Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN BED SIDE TEACHING

FIELD LAB ASUHAN KOMUNITAS

DISUSUN OLEH :

RAKHMADINI WULANDARI

1911060024

PRODI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA DAN PRODI PENDIDIKAN


PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2022/ 2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN BED SIDE TEACHING

KIE KELUARGA SEHAT

DESA KEJAWAR BANYUMAS

FIELD LAB ASUHAN KOMUNITAS

RAKHMADINI WULANDARI

1911060024

Mengetahui,

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik,

Nunik Murtiningsih,S.ST Bdn Diah Atmarina Y.,M.Kes


NIP. 3329034606860012 NIK.2160630

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Bed Side Teaching Deteksi Dini dan
Penatalaksanaan Kelainan dan Keganasan Organ Reproduksi ini sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan. Selawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan
kita nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, yang kita nantikan syafaatnya
di yaumul kiyamah. Amin
Terimakasih saya ucapkan kepada :
1. Allah SWT yang telah memberi saya nikmat iman, islam, ihsan dan sehat
2. Ibu Dewi Ambarwati, M. Keb selaku Kepala Program Studi Kebidanan S1
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
3. Seluruh dosen Program Studi Kebidanan S1 Universitas Muhammadiyah
Purwokerto
4. selaku Dosen Pembimbing Field Lab Kesehatan Reproduksi dan KB
5. Seluruh Bidan dan Perawat Di Puskesmas Banyumas selaku pembimbing Field
Lab Komunitas
6. Klien/ pasien Puskesmas Banyumas
7. Orang tua dan keluarga
8. Idol dan teman – teman
9. Seluruh pihak yang ikut berkontribusi dalam pelaksanaan Field Lab Komunitas
Saya berharap, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
memberikan wawasan dan pengetahuan terutama tentang Asuhan Komunitas
Saya juga sadar bahwasanya laporan ini masih jauh dari kata sempurna, banyak
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk diri saya dan kesempurnaan laporan ini. Semoga tujuan dibuatnya laporan ini dapat
tercapai dengan baik.

Banyumas, Januari 2023

Penulis

3
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan …………………………………………………… 2

Kata Pengantar …………………………………………………… 3

Daftar Isi …………………………………………………… 4

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang ………………………………………… 5


b. Tujuan ………………………………………… 7
c. Manfaat ………………………………………… 7

BAB II TINJAUAN TEORI

Konsep Dasar Teori

1. Pengertian Keluarga Sehat ………………………………… 8


2. Etiologi Keluarga Sehat ………………………………… 9
3. Patofisiologi Keluarga Sehat ………………………………… 9
4. Faktor Resiko Keluarga Sehat ………………………………… 10
5. Tanda Gejala Keluarga Sehat………………………………… 11
6. Diagnosis Keluarga Sehat ………………………………… 11
7. Komplikasi Keluarga Sehat ………………………………… 12
8. Pencegahan Keluarga Sehat ………………………………… 12
9. Penatalaksanaan Keluarga Sehat………………………………… 12

Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan

BAB III TINJAUAN KASUS ………………………………… 16

BAB IV PEMBAHASAN ………………………………… 19

BAB V PENUTUP ………………………………… 22

DAFTAR PUSTAKA ………………………………… 24

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakanng


Indonesia saat ini mengalami perubahan pola penyakit terkait dengan prilaku
hidup yang tidak sehat. Perubahan gaya hidup dan prilaku hidup tidak sehat
mengakibatkan transisi epidemiologi yaitu pergeseran pola penyakit yang
sebelumnya penyebab kesakitan dan kematian angka prevalensi terbesar adalah
penyakit menular beralih menjadi peningkatan prevalensi pada penyakit tidak
menular. Saat ini juga Indonesia sedang menghadapi masalah kesehatan yang sangat
serius yaitu masalah kesehatan beban ganda (triple burden) yaitu masih tingginya
penyakit menular sementara penyakit tidak menular dan gangguan jiwa bertambah
angka prevalensinya (Kemenkes, 2017).
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (germas) dicanangkan dalam rangka
penguatan pembangunan kesehatan yang mengepankan upaya preventif dan
promotif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitaif. Germas bertujuan
untuk menurunkan beban penyakit, menghindari terjadinya penurunan
produktivitas penduduk dan menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan
karena meningkatnya penyakit dan pengeluaran kesehatan. Germas juga dapat
dijadikan penguat upaya membudayakan pola hidup sehat. Selain itu Germas
merupakan sebuah gerakan yang sistematis dan terencana yang melibatkan seluruh
elemen masyarakat termasuk “keluarga” dengan kesadaran, kemauan dan
kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
Berawal dari Germas tercipta keluarga sehat maka terwujud Program Indonesia
Sehat (PIS). Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya untuk menumbuhkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi,
memelihara, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya untuk menumbuhkan
kesadaran kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan (Syahrullegiarto, 2016).
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dapat melibatkan kader kesehatan
dengan menggali potensi kearifan lokal (local wisdom) sebagai salah satu alat

5
pemberdayaan masyarakat (Juniarta dkk., 2013). Kearifan lokal menurut UU
No.32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup BAB I Pasal 1
butir 30 adalah “nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat
untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari” Hasil
penelitian yang dilakukan Yuniarty (2014) dan Maratalia (2009) ditemukan
rendahnya motivasi dan kinerja kader karena kurangnya pengetahuan dan
pengarahan pada kader tentang germas, kurangnya sosialisasi tentang germas,
sarana dan prasarana pelaksanaan germas, belum adanya dana pada pelaksanaan
germas pembuatan jamban sehat kurangnya koordinasi antar program pelaksanaan
germas, evaluasi program yang belum optimal, tidak adanya kelompok kerja khusus,
pembagian tugas, pendelegasian dari petugas kesehatan kepada kader dalam
sosialisasi germas guna memaksimalkan pencapaian tujuan program germas,
ditemukannya beberapa puskesmas dan posyandu hanya melaksanakan kegiatan
rutinitas posyandu tanpa sosialisasi ke warga tentang program germas, belum ada
kebijakan/perda mewajibkan untuk kegiatan germas walaupun sudah ada komitmen
namun hanya sebatas wacana.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti ditemukan beberapa
kader hanya pernah mendengar program germas, kader mengeluh hanya sekedar
mengetahui informasi yang masih minim tentang germas dibuktikannya masih
terdapatnya kekeliruan dalam menjelaskan tentang germas. Beberapa kader juga
ditemukan kurang percaya diri dalam mensosialisasi ke warga atau keluarga tentang
germas karena tidak didampingi petugas kesehatan sehingga mempengaruhi kinerja
dan motivasi kader dalam pelaksanaan kegiatan.
Berdasarkan latarbelakang tersebut maka peneliti tertarik meneliti “Efektivitas
Pemberdayaan Kader Kesehatan Dengan Model KIE (Komunikasi, Informasi dan
Edukatif) Berbasis Potensi Kearifan Lokal (Local Wisdom) Terhadap Motivasi Kader
Kesehatan Dalam Mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) Menuju
Keluarga Sehat” dimana dengan dilakukanya penelitian ini diharapkan adanya tindak
lanjut untuk pelaksanaan germas secara di kota Singkawang. Tujuan umum
penelitian ini adalah Mengetahui “Efektivitas Pemberdayaan Kader Kesehatan
Penggunaan Model KIE Berbasis Potensi Lokal (Local Wisdom) Terhadap Motivasi
Kader Kesehatan Dalam Mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)

6
Menuju Keluarga Sehat

1.2 Tujuan

Tujuan Umum

Untuk mengatahui dan menganalisis bagaimana deteksi dini dan penatalaksanaan


kelainan dan keganasan organ reproduksi dan konseling yang diberikan.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengatahuinPengertian Keluarga sehat


2. Untuk mengatahui Etiologi Keluarga sehat
3. Untuk mengatahui Patofisiologi Keluarga sehat
4. Untuk mengatahui Faktor Resiko Keluarga sehat
5. Untuk mengatahui Tanda Gejala Keluarga sehat
6. Untuk mengatahui Diagnosis Keluarga sehat
7. Untuk mengatahui Komplikasi Keluarga sehat
8. Untuk mengetahui Pencegahan Keluarga sehat
9. Untuk mengatahui Penatalaksanaan Keluarga sehat

1.3 Manfaat
Manfaat Teoritis
Mengaplikasikan teori asuhan komunitas praktik pelayanan kebidanan.

Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan dari institusi
secara langsung di lapangan dalam memberikan asuhan komunitas
b. Bagi Lahan Praktik
Dapat dijadikan sebagai acuan untuk dapat mempertahankan mutu pelayanan
terutama dalam memberikan asuhan pelayanan kebidanan terhadap kesehatan
komunitas
c. Bagi Klien
Klien mendapatkan asuhan kebidanan komprehensif yang sesuai dengan
standar pelayanan kebidanan.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Indonesia saat ini mengalami perubahan pola penyakit terkait dengan
prilaku hidup yang tidak sehat. Perubahan gaya hidup dan prilaku hidup tidak
sehat mengakibatkan transisi epidemiologi yaitu pergeseran pola penyakit yang
sebelumnya penyebab kesakitan dan kematian angka prevalensi terbesar adalah
penyakit menular beralih menjadi peningkatan prevalensi pada penyakit tidak
menular. Saat ini juga Indonesia sedang menghadapi masalah kesehatan yang
sangat serius yaitu masalah kesehatan beban ganda (triple burden) yaitu masih
tingginya penyakit menular sementara penyakit tidak menular dan gangguan
jiwa bertambah angka prevalensinya.
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (germas) dicanangkan dalam rangka
penguatan pembangunan kesehatan yang mengepankan upaya preventif dan
promotif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitaif. Gemas
bertujuan untuk menurunkan beban penyakit, menghindari terjadinya
penurunan produktivitas penduduk dan menurunkan beban pembiayaan
pelayanan kesehatan karena meningkatnya penyakit dan pengeluaran
kesehatan. Germas juga dapat dijadikan penguat upaya membudayakan pola
hidup sehat. Selain itu Germas merupakan sebuah gerakan yang sistematis dan
terencana yang melibatkan seluruh elemen masyarakat termasuk “keluarga”
dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat untuk
meningkatkan kualitas hidup. Berawal dari Germas tercipta keluarga sehat maka
terwujud Program Indonesia Sehat (PIS).
Program Indonesia sehat merupakan program utama pembangunan
kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya melalui rencana
strategis kementerian kesehatan tahun 2015 – 2019. Sasaran dari program
Indonesia sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat melalui upaya kesehatan dan perberdayaan

8
masyarakat.Pemberdayaan keluarga merupakaan upaya untuk menjalankan
peran sesuai dengan fungsinya dalam keluarga, dan mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki anggota keluarga secara maksimal, sehingga terbentuk
kemandirian keluarga.
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan gabungan dari tiga
konsep yaitu Komunikasi, Informasi dan Edukasi. Pengertian ketiga konsep
tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain.Komunikasi sebagai suatu proses
penyampaian isi pesan dari seseorang kepada pihak lain untuk mendapatkan
tanggapan, Informasi sebagai data dan fakta untuk diketahui dan dimanfaatkan
oleh siapa saja, sementara Edukasi didefinisikan sebagai sesuatu kegiatan yang
mendorong terjadinya perubahan (pengetahuan, sikap, perilaku dan
keterampilan) seseorang, kelompok dan masyarakat (BKKBN, 2009). Tujuan KIE
adalah mengubah sikap mental, kepercayaan nilai-nilai dan perilaku individu
serta kelompok masyarakat (BKKBN, 2011). Sementara BKKBN (2010)
merangkum bahwa tujuan KIE untuk mempercepat pencapaian suatu perubahan
pengetahuan, sikap, dan perilaku individu, keluarga dan masyarakat yang dapat
dilakukan melalui berbagai saluran komunikasi.

B. Etiologi
rendahnya motivasi keluarga karena kurangnya pengetahuan dan pengarahan pada
keluarga tentang germas, kurangnya sosialisasi tentang germas, sarana dan prasarana
pelaksanaan germas, belum adanya dana pada pelaksanaan germas pembuatan jamban
sehat kurangnya koordinasi antar program pelaksanaan germas, evaluasi program yang
belum optimal, tidak adanya kelompok kerja khusus, pembagian tugas, pendelegasian
dari petugas kesehatan kepada kader dalam sosialisasi germas guna memaksimalkan
pencapaian tujuan program germas, ditemukannya beberapa puskesmas dan posyandu
hanya melaksanakan kegiatan rutinitas posyandu tanpa sosialisasi ke warga tentang
program germas, belum ada kebijakan/perda mewajibkan untuk kegiatan germas
walaupun sudah ada komitmen namun hanya sebatas wacana.
Beberapa keluarga hanya pernah mendengar program germas, keluarga mengeluh
hanya sekedar mengetahui informasi yang masih minim tentang germas dibuktikannya
masih terdapatnya kekeliruan dalam menjelaskan tentang germas. Beberapa keluarga

9
juga ditemukan kurang percaya diri dalam mensosialisasi tentang germas terhadap
anggota keluarganya sendiri karena tidak didampingi petugas kesehatan sehingga
mempengaruhi motivasi keluarga dalam pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan latar
belakang diatas maka pengabdi tertarik untuk Pemberdayaan anggota keluarga sebagai
kader keluarga melalui model KIE dapat mewujudkan Gerakan masyarakat sehat dan
Program Indonesia sehat melalui pendekatan keluarga. Dari masalah yang teridentifikasi
maka rumusan masalah pengabdian kepada masyarakat ini adalah Bagaimana
meningkatkan-pengetahuan pemahaman, keterampilan serta kemandirian masyarakat
dan keluarga dalam Melaksanakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)
C. Patofisiologi

D. Faktor Resiko

E. Tanda Gejala

F. Diagnosis

G. Komplikasi

H. Pencegahan
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (germas) dicanangkan dalam rangka
penguatan pembangunan kesehatan yang mengepankan upaya preventif
dan promotif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitaif.
Gemas bertujuan untuk menurunkan beban penyakit, menghindari
terjadinya penurunan produktivitas penduduk dan menurunkan beban
pembiayaan pelayanan kesehatan karena meningkatnya penyakit dan
pengeluaran kesehatan. Tantangan terbesar bangsa Indonesia saat ini
adalah adanya masalah kesehatan beban ganda penyakit “Triple Burden”

10
yaitu Penyakit menular masih tinggi prevalensinya sementara penyakit
tidak menular dan gangguan jiwa bertambah. Germas merupakan sebuah
gerakan yang sistematis dan terencana yang melibatkan seluruh elemen
masyarakat termasuk “keluarga” dengan kesadaran, kemauan dan
kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
Berawal dari Germas tercipta keluarga sehat maka terwujud Program
Indonesia Sehat (PIS).
Pemberdayaan keluarga merupakaan upaya untuk menjalankan peran
sesuai dengan fungsinya dalam keluarga, dan mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki anggota keluarga secara maksimal, sehingga
terbentuk kemandirian keluarga. Pemberdayaan Keluarga melalui Model
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) mendorong terjadinya perubahan
(pengetahuan, sikap, perilaku dan keterampilan) seseorang, kelompok dan
masyarakat individu, keluarga dan masyarakat yang dapat dilakukan
melalui berbagai saluran komunikasi seperti adanya “buku saku germas
keluarga”, formulir pemantauan status kesehatan keluarga, booklet,
pedoman pelaksanaan germas, koordinasi kader serta diadakan pelatihan
kader keluarga dan lain-lain. Kader keluarga adalah kepala
keluarga/anggota keluarga/penghuni dalam satu rumah yang disepakati
untuk melaksanakan pemantau kesehatan keluarga di rumahnya. Kader
keluarga selalu berkoordinasi dengan kader kesehatan dan melaporkan
status kesehatan keluarga. Pemberdayaan anggota keluarga sebagai kader
keluarga sejalan dengan tujuan dari gerakan masyarakat hidup sehat dan
memiliki dampak kesehatan keluarga termonitoring, keluarga masih
produktif, kebersihan terjaga serta biaya pengobatan berkurang. Bagi
Pemegang Program Pemberdayaan Masyarakat diharapkan membuat
kebijakan pelaksanaan Program Germas melalui pemberdayaan keluarga
sebagai kader keluarga dengan intervensi model KIE dengan melibatkan
sumber daya dan fasilitas yang mendukung.

I. Penatalaksanaan
Pelatihan merupakan kunci dari pelaksanaan program yang dicanangkan. Pelatihan akan

11
menyebabkan perubahan yang sistematis dari knowledge, skill, attitude, dan behaviour
yang terus mengalami peningkatan yang dimiliki oleh setiap peserta, dan diharapkan
dapat mewujudkan sasaran yang ingin dicapai.3 Menurut Byars dan Rue “Pelatihan
adalah proses pembelajaran yang melibatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan melaksanakan suatu
pekerjaan”.14 Pelatihan KS akan memberikan bekal kepada surveyor tentang konsep
dan implementasi PISPK di lapangan dan menciptakan surveyor yang memiliki
kemampuan serta keterampilan yang berkualitas.
Pascapelatihan KS diharapkan peserta mampu segera melakukan implementasi PISPK
dengan baik di wilayah kerja masing- masing sesuai dengan tahapan yang terintegrasi
dengan manajemen puskesmas (Buku Pedoman Pelaksanaan PISPK). Tiap tim harus
mampu melakukan wawancara seluruh anggota keluarga, mengetahui kondisi dan
permasalahan kesehatan yang dihadapi keluarga, edukasi/ intervensi awal, analisis, dan
interprestasi data. Kemudian bersama dengan Kepala Puskesmas akan merumuskan
intervensi lanjutan, serta rencana usulan kegiatan yang akan dilakukan untuk mengatasi
permasalahan per wilayah maupun per indikator. Dengan demikian PISPK bukan hanya
sekedar mengumpulkan data, namun dapat untuk mendekatkan akses fasilitas
kesehatan kepada masyarakat, memberikan pelayanan yang komprehensif guna
mewujudkan Indonesia sehat.15 Tidak hanya itu, surveyor terlatih diharapkan mampu
melakukan transfer of knowledge kepada teman sejawat di puskesmas melalui On Job
Training (OJT) sekaligus sebagai leader dalam tim yang dibentuk. Hal ini mengingat
kondisi terbatasnya jumlah SDM yang melakukan kunjungan ke seluruh keluarga yang
berada di wilayah puskesmas.7
Kepala Puskesmas dan staf Dinas Kesehatan yang mengikuti pelatihan juga akan
berdampak positif sebagai regulator dan
motor dalam mempercepat dan memperlancar implemetasi PISPK. Pascapelatihan
Kepala Puskesmas langsung membentuk tim melalui SK dengan pembagian tugas yang
jelas, menyiapkan sumber daya yang ada untuk melaksanakan PISPK di wilayah kerjanya
sesuai dengan tahapan manajemen puskesmas.7 Penanggung jawab KS Dinas Kesehatan
yang belum terpapar PISPK dikarenan perubahan status koordinator di Dinas Kesehatan
juga sangat berpengaruh dalam mengatur kebijakan, mempersiapkan sumber daya,
memberikan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.16 Oleh karena itu, pelatihan

12
harus dipersiapkan dan berproses dengan efektif.
Faktor yang mempengaruhi efektivitas pelatihan antara lain adalah kompetensi pelatih/
fasilitator, materi, dan metode yang digunakan.3 Pelatih yang memberikan materi PISPK
di lima Bapelkes lokus telah memiliki kompetensi, karena sebelumnya sudah mengikuti
ToT. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik bahwa pelatih memegang peran penting
terhadap kelancaran dan keberhasilan program pelatihan sehingga
perludipilihpelatihyangahli,danberkualifikasi professional.17. Analisis Abdul Rahman5
juga menunjukkan bahwa kompetensi pelatih merupakan kontribusi tertinggi dari
pelatihan diikuti metode dan materi pelatihan. Sementara itu, peserta sudah sebagian
besar memenuhi kriteria dalam kurikulum. Keterbatasan sumber daya manusia yang ada
di puskesmas menyebabkan adanya beberapa peserta yang dikirim mengikuti pelatihan
memiliki tingkat pendidikan kurang dari DIII kesehatan. Kesesuaian peserta dengan
kriteria juga memengaruhi kesiapan dalam proses pembelajaran dan kinerja selain
motivasi individu dalam mengikuti pelatihan. Pendidikan memengaruhi keterampilan
dan pengetahuan dasar berbagai tugas/kegiatan selama pelatihan.18 Sarana dan
prasarana yang ada sebagai pendukung yang juga mempengaruhi pelatihan19 sudah
disiapkan dengan baik, walaupun ada beberapa yang harus diperbaiki seperti perbaikan
AC ruang kelas sehingga peserta merasa nyaman selama proses belajar mengajar;
menyiapkan Pinkesga yang cukup sehingga setiap peserta dapat mengaplikasikannya
pada saat praktik lapangan serta mampu memahami fungsi dan tujuan penggunaannya
sebagai bahan KIE; memperkuat bandwidth jaringan nirkabel sehingga peserta dapat
melakukan entri data yang diperoleh dari PKL dengan lancar.
Pelatih sebaiknya dapat hadir sesuai jadwal yang telah disusun berdasarkan kurikulum
sehingga materi yang diberikan runut, dan peserta dapat memahami dengan lebih baik.
Pelatih sudah memiliki SK yang seharusnya dapat dibebaskan dari tugas kedinasan
lainnya. Hal ini berkaitan dengan program pelatihan yang penting diperhatikan agar
dapat berlangsung sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Program
pelatihan yang berjalan sesuai rencana, diharapkan dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.17 Bahan ajar yang disampaikan dapat dimodifikasi dengan tetap tidak
menghilangkan tujuan pembelajaran per materi dengan tampilan yang jelas dan mudah
dipahami oleh peserta.
Materi pelatihan yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai menentukan efisiensi

13
dan efektivitas pelatihan.5,17 Pada pelatihan KS, materi pertama yang disampaikan
adalah konsep dasar dan tujuan PISPK. Hal ini bertujuan agar peserta terlebih dahulu
memahami tentang konsep dasar dan tujuan pelaksanaan program ini. Materi yang
disampaikan selanjutnya terkait dengan 12 indikator PISPK. Pada saat pembelajaran
dalam materi ini tidak banyak mengundang peserta untuk aktif berdiskusi. Hal ini
disebabkan materi program sudah banyak dipahami oleh peserta yang mayoritas juga
merupakan pemegang program terkait indikator PISPK, materi yang disampaikan hanya
sebagai wahana mengingatkan kembali tentang program-program yang sudah berjalan.
Materi yang paling banyak mendapatkan perhatian dan pertanyaan peserta adalah
materi manajemen pendekatan keluarga (MI7), terutama masalah DO indikator PISPK
dan aplikasi KS yang disajikan dalam waktu 3 dan 2 jpl. Hal ini bisa dipahami karena
materi ini merupakan inti dari pelatihan. Peserta nantinya akan berkunjung ke keluarga
untuk wawancara, dan menuliskan hasilnya ke dalam Prokesga. Pemahaman DO tiap
indikator perlu diperkuat sehingga data yang terkumpul berkualitas. Perbedaan persepsi
pelatih tentang wawancara
terhadap seluruh anggota keluarga seharusnya tidak terjadi agar tidak terjadi
kebingungan surveyor dalam mengimplementasikannya.
Selain materi yang ada dalam kurikulum, diperlukan juga tambahan materi
pengorganisasian lapangan. Hal ini sangat diperlukan karena hasil riset implementasi
menunjukkan bahwa kunjungan rumah dilakukan oleh tim masih belum terorganisir.
Kunjungan dilakukan tanpa membuat listing rumah tangga, dan pembagian tugas tim
yang jelas, tidak menyelesaikan tiap RT/RW/desa. Kondisi ini menyebabkan ada
beberapa keluarga yang dikunjungi dua kali oleh tim yang berbeda, data yang dientri
oleh tiap tim belum lengkap dikarenakan kuesioner yang belum diedit masih ada yang
tidak terisi, dan hal ini mengakibatkan analisis data RT/RW/desa belum dapat dilakukan.
Materi tentang pengelolaan pangkalan data, pengolahan data keluarga, perumusan
intervensi masalah kesehatan dan penyusunan rencana puskesmas juga perlu mendapat
perhatian lebih dengan waktu yang cukup. Hasil pendampingan menunjukkan
puskesmas belum melakukan analisis karena data yang telah dientri akan langsung
masuk ke server pusat, kalkulasi IKS yang memerlukan waktu berkala. Baru satu dari
delapan puskesmas yang melakukan juga entri data secara offline agar mempunya raw
data individu.7,16

14
Evaluasi yang dilakukan oleh Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat tahun 2017 pada
12 kabupaten/kota juga memperlihatkan bahwa hampir semua kabupaten telah
melakukan entri data baik secara online dan atau secara manual. Namun hanya lima
kabupaten yang sudah melakukan tahap analisa dan intepretasi data untuk melihat IKS
pada tingkat desa/kelurahan.20 Hasil temuan ini juga seiring dengan evaluasi PISPK yang
dilakukan oleh Direktorat Yankes Primer. Walaupun puskesmas terlatih sudah 95,81%9
dan 94,10% provinsi sudah melakukan kunjungan keluarga lebih dari 30%,21 namun
intervensi lanjut baru dilakukan oleh 48,72%, dan analisis perubahan IKS baru
dilaksanakan pada 25,29% puskesmas.9 Penguatan materi pengelolaan dan analisis data
sangatlah penting mengingat kondisi di lapangan, surveyor terlatih juga merupakan PJ
KS di puskesmas yang selain sebagai koordinator juga harus mampu mengelola
pangkalan data, melakukan pengolahan/analisis data. Bersama tim dan Kepala
Puskesmas merumuskan prioritas masalah kesehatan yang ada. Dengan demikian,
materi MI7 ditunjang dengan pengelolaan dan interpretasi data perlu dijadikan fokus
dalam pelatihan dengan penambahan jpl.
Selain pelatih dan materi, metode pelatihan juga sangat mempengaruhi efektivitas
pelatihan. Pelatih diharapkan mampu mengajak peserta untuk terlibat aktif berdiskusi,
memberikan contoh kehidupan nyata, interaksi, memberikan cerita/ilustrasi, atau
demonstrasi.3 Tugas pelatih tidak hanya memberikan teori dan praktik, tetapi juga
dapat membentuk cara berpikir kritis, dan bagaimana mempraktikkan pengetahuan
yang diperolehnya. Melalui partisipasi aktif maka peserta pelatihan akan semakin
menyadari masalah-masalah yang dihadapi sehingga ia berusaha memecahkan masalah
yang sulit secara bersama-sama.
Materi komunikasi efektif sebaiknya disampaikan setelah manajemen keluarga. Dengan
demikan, setelah memberikan teori komunikasi yang baik dan benar pelatih dapat
memberikan contoh atau melakukan simulasi/ role play pelaksanaan kegiatan PISPK.
Simulasi bisa dilakukan mulai dari bagaimana koordinasi petugas dengan tokoh
masyarakat/ kader sebelum kunjungan rumah, wawancara keluarga menanyakan
tentang indikator PISPK dalam Prokesga, memberikan edukasi kondisi kesehatan
keluarga, bagaimana mencatat temuan dan mengkomunikasikannya kepada keluarga
dan pemegang program di puskesmas. Melalui simulasi wawancara sesama/antar
peserta dapat mengajak seluruh peserta menjadi lebih aktif dan mungkin dapat lebih

15
membekas/memberikan pengalaman dalam pelatihan. Analisis tentang validasi rumah
tangga yang dilakukan oleh Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan
memperlihatkan bahwa tidak semua pertanyaan dalam prokesga ditanyakan, observasi
jamban dan SAB ada yang tidak dilakukan, kunjungan ulang tidak dilakukan.

KONSEP DASAR MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN

Manajemen kebidanan, adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan


dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari
pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan dan evaluasi. Asuhan
kebidanan, adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab
bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai
kebutuhan/masalah di bidang kesehatan ibu pada masa kehamilan, persalinan,
nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana (Permenkes 1416, 2007).

Proses ini menguraikan bagaimana perilaku yang diharapkan dari pemberi


asuhan. Proses manajemen ini bukan hanya terdiri dari pemikiran dan tindakan
saja, melainkan juga perilaku pada setiap langkah agar pelayanan yang
komprehensif dan aman dapat tercapai.

Manajemen Asuhan Kebidanan Menurut Helen Varney

Langkah I : Pengumpulan data dasar

Dilakukan pengkajian dengan pengumpulan semua data yang diperlukan


untuk evaluasi keadaan klien secara lengkap. Mengumpulkan semua informasi
yang akurat dari sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

Langkah II: Interpretasi data dasar

Dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah klien


atau kebutuhan berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Kata “masalah dan diagnose” keduanya digunakan karena beberapa
masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan
penanganan yang dituangkan dalam rencana asuhan kebidanan terhadap klien.
Masalah bisa menyertai diagnose. Kebutuhan adalah suatu bentuk asuhan yang

16
harus diberikan kepada klien, baik klien tahu ataupun tidak tahu.

Langkah III: mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial

Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan


rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Membutuhkan
antisipasi, bila mungkin dilakukan pencegahan. Penting untuk melakukan asuhan
yang aman.

Langkah IV: Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau
untuk dikonsultaikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien.

Langkah V: Merencanakan asuhan yang menyeluruh

Merencanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah


sebelumnya. Rencana asuhan yg menyeluruh meliputi apa yang sudah
diidentifikasi dari klien dan dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita
tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya.

Langkah VI: Melaksanakan perencanaan

Melaksanakan rencana asuhan pada langkah ke lima secara efisien dan


aman. Jika bidan tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab
untuk mengarahkan pelaksanaanya.

Langkah VII: Evaluasi

Dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi


pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan didalam masalah dan
diagnosa.

17
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN KELUARGA BERENCANA

DETEKSI DINI DAN PENATALAKSANAAN KELAINAN DAN


KEGANASAN ORGAN REPRODUKSI PADA NY. E UMUR 35th
DENGAN ADENOMIOSIS

18
Tanggal pengkajian :

10 Januari 2023

Tempat pengkajian :

Poli Kebidanan dan Kandungan RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu

Nama mahasiswa : Diinaa Almaas Salsabiila

Jam : 19.06 WIB

I. DATA SUBJEKTIF

Identitas Istri Suami

Nama Ny. E Tn. B


Umur 35 tahun 36 tahun
Pendidikan SMA SMK
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Wiraswasta
Agama Islam Islam
Alamat Jatisawit 2/7 Jatisawit 2/7

Alasan Datang/ Kunjungan :

Ibu mengeluhkan nyeri panggul dan kram perut, menstruasi lebih dari 7
hari, BAB dan BAK (-), Keputihan (-)

Riwayat Kesehatan

1. Riwayat penyakit lalu : Pernah operasi kista ovarium kanan, jinak


2. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada

II. DATA OBJEKTIF


A. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis

19
3. TTV
a. TD : 120/ 68 mmHg
b. N : 75x/ mnt
4. BB : 63 kg
5. TB : 158 cm
B. Pemeriksaan Penunjang
USG TV : Kesan membesar 7,67 cm x 5,93cm, multilokuler, bag
padat (-), asites (-), massa adnexal (-)

III. ANALISIS

Ny. E umur 35 th P0A0 dengan Adenomiosis

IV. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 10 Januari 2023
Pukul : 19.06 WIB
1. Bidan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan observasi keadaan umum
pasien.
(Pasien bersedia diperiksa)
2. Bidan memberikan informasi pada ibu tentang hasil pemeriksaan
(Ibu mengetahui hasil pemeriksaan)
3. Bidan mengarahkan untuk konsultasi dengan doketr spesialis obstetric dan
ginekologi
(Ibu segera konsultasi dengan dokter didampingi oleh Bidan)
4. Dokter melakukan pemeiksaan USG Transvaginal. Bidan menganjurkan ibu
untuk melepas pakaian dalamnya.
(Ibu bersedia untuk dilakukan USG TV)
5. Bidan mendampingi Ibu saat diperiksa doketr
(Ibu bersedia untuk di damping)
6. Dokter memberitahukan hasil pemeriksaan USG TV. Bidan memberi
semangat dan support kepada pasien.
(Ibu merasa lebih baik)
7. Dokter menyarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan USG setiap 3
bulan dan menganjurkan pasien untuk berobat ke dokter spesialis obstetric

20
dan ginekologi konsultan fertilitas, jika pasien dan suami ingin memiliki
anak.
(Ibu bersedia untuk melakukan pmeriksaan dan pergi ke konsultan fertilitas)

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas tentang studi kasus yang digunakan penulis di
Poli Kandungan dan Kebidanan RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu yang
kemudian dibandingkan dengan teori yang ada.

Pengkajian dengan mengumpulkan data dasar yang merupakan tahap awal


dari manajemen kebidanan dilaksanakan dengan cara wawancara dan observasi

21
langsung. Hasil pengkajian pada tanggal 10 Januari 2023 diperoleh hasil bahwa
ibu mengatakan Ibu mengeluhkan nyeri panggul dan kram perut, menstruasi lebih
dari 7 hari, BAB dan BAK normal, tidak ada keputihan, ibu mengatakan pernah
melakukan operasi kista jinak di ovarium kanannya. Kemudian dokter dibantu
oleh bidan melakukan pemeriksaan umum dengan hasil keadaan umum : Baik,
Kesadaran : Composmentis, TD : 120/ 68 mmHg, N : 75x/ mnt, BB : 63 kg, TB :
158 cm. Setelah itu dokter melakukan pemeriksaan penunjang dengan USG
Transvaginal, hasil pemeriksaan menunjukan bahwa terdapat kesan membesar
7,67 cm x 5,93cm, multilokuler, tidak ada bag padat, tidak ada asites, dan tidak
ada massa adnexal. Dokter mengatakan bahwa kejadian tersebut dapat kembali
mengecil jika sudah memasuki menopause.

Jika dibandingkan dengan teori tidak terdapat kesenjangan dalam


pengkajian data subjektif dan data objektifnya. Semua dilakukan sesuai dengan
teori bahwa pengkajian dilakukan dengan pengumpulan semua data yang
diperlukan untuk evaluasi keadaan klien secara lengkap. Mengumpulkan semua
informasi yang akurat dari sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. (Halen
Varney, 2007)

Kemudian dokter menegakkan diagnosa bahwa pasien mengalami


adenomiosis, sedangkan diagnosis bidan yang ditegakkan adalah Ny. E umur 35
th P0A0 dengan Adenomiosis. Dalam hal ini juga tidak terdapat kesenjangan,
pengkajian dan hasil pemeriksaan sudah sangat jelas menunjukkan bahwa pasien
mengalami faktor resiko dan gejala sesuai dengan yang telah disebutkan dalam
tinjauan teori bab 2 diatas. Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya
adenomiosis diantaranya adalah sebagai berikut : pernah menjalani operasi pada
Rahim, seperti kuret atau operasi Caesa, pernah melahirkan, menderita obesitas,
berusia 40 hingga 50 tahun. Jika disesuaikan dengan kasus yang penulis ambil,
faktor resiko yang melatarbelakangi ditegakkannya diagnosis adenomiosis adalah
pasien pernah menjalani operasi pada rahim, pasien pernah melakukan operasi
kista jinak di ovarium kanannya pada tahun 2020 lalu, sehingga ini dapat menjadi
salah satu penyebab terjadinya adenomiosis pada pasien.

22
Selain itu pasien juga mengalami gejala – gejala sesuai dengan teori yang
telah disebutkan bahwa beberapa wanita mungkin saja tidak mengalami gejala
sama sekali sementara yang lainnya mungkin memiliki gejala yang parah dan
melemahkan, diantaranya adalah Meningkatnya rasa nyeri saat selama menstruasi
dan ovulasi, Merasakan sakit selama berhubungan intim, Mengalami menstruasi
yang berat dan berkepanjangan, Terjadi pembekuan darah saat menstruasi, Terjadi
pendarahan yang berlebihan saat menstruasi, Nyeri panggul dan kram perut saat
menstruasi. Ketika dilakukan pengkajian pasien mengatakan bahwa ketika sedang
menstruasi, pasien mengalami nyeri yang berlebihan, menstruasinya juga lama
atau berkepanjangan yang disertai dengan nyeri panggul dan kram perut. Maka
parktek dilapangan yang penulis laksanakan tidak ditemui kesenjangan dengan
teori – teori yang penulis dapatkan.

Penatalaksanaan yang dilakukan dalam praktik juga sesuai dengan teori


yang telah dikaji. Bidan berkolaborasi dengan dokter spesialis obstetric ginekologi
melakukan penatalaksanaan sebagai berikut Bidan melakukan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan observasi keadaan umum pasien. Bidan memberikan
informasi pada ibu tentang hasil pemeriksaan. Bidan mengarahkan untuk
konsultasi dengan doketr spesialis obstetric dan ginekologi. Dokter melakukan
pemeiksaan USG Transvaginal. Bidan menganjurkan ibu untuk melepas pakaian
dalamnya. Bidan mendampingi Ibu saat diperiksa dokter. Dokter memberitahukan
hasil pemeriksaan USG TV. Bidan memberi semangat dan support kepada pasien.
Dokter menyarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan USG setiap 3 bulan
dan menganjurkan pasien untuk berobat ke dokter spesialis obstetric dan
ginekologi konsultan fertilitas, jika pasien dan suami ingin memiliki anak.

Dalam teori dijelasakan bahwa wewenang bidan diatur dalam Permenkes


RI No. 28 tahun 2017 bagian kedua tercantum pada pasal 18 bahwa dalam
penyenggaraan praktik kebidanan, bidan memiliki kewenangan untuk
memberikan pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak dan pelayanan
kesehatan reproduksi serta keluarga berencana. Pasal 21 Permenkes RI No. 28
tahun 2017 menjelaskan wewenang bidan dalam memberikan pelayanan

23
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, meliputi : memberikan
penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana. Bidan juga memiliki wewenang untuk memberikan pelayanan
kotrasepsi oral, kondom, dan suntikan. Selain wewenang yang telah dijelaskan
pada Pasal 18, bidan juga memiliki kewenangan memberikan pelayanan
berdasarkan penugasan dari pemerintah sesuai kebutuhan dan pelimpahan
wewenang melakukan tindakan pelayanan kesehatan sencara mandat dari dokter.

Langkah terakhir yang dilakukan oleh bidan dengan berkolaborasi


bersama dokter spesialis obstetric ginekologi adalah melakukan evaluasi. Langkah
evaluasi ini merupakan langkah terakhir dari asuhan kebidanan yang bertujuan
intik menilai sejauh mana keberhasilan dalam memberikan pelayanan dan
pemahaman terhadap pasien. Dalam teori disebutkan bahwa dilakukan evaluasi
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan
akan bantuan apakah benar – benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasikan didalam masalah dan diagnosa. (Halen
Varney, 2007). Tidak terdapat kesenjangan antara pelaksanaan di poli dengan
teori yang telah disebutkan. Bidan dan dokter selalu menanyakan berulangkali
tentang kepahaman pasien dan keluarga serta adakah sesuatu yang belum
dipahami atau ingin ditanyakan. Jika tidak ada maka bidan melakukan evaluasi
dengan memberikan pertanyaan ulang, dan pada saat itu pasien dapat
menjawabnya dengan baik.

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil studi kasus yang dilakukan penulis terhadap Ny. E
umur 35 th di Poli Kandungan dan Kebidanan RSU Muhammadiyah Siti Aminah
Bumiayu, didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat kesenjangan antara praktik
dan teori yang penulis kaji. Dalam teori dijelasakan bahwa wewenang bidan diatur

24
dalam Permenkes RI No. 28 tahun 2017 bagian kedua tercantum pada pasal 18
bahwa dalam penyenggaraan praktik kebidanan, bidan memiliki kewenangan
untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi serta keluarga berencana.
Pasal 21 Permenkes RI No. 28 tahun 2017 menjelaskan wewenang bidan dalam
memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana,
meliputi : memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana. Selain wewenang yang telah dijelaskan pada
Pasal 18, bidan juga memiliki kewenangan memberikan pelayanan berdasarkan
penugasan dari pemerintah sesuai kebutuhan dan pelimpahan wewenang
melakukan tindakan pelayanan kesehatan sencara mandat dari dokter.

Pada intinya, Bidan di RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu


melakukan tugasnya sesuai dengan peran dan wewenangnya dalam asuhan
kesehatan reproduksi dan keluarga berencana. Bidan berkolaborasi dengan dokter
spesialis obstetric dan ginekologi dalam pemberian penatalaksanaan terhadap
pasien.

Saran

Dari hasil selama saya melakukan kegiatan field lab asuhan kesehatan
reproduksi dan keluarga berencana, saya memberikan saran agar field lab dapat
dilaksanakan dengan lancar dan baik kedepannya serta saya berharap kepada
seluruh peserta field lab agar mempersiapkan diri dengan menguasai pelajaran
yang akan diterapkan dalam field lab dan mempersiapkan mental serta fisik yang
kuat, agar memudahkan dalam melakukan praktek di RSU Muhammadiyah Siti
Aminah Bumiayu. Saya juga ingin memberikan saran pada pihak RSU
Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu agar tidak perlu sungkan terhadap kami
selaku mahsiswa kebidanan, usahakan berikan tugas asalkan dengan bimbingan
terlebih dahulu sebelum tugas dilaksanakan, agar hasilnya menjadi efektif, efisien
dan sesuai dengan yang diharapkan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Arellano Pichardo, E. I., & Labastida Torres, J. (2018). Prevalencia de


adenomiosis en piezas quirúrgicas de histerectomía y factores de riesgo
clínicos relacionados. Acta médica Grupo Ángeles, 16(1), 15-22.

Djuwantono, T., Permadi, W., Septiani, L., Faried, A., Halim, D., & Parwati, I.
(2017). Female genital tuberculosis and infertility: serial cases report in
Bandung, Indonesia and literature review. BMC research notes, 10(1), 1-7.

26
Gallo, J. L., Pérez-Herrezuelo, I., Díaz, M. A., Tirado, P., & Montoya, F. (2006).
Adenomiosis: una afección uterina frecuente. Clínica e Investigación en
Ginecología y Obstetricia, 33(2), 59-63.

Obstetri, P. I. T. X. P., & Indonesia, G. (2019). Oral Presentation. Majalah


Obstetri dan Ginekologi, 27, 3-66.

Rusnaidi, R., & Ayu, D. M. (2020). Pengaruh Adenomiosis Terhadap Kejadian


Infertilitas. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 3(4), 38-44.

Shen, X., Duan, H., Wang, S., Hong, W., Wang, Y. Y., & Lin, S. L. (2019).
Expression of cannabinoid receptors in myometrium and its correlation with
dysmenorrhea in adenomyosis. Reproductive Sciences, 26(12), 1618-1625.

27

Anda mungkin juga menyukai