Anda di halaman 1dari 17

Nama : Sakila Ersa Putri Hts

Nim : 170610036

BAHAN TUTORIAL LEARNING OBJECTIVE MODUL 5 BLOK 3.6

Jump 5 : Learning Objective


1. Penatalaksanaan perioperative dan Penggunaan Obat secara Rasional pada Usia Lanjut
2. Pelayanan kesehatan, Pelayanan Sosial Kesejahteraan dan Program Rehabilitasi Medik
pada usia lanjut
3. Hukum dan Etika dalam Pelayanan Usia Lanjut serta meninggal bermartabat dan
perumatan hospis

Jump 7 : Sharing Information


1. Penatalaksanaan Perioperative dan Penggunaan Obat secara Rasional pada Usia Lanjut
A. Penatalaksanaan Perioperatif pada Usia Lanjut
Jumlah penduduk usia lanjut (lansia) di seluruh dunia meningkat dari tahun ke tahun.
l Berbagai perubahan fisik terkait proses menua menjadikan para lansia ini rentan terkena
penyakit, tak terkecuali yang memerlukan pembedahan.

Data di Amerika Serikat menyebutkan tindakan pembedahan lebih sering d ilakukan


pada pasien usia lanjut dibanding pada penduduk usia lebih muda (136 tindakan per 100.000
penduduk usia 40-64 tahun dan 190 tindakan per 100.000 penduduk pada usia 65 tahun ke
atas). Sementara itu, data RSCM pada rentang waktu Oktober 2016-Januari 2017
menunjukkan terdapat 82 pasien usia 60-70 tahun yang menjalani berbagai jenis tindakan
pembedahan. Pada rentang usia lebih tua, jumlah tersebut menurun drastis menjadi 24 kasus
dan 5 kasus pada pasien usia 71-80 tahun dan usia >80 tahun.

Pembedahan memberi keuntungan pengurangan gejala pada pasien sekaligus


menghadapkan pasien dengan risiko kematian. Pasien lansia sering ditolak untuk menjalani
pembedahan karena pertimbangan usia semata. Padahal, telah dibuktikan pada beberapa
penelitian, banyak pasien lansia dapat ditangani secara aman dan usia (usia kronologis)
seharusnya tidak menjadi parameter tunggal yang dipertimbangkan dalam pertimbangan
penatalaksanaan pasien.

Managemen perioperatif menjadi semakin rumit terkait dengan bertambahnya usia


pasien yang akan menjalani pembedahan. Dibutuhkan managemen perioperatif yang
berkesinambungan, koheren, dan berkualitas untuk memenuhi kebutuhan pasien lansia yang
kompleks. Managemen ini perlu dilakukan dengan pendekatan multi disiplin yang
rnelibatkan layanan primer, layanan kegawatd aruratan, dokter ahli geriatri, dokter anestesi,
intensivis, dokter bedah dan pasien sendiri.

Pengkajian praoperasi dapat dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang terkait


peningkatan risiko komplikasi dan merekomendasikan rencana penanganan untuk
meminimalkan risiko. Setiap individu seharusnya dikaji secara individu dan pertirnbangan
seharusnya berdasarkan pada masalah individu dan status fisiologis, bukan hanya dari segi
usia.

Konsultasi prabedah dan p r a a nestesi yang hanya berdasar pada klasifikasi status
fisik ASA (American Society of A nesthesiologist), riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik
hanya memperoleh sedikit informasi rnengenai kondisi pasien geriatri. Metode tersebut
belum mencakup status kognitif dan status frailty yang rnerupakan aspek pen ting yang harus
dinilai
pada pasien geriatri. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan dan pengkajian praoperasi yang lebih
paripurna untuk menilai pasien geriatri. Instrurnen tersebut juga harus cukup praktis
digunakan pada kondisi klinik preoperatif yang sibuk tapi tetap cukup sahih dan andal untuk
rnenilai secara rnenyeluruh kondisi pasien geriatri yang akan menjalani pembedahan.

SKORING PRE OPERATIF


Beberapa peneliti membuat tata cara skoring untuk penilaian preopertaif pada penderita
lansia yg akan menjalani operasi.
- Tata cara skoring lama yang dibuat oleh Asosiasi Anestesi Amerika saat ini dipandang tidak
tepat lagi dipakai sebagai bahan penilaian, karena hanya melihat secara kasar keadaan
penderita (Hadi Martono, 1989).
- Del Guercio dan Cohn.(1980) membuat klasifikasi prediksi operasi berdasarkan
pemeriksaan invasif (kateter Swan Ganz).
- Klasifikasi ini cukup baik, akan tetapi karena harus ditentukan dengan pemeriksaan yang
invasif menjadi tidak begitu praktis (Hadi Martono, 1989)
- Secara khusus, penilaian yang dibuat adalah untuk mengadakan estimasi atas risiko kardiak
akibat operasi non kardiak, pemantauan fungsi paru, penilaian ini bisa diberlakukan bagi
penderita secara umum.

Perumatan Operasi
1. Pemilihan obat anestesi
• Harus berhati2
• Kemungkinan penurunan sirkulasi jantung dan organ vital lain
2. Pemilihan posisi operasi yang tepat
- Pasang bantalan2 utk meminimalkan trauma operasi
3. Monitoring
• Vital sign, terutama suhu tubuh

Anastesi
1. Anastesi Umum
•Lebih disukai pada operasi intra abdominal, intra torakal dan intra
kranial
•Respon obat anestesi pada lansia berbeda
•Efek samping : penurunan cadangan serebral ; defisit memori,
penurunan daya intelektual, delirium, dementia
•Komplikasi : aspirasi
2. Anastesi Regional
• Untuk menghindari efek sistemik dan efek samping anestesi umum
• Baik untuk operasi ekstremitas bawah, perineum, abdomen bawah dan inguinal
3. Anastesi Lokal
Lebih tepat untuk operasi minor ekstremitas, operasi katarak dan ekstraksi gigi

Penderita lansia yang akan menjalani operasi memerlukan perhatian khusus. Dalam hal ini
perlu dilakukan suatu assessment terhadap status kesehatannya. Assesment yang perlu
dilakukan meliputi:
- Identifikasi semua penyakit dan kelainan fisiologik / anatomic yang ada, termasuk
gangguan mental (depresi, dukacita yang dalam, kesepian), terutama gangguan
jantung, paru, hipertensi, diabetes mellitus, gangguan ginjal, hati,disfungsi endokrin,
abnormalitas neurologik, arthritis, status nutrisi.
- Obat-obatan yang didapat (termasuk obat-obat yang dibeli bebas).
- Status dan attitude terhadap operasi, apakah penderita optimiis atau depresi.
- Mengupayakan semobile mungkin, upayakan balance nitrogen positif, cegah atrofi
otot.
- Mengupayakan rehabilitasi nutrisional kalau memungkinkan (cegah infeksi luka,
kompensasi proses katabolik pasca operasi), kalau perlu dengan nutrisi enteral/
parenteral.
- Memperbaiki status medis preoperasi:
- Penderita dengan PPOM harus diminta untuk berhenti merokok, kalau perlu diberi
ekspektoran dan/atau bronchodilator.
- Obat-obat nitrogliserin/digoksin per oral dihentikan, kecuali benar-benar  diperlukan,
mengupayakan penggantian dengan patch perkutan.
- Obat-obat anti aritmia peroral diganti dengan yang perenteral.
- DM yang mendapatkan OHO / insulin jangka panjang dihentikan, diganti dengan
insulin regular (puasa 5 jam preoperasi, pasang infus D5% + 1/2dosisinsulin
menjelang operasi).
- Edukasi / motivasi / penjelasan untuk meminimalkan ketakutan dan meningkatkan
kerjasama penderita.
B. Penggunaan Obat secara Rasional pada Usia Lanjut
A. Konsep Dasar Pemakaian Obat
Ada 3 faktor yang menjadi acuan dasar dalam proses pembuatan preskripsi (peresepan
obat):
1. Diagnosis dan patofisiologi penyakit
2. Kondisi dan konstitusi tubuh atau organ
3. Farmakologi klinik obat

Paradikma dasar dalam farmakoterapi dapat digambarkan sebagai berikut :


DOSIS KOP EFEK ( Kadar Obat Plasma )
Farmakokinetik Farmakodinamik
- Absorbsi - Kepekaan sel
- Distribusi - Respon homeostasis
- Metabolisme
- Ekskresi

Untuk memperoleh efek terapi yang optimal dengan ESO yang minimal dan biaya
yang terjangkau pemberian obat haruslah rasional resiko ESO pada lansia sangat tinggi
meningkat 100 sampai 300% dan kemungkinan untuk sembuh lebih kecil (menurun).
Dengan demikian pemakaian obat secara rasional (POSR) akan berfungsi pula sebagai
benteng terhadap kemungkinan menghadapi tuntutan malpraktek.
Tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis (cara dan lama pemberian) serta
waspada ESO adalah lima kriteria pokok POSR yang telah diterima secara mondial.
( WHO,1995 )
B. Perubahan Pada Lansia Dalam Hubungannya Dengan Obat
Berbagai perubahan tersebut dalam istilah farmakologi dikenal sebagai perubahan dalam
hal farmakokinetik, farmakodinamik, dan hal khusus lain yang merubah perilaku obat
dalam tubuh.

- Farmakokinetik
Farmakokinetik membahas perjalanan nasip obat dalam tubuh. Berfungsi sebagai alat
prediksi terhadap besaran KOP dan efek obat. Dosis dan frekuensi pemberian obat harus
menghasilkan KOP yang selalu berada dalam bingkai jendela terapi. Bila lebih besar akan
terjadi efek toksik dan bila terlalu kecil obat tidak bermanfaat.
KOP ( kadar obat dalam plasma ) untuk usia berubah menjadi lebih besar atau lebih kecil
dari pada standar

a. Absorpsi
Praktis absorpsi obat dari lambung dan usus secara kesaluruhan tidak mengalami
perubahan yang berarti. Penurunan faskularisasi dan motilitas usus tidak mengurangi
jumlah yang diabsorpsi ( kuantitatif ).
Misalnya obat obat kelompok penyekat beta.

b. Distribusi
Adalah penyabaran obat keseluruh tubuh melaliu lintas kompartemen. Setelah obat masuk
kedalam darah sebagian akan terikat oleh protein plasma darah, sebagian tetap bebas. Jadi
ada fraksi obat terikat (FOT) dan fraksi obat bebas ( FOB ) yang mengalami distribusi
keseluruh jaringan tubuh hanyalah FOB. Diantara FOB dan FOT terjadi keseimbangan
yang dinamis.

c. Absorbsi Organ

d. Eliminasi
Protein plasma darah pada lansia telah mengalami perubahan dimana kadar albumin
menurun dan kadar alfa / acid glycoprotein bertambah. Keadaaan ini mengubah proporsi
FOT dan FOB obat – obat yang bersifat asam FOBnya akan meningkat.

- Metabolisme
Eliminasi obat menjadi lebih kecil dan lebih lambat karena massa, aliran darah sudah
berkurang, kapasitas fungsi hevar pada lansia menurun banyak. Metabolism obat di hevar
berlangsung dengan katalis atau aktivitas enzim mocrosoma hevar. Aktivitas enzim ini
dapat dirangsang oleh obat ( Inducer ) dan dapat pula di hambat oleh inhibitor. Obat – obat
yang dapat mengalami di hevar misalanya paracetamol, salisilat, diazepam, prokain,
propanolol, quidine, warvarin, eliminasinya akan menurun oleh karena kemunduran
kapisitas fungsi hevar bila obat – obat tersebut diberikan bersama – sama dengan obat
inhibitor enzim maka proses eliminasi obat akan bertambah lambat. KOP dan T1/2
meningkat bersama sama.

Obat obat yang termasuk enzim inhibitor adalah : alopurinol, INH, penyekat He,
simetidin, krorampenikol, eritromisin, profoksipen, valproat, ciproploksasin,
metronidazole, penilbutazon, sulponamide, Ca antagonis.
Obat – obat yang termasuk enzim enducer adalah : rimpamizin, luminal, diazepam,
penitoin, karbamazepin, alcohol, nikotin, gluthethimide. Pada pemakaian kronis efek
enducer dan inhibitor baru efektif setelah kira – kira satu minggu.

- Ekresi
Merupakan aliran darah filtrasi glomeruli dan sekresi tubuli ginjal terus mengalami
reduksi yang terkorelasi dengan pertambahan umur. Pada usia 90 tahun kapasites ginjal
tinggal -> 35 %. Konsekuensi dari penurunan fungsi ginjal ini adalah eliminasi obat
berkurang sehingga pada pemberian obat berkurang sehingga pada pemberian obat dengan
dosis atau prekuensi lazim KOP dalam darah akan menjadi lebih besar dan pemberian obat
dieliminasi lewat ginjal perlu diperhitungkan dengan cermat seperti aminoglikosida,
digoxsin, obat anti diabetic oral, simetidin dan lain – lain.

Untuk keperluan perhitungan fungsi ginjal dipakai normogram Siersbaerk – Nielsen atau
dengan rumus :
Cr.CL ( cc/menit ) = ( 140 – umur ) x BB ( kg )
72 x Cr. Plasma
Untuk wanita, hasil dikalikan dengan 0,85

- Farmakodinamik
Adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Obat menimbulkan rentetan reaksi biokimiawi
dalam sel mulai dari reseptor sampai dengan efektor. Pada umunya obat – obat yang cara
kerjanya merangsang proses biokimiawi seluler intensitas pengaruhnya akan menurun
misal agonis beta untuk terapi asma bronchial diperlukan dosis yang lebih besar.
Sebaliknya obat – obat yang cara kerjanya menghambat proses biokimiawi seluler
pengaruhnya akan menjadi nyata sekali berlebih – lebih dengan mekanisme regulasi
homeostatis yang melemah, efek farmakologi obat dapat sangat menonjol sehingga toxsik.
Misal obat – obat antagonis beta, anti kolinergik, antipsikotik, antiansietas dll.

- ESO
Kejadian eso pada lansia meningkat 2 sampai 3 kali lipat. Paling banyak menimpa
system gastrointestinal dan system hymopoetik. Penelitian atau pengukuran fungsi ginjal,
hevar, KOP darah terlebih – lebih dalam terapi polifarmasi sangat membantu dalam
mengendalikan atau menurunkan angka kejadian ESO.
Sejak lama diketahui bahwa lansia lebih peka terhadap ESO dari analgetik menjadi
bingung walaupun KOPnya masih setandar. Peningkatan FOB dan kepekaan
farmakodinamik adalah penyebabnya, mungkin juga penurunan fungsi selebral ikut
berperan.

2. Pelayanan Kesehatan, Pelayanan Sosial dan Program Rehabilitasi Medik pada Usia
Lanjut
A. Pelayanan Kesehatan pada Usia Lanjut
Lanjut usia merupakan seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Adapun
kategori lansia menurut usianya yaitu usia 45-59 tahun merupakan pra lansia, usia 60-69
tahun merupakan lansia muda, usia 70-79 tahun merupakan lansia madya, dan 80-89 tahun
merupakan lansia tua. Proses penuaan pada lansia terjadi seiring bertambahnya umur
lansia, yang akan menimbulkan permasalahan terkait aspek kesehatan, ekonomi, maupun
sosial. Oleh karena itu perlunya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap lanjut usia
sehingga lansia dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Berdasarkan aspek kesehatan, lansia akan mengalami proses penuaan yang ditandai
dengan penurunan pada daya tahan fisik sehingga rentan terhadap penyakit. Penurunan
fungsi fisik yang terjadi pada lansia yakni penurunan sistem tubuh seperti sistem saraf,
perut, limpa, dan hati, penurunan kemampuan panca indera seperti penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan perasa, serta penurunan kemampuan motorik seperti
kekuatan dan kecepatan.

Pelayanan kesehatan pada lansia harus diberikan sejak dini yaitu pada usia pra lansia
(45-59 tahun). Pembinaan kesehatan yang dilakukan pada lansia yaitu dengan
memperhatikan faktor-faktor risiko yang harus dihindari untuk mencegah berbagai
penyakit yang mungkin terjadi. Kemudian perlu juga memperhatikan faktor-faktor
protektif yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan lansia. 

Upaya yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan pelayanan kesehatan


pada lansia antara lain pelayanan geriatri di rumah sakit, pelayanan kesehatan di
puskesmas, pendirian home care bagi lansia yang berkebutuhan khusus, dan adanya Pos
Pelayanan Terpadu  (Posyandu)  Lanjut  Usia  atau  Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu).

Pelayanan kesehatan ini tidak hanya memberikan pelayanan pada pada upaya kuratif,
melainkan juga menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif. Berbagai pelayanan
kesehatan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.

Penyakit pada populasi usia lanjut, berbeda perjalanan dan penampilannya dengan
populasi lain.

 Bersifat multipatologik atau mengenai multi organ/sistem, bersifat degeneratif,


saling terkait.
 Bersifat kronik, cenderung menyebabkan kecacatan lama sebelum terjadinya
kematian.
 Sering terdapat polifarmasi dan iatrogenik.
 Biasanya juga mengandung komponen psikologik dan sosial.
 Usia lanjut lebih sensitif terhadap penyakit akut Pendahuluan
 Pelayanan kesehatan pada usia lanjut, berbeda dengan pelayanan kesehatan pada
golongan populasi lain
Prinsip Pelayanan Kesehatan pada Usia Lanjut
1. Pendekatan Holistik
• Seorang penderita lanjut usia, harus dipandang sbg manusia utuh, meliputi lingkungan
kejiwaan (psikologik) dan sosial ekonomi. Diagnostik > assesment geriatri.
• Vertikal dan horizontal > vertikal ; dimulai dari layanan masyarakat sampai ke layanan
rujukan tertinggi, RS dgn sub spesialis geriatri. Horizontal ; pelayanan lansia secara
menyeluruh, lintas sektoral (kesejahteraan, agama, pendidikan, kebudayaan, sosial)
• Mencakup aspek pencegahan (preventif), promotif, penyembuhan (kuratif), dan pemulihan
(rehabilitatif)

Pentingnya aspek pemulihan sehingga WHO menganjurkan agar diagnosis penyakit pada
lansia harus meliputi 4 tingkatan penyakit.
Disease
• Yaitu diagnosis penyakit pada penderita, misal : penyakit jantung iskemik
Inpairment
• Yaitu adanya gangguan atau kerusakan dari organ akibat penyakit
• Misalnya pd keadaan di atas : infark miokard akut

Disability
• Akibat objektif pada kemampuan fungsional dari organ atau individu tersebut
• Pada keadaan di atas misalnya terjadi dekompensasi jantung

Handicap
• Akibat sosial dari penyakit
• Pada kasus di atas ketidakmampuan penderita untuk melakukan aktivitas sosial baik di
rumah, maupun lingkungan sosialnya

2. Tatakerja dan Tatalaksana secara Tim


• Tim geriatri merupakan bentuk kerjasama multi disipliner yg bekerja secara interdisipliner
dalam mencapai tujuan layanan geriatri
• Komponen utama tim geriatri : dokter, perawat dan pekerja sosio medik.
• Tergantung dari komplesitas dan jenis layanan yg diberikan ; anggota tim dapat
ditambahkan dgn tenaga rehabiliatasi medik (dokter, fisioterapis, terapi okupasi, terapi
wicara, dll), psikologi, psikiater, farmasis, ahli gizi.
• Tim multi disiplin ; kerjasama bersifat pada pembuatan dan penyerasian konsep. Tim
interdisiplin ; kerjasama meliputi pembuatan, penyerasian kosep serta penyerasian tindakan

Jenis Pelayanan Kesehatan Lansia


1. Poliklinik geriatri
• Suatu layanan geriatri dimana diberikan jasa assesmen, tindakan kuratif sederhana dan
konsultasi bagi penderita rawat jalan.
• Bersifat sub spesialistik

2. Bangsal Geriatri Akut


• Bangsal penderita geriatri dengan penyakit akut atau sub akut dirawat
• Contoh : pneumonia, KAD, HONK, MCI akut,dll

3. Day Hospital
• Layanan geriatri yg dapat melaksanakan semua tindakan yg dilakukan oleh bangsal akut
atau kronik, tetapi tanpa penderita harus rawat inap
• Layanan hanya pd jam kerja

4. Bangsal Geriatri Kronik


• Bangsal untuk merawat penderita dgn penyakit kronik yg memerlukan kuratif inap jangka
waktu lama

5. Panti rawat wredha


• Suatu institusi yang menyelenggarakan pelayanan bagi penderita lansia dengan masalah
medis kronis yg sdh tdk memerlukan perawatan rs, tetapi masih terlalu berat utk dirawat di
rumah sendiri

6. Rehabilitasi Geriatri
• Rehabiliasti jalur cepat  dikerjakan selama penderita masih dirawat di bangsal geratri
• Rehabilitasi jalur lambat  oleh unit rehabilitasi medik atau terintegrasi dlm pelayanan
geriatri

7. Konsultasi Geriatri
• Layanan konsultatif dari bagian lain terhadap seorang penderita lanjut usia. Dari tindakan
konsultatif ini dapat Konsultasi diberikan pengobatan atau pindah perawatan ke geriatri

8. Pendidikan dan Riset


• Bagian implisit dari pelayanan geriatri Pendidikan • Berguna utk memperbaiki pelayanan
itu sendiri dan riset

B. Pelayanan Sosial pada Usia Lanjut


Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya luhur, memiliki ikatan
kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya yang menghargai peran
serta kedudukan para lanjut usia dalam keluarga maupun masyarakat, Sebagai warga yang
telah berusia lanjut , para lanjut usia mempunyai mkebajikan ,kearipan serta pengalaman
berharga yang dapat di teladani oleh generasi penerus dalam pembangunan nasional.

Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memicu timbulnya berbagai
perubahan dalam masyarakat, dengan meningkatkan angka harapan hidup.

Dari hasil sensus penduduk yaqng dilaksakan oleh BPS menunjukan pada tahun 2000
usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 dari populasi lanjut usia yang di perkirakan 17
juta orang . Pada tahun 2020 jumlah penduduk lanjut usia Indonesia diproyeksikan mencapai
28 juta orang yang berusia 71 tahun . Perubahan komposisi penduduk lanjut usia
menimbulkan berbagai kebutuhan baru yang harus dipenuhi , sehingga dapat pula menjadi
permasalahan yang komplek bagi lanjut usia ,baik sebagai individu ,keluarga maupun
masyarakat.

Guna mengatasi lanjut usia , diperlukan program pelayanan kesejahteraan sosial lanjut
usia yang terencana , tepat guna dan tetap memiliki karakteristik. Sebagai bangsa yang
menjamin keharmonisan hubungan di antara anak , Trhree in one roof, yang artinya

Bahwa suasana hubungan yang harmonis antar ketiga generasi akan terus terjalin
sepanjang masa, walaupun saat ini mereka cenderung tidak tinggal bersama dalam satu
rumah. Namun semangatnya masih terpatri dalam satu atap kebersamaan.

Sistim panti adalah bentuk pelayanan yang mewnempatkan penerima pelayanan kedalam
suatu lembaga tertentu(panti ) sedangkan luar panti ( non panti ) merupakan bentuk
pelayanan yang menempatkan penerima pelayanan di luar lembaga tertentu (panti) misalnya
keluarga, masyarakat dan lain-lain.
Kelembagaan Sosial Lanjut Usia adalah proses kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial lanjut
usia yang berkoordinasi mulai dari tahap perencanaan, yang dilaksanakan melalui/oleh
organisasi/lembaga baik pormal maupun informal.
Perlindungan sosial adalah upaya Pemerintah dan masyarakat untuk memberikan kemudahan
pelayanan bagi lanjut usia tidak potensial agar dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup
yang wajar.
Aksesbilitas adalah kemampuan untuk menjangkau dan menggunakan pelayanan dan
sumber-sumber yang seharusnya diperoleh seseorang untuk meningkatkan kesejahteraan
sosialnya.

PROGRAM
Dalam mewujudkan pelayanan kesejahteraan sosial,maka program pokok yang dilaksakan
antara lain:

1. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti


2. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Luar Panti
3. Kelembagaan Sosial Lanjut Usia
4. Perlindungan Sosial dan Aksesibilitas Lanjut Usia.

SASARAN
Sasaran program pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia:

1. Lanjut Usia
2. Keluarga
3. ORSOS /LSM
4. Masyarakat.

TUJUAN
a. Para lanjut usia dapat menikmati hari tuanya dengan aman .tenteram dan sejahtera.
b. Terpenuhinya kebutuhan lanjut usia baik jasmani maupun rohani.
c. Terciptanya jaringan kerja pelayanan lanjut usia.
d. Tewrwujutnya kwalitas pelayanan.

SIFAT PELAYANAN

Setiap jenis pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia baikyang dilaksanakan oleh
pemerintah maupun maupun masyarakat mengandung sifat frepentif , kuratif dan rehabilitatif.

Prefentif atau pencegahan, Pelayanan sosial yang di arahkan untuk pencegahan timbulnya
m,asalah baru dan meluasnya permasalahan lanjut usia, maka dilakukan melalui upaya
pemberdayaan keluarga , kesatuan kelompok –kelompok didalam masyarakat dan lembaga
atau organisasi yang peduli terhadap peningkatan kesejahteraan lanjut usia ,seperti keluarga
terdekat /adapt, kelompok pengajian , kelompok arisan karang werdha, PUSAKA, DNIKS,
DNIKS ,LLI, BK 3 S, K3 S.
Kuratif atau penyembuhan, Pelayanan sosial lanjut usia yang diarahkan untuk penyembuhan
atas gangguan-gangguan yang di alami lanjut usia, baik secara fisik , psikis maupun sosial.
Rehabilitatif atau pemulian kembali , Proses pemulihan kembali fungsi-fungsi sosial setelah
individu mengalami berbagai gangguan dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya.

PRISIP PELAYANAN
Prinsip kesejahteraan sosial sosial lanjut usia didasarkan pada resolusi PBB NO. 46/1991
tentang principles for Older Person ( Prinsip-prinsip bagi lanjut usia) yang pada dasarnya
berisi himbauan tentang hak dan kewajiban lanjut usia yang meliputi kemandirian,
partisipasi, pelayanan, pemenuhan diri dan martabat , yaitu :

1. Memberikan pelayanan yang menjujung tinggi harkat dan martabat lanjut usia.
2. Melaksanakan ,mewujutkan hak azasi lanjut usia.
3. Memperoleh hak menentukan pilihan bagi dirinya sendiri.
4. Pelayanan didasarkan pada kebutuhan yang sesungguhnya.
5. Mengupayakan kehidupan lanjut usia lebih bermakna bagi diri, keluarga dan masyarakat.
6. Menjamin terlaksananya pelayanan bagi lanjut usia yang disesuaikan dengan
perkembangan pelayanan lanjut usia secara terus menerus serta meningkatkan kemitraan
dengan berbagai pihak.
7. Memasyarakatkan informasi tentang aksesbilitas bagi lanjut usia agar dapat memperoleh
kemudahan dalam penggunaan sarana dan prasarana serta perlindungan sosial dan hukum.
8. Mengupayakan lanjut usia memperoleh kemudahan dalam penggunaan sarana dan
prasarana dalam kehidupan keluarga,serta perlindungan sosial dan hukum.
9. Memberikan kesempatan kepada lanjut usia untuk menggunakan sarana pendidikan
,budaya spriritual dan rekreasi yang tersedia di masyarakat.
10. Memberikan kesempatan bekerja kepada lanjut usia sesuai dengan minat dan
kemampuan.
11. Memberdayakan lembaga kesejahteraan sosial dalam masyarakat untuk berpartisipasi
aktif dalam penanganan lanjut usia dilingkungannya.
12. Kusus untuk panti, menciptakan suasana kehidupan yang bersifat kekeluargaan.

Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan kesejahteraan sosial bagi


populasi lansia
 Populasi usia lanjut merupakan populasi yang heterogen :
Tidak semua individu dalam populasi usia lanjut memerlukan pelayanan sosial dalam
bentuk yang sama, dikarenakan populasi usia lanjut nya yang berbeda-beda misal ada
aspek kesehatan, aspek psikologis dan sosial ekonomi

 Jenis Pelayanan yang dibutuhkan sangat bervariasi :


Mengingat heterogenitas populasi usia lanjut yang ada disertai kenyataan bahwa aspek
fungsional seorang individu usia lanjut tergantung dengan ( fisik, Psikis, dan sosial-
ekonomi)

 Pelayanan kesejahteraan sosial pada usia lanjut membutuhkan keterikatan antara


semua bidang kesejahteraan, diantara nya kesehatan, sosial, ekonomi, agama,
olahraga, kesenian dan koperasi

Heterogenitas Populasi Usia Lanjut


1) Populasi usia lanjut yang “sehat” :
Golongan ini secara fungsional masih tidak tergantung pada orang lain, aktivitas sehari hari
masih penuh walaupun mungkin ada keterbatasan, dari segi ekonomi dan sosial misal untuk
mendapatkan perumahan, meningkatnya pendapatan, dan pelayanan kesehatan

2) Populasi Lansia dengan penyakit akut maupun kronis :


Populasi golongan ini jelas memerlukan pelayanan kesehatan khusus, misalnya penyediaan
bangsal akut/kronis, rehabiltasi, dana perawatan bahkan sangat rawan dari segi ekonomi dan
sosialnya karena populasi ini terbagi ke beberapa golongan diantara nya; Mereka yang
mempunyai sakit ringan atau sedang, mereka yang mempunyai sakit berat, mereka yang
mempunyai sakit kronis / tidak bisa mandiri. Mereka yang megalami ganggguan mental dan
mereka yang membutuhkan rehabilitasi

3) Populasi lansia dengan penyakit terminal :


4) Upaya yang diberikan bagi populasi ini lebih mengarah ke pemberian rumatan
kesehatan yang disebut rumatan hospis , baik dirumah atau di rumah sakit

C. Program Rehabilitasi Medik pada Usia Lanjut


Untuk memulai program rehabilitasi medic pada penderita lansia, sebagai tenaga
professional harus mengetahui kondisi lansia saat itu,baik penyakit yang menyertai maupun
kemampuan fungsional yang mampu dilakukan.salah satunya di kemukakan oleh Katz, DKK
yang telah menetapkan Fungsional Assessment Instrument untuk menggolongkan kemandian
merawat diri pada lansia dengan berbagai macam penyakit, misal fraktur collum femoris,
infark cerebri, arthritis, paraplegia, keganasan, dll. adapun aktivitas yang dinilai adalah
Bathing, Dressing, Toileting, Transfering, Continence dan Feeding.

1. Program Fisioterapi
a. Aktivitas di tempat tidur
- Positioning, alih baring, latihan pasif dan aktif lingkup gerak sendi.
b. Mobilisasi
- Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan
- Melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan, berpakaian.

2. Program okupasi terapi


Latihan ditujukan untuk mendukung aktifitas kehidupan sehari-hari, dengan memberikan
latihan dalam bentuk aktifitas, permainan, atau langsung pada aktifitas yang diinginkan.
Misal latihan jongkok – berdiri.

3. Program ortetik prostetik


Pada ortotis prostetis akan membuat alat penopang atau alat pengganti bagian tubuh yang
memerlukan sesuai dengan kondisi penderita, misal pembuatan alat diusahakan dari bahan
yang ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga mudah di pakai.

4. Program terapi bicara


Program ini kadang – kadang tidak selalu di tujukan untuk latihan bicara saja, tetapi di
perlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan fungsi menelan apabila di
temukan adanya kelemahan pada otot – otot sekitar tenggorok. Hal ini sering terjadi pada
penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan saraf fagus, saraf lidah, dll.

5. Program social medic


Petugas social medic memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal bersama lansia,
melihat bagaimana struktur atau kondisi di rumahnya yang berkaitan dengan aktifitas yang di
butuhkan penderita, tingkat social ekonomi. Misal seorang lansia yang tinggal dirumahnya
banyak tramp/anak tangga, bagaimana bisa di buat landai/pindah kamar yang datar dan bisa
deket dengan kamar mandi.

6. Program psikologi
Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnay yang
mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misal apakah seorang yang tipe agresif atau
konstruktif. Untuk memberikan motifasi lansia agar lansia mau melakukan latihan, mau
berkomunikasi, sosialisaai dan sebagainya.

a. Keunggulan Rehabilitasi Medik pada Usia Lanjut


1. Pendkekatan pelayanan bersifat medico – psiko – social – edukasional –
vokasional yang merupakan pemenuhan aspek kebutuhan dasar manusia.
2. Penanganan oleh Tim Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik.
3. Penanganan bersifat komprehensif dan terintegrasi di suatu tempat.
4. Senantiasa menyediakan alat – alat terapi yang baru untuk menunjang pelayanan
rehabilitasi medik yang lebih baik.

Program Rehabilitasi Medik


Untuk memulai program rehabilitasi medik pada Lansia sebagai tenaga profesional
harus mengetahui kondisi Lansia saat itu. Adapun aktifitas yang dinilai adalah :
a. Bathing
-Mandiri : Memerlukan bantuan hanya pada satu bagian tubuh atau dapat melakukan
seluruhnya sendiri
-Tergantung : memerlukan bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh atau tidak
dapat mandiri sendiri

b. Dressing
-Mandiri : Menaruh, mengambil, memakai dan menanggalkan pakaian sendiri serta
menaikan sepatu sendiri
-Tergantung : tidak dapat berpakaian sebagian

c. Toiletting
-Mandiri : Pergi ke toilet, duduk sendiri di kloset,memakai pakaian dalam,
membersihkan kotoran
-Tergantung : mendapat bantuan dari orang lain

d. Transferring
- Mandiri : Berpindah dari dan ke tempat tidur, dari dan ke tempat duduk (memakai/
tidak memakai alat bantu
- Tergantung : tidak dapat melakukan sendiri

e. Continence
- Mandiri : Dapat mengontrol buang air besar dan kecil
- Tergantung : tidak dapat mengontrol sebagian atau seluruhnya dengan bantuan
manual atau kateter

f. Feeding
- Mandiri : Mengambil makanan dan piring atau yang lainnya dan memasukkan ke
dalam mulut
- Tergantung : memerlukan bantuan untuk makan atau tidak dapat makan sendiri

Prinsip Dasar Rehabilitasi Medik pada Usia Lanjut


1.Penanganan berdasarkan penyakit yang mendasari
2.Menghindari disabilitas sekunder dan komplikasi immobilitas
3.Menangani disabilitas primer
4.Melihat kenyataan dengan tujuan secara individual
5.Menekankan kemandirian fungsional pada ;tolak ukur yang berhubungan dengan
penampilan fungsional, kapasitas,dan penyediaan peralatan yang dibutuhkan serta
lingkungan yang memungkinkan
6.Memperlihatkan dan meningkatkan motivasi dan faktor psikologik
7.Mengusahakan agar lingkungan disesuaikan dengan handicap yang terjadi
8.Memberikan dorongan untuk mobilisasi dan bukan sebaliknya
9.Mencegah isolasi sosial
10.Mencegah berkurangnya rangsang sensorik

3. Hukum dan Etika dalam Pelayanan Usia Lanjut serta meninggal bermartabat dan
Perumatan Hospis
A. Hukum dan Etika dalam Pelayanan Usia Lanjut
- Etika sangat penting dalam perawatan geriatri
- Ethics a fundamental part of geriatrics. While it is central to the practice of medicine itself,
the dependent nature of geriatric patients, makes it a special concern
Dilematis!!! penting!!!!!
-Apakah pengobatan diteruskan atau dihentikan
-Apakah perlu tindakan resusitasi
-Apakah makanan perinfus tetap diberikan pada kondisi penderita yang sudah jelas akan
meninggal?
-Etika : hukum sangat erat kaitannya

Prinsip Etika Pelayanan pada Lansia


- Empathy
- Non-maleficence and beneficence
- Otonomi
- Keadilan
- Kesungguhan Hati

Prinsip etika pelayanan kesehatan pada lansia


 Empati : memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan
memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut
◦Tindakan empati diberikan dengan wajar, tidak berlebihan sehingga tidak
memberikan kesan over-protective dan belas kasihan

 Yang harus dan yang “jangan” (non-malefience and beneficence)


◦Perawatan gerirtari : mengerjakan yang baik untuk penderita dan harus menghindari
tindakan untuk menambah penderitaan (harm) bagi penderita
◦Adagium primum non nocere : yang penting jangan membuat seseorang menderita
◦Contoh : menghibur pasien, pemberian analgesik

 Otonomi : seseorang individu mempunyai hak untuk menentukkan nasibnya dan


mengemukakan keinginannya sendiri.
◦Prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita yang fungsional masih
kapabel
◦Aspek penting: memakai prinsip paternalisme (seseorang menjadi wakil dari orang
1)
lain untuk membuat suatu keputusan

 Keadilan : memberikan pelayanan atau perawatan yang sama bagi semua penderita

 Kesungguhan hati : prinsip untuk memenuhi semua janji yang diberikan pada
seseorang penderita

 Aspek etika pada pelayanan geriatri berdasarkan pada prinsip otonomi :


◦Penderita harus ikut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan
pembuatan keputusan. Pengambilan keputusanbersifat sukarela
◦Penderita harus mendapatkan penjelasan cukup tentang tindakan atau keputusan yang
akan diambil secara lengkap dan jelas
◦Keputusan yang diambil hanya dianggap sah bila penderita secara mental kapabel

Prinsip Etika dibatasi


- Oleh realitas klinik adanya gangguan proses pengambilan keputusan
- Pada kasus berat : keputusan dialihkan kepada wali hukum atau wali keluarga (istri/anak (de
facto)/pengacara (de jure) : Surrogate decision maker

Arahan Keinginan penderita (advance directives)


- Ucapan atau keinginan penderita yang diucapkan pada saat penderita masih dalam keadaan
kapasitas fungsional yang baik.
- Arahan ini sebaiknya direkam atau dicatat.
- Kalaupun tidak dicatat : yg penting ada saksi
- Testamen Kematian (living will) : pernyataan penderita saat masih kapabel didepan
pengacara atau notaris dapat dipakai dokter/perawat untuk mengambil keputusan pengobatan
atau perawatan

Life Sustaining Device ( Pemberian peralatan perpanjangan hidup)


- Contoh : ventilator atau RJP
- Pada penedrita dewasa muda : diharapkan hidup penderita masih lama bila ditolong
- Lansia : dianggap tindakan yang kejam if: (futile treatment)
◦Kekejaman fisiologik : bila terapi/tindakan yang diberikan tidak akan memberikan perbaikan
(plausible effect)
◦Kekejaman kuantitatif : tindakan atau terapi terapi tidak ada gunanya
◦Kekejaman kualitatif : bila terapi atau tindakan tidak menunjukkan perbaikan
- Tindakan ini seringkali menimbulkan tanggapan emsoional dari keluarga, penghentian
peralatan perpanjangan hidup harus diberikan pertimbangan yang sama
- Dokter harus menjelaskan hal ini kepada keluarga penderita dan memberikan pengertian
bahwa evaluasi menunjukkan pemberian peralatan tersebut dihentikan

Perumatan Penderita terminal dan Hospis


 Penderita yang secara medik didiagnosa dalam keadaan teminal tidak terbatas hanya
pada penderita lanjut usia, akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar
merupakan penderita lanjut usia
 Perawatan Hospis atau perawatan bagi penderita terminal atau menuju kematian
merupakan bagian yang penting dari penyakit geriatri
 Bagi penderita yang keadaannya tidak sadar/koma dalam, semua fungsi organ sudah
jelas tidak bisa membaik dengan berbagai pengobatan, nafas agonal dan keadaan yang
jelas ”tidak memberi harapan”, masalahnya mungkin tidak begitu sulit.
 Akan tetapi pada penderita yang masih sadar penuh, masih mobilitas dengana
berbagai fungsi organ masih cukup baik, persoalan etika dan hukum menjadi lebih
rumit.
 Pada penderita ini (misalnya dengan diagnosis karsinoma metastasis lanjut), beberapa
hal perlu ditimbangkan :
◦Apakah penderita perlu diberitahu
◦Kalau jelas-jelas semua tindakan medis/operatif tidak bisa dikerjakan, apakah ada hal
lain yang perlu dilakukan, atau apakah etis kalau dokter/perawattetap memaksakan
pemberian sotostatika atau tindakan lain ?

ASPEK HUKUM DAN ETIKA


- Produk hukum tentang Lanjut Usia dan penerapannya disuatu negara merupakan gambaran
sampai berapa jauh perhatian negara terhadap para Lanjut Usianya.
- Baru sejak tahun 1965 di indonesia diletakkan landasan hukum, yaitu Undang-Undang
nomor 4 tahun 1965 tentang Bantuan bagi Orang Jompo.
- Bila dibandingkan dengan keadaan di negara maju, di negara berkembang perhatian
terhadap Lanjut Usia belum begitu besar.

 Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 ini berisikan antara lain :


◦Hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan
kelembagaan.
◦Upaya pemberdayaan.
◦Uaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia potensial dan tidak potensial.
◦Pelayanan terhadap Lanjut Usia.
◦Perlindungan sosial.
◦Bantuan sosial.
◦Koordinasi.
◦Ketentuan pidana dan sanksi administrasi.
◦Ketentuan peralihan.

Pelecehan dan ditentarkan (abuse and neglect)


1. Pelecehan dan ditelantarkan merupakan keadaan atau tindakan yang menempatkan
seseorang dalam situasi kacau, baik mencakup status kesehatan, pelayanan kesehatan,
pribadi, hak memutuskan, kepemilikan maupun pendapatannya.

2. Pelaku pelecehan dapat dari pasangan hidup, anak lelaki atau perempuan bila pasangan
hidupnya telah meninggal dunia atau orang lain.
3. Pelecehan atau ditelantarkan dapat berlangsung lama atau dapat terjadi reaksi akut, bila
suasana sudah tidak tertanggungkan lagi.

Penyebab pelecehan menurut International Institute on Agening (INIA, United Ntions-Malta,


1996) adalah :
1. Beban orang yang merawat Lanjut usia tersebut sudah terlalu berat.
2. Kelainan kepribadian dan perilaku Lanjut usia atau keluarganya.
3. Lanjut Usia yang diasingkan oleh keluarganya.
4.Penyalahgunaan narkotika, alkohol dan zat adiktif lainnya.
5. Faktor lainnya yang terdapat di keluarga seperti :
6. Perlakuan salah terhadap Lanjut Usia.
7. Ketidaksiapan dari orang yang akan merawat Lanjut Usia.
8. Konflik lama di antara Lanjut Usia dengan keluarganya.
9. Perilaku psikopat dari Lanjut Usia dan atau keluarganya.
10. Tidak adannya dukungan masyarakat.
11. Keluarga mengalami kehilangan pekerjaan/pemutusan hubungan kerja.
12. Adanya riwayat kekerasan dalam keluarga.

Gejala yang terlihat pada pelecehan atau ditelantarkan antara lain :


- Gejala fisik berupa memar, patah tulang yang tidak jelas sebabnya, higiena jelek, malnutrisi
dan adanya bukti melakukan pengobatan yang tidak benar.
- Kelainan perilaku berupa rasa ketakutan yang berlebihan menjadi penurut atau tergantung,
menyalahkan diri, menolak bila akan disentuh orang yang melecehkan, memperlihatkan tanda
bahwa miliknya akan diambil orang lain dan adanya kekurangan biaya transpor, biaya
berobat atau biaya memperbaikik rumahnya.
- Adanya gejala psikis seperti stres, cara mengatasi suatu persoalan secara tidak benar serta
cara mengungkapkan rasa salah atau penyesalan yang tidak sesuai, baik dari Lanjut Usia itu
sendiri maupun orang yang melecehkan.

Jenis pelecehan dan ditelantarkan adalah :


- Pelecehan fisik atau menelantarkan fisik.
- Pelecehan psikis atau melalui tutur kata.
- Pelanggaran hak.
- Pengusiran.
- Pelecehan di bidang materi atau keuangan.
- Pelecehan seksual.
Pelayanan perlindungan (protective services)
A. Pelayanan perlindungan adalah pelayanan yang dibeikan kepada para Lanjut Usia yang
tidak mempu melindungi dirinya terhadap kerugian yang terjadi akibat mereka tidak dapat
merawat diri mereka sendiri atau dalam melakukan kiegiatan sehari-hari.
B. Pelayanan perlindungan bertujuan memberikan perlindungan kepada para Lanjut Usia,
agar kerugian yang terjadi ditekan seminimal mungkin. Pelayanan yang diberikan akan
menimbulkan keseimbangan di antara kebebasan dan keamanan.

Anda mungkin juga menyukai