada Ny. K dilakukan berdasarkan pengkajian dan
pemeriksaan fisik, sehingga penanganan yang diberikan berdasarkan
kebutuhan dan kewenangan bidan.
2. Mengidentifikasi diagnosa, masalah dan kebutuhan pada An. R yaitu
status gizi stunting, yaitu dengan status gizi stunting dengan imunisasi
MR dan Penta booster.
3. Mengidentifikasi diagnosa potensial kebidanan yaitu potensial terjadi
bengkak dan nyeri pada bekas penyuntikan, demam, penurunan
kekebalan tubuh yang menyebabkan anak mudah terkena penyakit.
4. Menentukan antisipasi tindakan segera pada An. R yaitu Kompres
hangat pada bekas penyuntikkan, pemberian cairan lebih banyak,
pemberian paracetamol, pemenuhan gizi seimbang, KIE pola asuh
yang tepat dan KIE sanitasi dan lingkungan yang tepat.
5. Rencana tindakan dan asuhan yang diberikan kepada An. R antara lain
memberi tahu ibu hasil pemeriksaan, memberikan penjelasan tentang
stunting yang dialami anak, merujuk An. R ke poli gizi, memberikan
KIE tentang gizi seimbang, dan lain-lain
6. Evaluasi pada kasus An. R adalah dengan mengevalusi rencana dan
tindakan yang telah dilakukan.
7. Dokumentasi dilakukan dengan metode SOAP yang disesuai dengan
alur berpikir 7 langkah Varney.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa Profesi Bidan Polkesyo
Dapat lebih memperdalam ilmu pengetahuan mengenai asuhan
pada pada Bayi, Balita, dan Anak Usia Prasekolah dan
penatalaksanaan stunting pada anak
2. Bagi Bidan di Puskesmas Prambanan
Selalu mengupgrade ilmu baru dari hasil penelitian yang sudah
dilakukan agar pelayanan dan penanganan dapat lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dompas R. Gambaran Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi Usia 0-12


Bulan. J Ilm Bidan. 2014;2(2):91898.
2. UNICEF. Situasi Anak di Indonesia - Tren, peluang, dan Tantangan dalam
Memenuhi Hak-Hak Anak. Unicef Indones. 2020;8–38.
3. WHO. Child Growth Standards. 2013;
4. RI KK. Keputusan Menteri Kesehatan Insonesia No
1995/MENKES/SK/XII/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. 2010;
5. WHO. World Health Statistics 2012: Risk Factors. Geneva: WHO Library
Cataloguing in Publication Data; 2012.
6. RISKESDAS. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta Badan
Penelit dan Pengemb Kesehat Dep Kesehat Republik Indones. 2013;
7. BAPPENAS. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015. 2011;
8. Eko Setiawan, Machmud R, Masrul. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018.
Jurnak Kesehat andalas. 2018;7(2):275–84.
9. Aridiyah FO, Rohmawati N, Ririanty M. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan
dan Perkotaan. e-Jurnal Pustaka Kesehat. 2015;3 (no:163–70.
10. Mugianti S, Mulyadi A, Anam AK, Najah ZL. Faktor Penyebab Anak
Stunting Usia 25-60 bulan di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. J Ners dan
Kebidanan. 2018;Volume 5,:268–278.
11. KEMISKINAN TNPP. 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi
Anak Kerdil (Stunting). 1st ed. Jakarta: Sekretariat Wakil Presiden
Indonesia; 2017.
12. Torlesse H, Croni AA, Sebayang SK, Nandy R. Determinants of stunting in
Indonesian children: evidence from a cross-sectional survey indicate a
prominent role for the water, sanitation and hygiene sector in stunting

21
reduction. BMC Public Health. 2016;16:669:1–11.
13. Mufdlilah. Panduan Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Cetakan Ketiga.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2017.
14. RI KK. Permenkes RI No 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan. Vol. 01, Kementerian Kesehatan RI. 2017. p. 1–7.
15. Septiari B. Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta:
Nuha Medika; 2012.
16. Michael J, Barrie M, John M, Lenore A. Gizi Kesehatan Masyrakat.
Jakarta; 2005.

22
Lampiran

ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA


AN. R USIA 18 BULAN 17 HARI DENGAN IMUNISASI MR ,PENTA BOOSTER
DAN STUNTING DI PUSKESMAS PRAMBANAN
TAHUN 2021

A. Pengkajian
1. Identitas Anak
Nama : An. R
Tangga lahir : 22 Maret 2021
Umur : 18 bulan 17 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak ke :4
Alamat : Candisari Prambanan- Sleman
2. Identitas Orang Tua
Ibu Ayah
Nama : Ny R Tn. M
Umur : 26 tahun 28 tahun
Pendidikan : SMP SMP
Pekerjaan : IRT BURUH
Agama : Islam Islam
Suku/ : Jawa/ Indonesia Jawa/ Indonesia
Bangsa
Alamat : Candisari, Prambanan Candisari,
Sleman Prambanan, Sleman

A. Anamnesa (Data Subjektif)


1. Alasan datang
Untuk imunisasi lanjutan
2. Riwayat Kelahiran
An. R lahir di PMB, cara persalinan normal, ditolong Bidan, berat
badan lahir 3100 gram, panjang badan lahir 48 cm.
3. Riwayat laktasi dan MPASI
Ibu mengatakan An. R tidak ASI ekskusif karena ibu mengatakan
ASInya sedikit. Sehingga ibu merasa perlu dibantu dengan susu
formula.
MPASI dimulai saat anak berusia 6 bulan, ibu membuat MPASI
sendiri dengan bahan-bahan alami, tidak menggunakan produk
kemasan.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Imunisasi
Hb 0 : 05/09/2019
BCG : 13/10/2019
DPT 1 : 10/11/2019
DPT 2 : 08/12/2019
DPT 3 : 26/01/2020
Polio 1 : 08/03/2020
Polio 2 : 06/09/2020
Polio 3 : 22/11/2020
MR : 28/06/2020
b. Riwayat penyakit yang lalu
Ibu mengatakan anaknya sering batuk, pilek, demam.
c. Riwayat penyakit sekarang
Ibu mengatakan berat badan anaknya tidak naik tinggi badan anak
juga lambat
d. Riwayat penyakit keluarga/ menurun
Ibu mengatakan baik dari ibu maupun suaminya tidak memiliki
riwayat penyakti tidak menular (asma, hipertensi, dll) dan riwayat
penyakit menular (TBC, HIV)
5. Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh
Ibu mengatakan mengasuh anaknya sendiri
2. Hubungan dengan keluarga
Ibu mengatakan hubungan dengan anggota keluarga lain sangat
baik
3. Hubungan dengan teman sebaya
Ibu mengatakan anaknya berhubungan baik dengan teman
sebayanya
d. Lingkungan rumah
Ibu mengatakan lingkungan rumahnya aman, nyaman, bersih
e. Keadaan air dan pengolahan air
Ibu mengatakan sumber air berasal dari sumur bor, sebelum
diminum air dimasak hingga mendidih. Kemudian dimasukkan ke
tempat air minum yang tertutup.
f. Keadaan WC
Ibu mengatakan di rumah menggunakan WC jongkok, jarak
pembuang kotoran dan sumber air bersih ± 15 meter.
6. Pola kbiasaaan sehari-hari
a. Nutrisi
1) Makanan yang disukai
Ibu mengatakan makanan yang disukai anaknya antara lain
nasi, lauk ( tempe,tahu, ikan)
2) Makanan yang tidak disukai : sayur, daging
3) Pola makan yang digunakan
1) Pagi : Ibu mengatakan anaknya makan pagi pukul 06.00
WIB, jenis makanan : nasi dan lauk, jenis minuman : air putih
2) Siang : Ibu mengatakan anaknya makan siang pukul 11.30
WIB, jenis makanan: nasi, sayur, lauk, jenis minuman: air
putih
3) Malam : Ibu mengatakan anaknnya makan malam pukul
16.00WIB, jenis makanan: nasi, sayur, lauk, jenis minuman:
air putih
b. Istirahat/ tidur
a) Tidur siang : Ibu mengatakan setiap hari anaknya tidur siang
mulai pukul 12.30 WIB ±2-3 jam
b) Tidur malam : Ibu mengatakan setiap hari anaknya tidur pukul
20.00 WIB ± 11-12 jam
c. Mandi
a) Pagi
Ibu mengatakan anaknya mandi pukul 07.00 WIB
b) Sore
c) Ibu mengatakan anaknya mandi pukul 16.00 WIB
d. Aktivitas
Ibu mengatakan sehari-hari anaknya sudah bermain dengan teman
sebaya tetapi masih dalam pengawasan salah satu anggota keluarga
e. Eliminasi
a. BAK : Ibu mengatakan ± 5-6 kali/ hari. Warna kuning
jernih
b. BAB : Ibu mengatakan ± 1-2 kali/ hari. Warna kuning
kecoklatan, konsistensi lunak
B. Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)
1. Status Generalis
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : composmentis
c. TTV :
N : 100 x/ menit
R : 32 x/ menit
S : 36,5oC
d. BB/ TB : 9,8 Kg/ 77 cm
e. LK : 45 cm
2. Pemeriksaan Sistematis
a. Kepala : Hitam, bersih, tidak ada benjolan, tidak ada
kelainan
b. Mata : conjungtiva : pucat
Sklera : putih
c. Muka : Tidak ada benjolan dan tidak ada
penonjolan
d. Telinga : Bersih, tidak ada serumen
e. Hidung : Bersih, tidak ada cuping hidung
f. Mulut : Bibir warna pucat, kering, agak pecah-
pecah, lidah bersih, tidak stomatitis
g. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
h. Dada : Simetris, tidak ada tarikan dinding dada ke
dalam
i. Perut : Tidak ada pembesaran pada perut, tidak
kembung
j. Ekstermitas : Jari tangan dan kaki lengkap, tidak odema
k. Genetalia : Lengkap, testis lengkap
l. Anus : Tidak hemoroid
3. Pemeriksaan penunjang : tidak dilakukan
A. Interpretasi Data
C. Diagnosa/Masalah Potensial
Diagnosis : Balita usia 18 bulan 17 hari dengan status gizi
stunting dengan imunisasi MR dan Penta Booster.
Diagnosis Potensial : Bengkak dan nyeri pada bekas penyuntikan,
demam, Potensial terjadi penurunan kekebalan tubuh yang menyebabkan
anak mudah terkena penyakit
Antisipasi Tindakan Segera : Kompres hangat pada bekas penyuntikkan,
pemberian cairan lebih banyak, pemberian paracetamol.Pemenuhan gizi
seimbang, KIE pola asuh yang tepat, KIE sanitasi dan lingkungan yang
tepat.

D. Penatalaksanaan
1. Memberi tahu ibu hasil pemeriksaan, secara umum bayi sehat dan dapat
diberikan imunisasi MR dan penta lanjutan, tetapi jika dilihat dari grafik
panjang badan anak laki-laki menurut umur (z-scores) An. R termasuk
dalam kategori stunting.
E: Ibu mengerti penjelasan bidan
2. Memberi tahu ibu manfaat imunisasi MR lanjutan adalah untuk mencegah
penyakit MR dan rubella.
E: Ibu mengerti penjelasan bidan
3. Memberitahu ibu manfaat imunisasi Penta yang beisi vaksin Difteri, pertuis
dan tetanus untuk mencegah ketiga penyakit tersebut.
E: Ibu mengerti penjelasan bidan
4. Melakukan penyuntikkan imunisasi MR di lengan kiri secara SC dan
memberi imunisasi penta di lengan kanan secara IM.
E: Imunisasi telah diberikan
5. Memberitahu ibu tentang kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI) yaitu
dapat menyebabkan demam pada anak dan nyeri pada daerah penyuntikan.
E: Ibu mengerti penjelasan bidan
6. Memberi tahu ibu tentang stunting, Stunting (pendek) merupakan ganguan
pertumbuhan linier yang disebabkan adanya malnutrisi asupan zat gizi
kronis atau penyakit infeksi kronis maupun berulang yang ditunjukkan
dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 SD.
E: Ibu mengerti penjelasan bidan
7. Memberi tahu ibu tentang PMBA. Pemberian Makanan Bayi dan Anak
(PMBA) yaitu Melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), Memberikan ASI
Eksklusif; Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) mulai usia 6
bulan dan Melanjutkan menyusui sampai dua tahun atau lebih; 2) Menjaga
kesehatan anak; 3) Berinteraksi dengan anak dengan penuh kasih sayang
lewat berbagai kegiatan yang sesuai anak, orang tua dapat memberikan
belaian, senyuman, dekapan, penghargaan dan bermain, mendongeng,
menyanyi serta memberikan contoh-contoh tingkah laku sehari-hari yang
baik dan benar kepada anak.
8. Memberikan KIE pada Ibu tentang pola asuh yang tepat, KIE sanitasi dan
lingkungan yang tepat.
E: Ibu mengerti penjelasan bidan
9. Menganjurkan ibu untuk datang 1 bulan lag i/ ke posyandu untuk timbang
BB dan ukur panjang badan sebagai evaluasi peningkatan panjang badan
anak secara berkala.
10. Menganjurkan ibu untuk selalu membawa anaknya ke posyandu terdekat
untuk memantau pertumbuhan anaknya.
11. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan asuhan yang diberikan ke buku
KIA, register imunisasi, dan rekam medik.

Anda mungkin juga menyukai