Anda di halaman 1dari 69

Case Report

Efusi Pleura ec. Ca Paru

Disusun Oleh :

Elizabeth Theresia, S.Ked


(19360098)

Preseptor :

dr. Silman Hadori, Sp.Rad., MH.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2021

1
LEMBAR PENGESAHAN
Case Report :

Efusi Pleura ec. Tumor Paru

Penyaji, Pembimbing,

Elizabeth Theresia, S.Ked dr. Silman Hadori, Sp.Rad, M.H.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2021

2
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 153379
Nama : Nn. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 17-06-1999
Umur : 21 tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Pramuka Gg. Darfa, Kemiling, Langkapura
Tanggal masuk : Jumat, 8 Januari 2021, pukul 21.21 WIB
Masuk Rawat Inap : Jumat, 8 Januari 2021, pukul 23.00 WIB

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan utama
Sesak napas sejak ±3 hari yang lalu SMRS

Keluhan tambahan
Sesak napas semakin memberat saat melakukan aktifitas

Riwayat Penyakit Sekarang


Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak napas sejak ±3 hari
yang lalu SMRS. Keluhan sesak napas dirasakan terus menerus, sesak
dirasakan semakin memberat dan tidak dipengaruhi dengan adanya
perubahan posisi. Sesak dirasakan memberat terutama ketika Os melakukan
aktifitas, sehingga aktifitas Os menjadi terbatas. Nafsu makan Os menurun
serta berat badan Os menurun, lemas (+). Sesak tidak disertai suara mengi.
Tidak terdapat batuk, tidak ada demam, mual, muntah, ataupun nyeri kepala.

3
BAB dan BAK dalam batas normal. Os sebelumnya di diagnosis tumor paru
dan sudah direncanakan operasi di RSAM.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tumor paru

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak diketahui

Riwayat Pengobatan
Tidak diketahui

Riwayat Sosial Ekonomi


Os tinggal bersama orangtuanya di Jl. Pramuka Gg. Darfa, Kemiling,
Langkapura. Pekerjaan os adalah seorang Pelajar. Kesan ekonomi cukup. Dan
Os terdaftar sebagai pasien BPJS kelas III.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- GCS : E4V5M6
- Tanda vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 30 x/menit
Suhu : 36,6 oC

Pemeriksaan Sistemik

Kulit : Pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)


Kepala : Bentuk normal, tidak ada hematoma, rambut
berwarna hitam, tidak mudah dicabut

4
Mata : Konjungtiva normal, sklera ikterik (-), pupil isokor,
diameter pupil 3 mm, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-), sekret (-), edema (-),
hiperemis (-)
Hidung : Deviasi septum hidung (-), epistaksis (-)
Mulut/Tenggorokan : Sulcus nasolabialis simetris, lidah normal, deviasi
lidah (-), faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid
(-), JVP 5+2 cm H2O
KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax :
1. Pulmo
 Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan a simetris dada kiri tertinggal,
hematom/jejas (-), retraksi (-)
 Palpasi : Vokal Fremitus dada kiri menurun, nyeri tekan (-)
 Perkusi : Redup di lapang paru atas, bawah dan samping paru
kiri, sonor di lapang paru atas, bawah dan samping
paru kanan
 Auskultasi : Suara vesikuler menurun di lapang paru atas, bawah
dan samping paru kiri, suara vesikuler di seluruh
lapang paru kanan, Ronkhi (-), Wheezing (-)
2. Jantung
 Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis
 Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus cordis
 Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri : Tidak dapat dinilai
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi
redup
 Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

5
Abdomen
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani (+) di keempat kuadran, nyeri ketok sudut
costa vertebra kanan dan kiri (-)
 Auskultasi : Supel di keempat kuadran, nyeri tekan (-), nyeri lepas
(-), hepar dan lien tidak teraba, shifting dullness (-)

Ekstremitas
Superior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
(-/-) akral hangat (+/+), oedem (-/-), CRT < 2 detik
Inferior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
(-/-) akral hangat (+/+), oedem (-/-), CRT < 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium

Hematologi (8 Januari 2021)

Pemeriksaan Hasil Normal Satuan KET


Hemoglobin 13,5 Lk 14 – 18 Wn 12 – 16 gr/dl N
Leukosit 9.300 4.500 – 10.700 % N
Hit. Jenis leukosit Basofil 0 0–1 % N
Hit. Jenis leukosit Eosinofil 0 0–3 % N
Hit. Jenis leukosit Batang 1 2–6 % N
Hit. Jenis leukosit Segmen 88 50 – 70 % N
Hit. Jenis leukosit Limposit 7 20 – 40 % N
Hit. Jenis leukosit Monosit 4 2–8 % N
Eritrosit 4,7 Lk 4,6-6,2 Wn 4,2-6,4 106/ul N
Hematoktit 39 Lk 50-54 Wn 38-47 % N
Trombosit 275.000 159.000-400.000 Ul N
MCV 83 80-96 Fl N
MCH 28 27-31 Pg N
MCHC 34 32-36 g/dl N
ALC (Absolute Lymphocyte 651
Count)

6
NLR (Neutrophil Lymphocyte 12,7
Ratio)

Imunologi (8 Januari 2021)

Pemeriksaan Hasil Normal Satuan KET


SARS-CoV-2 IgG Non Reaktif (-) Non Reaktif (-) N
SARS-CoV-2 IgM Non Reaktif (-) Non Reaktif (-) N

Kimia Darah (8 Januari 2021)

Pemeriksaan Hasil Normal Satuan KET


Gula Darah Sewaktu 88 <200 mg/dl N
Urea 22 10 -50 mg/dl N
Lk : 0,6 – 1,1
Creatinin 0,7 mg/dl N
Wn : 0,5 – 0,9
Natrium 137 135 – 145 mg/dl N
Kalium 2,9 3,5 - 5,5 mg/dl N
Chloride 88 96 – 106 mg/dl N

B. Rontgen Thorax pada tanggal 8 Januari 2021

7
Expertise :
1. Perselubungan opak inhomogen, batas tidak tegas, tepi irreguler, di
lapang atas dan tengah medial paru kiri
Ec. DD/ - Massa paru
- Pneumonia lobaris
- KP tipe pneumonik
(Bagaimana klinis, lab dan PA?)
2. Effusi pleura kiri

V. RESUME

Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak napas sejak ±3 hari


yang lalu SMRS. Keluhan sesak napas dirasakan terus menerus, sesak
dirasakan semakin memberat dan tidak dipengaruhi dengan adanya
perubahan posisi. Sesak dirasakan memberat terutama ketika Os melakukan
aktifitas, sehingga aktifitas Os menjadi terbatas. Nafsu makan Os menurun
serta berat badan Os menurun, lemas (+). Os sebelumnya di diagnosis tumor
paru dan sudah direncanakan operasi di RSAM.

Pemeriksaan fisik tanggal 8 Januari 2021 didapatkan kesadaran


compos mentis, tampak sakit sedang, TD 110/70 mmHg, nadi 88x/menit, RR
30x/menit, suhu 36,6ºC.

Pemeriksaan thorax pergerakan a simetris dada kiri tertinggal, vokal


fremitus dada kiri menurun, redup di lapang paru atas, bawah dan samping
paru kiri, suara vesikuler menurun di lapang paru atas, bawah dan
samping paru kiri, batas bawah kiri jantung tidak dapat dinilai dengan bunyi
redup.

Pada pemeriksaan Rontgen Thorax didapatkan Perselubungan opak


inhomogen, batas tidak tegas, tepi irreguler, di lapang atas dan tengah medial
paru kiri ec. Massa paru, Pneumonia lobaris, KP tipe pneumonik, Effusi
pleura kiri.

8
VI. DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis Banding :
- Efusi Pleura Sinistra ec. Ca Paru
- Efusi Pleura Sinistra ec. Tumor Paru

Diagnosis Kerja :
- Efusi Pleura Sinistra ec. Ca Paru

VII. TATALAKSANA

 O2 3L
 IVFD RL 20 tpm
 Inj Ceftriakson 1 x 2gr
 Inj Metil prednisolon 125 mg / 8 jam
 Inj Furosemid 1 amp / 24 jam
 Pungsi pleura

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad malam


Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam

9
Follow Up

Tanggal Waktu Pemeriksaan


8/1/2021 23.00 S : Sesak napas sejak ±3 hari yang lalu, sesak memberat
saat beraktifitas, lemas
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 120/80 mmHg. N 84 x/m. RR 30
x/m. T 36oC
A : Efusi pleura sinistra + Obs. Dyspneu ec. Tumor Paru
P :
 O2 3L
 IVFD RL 20 tpm
 Inj Ceftriakson 1 x 2gr
 Inj Metil prednisolon 3 x 125mg
 Inj Furosemid 1 x 1
Rencana Pungsi Pleura dengan dokter spesialis Paru
Rencana Rontgen Thorax dengan dokter spesialis
Radiologi
9/1/2021 14.35 S : Sesak napas berkurang
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 110/80 mmHg. N 82 x/m. RR 22
x/m. T 36oC
A : Efusi pleura sinistra
P :
 IVFD RL 20 tpm
 Inj Ceftriakson 1 x 2gr
 Inj Metil prednisolon 3 x 62,5mg
 Inj Furosemid 1 x 1
Pungsi pleura, Rencana sitologi efusi pleura dengan dokter
spesialis Patologi anatomi
10/1/2021 13.00 S : Sesak napas berkurang, mual (+), muntah (+), lemas
(+), nyeri ulu hati (+)
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 100/80 mmHg. N 80 x/m. RR 23
x/m. T 36oC

10
A : Efusi pleura sinistra
P :
 IVFD RL 20 tpm
 Inj Ceftriakson 1 x 2gr
 Inj Metil prednisolon 3 x 62,5mg
 Inj Furosemid 1 x 1
 Inj Omeprazole vial
 Inj Ondansentron amp
11/1/2021 14.00 S : Sesak napas berkurang
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 110/70 mmHg. N 82 x/m. RR 23
x/m. T 36,1oC
A : Efusi pleura sinistra
P :
 IVFD RL 20 tpm
 Inj Ceftriakson 1 x 2gr
 Inj Metil prednisolon 3 x 62,5mg
 Inj Furosemid 1 x 1

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. EFUSI PLEURA

DEFINISI
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum)
pleura yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc
cairan.1
Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau Efusi pleura
adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang
berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.2
Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura
ini juga selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura
viseralis dengan pleura parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru
(mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan mulus. Dalam keadaan
normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura
komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai
kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. 1,2
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura
antara lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol
tinggi 1,2
a. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam
hal ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral.
Sebab-sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis
hati dengan asites, serta sebgai salah satu tias dari syndroma meig (fibroma
ovarii, asites dan hidrotorak).
b. Hemotoraks
Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya
terjadi karena trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat
penderita, atau trauma tajam maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada

12
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini
mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya
diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka
biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Penyebab lainnya
hemotoraks adalah:
 Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga pleura.
 Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta)
yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.
 Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga
pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah
dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
c. Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura
patologis iniakan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks
atau empiema. Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan
terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya. Empiema bisa
merupakan komplikasi dari:
 Pneumonia
 Infeksi pada cedera di dada
 Pembedahan dada
d. Chylotoraks
Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan
kil/getah bening pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya
kilotoraks antara lain :
 Kongenital, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus,
tapi terdapat fistula antara duktus torasikus rongga pleura.
 Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada,
atau pukulan pada dada (dengan/tanpa fratur). Yang berasal dari efek
operasi daerah torakolumbal, reseksi esophagus 1/3 tengah dan atas,

13
operasi leher, operasi kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi
arkus aorta.
 Obstruksi Karena limfoma malignum, metastasis karsinima ke
mediastinum, granuloma mediastinum (tuberkulosis,
histoplasmosis).
Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi
terhadap duktus torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga
penyakit trombosis vena subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan
duktus torasikus dan menyebabkan kilotoraks. 1,2

ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA


Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan
parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan
ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis.
Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis,
sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan
mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan
dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi
sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus
paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis,
diantaranya : 1,2,3
1. Pleura Visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel
mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di
bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat
elastik. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang
banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a.
Brakhialis serta pembuluh limfe Menempel kuat pada jaringan paru
Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.

14
2. Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat
(kolagen dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung
kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan
banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya
sesuai dengan dermatom dada. Mudah menempel dan lepas dari dinding
dada di atasnya Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura

Gambar 1. Tampilan depan paru dan pleuranya

FISIOLOGI
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran
satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis.
Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim yang
berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial dapat terus menerus
melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura.

15
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar
daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan
permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam
keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.1

Gambar 2. Memperlihatkan dinamika pertukaran cairan dalam ruang pleura

Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya
beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa
jumlah cairan pleura sebanyak 12-15 ml 1. Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari
cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa
keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura
kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan permukaan lateral
(3)
pleural parietalis . Oleh karena itu, ruang pleura (ruang antara pleura parietalis
dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu
sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. 1,2,3

EPIDEMIOLOGI
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di
negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi
penyakit yang mendasarinya.

16
Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis kelamin.
Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua pertiga dari
efusi pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara signifikan
berhubungan dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait
dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria. 2

ETIOLOGI
Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 mL cairan, hal ini
memperlihatkan adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan
onkotik dalam pembuluh darah pleura viseral dan parietal dan drainase limfatik
luas. Efusi pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan
tekanan onkotik. 2
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non
pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura
sangat luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif,.
pneumonia, keganasan, atau emboli paru. Mekanisme sebagai berikut memainkan
peran dalam pembentukan efusi pleura:
1. Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, radang, keganasan,
emboli paru)
2. Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia,
sirosis)
3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah
(misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat
hipersensitivitas, uremia, pankreatitis)
4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan /
atau paru-paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava
superior)
5. Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh
(misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma)
6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk
obstruksi duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)

17
7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui
limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)
8. Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral
9. Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten
menyebabkan adanaya akumulasi cairan di pleura
10. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis,
pneumonia, virus, bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura), karena tumor dan trauma

KLASIFIKASI
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan
cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau eksudat. Transudat
hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik,
sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang
menurun. Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk
cairan transudat dan eksudat. 1,2,3
1. Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:
a. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan
kapiler hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu
sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi
pada:
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:


a. Gagal jantung kiri (terbanyak)
b. Sindrom nefrotik
c. Obstruksi vena cava superior

18
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau
masuk melalui saluran getah bening)

b. Eksusadat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane
kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi
tinggi dibandingkan protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran
cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling
sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein
getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan
peningkatan konsentasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan
eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
b. Tumor pada pleura
c. Iinfark paru,
d. Karsinoma bronkogenik
e. Radiasi,
f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus
Eritematosis).

PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh
saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi.
Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara
produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. 1,2,3,4

19
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi
yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial
submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan
cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan
diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh
sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura
visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial. 1,2,3,4
Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan.
Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi
empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks. 1,2,3,4
penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan
pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.
Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan
sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis,
baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis.
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih
banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe
bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik
akan menghambat pengosongan cairan limfe, gangguan kontraksi saluran
limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening.

20
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada
ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara
perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul
dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan
gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan
partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa
Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.

MANIFESTASI KLINIS
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya
asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan, dan berat badan yang
menurun seperti pada efusi yang lain. 1,2,3,4,5
Dari anamnesa didapatkan :
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan
pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan
efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh
b. Rasa berat pada dada
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma
bronchus atau metastasis
d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)
a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
b. Vokal fremitus menurun
c. Perkusi dull sampal flat
d. Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang

21
e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
treakhea

Nyeri dada pada pleuritis :


Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan
diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri
dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari
nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya
pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G.
Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan
abdomen.
2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus
menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa efusi pleura
antara lain : 4,5,6
1. Rontgen dada
Roentgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan
adanya cairan. Foto dada juga dapat menerangkan asal mula terjadinya
efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa
tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya
densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.
2. USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat
membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam
rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.

22
3. CT Scan Dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam
menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan ini tidak
banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh
melalui torakosentesis.
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum
yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah
pengaruh pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk
diuagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah paru
di sela iga v garis aksilaris media dengan memakai jarum Abbocath
nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi
1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan
aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu
cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan
karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan
peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.
5. Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya
maka dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk
dianalisa. Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukkan 50 -75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa
dan tumor pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak memuaskan,
dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita,

23
meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara lain
pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding
dada.
6. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostic cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-
xantho-ctrorne. Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada
trauma, infark paru, keganasan. adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya
empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena
ameba
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Perbedaan Transudat Eksudat
- Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3. > 3.
- Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
- Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
- Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam Serum < 0,6 > 0,6
- Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
- Rivalta negatif positif

Di. samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia


diperiksakan juga pada cairan pleura :
- kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma
- kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan
metastasis adenokarsinoma.

24
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis
atau dominasi sel-sel tertentu.
- Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.
- Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum
- Sel mesotel : Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan
adanya infark paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel
eritrosit.
- Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma
- Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid
- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan
empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang
aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam
cairan pleura adalah : Pneumokok, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas,
Entero-bacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam
hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%.
Pemeriksaan Laboratorium terhadap cairan pleura dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :

25
Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Cairan Pleura
Hitung sel total Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel
jaringan

Protein total Rasio protein cairan pleura terhadap seum > 0,5
menunjukkan suatu eksudat

Laktat dahidrogenase Bila terdapat organisme, menunjukkan empiema


Pewarnaan Gram dan
tahan asam

Biakan Biakan kuman aerob dan anerob, biakan jamur dan


mikobakteria harus ditanam pada lempeng

Glukosa Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila gula darah


normal menunjukkan infeksi atau penyakit
reumatoid

Amylase Meningkat pada pankreatitis, robekan esofagus


pH Efusi parapneumonik dengan pH > 7,2 dapat
diharapkan untuk sembuh tanpa drainase kecuali
bila berlokusi. Keadaan dengan pH < 7,0
menunjukkan infeksi yang memerlukan drainase
atau adanya robekan esophagus.

Sitologi Dapat mengidentifikasi neoplasma


Hematokrit Pada cairan efusi yang banyak darahnya, dapat
membantu membedakan hemotoraks dari
torasentesis traumatik
Komplemen Dapat rendah pada lupus eritematosus sistemik
Preparat sel LE Bila positif, mempunyai korelasi yang tinggi
dengan diagnosis lupus aritematosus sistemik

7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-
kasus neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain

26
8. Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli
paru.
9. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)
Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau
tuberculosis pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding
dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan
dengan memakai penghisap dan udara dimasukkan supaya bias melihat
kedua pleura. Dengan memakai bronkoskop yang lentur dilakukan
beberapa biopsy.

DIAGNOSA
1. Anamnesis dan gejala klinis
Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita
membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur
miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke
sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa dahak. Berat
ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan yang
lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
2. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung
selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal
melemah, redup sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau
menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Bila
tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh keganasan
3. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam
mendiagnosis efusi pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam
menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan yang kurang dari
100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila jumlah cairan di atras 300 ml.
Foto toraks dengan posisi Posterioe Anterior akan memperjelas
kemungkinan adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak

27
perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi
yang sehat.
4. Torakosentensi
Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik
juga sebagai terapeutik.

PENATALAKSANAAN
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan
pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam
pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah
sebagai berikut : 1,2,3,4,5,6
1. Obati penyakit yang mendasarinya
a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya
dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga
dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah
(misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus
berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang,
maka perlu dilakukan tindakan pembedahan
b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki
kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau
pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran
getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan
pengeluaran nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah
terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih
sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat
sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu
dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura
(dekortikasi).

28
d. Pleuritis TB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin,
INH, Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12
bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan
tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat
diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan
cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi
dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid
secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu,
kemudian dosis diturunkan). (2)
2. Torakosentesis
keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega); jangan
lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare
menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit.
Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya. Torakosentesis
untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk
tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa
indikasi.
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan
tertekan pada dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan
mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya,
yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah
melewati masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan
sudah berubah menjadi pyotoraks.
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6
minggu, namun cairan masih tetap banyak.
3. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik
dipasang selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan
lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml

29
cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam sebelum 500 ml
lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan distres
pada pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru. 2
4. Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga
akan mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini
dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena
keganasan Sebelum dilakukan pleurodeSis cairan dikeluarkan terlebih
dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang
Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang
dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung
pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler pleura.
Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan pleurodesis ini
yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro
urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga digunakan pada
pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah tidak
ada lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang
sudah dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga
pleura, selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam fisiologis
untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa
sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum
dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga
yang melakukan selama 30 menit dan selama itu posisi penderita diubah-
ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga pleura. Bila dalam 24-
48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut.2
5. Pengobatan pembedahan mungkin diperlukan untuk :
a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema
c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang
dilakukan kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan
setelah mendapat tindakan WSD, pleurodesis kimiawi, radiasi dan

30
kemoterapi sistemik, penderita dengan prognosis yang buruk atau pada
empiema atau hemotoraks yang tak diobati
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu
menghubungkan rongga pleura dengan rongga peritoneum sehingga
cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini dilakukan
terutama bila tindakan torakosentesis maupun pleurodesis tidak
memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor atau trauma pada
kelenjar getah bening.2

KOMPLIKASI
1. Infeksi.
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan
infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah
tindakan torasentesis {empiema sekunader). Empiema primer dan sekunder
harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi
fibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat
diubah setelah hasil biakan diketahui. 2
2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi
dengan membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat
menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-
reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi
infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik
dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena
selama jangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan
baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah. 1,3,5

PROGNOSIS
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang
mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan
lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak
memedapatkan pengobatan dini.

31
Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan
kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1
tahun. Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma
atau kanker payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan berkepanjangan
kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari kanker paru-paru atau
mesothelioma.
Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di
sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang
tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis
konstriktif. 4,5

2. TUMOR PARU

DEFINISI
Tumor paru adalah pertumbuhan sel yang tidak normal pada jaringan paru,
dapat bersifat jinak maupun ganas.7

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi tumor paru terutama yang bersifat ganas di Negara maju sangat
tinggi, di USA tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (13% dari semua
kasus keganasan yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (28% dari seluruh
kematian akibat keganasan). Di Inggris angka kejadiannya mencapai 40.000
kasus/tahun. Karena sistem pencatatan yang belum baik di Indonesia, prevalensi
pasti tumor paru belum diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit
merasakan benar peningkatannya.8

KLASIFIKASI
Tumor paru secara umum dibedakan menjadi:
a. tumor paru primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan paru. Dibedakan
menjadi berdasarkan sifatnya jinak atau ganas.
b. Tumor paru sekunder, tumor yang berasal dari organ tubuh lain kemudian
bermatastasis ke paru-paru.

32
Secara histologis WHO membagi tumor paru menjadi:
Tabel 1. Klasifikasi histologi tumor paru menurut WHO7
Tumor Epitelial Ganas
karsinoma sel skuamosa Karsinoma basaloid
Papiler Lymphoepithelioma-like carcinoma
Sel jernih Karsinoma sel jernih
Sel kecil Karsinoma sel besar dengan fenotipe
Basaloid rhabdoid
Karsinoma sel kecil Karsinoma adenoskuamosa
Karsinoma sel kecil kombinasi Karsinoma sarkomatoid
Adenokarsinoma Karsinoma pleomorfik
Adenokarsinoma, Subtipe campuran Spindle cell carcinoma
Adenokarsinoma asiner Giant cell carcinoma
adenokarsinoma papiler Karsinosarkoma
Karsinoma bronkioloalveolar Pulmonary Blastoma
Nonmusinosum Tumor karsinoid
Musinosum Karsinoid tipikal
Campuran musinosum dan nonmusinosum Karsinoid atipikal
Adenokarsinoma solid dengan produksi Tumor kelenjar ludah
musin Karsinoma mukoepidermoid
Adenokarsinoma fetal Karsinoma kista adenoid
Karsinoma musinosum (koloid) Epithelial-myoepithelial carcinoma
Kistadenokarsinoma musinosum Lesi pre-invasif
Signet ring adenocarcinoma Karsinoma skuamosa in situ
Adenokarsinoma sel jernih hiperplasia adenomatosa atipikal
Karsinoma sel besar Diffuse idiopathic pulmonary neuroendocrine
Karsinoma neuroendokrin sel besar cell hyperplasia
Karsinoma neuroendokrin sel besar kombinasi
Tumor Mesenkim
Epitheloid haemangioendothelioma Lymphangioleiomyomatosis
Angiosarkoma Sinovial sarcoma
Pleuropulmonary blastoma monophasic
Chondroma biphasic
Congenital peribronchial myofibroblastic Pulmonary artery sarcoma
tumour pulmonary vein sarcoma
Diffuse pulmonary lymphangiomatosis
Inflamatory myofibroblastic tumour
Tumor Epitel Jinak
Adenoma Papilloma
Adenoma alveolar Papilloma sel skuomosa
Adenoma papilar exophilic
Adenoma of salivary gland type inverted
Mucous gland adenoma Papilloma glandular
Pleomorphic adenoma Campuran papilloma sel skuomosa dan
Others glandular
Kistadenoma musinosum
Tumor Limfoproliferatif
Marginal zone B-cell lymphoma of MALT Lymphomatoid granulomatosis
type Langerhans cell histiocytosis

33
Diffuse large B-cell lymphoma
Tumor Lainnya
Hamartoma Germ cell tumours
Sclerosing hemangioma Teratoma matur
Tumor sel jernih Teratoma immature
Melanoma Intrapulmanary thymoma
Tumor Metastasis

ETIOLOGI
Penyebab pasti tumor paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi
barkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab
utama selain adanya faktor lain seperti imunitas tubuh dan genetik. Lombard dan
Doering pada 1928 melaporkan tingginya insiden tumor paru pada perokok
dibandingkan yang tidak merokok. Bahkan dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok berat
akan menderita tumor ganas paru. Belakangan, dilaporkan pula bahwa perokok
pasif pun akan berisiko terkena tumor paru.8
Selain rokok, etiologi tumor paru yang pernah dilaporkan diantaranya:
paparan zat karsinogen, seperti asbestos, radiasi ion pada pekerja tambang uranium,
radon, arsen, kromium, nikel polisiklik hidrokarbon, vinil klorida. Polusi udara,
genetik, dan diet. Selain faktor tersebut, jika dikaitkan dengan teori onkogenesis,
terjadinya tumor paru dihubungkan dengan mutasi gen suppressor tumor. 8

PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya tumor paru dikaitkan dengan perubahan pada tingkat
gen. Terjadinya tumor paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor dalam
genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi) atau penyisipan (insersi) sebagian susunan pasangan
basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau erbB2 berperan dalam anti apoptosis
(mekanisme sel untuk mati secara alamiah/programmed cell death). Pada kasus
keganasan, perubahan tampilan gen ini menyebabkan sel sasaran, yaitu sel paru
berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan otonom. 8
Rokok selain sebagai inisiator, juga merupakan promoter dan progresor, dan
rokok diketahui sangat berkaitan dengan terjadinya tumor paru dan berpotensi
berkembang menjadi kanker paru. Dengan demikian tumor merupakan penyakit

34
genetik yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif
pada jaringan sekitarnya bahkan mengenai organ lain. 8

TANDA DAN GEJALA


Gejala tumor paru tidak spesifik dan sangat bervariasi dapat menyebabkan
keterlambatan diagnosis sehingga pada kasus keganasan lebih sering terdiagnosis
pada stadium akhir. Hal-hal yang harus dievaluasi dari pasien yang dicurigai
menderita tumor paru meliputi efek lokal dari tumor, ekstensi penyakit memasuki
rongga toraks, keterkaitan dengan pemeriksaan radiologi, sindrom paraneoplatik,
serta adanya tanda atau gejala metastasis jauh. Gejala umum dari tumor paru
diantaranya:
Gejala Sistemik Sindrom Endokrin
Berat badan menurun, nafsu makan PTH-like substance: hiperkalsemia
menurun, lesu, demam ADH tidak stabil: hiponatremia
Efek langsung/ lokal ACTH: sindrom Cushing,
Batuk, dispneu, wheeze, stridor, hiperpigmentasi
hemoptysis Serotonin: Sindrom karsinoid
Nyeri dada dan/atau punggung Gonadotropin: Ginekomastia
Pneumonia obstruktif MSH: Peningkatan pigmentasi
Efusi pleura Hipoglikemia, hiperglikemia
Penekanan/ penyebaran ke struktur Hiperkalsitonemia
mediastinum Peningkatan hormon pertumbuhan
Penekanan saraf: recurrent laryngeal n. Prolaktinemia
(serak), phrenic n. (paralisis diafragma), Hipersekresi VIP: diare
saraf simpatetik (sindrom Horner), Kelainan Hematologi
brachial plexopathy DIC
Obstruksi vena cava superior: sindrom Thrombosis vena berulang
vena cava superior Endocarditis trombotik nonbakteri
Pericardium: efusi dan tamponade Anemia
Miokardium : aritmia, gagal jantung Disproteinemia
Oesofagus: disfagia, fistula Granulositosis
bronchoesofagus Eosinofilia
Limfonodus mediastinum: efusi pleura Hiperalbuminemia
Penyakit metastasis Leukoeritroblastosis
Tergantung organ tempat bermetastasis Marrow plasmasitosis
Sindrom Paraneoplastik Trombositopenia
Dermatomiositis/ polimiositis Gejala Lainnya (Jarang)
Clubbing finger Purpura Henoch-Schonlein
Hypertrophic Pulmonary Glomerulonefritis, Sindrom nefrotik
Oesteoarthropathy Hiperurisemia, hyperamylasemia
Ensefalopati Amiloidosis
Neuropathy perifer Asidosis laktat
Myasthenic syndrome SLE
Mielitis transversus
Leukoensefalopati multifocal progresif

35
DIAGNOSIS
Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi
intratorakal tersebut sebagai jinak atau ganas. Bila fasilitas tersedia dengan teknik
PET (Positron Emission Tomography), maka dapat dibedakan antara tumor jinak
dan ganas serta untuk menentukan staging penyakit. Kemudian ditentukan apakah
letak lesi sentral atau perifer, yang bertujuan untuk menentukan bagaimana cara
pengambilan jaringan tumor.8 Untuk lesi yang letaknya perifer, kombinasi
bronkoskopi dengan biospi, sikatan, bilasan, transtorakal biopsi/aspirasi dan
tuntunan USG atau CT scan akan memberikan hasil lebih baik. Sedangkan untuk
lesi letak sentral, langkah pertama sebaiknya dengan pemeriksaan sitologi sputum
diikuti bronkoskopi fleksibel. Secara radiologis dapat ditentukan ukuran tumor,
kelenjar getah bening torakal, dan metastasis ke organ lain.

TERAPI DAN PROGNOSIS


Tujuan pengobatan tumor paru adalah kuratif, paliatif dan suportif. Untuk
kasus tumor paru ganas, terdapat perbedaan mendasar dari Non Small Cell Lung
Carcinoma (NSCLC) dengan Small Cell Lung Carcinoma (SCLC), sehingga
pengobatannya harus dibedakan.
Pengobatan Non Small Cell Lung Carcinoma (NSCLC) meliputi terapi
bedah yang merupakan pilihan pertama pada stadium I atau II pada pasien yang
adekuat sisa cadangan parenkim parunya. Survival pasien pada stadium I mendekati
60%, pada stadium II 26-37%. Pada stadium III A masih ada kontroversi mengenai
keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding torak
terdapat metastasis. Pada stadium IIIb dan IV tidak dioperasi, tetapi dilakukan
Combined Modality Therapy yaitu gabungan radiasi, kemoterapi dengan operasi. 8
Untuk jenis Small Cell Lung Carcinoma (SCLC), dibagi dua, yaitu
limitedstage disease yang diobati dengan tujuan kuratif (yaitu kombinasi
kemoterapi dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20% serta extensive-
stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respon terapi inisial
sebesar 60-70% dan angka respon terapi komplit sebesar 20-30%. Angka median-
survival time untuk limited-stage adalah 18 bulan dan untuk extensive-stage disease
adalah 9 bulan.8

36
KOMPLIKASI
Komplikasi dari tumor paru dapat berupa komplikasi torakal, komplikasi
ekstra torakal, atau pada kasus keganasan bermetastasis ke organ lain, misalnya
otak. komplikasi torakal diantaranya efusi pleura, atelektasis, dan metastasis ke
struktur organ di dalam rongga toraks.8

37
BAB III

ANALISA KASUS

Diagnosis pasien pada kasus ialah Efusi Pleura Sinistra ec. Tumor Paru Hal
ini dipertimbangkan berdasarkan dasar aspek klinis, hasil pemeriksaan fisik, dan
hasil pemeriksaan penunjang.

Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak napas sejak ±3 hari yang lalu
SMRS. Sesak dirasakan memberat terutama ketika Os melakukan aktifitas,
sehingga aktifitas Os menjadi terbatas.

Biasanya manifestasi klinis efusi pleura adalah yang disebabkan oleh


penyakit dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk.
Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita
umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan, dan berat badan
yang menurun seperti pada efusi yang lain.
Dari anamnesa didapatkan :
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan
pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan
efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh
b. Rasa berat pada dada
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma
bronchus atau metastasis
d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)
a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
b. Vokal fremitus menurun
c. Perkusi dull sampal flat
d. Bunyi pernafasan menurun sampai menghilang
e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
treakhea

38
Pada pasien ini
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
 Sesak napas
 Sesak dirasakan semakin memberat
 Pemeriksaan fisik, tanda vital RR 30 x/menit. Pemeriksaan thorak pulmo
pada inspeksi didapatkan pergerakan asimetris dada kiri tertinggal, pada
palpasi didapatkan vokal fremitus dada kiri menurun, pada auskultasi
didapatkan suara vesikuler menurun di lapang paru atas, bawah dan samping
paru kiri.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan rontgen thorax PA dengan


hasil : Perselubungan opak inhomogen, batas tidak tegas, tepi irreguler, di
lapang atas dan tengah medial paru kiri ec. Massa paru, Pneumonia lobaris,
KP tipe pneumonik, Effusi pleura kiri. Pada pasien ini ditemukan sesak napas
dan penurunan berat badan, tanda vital RR 30 x/menit. Sehingga pasien
diberikan Oksigen 3L.

Glukokortikoid merupakan hormon steroid dari kelas kortikosteroid,


yang sering digunakan untuk penanganan peradangan seperti artritis,
collagen vascular disease, radang paru dan asma, beberapa jenis radang hati,
beberapa penyakit kulit dan granulomatous disease, sub-aku tiroiditis dan
amiodarone-associated thyroiditis. Pada pasien ini diberikan Injeksi
Methylprednisolon 3x125mg saat penanganan di IGD dan 3x62,5mg saat
penanganan di ruang rawat inap.

Penatalaksanaan Efusi Pleura


Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena
cairan pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa
macam pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif
adalah sebagai berikut :
1. Obati penyakit yang mendasarinya, seperti pemberian diuretik, antibiotik
2. Torakosentesis
3. Chest tube

39
4. Pleurodesis
5. Pengobatan pembedahan mungkin diperlukan untuk :
a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema
c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting

Pada pasien ini diberikan terapi pungsi pleura (torakosentesis) dan diagnostik
cairan pleura dilakukan pemeriksaan sitologi, pada pengobatan diberikan Injeksi
Ceftriakson dan Furosemid.

Simpulan, telah ditegakkan diagnosis Efusi Pleura Sinistra + Tumor Paru +


Hipokalemia atas dasar pertimbangan aspek klinis (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), radiologi, dan laboratorium. Klinis dan radiologi menunjukan diagnosa
utama efusi pleura sinistra. Pasien mendapatkan terapi pungsi pleura dan terapi
penunjang lainnya, yang disesuaikan dengan manifestasi klinis yang muncul.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar


Lampung.
2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
3. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam,
Jilid II, edisi ke-3, Gaya Baru.Jakarta.2001; 927-38
4. HANLEY, M. E. & WELSH, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in
pulmonary medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies.
5. Rofiq ahmad. 2001. Thorax. http://emedicine.medscape.com/article/299959-
overview
6. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI
7. World Health Organization, 2004. World Health Organization Classification
of Tumours. Lyon: IARC Press.

8. Amin, Z., 2014. Kanker Paru. In: S. Setiati, et al. eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: InternaPublishing, pp. 2998-3007.

41
Case Report

Disusun Oleh:
Elizabeth Theresia (19360098)

Preseptor:
dr. Silman Hadori, Sp.Rad., MH.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2021
No. RM : 153379
Nama : Nn. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 17-06-1999
Umur : 21 tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Pramuka Gg. Darfa, Kemiling, Langkapura
Tanggal masuk : Jumat, 8 Januari 2021, pukul 21.21 WIB
Masuk Rawat Inap : Jumat, 8 Januari 2021, pukul 23.00 WIB
Anamnesis
Autoanamnesis

Keluhan Utama
Sesak napas sejak ±3 hari yang lalu
SMRS

Keluhan Tambahan
Sesak napas semakin memberat
saat melakukan aktifitas
Anamnesis
Autoanamnesis

Riwayat Penyakit Sekarang

Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak napas sejak ±3


hari yang lalu SMRS. Keluhan sesak napas dirasakan terus
menerus, sesak dirasakan semakin memberat dan tidak
dipengaruhi dengan adanya perubahan posisi. Sesak dirasakan
memberat terutama ketika Os melakukan aktifitas, sehingga aktifitas
Os menjadi terbatas. Nafsu makan Os menurun serta berat badan
Os menurun, lemas (+). Sesak tidak disertai suara mengi. Tidak
terdapat batuk, tidak ada demam, mual, muntah, ataupun nyeri
kepala. BAB dan BAK dalam batas normal. Os sebelumnya di
diagnosis tumor paru dan sudah direncanakan operasi di RSAM.
ARiwayat Penyakit Dahulu
Tumor Paru

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak diketahui

Riwayat Pengobatan
Tidak diketahui

B
Riwayat Sosial Ekonomi
Os tinggal bersama orangtuanya di Jl. Pramuka Gg. Darfa, Kemiling,
Langkapura. Pekerjaan os adalah seorang Pelajar. Kesan ekonomi cukup. Dan
Os terdaftar sebagai pasien BPJS kelas III.
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4V5M6)

TD
HR RR T
110/70
88 x /menit 30 x/ menit 36,6°C
mmHg
PEMERIKSAAN SISTEMIK
• Pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)
Kulit

• Bentuk normal, tidak ada hematoma, rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut
Kepala

• Konjungtiva normal, sklera ikterik (-), pupil isokor, diameter pupil 3 mm, refleks
Mata cahaya (+/+)

• Nyeri tekan tragus (-), sekret (-), edema (-), hiperemis (-)
Telinga
PEMERIKSAAN SISTEMIK
• Deviasi septum hidung (-), epistaksis (-)
Hidung

• Sulcus nasolabialis simetris, lidah normal, deviasi lidah (-), faring hiperemis (-), tonsil
Mulut/ T1/T1
Tenggorokan

• Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5+2 cm H2O
Leher

• Tidak ada pembesaran KGB


KGB
PEMERIKSAAN SISTEMIK
(Thorak)
2. Jantung
1. Pulmo
 Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis
 Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan asimetris
 Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus cordis
dada kiri tertinggal, hematom/jejas (-), retraksi (-)
 Perkusi :
 Palpasi : Vokal Fremitus dada kiri menurun, nyeri
 Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi
tekan (-)
redup
 Perkusi : Redup di lapang paru atas, bawah dan
 Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi
samping paru kiri, sonor di lapang paru atas, bawah dan
redup
samping paru kanan
 Batas bawah kiri : Tidak dapat dinilai
 Auskultasi : Suara vesikuler menurun di lapang paru
 Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan
atas, bawah dan samping paru kiri, suara vesikuler di
bunyi redup
seluruh lapang paru kanan, Ronkhi (-), Wheezing (-)
 Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
PEMERIKSAAN SISTEMIK
Abdomen
Ekstremitas
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Bising usus (+) normal Superior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma,
 Perkusi : Timpani (+) di keempat kuadran, massa, dan sianosis (-/-) akral hangat (+/+),
nyeri ketok sudut costa vertebra kanan dan oedem (-/-), CRT < 2 detik
kiri (-)
Inferior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma,
 Auskultasi : Supel di keempat kuadran, nyeri
massa, dan sianosis (-/-) akral hangat (+/+),
tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
oedem (-/-), CRT < 2 detik
teraba, shifting dullness (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan KET
Hemoglobin 13,5 Lk 14 – 18 Wn 12 – 16 gr/dl N
Leukosit 9.300 4.500 – 10.700 % N A. Laboratorium
Hit. Jenis leukosit Basofil 0 0–1 % N
Hit. Jenis leukosit Eosinofil 0 0–3 % N
Hit. Jenis leukosit Batang 1 2–6 % N
Hit. Jenis leukosit Segmen 88 50 – 70 % N
Hematologi (8 Januari 2021)
Hit. Jenis leukosit Limposit 7 20 – 40 % N
Hit. Jenis leukosit Monosit 4 2–8 % N
Eritrosit 4,7 Lk 4,6-6,2 Wn 4,2-6,4 106/ul N
Hematoktit 39 Lk 50-54 Wn 38-47 % N
Trombosit 275.000 159.000-400.000 ul N
MCV 83 80-96 fl N
MCH 28 27-31 pg N
MCHC 34 32-36 g/dl N
ALC (Absolute Lymphocyte 651
Count)
NLR (Neutrofil Lymphocyte 12,7
Ratio)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Normal Satuan KET


Imunologi (8 Januari 2021) SARS-CoV-2 IgG Non Reaktif (-) Non Reaktif (-) N

SARS-CoV-2 IgM Non Reaktif (-) Non Reaktif (-) N

Pemeriksaan Hasil Normal Satuan KET


Gula Darah Sewaktu 88 <200 mg/dl N
Urea 22 10 -50 mg/dl N
Lk : 0,6 – 1,1
Creatinin 0,7 mg/dl N
Wn : 0,5 – 0,9 Kimia Darah (8 Januari 2021)
Natrium 137 135 - 145 mg/dl N
3,5 - 5,5
Kalium 2,9 mg/dl N

Chloride 88 96 - 106 mg/dl N


B. Rontgen Thorax pada tanggal 8 Januari 2021

Expertise :
1. Perselubungan opak
inhomogen, batas tidak tegas,
tepi irreguler, di lapang atas
dan tengah medial paru kiri
Ec. DD/ - Massa paru
- Pneumonia lobaris
- KP tipe pneumonik
(Bagaimana klinis, lab dan PA?)
2. Effusi pleura kiri
RESUME
Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak napas sejak
±3 hari yang lalu SMRS. Keluhan sesak napas dirasakan terus
menerus, sesak dirasakan semakin memberat dan tidak dipengaruhi
dengan adanya perubahan posisi. Sesak dirasakan memberat
terutama ketika Os melakukan aktifitas, sehingga aktifitas Os
menjadi terbatas. Nafsu makan Os menurun serta berat badan Os
menurun, lemas (+). Os sebelumnya di diagnosis tumor paru dan
sudah direncanakan operasi di RSAM.
Pemeriksaan fisik tanggal 8 Januari 2021 didapatkan
kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, TD 110/70 mmHg,
nadi 88x/menit, RR 30x/menit, suhu 36,6°C.
RESUME
Pemeriksaan thorax pergerakan asimetris dada kiri
tertinggal, vokal fremitus dada kiri menurun, redup di lapang
paru atas, bawah dan samping paru kiri, suara vesikuler
menurun di lapang paru atas, bawah dan samping paru kiri,
batas bawah kiri jantung tidak dapat dinilai dengan bunyi
redup.
Pada pemeriksaan Rontgen Thorax didapatkan
Perselubungan opak inhomogen, batas tidak tegas, tepi
irreguler, di lapang atas dan tengah medial paru kiri ec. Massa
paru, Pneumonia lobaris, KP tipe pneumonik, Effusi pleura kiri.
DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis Banding : Diagnosis Kerja :

- Efusi Pleura Sinistra ec. Ca Paru


Efusi Pleura Sinistra ec. Ca Paru
- Efusi Pleura Sinistra ec. Tumor Paru
TATALAKSANA
Non Farmakologis
• O2 3L
• Pungsi pleura

Farmakologis
• IVFD RL 20 tpm
• Inj Ceftriakson 1 x 2gr
• Inj Metil prednisolon 125 mg / 8 jam
• Inj Furosemid 1 amp / 24 jam
PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam
Follow Up
Tanggal Waktu Pemeriksaan
8/1/2021 23.00 S : Sesak napas sejak ±3 hari yang lalu, sesak memberat saat beraktifitas, lemas
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 120/80 mmHg. N 84 x/m. RR 30 x/m. T 36°C
A : Efusi pleura sinistra + Obs. Dyspneu ec. Tumor Paru
P :
 O2 3L
 IVFD RL 20 tpm
 Inj Ceftriakson 1 x 2gr
 Inj Metil prednisolon 3 x 125mg
 Inj Furosemid 1 x 1
Rencana Pungsi Pleura dengan dokter spesialis Paru
Rencana Rontgen Thorax dengan dokter spesialis Radiologi
Follow Up
Tanggal Waktu Pemeriksaan
9/1/2021 14.35 S : Sesak napas berkurang
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 110/80 mmHg. N 82 x/m. RR 22 x/m. T 36°C
A : Efusi pleura sinistra
P :
 O2 3L
 IVFD RL 20 tpm
 Inj Ceftriakson 1 x 2gr
 Inj Metil prednisolon 3 x 62,5mg
 Inj Furosemid 1 x 1
Pungsi pleura, Rencana sitologi efusi pleura dengan dokter spesialis Patologi anatomi
Follow Up
Tanggal Waktu Pemeriksaan
10/1/2021 13.00 S : Sesak napas berkurang, mual (+), muntah (+), lemas (+), nyeri ulu hati (+)
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 100/80 mmHg. N 80 x/m. RR 23 x/m. T 36°C
A : Efusi pleura sinistra
P :
 O2 3L
 IVFD RL 20 tpm
 Inj Ceftriakson 1 x 2gr
 Inj Metil prednisolon 3 x 62,5mg
 Inj Furosemid 1 x 1
 Inj Omeprazole vial
 Inj Ondansentron amp
Follow Up
Tanggal Waktu Pemeriksaan
11/1/2021 14.00 S : Sesak napas berkurang
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 110/70 mmHg. N 82 x/m. RR 23 x/m. T 36,1°C
A : Efusi pleura sinistra
P :
 O2 3L
 IVFD RL 20 tpm
 Inj Ceftriakson 1 x 2gr
 Inj Metil prednisolon 3 x 62,5mg
 Inj Furosemid 1 x 1
Analisa Kasus
TEORI TEMUAN PADA PASIEN

Manifestasi klinis efusi pleura, Berdasarkan anamnesis dan


Dari anamnesa didapatkan : pemeriksaan fisik
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas • Sesak napas
b. Rasa berat pada dada • Sesak dirasakan semakin memberat
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan • Pemeriksaan fisik, tanda vital RR 30
d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada x/menit. Pemeriksaan thorak pulmo
empiema pada inspeksi didapatkan pergerakan
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)
asimetris dada kiri tertinggal, pada
a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
palpasi didapatkan vokal fremitus dada
b. Vokal fremitus menurun
c. Perkusi dull sampal flat kiri menurun, pada auskultasi
d. Bunyi pernafasan menurun sampai menghilang didapatkan suara vesikuler menurun di
e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat lapang paru atas, bawah dan samping
dilihat atau diraba pada treakhea paru kiri.
Analisa Kasus
TEORI TEMUAN PADA PASIEN

Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk Pada pasien ini dilakukan


memperkuat diagnosa efusi pleura antara lain :
pemeriksaan rontgen thorax PA
a. Rontgen dada
b. USG dada dengan hasil : Perselubungan opak
c. CT-Scan dada inhomogen, batas tidak tegas, tepi
d. Torakosentesis irreguler, di lapang atas dan tengah
e. Biopsi pleura medial paru kiri ec. Massa paru,
f. Analisa cairan pleura (warna cairan, biokimia,
Pneumonia lobaris, KP tipe
sitologi, bakteriologi)
g. Bronkoskopi pneumonik, Effusi pleura kiri.
h. Scanning isotop
i. Torakoskopi
Analisa Kasus
TEORI TEMUAN PADA PASIEN

Penatalaksanaan Efusi Pleura


Beberapa macam pengobatan atau tindakan yang dapat Pada pasien ini diberikan terapi
dilakukan pada efusi pleura masif adalah sebagai berikut :
1. Obati penyakit yang mendasarinya, seperti pemberian
pungsi pleura (torakosentesis) dan
diuretik, antibiotik diagnostik cairan pleura dilakukan
2. Torakosentesis pemeriksaan sitologi, pada
3. Chest tube
4. Pleurodesis
pengobatan diberikan Injeksi
5. Pengobatan pembedahan mungkin diperlukan untuk : Ceftriakson dan Furosemid.
a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema
c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting
Analisa Kasus
TEORI TEMUAN PADA PASIEN

Gejala tumor paru tidak spesifik dan sangat


bervariasi dapat menyebabkan keterlambatan
diagnosis sehingga pada kasus keganasan lebih Pada pasien ini ditemukan sesak
sering terdiagnosis pada stadium akhir. napas dan penurunan berat badan,
Gejala umum dari tumor paru diantaranya:
 Gejala Sistemik
tanda vital RR 30 x/menit.
Berat badan menurun, nafsu makan menurun, lesu, Sehingga pasien diberikan Oksigen
demam 3L.
 Efek langsung/ lokal
Batuk, dispneu, wheeze, stridor, hemoptysis
Nyeri dada dan/atau punggung
Pneumonia obstruktif
Efusi pleura
Analisa Kasus
TEORI TEMUAN PADA PASIEN

Glukokortikoid merupakan hormon steroid


dari kelas kortikosteroid, yang sering Pada pasien ini diberikan Injeksi
digunakan untuk penanganan peradangan Methylprednisolon 3x125mg saat
seperti artritis, collagen vascular disease, penanganan di IGD dan 3x62,5mg
radang paru dan asma, beberapa jenis saat penanganan di ruang rawat
radang hati, beberapa penyakit kulit dan inap.
granulomatous disease, sub-aku tiroiditis
dan amiodarone-associated thyroiditis.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai