Anda di halaman 1dari 28

Analisis Program Pencegahan Stunting Pada Puskesmas Kapan Kecamatan

Mollo Utara Kabupaten Timor Tengah Selatan

Mata kuliah: Seminar Kebijakan Publik

Dosen pengasuh:

1. Dr. Petrus Kase, M.Soc.Sc, 2. Dr. Maria M. Lino, M.Si dan Dr. William Djani, M.Si

Oleh:

Fanderio Rafael Banunaek

2211022009

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Situasi dunia pada saat ini terdapat sekitar 162 juta anak berusia dibawah lima

tahun mengalami stunting. Jika tren seperti ini terus berlanjut diproyeksikan bahwa pada

tahun 2025 terdapat 127 juta anak berusia dibawah lima tahun akan mengalami stunting.

Menurut United Nations Children's Emergency Fund (UNICEF) lebih dari setengah anak

stunting atau sebesar 56% tinggal di Asia dan lebih dari sepertiga atau sebesar 37%

tinggal di Afrika. Kekurangan gizi mempengaruhi 20% anak balita di negara

berkembang. Stunting merupakan salah satu bentuk kurang gizi pada saat anak memiliki

tinggi badan yang rendah untuk usianya. Prevalensi global stunting pada 2019 adalah

21,4% (Grantina et al, 2020).

Salah satu dari berbagai Negara berkembang di dunia yang sedang menghadapi

permasalahan gizi stunting (balita pendek) adalah Indonesia. Diketahui bahwa triple

ganda permasalahan gizi di Indonesia adalah stunting, wasting dan overweight. Hasil riset

Bappenas tahun 2019 menyatakan bahwa Indonesia merupakan Negara dengan peringkat

stunting tertinggi nomor 5 di Asia. Sedangkan pada level Asia Tenggara, Bank

Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) melaporkan prevalensi anak

penderita stunting usia di bawah lima tahun (balita) Indonesia merupakan yang tertinggi

kedua di Asia Tenggara.

Penanganan stunting perlu menjadi perhatian mengingat dapat berdampak kepada

tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktifitas dan

menghambat perekonomian keluarga dan Negara seperti pertumbuhan ekonomi,


meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan. Kementerian Keuangan menguitp World

Bank Investing mencatat, stunting dapat menghilangkan 11 persen produk domestik bruto

(PDB) dan mengurangi pendapatan pekerja orang dewasa hingga 20%. Selain itu, dapat

mengurangi 10 persen dari total pendapatan seumur hidup keluarga dan menimbulkan

kemiskinan antar generasi (katadata.co.id, 2020).

Data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia manyatakan bahwa di Indonesia

prevalensi balita mengalami stunting pada 2019 menurun dibandingkan 2018, yaitu dari

30,8 persen menjadi 27,7 persen namun angka ini tetapi tinggi sedangkan berdasarkan

hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian

Kesehatan, angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4%, atau

menurun 6,4% dari angka 30,8% pada 2018.

Dari 260 kabupaten/kota yang pada tahun 2020 ditetapkan sebagai kabupaten/kota

dengan fokus intervensi penurunan stunting diketahui bahwa terdapat beberapa

kabupaten/kota tersebut berada di Provinsi NTT. Hal ini dinilai logis karena dalam

Laporan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan menempatkan Propinsi NTT

sebagai provinsi yang memiliki angka prevalensi stunting tertinggi di Indonesia bahkan

angka prevalensi stunting di Provinsi NTT lebih tinggi Provinsi Papua dan Papua Barat

sebagai provinsi termiskin di Indonesia.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi NTT Tahun 2022 diketahui bahwa

dari 22 Kabupaten/kota di Propinsi NTT, terdapat 11 Kabupaten dengan angka prevalensi

stunting yang naik dan turun secara fluktuatif salah satunya adalah Kabupaten Timor

Tengah Selatan yang prevalensi stunting nya turun dari 32.1% pada tahun 2021 ke angka

29.8% pada Februari 2022 namun angka tersebut masih tinggi dibanding kabupaten lain
di NTT dengan total angka prevalensi stunting berjumlah 12,439 anak dan dalam upaya

mempercepat penurunan stunting maka diperlukan gerakan secara holistik, integratif dan

berkualitas melalui koordinasi, sinergi dan sinkronisasi di antara kementerian/lembaga,

pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah desa dan

pemangku kepentingan maka pada Agustus 2021 dikeluarkan Peraturan Presiden RI

Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Beberapa faktor yang mendukung terlaksananya suatu program adalah

komunikasi yang sudah berjalan dengan baik, sosialisasi dan pusat kesehatan masyarakat

dengan melibatkan lintas sektor, sedangkan faktor penghambat termasuk sumber daya

infrastruktur masih terbatas (Pujosiswanto, Palutturi, & Ishak, 2018). Kesenjangan dalam

pemanfaatan pusat kesehatan juga ditemukan dalam kategori lain, yaitu status pekerjaan,

tingkat sosial ekonomi, waktu perjalanan dan biaya transportasi ke pusat kesehatan

(Laksono, Wulandari, & Soedirham, 2019) namun sangat sedikit penelitian terdahulu

yang meyelidiki peran bidan dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap bayi dan

ibu yang berpotensi stunting atau telah menderita stunting.

Dalam kebijakan tersebut, pada tingkat desa/kelurahan tim percepatan penurunan

stunting melibatkan tenaga kesehatan paling sedikit bidan, tenaga gizi dan tenaga

kesehatan lingkungan. Dari ketiga tenaga kesehatan utama ini, bidan merupakan tenaga

kesehatan yang paling banyak dan tersebar hampir pada setiap desa di seluruh Indonesia.

Bidan dapat berkonsultasi dengan berbagai spesialis dalam merawat ibu dan bayi atau

bidan dapat menyediakan semua perawatan primer yang dibutuhkan untuk ibu dan bayi,

mulai dari konsepsi sampai enam minggu setelah melahirkan (Ontario Midwifery, 2014).
Bidan mempunyai peranan penting dalam penanganan stunting yakni melakukan

intervensi pada ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita, anak usia sekolah dan pada

remaja usia produktif. Bidan berperan tidak saja pada tingkat penanganan/kuratif tapi

juga pada tingkat pencegahan bahkan pada tingkat yang paling awal yakni pada remaja

putri yang nanti akan menjadi calon ibu, sedangkan Nurfatimah, et al. (2021) menemukan

bahwa intervensi kebidanan berupa pemberian asuhan kebidanan yang berkesinambungan

berupa pemberian ASI ekslusif dapat mencegah terjadinya stunting pada anak.

Bidan berperan dalam mengingatkan dan menyadarkan orang tua untuk

memberikan informasi, mengedukasi para ibu hamil dan para orang tua balita, memantau

pertumbuhan bayi setiap bulan di posyandu. Pemantauan tinggi badan balita menurut

umur merupakan upaya mendeteksi dini kejadian stunting agar dapat segera ditangani

untuk menunjang tinggi badan optimal (Pratiwi, 2019).

Merujuk pada penerapan kebijakan program pencegahan stunting, peneliti

berfokus pada data Balita Stunting yang ada di Desa Oepuah Utara, Kecamatan Biboki

Moenleu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan

Data Balita stunting hasil aplikasi elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis

masyarakat pada periode Agustus 2023 di Puskesmas Kapan dengan rincian sebagai

berikut : Sasaran dan total Balita diukur berjumlah 1469 orang Balita, sedangkan status

gizi tinggi badan berdasarkan umur anak Balita yang sangat pendek berjumlah 218 orang

Balita, Balita Pendek berjumlah 338 orang Balita, Balita Normal berjumlah 909 orang

Balita, Balita Tinggi berjumlah 4 orang dan jumlah Stunting pada Balita berjumlah 556

orang Balita.
Berdasarkan telaah dokumen yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang terjadi

di Puskesmas Kapan, disebabkan oleh pemahaman masyarakat yang masih rendah akibat

kurangnya kesadara hidup untuk lebih sehat, kurangnya penyampaian informasi

mengenai program pencegahan stunting oleh pemerintah dan petugas kesehatan

mengenai program pencegahan stunting pada masyarakat. Akibatnya jumlah stunting di

Desa Oepuah Utara berjumlah 556 orang Balita. Dengan adanya masalah ini peneliti

sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “analisis pelaksanaan program

pencegahan Stunting pada Puskesmas Kapan Kecamatan Mollo Utara Kabupaten Timor

Tengah Selatan

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana proses pelaksanaan program
pencegahan Stunting pada Puskesmas Kapan Kecamatan Mollo Utara Kabupaten Timor
Tengah Selatan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis mengetahui proses pelaksanaan program
pencegahan Stunting pada Puskesmas Kapan Kecamatan Mollo Utara Kabupaten Timor
Tengah Selatan.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1) Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu atau menjadi bahan
masukan untuk pihak yang ingin melakukan penelitian ulang dengan menggunakan
cara penelitian yang berbeda dan informan-informan penelitian yang lebih baik dari
sebelumnya.
2) Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai
bahan masukan bagi stakeholders yang berkepentingan dalam pencegahan Stunting
pada Puskesmas Kapan Kecamatan Mollo Utara Kabupaten Timor Tengah Selatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


No. Penulis Judul Metode Hasil

1. Dewi Anggreni, Implementasi Metode Hasil penelitian yang diperoleh


et al program pencegahan Deskriptif yaitu, strategi penurunan stunting
stunting di kualitatif yang dilakukan oleh Puskesmas
puskesmas Dolok Dolok Sigompulon sudah berjalan
Sigompulon dengan baik, Narasumber
Kabupaten Padang melakukan pemeriksaan
Lawas Utara (2022) kehamilan kepada tenaga medis,
minum tablet tambahan darah dan
imunisasi TT1 dan TT2,
mendapatkan makanan tambahan
(PMT), ASI hingga 24 bulan, MP-
ASI, obat cacingan, imunisasi
dasar lengkap pada anak, merawat
dan mengobati diare,
mendapatkan suplementasi zink,
fortifikasi nutrisi, keterlambatan
pertumbuhan, dan informasi gizi.
sebesar 56,62% jawaban dari
responden atau rata-rata
responden menjawab “ya”.

2. Yuli Zulaikha, Analisis Pelaksanaan Metode Hasil penelitian ini mengatakan


Yuanita Program Pencegahan kuantitatif dan bahwa faktor yang berhubungan
Windusari, Stunting (2021) metode dengan keberhasilan program
kualitatif stunting di Puskesmas Air Beliti
Herawati Idris
(mixed Kabupaten Musi Rawas adalah
struktur kelembagaan, karakter
methods) jaringan dan komunikasi, serta
kebutuhan masyarakat.
Sebaliknya, budaya perusahaan
dan jaringan eksternal juga
merupakan faktor yang tidak ada
hubungannya dengan berhasilnya
program perampingan.

3. Nabila Udzrotu Implementasi Metode Berdasarkan hasil kajian,


Shauma, Dini Deskriptif
Gandini Kebijakan percepatan pelaksanaan
Purbaningrum Percepatan pencegahan stunting terpadu di
Pencegahan Stunting Kecamatan Rajeg Kabupaten
Terintegrasi (2022) Tangerang belum berjalan
maksimal. Masih kurangnya
sumber
daya manusia dari segi kuantitas
dan kualitas pelaksana, terutama
pada level bawah. Sikap para
pengambil keputusan dan reaksi
para pelaksana dalam
mengimplementasikan kebijakan
sudah cukup baik, namun
pemahaman para pelaksana
mengenai implementasi kebijakan
masih kurang.
4. Ramiza Hariani, Analisis Metode Hasil penelitian ini diketahui
Risa Amalia, Program Promosi Kualitatif bahwa kerja, pemberdayaan,
Riri Maharani Kesehatan dalam kemitraan, media, metode dan
Pencegahan sumber daya yang digunakan di
Stunting di Puskesmas Kampar Kiri Hilir
Puskesmas Kampar berdampak pada pencegahan
Kiri penyakit stunting. Penyebab
Hilir Tahun (2020) stunting terletak pada pendidikan
yang kurang memadai, kurangnya
pengetahuan tentang ibu dan
fasilitas yang kurang memadai di
rumah ibu.

5. Wiji Implementasi Metode Hasil penelitian ini menyatakan


Sutraningsih, Strategi Pencegahan kualitatif bahwa penerapan strategi
Jenny Stunting di pencegahan stunting yang terdiri
Kabupaten Aceh dari:
Marlindawani,
Singkil Tahun 2019 1) Memberikan edukasi yaitu
Evawani tentang IMD, ASI eksklusif, ASI
Silitonga pendamping ASI dan ASI sampai
dengan 2 tahun
2) Memberikan pelatihan bagi
konselor yang didukung oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten
3) Upaya pemerintah daerah
menyediakan fasilitator untuk
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan penyuluh.
2.2 Kebijakan Publik
Kebijakan publik dalam kepustakaan internasional di sebut public policy. Kata

Policy secara etimologis berasal dari kata polis dalam bahasa Yunani berarti negara- kota.

Kata tersebut dalam bahasa Inggris menjadi police yang berkaitan dengan urusan

pemerintah atau administrasi pemerintahan. Pengertian Publik dalam rangkaian kata

public policy memiliki tiga konotasi yaitu pemerintah, masyarakat dan umum. Hal ini

dapat dilihat dalam dimensi subyek, objek dan lingkungan dari kebijakan. Dalam dimensi

subyek kebijakan publik adalah kebijakan pemerintah dan dalam dimensi lingkungan

yang dikenai kebijakan disebut objek kebijakan yaitu masyarakat itu sendiri.

Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli tentang kebijakan publik. David Easton

dalam Said Zainal Abidin (2012) menyebutkan “Kebijakan publik sebagai kekuasaan

mengalokasikan nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan”. Definisi ini diperkuat

oleh definisi Harold Laswell dan Abraham Kaplan dalam Riant Nugroho mendefiniskan

kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan

tertentu dan praktek- praktek tertentu (a projected program of goals values and practices)

definisi ini menyiratkan pengertian bahwa kebijakan publik adalah proyeksi dari

program-program yang ditujukan kepada masyarakat dengan tujuan tertentu untuk

dilaksanakan.

2.3 Implementasi Kebijakan Publik


Untuk melihat lebih jauh proses implementasi kebijakan, sebelumnya perlu

dipahami beberapa konsep tentang implementasi kebijakan. Dalam kamus Webster

seperti yang dikutip Abdul Wahab (2005:64) dirumuskan bahwa mengimplementasikan

(To Implement) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk

menyelenggarakan sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat


terhadap sesuatu). Berdasarkan pandangan ini berarti kebijakan merupakan suatu proses

pelaksanaan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif, atau Dekrit Presiden).

Persoalan lain dalam implementasi kebijakan adalah apa yang oleh Preesman dan

Wildavsky (1973) disebut sebagai “Kompleksitas tindakan bersama”. Mengingatkan

bahwa proses untuk pelaksanaan kebijakan perlu mendapat perhatian seksama, dan oleh

sebab itu adalah keliru kalau kita menganggap bahwa proses tersebut berlangsung mulus

tanpa hambatan.

2.4 Model-Model Implementasi Kebijakan


Keberhasilan implementasi dari suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses

pencapaian hasil akhir (outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin

diraih. Pendekatan implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Grindle

dikenal dengan “implementation as a political and administrative process”. Pengukuran

keberhasilan implementasi kebijakan tersebut dilihat dari dua hal, yakni :

a. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan

sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

b. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor

yaitu dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu atau kelompok dan

tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan

yang terjadi.

Selain itu, keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik juga sangat

ditentukan oleh tingkat implementability/keterlaksanaan kebijakan itu sendiri, yang

terdiri atas:
A. Isi kebijakan (Content of Policy), mencakup;

1. Kepentingan yang mempengaruhi (Interest Effected). Interest Effected ini

berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi

kebijakan.

2. Tipe manfaat (Type Of Benefits), pada poin ini isi kebijakan beupaya untuk

menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat

beberapa jenis manfaat yang menujukkan dampak positif.

3. Derajat perubahan yang ingin dicapai (Extent Of Change Envision), setiap

kebijakan memiliki target yang hendak dan ingin dicapai. Isi kebijakan yang

ingin dijelaskan haruslah memiliki skala yang jelas.

4. Letak pengambilan keputusan (Site Of Decision Making), pengambilan

keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan penting dalam pelaksanaan

suatu kebijakan, apakah letak sebuah program sudah tepat.

5. Pelaksanaan program (Program Implementation), dalam menjalankan suatu

kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan

yang kompeten dan kapabel bagi keberhasilan suatu kebijakan.

6. Sumber-sumber daya yang digunakan (Resources Commited), apakah sebuah

program didukung oleh sumber daya yang memadai. Pelaksanaan kebijakan harus

didukung oleh sumber daya yang mendukung agar pelakasaan berjalan dengan

baik.

B. Lingkungan Implementasi (Context Of Implementation), yang mencakup;

1. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat

(Power,Interest, and Strategy of Actor are Involved). Dalam suatu kebijakan


perlu dipertimbangkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan serta strategi

yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna memperlancar jalannya

pelaksanaan suatu implementasi kebijakan.

2. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa (Institution and Regime

Characteristic). Lingkungan dimana suatu kebijakan itu dilaksanakan juga

berpengaruh terhadap keberhasilannya, bagian ini dijelaskan karakteristik dari

suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.

3. Tingkat kepatuhan dan respon dari pelaksana (Compliance and Responsiveness).

pada poin ini adalah sejauh mana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam

menanggapi suatu kebijakan.

Model Implementasi Kebijakan yang menjadi acuan bagi implementor dalam

implementasi sebuah kebijakan. Model Van Meter dan Van Horn Berbeda dengan Smith,

Mazmanian dan Sabateir. Model Meter dan Horn (1975) yang menekankan proses

implementasi kebijakan model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan

secara linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik. Faktor-

faktor yang mempengaruhi kebijakan publik diantaranya:

1) Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi.


2) Karakteristik agen pelaksana atau implementor.
3) Kondisi ekonomi, sosial dan politik.
4) Kecendrungan pelaksana atau implementor.
2.5 Tujuan Implementasi
Implementasi merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara sistematis

serta terikat oleh mekanisme untuk dapat mencapi tujuan tertentu. Mengacu pada
pengertian implementasi yang telah diuraikan diatas, maka ada beberapa tujuan

implementasi diantaranya sebagai berikut:

1) Tujuan utama implementasi adalah untuk melaksanakan rencana yang telah atau

sudah disusun dengan cermat, baik itu juga oleh individu atau juga kelompok.

2) Untuk dapat menguji serta juga mendokumentasikan suatu prosedur di dalam

penerapan rencana atau juga kebijakan.

3) Untuk dapat mewujudkan tujuan-tujuan yang hendak akan dicapai di dalam

perencanaan atau juga kebijakan yang telah atau sudah dirancang.

4) Untuk dapat mengetahui kemampuan masyarakat di dalam menerapkan suatu

kebijakan atau juga rencana sesuai dengan yang diharapkan.

5) Untuk dapat mengetahui tingkat keberhasilan suatu kebijakan atau rencana yang

telah/sudah dirancang demi perbaikan atau peningkatan mutu.

Berdasarkan tujuan implementasi yang telah diuraikan diatas maka dapat

disimpulkan bahwa, tujuan dari implementasi adalah untuk memastikan tingkat

keberhasilan suatu kebijakan dalam penerapannya agar tepat pada sasaran sesuai dengan

program yang diharapkan oleh para pemangku kebijakan.

2.6 Definisi Stunting


Stunting merupakan bentuk kegagalan tumbuh kembangyang menyebabkan

gangguan pertumbuhan linear pada balita akibat dari akumulasi ketidakcukupan nutrisi

yang berlangsung lama, mulai dari masa kehamilan sampai usia 24 bulan. Kekurangan

gizi pada masa tumbuh kembang anak di usiadini akan menghambat perkembangan fisik,

meningkatnya kesakitan, menghambat perkembangan mental anak, dan bahkan

menyebabkan kematian. Balita yang mengalami masalah gizi stunting memiliki risiko

terjadinya penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan kemungkinan risiko


mengalami penyakit degeneratif di masa mendatang. (Buletin Jendela Data dan Informasi

Kesehatan, 2018)

Stunting adalah bentuk dari proses pertumbuhan anak yang terhambat, yang

disebabkan oleh kondisi malnutrisi dalam waktu yang panjang, sehingga menjadi

masalah gizi kronis yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Anak usia di bawah dua tahun dijadikan salah satu subjek untuk melihat kejadian stunting

pada usia dini dan sasaran untuk memperbaiki status gizinya, karena pada masa ini anak

belum banyak terpapar berbagai faktor eksternal seperti asupan makanan yang

mempengaruhi pertumbuhan anak. Pada usia ini anak mengalami proses pertumbuhan

yang lebih cepat dan memasuki masa periode emas, serta anak mengalami pematangan

dan penambahan kemampuan fungsi organ (Rahayu dan Sari, 2018).

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan

yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini menunjukkan status gizi yang

kurang (malnutrisi) dalam jangka waktu yang lama (kronis). Stunting pada anak menjadi

permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan dan kematian,

gangguan pada perkembangan otak, gangguan terhadap perkembangan motorik dan

terhambatnya pertumbuhan mental anak (Candra, 2020).\

Stunting diartikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang

dari minus dua standar deviasi (-2SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan dimana

tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan ana-anak lain seumurnya, ini merupakan

indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi

pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan sosial ekonomi (WHO, 2009).
Kategori besaran prevalensi kejadian stunting yang telah ditetapkan oleh WHO

1995 dikategorikan menjadi 4 bagian yaitu low, medium, high dan very high prevalence.

Berikut ini adalah kategori persen prevalensi kejadian stunting (WHO, 2010):

a. 40% Very high prevalence

b. 20-29% Medium prevalence

c. 30-39% High prevalence

d. >40% Very high prevalence

2.7 Faktor Penyebab Stunting

Di Indonesia sendiri, faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya gizi kurang ialah

masih tingginya kemiskinan, rendahnyakesehatan lingkungan, belum optimalnya

kerjasama lintas sektor dan lintas program, melemahnya partisipasi masyarakat,

terbatasnya aksesibilitas pangan pada tingkat keluarga miskin, masih tingginya penyakit

infeksi, belum memadainya pola asuhibudan rendahnya akses keluarga terhadap

pelayanan kesehatandasar (Kemenkes RI, 2017).

Saat ini Indonesia masih menangani permasalahan gizi yangberdampak serius

terhadap kualitas Sumber Daya Manusia(SDM). Salah satu permasalahan kurang gizi

yang masih cukup tinggi di Indonesia ialah masalah pendek (stunting) dan kurus

(wasting) pada balita, serta masalah anemia dan Kurang Energi Kronik (KEK) pada ibu

hamil. Masalah kekurangan gizi pada ibu hamil ini dapat menyebabkan Berat Badan

Lahir Rendah (BBLR) pada bayi dankekurangan gizi pada balita (Kemenkes RI, 2018).

Masalah Kekurangan gizi dapat disebabkan oleh beberapafaktor baik di dalam

maupun di luar masalah kesehatan, baikdari asupan makanan yang tidak cukup, penyakit

infeksi, sanitasi, hingga faktor ekonomi. Ada 2 hal yang menjadi penyebab langsung,
seperti kekurangan asupan gizi dan penyakit infeksi. Sementaraitu, secara tidak langsung,

asupan gizi yang tidak memadai daninfeksi disebabkan oleh faktor kemiskinan, tidak

adanya aksesibilitas makanan, pengasuhan yang buruk, kebersihan yang buruk dan

pelayanan kesehatan yang kurang. (Aggarwal dan Srivastava, 2017)

Kejadian stunting pada anak merupakan suatu proseskomulaif menurut beberapa

penelitian, yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus

kehidupan. Proses terjadinya stunting pada anak dan peluang peningkatan stuntingterjadi

dalam 2 tahun pertama kehidupan. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan

stunting pada anak. Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung

maupun tidak langsung. Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan

adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh,

pelayanan kesehatan, ketersediaan pangan, faktor budaya, ekonomi dan masih banyak

lagi faktor lainnya (Gibney, 2009).

2.8 Dampak Stunting

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalahgizi pada periode tersebut,

dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan

pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka

panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif

dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko

tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh

darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak

kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi (Kemenkes RI, 2017).
Menurut (WHO, 2014), dampak yang ditimbulkan stunting dibagi menjadi

dampak jangka panjang dan jangka pendek:

a. Dampak Jangka Pendek

1. Peningkatan angka kejadian morbiditas dan kematian.

2. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal yang kurang optimal.

3. Peningkatan biaya kesehatan.

b. Dampak jangka panjang

1. Meningkatnya risiko obesitas.

2. Menurunnya kesehatan reproduksi.

3. Postur tubuh yang pendek saat dewasa (lebih pendek dibanding umumnya).

4. Penurunan Intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak

dapat melanjutkan sekolah.

5. Kecerdasan produktivitas dan kapasitas kerja yang optimal sehingga menjadikan

beban negara.
2.8 Kerangka Berpikir

Berdasarkan model implementasi kebijakan publik di atas, dapat dijelaskan melalui

gambar di bawah ini.

Sumber: diolah peneliti menurut Gindle (1980)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan pendekatan penelitian


Pendekatan masalah dalam peneitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan

kualitatif adalah metode penelitian yang memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip

umum yang mendasar pewujudannya satuan-satuan gejala yang dalam kehidupan sosial

manusia. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang pemecahan masalahnya dilakukan

dengan data empiris. Melalui pendekatan kualitatif deskriptif bermaksud untuk

memaparkan mengenai Peran Bidan Desa Dalam Pencegahan Stunting Pada Puskesmas

Kapan Kecamatan Mollo Utara Kabupaten Timor Tengah Selatan.

3.2 Fokus dan subfokus

Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi

penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana data yang tidak relevan. Dengan

demikian, dalam penelitian kualitatifhal yang harus diperhatikan adalah masalah dan fokus

penelitian karena fokus penelitian memberikan batas dalam studi dan batasan dalam

pengumpulan data sehingga dengan adanya batasan ini memudahkan peneliti lebih fokus

memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian. Menurut Sugiyono (2009)

batasan masalah dalam penelitian disebut dengan fokus, yang berisi pokokmasalah yang

masih bersifat umum. Dengan demikian dalam penelitian kualitatif yang harus diperhatikan

adalah masalah dan fokus penelitian, karena memberikan batasan untuk diteliti.

Guna untuk memudahkan pengukuran fokus kajian dalam penelitian ini, maka

penulis membuat batasan fokus penelitian dalam Analisis Program Pencegahan sunting di

Puskesmas Kapan Kecamatan Mollo Utara Kabupaten Timor Tengah Selatan. Berikut ini
adalah beberapa dimensi kebijakan yang harus diperhatikan dalam implementasi

kebijakan publik menurut Grindle (1980) adalah sebagai berikut.

A. Isi kebijakan (Content of Policy), mencakup;

1. Kepentingan yang mempengaruhi (Interest Effected). Interest Effected ini

berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi

kebijakan.

2. Tipe manfaat (Type Of Benefits), pada poin ini isi kebijakan beupaya untuk

menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat

beberapa jenis manfaat yang menujukkan dampak positif.

3. Derajat perubahan yang ingin dicapai (Extent Of Change Envision), setiap

kebijakan memiliki target yang hendak dan ingin dicapai. Isi kebijakan

yang ingin dijelaskan haruslah memiliki skala yang jelas.

4. Letak pengambilan keputusan (Site Of Decision Making), pengambilan

keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan penting dalam pelaksanaan

suatu kebijakan, apakah letak sebuah program sudah tepat.

5. Pelaksanaan program (Program Implementation), dalam menjalankan suatu

kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan

yang kompeten dan kapabel bagi keberhasilan suatu kebijakan.

6. Sumber-sumber daya yang digunakan (Resources Commited), apakah sebuah

program didukung oleh sumber daya yang memadai. Pelaksanaan kebijakan

harus didukung oleh sumber daya yang mendukung agar pelakasaan berjalan

dengan baik.
B. Lingkungan Implementasi (Context Of Implementation), yang mencakup;

1. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat

(Power,Interest, and Strategy of Actor are Involved). Dalam suatu kebijakan

perlu dipertimbangkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan serta strategi

yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna memperlancar jalannya

pelaksanaan suatu implementasi kebijakan.

2. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa (Institution and Regime

Characteristic). Lingkungan dimana suatu kebijakan itu dilaksanakan juga

berpengaruh terhadap keberhasilannya, bagian ini dijelaskan karakteristik dari

suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.

3. Tingkat kepatuhan dan respon dari pelaksana (Compliance and Responsiveness).

Pada poin ini adalah sejauh mana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam

menanggapi suatu kebijakan.

3.3 Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian harus benar-benar diperhatikan sehingga dapat

diperoleh data yang dibutuhkan dan tercapainya tujuan penelitian itu sendiri. Penelitian

terkait proses pelaksanaan program pencegahan Stunting pada Puskesmas Kapan

Kecamatan Mollo Utara Kabupaten Timor Tengah Selatan. Alasan penentuan lokasi ini

antara lain: pertama, dari data yang didapatkan, Puskesmas Kapan memiliki anak yang

berada di dalam kategori stunting sebanyak 556 balita. Kedua, penetapan lokasi

didasarkan atas pertimbangan bahwa lokasi tersebut memungkinkan calon peneliti

memperoleh data dan informasi yang akurat dan relevan dengan permasalahan penelitian.
a. Sumber Data

Menurut Sugiyono (2013) dalam pemecahan masalah tentu diperlukan data yang

menunjang proses penelitian. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Data primer, adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data.

2. Data sekunder, adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya lewat orang atau dokumen.

b. Informan Penelitian

Pada penelitian kualitatif, memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi

dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial

tertentu. Moleong (2021) mengemukakan bahwa informan adalah orang yang

dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang

penelitian.

Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan secara

purposive sampling, yaitu dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Hasil penelitian

tidak akan digeneralisasikan populasi karena pengambilan sampel tidak diambil

secara random. Hasil penelitian dengan metode kualitatif hanya berlaku untuk kasus

sosial tersebut (Sugiyono, 2013:299).


Oleh karena itu, informan dalam penelitian ini adalah:

No. Informan Teknik pengambilan Jumlah


Informan (orang)
1. Kepala Puskesmas Kapan Purposive Sampling 1
2. Tenaga Pelaksana Gizi di Puskesmas Purposive Sampling 1
Kapan
3. Ibu hamil yang dikategorikan KEK di Aksidental 10
Puskesmas Kapan
4. Ibu balita yang masuk dalam kategori Aksidental 10
Stunting
Jumlah 22
Sumber: Olahan peneliti (2024)
3.4 Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan

untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Pengumpulan data adalah pencatatan

peristiwa-peristiwa, hal-hal, keterangan-keterangan, atau karakteristik-karakeristik

sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian.

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara

Menurut Juliyansah (2011) dalam Noor & Juliansyah (2015) wawancara

merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan

secara langsung dengan yang diwawancai tetapi juga dapat diberikan daftar

pertanyaan terdahulu untuk dijawab pada kesempatan lain. Wawancara merupakan

re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh

sebelumnya.
Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (indept

interview). Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan

secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan

ide-idenya.

2. Observasi

Observasi yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh secara langsung melalui

deskripsi apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan untuk memperoleh informasi

secara langsung di lokasi penelitian untuk menjawab masalah penelitian.

Teknik observasi yang digunakan adalah partipisasi pasif, dalam hal ini peneliti

datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam

kegiatan tersebut.

3. Dokumentasi dan pustaka

Dokumentasi artinya barang-barang tertulis. Dalam melaksanakan metode

dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,

dokumen, peraturan, dan pustaka yaitu data yang diambil berupa data yang tersedia

pada pihak ketiga, misanya perpustakaan atau lembaga lain yang sebagai objek

penelitian itu sendiri. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skripsi,

jurnal, buku, dan peraturan daerah yang diperoleh melalui internet.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Miles dan Huberman

dalam Sugiyono (2013):


1. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting dicari tema dan pokoknya. Dengan demikian data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Reduksi data merupakan

proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan serta kedalaman

wawsan yang tinggi.

2. Data Display

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Data

dapat disajikan dalam bentuk tabel, grafik, phie chart, pictogram dan sejenisnya.

Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan. Tersusun dalam pola

hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami.

3. Conclusion Drawing verification

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah

bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan

data berikutnya tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel.

3.6 Teknik Validasi Data

Pengecekan keabsahan data sangat perlu dilakukan agar data yang dihasilkan dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat dipercaya. Pengecekan validitas

temuan dalam penelitian ini adalah (Sugiyono 2013:364):


1. Uji kreadibilitas

Uji kreadibilitas dapat dilakukan dalam beberapa cara yakni perpanjangan

pengamatan, peningkatan ketekunan,pengangkatan kelakuan, triangulasi, diskusi

dengan teman, analisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, mengadakan

member check.

2. Pengujian transferability

Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif. Validitas

eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian

ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Agar orang lain dapat memahami hasil

penelitian kualitatif sehigga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian

tersebut, maka peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang

rinci, jelas sistematis dan dapat dipercaya.

3. Pengujian depenability

Dalam penelitian kualitatif, dependability disebut reliabilitas. Suatu penelitian yang

reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses penelitian

tersebut. Dalam penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan melakukan

audit terhadap seluruh keseluruhan proses penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Anggreni, D., Lubis, L. A., & Kusmanto, H. (2022). Implementasi program pencegahan stunting

di puskesmas Dolok Sigompulon Kabupaten Padang Lawas Utara. Histeria Jurnal:

Ilmiah Soshum Dan Humaniora, 1(2), 91–99.

Modern, G., Sauli, E., & Mpolya, E. (2020). Correlates of diarrhea and stunting among under-

five children in Ruvuma, Tanzania; a hospital-based cross-sectional study. Scientific

African, 8, e00430.

Pratiwi, C. S. (2019). Healthcare Professionals’ Assessment of Pregnant Women’s Psychological

Health in Indonesia: A Qualitative Case Study.

Ramadhan, K., Maradindo, Y. E., Nurfatimah, N., & Hafid, F. (2021). Kuliah kader sebagai

upaya meningkatkan pengetahuan kader posyandu dalam pencegahan stunting. JMM

(Jurnal Masyarakat Mandiri), 5(4), 1751-1759.

Sugiyono, D. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D.

Sutraningsih, W., Marlindawani, J., & Silitonga, E. (2021). Implementasi Strategi Pelaksanaan

Pencegahan Stunting di Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2019. Journal of Healthcare

Technology and Medicine, 7(1), 49-67.

Winarno, B. (2005). Implementasi Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta: PT Buku Kita.

Zulaikha, Y., Windusari, Y., & Idris, H. (2021). Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan

Stunting. Jurnal Keperawatan Silampari, 5(1), 406-419.

Anda mungkin juga menyukai