Nim : 170610036
Konsultasi prabedah dan p r a a nestesi yang hanya berdasar pada klasifikasi status
fisik ASA (American Society of A nesthesiologist), riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik
hanya memperoleh sedikit informasi rnengenai kondisi pasien geriatri. Metode tersebut
belum mencakup status kognitif dan status frailty yang rnerupakan aspek pen ting yang harus
dinilai
pada pasien geriatri. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan dan pengkajian praoperasi yang lebih
paripurna untuk menilai pasien geriatri. Instrurnen tersebut juga harus cukup praktis
digunakan pada kondisi klinik preoperatif yang sibuk tapi tetap cukup sahih dan andal untuk
rnenilai secara rnenyeluruh kondisi pasien geriatri yang akan menjalani pembedahan.
Perumatan Operasi
1. Pemilihan obat anestesi
• Harus berhati2
• Kemungkinan penurunan sirkulasi jantung dan organ vital lain
2. Pemilihan posisi operasi yang tepat
- Pasang bantalan2 utk meminimalkan trauma operasi
3. Monitoring
• Vital sign, terutama suhu tubuh
Anastesi
1. Anastesi Umum
•Lebih disukai pada operasi intra abdominal, intra torakal dan intra
kranial
•Respon obat anestesi pada lansia berbeda
•Efek samping : penurunan cadangan serebral ; defisit memori,
penurunan daya intelektual, delirium, dementia
•Komplikasi : aspirasi
2. Anastesi Regional
• Untuk menghindari efek sistemik dan efek samping anestesi umum
• Baik untuk operasi ekstremitas bawah, perineum, abdomen bawah dan inguinal
3. Anastesi Lokal
Lebih tepat untuk operasi minor ekstremitas, operasi katarak dan ekstraksi gigi
Penderita lansia yang akan menjalani operasi memerlukan perhatian khusus. Dalam hal ini
perlu dilakukan suatu assessment terhadap status kesehatannya. Assesment yang perlu
dilakukan meliputi:
- Identifikasi semua penyakit dan kelainan fisiologik / anatomic yang ada, termasuk
gangguan mental (depresi, dukacita yang dalam, kesepian), terutama gangguan
jantung, paru, hipertensi, diabetes mellitus, gangguan ginjal, hati,disfungsi endokrin,
abnormalitas neurologik, arthritis, status nutrisi.
- Obat-obatan yang didapat (termasuk obat-obat yang dibeli bebas).
- Status dan attitude terhadap operasi, apakah penderita optimiis atau depresi.
- Mengupayakan semobile mungkin, upayakan balance nitrogen positif, cegah atrofi
otot.
- Mengupayakan rehabilitasi nutrisional kalau memungkinkan (cegah infeksi luka,
kompensasi proses katabolik pasca operasi), kalau perlu dengan nutrisi enteral/
parenteral.
- Memperbaiki status medis preoperasi:
- Penderita dengan PPOM harus diminta untuk berhenti merokok, kalau perlu diberi
ekspektoran dan/atau bronchodilator.
- Obat-obat nitrogliserin/digoksin per oral dihentikan, kecuali benar-benar diperlukan,
mengupayakan penggantian dengan patch perkutan.
- Obat-obat anti aritmia peroral diganti dengan yang perenteral.
- DM yang mendapatkan OHO / insulin jangka panjang dihentikan, diganti dengan
insulin regular (puasa 5 jam preoperasi, pasang infus D5% + 1/2dosisinsulin
menjelang operasi).
- Edukasi / motivasi / penjelasan untuk meminimalkan ketakutan dan meningkatkan
kerjasama penderita.
B. Penggunaan Obat secara Rasional pada Usia Lanjut
A. Konsep Dasar Pemakaian Obat
Ada 3 faktor yang menjadi acuan dasar dalam proses pembuatan preskripsi (peresepan
obat):
1. Diagnosis dan patofisiologi penyakit
2. Kondisi dan konstitusi tubuh atau organ
3. Farmakologi klinik obat
Untuk memperoleh efek terapi yang optimal dengan ESO yang minimal dan biaya
yang terjangkau pemberian obat haruslah rasional resiko ESO pada lansia sangat tinggi
meningkat 100 sampai 300% dan kemungkinan untuk sembuh lebih kecil (menurun).
Dengan demikian pemakaian obat secara rasional (POSR) akan berfungsi pula sebagai
benteng terhadap kemungkinan menghadapi tuntutan malpraktek.
Tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis (cara dan lama pemberian) serta
waspada ESO adalah lima kriteria pokok POSR yang telah diterima secara mondial.
( WHO,1995 )
B. Perubahan Pada Lansia Dalam Hubungannya Dengan Obat
Berbagai perubahan tersebut dalam istilah farmakologi dikenal sebagai perubahan dalam
hal farmakokinetik, farmakodinamik, dan hal khusus lain yang merubah perilaku obat
dalam tubuh.
- Farmakokinetik
Farmakokinetik membahas perjalanan nasip obat dalam tubuh. Berfungsi sebagai alat
prediksi terhadap besaran KOP dan efek obat. Dosis dan frekuensi pemberian obat harus
menghasilkan KOP yang selalu berada dalam bingkai jendela terapi. Bila lebih besar akan
terjadi efek toksik dan bila terlalu kecil obat tidak bermanfaat.
KOP ( kadar obat dalam plasma ) untuk usia berubah menjadi lebih besar atau lebih kecil
dari pada standar
a. Absorpsi
Praktis absorpsi obat dari lambung dan usus secara kesaluruhan tidak mengalami
perubahan yang berarti. Penurunan faskularisasi dan motilitas usus tidak mengurangi
jumlah yang diabsorpsi ( kuantitatif ).
Misalnya obat obat kelompok penyekat beta.
b. Distribusi
Adalah penyabaran obat keseluruh tubuh melaliu lintas kompartemen. Setelah obat masuk
kedalam darah sebagian akan terikat oleh protein plasma darah, sebagian tetap bebas. Jadi
ada fraksi obat terikat (FOT) dan fraksi obat bebas ( FOB ) yang mengalami distribusi
keseluruh jaringan tubuh hanyalah FOB. Diantara FOB dan FOT terjadi keseimbangan
yang dinamis.
c. Absorbsi Organ
d. Eliminasi
Protein plasma darah pada lansia telah mengalami perubahan dimana kadar albumin
menurun dan kadar alfa / acid glycoprotein bertambah. Keadaaan ini mengubah proporsi
FOT dan FOB obat – obat yang bersifat asam FOBnya akan meningkat.
- Metabolisme
Eliminasi obat menjadi lebih kecil dan lebih lambat karena massa, aliran darah sudah
berkurang, kapasitas fungsi hevar pada lansia menurun banyak. Metabolism obat di hevar
berlangsung dengan katalis atau aktivitas enzim mocrosoma hevar. Aktivitas enzim ini
dapat dirangsang oleh obat ( Inducer ) dan dapat pula di hambat oleh inhibitor. Obat – obat
yang dapat mengalami di hevar misalanya paracetamol, salisilat, diazepam, prokain,
propanolol, quidine, warvarin, eliminasinya akan menurun oleh karena kemunduran
kapisitas fungsi hevar bila obat – obat tersebut diberikan bersama – sama dengan obat
inhibitor enzim maka proses eliminasi obat akan bertambah lambat. KOP dan T1/2
meningkat bersama sama.
Obat obat yang termasuk enzim inhibitor adalah : alopurinol, INH, penyekat He,
simetidin, krorampenikol, eritromisin, profoksipen, valproat, ciproploksasin,
metronidazole, penilbutazon, sulponamide, Ca antagonis.
Obat – obat yang termasuk enzim enducer adalah : rimpamizin, luminal, diazepam,
penitoin, karbamazepin, alcohol, nikotin, gluthethimide. Pada pemakaian kronis efek
enducer dan inhibitor baru efektif setelah kira – kira satu minggu.
- Ekresi
Merupakan aliran darah filtrasi glomeruli dan sekresi tubuli ginjal terus mengalami
reduksi yang terkorelasi dengan pertambahan umur. Pada usia 90 tahun kapasites ginjal
tinggal -> 35 %. Konsekuensi dari penurunan fungsi ginjal ini adalah eliminasi obat
berkurang sehingga pada pemberian obat berkurang sehingga pada pemberian obat dengan
dosis atau prekuensi lazim KOP dalam darah akan menjadi lebih besar dan pemberian obat
dieliminasi lewat ginjal perlu diperhitungkan dengan cermat seperti aminoglikosida,
digoxsin, obat anti diabetic oral, simetidin dan lain – lain.
Untuk keperluan perhitungan fungsi ginjal dipakai normogram Siersbaerk – Nielsen atau
dengan rumus :
Cr.CL ( cc/menit ) = ( 140 – umur ) x BB ( kg )
72 x Cr. Plasma
Untuk wanita, hasil dikalikan dengan 0,85
- Farmakodinamik
Adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Obat menimbulkan rentetan reaksi biokimiawi
dalam sel mulai dari reseptor sampai dengan efektor. Pada umunya obat – obat yang cara
kerjanya merangsang proses biokimiawi seluler intensitas pengaruhnya akan menurun
misal agonis beta untuk terapi asma bronchial diperlukan dosis yang lebih besar.
Sebaliknya obat – obat yang cara kerjanya menghambat proses biokimiawi seluler
pengaruhnya akan menjadi nyata sekali berlebih – lebih dengan mekanisme regulasi
homeostatis yang melemah, efek farmakologi obat dapat sangat menonjol sehingga toxsik.
Misal obat – obat antagonis beta, anti kolinergik, antipsikotik, antiansietas dll.
- ESO
Kejadian eso pada lansia meningkat 2 sampai 3 kali lipat. Paling banyak menimpa
system gastrointestinal dan system hymopoetik. Penelitian atau pengukuran fungsi ginjal,
hevar, KOP darah terlebih – lebih dalam terapi polifarmasi sangat membantu dalam
mengendalikan atau menurunkan angka kejadian ESO.
Sejak lama diketahui bahwa lansia lebih peka terhadap ESO dari analgetik menjadi
bingung walaupun KOPnya masih setandar. Peningkatan FOB dan kepekaan
farmakodinamik adalah penyebabnya, mungkin juga penurunan fungsi selebral ikut
berperan.
2. Pelayanan Kesehatan, Pelayanan Sosial dan Program Rehabilitasi Medik pada Usia
Lanjut
A. Pelayanan Kesehatan pada Usia Lanjut
Lanjut usia merupakan seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Adapun
kategori lansia menurut usianya yaitu usia 45-59 tahun merupakan pra lansia, usia 60-69
tahun merupakan lansia muda, usia 70-79 tahun merupakan lansia madya, dan 80-89 tahun
merupakan lansia tua. Proses penuaan pada lansia terjadi seiring bertambahnya umur
lansia, yang akan menimbulkan permasalahan terkait aspek kesehatan, ekonomi, maupun
sosial. Oleh karena itu perlunya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap lanjut usia
sehingga lansia dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Berdasarkan aspek kesehatan, lansia akan mengalami proses penuaan yang ditandai
dengan penurunan pada daya tahan fisik sehingga rentan terhadap penyakit. Penurunan
fungsi fisik yang terjadi pada lansia yakni penurunan sistem tubuh seperti sistem saraf,
perut, limpa, dan hati, penurunan kemampuan panca indera seperti penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan perasa, serta penurunan kemampuan motorik seperti
kekuatan dan kecepatan.
Pelayanan kesehatan pada lansia harus diberikan sejak dini yaitu pada usia pra lansia
(45-59 tahun). Pembinaan kesehatan yang dilakukan pada lansia yaitu dengan
memperhatikan faktor-faktor risiko yang harus dihindari untuk mencegah berbagai
penyakit yang mungkin terjadi. Kemudian perlu juga memperhatikan faktor-faktor
protektif yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan lansia.
Pelayanan kesehatan ini tidak hanya memberikan pelayanan pada pada upaya kuratif,
melainkan juga menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif. Berbagai pelayanan
kesehatan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.
Penyakit pada populasi usia lanjut, berbeda perjalanan dan penampilannya dengan
populasi lain.
Pentingnya aspek pemulihan sehingga WHO menganjurkan agar diagnosis penyakit pada
lansia harus meliputi 4 tingkatan penyakit.
Disease
• Yaitu diagnosis penyakit pada penderita, misal : penyakit jantung iskemik
Inpairment
• Yaitu adanya gangguan atau kerusakan dari organ akibat penyakit
• Misalnya pd keadaan di atas : infark miokard akut
Disability
• Akibat objektif pada kemampuan fungsional dari organ atau individu tersebut
• Pada keadaan di atas misalnya terjadi dekompensasi jantung
Handicap
• Akibat sosial dari penyakit
• Pada kasus di atas ketidakmampuan penderita untuk melakukan aktivitas sosial baik di
rumah, maupun lingkungan sosialnya
3. Day Hospital
• Layanan geriatri yg dapat melaksanakan semua tindakan yg dilakukan oleh bangsal akut
atau kronik, tetapi tanpa penderita harus rawat inap
• Layanan hanya pd jam kerja
6. Rehabilitasi Geriatri
• Rehabiliasti jalur cepat dikerjakan selama penderita masih dirawat di bangsal geratri
• Rehabilitasi jalur lambat oleh unit rehabilitasi medik atau terintegrasi dlm pelayanan
geriatri
7. Konsultasi Geriatri
• Layanan konsultatif dari bagian lain terhadap seorang penderita lanjut usia. Dari tindakan
konsultatif ini dapat Konsultasi diberikan pengobatan atau pindah perawatan ke geriatri
Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memicu timbulnya berbagai
perubahan dalam masyarakat, dengan meningkatkan angka harapan hidup.
Dari hasil sensus penduduk yaqng dilaksakan oleh BPS menunjukan pada tahun 2000
usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 dari populasi lanjut usia yang di perkirakan 17
juta orang . Pada tahun 2020 jumlah penduduk lanjut usia Indonesia diproyeksikan mencapai
28 juta orang yang berusia 71 tahun . Perubahan komposisi penduduk lanjut usia
menimbulkan berbagai kebutuhan baru yang harus dipenuhi , sehingga dapat pula menjadi
permasalahan yang komplek bagi lanjut usia ,baik sebagai individu ,keluarga maupun
masyarakat.
Guna mengatasi lanjut usia , diperlukan program pelayanan kesejahteraan sosial lanjut
usia yang terencana , tepat guna dan tetap memiliki karakteristik. Sebagai bangsa yang
menjamin keharmonisan hubungan di antara anak , Trhree in one roof, yang artinya
Bahwa suasana hubungan yang harmonis antar ketiga generasi akan terus terjalin
sepanjang masa, walaupun saat ini mereka cenderung tidak tinggal bersama dalam satu
rumah. Namun semangatnya masih terpatri dalam satu atap kebersamaan.
Sistim panti adalah bentuk pelayanan yang mewnempatkan penerima pelayanan kedalam
suatu lembaga tertentu(panti ) sedangkan luar panti ( non panti ) merupakan bentuk
pelayanan yang menempatkan penerima pelayanan di luar lembaga tertentu (panti) misalnya
keluarga, masyarakat dan lain-lain.
Kelembagaan Sosial Lanjut Usia adalah proses kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial lanjut
usia yang berkoordinasi mulai dari tahap perencanaan, yang dilaksanakan melalui/oleh
organisasi/lembaga baik pormal maupun informal.
Perlindungan sosial adalah upaya Pemerintah dan masyarakat untuk memberikan kemudahan
pelayanan bagi lanjut usia tidak potensial agar dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup
yang wajar.
Aksesbilitas adalah kemampuan untuk menjangkau dan menggunakan pelayanan dan
sumber-sumber yang seharusnya diperoleh seseorang untuk meningkatkan kesejahteraan
sosialnya.
PROGRAM
Dalam mewujudkan pelayanan kesejahteraan sosial,maka program pokok yang dilaksakan
antara lain:
SASARAN
Sasaran program pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia:
1. Lanjut Usia
2. Keluarga
3. ORSOS /LSM
4. Masyarakat.
TUJUAN
a. Para lanjut usia dapat menikmati hari tuanya dengan aman .tenteram dan sejahtera.
b. Terpenuhinya kebutuhan lanjut usia baik jasmani maupun rohani.
c. Terciptanya jaringan kerja pelayanan lanjut usia.
d. Tewrwujutnya kwalitas pelayanan.
SIFAT PELAYANAN
Setiap jenis pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia baikyang dilaksanakan oleh
pemerintah maupun maupun masyarakat mengandung sifat frepentif , kuratif dan rehabilitatif.
Prefentif atau pencegahan, Pelayanan sosial yang di arahkan untuk pencegahan timbulnya
m,asalah baru dan meluasnya permasalahan lanjut usia, maka dilakukan melalui upaya
pemberdayaan keluarga , kesatuan kelompok –kelompok didalam masyarakat dan lembaga
atau organisasi yang peduli terhadap peningkatan kesejahteraan lanjut usia ,seperti keluarga
terdekat /adapt, kelompok pengajian , kelompok arisan karang werdha, PUSAKA, DNIKS,
DNIKS ,LLI, BK 3 S, K3 S.
Kuratif atau penyembuhan, Pelayanan sosial lanjut usia yang diarahkan untuk penyembuhan
atas gangguan-gangguan yang di alami lanjut usia, baik secara fisik , psikis maupun sosial.
Rehabilitatif atau pemulian kembali , Proses pemulihan kembali fungsi-fungsi sosial setelah
individu mengalami berbagai gangguan dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya.
PRISIP PELAYANAN
Prinsip kesejahteraan sosial sosial lanjut usia didasarkan pada resolusi PBB NO. 46/1991
tentang principles for Older Person ( Prinsip-prinsip bagi lanjut usia) yang pada dasarnya
berisi himbauan tentang hak dan kewajiban lanjut usia yang meliputi kemandirian,
partisipasi, pelayanan, pemenuhan diri dan martabat , yaitu :
1. Memberikan pelayanan yang menjujung tinggi harkat dan martabat lanjut usia.
2. Melaksanakan ,mewujutkan hak azasi lanjut usia.
3. Memperoleh hak menentukan pilihan bagi dirinya sendiri.
4. Pelayanan didasarkan pada kebutuhan yang sesungguhnya.
5. Mengupayakan kehidupan lanjut usia lebih bermakna bagi diri, keluarga dan masyarakat.
6. Menjamin terlaksananya pelayanan bagi lanjut usia yang disesuaikan dengan
perkembangan pelayanan lanjut usia secara terus menerus serta meningkatkan kemitraan
dengan berbagai pihak.
7. Memasyarakatkan informasi tentang aksesbilitas bagi lanjut usia agar dapat memperoleh
kemudahan dalam penggunaan sarana dan prasarana serta perlindungan sosial dan hukum.
8. Mengupayakan lanjut usia memperoleh kemudahan dalam penggunaan sarana dan
prasarana dalam kehidupan keluarga,serta perlindungan sosial dan hukum.
9. Memberikan kesempatan kepada lanjut usia untuk menggunakan sarana pendidikan
,budaya spriritual dan rekreasi yang tersedia di masyarakat.
10. Memberikan kesempatan bekerja kepada lanjut usia sesuai dengan minat dan
kemampuan.
11. Memberdayakan lembaga kesejahteraan sosial dalam masyarakat untuk berpartisipasi
aktif dalam penanganan lanjut usia dilingkungannya.
12. Kusus untuk panti, menciptakan suasana kehidupan yang bersifat kekeluargaan.
1. Program Fisioterapi
a. Aktivitas di tempat tidur
- Positioning, alih baring, latihan pasif dan aktif lingkup gerak sendi.
b. Mobilisasi
- Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan
- Melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan, berpakaian.
6. Program psikologi
Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnay yang
mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misal apakah seorang yang tipe agresif atau
konstruktif. Untuk memberikan motifasi lansia agar lansia mau melakukan latihan, mau
berkomunikasi, sosialisaai dan sebagainya.
b. Dressing
-Mandiri : Menaruh, mengambil, memakai dan menanggalkan pakaian sendiri serta
menaikan sepatu sendiri
-Tergantung : tidak dapat berpakaian sebagian
c. Toiletting
-Mandiri : Pergi ke toilet, duduk sendiri di kloset,memakai pakaian dalam,
membersihkan kotoran
-Tergantung : mendapat bantuan dari orang lain
d. Transferring
- Mandiri : Berpindah dari dan ke tempat tidur, dari dan ke tempat duduk (memakai/
tidak memakai alat bantu
- Tergantung : tidak dapat melakukan sendiri
e. Continence
- Mandiri : Dapat mengontrol buang air besar dan kecil
- Tergantung : tidak dapat mengontrol sebagian atau seluruhnya dengan bantuan
manual atau kateter
f. Feeding
- Mandiri : Mengambil makanan dan piring atau yang lainnya dan memasukkan ke
dalam mulut
- Tergantung : memerlukan bantuan untuk makan atau tidak dapat makan sendiri
3. Hukum dan Etika dalam Pelayanan Usia Lanjut serta meninggal bermartabat dan
Perumatan Hospis
A. Hukum dan Etika dalam Pelayanan Usia Lanjut
- Etika sangat penting dalam perawatan geriatri
- Ethics a fundamental part of geriatrics. While it is central to the practice of medicine itself,
the dependent nature of geriatric patients, makes it a special concern
Dilematis!!! penting!!!!!
-Apakah pengobatan diteruskan atau dihentikan
-Apakah perlu tindakan resusitasi
-Apakah makanan perinfus tetap diberikan pada kondisi penderita yang sudah jelas akan
meninggal?
-Etika : hukum sangat erat kaitannya
Keadilan : memberikan pelayanan atau perawatan yang sama bagi semua penderita
Kesungguhan hati : prinsip untuk memenuhi semua janji yang diberikan pada
seseorang penderita
2. Pelaku pelecehan dapat dari pasangan hidup, anak lelaki atau perempuan bila pasangan
hidupnya telah meninggal dunia atau orang lain.
3. Pelecehan atau ditelantarkan dapat berlangsung lama atau dapat terjadi reaksi akut, bila
suasana sudah tidak tertanggungkan lagi.