NOC
Tujuan:
Pasien
mampu
menerima dan beradaptasi
dengan perubahan struktur
tubuh
setelah
dilakukan
tindakan keperawatan.
Kriteria hasil:
1) Pasien mengungkapkan hal
positif tentang dirinya.
2) Pasien mau bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar
tanpa adnya gangguan citra
diri.
NIC
Peningkatan citra tubuh :
1)
Pantau
frekuensi
pernyataan kritik diri
2) Dorong klien untuk
membahas
konflik
interpersonal dan sosial yang
mungkin timbul.
3) Dorong klien untuk
membuat keputusan sendiri,
berpartisipasi dalam rencana
perawatan , dan menerima
baik
kekurangan
dan
kelebihan.
4) Dorong klien untuk
melanjutkan
rutinitas
perawatan pribadi yang sama
yang
diikuti
sebelum
perubahan citra tubuh.
NOC
Tujuan:
Cemas
hilang/berkurang
setelah
mendapat
tindakan
keperawatan.
Kriteria
Hasil:
Pasien
mengungkapkan
tingkat
kecemasan
yang
bisa
ditoleransi, cukup tidur dan
menunjukkan
pengendalian
diri terhadap ansietas dengan
merencanakan strategi koping
untuk situasi penuh tekanan,
mempertahankan
performa
peran, memantau distorsi
persepsi sensori, memantau
manifestasi perilaku ansietas
dan menggunakan teknik
relaksasi untuk meredakan
ansietas.
NIC
Penurunan ansietas:
1) Kaji dan dokumentasikan
tingkat kecemasan pasien,
termasuk reaksi fisik.
2) Pada saat ansietas berat,
dampingi pasien,, bicara
dengan tenang dan berikan
ketenangan serta rasa
nyaman.
3) Beri dorongan pada pasien
untuk
mengungkapkan
secara verbal pikiran dan
perasaan
untuk
mengekternalisasikan
ansietas.
4) Sediakan
pengalihan
melalui
TV,
radio,
permainan serta terapi
okupasi
untuk
menurunkan ansietas dan
memperluas fokus.
5) Sediakan informasi faktual
menyangkut
diagnosis,
terapi dan prognosis.
6) Berikan obat penurun
ansietas bila perlu.
3. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensori persepsi dan kondisi fisik.
Diagnosa
Resiko
berhubungan
kondisi fisik.
NOC
cidera Tujuan:
Resiko
cidera
dengan menurun setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil:
Pasien
mampu
memperlihatkan pengendalian
resiko cidera yaitu dengan
memantau
faktor
resiko
perilaku
individu
dan
lingkungan, mengembangkan
strategi pengendalian resiko
yang efektif, menerapkan
strategi pengendalian resiko
pilihan dan memodifikasi gaya
hidup
untuk
mengurangi
resiko.
NIC
Pencegahan jatuh :
1) Identifikasi faktor yang
mempengaruhi kebutuhan
keamanan,
misalnya
perubahan status mental.
2) Identifikasi
faktor
lingkungan
yang
memungkinkan
resiko
jatuh.
3) Bantu ambulasi pasien bila
perlu.
4) Sediakan
alat
bantu
berjalan (seperti tongkat
atau walker).
5) Jauhi bahaya lingkungan
(misalnya
beri
pencahayaan
yang
adekuat).
Edukasi Kesehatan :
6) Berikan materi edukasi
yang berhubungan dengan
strategi dan tindakan untuk
mencegah cidera.
NOC
aktivitas
dengan
sekunder
NIC
penurunan
metabolisme tubuh.
laju
dilakukan
tindakan
pasien untuk berpindah
keperawatan.
dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi dan melakukan
Kriteria Hasil: Pasien mampu
AKS dan AKSI.
menunjukkan
toleransi
aktivitas
dan 2) Kaji respons emosi, sosial
mendemonstrasikan
dan spiritual terhadap
penghematan energi.
aktivitas.
3) Evaluasi motivasi dan
keinginan pasien untuk
meningkatkan aktivitas.
Manajemen energi :
4) Tentukan
penyebab
keletihan.
5) Pantau
respons
kardiorespiratori terhadap
aktivitas.
6) Pantau asupan nutrisi
untuk memastikan sumbersumber
energi
yang
adekuat.
7) Instruksikan kepada pasien
dan keluarga tindakan
untuk menghemat energi,
misalnya
menyimpan
alat/benda yang sering
digunakan di tempat yang
mudah dijangkau.
8) Hindari
menjadwalkan
pelaksanaan
aktivitas
perawatan selama periode
istirahat.
9) Rencanakan
aktivitas
bersama
pasien
dan
keluarga
yang
dapat
meningkatkan
kemandirian
dan
ketahanan.
10) Kolaborasikan dengan ahli
terapi okupasi, fisisk atau
rekreasi
untuk
merencanakan
dan
memantau
program
aktivitas, jika perlu.
Ref:
NANDA International. 2012. Nursing Diagnosis : Definition & Classification 2012-2014. Jakarta
: EGC.
Johnson, Marion. 2012. Iowa Outcome Project Nursing Classification (NOC). St. Luois,
Missouri : Mosby.
Bulecheck, Gloria M. 2012. Nursing Intervention Classification (NIC). Iowa : Mosby Elsevier.
Penatalaksanaan Medis
A. Pemeriksaan penunjang
Menurut Syahbuddin,2002:
1. Pemeriksaan hormon pertumbuhan dan somatomedin secara RIA (Radioimmunoassay),
dapat memberi petunjuk adanya penurunan kadar hormon pertumbuhan dan somatomedin
C pada defisiensi hormon pertumbuhan.
2. Pemeriksaan X-Ray tulang epifis dan pergelangan tangan dengan bantuan Atlas Gruelich
dan Pyle adalah untuk menilai tingkat pematangan tulang dan umur tulang. Umur tulang
tertinggal pada defisiensi hormon pertumbuhan.
3. X Ray sella tursica (tengkorak /kepala) dapat memberi petunjuk adanya tumor hipofisis
dan sekitarnya
4. Pemeriksaan kadar gula darah yang menurun dan kolesterol yang meningkat.
5. Pengukuran kadar IGF-1 berkisar yang cenderung turun (kadar normal: 0,3-1,4 U/mL).
B. Penatalaksanaan
1. Terapi pengobatan dengan memberikan hormon pertumbuhan yang diproduksi
dengan teknologi DNA rekombinan dengan dosis 0,05 mg/kgBB s.c/i.m 3x
seminggu .
2. Operasi pengangkatan tumor dan sinar radiasi untuk penanganan tumor.
3. Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormon-hormon yang
kurang. GH manusia, hormon yang hanya efektif pada manusia, dihasilkan dari
tehnik rekombinasi asam deoksiribonukleat(DNA), dapat digunakan untuk
mengobati pasien dengan defesiensi GH dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter
spesialis. GH manusia jika diberikan pada anak-anak yang menderita dwarfisme
Hormon pertumbuhan perlu diberikan 3 kali seminggu selama masa pertumbuhan. Pada saat
pubertas perlu ditambahkan pemberian hormon kelamin agar terjadi pematangan organ kelamin
yg sejalan dg pertumbuhan tubuh. Evaluasi terapi dilakukan 6 bulan setelah pengobatan. Terapi
dikatakan berhasil bila terlihat pertambahan tinggi minimal 5 cm. Tampaknya pengobatan lebih
berhasil pada mereka yg gemuk. Pertumbuhan sangat kecil atau hampir tidak ada pada usia 2024 tahun. Resistensi, yg sangat jarang terjadi, biasanya disebabkan oleh timbulnya antibodi thd
hormon pertumbuhan; hal ini dpt diatasi dg menaikkan dosis. (Sutjahyo,2002).