Disusun Oleh :
Preseptor :
1
LEMBAR PENGESAHAN
Case Report :
Penyaji, Pembimbing,
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 153379
Nama : Nn. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 17-06-1999
Umur : 21 tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Pramuka Gg. Darfa, Kemiling, Langkapura
Tanggal masuk : Jumat, 8 Januari 2021, pukul 21.21 WIB
Masuk Rawat Inap : Jumat, 8 Januari 2021, pukul 23.00 WIB
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan utama
Sesak napas sejak ±3 hari yang lalu SMRS
Keluhan tambahan
Sesak napas semakin memberat saat melakukan aktifitas
3
BAB dan BAK dalam batas normal. Os sebelumnya di diagnosis tumor paru
dan sudah direncanakan operasi di RSAM.
Riwayat Pengobatan
Tidak diketahui
Pemeriksaan Sistemik
4
Mata : Konjungtiva normal, sklera ikterik (-), pupil isokor,
diameter pupil 3 mm, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-), sekret (-), edema (-),
hiperemis (-)
Hidung : Deviasi septum hidung (-), epistaksis (-)
Mulut/Tenggorokan : Sulcus nasolabialis simetris, lidah normal, deviasi
lidah (-), faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid
(-), JVP 5+2 cm H2O
KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax :
1. Pulmo
Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan a simetris dada kiri tertinggal,
hematom/jejas (-), retraksi (-)
Palpasi : Vokal Fremitus dada kiri menurun, nyeri tekan (-)
Perkusi : Redup di lapang paru atas, bawah dan samping paru
kiri, sonor di lapang paru atas, bawah dan samping
paru kanan
Auskultasi : Suara vesikuler menurun di lapang paru atas, bawah
dan samping paru kiri, suara vesikuler di seluruh
lapang paru kanan, Ronkhi (-), Wheezing (-)
2. Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus cordis
Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri : Tidak dapat dinilai
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi
redup
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
5
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+) di keempat kuadran, nyeri ketok sudut
costa vertebra kanan dan kiri (-)
Auskultasi : Supel di keempat kuadran, nyeri tekan (-), nyeri lepas
(-), hepar dan lien tidak teraba, shifting dullness (-)
Ekstremitas
Superior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
(-/-) akral hangat (+/+), oedem (-/-), CRT < 2 detik
Inferior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
(-/-) akral hangat (+/+), oedem (-/-), CRT < 2 detik
A. Laboratorium
6
NLR (Neutrophil Lymphocyte 12,7
Ratio)
7
Expertise :
1. Perselubungan opak inhomogen, batas tidak tegas, tepi irreguler, di
lapang atas dan tengah medial paru kiri
Ec. DD/ - Massa paru
- Pneumonia lobaris
- KP tipe pneumonik
(Bagaimana klinis, lab dan PA?)
2. Effusi pleura kiri
V. RESUME
8
VI. DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Banding :
- Efusi Pleura Sinistra ec. Ca Paru
- Efusi Pleura Sinistra ec. Tumor Paru
Diagnosis Kerja :
- Efusi Pleura Sinistra ec. Ca Paru
VII. TATALAKSANA
O2 3L
IVFD RL 20 tpm
Inj Ceftriakson 1 x 2gr
Inj Metil prednisolon 125 mg / 8 jam
Inj Furosemid 1 amp / 24 jam
Pungsi pleura
VIII. PROGNOSIS
9
Follow Up
10
A : Efusi pleura sinistra
P :
IVFD RL 20 tpm
Inj Ceftriakson 1 x 2gr
Inj Metil prednisolon 3 x 62,5mg
Inj Furosemid 1 x 1
Inj Omeprazole vial
Inj Ondansentron amp
11/1/2021 14.00 S : Sesak napas berkurang
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 110/70 mmHg. N 82 x/m. RR 23
x/m. T 36,1oC
A : Efusi pleura sinistra
P :
IVFD RL 20 tpm
Inj Ceftriakson 1 x 2gr
Inj Metil prednisolon 3 x 62,5mg
Inj Furosemid 1 x 1
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. EFUSI PLEURA
DEFINISI
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum)
pleura yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc
cairan.1
Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau Efusi pleura
adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang
berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.2
Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura
ini juga selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura
viseralis dengan pleura parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru
(mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan mulus. Dalam keadaan
normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura
komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai
kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. 1,2
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura
antara lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol
tinggi 1,2
a. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam
hal ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral.
Sebab-sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis
hati dengan asites, serta sebgai salah satu tias dari syndroma meig (fibroma
ovarii, asites dan hidrotorak).
b. Hemotoraks
Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya
terjadi karena trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat
penderita, atau trauma tajam maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada
12
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini
mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya
diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka
biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Penyebab lainnya
hemotoraks adalah:
Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga pleura.
Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta)
yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.
Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga
pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah
dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
c. Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura
patologis iniakan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks
atau empiema. Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan
terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya. Empiema bisa
merupakan komplikasi dari:
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada
d. Chylotoraks
Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan
kil/getah bening pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya
kilotoraks antara lain :
Kongenital, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus,
tapi terdapat fistula antara duktus torasikus rongga pleura.
Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada,
atau pukulan pada dada (dengan/tanpa fratur). Yang berasal dari efek
operasi daerah torakolumbal, reseksi esophagus 1/3 tengah dan atas,
13
operasi leher, operasi kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi
arkus aorta.
Obstruksi Karena limfoma malignum, metastasis karsinima ke
mediastinum, granuloma mediastinum (tuberkulosis,
histoplasmosis).
Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi
terhadap duktus torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga
penyakit trombosis vena subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan
duktus torasikus dan menyebabkan kilotoraks. 1,2
14
2. Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat
(kolagen dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung
kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan
banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya
sesuai dengan dermatom dada. Mudah menempel dan lepas dari dinding
dada di atasnya Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura
FISIOLOGI
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran
satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis.
Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim yang
berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial dapat terus menerus
melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura.
15
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar
daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan
permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam
keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.1
Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya
beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa
jumlah cairan pleura sebanyak 12-15 ml 1. Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari
cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa
keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura
kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan permukaan lateral
(3)
pleural parietalis . Oleh karena itu, ruang pleura (ruang antara pleura parietalis
dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu
sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. 1,2,3
EPIDEMIOLOGI
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di
negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi
penyakit yang mendasarinya.
16
Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis kelamin.
Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua pertiga dari
efusi pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara signifikan
berhubungan dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait
dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria. 2
ETIOLOGI
Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 mL cairan, hal ini
memperlihatkan adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan
onkotik dalam pembuluh darah pleura viseral dan parietal dan drainase limfatik
luas. Efusi pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan
tekanan onkotik. 2
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non
pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura
sangat luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif,.
pneumonia, keganasan, atau emboli paru. Mekanisme sebagai berikut memainkan
peran dalam pembentukan efusi pleura:
1. Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, radang, keganasan,
emboli paru)
2. Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia,
sirosis)
3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah
(misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat
hipersensitivitas, uremia, pankreatitis)
4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan /
atau paru-paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava
superior)
5. Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh
(misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma)
6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk
obstruksi duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)
17
7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui
limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)
8. Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral
9. Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten
menyebabkan adanaya akumulasi cairan di pleura
10. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis,
pneumonia, virus, bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura), karena tumor dan trauma
KLASIFIKASI
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan
cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau eksudat. Transudat
hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik,
sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang
menurun. Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk
cairan transudat dan eksudat. 1,2,3
1. Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:
a. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan
kapiler hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu
sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi
pada:
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura
18
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau
masuk melalui saluran getah bening)
b. Eksusadat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane
kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi
tinggi dibandingkan protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran
cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling
sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein
getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan
peningkatan konsentasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan
eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
b. Tumor pada pleura
c. Iinfark paru,
d. Karsinoma bronkogenik
e. Radiasi,
f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus
Eritematosis).
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh
saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi.
Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara
produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. 1,2,3,4
19
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi
yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial
submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan
cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan
diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh
sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura
visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial. 1,2,3,4
Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan.
Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi
empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks. 1,2,3,4
penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan
pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.
Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan
sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis,
baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis.
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih
banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe
bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik
akan menghambat pengosongan cairan limfe, gangguan kontraksi saluran
limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening.
20
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada
ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara
perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul
dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan
gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan
partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa
Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
MANIFESTASI KLINIS
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya
asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan, dan berat badan yang
menurun seperti pada efusi yang lain. 1,2,3,4,5
Dari anamnesa didapatkan :
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan
pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan
efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh
b. Rasa berat pada dada
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma
bronchus atau metastasis
d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)
a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
b. Vokal fremitus menurun
c. Perkusi dull sampal flat
d. Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang
21
e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
treakhea
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa efusi pleura
antara lain : 4,5,6
1. Rontgen dada
Roentgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan
adanya cairan. Foto dada juga dapat menerangkan asal mula terjadinya
efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa
tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya
densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.
2. USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat
membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam
rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.
22
3. CT Scan Dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam
menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan ini tidak
banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh
melalui torakosentesis.
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum
yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah
pengaruh pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk
diuagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah paru
di sela iga v garis aksilaris media dengan memakai jarum Abbocath
nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi
1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan
aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu
cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan
karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan
peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.
5. Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya
maka dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk
dianalisa. Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukkan 50 -75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa
dan tumor pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak memuaskan,
dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita,
23
meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara lain
pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding
dada.
6. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostic cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-
xantho-ctrorne. Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada
trauma, infark paru, keganasan. adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya
empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena
ameba
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Perbedaan Transudat Eksudat
- Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3. > 3.
- Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
- Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
- Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam Serum < 0,6 > 0,6
- Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
- Rivalta negatif positif
24
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis
atau dominasi sel-sel tertentu.
- Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.
- Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum
- Sel mesotel : Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan
adanya infark paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel
eritrosit.
- Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma
- Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid
- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan
empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang
aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam
cairan pleura adalah : Pneumokok, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas,
Entero-bacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam
hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%.
Pemeriksaan Laboratorium terhadap cairan pleura dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
25
Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Cairan Pleura
Hitung sel total Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel
jaringan
Protein total Rasio protein cairan pleura terhadap seum > 0,5
menunjukkan suatu eksudat
7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-
kasus neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain
26
8. Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli
paru.
9. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)
Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau
tuberculosis pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding
dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan
dengan memakai penghisap dan udara dimasukkan supaya bias melihat
kedua pleura. Dengan memakai bronkoskop yang lentur dilakukan
beberapa biopsy.
DIAGNOSA
1. Anamnesis dan gejala klinis
Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita
membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur
miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke
sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa dahak. Berat
ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan yang
lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
2. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung
selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal
melemah, redup sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau
menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Bila
tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh keganasan
3. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam
mendiagnosis efusi pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam
menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan yang kurang dari
100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila jumlah cairan di atras 300 ml.
Foto toraks dengan posisi Posterioe Anterior akan memperjelas
kemungkinan adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak
27
perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi
yang sehat.
4. Torakosentensi
Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik
juga sebagai terapeutik.
PENATALAKSANAAN
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan
pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam
pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah
sebagai berikut : 1,2,3,4,5,6
1. Obati penyakit yang mendasarinya
a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya
dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga
dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah
(misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus
berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang,
maka perlu dilakukan tindakan pembedahan
b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki
kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau
pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran
getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan
pengeluaran nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah
terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih
sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat
sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu
dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura
(dekortikasi).
28
d. Pleuritis TB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin,
INH, Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12
bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan
tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat
diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan
cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi
dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid
secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu,
kemudian dosis diturunkan). (2)
2. Torakosentesis
keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega); jangan
lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare
menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit.
Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya. Torakosentesis
untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk
tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa
indikasi.
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan
tertekan pada dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan
mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya,
yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah
melewati masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan
sudah berubah menjadi pyotoraks.
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6
minggu, namun cairan masih tetap banyak.
3. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik
dipasang selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan
lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml
29
cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam sebelum 500 ml
lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan distres
pada pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru. 2
4. Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga
akan mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini
dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena
keganasan Sebelum dilakukan pleurodeSis cairan dikeluarkan terlebih
dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang
Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang
dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung
pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler pleura.
Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan pleurodesis ini
yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro
urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga digunakan pada
pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah tidak
ada lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang
sudah dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga
pleura, selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam fisiologis
untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa
sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum
dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga
yang melakukan selama 30 menit dan selama itu posisi penderita diubah-
ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga pleura. Bila dalam 24-
48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut.2
5. Pengobatan pembedahan mungkin diperlukan untuk :
a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema
c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang
dilakukan kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan
setelah mendapat tindakan WSD, pleurodesis kimiawi, radiasi dan
30
kemoterapi sistemik, penderita dengan prognosis yang buruk atau pada
empiema atau hemotoraks yang tak diobati
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu
menghubungkan rongga pleura dengan rongga peritoneum sehingga
cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini dilakukan
terutama bila tindakan torakosentesis maupun pleurodesis tidak
memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor atau trauma pada
kelenjar getah bening.2
KOMPLIKASI
1. Infeksi.
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan
infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah
tindakan torasentesis {empiema sekunader). Empiema primer dan sekunder
harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi
fibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat
diubah setelah hasil biakan diketahui. 2
2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi
dengan membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat
menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-
reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi
infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik
dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena
selama jangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan
baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah. 1,3,5
PROGNOSIS
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang
mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan
lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak
memedapatkan pengobatan dini.
31
Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan
kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1
tahun. Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma
atau kanker payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan berkepanjangan
kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari kanker paru-paru atau
mesothelioma.
Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di
sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang
tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis
konstriktif. 4,5
2. TUMOR PARU
DEFINISI
Tumor paru adalah pertumbuhan sel yang tidak normal pada jaringan paru,
dapat bersifat jinak maupun ganas.7
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi tumor paru terutama yang bersifat ganas di Negara maju sangat
tinggi, di USA tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (13% dari semua
kasus keganasan yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (28% dari seluruh
kematian akibat keganasan). Di Inggris angka kejadiannya mencapai 40.000
kasus/tahun. Karena sistem pencatatan yang belum baik di Indonesia, prevalensi
pasti tumor paru belum diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit
merasakan benar peningkatannya.8
KLASIFIKASI
Tumor paru secara umum dibedakan menjadi:
a. tumor paru primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan paru. Dibedakan
menjadi berdasarkan sifatnya jinak atau ganas.
b. Tumor paru sekunder, tumor yang berasal dari organ tubuh lain kemudian
bermatastasis ke paru-paru.
32
Secara histologis WHO membagi tumor paru menjadi:
Tabel 1. Klasifikasi histologi tumor paru menurut WHO7
Tumor Epitelial Ganas
karsinoma sel skuamosa Karsinoma basaloid
Papiler Lymphoepithelioma-like carcinoma
Sel jernih Karsinoma sel jernih
Sel kecil Karsinoma sel besar dengan fenotipe
Basaloid rhabdoid
Karsinoma sel kecil Karsinoma adenoskuamosa
Karsinoma sel kecil kombinasi Karsinoma sarkomatoid
Adenokarsinoma Karsinoma pleomorfik
Adenokarsinoma, Subtipe campuran Spindle cell carcinoma
Adenokarsinoma asiner Giant cell carcinoma
adenokarsinoma papiler Karsinosarkoma
Karsinoma bronkioloalveolar Pulmonary Blastoma
Nonmusinosum Tumor karsinoid
Musinosum Karsinoid tipikal
Campuran musinosum dan nonmusinosum Karsinoid atipikal
Adenokarsinoma solid dengan produksi Tumor kelenjar ludah
musin Karsinoma mukoepidermoid
Adenokarsinoma fetal Karsinoma kista adenoid
Karsinoma musinosum (koloid) Epithelial-myoepithelial carcinoma
Kistadenokarsinoma musinosum Lesi pre-invasif
Signet ring adenocarcinoma Karsinoma skuamosa in situ
Adenokarsinoma sel jernih hiperplasia adenomatosa atipikal
Karsinoma sel besar Diffuse idiopathic pulmonary neuroendocrine
Karsinoma neuroendokrin sel besar cell hyperplasia
Karsinoma neuroendokrin sel besar kombinasi
Tumor Mesenkim
Epitheloid haemangioendothelioma Lymphangioleiomyomatosis
Angiosarkoma Sinovial sarcoma
Pleuropulmonary blastoma monophasic
Chondroma biphasic
Congenital peribronchial myofibroblastic Pulmonary artery sarcoma
tumour pulmonary vein sarcoma
Diffuse pulmonary lymphangiomatosis
Inflamatory myofibroblastic tumour
Tumor Epitel Jinak
Adenoma Papilloma
Adenoma alveolar Papilloma sel skuomosa
Adenoma papilar exophilic
Adenoma of salivary gland type inverted
Mucous gland adenoma Papilloma glandular
Pleomorphic adenoma Campuran papilloma sel skuomosa dan
Others glandular
Kistadenoma musinosum
Tumor Limfoproliferatif
Marginal zone B-cell lymphoma of MALT Lymphomatoid granulomatosis
type Langerhans cell histiocytosis
33
Diffuse large B-cell lymphoma
Tumor Lainnya
Hamartoma Germ cell tumours
Sclerosing hemangioma Teratoma matur
Tumor sel jernih Teratoma immature
Melanoma Intrapulmanary thymoma
Tumor Metastasis
ETIOLOGI
Penyebab pasti tumor paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi
barkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab
utama selain adanya faktor lain seperti imunitas tubuh dan genetik. Lombard dan
Doering pada 1928 melaporkan tingginya insiden tumor paru pada perokok
dibandingkan yang tidak merokok. Bahkan dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok berat
akan menderita tumor ganas paru. Belakangan, dilaporkan pula bahwa perokok
pasif pun akan berisiko terkena tumor paru.8
Selain rokok, etiologi tumor paru yang pernah dilaporkan diantaranya:
paparan zat karsinogen, seperti asbestos, radiasi ion pada pekerja tambang uranium,
radon, arsen, kromium, nikel polisiklik hidrokarbon, vinil klorida. Polusi udara,
genetik, dan diet. Selain faktor tersebut, jika dikaitkan dengan teori onkogenesis,
terjadinya tumor paru dihubungkan dengan mutasi gen suppressor tumor. 8
PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya tumor paru dikaitkan dengan perubahan pada tingkat
gen. Terjadinya tumor paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor dalam
genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi) atau penyisipan (insersi) sebagian susunan pasangan
basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau erbB2 berperan dalam anti apoptosis
(mekanisme sel untuk mati secara alamiah/programmed cell death). Pada kasus
keganasan, perubahan tampilan gen ini menyebabkan sel sasaran, yaitu sel paru
berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan otonom. 8
Rokok selain sebagai inisiator, juga merupakan promoter dan progresor, dan
rokok diketahui sangat berkaitan dengan terjadinya tumor paru dan berpotensi
berkembang menjadi kanker paru. Dengan demikian tumor merupakan penyakit
34
genetik yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif
pada jaringan sekitarnya bahkan mengenai organ lain. 8
35
DIAGNOSIS
Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi
intratorakal tersebut sebagai jinak atau ganas. Bila fasilitas tersedia dengan teknik
PET (Positron Emission Tomography), maka dapat dibedakan antara tumor jinak
dan ganas serta untuk menentukan staging penyakit. Kemudian ditentukan apakah
letak lesi sentral atau perifer, yang bertujuan untuk menentukan bagaimana cara
pengambilan jaringan tumor.8 Untuk lesi yang letaknya perifer, kombinasi
bronkoskopi dengan biospi, sikatan, bilasan, transtorakal biopsi/aspirasi dan
tuntunan USG atau CT scan akan memberikan hasil lebih baik. Sedangkan untuk
lesi letak sentral, langkah pertama sebaiknya dengan pemeriksaan sitologi sputum
diikuti bronkoskopi fleksibel. Secara radiologis dapat ditentukan ukuran tumor,
kelenjar getah bening torakal, dan metastasis ke organ lain.
36
KOMPLIKASI
Komplikasi dari tumor paru dapat berupa komplikasi torakal, komplikasi
ekstra torakal, atau pada kasus keganasan bermetastasis ke organ lain, misalnya
otak. komplikasi torakal diantaranya efusi pleura, atelektasis, dan metastasis ke
struktur organ di dalam rongga toraks.8
37
BAB III
ANALISA KASUS
Diagnosis pasien pada kasus ialah Efusi Pleura Sinistra ec. Tumor Paru Hal
ini dipertimbangkan berdasarkan dasar aspek klinis, hasil pemeriksaan fisik, dan
hasil pemeriksaan penunjang.
Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak napas sejak ±3 hari yang lalu
SMRS. Sesak dirasakan memberat terutama ketika Os melakukan aktifitas,
sehingga aktifitas Os menjadi terbatas.
38
Pada pasien ini
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Sesak napas
Sesak dirasakan semakin memberat
Pemeriksaan fisik, tanda vital RR 30 x/menit. Pemeriksaan thorak pulmo
pada inspeksi didapatkan pergerakan asimetris dada kiri tertinggal, pada
palpasi didapatkan vokal fremitus dada kiri menurun, pada auskultasi
didapatkan suara vesikuler menurun di lapang paru atas, bawah dan samping
paru kiri.
39
4. Pleurodesis
5. Pengobatan pembedahan mungkin diperlukan untuk :
a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema
c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting
Pada pasien ini diberikan terapi pungsi pleura (torakosentesis) dan diagnostik
cairan pleura dilakukan pemeriksaan sitologi, pada pengobatan diberikan Injeksi
Ceftriakson dan Furosemid.
40
DAFTAR PUSTAKA
8. Amin, Z., 2014. Kanker Paru. In: S. Setiati, et al. eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: InternaPublishing, pp. 2998-3007.
41
Case Report
Disusun Oleh:
Elizabeth Theresia (19360098)
Preseptor:
dr. Silman Hadori, Sp.Rad., MH.Kes
Keluhan Utama
Sesak napas sejak ±3 hari yang lalu
SMRS
Keluhan Tambahan
Sesak napas semakin memberat
saat melakukan aktifitas
Anamnesis
Autoanamnesis
Riwayat Pengobatan
Tidak diketahui
B
Riwayat Sosial Ekonomi
Os tinggal bersama orangtuanya di Jl. Pramuka Gg. Darfa, Kemiling,
Langkapura. Pekerjaan os adalah seorang Pelajar. Kesan ekonomi cukup. Dan
Os terdaftar sebagai pasien BPJS kelas III.
PEMERIKSAAN FISIK
TD
HR RR T
110/70
88 x /menit 30 x/ menit 36,6°C
mmHg
PEMERIKSAAN SISTEMIK
• Pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)
Kulit
• Bentuk normal, tidak ada hematoma, rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut
Kepala
• Konjungtiva normal, sklera ikterik (-), pupil isokor, diameter pupil 3 mm, refleks
Mata cahaya (+/+)
• Nyeri tekan tragus (-), sekret (-), edema (-), hiperemis (-)
Telinga
PEMERIKSAAN SISTEMIK
• Deviasi septum hidung (-), epistaksis (-)
Hidung
• Sulcus nasolabialis simetris, lidah normal, deviasi lidah (-), faring hiperemis (-), tonsil
Mulut/ T1/T1
Tenggorokan
• Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5+2 cm H2O
Leher
Expertise :
1. Perselubungan opak
inhomogen, batas tidak tegas,
tepi irreguler, di lapang atas
dan tengah medial paru kiri
Ec. DD/ - Massa paru
- Pneumonia lobaris
- KP tipe pneumonik
(Bagaimana klinis, lab dan PA?)
2. Effusi pleura kiri
RESUME
Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak napas sejak
±3 hari yang lalu SMRS. Keluhan sesak napas dirasakan terus
menerus, sesak dirasakan semakin memberat dan tidak dipengaruhi
dengan adanya perubahan posisi. Sesak dirasakan memberat
terutama ketika Os melakukan aktifitas, sehingga aktifitas Os
menjadi terbatas. Nafsu makan Os menurun serta berat badan Os
menurun, lemas (+). Os sebelumnya di diagnosis tumor paru dan
sudah direncanakan operasi di RSAM.
Pemeriksaan fisik tanggal 8 Januari 2021 didapatkan
kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, TD 110/70 mmHg,
nadi 88x/menit, RR 30x/menit, suhu 36,6°C.
RESUME
Pemeriksaan thorax pergerakan asimetris dada kiri
tertinggal, vokal fremitus dada kiri menurun, redup di lapang
paru atas, bawah dan samping paru kiri, suara vesikuler
menurun di lapang paru atas, bawah dan samping paru kiri,
batas bawah kiri jantung tidak dapat dinilai dengan bunyi
redup.
Pada pemeriksaan Rontgen Thorax didapatkan
Perselubungan opak inhomogen, batas tidak tegas, tepi
irreguler, di lapang atas dan tengah medial paru kiri ec. Massa
paru, Pneumonia lobaris, KP tipe pneumonik, Effusi pleura kiri.
DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING
Farmakologis
• IVFD RL 20 tpm
• Inj Ceftriakson 1 x 2gr
• Inj Metil prednisolon 125 mg / 8 jam
• Inj Furosemid 1 amp / 24 jam
PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam
Follow Up
Tanggal Waktu Pemeriksaan
8/1/2021 23.00 S : Sesak napas sejak ±3 hari yang lalu, sesak memberat saat beraktifitas, lemas
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 120/80 mmHg. N 84 x/m. RR 30 x/m. T 36°C
A : Efusi pleura sinistra + Obs. Dyspneu ec. Tumor Paru
P :
O2 3L
IVFD RL 20 tpm
Inj Ceftriakson 1 x 2gr
Inj Metil prednisolon 3 x 125mg
Inj Furosemid 1 x 1
Rencana Pungsi Pleura dengan dokter spesialis Paru
Rencana Rontgen Thorax dengan dokter spesialis Radiologi
Follow Up
Tanggal Waktu Pemeriksaan
9/1/2021 14.35 S : Sesak napas berkurang
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 110/80 mmHg. N 82 x/m. RR 22 x/m. T 36°C
A : Efusi pleura sinistra
P :
O2 3L
IVFD RL 20 tpm
Inj Ceftriakson 1 x 2gr
Inj Metil prednisolon 3 x 62,5mg
Inj Furosemid 1 x 1
Pungsi pleura, Rencana sitologi efusi pleura dengan dokter spesialis Patologi anatomi
Follow Up
Tanggal Waktu Pemeriksaan
10/1/2021 13.00 S : Sesak napas berkurang, mual (+), muntah (+), lemas (+), nyeri ulu hati (+)
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 100/80 mmHg. N 80 x/m. RR 23 x/m. T 36°C
A : Efusi pleura sinistra
P :
O2 3L
IVFD RL 20 tpm
Inj Ceftriakson 1 x 2gr
Inj Metil prednisolon 3 x 62,5mg
Inj Furosemid 1 x 1
Inj Omeprazole vial
Inj Ondansentron amp
Follow Up
Tanggal Waktu Pemeriksaan
11/1/2021 14.00 S : Sesak napas berkurang
O : Kes: Compos mentis
GCS : E4V5M6, TD 110/70 mmHg. N 82 x/m. RR 23 x/m. T 36,1°C
A : Efusi pleura sinistra
P :
O2 3L
IVFD RL 20 tpm
Inj Ceftriakson 1 x 2gr
Inj Metil prednisolon 3 x 62,5mg
Inj Furosemid 1 x 1
Analisa Kasus
TEORI TEMUAN PADA PASIEN