Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF IPD
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara

Oleh:

Helma Humairah, S.Ked


2006112009

Preseptor :

dr. Faisal, Sp.PD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM CUT MUTIA
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
FAKULTAS KEDOKTERAN
ACEH UTARA
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulispanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena hanya dengan rahmat, karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Chronic Kidney Disease Stage V”
sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di
bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh
Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih banyak
kepada dr. Faisal, Sp. PD sebagai pembimbing yang telah meluangkan
waktunya memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di
bagian/KSM Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten
Aceh Utara.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan
laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
semua pihak.

Lhokseumawe, Juli 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB 2 LAPORAN KASUS....................................................................................3
2.1 Identitas Pasien..........................................................................................3
2.2 Anamnesis.................................................................................................3
2.2.1 Keluhan utama...................................................................................3
2.2.2 Keluhan tambahan..............................................................................3
2.2.3 Riwayat penyakit sekarang................................................................3
2.2.4 Riwayat penyakit dahulu....................................................................4
2.2.5 Riwayat pemakaian obat....................................................................4
2.2.6 Riwayat kebiasaan..............................................................................4
2.2.7 Riwayat penyakit keluarga.................................................................4
2.2.8 Riwayat sosial-ekonomi.....................................................................4
2.3 Pemeriksaan Fisik......................................................................................4
2.4 Status Generalis.........................................................................................5
2.5 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................6
2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium................................................................6
2.5.2 Elektrokardiogram.............................................................................8
2.5.3 Foto Thorax........................................................................................9
2.6 Resume......................................................................................................9
2.7 Diagnosis Banding dan Diagnosis Kerja.................................................10
2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................10
2.9 Follow Up Pasien....................................................................................11
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................13
3.1 Definisi....................................................................................................13
3.2 Epidemiologi...........................................................................................13
3.3 Etiologi dan Faktor Resiko......................................................................14
3.4 Klasifikasi................................................................................................15
3.5 Patofisiologi.............................................................................................16

ii
3.6 Manifestasi Klinis....................................................................................17
3.7 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................18
3.8 Tatalaksana..............................................................................................19
3.9 Komplikasi..............................................................................................23
3.10 Prognosis...................................................................................................23
BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................................25
BAB 5 KESIMPULAN..........................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal (1). Penyakit ginjal kronis (PGK) adalah kondisi saat fungsi
ginjal menurun secara bertahap karena kerusakan ginjal. Secara medis, penyakit
ginjal kronis didefinisikan sebagai penurunan laju penyaringan atau filtrasi ginjal
selama 3 bulan atau lebih (2). Penyakit ginjal kronik belum menimbulkan gejala
dan tanda pada stadium awal. Laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pada pasien
masih bersifat asimtomatik tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Kelainan secara klinis dan laboratorium baru terlihat dengan jelas pada
stadium 3 atau 4 (3).
Usia 50 tahun secara fisiologis ginjal mulai mengalami penurunan fungsi
yang cukup signifikan akibat berkurangnya jumlah nefron yaitu sekitar 20%.
Adanya penyakit degeneratif sebagai faktor risiko terkuat penyebab PGK stadium
5 yaitu hipertensi dan diabetes mellitus paling banyak diderita pada kelompok
usia 50 tahun ke atas. Jika kejadian penyakit ginjal kronik terjadi pada usia yang
lebih dini maka dimungkinkan karena gaya hidup yang tidak sehat terutama yang
berkaitan dengan kebiasaan konsumsi zat-zat tertentu yang bersifat nefrotoksik.
Faktor kebiasaan konsumsi minuman atau zat tertentu yang diduga berhubungan
dengan kejadian PGK stadium 5 yaitu kebiasaan minum minuman suplemen
energi, suplemen vitamin C, minuman bersoda/soft drink, merokok, konsumsi
obat AINS (Anti Inflamasi Non-Steroid), dan obat herbal (3).
Amerika Serikat menyatakan bahwa insidens penyakit gagal ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% stiap tahunnya. Di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan
terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang
lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun
(1).

1
Di Indonesia, sebagian dari penyandang PGK telah jatuh ke dalam tahap
akhir atau End-Stage Kidney Disease (ESKD) sehingga membutuhkan terapi
pengganti ginjal. Berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR) tahun
2018, insiden PGK yang membutuhkan dialisis mencapai 499 per 1 juta orang dan
semakin bertambah pesat setiap tahunnya (4).
Riskesdas 2018 menyatakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis di
Indonesia yaitu sebesar 713.783 kasus dengan kasus tertinggi di Jawa Barat
sebesar 131.846 kasus. Sedangkan kasus penyakit ginjal kronis di Aceh sebesar
13.389 kasus. Riskesdas 2018 juga menyatakan bahwa kasus penyakit ginjal
kronis terjadi paling banyak di kelompok umur 45-54 tahun dengan angka
119.664 kasus (5). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 penyakit yang banyak
diderita oleh lansia adalah hipertensi 63.5%, masalah gigi 53.6%, penyakit sendi
18%, masalah mulut 17%, diabetes mellitus 5.7%, penyakit jantung 4.5%, stroke
4.4%, gagal ginjal 0.8% dan kanker 0.4% (6).
Menurut hasil Global Burden of Disease tahun 2010, PGK merupakan
penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi
urutan ke-18 pada tahun 2010. Sedangkan di Indonesia, perawatan penyakit ginjal
merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah
penyakit jantung. Penyakit ginjal bisa dicegah dan ditanggulangi dan
kemungkinan untuk mendapatkan terapi yang efektif akan lebih besar jika
diketahui lebih awal (7). Banyaknya penyandang PGK yang membutuhkan
dialisis menyebabkan beban ekonomi yang besar bagi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pada tahun 2019, gagal ginjal membutuhkan
dana 2,3 triliun rupiah, memegang urutan ke-4 sebagai penyakit katastropik
dengan biaya terbesar (4).

2
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. rekam medis : 12.48.76
Umur : 56 tahun
Alamat : Dusun Alue Cut
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Suku : Aceh
Pekerjaan : Supir
Tanggal Masuk : 13 Juli 2021
Tanggal Keluar : 15 Juli 2021
Tanggal Pemeriksaan : 13 Juli 2021
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan utama
Keluhan utama pasien adalah sesak napas.

2.2.2 Keluhan tambahan


Keluhan tambahan yang dialami adalah terdapat benjolan pada kedua
tangan dan kaki, lemas, dan perut kembung.
2.2.3 Riwayat penyakit sekarang
Pasien laki-laki datang ke Rumah Sakit Umum Cut Meutia dibawa oleh
keluarganya dengan keluhan sesak napas sejak kemarin. Sesak tidak dipengaruhi
oleh aktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat. Sesak sudah pernah dialami
beberapa kali. Sesak tidak disertai nyeri dada, batuk dan demam. Tidak ada bau
napas yang khas pada saat megalami sesak dan juga tidak terdengar suara mengi.
Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada sendi-sendi seperti pergelangan
dan ruas jari tangan dan kaki, dan di kedua lutut. Benjolan muncul sejak ± 4 tahun

3
yang lalu. Awalnya benjolan berukuran kecil kemudian perlahan membesar.
Ukuran benjolan bervariasi dengan diameter 2-5 cm dan teraba keras. Pasien
mengeluhkan perut kembung, tidak ada mual muntah, BAB dan BAK dalam batas
normal. Pasien adalah pasien hemodialisa regular sejak 4 bulan lalu setiap senin
dan kamis.

2.2.4 Riwayat penyakit dahulu


Riwayat hipertensi (+), diabetes melitus (-) dan nyeri pada pembengkakan
kaki dan tangannya. Pasien mengalami gout artritis sejak 4 tahun yang lalu.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

2.2.5 Riwayat pemakaian obat


Pasien sering menggunakan obat-obatan anti nyeri seperti deksametason,
peroxicam, dan allopurinol serta obat-obatan traditional untuk mengatasi nyeri
pada kaki dan tangannya.

2.2.6 Riwayat kebiasaan


a. Merokok (+)
b. Suka mengkonsumsi jengkol, pete dan sayur bayam
c. Alkohol (-)

2.2.7 Riwayat penyakit keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
2.2.8 Riwayat sosial-ekonomi
Pasien termasuk dalam golongan ekonomi menengah ke bawah. Pasien
tidak lagi bekerja sebagai supir selama beberapa bulan terakhir dan sekarang
ekonomi keluarga ditanggung anaknya yang bekerja serabutan.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Frekuensi nadi : 91 x/menit, regular
Frekuensi nafas : 30 x/menit

4
Suhu tubuh : 36 ̊C
Berat badan : 60 kg (estimasi)
Tinggi badan : 166 cm
IMT : 21,77 kg/m2 (normal)
2.4 Status Generalis
1. Kulit
a. Warna: pucat
b. Turgor: -
c. Sianosis: -
d. Icterus: -
e. Pigmen:
2. Kepala
a. Rambut: Warna rambut hitam, sedikit beruban, distribusi merata
b. Wajah: Simetris, deformitas (-)
c. Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-),
palpebra normal, gerakan bola mata normal, pupil bulat, isokor (+/+),
diameter (2mm/2mm), RCL/RCTL (+/+).
d. Telinga: bentuk normal, discharge (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
e. Hidung: Sekret (-/-), darah (-/-), deviasi septum nasi (-/-)
f. Mulut: lidah normoglosia, tidak tremor, bibir pucat (-) dan kering,
mukosa mulut tidak hiperemis, tonsil tidak hiperemis, uvula ditengah.
3. Leher
a. Inspeksi: Simetris, kelenjar tiroid tidak membesar, trakea ditengah
b. Palpasi: tidak ada pembesaran tiroid
4. Toraks
a. Paru
a) Inspeksi: Bentuk dada normal, gerak dada simetris kanan dan kiri
saat statis dan dinamis, pergerakan dada sama, tidak ada retraksi.
b) Palpasi: Tidak ada benjolan, nyeri tekan (-), massa (-), taktil
fremitus kanan=kiri.
c) Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru.

5
d) Auskultasi: Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-).
b. Jantung
a) Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi: Ictus cordis tidak teraba
c) Perkusi: Batas atas jantung di ICS II, batas kanan di ICS IV linea
parasternal dextra, kiri di ICS V dua jari medial dari linea
midclavicular sinistra, batas pinggang jantung di ICS III linea
parasternal sinistra.
d) Auskultasi: BJ I/II normal, murmur (-)
5. Abdomen
a. Inspeksi: Simetris, distensi (+)
b. Palpasi: Defans muscular (-), nyeri tekan (-)
c. Hepar: Tidak teraba
d. Limpa: Tidak teraba
e. Ginjal: Ballotement (-)
f. Perkusi: Timpani, shifting dullnes (-), nyeri ketok CVA (+).
g. Auskultasi: Peristaltik usus normal
6. Genetalia: tidak dilakukan pemeriksaan.
7. Ekstremitas: Akral sedikit dingin, terdapat benjolan pada ruas jari dan
pergelangan kedua tangan dan kaki (+/+),benjolan pada kedua lutut dan
pergelangan kaki (+), atrofi otot (+/+), sianosis (-/-), kelemahan anggota
gerak (+/+), CRT <2 detik.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 13/07/2021
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 8.85 g/dL 13 – 18
3
Eritrosit (RBC) 2.93 juta/mm 4.5 – 6.5
Hematokrit (HCT) 23.46 % 37.0 – 47.0

6
MCV 80.12 fL 79 – 99
MCH 30.21 Pg 27 – 32
MCHC 37.71 % 33 – 37
Leukosit 7.00 ribu/mm3 4.0 – 11.0
Trombosit 234 ribu/mm3 150 – 450
RDW-CV 18.23 % 11.5 – 14.5
Hitung Jenis Leukosit
Basophil 1.91 % 0 – 1.7
Eosinophil 2.23 % 0.60 – 7.30
Nitrofil segmen 71.35 % 39.3 – 73.7
Limfosit 14.49 % 18.0 – 48.3
Monosit 10.01 % 4.4 – 12.7
NLR 4.92 Cutoff 0 – 3.13
ALC 1013.72 Juta/L 0 – 1500
Golongan Darah O -
Fungsi Ginjal
Ureum 71 mg/dl < 50
Kreatinin 7.03 mg/dl 0.60 – 1.00
Asam Urat 5.9 mg/dl 3.4 – 7.0
Glukosa darah
Glukosa Darah Sewaktu 117.0 mg/dl < 180

7
2.5.2 Elektrokardiogram

1. Irama: sinus
2. Rate: 78x/menit
3. Axis: normoaxis
4. PR interval: normal (0,2 s)
5. Kompleks QRS: normal (0,08 s)
6. Segmen ST: tidak elevasi ataupun depresi
7. Gelombang T: tidak ada T inverted
8. Hipertrofi: atrium (-), ventrikel (-)
9. VES (-)
10. Aritmia (-)
Interpretasi: Sinus rythm.

8
2.5.3 Foto Thorax

Interpretasi:
1. Corakan bronkhovaskuler normal
2. Sinus costo frenikus lancip
3. Diafragma licin
4. Cor: CTR < 0,5
5. Sistema tulang tak tampak kelainan
Kesan: Pulmo dan besar cor normal

2.6 Resume
Pasien laki-laki datang ke Rumah Sakit Umum Cut Meutia pasien dibawa
oleh keluarganya dengan keluhan sesak napas disertai benjolan pada kedua tangan
dan kaki, lemas dan perut kembung. Pasien memiliki riwayat hipertensi, gout
artritis. Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa. Pasien sering

9
mengkonsumsi obat-obatan yang di beli di apotik seperti deksametason,
piroxicam dan allopurinol serta obat-obatan traditional. Pasien sering
mengkonsumsi pete, jengkol dan sayur bayam dan juga merokok.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak lemah,
kesadaran komposmentis, tekanan darah 150/100 mmHg, frekuensi nadi
91x/menit, regular, frekuensi napas 30 x/menit, suhu 36⁰C. Konjungtiva anemis
(+), dan pucat. Paru dan jantung dalam batas normal. Perkusi abdomen timpani.
Tidak ditemukan pembesaran organ. Terdapat nyeri ketok CVA. Akral dingin.
Terdapat kelemahan ekstremitas serta benjolan pada kedua tangan dan kakinya.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hemoglobin menurun. Ureum
(71 mg/dl), kreatinin (7,03 mg/dl) meningkat, dan asam urat (5,9 mg/dl) dalam
batas normal. Kadar gula darah sewaktu dalam batas normal. Pemeriksaan EKG
didapatkan sinus rythm. Pemeriksaan foto thorax didapatkan gambaran normal.
Laju filtrasi glomerulus pasien jika dihitung menggunakan rumus
Kockcroft-Gault:
( 140−umur ) x berat badan
GFR =
72 x kreatinin plasma (mg/dL)
( 140−56 ) x 60
=
72 x 7,03
= 9,95 mL/min/1.73 m2
Dari hasil perhitungan LFG dengan menggunakan rumus di atas
didapatkan kesimpulan penyakit ginjal kronik yang dialami merupakan stadium 5
(LFG <15 mL/min/1.73 m2).
2.7 Diagnosis Banding dan Diagnosis Kerja
1. Diagnosis banding pasien:
a. Penyakit ginjal kronik
b. Gagal jantung kongestif
c. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis)
2. Diagnosis kerja: penyakit ginjal kronik stadium 5.
2.8 Penatalaksanaan
1. Three way.

10
2. Inj. Omeprazole 40 mg/12j
3. Amlodipine 1 x 10 mg
4. Valsartan 1 x 80 mg
5. Bicnat 3 x 500 mg
6. Kolkisin 3 x 0,5 mg
7. Domperidone 2 x 10 mg
8. Metil prednisolone 2 x 4 mg
9. Concor 2 x 2,5 mg
10. Curcuma 3 x 20 mg
11. Mecobalamin 2 x 500 mg
12. Transfusi PRC + EPO
13. Hemodialisis

2.9 Follow Up Pasien


Tanggal SOAP Terapi

Selasa, S/ sesak napas (+), benjolan kaki - Three way


13/07/21 dan tangan (+), lemas (+), , pucat - IV Omeprazole 40 mg/12j
(H:1) (+), HT (+) - Amlodipine 1 x 10 mg
O/ - Bicnat 3 x 500 mg
Kesadaran= Composmentis; - Valsartan 1 x 80 mg
TD= 180/100 mmHg; - Kolkisin 3 x 0,5 mg
HR= 93x/menit - Domperidone 2 x 10 mg
RR=30x/menit - Metil prednisolone 2 x 4 mg
T=36,2 oC - Curcuma 3 x 20 mg
HB: 8,85 g/dL
A/ CKD stage V on HD reguler +
gout artritis
P/ Thorax PA,
Rabu, S/ sesak napas (-), lemas (+), - Three way
14/07/21 pucat (+) benjolam kaki dan - IV Omeprazole 40 mg/12j
(H:2) tangan (+). - Amlodipine 1 x 10 mg
O/ - Bicnat 3 x 500 mg

11
Kesadaran= Composmentis; - Valsartan 1 x 80 mg
TD= 150/90 mmHg; - Kolkisin 3 x 0,5 mg
HR= 95x/i - Concor 2 x 2,5
RR=25x/i - Domperidone 2 x 10 mg
T= 36,5 oC - Metil prednisolone 1 x 4 mg
A/ CKD Stage V + gout artritis - Mecobalamin 2 x 500 mg
P/ Observasi KU - Curcuma 3 x 20 mg

Kamis , S/ sesak napas (-), Pucat (+), - Lansoprazole 3 x 30 mg


15/07/21 benjolan pada kaki dan tangan - Amlodipine 1 x 10 mg
(H:3) (+), lemas berkurang - Valsartan 1 x 160
O/ - Curcuma 3 x 20 mg
Kesadaran= Composmentis; - Kolkisin 2 x 0,5 mg
TD= 190/120 mmHg; - Metil prednisolone 1 x 4
HR= 89x/menit mg
RR= 23 x/i - Mecobalamin 2 x 500 mg
T= 36,2 oC
A/ CKD Stage V + gout artritis
P/ PBJ setelah HD

12
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal (1). Penyakit ginjal kronis (GGK) adalah kondisi saat fungsi
ginjal menurun secara bertahap karena kerusakan ginjal. Secara medis, penyakit
ginjal kronis didefinisikan sebagai penurunan laju penyaringan atau filtrasi ginjal
selama 3 bulan atau lebih (2). Kriteria penyakit ginjal kronik adalah (1):
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG) dengan manifestasi
2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
3.2 Epidemiologi
Amerika Serikat menyatakan bahwa insidens penyakit gagal ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% stiap tahunnya. Di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan
terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang
lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun
(1).
Riskesdas 2018 menyatakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis di
Indonesia yaitu sebesar 713.783 kasus dengan kasus tertinggi di Jawa Barat
sebesar 131.846 kasus. Sedangkan kasus penyakit ginjal kronis di Aceh sebesar
13.389 kasus. Riskesdas 2018 juga menyatakan bahwa kasus penyakit ginjal
kronis terjadi paling banyak di kelompok umur 45-54 tahun dengan angka
119.664 kasus (5). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 penyakit yang banyak
diderita oleh lansia adalah hipertensi 63.5%, masalah gigi 53.6%, penyakit sendi

13
18%, masalah mulut 17%, diabetes mellitus 5.7%, penyakit jantung 4.5%, stroke
4.4%, gagal ginjal 0.8% dan kanker 0.4% (6)
3.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Beberapa penyebab penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama pada glomerulus.
Glomerulonefritis terbagi menjadi dua, yaitu glomerulonefritis akut dan
glomerulonefritis kronis. Glomerulonefritis akut seringkali terjadi akibat
respon imun terhadap toksin bakteri tertentu (kelompok streptokokus beta
A). Glomerulonefritis kronis tidak hanya merusak glomerulus tetapi juga
tubulus. Inflamsi ini mungkin diakibatkan infeksi streptokokus, tetapi juga
merupakan akibat sekunder dari penyakit sistemik lain atau
glomerulonefritis akut (8).
b. Pielonefritis kronis
Pielonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi bakteri.
Inflamasi dapat berawal di traktus urinaria bawah (kandung kemih) dan
menyebar ke ureter, atau karena infeksi yang dibawa darah dan limfe ke
ginjal. Obstruksi kaktus urinaria terjadi akibat pembesaran kelenjar
prostat, batu ginjal, atau defek kongenital yang memicu terjadinya
pielonefritis (8).
c. Batu ginjal
Batu ginjal atau kalkuli urinaria terbentuk dari pengendapan garam
kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. Batu-batu kecil dapat
mengalir bersama urine, batu yang lebih besar akan tersangkut dalam
ureter dan menyebabkan rasa nyeri yang tajam (kolik ginjal) yang
menyebar dari ginjal ke selangkangan (8).
d. Penyakit polikistik ginjal
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multiple, bilateral, dan
berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan (8).
e. Penyakit endokrin (nefropati diabetik)

14
Nefropati diabetik (peyakit ginjal pada pasien diabetes) merupakan salah
satu penyebab kematian terpenting pada diabetes mellitus yang lama.
Lebih dari sepertiga dari semua pasien baru yang masuk dalam program
ESRD (End Stage Renal Disease) menderita gagal ginjal. Diabetes
mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk.
Nefropati diabetik adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di
ginjal pada diabetes mellitus (8).
Proporsi terbesar pasien penyakit ginjal kronis dilator belakangi oleh
penyakit hipertensi dan diabetes, obesitas, dll. Obesitas merupakan faktor risiko
kuat terjadinya penyakit ginjal. Obesitas meningkatkan risiko dari faktor risiko
utama dari PGK seperti hipertensi dan diabetes. Pada obesitas, ginjal juga harus
bekerja lebih keras menyaring darah lebih dari normal untuk memenuhi
kebutuhan metabolik akibat peningkatan berat badan. Peningkatan fungsi ini dapat
merusak ginjal dan meningkatkan risiko terjadinya PGK dalam jangka panjang.
Usia diatas 50 tahun dan riwayat penyakit ginjal pada keluarga juga menjadi
faktor risiko terjadinya penyakit ginjal kronik (7).
Faktor risiko lain yang berpengaruh terhadap kejadian PGK pada
kelompok usia kurang dari 50 tahun: (3)
1. Konsumsi minuman suplemen energi >4 kali per minggu mempunyai
risiko 2,9 kali lebih besar untuk mengalami PGK.
2. Merokok ≥10 batang perhari mempunya risiko 4,1 kali lebih besar.
Konsumsi obat herbal >4 kali per minggu mempunya risiko 3,7 kali lebih
besar.

3.4 Klasifikasi
Klasifikasi atas dasar derajat, dibuat atas LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut (1):
( 140−umur ) x berat badan
LFG = *
72 x kreatinin plasma (mg /dl )
*pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi penyakit ginjal kronis atas dasar derajat penyakit dan atas dasar
diagnosis etiologi adalah sebagai berikut:

15
Tabel 1. Klasifikasi atas derajat penyakit (1)
Derajat Penjelasan LFG (ml/menit/1,73 m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥ 90
atau meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan LFG normal 60-89
atau meningkat ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG normal 30-59
atau meningkat sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG normal 15-29
atau meningkat berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialysis

Tabel 2. Klasifikasi atas dasar diagnosis etiologi (1)


Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi
diabetes sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada Rejeksi kronik
tranplasntasi Keracunan obat (siklosporin/tacrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

3.5 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasari, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh

16
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sclerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya progresifitas. Penyakit ginjal kronis
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dyslipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sclerosis dan fibroisis glomerulus maupun
tubulointerstisial (1).
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronis, terjadi kehilangan daya
cabang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi panurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan,
tapi sudah terjadi peningkatan kadar ureadan kreatinin serum. Samapi LFG
sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah,
mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus,
mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga
akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hypervolemia, dan
gangguan keseimbangan elektrolit. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala
dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti
ginjal (1).
3.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien penyakit ginjal kronis meliputi (1):
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi
traktur urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, SLE dan
sebagainya

17
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi,anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang, sampai koma
c. Gejala komplikasi antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit.
Pasien penyakit ginjal kronis stadium 1 sampai 3 (dengan GFR ≥ 30
mL/menit/1,73 m2) biasanya memiliki gejala asimtomatik. Pada stadium-stadium
ini masih belum ditemukan gangguan elektrolit dan metabolik. Sebaliknya, gejala-
gejala tersebut dapat ditemukan pada penyakit ginjal kronis stadium 4 dan 5
(dengan GFR < 30 mL/menit/1,73 m2) bersamaan dengan poliuria, hematuria, dan
edema (8).
3.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran pemeriksaan laboratorium adalah sebagai berikut (1):
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung dengan rumus Kockcroft-Gault
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria
2. Pemeriksaan radiologis
Gambaran pemeriksaan radiologis adalah sebagai berikut (1):
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
c. USG ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi
d. Pemerisaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi
3. Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal

18
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive
tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui
etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah
diberikan. Biopsi ginjal kontraindikasi dilakukan pada keadaan dimana ukuran
ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi tak terkendali, infeksi
perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas dan obesitas (1).
3.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi (1):
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
c. Memperlambat perburukan fungsi ginjal
d. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
e. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau tranplantasi ginjal
Perencanaan tatalaksana penyakit ginjal kronis sesuai dengan derajatnya
adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Perencanaan tatalaksana penyakit ginjal kronis (1,9)
Derajat LFG (ml/menit) Rencana tatalaksana
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
perburukan, fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskular
2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya


hiperfiltrasi glomerulus. Salah cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus
adalah pembatasan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG
≤ 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut pembatasan protein tidalselalu
dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari yang 0,35-0,50 gr di antaranya
merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-
35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan pemantauan teratur terhadap status nutrisi pasien.

19
Bila terjadi malnutrii, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan.
Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam
tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
disekresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein mengandung ion
hidrogen, fosfat, sulfat dan ion unorganik lain juga disekresikam melalui ginjal.
Oleh karena itu pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit gangguan
ginjal kronis akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion
anorganik lain dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut
uremia. Asupan protein berlebih juga akan mengakibatkan perubahan
hemodinamik ginjal berupa eningktan aliran darah dan tekanan intraglomerulus,
yang akan meningkatkan progresifitas peburukan fungsi ginjal (1).
Tabel 4. Pembatasan asupan protein dan fosfat pada penyakit ginjal kronis (1)
LFG ml/mnt Asupan protein g/kg/hari Fosfat g/kg/hari
>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25-60 0,6-0,8 /kg/hari, termasuk ≥0,35 ≤ 10 gr
gr/kg/hari nilai biologi tinggi
5-25 0,6-0,8 /kg/hari, termasuk ≥0,35 ≤ 10 gr
gr/kg/hari nilai biologi tinggi atau
tambahan 0,3 asam amino esensial
atau asam keton
<60 (sindrom 0,8/kg/hari (1+ gr protein/g) atau 0,3 ≤ 9 gr
nefrotik) tambahan asam amino esensial atau
asam keton

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:


1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya: Waktu yang paling tepat untuk
terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan LFG
sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi (1).
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid: Penting sekali untuk
mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit
ginjal. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid tersebut antara lain
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi

20
traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau
peningkatan aktivitas penyakit dasarnya (1).
3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal: Faktor utama penyebab
perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Dua
cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu pembatasan
asupan protein dan terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi
intraglomerulus. Obat antihipertensi selain bermanfaat untuk memperkecil
risiko kardiovaskular juga penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan
hipertrofi glomerulus (1).
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular: Hal-hal yang
termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian
dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan
terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit
(1).
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.
a. Target tekanan darah pada PGK <130/80 mmHg jika tidak ada risiko
hipotensi (misal: hipotensi ortostatik, gagal jantung, lansia). Jika
terdapat risiko hipotensi, target tekanan darah lebih tinggi yaitu
<140/90 mmHg. ACEI dan ARB digunakan sebagai agen
antihipertensi. Jika tidak efektif untuk menurunkan tekanan darah, bisa
ditambah dengan tiazid atau dihydropyridine calcium channel blocker
(seperti: amlodipine). Loop diuretics seperti furosemide biasa
digunakan untuk mengontrol volume overload (10).
b. Diabetes mellitus. Kontrol gula darah pada DM tipe 1 dan 2 dengan
HbA1c ≤ 7% dapat menurunkan kemungkinan adanya atau
progresivitas nefropati diabetic (10).
c. Penyakit kardiovaskular (CVD)
1) Statin selain untuk mencegah penyakit kardiovaskular juga dapat
berperan dalam mencegah perkembangan penyakit ginjal dan

21
mengurangi albuminuria, meskipun bukti untuk hasil ini kurang
kuat (10).
2) Antiplatelet. Bukti terbatas mengenai penggunaan aspirin atau
agen antiplatelet lainnya untuk pencegahan PJK primer dan
sekunder di antara pasien dengan PGK. Aspirin direkomendasikan
untuk pasien PGK dengan penyakit jantung coroner. Aspirin juga
sering direkomendasikan untuk penderita diabetes (10).
d. Dislipidemia. Perubahan life style termasuk modifikasi pola makan
(diet rendah lemak), olahraga, pengurangan alkohol dan pengobatan
hiperglikemia. Kombinasi terapi statin/ezetimibe saat ini
direkomendasikan sebagai alternatif terapi statin saja pada pasien PGK
≥ 50 tahun dengan eGFR <60 mL / menit / 1,73 m2 (10).
e. Anemia. Anemia normokrom normositer diterapi dengan memberikan
Recombinant Human Erythropoetin (r-HuEPO) dengan pemberian 30-
530 U/kgBB. Anemia hemolisis diterapi hemodialisis atau peritoneal
dialysis. Anemia defisiensi besi diterapi dengan transfusi darah
PRC(11).
f. Osteodistrofi renal. Penatalaksanaannya dengan cara mengatasi
hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol. Penatalaksanaan
hiperfosfatemia meliputi pembatasan asupan fosfat 600-800 mg/hari.
Fosfat sebagian besar terkandung dalam daging dan produk hewan
seperti susu dan telor. Pemberian garam kalsium (kalsium karbonat
dan kalsium asetat) banyak digunakan untuk menghambat absorbsi
fosfat yang berasal dari makanan (1).
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal: Terapi
pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
< 15 ml/mnt. Terapi pengganti ginjal dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis
atau transplantasi ginjal (12). Hemodialisis adalah suatu cara dengan mengalirkan
darah ke dalam dialyzer (tabung ginjal buatan) yang terdiri dari 2 komparten yang
terpisah yaitu kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dipisahkan
membran semi permeabel untuk membuang sia-sisa metabolisme. Sisa-sisa

22
metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia itu dapat berupa
air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat dan zat-zat lain.
Hemodialisis dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 3-4 jam terapi (13).
3.9 Komplikasi
Komplikasi penyakit ginjal kronis yang perlu menjadi perhatian adalah
sebagai berikut (14):
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, metabolisme asidosis,
katabolisme, dan asupan yang berlebihan (diet, obat-obatan, cairan).
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade pericardial karena retensi
produk limbah uremic dan dialisis tidak memadai.
3. Hipertensi akibat retensi natrium dan air dan kerusakan sistem renin-
angiotensinaldosteron system.
4. Anemia akibat penurunan produksi erythropoietin, penurunan RBC umur,
perdarahan di saluran pencernaan dari racun menjengkelkan dan
pembentukan ulkus, dan kehilangan darah selama hemodialysis.
5. Penyakit tulang dan kalsifikasi metastatik dan vaskular karena retensi
fosfor, kalsium serum rendah tingkat, metabolisme vitamin D abnormal,
dan tinggi tingkat aluminium.

3.10 Prognosis
Penyakit ginjal stadium akhir adalah penyakit yang progresif. Terapi
transplantasi ginjal yang tepat waktu diperlukan untuk mencegah kematian.
Angka kematian untuk pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir secara
signifikan lebih tinggi daripada mereka yang tidak menderita penyakit tersebut.
Bahkan dengan dialisis yang tepat waktu, angka kematian bervariasi dari 20%
hingga 50% selama 24 bulan. Penyebab kematian yang paling umum adalah
hiperkalemia, diikuti oleh efek samping pada jantung (15). Prognosis PGK
berdasarkan kategori LFG dan albuminuria menurut KDIGO 2012 dapat dilihat
pada gambar berikut (16):

23
Gambar . Prognosis PGK berdasarkan kategori LFG dan albuminuria

24
BAB 4
PEMBAHASAN
Laporan kasus ini membahas mengenai Tn. R (56 tahun) yang didiagnosis
dengan penyakit ginjal kronik (PGK) stadium 5 berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien diketahui sering membeli
obat-obatan di apotik dan obat traditional. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan
gout artritis. Perhitungan laju filtrasi glomerulus pada pasien ini menggunakan
rumus Kockcroft-Gault didapatkan hasil 9,95 mL/min/1.73 m2. Dari hasil tersebut,
dapat disimpulkan bahwa Tn. R diklasifikasikan ke dalam penyakit ginjal kronik
stadium 5.
Sesak napas yang dialami pasien dapat terjadi karena adanya penumpukan
cairan di dalam jaringan paru atau dalam rongga dada. Ginjal yang terganggu
mengakibatkan kadar albumin menurun. Selain disebabkan karena penumpukan
cairan, sesak nafas juga dapat disebabkan karena pH darah menurun akibat
perubahan elektrolit serta hilangnnya bikarbonat dalam darah (17). Adanya
kerusakan pada unit filtrasi ginjal juga menyebabkan sesak dengan terjadinya
penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal dan terjadi pelepasan
renin di aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I. Lalu angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh converting
enzyme. Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH sehingga
menyebabkan retensi NaCl dan air terjadi hipervolemia kemudian ventrikel kiri
gagal memompa darah ke perifer (Hipertrofi ventrikel kiri) selain itu dapat terjadi
edema paru atau efusi pleura kemudian timbul sesak nafas (18).
Benjolan di kedua tangan dan kaki disebabkan oleh gout artritis yang telah
lama di deritanya. Hiperurisemia adalah ketidakseimbangan antara produksi dan
sekresi dari asam urat. Ketidak seimbangan antara produksi dan sekresi akan
menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat dalam serum
melebihi ambang batasnya, sehingga merangsang timbunan urat dalam bentuk
garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat/jaringan. Peningkatan
kadar asam urat dalam serum dapat membentuk kristal – kristal asam urat di ginjal
dan dapat mengendap di dalam insterstitium medular ginjal, tubulus atau sistem

25
pengumpul yang akhirnya akan menyebabkan gagal ginjal akut maupun kronik
(19). Peningkatan kadar asam urat yang tinggi juga meningkatkan reactive oxygen
species (ROS). Menyebabkan peningkatan epitel-mesenkim transisi (EMT) dan
monocyte chemoattractant protein-1 (MCP1)5. Selanjutnya resistensi pembuluh
darah ginjal akan meningkat dan mengurangi aliran darah ginjal sehingga terjadi
penyakit ginjal kronis (20).
Pasien PGK umumnya mengalami tekanan darah tinggi. Tn. R pada awal
pemeriksaan tekanan darah di IGD didapatkan tekanan darahnya 180/100 mmHg.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis dengan penurunan laju filtrasi akan
merangsang ginjal dalam hal ini apparatus juxtaglomerular untuk mengaktifkan
RAAS dimana akan berakibat dengan vasokonstriksi dari pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan darah pasien (21).
Kadar ureum, kreatinin, dan asam urat pasien didapati meningkat. Ureum
merupakan hasil ekskresi terbesar dari metabolisme protein. Penurunan fungsi
ginjal dapat menyebabkan peningkatan kadar ureum karena ekskresi ureum dalam
urin menurun. Kreatinin merupakan produk hasil metabolisme tubuh yang
diproduksi secara konstan, difiltrasi oleh ginjal, tidak direabsorbsi, dan
disekresikan oleh tubulus proksimal. Apabila terjadi penurunan fungsi ginjal,
maka kemampuan filtrasi kreatinin akan menurun dan menyebabkan peningkatan
kadar kreatinin dalam darah (22).
Peningkatan kadar asam urat pada penderita gagal ginjal kronik
disebabkan oleh sintesis purin berlebih dalam tubuh, asupan makanan diet tinggi
protein, konsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan zat metabolisme,
gangguan ginjal dalam proses pengeluaran zat sisa metabolisme dan
ketidakseimbangan produksi dan ekskresi dari zat sisa metabolisme (asam urat,
ureum dan kreatinin). Kadar asam urat dapat berhubungan dengan perburukan
fungsi ginjal yang menyebabkan peningkatan zat sisa metabolisme yaitu asam
urat, ureum dan kreatinin. Kadar asam urat, ureum dan kreatinin dalam darah akan
meningkat seiring dengan penurunan fungsi ginjal pada proses penyaringan di
glomerulus (22).

26
Pasien ini sering mengkonsumsi deksametason untuk meredakan
peradangan di benjolan tangan dan kakinya. Deksametason dapat menyebabkan
peningkatan osmolalitas permeabilitas dari membrane brush border ginjal. Serta
dapat menimbulkan retensi natrium yang diakibatkan kekurangan kalium. Retensi
cairan tubuh yang diakbatkan dari retensi natrium yang berlebihan dan
kekurangan ion kalium ini dapat mengakibatkan perubahan transport aktif ion di
dalam ginjal. Perubahan transport aktif ion ini dapat merngakibatkan perubahan
muatan listrik permukaan sel epitel tubulus, yang merupakan salah satu faktor
predisposisi dari kerusakan tubulus akibat toksik atau nekrosis tubular akut. Jika
dikonsumsi secara rutin dan dalam jangka panjang akan menyebabkan penyakit
ginjal kronis (23).
Pasien ini sering mengkonsumsi piroxicam sebagai anti nyeri. Piroxicam
merupakan golongan non-steroid anti inflammatory drug (NSAID). penggunaan
NSAID secara berlebihan dapat menyebabkan kerusakan ginjal atau nefropati.
Nefropati analgetik merupakan kerusakan nefron akibat penggunaan analgetik.
Penggunaan NSAID untuk menghilangkan rasa nyeri dan menekan radang
(bengkak) dengan mekanisme kerja menekan sintesis prostaglandin. Akibat
penghambatan sintesis prostaglandin menyebabkan vasokonstriksi renal,
menurunkan aliran darah ke ginjal, dan potensial menimbulkan iskemia
glomerular. NSAID juga menginduksi kejadian nefritis interstisial yang selalu
diikuti dengan kerusakan ringan glomerulus dan nefropati yang akan
mempercepat progresifitas kerusakan ginjal, nekrosis papilla, dan penyakit gagal
ginjal kronik (24).
Pasien ini juga sering mengkonsumsi allopurinol untuk menurunkan kadar
asam uratnya. Salah satu efek samping allopurinol adalah toksisitasnya pada ginjal
yang terkait dengan adanya gangguan metabolisme pirimidin. Pada sebuah
penilitian pada tikus yang menguji hubungan antara efek toksik allopurinol dan
metabolisme pirimidin ditemukan bahwa induksi allopurinol meningkatkan level
plasma transaminase. Pembentukan kristaluria dan batu juga ditemukan bersama
dengan peningkatan Blood urea nitrogen (BUN). Terjadinya interstitial nefritis

27
akut dengan hipersensitivitas dan granulomatosa nefritis juga telah dilaporkan
pada penggunaan allopurinol (25).
Pasien ini diberikan agen antihipertensi golongan ARB (valsartan) dan
CCB (amlodipine). Pemakaian obat antihipertensi di samping bermanfaat untuk
memperkecil risiko kardiovaskuler, juga sangat penting untuk memperlambat
perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan
hipertrofi glomerulus (26). ARB dapat bekerja sebagai antihipertensi dan
antiproteinuria. Jika tidak efektif untuk menurunkan tekanan darah, bisa ditambah
dengan tiazid atau dihydropyridine calcium channel blocker (seperti: amlodipine)
(10).
Transfusi PRC dan EPO diberikan untuk meningkatkan kadar hemoglobin.
Pemberian transfusi pada PGK harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan
indikasi dan pemantauan yang tepat. Transfusi yang dilakukan secara tidak cermat
dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan perburukan fungsi
ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 gr/dl.
Hemodialisis dilakukan untuk membuang limbah metabolik dan kelebihan cairan
dari tubuh (26).

28
BAB 5
KESIMPULAN
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah gangguan pada ginjal yang
berlangsung lebih dari 3 bulan ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan
ginjal yaitu albuminuria, abnormalitas sedimen urin, elektrolit, histologi, struktur
ginjal, ataupun adanya riwayat transplantasi ginjal, juga disertai penurunan laju
filtrasi glomerulus. Etiologi PGK beragam seperti hipertensi, nefropati diabetik,
tidak diketahui, obesitas, dll. Patofisiologi dan manifestasi klinis dari penyakit
ginjal kronik tergantung pada penyakit yang mendasarinya.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala klinis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien ini didiagnosis dengan penyakit ginjal
kronik stadium 5 dengan laju filtrasi glomerulus 9,95 mL/min/1.73 m 2. Terapi
pada pasien ini berupa antihipertensi (ARB dan CCB), terapi gout artritis, terapi
simtomatik, transfusi darah dan hemodialisis. Penyakit ginjal kronik dapat
menyebabkan berbagai macam komplikasi dan semakin rendah nilai LFG serta
tingginya albuminuria, maka semakin buruk prognosis pasien PGK.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. PAPDI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Setiati S, Alwi I, Sudoyono
AW, K MS, Setiohadi B, Syam AF, editors. Interna Publishing. Jakarta
Pusat: Interna Publishing; 2021.
2. Persadha G, Adhani R, Arifin S, Husaini, Noor MS. Risk Factor Analysis
Of The Severity Chronic Kidney Failure Undergoing Hemodialysis At
State Hospital. Heal J. 2021;4(2):74–81.
3. Ariyanto, Hadisaputro S, Lestariningsih, Adi S, Budijitno S. Beberapa
Faktor Risiko Kejadian Penyakit Ginjal Kronik (PGK) Stadium V pada
Kelompok Usia Kurang dari 50 Tahun. J Epidemiol Kesehat Komunitas.
2018;3(1):1.
4. Kuswadi I, Prasanto H, Puspitasari M, Wardhani Y. Annual Meeting
PERNEFRI 2020: Integrated Collaboration for Exellent Kidney Care. In:
From Textbook to Digital Medicine Era. Yogyakarta: PIT Pernefri; 2020.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Laporan Nasional Riskesdas 2018 [Internet]. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. 2019.
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2018. Profil Kesehatan Provinsi Bali. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia; 2019. 1-220 p.
7. Kementrian Kesehatan RI. Infodatin: Situasi Penyakit Ginjal Kronis.
Jakarta Selatan; 2018.
8. Reninta DD. Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di
RSUD Panembahan Senopati Bantul. Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan; 2019.
9. Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Loscalzo J.
Harrison’s Principles Of Internal Medicine. 20th editi. New York: Mc
Graw Hill Education; 2021.
10. Lukela JR, Harrison RV, Jimbo M, Mahallati A, Saran R, Annie Z.
Management of Chronic Kidney Disease Key points. UMHS Chronic

30
Kidney Dis Guidel. 2019;(July):1–27.
11. Satriya A. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) Dengan Efek Pemberian Terapi Akupresur dan
Aromaterapi Bunga Lavender Terhadap penurunan Tingkat Kecemasan di
Ruang Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Universitas
Muhammadiyah Kalimantan Timur; 2018.
12. Chen TK, Knicely DH, Grams ME. Chronic Kidney Disease Diagnosis and
Management: A Review. JAMA. 2019;322(13).
13. Sartika D. Profil Manifestasi Kulit pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Dengan Hemodialisis dan Non Hemodialisis di RS. Universitas Sumatera
Utara. Universitas Sumatera Utara; 2019.
14. Mahardika M. Analisa Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) Dengan Intervensi Inovasi Pemberian Terapi Slow
Stroke Back Massage Kombinasi Murottal Al-Quran Terhadap Tingkat
Fatigue Di Ruang Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Universitas Muhammadiyah; 2019.
15. Benjamin O, Lappin S. End-Stage Renal Disease [Internet]. NCBI:
StatPearls. 2021 [cited 2021 Jul 15].
16. Levin A, Stevens PE. Summary of KDGO 2012 CKD Guideline: Behind
The Scenes, Need For Guidance, And A Framework For Moving Forward.
Kidney Int. 2014;1(85).
17. Nurjanah DA, Yuniartika W. Teknik Relaksasi Nafas Dalam Pada Pasien
Gagal Ginjal. Semin Nas Keperawatan Univ Muhammadiyah Surakarta
[Internet]. 2020;62–71.
18. Mutiara UG. A 42 Years Old Woman With Stage 5 Chronic Renal Failure
And Moderate. Anemia J Medula Unila | [Internet]. 2014;3(2):128–35.
19. Nur M, Anggunan, Wulandari PD. Hubungan Kadar Asam Urat Dengan
Kadar Kreatinin Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisa Di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung
Tahun 2016. J Ilmu Kedokt Dan Kesehat. 2019;5(4).
20. Alatas H. Penatalaksanaan Hiperurisemia Pada Penyakit Ginjal Kronik

31
(CKD). Herb-Medicine J. 2021;4(1):1.
21. Mardana KAP. Penyakit Ginjal Kronis Stadium V Akibat Nefrolitiasis dan
Pielonefritis Kronis. E-Jurnal Med Udayana [Internet]. 2014;3(11):1–10.
22. Muanalia. Hubungan Kadar Asam Urat Terhadap Kadar Ureum dan
Kreatinin Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik. Universitas Muhammadiyah
Semarang; 2018.
23. Ridho MR. Pengaruh Pemberian Deksametason Dosis Bertingkat Per Oral
30 Hari Terhadap Kerusakan Tubulus Ginjal Tikus Wistar. Universitas
Diponegoro; 2010.
24. Purwati S. Analisa Faktor Risiko Penyebab Kejadian Penyakit Gagal Ginjal
Kronik (GGK) Di Ruang Hemodialisa RS Dr. Moewardi. J Keperawatan
Glob. 2018;3(1):15–27.
25. Permanasari FD. Penggunaan Antihiperurisemia Pada Pengobatan
Kemoterapi Geriatri Berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus Menggunakan
Formula Modification of Diet In Renal DIsease (MDRD) dan Cockcroft-
Gault di RSUP Dr. Sardjito [Internet]. Universitas Sanata Dharma; 2012.
26. Fadhilah AZ. Chronic Kidney Disease Stage V. 2020.

32

Anda mungkin juga menyukai