Anda di halaman 1dari 31

Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar

(PONED) dan Pelayanan Obstetri Neonatal


Emergensi Khusus (PONEK)
KAJIAN PUSTAKA
Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

Pembimbing :
Sri Quintina Indriyana, dr., M. Kes

Disusun oleh :
Ghiska Vikry N. A 4151171405
Ilda Nurul Ainun 4151171414
Lola Putri 4151171482
Nur ilma Mailani 4151171496
Milana 4151171514

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
DESEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
Rahmat dan Karunia−Nya, sehingga kami dapat menyusun kajian pustaka ini
sebagai salah satu syarat kepaniteraan di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani. Kajian pustaka ini
membahas mengenai “ Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED)
Dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Khusus (PONEK)”.
Dalam penulisan kajian pustaka ini, kami telah dibantu oleh banyak pihak.
Untuk itu melalui kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. H. Sutedja, dr., SKM, selaku Koordinator Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat
FK UNJANI.
2. Sri Quintina Indriyana, dr., M.Kes., selaku pembimbing kami yang telah
memberikan bimbingan.
3. Dewi Irawati, dr., selaku Kepala Puskesmas Cimahi selatan yang telah
memberikan bimbingan sekaligus pembimbing yang telah membimbing
penulisan makalah ini selama kepaniteraan di Puskesmas Cimahi Selatan.
4. Wina Anggraeni, dr., selaku pembimbing yang telah membimbing penulisan
makalah ini selama kepaniteraan di Puskesmas Cimahi Selatan .
5. Seluruh staf dan karyawan Puskesmas Cimahi Selatan.
6. Pihak−pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu−persatu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa kajian pustaka ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan waktu. Oleh karena
itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan proses
pembelajaran ini dan mohon maaf atas segala kekurangannya.
Akhirnya kami berharap semoga kajian pustaka ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan bagi semua pihak yang membacanya.

Cimahi, Desember 2019


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Manfaat dan Tujuan ......................................................................................... 3
1.2.1. Tujuan ........................................................................................................3
1.2.2. Manfaat ......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 5
2.1. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) .............................. 5
2.1.1 Definisi .......................................................................................................5
2.1.2 Landasan PONED ......................................................................................5
2.1.3 Kriteria .......................................................................................................6
2.1.4 Fasilitas ......................................................................................................7
2.1.5 Sistem Rujukan ..........................................................................................7
2.1.6 Tugas dan Tanggung Jawab Pembina PONED .......................................13
2.1.7 Indikator dan Evaluasi .............................................................................14
2.2. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) ............... 16
2.2.1. Definisi .....................................................................................................16
2.2.2. Landasan Hukum PONEK .......................................................................16
2.2.3. Fasilitas dan Ruang Lingkup PONEK .....................................................17
2.2.4. Monitor Dan Evaluasi Kinerja .................................................................19
2.3. Collaborative Improvement PONED-PONEK .............................................. 21
2.3.1. Tahapan Pelaksanaan Collaborative Improvement PONED PONEK .....22
2.4. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas
Cimahi Selatan ............................................................................................... 24
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Rujukan di Puskesmas mampu PONED……………………..…9


Gambar 2.2 Alur penetapan Puskesmas mampu PONED……………………….15
Gambar 2.3 Mekanisme alur pasien rujukan maternal dan neonatal………..…...19
Gambar 2.4 Algoritme Evaluasi Kinerja RS PONEK dan upaya pengembangan
kriteria RS PONEK……………………………………………….…21
Gambar 2.5 Konsep Colaborative Improvement PONED-PONEK……………..22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di dunia masih
terbilang tinggi, menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun
2014 sekitar 289.000 ibu di dunia meninggal, yaitu Amerika 172.000 jiwa, Afrika
Utara 179.000 jiwa. Sementara di Asia Tenggara sendiri AKI masih 16.000, di
Indonesia 190/100.000 kelahiran hidup, Filipina 120/100.000 kelahiran hidup,
Thailand 60/100.000 kelahiran hidup, Brunei Darussalam 60/100.000 kelahiran
hidup, Vietnam 44/100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 29/100.000 kelahiran
hidup.1 Indonesia merupakan peringkat tertinggi kematian ibu di antara negara di
Asia Tenggara.1 Kematian ibu 29 kali lebih tinggi di negara berkembang
dibandingkan negara maju yang disebabkan kurang memadainya fasilitas,
tingginya angka kehamilan sehingga meningkatkan risiko persalinan yang lebih
besar.2
Pada tahun 2015 angka kematian ibu di Indonesia memiliki rasio sebanyak
126/100.000 kelahiran hidup dengan angka kematian bayi sebanyak 14/100.000
kelahiran hidup.3 Angka kematian ibu di Jawa barat pada tahun 2016 sebanyak
799 orang (85/100.000 kelahiran hidup), dengan proporsi kematian pada ibu hamil
227 orang (20/100.000 kelahiran hidup), pada ibu bersalin 202 orang (21/100.000
kelahiran hidup), dan pada ibu nifas 380 orang (40/100.000 kelahiran hidup).4
Berdasarkan data di Kota Cimahi, Angka Kematian Ibu (AKI) sangat fluktuatif
dan relatif tinggi dibandingkan dengan target yang ditetapkan sebesar 102/100.000
kelahiran hidup. Pada tahun 2015 AKI di Kota Cimahi sangat tinggi, yaitu sebesar
166,78/100.000 kelahiran hidup, turun secara signifikan menjadi 77,36/100.000
kelahiran hidup pada tahun 2016, dan naik kembali pada tahun 2017 menjadi
113,98/100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Cimahi
juga masih cukup tinggi. Pada tahun 2015 AKB sebesar 8,73/1.000 kelahiran
hidup, turun menjadi 6,38/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2016, dan turun lagi
pada tahun 2017 menjadi 6,17/1.000 kelahiran hidup.5

1
2

Masih tingginya AKI juga dipengaruhi dan didorong oleh berbagai faktor yang
mendasari timbulnya risiko maternal, yaitu faktor-faktor penyakit, masalah gizi
dari wanita usia subur serta faktor 4 Terlalu, yakni, terlalu muda untuk
melahirkan, terlalu tua untuk melahirkan, terlalu dekat jarak kehamilan/persalinan,
dan terlalu banyak melahirkan. Kondisi tersebut di atas lebih diperparah lagi oleh
adanya keterlambatan penanganan kasus emergensi/komplikasi maternal akibat
oleh kondisi 3 Terlambat, yaitu terlambat mengambil keputusan merujuk,
terlambat mengakses fasilitas pelayanan kesehatan tepat, dan terlambat
memeroleh pelayanan dari tenaga kesehatan yang tepat atau kompeten.6
Melihat permasalahan yang terjadi dalam penurunan AKI, maka diperlukan
upaya yang lebih keras dan dukungan dari seluruh stakeholder baik pusat maupun
daerah. Upaya tersebut diantaranya adalah mulai tahun 1987 telah dimulai
program Safe Motherhood, yang diintervensikan dalam empat pilar, yaitu
keluarga berencana (KB), pelayanan antenatal care (ANC), persalinan yang
aman, dan pelayanan obstetri esensial. Pada tahun 2000 telah dicanangkan strategi
Making Pregnancy Saver (MPS) dengan tiga pesan kunci, yaitu setiap persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal
mendapat pelayanan yang adekuat, setiap wanita subur mempunyai akses terhadap
pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
persalinan. Realisasi dari MPS tersebut di tingkat puskesmas yang mempunyai
dokter umum dan bidan, khususnya puskesmas dengan rawat inap dikembangkan
menjadi Puskesmas Mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
(PONED) yang didukung dengan keberadaan rumah sakit dengan Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dalam bentuk kerjasama
antara PONED dan PONEK dalam rangka mencapai atau perbaikan kualitas
pelayanan yang dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi.6
Puskesmas PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan
langsung terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir dengan
komplikasi baik yang datang atau rujukan kader/ masyarakat, bidan di desa dan
puskesmas melaksanakan rujukan ke RS PONEK pada kasus yang tidak dapat
ditangani. Puskesmas PONED menjadi tempat pelayanan terdekat dari desa
sampai pembina bidan dan mendekatkan akses pelayanan kegawatdaruratan
3

obstetri karena komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak dapat diduga
atau diramalkan sebelumnya. Berbagai upaya yang dilaksanakan di Puskesmas
PONED antara lain peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam
menyelenggarakan pelayanan komplikasi persalinan, pemenuhan tenaga
kesehatan, pemenuhan ketersediaan peralatan, obat dan bahan habis pakai,
manajemen penyelenggaraan serta sistem rujukannya. Puskesmas PONED sangat
membutuhkan kerjasama yang baik dengan RS PONEK sebagai suatu kesatuan
sistem rujukan mempunyai peran yang sangat penting agar puskesmas PONED
dapat memberikan kontribusi pada upaya penurunan AKI, maka perlu
dilaksanakan dengan baik agar dapat dioptimalkan fungsinya.6-7
Beberapa program di Kota Cimahi untuk penurunan AKI dan AKB telah
dilakukan, salah satunya Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) di 13 Puskesmas. Program tersebut menitikberatkan kepedulian
dan peran keluarga dan masyarakat dalam melakukan upaya deteksi dini,
menghindai risiko kesehatan pada ibu hamil, serta menyediakan akses dan
pelayanan kegawat daruratan obstetri dan neonatal dasar (PONED) telah
dilakukan di 3 puskesmas, yaitu Puskesmas Cimahi Selatan, Puskesmas Melong
Asih, dan Puskesmas Melong Tengah.7
Berdasarkan latar belakang di atas, kami tertarik untuk melakukan kajian
pustaka mengenai Pelayanan Obstetri dan neonatal Emergensi Dasar (PONED) di
Puskesmas Cimahi Selatan serta keterkaitannya dengan Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).

1.2 Manfaat dan Tujuan


1.2.1. Tujuan
Tujuan dari penulisan kajian pustaka ini ialah untuk mengetahui bagaimana
program Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) serta
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).
1.2.2. Manfaat
Manfaaat dari penulisan kajian pustaka ini ialah untuk menerapkan prinsip-
prinsip program Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di
4

Puskesmas Cimahi Selatan serta Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi


Komprehensif (PONEK).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED)


2.1.1 Definisi
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah puskesmas
rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas bersalin. PONED
memberikan pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil, bersalin, dan nifas. Selain
itu juga memberikan pelayanan kesehatan terhadap bayi yang baru lahir dengan
komplikasi, baik datang sendiri atau karena rujukan kader/masyarakat/bidan di
desa.8
Puskesmas dan PONED melakukan rujukan ke Rumah Sakit PONEK pada
kasus yang tidak mampu ditangani. PONED dapat diberikan oleh puskesmas yang
mempunyai fasilitas atau kemampuan untuk penanganan kegawatdaruratan
obstetri dan neonatal dasar. PONED dilakukan di puskesmas induk dengan
pengawasan dokter. Petugas kesehatan yang boleh memberikan PONED adalah
dokter, bidan, perawat, tim PONED, beserta penanggung jawab terlatih.8
2.1.2 Landasan PONED
PONED dibentuk berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, sebagai
berikut:
1. Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
3. Undang Undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
4. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 128 tahun 2004 tentang kebijakan
dasar Pusat Kesehatan Masyarakat;
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 01 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan
Perseorangan
Selain terdapat landasan hukum, terdapat pula dasar program kementrian
dan puskesmas. PONED mendukung salah satu program puskesmas dalam bidang
kesehatan ibu dan anak (KIA). Kesehatan ibu dan anak memiliki tujuan

5
6

meningkatan kemampuan ibu dalam upaya pembinaan kesehatan, meningkatkan


upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah, meningkatkan jangkauan
pelayanan dan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi,
dan balita. Pelayanan program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) meliputi pelayanan
antenatal dan pertolongan persalinan serta paska persalinan.6,9
Pemerintah membuat program untuk menurunkan AKB dan AKI salah
satunya adalah program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi
(P4K). P4K memiliki manfaat mempercepat berfungsinya desa siaga,
meningkatkan cakupan pelayanan ANC sesuai standar, meningkatnya cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan terampil, meningkatnya kemitraan bidan dan
dukun, tertanganinya kejadian komplikasi secara dini, meningkatnya peserta KB
pasca persalinan, terpantaunya kesakitan dan kematian ibu dan bayi, menurunnya
kejadian kesakitan dan kematian ibu serta bayi. Oleh karena itu, ibu hamil dengan
masalah atau berisiko dalam persalinan serta dalam keadaan emergensi terdata
dapat dilakukan perujukan serta penanganan terlebih dahulu di PONED oleh
bidan dan tenaga kesehatan.11
2.1.3 Kriteria
Berikut kriteria dalam pembentukan PONED:
1. Mempunyai Tim inti yang terdiri atas dokter, perawat dan bidan sudah
dilatih PONED, bersertifikat dan mempunyai kompetensi PONED, serta
tindakan mengatasi kegawatdaruratan medik umumnya dalam rangka
mengkondisikan pasien emergensi/komplikasi siap dirujuk dalam kondisi
stabil.
2. Mempunyai cukup tenaga dokter, perawat dan bidan lainnya, yang akan
mendukung pelaksanaan fungsi PONED di puskesmas/ fasyankes tingkat
dasar.
3. Difungsikan sebagai pusat rujukan antara kasus obstetri dan neonatal
emergensi/komplikasi, dalam satu regional wilayah rujukan kabupaten.
4. Puskesmas telah mempunyai peralatan medis, non medis, obat-obatan dan
fasilitas tindakan medis serta rawat inap, minimal untuk mendukung
penyelenggaraan PONED.
7

5. Kepala Puskesmas mampu PONED sebagai penanggungjawab program


harus mempunyai kemampuan manajemen penyelenggaraan PONED
6. Puskesmas mampu PONED mempunyai komitmen untuk menerima
rujukan kasus kegawat-daruratan medis kasus obstetri dan neonatal dari
fasyankes di sekitarnya.
7. Adanya komitmen dari para stakeholders yang berkaitan dengan upaya
untuk mefungsikan puskesmas mampu PONED dengan baik
8. Seluruh petugas puskesmas mampu PONED melakukan pelayanan dengan
nilai-nilai budaya: kepuasan pelanggan adalah kepuasan petugas Puskesmas,
berkomitmen selalu memberi yang terbaik, memberi pelayanan dengan hati
(dengan penuh rasa tanggung jawab untuk berkarya dan berprestasi mandiri
bukan karena diawasi), peduli pada kebutuhan masyarakat, selalu memberikan
yang terbaik pada setiap pelanggan.6
2.1.4 Fasilitas
Pelayanan yang dapat diberikan puskesmas PONED, yaitu pelayanan dalam
menangani kegawatdaruratan ibu dan bayi seperti, kemampuan untuk menangani
dan merujuk hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), tindakan
pertolongan distosia bahu, ekstraksi vakum pada pertolongan persalinan,
perdarahan post partum, infeksi nifas, bayi Berat Lahir Rendah (BBLR),
hipotermi, hipoglikemia, ikterus, hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum
pada bayi, asfiksia pada bayi, gangguan napas pada bayi, kejang pada bayi baru
lahir, serta infeksi neonatal dan persiapan umum sebelum tindakan kedaruratan
obstetri neonatal antara lain kewaspadaan universal standar.9
2.1.5 Sistem Rujukan
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap kasus penyakit
atau masalah kesehatan baik secara vertikal dalam arti dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal
dalam arti unit-unit yang setingkat kemampuannya.
8

1. Kasus yang dirujuk ke puskesmas mampu PONED, kemungkinan berasal


dari:
a. Rujukan masyarakat
1) Datang sendiri sebagai pasien perorangan atau keluarga
2) Diantar/dirujuk oleh kader posyandu, dukun bayi, dan lainnya
3) Dirujuk dari institusi masyarakat, seperti Poskesdes, Polindes,
dan lain-lain.
b. Rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama dari
wilayah kerja Puskesmas mampu PONED, antara lain dari:
1) Unit rawat jalan puskesmas, puskesmas pembantu/ keliling
2) Praktek dokter atau bidan mandiri
3) Fasilitas pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama lainnya
c. Rujukan dari Puskesmas sekitar
2. Alur Pelayanan di fasilitas rawat inap puskesmas
a.alur rujukan kasus 1, pasien datang dari wilayah puskesmas maupun luar
puskesmas perlu rujukan ke puskesmas yang mampu PONED, dan dilakukan
pemeriksaan fisik dan penunjang, serta segera tentukan diagnosa dan
assessment apakah kasus dapat ditangani oleh tim, apabila kasus dapat
ditangani tim PONED maka dilakukan tindakan/yankes sesuai SPO dan
bimbingan kemandirian keluarga, apabila kasus dapat ditangani dengan
tuntunan dari RS rujukan maka tindakan/yankes sesuai SPO, dengan
bimbingan dari RS rujukan terdekat, melalui komunikasi radio-medik atau e-
Health, kemudian dilakukan monitoring dan evaluasi pada kasus yang dapat
ditangani oleh tim PONED ataupun ditangani dengan tuntunan dari RS rujukan
bila pasien sembuh pasien boleh dipulangkan dan apabila belum sembuh boleh
di rujuk ke RS Rujukan, dan apabila kasus tidak dapat ditangani oleh tim
PONED maka harus dirujuk ke RS rujukan terdekat apabila hasil monitoring
dan evaluasi baik pasien dikembalikan ke puskesmas. Dapat dilihat pada
Gambar 2.1.6
9

Gambar 2.1: Alur Rujukan di Puskesmas mampu PONED6

b. Kebutuhan merujuk pasien tidak hanya dalam kondisi


kegawatdaruratan saja, akan tetapi juga pada kasus yang tidak dapat
ditangani di fasilitas pelayanan rawat inap karena tim inter-profesi tidak
mampu melakukan dan atau peralatan yang diperlukan tidak tersedia.
10

Khusus untuk pasien dalam kondisi sakit cukup berat dan atau kegawat-
daruratan medik, proses rujukan mengacu pada prinsip utama, yaitu :
1) Ketepatan menentukan diagnosis dan menyusun rencana rujukan,
yang harus dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, sesuai
dengan kemampuan dan kewenangan tenaga dan fasilitas pelayanan.
2) Kecepatan melakukan persiapan rujukan dan tindakan secara tepat
sesuai rencana yang disusun.
3) Menuju/memilih fasilitas rujukan terdekat secara tepat dan mudah
dijangkau dari lokasi.
3. Model pola rujukan kegawat-daruratan medik/PONED yang ideal adalah
dengan regionalisasi pelayanan kesehatan dengan cara:
a. Pemetaan fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dalam wilayah
kabupaten/kota;
1) Setiap puskesmas dengan jejaring pelayanan dalam lingkup
wilayah kerjanya, perlu dipetakan secara jelas dengan jalur rujukan
pelayanan dasar yang memungkinkan dapat dibangun
2) Puskesmas non PONED/Puskesmas mampu PONED, bersama RS
kabupaten/kota dalam satu wilayah kabupaten/kota atau dengan RS
Kabupaten/kota tetangganya, perlu dipetakan dalam membangun
sistem rujukan medik spesialistik pada tingkat kabupaten/kota.
3) Puskesmas non PONED di sepanjang perbatasan negara tetangga
dan fasilitas rujukan medik di negara tetangga, perlu dipetakan dalam
rangka membangun satu sistem rujukan medik/PONED terdekat,
bilamana dianggap perlu, didukung dengan satu kebijakan khusus,
melalui hubungan antar pemerintahan
4) Keterlibatan provinsi dalam kondisi wilayah kabupaten
mempunyai daerah-daerah sulit yang harus dilayani Tim Pelayanan
Kesehatan Bergerak (TPKB) Provinsi melalui Flying Health Care
perlu dipetakan dalam sistem rujukan medik di Provinsi.
b. Pemetaan sumberdaya
11

1) Tenaga kesehatan: Medis, keperawatan (bidan, perawat) dan


tenaga pendukung lainnya, dengan kemampuan pelayanan dan
kewenangannya,
2) Kelengkapan peralatannya, dipetakan di setiap fasilitas pelayanan
dalam peta sistem rujukan, sehingga dapat digambarkan kondisi
kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan dimaksud dalam satu sistem
rujukan medik.
c. Alur rujukan kasus obstetric dan neonatal secara timbal-balik
1) Dari tingkat masyarakat/UKBM
a) Masyarakat hendaknya telah terdidik dengan baik untuk
mengenal tanda bahaya kehamilan, persalinan, nifas dan bayi
baru lahir, tahu kemana mencari pertolongan segera, tepat waktu,
tepat tujuan.
b) Posyandu, UKBM lainnya, kader kesehatan, dapat membantu
pasien untuk menunjukkan dan atau mengantarkannya menuju
fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat serta mampu
memberikan layanan sesuai kebutuhannya
2) Mekanisme rujukan pasien maternal dan atau neonatal, dalam
kondisi bermasalah atau kegawat-daruratan medik:
a) Pasien maternal/neonatal dari keluarga, masyarakat umum,
Polindes, Poskesdes, dengan masalah dan atau
emergensi/komplikasi, dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mendapat layanan sesuai kebutuhan layanan.
b) Pasien obstetri dan neonatal, dalam kondisi “kegawatdaruratan
medik obstetrik/neonatal”, dapat dibawa ke semua fasilitas
pelayanan kesehatan yang mampu menangani kasusnya, misalnya
ke Puskesmas mampu PONED dan bila dipandang perlu dapat
langsung ke RS rujukan PONEK/RSSIB terdekat
12

3) Puskesmas akan mengirimkan pasiennya tepat waktu dan tepat


tujuan ke:
a) Puskesmas dengan fasilitas rawat inap mampu PONED,
dengan kinerja (performance) yang baik, atau
b) RS rujukan medik spesialistik/PONEK, RSSIB terdekat.
4) Pada kondisi puskesmas yang difungsikan sebagai pusat rujukan-
antara tidak mampu memberi layanan rujukan medis pada kasus
obstetri dan neonatal (PONED), pasien harus secepatnya dirujuk ke
RS rujukan (PONEK/RSSIB) dan secepatnya diberikan latihan ulang.
d. Pada lokasi-lokasi tertentu seperti di lokasi terpencil /sangat terpencil,
merujuk pasien ke RS rujukan medik spesialistik/ PONEK terdekat hampir
tidak mungkin, dan atas dasar kebutuhan pelayanan rujukan, puskesmas
dengan fasilitas rawat inap di lokasi-lokasi terpencil dan sangat terpencil di
pusat gugus pulau atau pusat cluster daratan terpencil/sangat terpencil,
perlu dipertimbangkan untuk ditingkatkan kemampuannya, sebagai pusat
rujukan medik spesialistik terbatas.
e. Pada kondisi kabupaten berada di daerah terpencil, atau sebagian
wilayah kabupaten berada di daerah terpencil, maka:
1) Apabila RS Kabupaten tidak memiliki dokter spesialis (SpOG dan
Sp.A), maka RS tidak dapat difungsikan sebagai pusat rujukan medik
spesialistik/PONEK.
2) Pada kondisi demikian, pasien yang membutuhan rujukan
spesialistik maternal/obstetri dan neonatal emergensi tidak dapat
dilayani
3) Dinas Kesehatan Kabupaten melalui Pemda Kabupaten, dapat
meminta bantuan Provinsi, mendukung penyelenggaraan pelayanan
rujukan obstetri dan neonatal, di RS Kabupaten dan pelayanan
kesehatan bagi masyarakatnya di daerah terpencil/sangat terpencil.
4) Provinsi harus membantu kabupaten untuk mendukung
penyelenggaraan pelayanan melalui kunjungan Tim Pelayanan
Kesehatan Bergerak (TPKB) Provinsi dalam upaya skreening kasus
13

risiko maternal/neonatal sesuai standar yang mewajibkan ibu hamil


minimal 1 kali diperiksa dokter.
5) TPKB daerah terpencil, yang datang ke RS Kabupaten atau
Puskesmas perawatan, dapat memberikan layanan rujukan medik
spesialistik, dan umpan balik serta tindaklanjutnya.
f. Rujukan yang dikirim ke fasilitas pelayanan rujukan medik
spesialistik/spesialistik terbatas (PONEK), harus menerima umpan balik
rujukan, sehingga kebutuhan pelayaan kesehatan dapat secara tuntas
dilayani.6
2.1.6 Tugas dan Tanggung Jawab Pembina PONED
Terselenggaranya pelayanan di puskesmas mampu PONED yang bermutu
dan profesional perlu dilakukan pembinaan baik terhadap Puskesmas, Dinas
Kesehatan kabupaten/kota dan Dinas Kesehatan Provinsi. Pembinaan ini
dilakukan secara berjenjang dan simultan dengan melibatkan Lintas Program dan
Lintas Sektor.
1. Pembinaan puskesmas mampu PONED diarahkan untuk :
a. Meningkatkan mutu pelayanan (teknis dan non teknis yang terintegrasi
dengan baik)
b. Meningkatkan kemampuan manajerial puskesmas
c. Meningkatkan kemampuan membangun kerjasama dengan mitra kerja
terkait
2. Pembinaan dapat diberikan dalam bentuk:
a. Pelatihan ulang (retraining), untuk teknis dan non teknis
b. Pendampingan, dalam kemampuan teknis, non teknis dan manajemen,
antara lain melalui magang dan bimbingan untuk kemampuan teknis,
c. Supervisi fasilitatif
3. Aspek yang dibina
a. Aspek teknis yang dibina:
1) Kemampuan/ ketrampilan teknis medis, keperawatan
2) Kepatuhan pada SOP dalam memberikan pelayanan yang sesuai standar
mutu
14

3) Mengimplementasikan konsep collaborative improvement, dalam upaya


meningkatkan mutu pelayanan yang berkelanjutan.
b. Aspek non teknis:
1) Kemampuan KIE/ KIPK
2) Behavioural Change Communication (BCC),
3) Kemampuan Pemasaran, public relation
4) Kemampuan advokasi, kolaborasi, koordinasi, Integrasi, dan lainnya
5) Kemampuan manajemen alat kesehatan
c. Aspek menejemen
1) Menyusun rencana penyelenggaraan PONED di puskesmas dibahas
secara lintas program dan lintas sektor melalui forum District Team
Problem Solving (DTPS) atau bentuk forum lain dari hasil analisis data
yang ada.
2) Menyusun kerangka kegiatan dalam upaya mencapai tujuan,
berdasarkan rencana yang disusun, mencakup kegiatan-kegiatan teknis,
non teknis dan manajemen
3) Membangun dan menggerakkan peran serta masyarakat,
4) Membangun sistem rujukan yang berfungsi baik, mantap, efektif dan
efisien
5) Penyelenggaraan (manajemen) PONED di puskesmas, dalam rangka
mencapai target cakupan dan keberhasilan PONED
6) Pencatatan dan pelaporan.6
2.1.7 Indikator dan Evaluasi
1. Membandingkan kinerja penyelenggaraan PONED terhadap indikator
yang ditetapkan.
2. Menganalisis masalah, menetapkan kesenjangan, mengidentifikasi
penyebab dan latar belakangnya, melakukan review kinerja teknis, non teknis
dan manajemen, internal puskesmas mampu PONED dan menyusun rencana
tindaklanjutnya, termasuk upaya untuk meningkatkan kemampuan teknis
medis, kemampuan KIE/KIPK, kemampuan pemasaran/ PR dan lainnya.
15

3. Menginformasikan hasil analisis masalah dalam penyelenggaraan PONED


kepada semua yang terlibat melalui forum Lokakarya Mini Puskesmas
bulanan, triwulanan dan tahunan, dan menyusun rencana perbaikan dan
peningkatan kinerjanya
4. Melaporkan secara berkala kepada Kepala Dinas Kesehatan
kabupaten/kota, dalam rangka pembinaan manajemennya sekaligus
memfasilitasi untuk pembinaan teknis dari RS Kabupaten, serta upaya untuk
meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak terkait.
5. Menginformasikan hasil analisis masalah kepada Puskesmas jejaringnya
dan LS terkait dan masyarakat peduli, dalam forum Lokakarya Mini Lintas
Sektoral-Lintas kecamatan; melibatkan Puskesmas Sekitar dan LS terkait,
dalam periode triwulanan dan tahunan.
6. Menyepakati rencana tindak-lanjut dalam upaya perbaikan dan
peningkatan kinerja masing-masing Puskesmas dan penggerakan mitra kerja
dalam peran sertanya.
7. Atas kebutuhan perbaikan/peningkatan kinjerja PONED, dinas kesehatan
kabupaten/kota melaporkan penyelenggaraan PONED secara berkala kepada
provinsi dan pusat.6
16

Gambar 2.2 : Alur penetapan Puskesmas mampu PONED6


2.2. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)
2.2.1. Definisi
Rumah Sakit Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
(PONEK) 24 Jam adalah Rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan
kedaruratan maternal dan neonatal secara komprehensif dan terintegrasi 24 jam.
Rumah Sakit PONEK 24 jam merupakan bagian dari system rujukan dalam
pelayanan kedaruratan dalam maternal dan neonatal, yang sangat berperan dalam
menurunkan angka kematian ibu danbayi baru lahir. Kunci keberhasilan PONEK
adalah ketersediaan tenaga terutama tenaga dokter dan dokter spesialis yang siaga
24 jam, alat transportasi dan manajemen kasus selama proses rujukan.8,6
2.2.2. Landasan Hukum PONEK
Kematian bayi baru lahir umumnya dapat dihindari penyebabnya seperti Berat
Badan Lahir Rendah (40,4%), asfiksia (24,6%) dan infeksi (sekitar 10%). Hal
tersebut kemungkinan disebabkan oleh keterlambatan pengambilan keputusan,
merujuk dan mengobati. Sedangkan kematian ibu umumnya disebabkan
perdarahan (25%), infeksi (15%), pre-eklampsia / eklampsia (15%), persalinan
macet dan abortus. Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan erat dengan
mutu penanganan ibu, maka proses persalinan dan perawatan bayi harus dilakukan
dalam sistem terpadu di tingkat nasional dan regional.8
Pembangunan bidang kesehatan yang dituangkan dalam sasaran Sustainable
Development Goals (SDGs) terdapat tujuan yang terkait langsung dengan bidang
kesehatan, yaitu target 3 (memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung
kesejahteraan bagi semua untuk semua usia). Dalam mencapai target SDG’s
tersebut perlu dilakukan upaya terobosan yang efisien, yaitu melalui program
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah
Sakit.6 Beberapa peraturan yang menjadi landasan hukum, yaitu:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3495).
17

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4431).
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437).
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 159b/Menkes/SK/Per/II/1988 tentang
Rumah Sakit.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional, diatur Upaya
Kesehatan Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di
Lingkungan Departemen Kesehatan.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran9
2.2.3. Fasilitas dan Ruang Lingkup PONEK
Upaya Pelayanan PONEK :
1. Stabilisasi di UGD dan persiapan untuk pengobatan definitif
2. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang tindakan
3. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparotomi, dan seksio
sesaria
4. Perawatan intensif ibu dan bayi.
5. Pelayanan asuhan ante natal risiko tinggi.
Ruang lingkup pelayanan kesehatan maternal dan neonatal pada PONEK
18

terbagi atas dua kelas, antara lain :


1. Ponek Rumah Sakit Kelas C dan D
a. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Fisiologis
b. berupa pelayanan kehamilan dan persalinan, nifas, asuhan bayi baru
lahir , imunisasi dan stimulasi, deteksi, intervensi dini tumbuh
kembang.
c. Pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal dengan risiko tinggi
d. Masa antenatal, intranatal, post natal
e. Pelayanan Kesehatan Neonatal
f. Pelayanan Ginekologis
g. Perawatan Khusus / High Care Unit dan Transfusi Darah
2. Ponek Rumah Sakit Kelas B
a. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Fisiologis
b. Pelayanan PONEK RS kelas C disertai pelayanan Intensive Care Unit
(ICU), NICU, Endoskopi
c. Pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal dengan risiko tinggi
d. Masa antenatal, intranatal dan postnatal dengan level kompetensi yang
lebih tinggi
e. Pelayanan Kesehatan Neonatal
f. Disertai dengan kelainan jantung bawaan dan kelainan lainnya
g. Pelayanan Ginekologis
h. Perawatan Intensif Neonatal
3. Pelayanan Penunjang Medik
a. Pelayanan Darah
b. Perawatan Intensif
c. Pencitraan dan laboratorium
19

Gambar 2.3. Mekanisme alur pasien rujukan maternal dan neonatal.8

2.2.4. Monitor Dan Evaluasi Kinerja


Pemantauan dan evaluasi kinerja ini bersifat:
1. Harus dapat dilakukan mandiri oleh tim PONEK RS itu sendiri (self
assessment), tidak tergantung pada siapapun, dapat dilakukan setiap saat,
berkesinambungan dan terarah.
2. Bila tim PONEK RS tersebut belum dapat melakukan penilaian mandiri,
dapat meminta bantuan pihak luar (non-self assessment). Pihak luar yang
dimaksud adalah RS yang sudah memenuhi kriteria RS MAMPU PONEK
atau kelompok profesi yang sudah kompeten dalam membentuk pelatihan
PONEK bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat. Penilaian ini
secara bertahap akan dikurangi dan diupayakan untuk dapat kembali ke
poin 1, yaitu menilai secara mandiri.
20

3. Hasil penilaian dapat meliputi 3 kriteria, yaitu RS BELUM MAMPU


PONEK, MAMPU PONEK dan MAMPU PONEK PLUS. Adapun kriteria
RS PONEK
Sudah tersedia format Pemantauan dan Evaluasi melalui penilaian standar yang
terdiri dari 2 komponen besar, yaitu:
1. Standar Kinerja Manajemen, terdiri atas:
a. Standar Masukan
Daftar Tilik Pemantauan standar masukan meliputi Area Cuci Tangan, Area
Resusitasi dan Stabilisasi di Ruang Neonatus/UGD, Unit Perawatan Khusus, Unit
Perawatan Intensif, Area Laktasi, Area Pencucian Inkubator
b. Standar Manajemen
Daftar Tilik Pemantauan Pengelolaan menurut bagiannya antara lain:
Referensi, Catatan medis, Sumber daya manusia, Manajemen Kualitas,
Manajemen Pemeliharaan
2. Standar Kinerja Klinis.
Daftar tilik kompetensi yang telah disusun berdasarkan berbagai kasus yang
sering didapatkan di bidang maternal dan neonatal.8
21

Gambar 2.4 Algoritme Evaluasi Kinerja RS PONEK dan


upaya pengembangan kriteria RS PONEK8

2.3. Collaborative Improvement PONED-PONEK


Kolaborasi antara PONED dan PONEK bertujuan meningkatkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam kondisi sumber daya yang terbatas,
model tersebut dikembangkan, melibatkan tim yang anggota-anggotanya berasal
dari berbagai klinik dan rumah sakit, dari berbagai tingkatan/level yang beragam,
yang berbeda satu dengan lainnya di dalam satu sistem kesehatan dan berupaya
22

mendukung pihak-pihak terlibat untuk dapat bekerja sama dalam rangka mencapai
tujuan bersama, yaitu meningkatkan aspek-aspek tertentu dari
sistembersangkutan. Dalam sistem kolaborasi ini pasien mulai ditangani tidak
hanya sejak dilakukannya rujukan ke PONED ataupun PONEK, melainkan sejak
di komunitas. Melalui kerjasama dengan LSM ataupun pembentukan kader
kesehatan akan mampu mendeteksi dini adanya faktor risiko terkait obstetri dan
neonatus di lingkungan masyarakat. Selain itu melalui jejaring yang sudah
dibentuk di tiap PONED dan PONEK dalam suatu wilayah juga bisa membantu
melakukan deteksi dini sekaligus menentukan pelayanan apa yang dibutuhkan
oleh masyarakat.

Gambar 2.5 Konsep Colaborative Improvement PONED-PONEK

2.3.1. Tahapan Pelaksanan Collaborative Improvement PONED PONEK


1. Pembentukan struktur dan tupoksi pelaku utama dan mitra Collaborave
Improvement PONED-PONEK dan jejaring pelayanan emergensi yang
melibatkan para unsur pemegangkebijakan baik dari unsur pemerintahan,
dinas kesehatan kabupaten/kota, organisasi profesi, institusi kesehatan,
23

Rumah Sakit, kepala puskesmas, BKKBN, dan para lembaga swadaya


masyarakat yang berperan dalam bidang kesehatan.
2. Penyusunan rencana kegiatan Collaborave Improvement PONED-PONEK
di tingkat provinsi, kabupaten/kota termasuk mapping wilayah kerja
Puskesmas mampu PONED dan RS PONEK dalam suatu sistem rujukan
dan pola pembinaan. Tingkat provinsi akan berperan dalam koordinasi
rujukan terutama di perbatasan antar kabupaten atau kabupaten dan kota,
untuk memudahkan rujukan kasus emergensi/komplikasi.
3. Tersedianya hotline service atau sistem informasi komunikasi dimasing-
masing rumah sakit, khusus kasus obstetri dan neonataldan Dinas
Kesehatan kabupaten/kota.
4. Adanya SOP tentang pelayanan di setiap RS PONEK dan puskesmas
mampu PONED dalam penanganan kasus obstetrik dan neonatal.
5. Kesepakatan RS PONEK melakukan pembinaan ke fasilitas pelayanan
kesehatan dasar puskesmas mampu PONED, yang dihadiri juga oleh tim
dokter, bidan koordinator dan beberapa bidan desa tertentu dari puskesmas
kluster, yang dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
6. Pelaksanaan Lokakarya RSU Provinsi harus memenuhi baku mutu
PONEK secara internal dan kesinambungan sebagai upaya menjaga
kinerja instusi dan kualitas pelayanan, termasuk menjalin kerjasama
dengan Dinas Kesehatan-Puskesmas- Poskesdes/BPS/BDD-KB
7. Pelati han PP GDON dan KB bagi Puskesmas/Polindes/BPS/BDD terpilih
dan dilakukan bimbingan teknis/ On the Job Training (OJT) ke Puskesmas
yang juga melibatkan Poskesdes/BPS/BDD dengan fasilitasi dari Dinkes
Provinsi/Kabupaten/Kota.
8. Upaya kendali mutu pelayanan dan perbaikan kinerja secarainternal,
termasuk komponen jejaring secara berkala dan terjadwal yang difasilitasi
oleh Dinkes, Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan Rumah Sakit.
9. Membentuk sistem pencatatan dan pelaporan secara berkala di tingkat
kabupaten/kota dan Provinsi.
24

10. Melaksanakan evaluasi triwulan kinerja dan kualitas pelayanan


institusional RS Rujukan dan Jejaring Pelayanan dan Komunikasi
Emergensi di wilayah cakupan Collaborave Improvement PONEK oleh
Organisasi Profesi dan Kemenkes.
11. Melakukan kajian data outcome (terutama MMR, NMR,s ll-birth, near-
miss), dengan megkaji/review antara output pelayanandengan kualitas
pelayanan (quality of care) kesehatan Ibu dan Bayi baru lahir.6

2.4. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas


Cimahi Selatan
Puskesmas Cimahi Selatan terdapat di Kecamatan Cimahi Selatan, Kelurahan
Utama, Kota Cimahi. Puskesmas Cimahi Selatan mempunyai wilayah kerja
sebanyak 1 kelurahan dengan luas wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan
adalah 3,8 km2, secara administratif terbagi menjadi 16 Rukun Warga (RW)
dengan RW paling luas adalah RW 5 dan paling sempit adalah RW 10. Jarak
terjauh dari jangkauan puskesmas adalah 2 km.
Puskesmas Cimahi Selatan merupakan salah satu Puskesmas yang memiliki
PONED selain Puskesmas Melong Asih dan Puskesmas Melong Tengah di Kota
Cimahi. Pelayanan PONED Puskesmas Cimahi Selatan bersumber dari panduan
puskesmas mampu PONED. Tenaga kerja yang mendukung PONED terdiri dari
satu dokter penanggung jawab, enam bidan pegawai negeri sipil (PNS), tiga bidan
petugas tidak tetap (PTT) dan 2 bidan harian lepas (BHL) dengan jam kerja bidan
PNS pada shift pagi jam 07.00-14.00 WIB, sedangkan shift siang 10.00-17.00
WIB dan shift malam 17.00-07.00 diisi oleh bidan PTT dan bidan BHL. Dokter
tidak memiliki jam kerja tetap untuk pelayanan PONED. Pelayanan PONED
dilakukan di satu Gedung PONED yang terdiri dari satu ruang bersalin dengan
satu tempat tidur bersalin, satu ruang nifas dengan tiga tempat tidur, ruang call
center, kamar mandi pasien dan kamar mandi karyawan. Selain itu, terdapat satu
meja resusitasi neonatus, satu inkubator, tiga alat partus dan hecting¸ satu alat
suction, dan satu set kuretase. PONED Cimahi Selatan meiliki sistem rujukan
dengan Call Center.Apabila terdapat pasien yang perlu dirujuk ke PONEK RS
25

maka call center akan mencari rumah sakit lain di Kota Cimahi hingga RS Hasan
Sadikin Bandung. Petugas PONED melakukan pencacatan aktifitas pelayanan
yang terdiri dari jumlah persalinan dan rujukan, beban kerja dan indikator klinis
seperti jumlah kematian ibu dan neonatal, IMD, pemberian antibiotik sebelum
rujukan, pemberian MgSO4 pada kasus PEB atau eklampsia, pemasangan
kondom kateter pada prarujukan kasus atonia, resusitasi neonatus asfiksia serta
kelengkapan dokumentasi. Hasil pencatatan tersebut kemudian dibahas setiap
bulannya serta terdapat penilaian dari tim Expanding Maternal and Neonatal
Survival (EMAS).
BAB III
KESIMPULAN

Puskesmas Cimahi Selatan memiliki kemampuan untuk melaksanakan


program PONED sebagai salah satu dari program perencanaan dan pencegahan
komplikasi (P4K) berdasarkan panduan puskesmas mampu PONED untuk
memberikan pelayanan langsung kepada ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru
lahir dengan komplikasi baik yang datang atau rujukan dari bidan desa atau kader
dan dapat melaksanakan rujukan ke RS PONEK jika mendapat kasus yang tidak
dapat ditangani sesuai dengan alur rujukan dari panduan puskesmas mampu
PONED dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi
di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan.
Sumber daya manusia meliputi satu dokter penanggung jawab dan sebelas
bidan yang bekerja dengan sistem shift pagi, siang dan malam dengan jadwal yang
disesuaikan dengan status kepegawaian.Fasilitas PONED Cimahi Selatan terdiri
atas gedung yang diri atas satu kamar bersalin dengan satu ruangan nifas dengan
tiga tempat tidur dan alat penunjang persalinannya yang telah sesuai dengan
kebutuhan.

26
27

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Maternal Mortality: World Health Organization; 2014


2. WHO. World Health Statistics: Monitoring Health for The SDG’s. World
Health Organization; 2019
3. UNICEF. Maternal and Newborn Health Disparities In Indonesia. Unicef;
2015.
4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Barat Tahun 2016. Jawa Barat. Dinkes Provinsi Jawa Barat; 2017
5. Dinas Kesehatan Kota Cimahi. Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota
Cimahi 2017-2022. Cimahi. Dinkes Kota Cimahi; 2017
6. Kemenkes RI. Pedoman Penyelenggara Puskesmas Mampu PONED.
Jakarta: Kemenkes RI. 2013
7. Dinas Kesehatan Kota Cimahi. Profil Kesehatan Cimahi 2017. Cimahi;
Dinkes Kota Cimahi. 2018
8. Mubarak, W. I. Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsep dan Aplikasi dalam
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. 2012.
9. Susyanty A.L, Lestary H., Raharni. Pelaksanaan Program Pelayanan
Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Kabupaten
Karawang. Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan. 2016
10. Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman P4K. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2009

Anda mungkin juga menyukai