Anda di halaman 1dari 38

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS

GIZI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


SEWON 1 BANTUL

Disusun oleh:

Gita suha yuranda


Agistha Nurhita AN
Rijal mahdiy

PRODI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

1
2018

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS


GIZI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SEWON 1 BANTUL

Disusun oleh:

Gita suha yuranda


Agistha Nurhita AN
Rijal mahdiy

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal Juni 2018

Disetujui oleh :

Kepala Puskesmas Dosen Pembimbing

dr. Jaka Hardalaksana Dr.dr. Kusbaryanto M.Kes

2
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Gita suha yuranda , Agistha Nurhita , Rijal M


Program Studi : Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karta Tulis Ilmiah yang saya tulis
ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah
ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Yogyakarta, Juni 2018

Yang membuat pernyataan,

Penulis

3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 4


PENDAHULUAN ................................................................................................................... 5
A. Latar Belakang......................................................................................................... 5
B. Perumusan Masalah................................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 7
a. Tujuan Umum ..................................................................................................... 7
b. Tujuan Khusus .................................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian.................................................................................................. 7
a. Bagi peneliti ........................................................................................................ 7
b. Bagi klinisi .......................................................................................................... 8
c. Bagi pasien .......................................................................................................... 8
E. Keaslian Penelitian .................................................................................................. 8
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 9
METODE PENELITIAN ........................................................................................................ 22
A. Desain Penelitian .................................................................................................. 22
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................. 22
C. Populasi dan Sampel ............................................................................................. 22
D. Variabel dan Definisi Operasional ......................................................................... 23
E. Instrumen Penelitian............................................................................................. 24
F. Cara Pengumpulan Data ....................................................................................... 24
G. Alur penelitian....................................................................................................... 25
H. Analisis Data .......................................................................................................... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................................. 27
A. Hasil ....................................................................................................................... 27
B. Karakteristik Pengobatan ...................................................................................... 28
C. Pembahasan .......................................................................................................... 33
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 36

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih

rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru

sekitar 50 % anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai

upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah

mendapat kapsul vitamin A baru mencapai 74 % dan ibu hamil yang

mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60 %. Demikian

pula dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih

rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru

mencapai 39 %, sekitar 28 % rumah tangga belum menggunakan garam

beryodium yang memenuhi syarat, dan pola makan yang belum beraneka

ragam.

Penyebab utama gizi buruk pada balita adalah kemiskinan sehingga

akses pangan anak terganggu. Namun masalah gizi buruk pada balita bukan

hanya disebabkan oleh kemiskinan, (masalah struktural) tapi juga karena

aspek sosial dan budaya hingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang

tercapainya gizi yang memadai untuk balita (masalah individual dan

keluarga).

5
Status gizi kurang merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat

perhatian serius karena menyangkut kualitas SDM. Balita termasuk kelompok

rawan gizi dan golongan konsumen pasif yang mudah menderita kurang gizi.

Keadaan gizi kurang pada umumnya erat kaitannya dengan karakteristik

keluarga yang meliputi umur balita, pendidikan ibu, pengeluaran keluarga,

jumlah anggota keluarga, pengetahuan ibu, hygiene sanitasi keluarga, tingkat

konsumsi energi dan protein balita.

Pada dasarnya, penyebab gizi buruk bukanlah sebatas keterbatasan ibu

memberikan makanan pada anaknya, namun proses ini dimulai dari awal bayi

terbentuk dalam kandungan ibunya. Perempuan khususnya kaum ibu

memainkan peranan sangat penting dan strategis dalam tumbuh kembang

anak. Pemberian Air Susu Ibu (ASI), khususnya ASI eksklusif merupakan

salah satu upaya strategis dan menangani kasus gizi buruk di Indonesia. Bayi

yang tidak diberikan ASI, termasuk makanan pendamping yang teratur dan

baik serta tepat dapat menimbulkan kekurangan gizi. Karena itu pemberian

ASI secara baik dan benar, disamping makanan pendamping yang mudah

didapat di lingkungan sekitar, merupakan upaya cegah tangkal yang utama

dalam masalah kekurangan gizi pada anak.

Penyebab gizi buruk dan kurang memang sangat kompleks, namun yang

menjadi faktor penyebab utama adalah menurunya daya beli masyarakat.

Faktor penunjang lainnya meliputi pengetahuan orang tua terhadap kebutuhan

gizi balita yang masih kurang maupun kurangnya sanitasi lingkungan.

6
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, perumusan masalah penelitian ini
adalah “Bagaimana faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi
pada balita di wilayah kerja puskesmas Sewon I Bantul?
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status
gizi pada balita di wilayah kerja puskesmas Sewon I Bantul .
b. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui obat antihipertensi yang
diberikan pada pasien hipertensi di wilayah kerja
puskesmas Sewon I Bantul
b) Untuk mengetahui prevalensi hipertensi berdasarkan
jenis kelamin pada pasien rawat jalan di wilayah kerja
puskesmas Sewon I Bantul
c) Untuk mengetahui prevalensi hipertensi berdasarkan
umur pada pasien rawat jalan di wilayah kerja puskesmas
Sewon I Bantul
d) Untuk mengetahui prevalensi hipertensi berdasarkan
tingkat pendidikan pada pasien rawat jalan di wilayah kerja
puskesmas Sewon I Bantul
e) Untuk mengetahui stadium tekanan darah
berdasarkan tingkat kepatuhan meminum obat
antihipertensi pada pasien rawat jalan di wilayah kerja
puskesmas Sewon I Bantul

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada balita di
wilayah kerja puskesmas Sewon I Bantul.

7
b. Bagi klinisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada
balita pada masyarakat sehingga di masa mendatang, dapat
menindak lanjuti permasalahan tentang faktor yang berhubungan
dengan status gizi pada masyarakat.

c. Bagi pasien
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang asupan gizi untuk balita.

E. Keaslian Penelitian

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
a. Pengertian Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi

atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi

tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut

kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut

marasmus) dan kekurangan keduanya.

Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan

ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk dapat

berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga

kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan

dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk dan munculnya penyakit

lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian.

b. Faktor- faktor Penyebab Gizi Buruk

Gizi buruk disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah faktor

pengadaan makanan yang kurang mencukupi suatu wilayah tertentu. Hal

ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi alam atau kesalahan

distribusi. Faktor kedua, adalah dari segi kesehatan sendiri, yakni adanya

penyakit kronis terutama gangguan pada metabolisme atau penyerapan

makanan.

9
Tiga hal yang saling kait mengkait dalam hal gizi buruk, yaitu

kemiskinan, pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah. Ketiga hal

itu mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah tangga dan

pola asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan

balita sering terkena infeksi penyakit.

c. Persebaran Gizi Buruk di Indonesia

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia, pada tahun

2004, kasus gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 5,1 juta. Kemudian pada

tahun 2005 turun menjadi 4,42 juta. Tahun 2006 turun menjadi 4,2 juta

(944.246 di antaranya kasus gizi buruk) dan tahun 2007 turun lagi menjadi

4,1 juta (755.397 di antaranya kasus gizi buruk).

Berdasarkan data Departemen Kesehatan Indonesia pada tahun 2003,

gizi buruk pada balita tersebar hampir merata di seluruh Indonesia. Tabel 1

menunjukkan ranking propinsi tertinggi penderita gizi buruk berdasarkan

jumlah kasus. Tabel 2 menunjukkan ranking propinsi tertinggi penderita

gizi buruk berdasarkan prosentase jumlah penduduk.

10
d. Penilaian Status Gizi

Berat badan anak di posyandu atau di klinik-klinik kesehatan anak,

biasanya ditimbang dan dicantumkan pada Kartu Menujuh Sehat (KMS), berat

badan yang dicantumkan di KMS akan terlihat sesuai dengan pita warna yang

ada, sebagian berat badan balita ada yang berada pada pita warna hijau dan

juga kuning bahkan ada yang sebagian berada pada pita warna merah atau

tepatnya dibawah garis merah.

Berat badan yang berada pada pita warna hijau selalu saja dipresepsikan

dengan gizi baik, sementara berat badan yang berada pada pita warna kuning

merupakan warning (peringatan) kepada ibunya agar lebih berhati-hati jangan

sampai masuk pada berat badan dibawah garis merah atau biasa disebut

dengan BGM, karena apabila anak telah berada di bawah garis merah pada

Kartu Menujuh Sehat (KMS) maka anak balita tersebut bisa cenderung

divonis telah mengalami gizi buruk padahal tidak demikian. Keadaan ini

membuat ibu-ibu balita mengalami kegelisaan akan masa depan anaknya.

Kartu Menujuh Sehat (KMS) itu hanya difungsikan untuk Pemantauan

pertumbuhan-perkembangan balita dan Promosinya, bukan untuk penilaian

status gizi. Pada KMS tidak dibedakan menurut jenis kelamin, balita laki-laki

dan perempuan sama saja. Walaupun tahun 2010 Depkes telah membuat KMS

dengan membedahkan jenis kelamin, pembacaannya pada KMS tetaplah sama.

Pita gambar yang ada pada KMS berdasarkan % median, artinya tidak

disesuaikan dengan hasil berat badan balita dan kemudian ditentukan status

gizinya atau jelasnya berat badan yang tercantum pada KMS hanya

menggambarkan pola pertumbuhan berat badan balita bukan Berat Badan per

11
Umur, karena yang dilihat adalah garis bukan titik. Berat Badan di Bawah

Garis Merah (BGM) bukan menunjukkan keadaan gizi buruk tetapi sebagai

“warning” untuk konfirmasi dan tindak lanjutnya tetapi perlu diingat tidak

berlaku pada anak dengan berat badan awalnya memang sudah dibawah garis

merah. Naik-Turunya berat badan balita selalu mengikuti pita warna pada

KMS.

Hasil penimbangan balita di posyandu hanya dapat dimanfaatkan atau

digunakan untuk :

1. Pemantaun pertumbuhan dan perkembangan induvidu

balita dengan melihat berat badan yang ditimbang (D) apakah naik (N),

turun (T) atau BGM.

2. Perkiraan perkembangan pertumbuhan balita di masyarakat

yaitu dengan melihat presentase balita yang Naik Berat Badannya

dibanding dengan keseluruhan balita yang ditimbang (% N/D), termasuk

juga presentase balita yang BGM dibanding dengan keseluruhan balita

yang ditimbang (%BGM/D).

3. Perkiraan perkembangan keadaan gizi balita di masyarakat.

4. Pembinaan kegiatan posyandu dengan menilai cakupan

program (K/S) dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu

(D/S).

Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok

masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang

dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi,

12
antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel

lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :

a. Umur.

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,

kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah.

Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi

tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.

Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk

memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh

sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat.

Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi

perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam

hari tidak diperhitungkan.

b. Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan

gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka

terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun

konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam

bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan

penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran

dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan

kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu

pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang

13
dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke

waktu.

c. Tinggi Badan

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang

dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat

baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan

keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita.

Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan

menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi

Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan

biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada

umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik,

kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004).

Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting

untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang

berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan

BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan

fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).

Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan

sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila

dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB,

menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 %

menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat

serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.

14
Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan

dalan dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar

deviation score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-

negara yang populasinya relative baik (well-nourished), sebaiknya

digunakan “presentil”, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang

populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik menggunakan

skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan.

15
Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan

mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku

Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan

Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :

Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas

2000 oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 1

di atas serta diinterpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks

antropometri seperti yang terlihat pada tabel 2.

16
Untuk memperjelas penggunaan rumur Zskor dapat dicontohkan

sebagai berikut:

Diketahui

BB = 60 kg

TB =145 cm

Umur : karena umur dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB berdasarkan

WHO-NCHS hanya dibatasi < 18 tahun maka disini dicontohkan anak

laki-laki usia 15 tahun.

Jadi untuk indeks BB/U adalah

= Z Score = ( 60 kg – 56,7 ) / 8.3 = + 0,4 SD

= status gizi baik

Untuk IndeksTB/U adalah

= Z Score = ( 145 kg – 169 ) / 8.1 = - 3.0 SD

= status gizi pendek

Untuk Indeks BB/TB adalah

= Z Score = ( 60 – 36.9 ) / 4 = + 5.8 SD

17
= status gizi gemuk

e. Tindakan Pemerintah Untuk Menanggulangi Gizi Buruk

Menurut Menteri Kesehatan RI, tanggung jawab pemerintah pusat dalam

hal ini adalah Departemen kesehatan adalah merencanakan dan menyediakan

anggaran bagi keluarga miskin melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat,

membuat standar pelayanan, buku pedoman serta melakukan pembinaan dan

supervisi program ke provinsi, kabupaten dan kota. Dalam kaitannya dengan

gizi buruk, Depkes pada tahun 2005 telah mencanangkan Rencana Aksi

Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005 – 2009.

Menkes menambahkan, pemerintah berusaha meningkatkan aktivitas

pelayanan kesehatan dan gizi yang bermutu melalui penambahan anggaran

penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk menjadi Rp. 600 milyar pada

tahun 2007 dari yang sebelumnya 63 milyar pada tahun 2001. Anggaran

tersebut ditujukan untuk:

1. Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan

bulanan balita di posyandu

2. Meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di

puskesmas/RS dan rumah tangga

3. Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada

balita kurang gizi dari keluarga miskin

4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan

asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI)

5. Memberikan suplementasi gizi (kapsul Vit.A) kepada semua balita.

18
Adapun strategi dan kegiatan Depkes dan organ-organnya, untuk

memenuhi tujuan-tujuan tersebut antara lain:

Strategi:

1. Revitalisasi posyandu untuk mendukung pemantauan pertumbuhan

2. Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan

kelompok potensial lainnya.

3. Meningkatkan cakupan dan kualitas melalui peningkatan keterampilan

tatalaksana gizi buruk

4. Menyediakan sarana pendukung (sarana dan prasarana)

5. Menyediakan dan melakukan KIE

6. Meningkatkan kewaspadaan dini KLB gizi buruk

Kegiatan:

1. Deteksi dini gizi buruk melalui bulan penimbangan balita di posyandu

 Melengkapi kebutuhan sarana di posyandu (dacin, KMS/Buku KIA,

RR)

 Orientasi kader

 Menyediakan biaya operasional

 Menyediakan materi KIE

 Menyediakan suplementasi kapsul Vit. A

2. Tatalaksana kasus gizi buruk

 Menyediakan biaya rujukan khusus untuk gizi buruk gakin baik di

puskesmas/RS (biaya perawatan dibebankan pada PKPS BBM)

 Kunjungan rumah tindak lanjut setelah perawatan di puskesmas/RS

19
 Menyediakan paket PMT (modisko, MP-ASI) bagi pasien paska

perawatan

 Meningkatkan ketrampilan petugas puskesmas/RS dalam tatalaksana

giziburuk

3. Pencegahan gizi buruk

 Pemberian makanan tambahan pemulihan (MP-ASI) kepada balita

gakin yang berat badannya tidak naik atau gizi kurang

 Penyelenggaraan PMT penyuluhan setiap bulan di posyandu

 Konseling kepada ibu-ibu yang anaknya mempunyai gangguan

pertumbuhan

4. Surveilen gizi buruk

 Pelaksanaan pemantauan wilayah setempat gizi (PWS-Gizi)

 Pelaksanaan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa gizi buruk

 Pemantauan status gizi (PSG)

5. Advokasi, sosialisasi dan kampanye penanggulangan gizi buruk

 Advokasi kepada pengambil keputusan (DPR, DPRD, pemda, LSM,

dunia usaha dan masyarakat)

 Kampanye penanggulangan gizi buruk melalui media efektif

6. Manajemen program:

 Pelatihan petugas

Bimbingan teknis

20
B. . Kerangka Konsep

C. Hipotesis

Ho =

H1 =

21
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan desain
penelitian survei. Penelitian survei digunakan untuk mengukur gejala yang ada
tanpa menyelediki alasan gejala tersebut ada. Penelitian jenis ini ditujukan
untuk memperoleh gambaran umum tentang karakteristik populasi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sewon 1
Bantul. Waktu penelitian dimulai sejak 31 Oktober 2017 hingga 2 November
2017.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu untuk diteliti
(Sugiyono, 2005). Populasi pada penelitian ini yaitu masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Sewon 1 Bantul.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi dan dapat mewakili
seluruh populasi. Penelitian ini menggunan purposive sampling sebagai
teknik pemilihan sampel (sampling). Teknik ini termasuk ke dalam
kelompok nonprobability sampling. Jadi, pengambilan sampel pada
penelitian ini tidak memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota
populasi untuk menjadi anggota sampel. Pemilihan sekelompok subjek
dalam purposive sampling, didasarkan atas ciri-ciri tertentu. Sampel
penelitian yang digunakan yaitu semua pasien rawat jalan yang
melakukan kontrol tekanan darah di poliklinik umum Puskesmas Sewon
1 Bantul.
Pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan
mempertimbangkan biaya, waktu dan tenaga yang dibutuhkan dan ruang

22
lingkup penelitian. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka dalam
penelitian ini juga disusun kriteria inklusi dan ekslusi:
a. Kriteria inklusi
1) Pasien yang datang ke poliklinik umum pada tanggal 31 Oktober
2017 hingga 2 November 2017.
2) Pasien yang telah mendapatkan obat antihipertensi minimal 1
bulan
b. Kriteria eksklusi:
1) Peserta yang tidak bersedia mengikuti penelitian ini
2) Peserta yang tidak mengisi semua poin kuesioner penelitian ini
3. Hitung Besar Sampel

Untuk menghitung berapa jumlah sampel yang akan diteliti,

peneliti menggunakan rumus

Z2 α/2 P (1−P)
n=
d2
Keterangan:

n = ukuran sampel

Z α/2 = nilai kepercayan = 95% : 1,1

P = Harga proporsi di populasi = 0,5 (Sofia Theodoropoulou, 2010)

d = Kesalahan (absolut) yang masih bisa ditolerir = 10% = 0,1

(1,1)2 . 0,5 (1−0,5)


n =
(0,1)2

= 25 orang (minimal)
D. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel
Menurut Notoadmojo (2012), variabel adalah suatu ciri, sifat atau ukuran
yang dimiliki. Berikut variabel-variabel pada penelitian ini:

23
a. Variabel bebas (independent): kepatuhan penggunaan obat
antihipertensi
b. Variabel tergantung (dependent): pasien hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Sewon 1 Bantul
2. Definisi operasional
Definisi operasional yaitu suatu pengertian untuk membatasi
ruang lingkup atau variabel-variabel yang diteliti. Definisi operasional
bertujuan memudahkan pengukuran hubungan antar variabel yang masih
bersifat konseptual.
Tabel 3 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional
Hipertensi Hipertensi merupakan gangguan
asimptomatik yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah secara
persisten, dimana diagnose hipertensi
pada orang dewasa ditetapkan paling
sedikit dua kunjungan dimana lebih
tinggi atau pada 140/90 mmHg
Kepatuhan Sejauh mana upaya dan perilaku seorang
individu menunjukkan kesesuaian
dengan peraturan atau anjuran yang
diberikan oleh professional kesehatan
untuk menunjang kesembuhannya

E. Instrumen Penelitian
1. Alat tulis
2. Kuesioner Morisky Modification Scale (MMS)
3. Sphygmomanometer
F. Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian berupa data primer, yaitu data
yang dikumpulkan dan diolah oleh peneliti. Pada penelitian ini metode
pengumpulan data dilakukan melalui survei. Berikut adalah gambaran singkat
tahap pengumpulan data yang akan dilakukan:
1. Penentuan instrumen penelitian
a. Peneliti mencari kuesioner yang telah tersedia dan tervalidasi
b. Peneliti mengadopsi kuesioner tersebut sesuai sampel yang
digunakan

24
2. Pengisian kuesioner
a. Peneliti membagikan kuesioner kepada sampel penelitian
b. Peneliti memberikan penjelasan kepada sampel penelitian
mengenai tata cara pengisian
c. Sampel penelitian mengisi kuesioner
d. Sampel penelitian mengumpulkan kuesioner kepada peneliti
3. Pengolahan dan analisis data
a. Peneliti mengelompokkan kuesioner berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi sampel
b. Peneliti melakukan pendataan kuesioner
c. Peneliti mengolah data kuesioner yang telah terkumpul
G. Alur penelitian
Alur pada penelitian ini dapat dilihat pada skema di bawah:

Peneliti mencari Peneliti


Peneliti mendata
tahu jumlah membagikan
peserta yang hadir
peserta Prolanis di kuesioner dan alat
dalam Prolanis
area penelitian tulis

Peserta mengisi
Peneliti
Kuesioner kuesioner dengan
menjelaskan cara
dikumpulkan pendampingan
mengisi kuesioner
peneliti

Kuesioner dipilih
berdasarkan
Pengolahan data Analisis data
kriteria eksklusi
sampel

Gambar 1. Skema alur penelitian

25
H. Analisis Data
Data yang akan didapatkan dari penelitian ini yaitu berupa data
kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang berhubungan dengan
angka. Analisa data penelitian yang digunakan yaitu analisis
univariate. Menurut Notoadmodjo (2012), analisis ini bertujuan
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Penilaian
skor kepatuhan dari kuesioner skor nilai kepatuhan didapat dari
jumlah seluruh skor pasien dari pertanyaan nomer 1-8. Dengan range
skor 0-8
Tabel 4. Skoring kuesioner tingkat kepatuan penggunaan obat
antihipertensi

Tabel 5. Klasifikasi tingkat kepatuan penggunaan obat antihipertensi

26
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Data Responden
Berdasarkan pengambilan responden penelitian ini terdapat 25
kuisioner yang terisi lengkap dan kemudian dapat kita analisis
hasilnya. Responden berasal dari pasien instalasi rawat jalan/poli
umum di wilayah kerja Puskesmas Sewon I yang datang berobat pada
tanggal 31 Oktober 2017 hinggan 2 November 2017 di Puskesmas
Sewon I. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan data responden, yaitu :
Tabel 6. Karakteristik Pasien Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin Rawat Jalan Puskesmas Sewon 1
Periode 31 Oktober-2 November 2017
Jenis Kelamin Jumlah Presentase(%)
Laki-laki 9 36
Perempuan 16 64

Dari tabel 6 dapat dilihat dari 25 pasien hipertensi rawat jalan


di Puskesmas Sewon 1 periode 31 Oktober hingga 2 November 2017,
ditemukan pasien perempuan 16 lebih banyak dibandingkan pasien
laki-laki. Hal diatas terjadi karena perempuan mengalami menopause
terjadi perubahan hormonal yaitu terjadi penurunan perbandingan
estrogen dan androgen yang menyebabkan peningkatan pelepasan
renin, sehingga dapat memicu peningkatan tekanan darah (Coylewright
et al., 2008).
Tabel 7. Karakteristik Pasien Berdasarkan Katagori Hipertensi Rawat Jalan Puskesmas Sewon 1
Periode 31 Oktober-2 November 2017
Kategori Umur Jumlah Presentase (%)
>70 tahun 4 16
60-69 tahun 12 48
50-59 tahun 4 16
40-49 tahun 5 20
Dari tabel 7 dapat dilihat karakteristik pasien menurut usia pasien dapat
dibagi menjadi 4 kategori yaitu 40-49 tahun, 50-59 tahun, 60-69 tahun, dan

27
>70 tahun. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi
tertinggi terjadi pada kategori usia 60-69 tahun dengan persentase sebesar 48
% sedangkan prevalensi hipertensi pada kategori usia 40-49 tahun, 50-59
tahun, dan >70 tahun masing-masing adalah 20%, 16%, dan 16%. Dari data
penelitian ini diketahui pasien pada kategori usia 60-69 tahun sebesar 48%
banyak yang menderita hipertensi, hal ini dikarenakan perempuan mengalami
menopause sehingga terjadi perubahan hormonal yang mengakibatkan
peningkatan tekanan darah. Kondisi tubuh yang makin tua dapat memicu
serangan hipertensi, semakin tua usia maka pembuluh darah akan berkurang
elastisitasnya sehingga pembuluh darah cenderung menyempit akibatnya
tekanan darah akan meningkat (Khomsan A, 2005).

Tabel 9. Karakteristik Pasien Berdasarkan Katagori Hipertensi Rawat Jalan Puskesmas Sewon 1
Periode 31 Oktober-2 November 2017
Tingkat Pendidikan Jumlah Presentase (%)
Tidak bersekolah 2 8
Lulus SD 10 40
Lulus SMP 3 12
Lulus SMA 10 40
Lulus PT 0 0

Dari tabel 9 dapat diketahui karakteristik pasien hipertensi yang


berkunjung ke poliklinik umum Puskesmas Sewon 1 berdasarkan tingkat
pendidikan pasien. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa 4 tingkat
pendidikan, yakni tidak bersekolah dengan 8%, lulus SD 40%, lulus SMP
12%, dan lulus SMA 40%

B. Karakteristik Pengobatan

Tabel 10. Karakteristik Pasien Berdasarkan Obat Golongan Antihipertensi diresepkan dan digunakan
pada pasien hipertensi Rawat Jalan Puskesmas Sewon 1 Periode 31 Oktober-2 November 2017
Nama Obat Jumlah Presentase (%)
Captopril 10 34,7
Amlodipin 15 51,7
Candesartan 2 6,7

28
Herbesser 1 3,4
Irbesartan 1 3,4

Dari tabel 10 dapat diketahui karakteristik peresepan penggunaan obat yang


diberikan berdasarkan kondisi pasien. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa 3
golongan obat antihipertensi yang paling banyak digunakan pasien di wilayah kerja
Puskesmas Sewon 1 tahun 2017 adalah persepan obat golongan CCB yaitu
Amlodipin (51,7%), golongan ACEI yaitu captopril (34,7%) dan golongan ARB
dengan Candesartan (6,7%), golongan CCB lainnya yakni herbesser (3,4%) serta
irbesarta golongan ARB (3,4%). Banyak pasien hipertensi yang menerima kombinasi
dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai tujuan tekanan darah yang
diinginkan sesuai kondisi pasien.

C. Penilaian Kepatuhan
Tingkat kepatuhan penggunaan obat dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu
factor sosial-ekonomi, faktor sistem kesehatan, faktor kondisi penyakit, faktor terapi
dan factor penyakit. Oleh karena itu dalam menyelesaikan masalah tentang kepatuhan
pasien tidak sepenuhnya terdapat pada pasien, namun juga dilakukan pembenahan
pada system kesehatan dan petugas pelayanan kesehatan (WHO, 2003).
Ketidakpatuhan terhadap terapi merupakan kontributor utama gagalnya control
tekanan darah pada pasien hipertensi. Semakin tinggi tingkat ketidakpatuhan pasien
akan sejalan dengan semakin tinggi risiko komplikasi.
Tabel 11. Karakteristik Pasien Berdasarkan Obat Golongan Antihipertensi diresepkan dan digunakan
pada pasien hipertensi Rawat Jalan Puskesmas Sewon 1 Periode 31 Oktober-2 November 2017
Keterangan Frekuensi Presentase
(Ya) (%)
Apakah bapak/ibu terkadang lupa minum obat? 14 56
Selama dua minggu terakhir, adakah bapak/ibu pada 13 52
suatu hari tidak meminum obat?
Apakah bapak/ibu pernah mengurangi atau 13 52
menghentikan penggunaan obat tanpa memberi tahu ke
dokter karena merasakan kondisi lebih buruk/tidak
nyaman saat menggunakan obat?

29
Saat melakukan perjalanan atau meninggalkan rumah, 9 36
apakah bapak/ibu terkadang lupa untuk membawa serta
obat?
Apakah bapak/ibu kemarin meminum semua obat? 15 60
Saat merasa keadaan membaik, apakah bapak/ibu 15 60
terkadang memilih untuk berhenti meminum obat?
Sebagian orang merasa tidak nyaman jika harus 10 40
meminum obat setiap hari, apakah bapak/ibu pernah
merasa terganggu karena keadaan seperti itu?

Tabel 11 menunjukkan penggunaan obat pasien hipertensi rawat jalan RSUD


Dr. Moewardi Surakarta. Penggunaan obat ini dapat memberikan gambaran tentang
kepatuhan pasien. Ketidakpatuhan pasien yang disebabkan oleh ketidaksengajaan
lupa minum obat mencatatkan persentase sebesar 56% sedang ketidakpatuhan
dikarenakan pasien tidak meminum obat pada suatu hari dalam 2 minggu terakhir
adalah 52%. Untuk pasien yang sengaja mengurangi atau menghentikan penggunaan
obat tanpa memberi tahu dokter karena merasa kondisi tubuh menjadi lebih buruk
atau tidak nyaman mencatatkan 13 persentase sebesar 52% sedangkan untuk pasien
yang lupa minum obat saat perjalanan atau meninggalkan di rumah adalah 36%.
Ketidakpatuhan lain seperti tidak meminum semua obat, berhenti meminum obat
karena merasa keadaan membaik dan merasa tidak nyaman meminum obat setiap hari
pula masing-masing mencatatkan persentase sebesar 60%, 60%, dan 40%

Tabel 12. Gambaran Kepatuhan Obat antihipertensi Rawat Jalan Puskesmas Sewon 1 Periode 31
Oktober-2 November 2017 Berdasarkan Penilaian Morisky scale
Seberapa sering anda lupa Frekuensi Presentase (%)
meminum obat?
Tidak pernah 6 24
Sekali-sekali 0 0
Terkadang 19 76
Biasanya 0 0
Setiap saat 0 0

30
Berdasarkan penilaian Morisky Scale, pasien yang tidak pernah atau jarang
sekali lupa minum semua obat mencatatkan persentase sebesar 24%. Pasien yang
terkadang lupa minum semua obat pula mencatatkan persentase 76 %. Untuk
perbedaan antara sekali-sekali dan terkadang adalah dalam intensitasnya sekali-kali
lebih jarang dari terkadang (Tabel 12).

Tabel 13. Persentase Tingkat Kepatuhan Pasien Hipertensi Rawat Jalan Puskesmas Sewon 1 Periode 31
Oktober-2 November 2017 Berdasarkan Penilaian Morisky scale. Skor Kategori Frekuensi Persentase
(%)

Skor Kategori Frekuensi Presentase (%)


2 Rendah 17 68
1 atau 2 Sedang 2 8
0 Tinggi 6 24

Hasil dari pengukuran dalam penelitian ini, tingkat kepatuhan pasien


ditunjukkan dari skor kepatuhan yang diperoleh dari jawaban kuesioner pada
25 pasien hipertensi rawat jalan Puskesmas Sewon 1 pada periode 31
Oktober-2 November tahun 2017 Pasien yang mempunyai skor kepatuhan
rendah adalah sebanyak 17 pasien (68%), skor kepatuhan sedang sebanyak 2
pasien (8%) dan tinggi sebanyak 6 pasien (24%), dimana skor kepatuhan
adalah 0 sampai lebih dari 2. Penelitian ini kepatuhan diukur menggunakan
kuesioner MMS-8. Metode ini dipilih karena mudah, praktis dan efektif, dan
sangat sesuai jika digunakan pada pasien rawat jalan di pelayanan kesehatan.
Skala MMS-8 menunjukkan kepatuhan pasien terhadap terapi. Skala kecil (0)
mengindikasi bahwa pasien patuh terhadap terapinya, skala 1 dan 2
menunjukkan tingkat kepatuhan sedang, kemudian skala >2
mengidentifikasikan pasien tidak patuh terhadap terapi.

31
Tabel 14. Gambaran Kepatuhan Obat antihipertensi Rawat Jalan Puskesmas Sewon 1 Periode 31
Oktober-2 November 2017 Berdasarkan Penilaian Morisky scale

Kepatuhan Stage hipertensi Jumlah Presentase (%)


Tinggi Normal 1 4
Prehipertensi 0 0
Hipertensi Stage I 3 12
Hipertensi Stage 2 8
II
Sedang Normal 0 0
Prehipertensi 1 4
Hipertensi Stage I 1 4
Hipertensi Stage 0 0
II
Rendah Normal 1 4
Prehipertensi 4 16
Hipertensi Stage I 8 32
Hipertensi Stage 4 16
II

Berdasarkan table diatas, diketahui bahwa pada tingkat kepatuhan tinggi,


didapatkan 4 % dengan tekanan darah yang normal, 12% hipertensi stage I dan 8
% hipertensi stage II. Pada tingkat kepatuhan sedang, didapatkan 4 %
prehipertensi dan 4% hipertensi stage I. Kemudian pada tingkat kepatuhan
rendah, didapatkan 4 % dengan tekanan darah yang normal, 16% prehipertensi,
32% hipertensi stage I, dan 16 % hipertensi stage II.
Dari penelitian ini diketahui mayoritas pasien hipertensi di rawat jalan
Puskesmas Sewon 1 memiliki tingkat kepatuhan penggunaan obat
antihipertensi yang rendah yaitu 17 pasien (68%). Kepatuhan dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti lupa minum obat, perasaan (rasa takut efek
samping obat) dan kondisi frekuensi (semakin tinggi frekuensi semakin tinggi
kepatuhan). Kelemahan dari penelitian ini adalah pengukuran juga tidak dapat
memastikan apakah pasien menjawab dengan jujur atau berbohong, lupa atau
tidak. Pasien bisa saja menjawab dengan jawaban yang menggambarkan

32
bahwa mareka merupakan pasien yang patuh terhadap terapinya. Pengamatan
yang singkat dan tidak terus menerus ini tidak bisa menggambarkan
hubungan antara tingkat kepatuhan dengan keberhasilan penurunan tekanan
darah.
C. Pembahasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat
digolongkan menjadi empat bagian:

a. Pemahaman Tentang Instruksi


Tak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia
salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Lcy
dan Spelman (dalam Neil, 2000) menemukan bahwa lebih
dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan
dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada
mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan
professional kesehatan dalam memberikan informasi yang
lengkap, penggunaan istilah-istilah media dan memberikan
banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien.
b. Kualitas Interaksi
Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan
pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan
derajat kepatuhan. Korsch & Negrete (Dalam Neil, 2000)
telah mengamati 800 kunjungan orang tua dan anakanaknya
ke rumah sakit anak di Los Angeles. Selama 14 hari mereka
mewawancarai ibu-ibu tersebut untuk memastikan apakah
ibu-ibu tersebut melaksankan nasihat-nasihat yang
diberikan dokter, mereka menemukan bahwa ada kaitan
yang erat antara kepuasaan ibu terhadap konsultasi dengan
seberapa jauh mereka mematuhi nasihat dokter, tidak ada
kaitan antara lamanya konsultasi dengan kepuasaan ibu.
Jadi konsultasi yang pendek tidak akan menjadi tidak
produktif jika diberikan perhatian untuk meningkatkan
kualitas interaksi.

33
c. Isolasi Sosial dan Keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat
berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai
kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang
program pengobatan yang dapat mereka terima. Pratt
(dalam Neil, 2012) telah memperhatikan bahwa peran yang
dimainkan keluarga dalam pengembangan kebiasaan
kesehatan dan pengajaran terhadap anak-anak mereka.
Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan
mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit.
d. Keyakinan, Sikap dan Keluarga
Becker (dalam Neil, 2012) telah membuat suatu
usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk
memperkirakan adanya ketidakpatuhan. Mereka
menggambarkan kegunaan model tersebut dalam suatu
penelitian bersama Hartman dan Becker (1978) yang
memperkirakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan untuk
pasien hemodialisa kronis. 50 orang pasien dengan gagal
ginjal kronis tahap akhir yang harus mematuhi program
pengobatan yang kompleks, meliputi diet, pembatasan
cairan, pengobatan, dialisa. Pasien-pasien tersebut
diwawancarai tentang keyakinan kesehatan mereka dengan
menggunakan suatu model. Hartman dan Becker
menemukan bahwa pengukuran dari tiap-tiap dimensi yang
utama dari model tersebut sangat berguna sebagai peramal
dari kepatuhan terhadap pengobatan.

34
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
 Tingkat kepatuhan penggunaan obat antihipertensi pada pasien
hipertensi di wilayah kerja puskesmas Sewon 1 rendah yakni
sebanyak 68%
 Jenis kelamin perempuan memiliki prevalensi hipertensi yang
lebih dominan dibanding laki-laki dengan 64%
 Kategori umur 60-69 tahun memiliki prevalensi hipertensi yang
lebih dominan dibanding kategori umur lainnya dengan 48%
 Prevalensi hipertensi tertinggi pada tingkat pendidikan lulus
Sekolah Dasar dengan 40% dibanding tingkat pendidikan lainnya
 Penggunaan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah

B. Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan kelompok yang lebih
besar dengan metode penelitian observasi langsung, Perlu adanya
penelitian mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan
terapi pada hipertensi

35
DAFTAR PUSTAKA

Abdullahi, A. & Amzat, J. (2011). Knowledge of hypertension among the staff of


university of ibadan, nigeria.Diambil pada 12 maret 2012 dari
http://www.academicjournals.org/jphe/PDF/pdf2011/May/Abdullahi%20a
nd%20Amzat.pdf

Aisyah, S. & Novianti, I. (2004). Gambaran tingkat pengetahuan klien hipertensi


tentang pengontrolan diet yang dianjurkan di rumah sakit UKI, Jakarta
Timur. Tidak dipublikasikan. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia. Depok.

Arum, T. (2001). Hubungan antara pengetahuant tentang hipertensi dengan


tingkat konsumsi gizi dan kaitannya dengan tekanan darah pada
penduduk wanita dewasa di desa sawojajar kecamatan wanasari
kabupaten brebes. Diambil pada 12 maret 2012 dari
http://eprints.undip.ac.id/13606/1/1133.pdf
Astuti, E. (2009). Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
pengetahuan tentang hipertensi masyarakat di RT 12, RW 05, Kelurahan
Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tidak
dipublikasikan. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok.
Ambarita, et al. (2010). Hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap remaja
terhadap bahaya merokok di SMK Jaya Kelapa Gading Timur Jakarta
Utara. Tidak dipublikasikan. Fakultas Ilmu Keperawatan Uni versitas
Indonesia. Depok.
Csanyi, et al. (2002). Influence of hypertension and smoking as the single
vascular risk factors onthe intima-media thickness. European Journal of
Epidemiology.
Delamater. A.M,2006, Improving Patient Adherence, Clinical Diabetes 24 (2):
71-72,75-77
Dhuha, S. (2011). Prevalensi hipertensi di Indonesia sangat tinggi. Diambil pada
1 oktober 2011 http://www.today.co.id/read/2011/02/26/13140/astaga_
prevalensi_hiperten si_di_indonesia_sangat_tinggi
Elshatarat, R. (2010). Knowledge, attitudes, and beliefs about smoking in jordian
men who are smokers and hospitalized with a cardiovaskular diagnosis.
Diambil pada 20 desember 2011 dari
http://search.proquest.com/docview/737520948/13
3ED29572729B3E15A/1?accountid=17242
Faisal, & Evi, S. (2009). Gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang bahaya
rokok pada usia remaja di RW 09 Pondok Cina depok. Tidak
dipublikasikan. Fakultas Ilmu Keperawatan Uni versitas Indonesia.
Depok.
Ginting, M. (2008). Determinan tindakan masyarakat dalam pencegahan
penyakit hipertensi di kecamatan belawan. Diambil pada 12 maret 2012
dari
http://library.usu.ac.id/index.php?option=com_journal_review&id=5925
& task=view

36
Herawati, M., & Suamrtono, W. (2007). Smoking and socio-demographic risk
factors of Hipertensi and Stroke among middle-aged and elderly
Indonesian men. Diambil pada1oktober 2011 dari
http://www.litbang.depkes.go.id
/simnas6/materi/PEMBIAYAAN_KES/abstrak_smoking_and_socio_demo
graphic.pdf
Husaini, A. (2007). Tobat Merokok, rahasia dan cara empatik berhenti merokok.
Depok: Pustaka Iman.
Ian, PA., dan Marcus, M. (2011). Psikologi Kesehatan Yogyakarta : Pallmall
Kozier, Erb. (2010). Fundamental of Nursing. Jakarta:EGC
Kozlowski, et al. (2001). Cigarettes, nicotine, and health. California: Sage
Publications.
Lemeshow, S., David, H. (1997). Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan
(terjemahan). Yogyakarta: Gadjahmada University Press.
Mayo Clinic Staff. (2012). High blood pressure (hypertension). Diambil pada 26
maret 2012 dari http://www.mayoclinic.com/health/high-blood
pressure/DS00100 /METHOD=print&DSECTION=all
Mu’tadin, Z. (2002). Remaja dan rokok. Diambil pada 2 Januari 2012 dari
http://www.e-psikologi.com/remaja/050602.htm
Narkiewicz, K. (2005). Obesity and hypertension—the issue is more complex than
we thought. Diambil pada 26 maret 2012 dari
http://ndt.oxfordjournals.org/content/21/2/264.full
Niven, Neil.2002. Psikologi Kesehatan Keperawatan pengantar untuk perawat
dan profesi kesehatan lain. Edisi 2. Jakarta:EGC
Notoatmojo, S. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmojo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Osterberg, L., dan Blaschke, T., 2005, Adherence to Medication, The New England
Journal of Medication. 353, 487-97.
Potter & Perry. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses, dan
praktik.(4th Ed). Jakarta : EGC.
Prawira, B. (2011). Jumlah Perokok di Indonesia Meroket. Diambil pada 1 oktober
2011 dari http://nad.bkkbn.go.id/berita/423/.

Rahmouni, et al. (2004). Obesity-associated hypertension. Diambil pada 26 maret


2012 dari http://hyper.ahajournals.org/content/45/1/9.abstract

Reckelhoff, J. (2001). Gender differences in the regulation of blood pressure.


Diambil pada 25 maret 2012 dari http://hyper.ahajournals.org

37
/content/37/5/1199.abstract?ijkey=7197ae0e8c20c51dd105b2142a74d4
e96ed839d&keytype2=tf_ipsecsha

Rosmala, et al (2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada


remaja di SMPAs-Syafuyah 06 Bekasi. Tidak dipublikasikan. Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok.

Sa’adah, M. (2009). Determinan perilaku merokok pada mahasiswi Universitas


Indonesia tahun 2009. Tidak dipublikasikan. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Depok.

Sherwood, L. (2001). Human physiolog: from cells to system (2nd edition). (Pendit,
Penerjemah). Jakarta:EGC. (Sumber asli diterbitkan 1996)

Siburian. (2005). Perlu perhatian khusus bagi lansia penderita hipertensi. Diambil
pada 24 oktober 2011 dari http://www.waspada.co.id
/cetak/index.php?article.

Smeltzer, S., Bare, B. (2002). Brunner and Sudarth’s textbook of medical surgical
nursing (8th edition). (Ester, Penerjemah). Philadelphia: Lippincott.

Smet Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Grasindo

Stanley, M., Beare, P. (2002). Gerontological nursing: a health


promotion/protection approach (2nd edition. (Juniarti & Kurniangsih ,
Penerjemah). Philadelphia: F.A Davis Company. (Sumber asli
diterbitkan 1999).

WHO. (2011). Hypertension fact sheet. Department of Sustainable Development


and Healthy Environments. Diambil pada 12 maret dari
http://www.searo.who.int/linkfiles/non_communicable_diseases_hypert
en sion-fs.pdf

38

Anda mungkin juga menyukai