Anda di halaman 1dari 128

INDIVIDUALISASI DOSIS

UNTUK PASIEN GERIATRI


PENDAHULUAN
GERIATRI
Disebut juga ilmu kesehatan usia
Geros= tua lanjut, yaitu ilmu yang
mempelajari penyakit dan masalah
Iatrea = kesehatan pada usia lanjut
merawat

Batasan usia lanjut:


Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia dengan multi penyakit dan/atau
- Menurut Permenkes RI No. 25 gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, social, ekonomi, dan
Tahun 2016 tentang Rencana Aksi lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara terpadu dengan
Nasional Kesehatan Lanjut Usia pendekatan multidisiplin yang bekerja secara interdisiplin.
Tahun 2016-2019:

Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan


usia, yaitu:
a) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) usia >90 tahun.
presentase lansia yang melakukan
tindakan pengobatan

Populasi orang berusia 65 tahun ke atas terus


meningkat.. Perubahan fisiologi terkait usia
mempengaruhi fungsi berbagai organ sistem dan
berkontribusi pada timbulnya penyakit.
Perubahan fisiologi terkait usia dapat
mempengaruhi farmakokinetik dan
farmakodinamik dari berbagai obat (Dipiro 11th)

Pada dasarnya penyakit yang diderita lanjut usia


jarang dengan diagnosis tunggal, melainkan hampir
selalu multidiagnosis. Sekitar 34,6% lanjut usia
menderita satu penyakit, sekitar 28% dengan 2 (dua)
penyakit, sekitar 14,6% dengan 3 (tiga) penyakit,
sekitar 6,2% dengan 4 (empat) penyakit, sekitar
2,3% dengan 5 (lima) penyakit, sekitar 0,8% dengan
6 (enam) penyakit, dan sisanya dengan tujuh
penyakit atau lebih (Permenkes No 25. Tahun 2016)
• Prevalensi penggunaan resep obat di kalangan lanjut usia (≥ 65 tahun)
– Menggunakan setidaknya 1 obat per minggu → 90%
– Menggunakan setidaknya 5 obat berbeda per minggu → >40%
– Menggunakan ≥ 10 obat per minggu → 12%
Mengapa??
?
SANGAT PENTING untuk
menyediakan terapi pengobatan
yang aman dan efektif untuk
lansia

⮚ Lansia menggunakan lebih banyak obat daripada kelompok usia lain, sehingga meningkatkan
resiko efek samping dan interaksi obat serta membuat kepatuhan mereka terhadap pengobatan
menjadi lebih sulit.
⮚ Lansia lebih cenderung memiliki gangguan kronis yang dapat diperburuk oleh obat atau
pengaruh respon obat.
⮚ Kondisi fisiologis lansia umumnya mengalami penurunan dan dapat lebih dikurangi lagi oleh
gangguang akut dan kronis.
⮚ Penuaan dapat mengubah farmakodinamik dan farmakokinetik.
⮚ Keterbatasan lansia untuk memperoleh atau membeli sendiri obat-obatannya.
TAMBAHAN

Pasien geriatri adalah pasien lansia yang memiliki karakteristik


khusus yang membedakannya dari pasien lansia pada umumnya.

1. Multipatologi yaitu adanya lebih dari satu penyakit kronis degeneratif.


2. Cadangan faali yang menurun karena menurunnya fungsi organ akibat proses
menua.
3. Penurunan status fungsional yaitu kemampuan seseorang untuk melakukan
aktivitas sehari-hari.
4. Malnutrinsi, yang sering dijumpai pada pasien geriatri di Indonesia.

Sunarti, S., dkk. 2019. Prinsip Dasar Kesehatan Lanjut Usia (GERIATRI). UB Press, Malang
Pendekatan
Menggunakan obat utama untuk
yang tepat sesuai mengoptimalka Menghindari efek
indikasi untuk n terapi obat yang
memaksimalkan pengobatan merugikan
efektivitas biaya pada lansia

Karena resiko efek obat yang merugikan lebih tinggi, overprescribing (polifarmasi) telah dianggap sebagai masalah utama bagi
lansia. Namun, peresepan obat yang tidak sesuai juga harus dihindari.
TAMBAHAN

Saat ini tersedia algoritme penggunaan terapi pada lansia yang patut
dipertimbangkan penggunaannya:
Kriteria BEERS Kriteria Screening Tool of Older Persons’
Obat dibagi menjadi lima kategori dan disusun dengan Prescriptions (STOPP) / START
pendekatan berbasis bukti.
Pada instrument skrining ini tersedia informasi
a. Obat dan kelas obat yang berpotensi tidak tepat mengenai obat dan kelas obat yang berpotensi
digunakan dan perlu dihindari pada lansia
b. Obat dan kelas obat yang berpotensi tidak tepat tidak tepat digunakan dan perlu dihindari pada
digunakan dan perlu dihindari pada lansia lansia dengan penyakit penyerta spesifik.
dengan penyakit dan sindrom tertentu dimana kriteria didasarkan pada kejadian klinis terkini
obat dapat memperburuk penyakit.
c. Obat yang harus digunakan dengan hati-hati
dan pendapat consensus panel para ahli.
pada lansia.
d. Obat-obat yang berinteraksi harus dihindari
e. Obat yang harus dihindari atau dosisnya - Sunarti, S., dkk. 2019. Prinsip Dasar Kesehatan Lanjut Usia
dikurangi berdasarkan tingkat dari fungsi ginjal (GERIATRI). UB Press, Malang
- Geriatrics Health Professionals. 2019. A Pocket Guide to The
2019 AGS BEERS Criteria. The American Geriatrics Society, USA
TAMBAHAN

BEERS STOPP/START

- Geriatrics Health Professionals. 2019. A Pocket Guide to The 2019 AGS BEERS Criteria. The American Geriatrics Society, USA
- O’MAhony, D., et al. 2014. STOPP/START Criteria for Potentially Inappropriate Prescribing in Older People: Version 2. Oxford University Press, UK.
PERUBAHAN FARMAKOKINETIK
PADA PASIEN GERIATRI
ABSORBSI
↓ Waktu Pengosongan Lambung

↑ pH Lambung

↓ aliran darah splanknik

↓ permukaan penyerapan

↓ motilitas gastrointestinal
TAMBAHAN

↓ Sekresi Saliva

↑ PH Lambung

↓ Sekresi Asam Lambung

↓ Waktu Pengosongan Lambung

↓ Area Permukaan Lambung

↓ Motolitas Gastointestinal

↓ Mekanisme Transpor Aktif


Lavan AH, Gallagher PF, O’Mahony D. Methods to reduce
↓ Aliran darah Splanknik prescribing errors in elderly patients with multimorbidity. Clinical
Interventions in Aging. 2016 dan A A Mangoni and S H D Jackson
, Br J Clin Pharmacol. 2004
TAMBAHAN

Absopsi dapat dipengaruhi oleh obat-obatan yang biasa diresepkan pada geriatri
Seperti obat antikolinergik mengurangi produksi air liur dan obat penghambat pompa proton
mengurangi sekresi asam lambung. Dengan bertambahnya usia, massa otot menurun mengakibatkan
peningkatan proporsional total lemak tubuh. Perubahan ini mempengaruhi volume distribusi kedua obat
lipofilik seperti benzodiazepin dan obat hidrofilik seperti litium. Akibatnya, pada usia lanjut, obat
lipofilik memiliki volume distribusi yang lebih besar sehingga waktu paruh yang lebih lama,
kecenderungan akumulasi obat, dan ambang yang lebih rendah untuk reaksi obat yang merugikan
(ADR). Jika volume distribusi obat hidrofilik berkurang maka risiko toksisitas lebih besar jika dosis
tidak disesuaikan, terutama jika terdapat gangguan ginjal yang terjadi bersamaan.

Efek absorbsi obat terkait penuaan yaitu penurunan sekresi asam lambung dan pengosongan lambung,
aliran darah splanknik berkurang, dan kapasitas absorpsi usus kecil, hal ini karena efek dari keadaan
penyakit. Selain itu, penyerapan vitamin B12, zat besi dan kalsium melalui mekanisme transpor aktif
berkurang
Lavan AH, Gallagher PF, O’Mahony D. Methods to reduce prescribing
errors in elderly patients with multimorbidity. Clinical Interventions in
Aging. 2016 dan A A Mangoni and S H D Jackson ,
Br J Clin Pharmacol. 2004
DISTRIBUSI
• Pengaruh Perubahan Komposisi Tubuh Akibat Penuaan
✔Sesuai pertambahan usia maka akan terjadi perubahan komposisi tubuh.
✔Komposisi tubuh manusia sebagian besar dapat digolongkan kepada
komposisi cairan tubuh dan lemak tubuh.
✔Persentase lemak di usia lanjut meningkat menjadi 33% pada laki-laki dan
40-50% pada perempuan.
✔Penurunan jumlah kandungan air total dalam tubuh, massa otot (lean body
mass), dan kadar albumin serum atau protein transporter lainnya (alfa-
glikoprotein) tersebut akan sangat mempengaruhi distribusi obat di dalam
plasma.
• Distribusi obat larut lemak (lipofilik)
✔Distribusi obat larut lemak (lipofilik) akan meningkat dan distribusi obat larut air (hidrofilik) akan
menurun. Konsentrasi obat hidrofilik di plasma akan meningkat karena jumlah cairan tubuh menurun.
✔Obat nonpolar sebaliknya, memiliki Vd lebih besar, seperti diazepam, tiopenton, lignokain, dan
klormetiazole.

• Distribusi obat larut air (hidrofilik)


✔Dosis obat hidrofilik mungkin harus diturunkan sedangkan interval waktu pemberian obat lipofilik
mungkin harus dijarangkan.
✔Obat-obat polar memiliki Vd yang lebih kecil sehingga konsentrasinya menjadi lebih besar, seperti
gentamisin, digoksin, ethanol, teofilin, dan cimetidine.

Efek-efek pada tubuh dan respon obat yang mungkin terjadi pada fase distribusi untuk geriatrik adalah:
• Penurunan produksi enzim hati , aliran darah, dan fungsi hati total.
• Waktu paruh dari obat-obat meningkat, dan dapat terjadi akumulasi obat.
• Metabolisme obat menginaktivasi obat dan merupakan persiapan untuk eliminasi oleh ginjal
TAMBAHAN…

Distribusi (Pengaruh Perubahan Komposisi Tubuh Akibat


Penuaan)

Sesuai pertambahan usia maka akan terjadi perubahan komposisi tubuh. Komposisi tubuh manusia sebagian
besar dapat digolongkan pada komposisi cairan tubuh dan lemak tubuh. Pada usia bayi, komposisi cairan tubuh
tentu masih sangat dominan; ketika beranjak besar maka cairan tubuh mulai berkurang dan digantikan dengan
massa otot yang sebenamya sebagian besar juga berisi cairan. Saat seseorang beranjak dari dewasa ke usia lebih
tua maka jumlah cairan tubuh akan berkurang akibat berkurangnya pula massa otot. Sebaliknya, pada usia lanjut
akan terjadi peningkatan komposis lemak tubuh. Persentase lemak pada usia dewasa muda sekitar 8-20% (laki-
laki) dan 33% pada perempuan; di usia lanjut meningkat menjadi 33% pada laki-laki dan 40-50% pada perempuan.
Keadaan tersebut akan sangat mempengaruhi distribusi obat di dalam plasma. Distribusi obat dipengaruhi oleh
berat dan komposisi tubuh, yaitu cairan tubuh, massa otot, fungsi, dan peredaran darah berbagai organ. Distribusi
obat larut lemak (lipofilik) akan meningkat dan distribusi obat larut air (hidrofilik) akan menurun. Konsentrasi obat
hidrofilik di plasma akan meningkat karena jumlah cairan tubuh menurun. Dosis obat hidrofilik mungkin harus
diturunkan dan interval waktu pemberian obat lipofilik juga perlu dijarangkan.

Fauziah, Husna., Mulyana,R., Dinda,M.,R, 2020, Jurnal Human Care “Polifarmasi Pada Pasien Geriatri”, Padang.
Depkes RI, 2004, Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien Geriatri, Direktorat
Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan: Jakarta.
Tambahan… Beberapa obat yang larut lemak memiliki peningkatan volume distribusi sehingga tingkat
pembersihan relatif memanjang pada orang tua. Hal ini dapat berpengaruh pada potensi terjadinya
interaksi obat apabila pasien geriatri mendapat polifarmasi. Menurut Salwe, dkk (2016), geriatri
merupakan kelompok yang paling umum ditemukan di Rumah Sakit yang sebagian besar telah terkena
berbagai penyakit kronis. Karena itu, frekuensi terapi obat dan rata-rata jumlah obat yang diminum
meningkat, menyebabkan polifarmasi tidak dapat dihindari. Berikut adalah perubahan-perubahan yang
terjadi pada geriatri terkait distribusi.
Kadar albumin dan a1 - acid glycoprotein juga dapat mempengaruhi
distribusi obat dalam tubuh. Hipoalbuminemia sesungguhnya tidak semata-
mata disebabkan oleh proses menjadi tua namun juga dapat disebabkan oleh
penyakit yang diderita. Tinggi rendahnya kadar albumin terutama
berpengaruh pada obat-obat yang afinitasnya terhadap albumin memang
cukup kuat seperti naproxen. Kadar naproxen bebas dalam plasma sangat
dipengaruhi oleh afinitasnya pada albumin. Pada kadar albumin normal maka
kadar obat bebas juga normal; pada kadar albumin yang rendah maka kadar
obat bebas akan sangat meningkat sehingga bahaya efek samping lebih besar.
Salwe, K.J., Kalyansundaram, D., Bahurupi, Y. 2016. A Study On Polypharmacy And Potential
Drug-Drug Interaction Among Elderly Patients Admitted In Department Of Medicine Of A
Tertiary Care Hospital In Puducherry. J Clin Diagn.Vol.10(2): Fc06-Fc10.
• Ikatan Obat-Protein dan Distribusi
✔Obat yang terikat protein merupakan suatu
kompleks besar yg tidak dapat melewati membran
sel dengan mudah, sehingga mempunyai distribusi
yang terbatas
✔Obat yang terikat protein adalah tidak aktif
secara farmakologik dan tidak tersedia untuk
kegunaan terapeutik
Tambahan…..
•Obat akan didistribusikan melalui sistem sirkulasi ke jaringan, termasuk organ target,
dan terikat dengan protein plasma melalui ikatan lemah.
•Protein-protein transporter :
1.Albumin : paling banyak, terutama obat asam, netral, bilirubin, dan asam lemak
• situs I – warfarin site : warfarin, fenilbutazon, fenitoin, asam valproate, tolbutamide,
dan bilirubin
•Situs II – diazepam site : diazepam dan benzodiazepin lainnya, AINS, penicillin dan
derivatnya.
•Situs khusus untuk asam lemak
2.Alfa-glikoprotein
3.Corticosteroid-binding Globulin (CBG)
4. Steroid Binding Globulin (SSBG)
• Ikatan obat dan protein plasma → Reversibel
Obat + Protein Plasma Obat – Protein

- Obat yang telah terlepas dari ikatan protein dan keluar ke jaringan akan membuat
keseimbangan bergeser ke arah kiri → ikatan obat-protein akan terdisosiasi dengan cepat
( t1/2 = 20 msec)
•Volume distribusi → Volume obat yang terdistribusi dalam kadar plasma
Vd = F. D /C
Keterangan : F = Bioavailibilitas
D = dosis obat yang diberikan
C = kadar obat dalam plasma
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besarnya ikatan obat dengan protein di antaranya:
1. afinitas obat pada protein plasma
2. kadar obat
3. sifat fisikokimia obat
4. kadar protein
5. status penyakit
Berdasarkan perbedaan afinitas obat-obat terhadap protein plasma, obat-obatan
dapat saling berinteraksi selama proses distribusi untuk menempati tempat ikatan
pada protein plasma. interaksi dalam distribusi secara umum dibagi atas dua bagian:
1. interaksi dalam ikatan protein plasma
2. interaksi dalam ikatan jaringan
● interaksi dalam ikatan protein plasma
berbagai obat mengadakan interaksi dengan plasma atau jaringan protein atau
dengan makromolekul yang lain seperti melanin dan DNA, membentuk kompleks
makromolekul obat. formasi kompleks obat protein disebut : protein reversible
(dapat balik) atau irreversible (tidak dapat balik). ikatan obat protein yang tidak
reversible tidak dikehendaki karena dapat menyebabkan toksisitas. umumnya obat
akan berikatan atau membentuk kompleks dengan protein melalui proses bolak
balik (reversible). ikatan obat protein yang bolak balik menyatakan secara tidak
langsung bahwa obat mengikat protein dengan ikatan kimia yang lemah, misalnya
ikatan ionik, ikatan hidrogen, ikatan lipofilik atau ikatan van deer waals. asam
amino yang menyusun rantai protein mempunyai gugus hidroksil, karboksil, atau
berbagai tempat yang ada
● interaksi dalam ikatan jaringan
untuk obat-obat tertentu terjadi kompetisi untuk berinteraksi dalam jaringan misalnya antara
digoksin dan kuinidin yang mengakibatkan peningkatan kadar plasma digoksin. digoksin tersebar
ke seluruh jaringan termasuk eritrosit, otot skelet dan jantung. pada keadaan kesetimbangan,
kadar dalam jaringan jantung 15-30 kali lebih tinggi dari pada kadar plasma, sementara kadar
dalam otot skelet setengah kadar dalam jantung. kuinidin dapat meningkatkan kadar digoksin
karena obat ini akan menggeser digoksin dari ikatannya dijaringan
bila digoksin dan kuinidin diberikan secara bersamaan, efek digoksin terhadap jantung dan
susunan saraf pusat meningkat dan akhirnya dapat terjadi gejala-gejala keracunan. oleh karena itu
penderita yang diobati dan sekaligus dengan digoksin dan kuinidin harus di amati dengan cermat
terutama gambaran EKG-nya dan kadar plasma digoksin plasma dimonitor hingga tercapai kadar
yang baru. obat lain yang dapat menimbulkan interaksi yang mirip dengan kuinidin adalah kuinin,
verapamil, diltiazepam, dan amiodaron.

(Jurnal, Pengabdian Kepada Masyarakat “Interaksi Farmakokinetik Pada Distribusi Obat” Fajar
Apollo Sinaga. VoL. 16 No. 60 Thn. XVI Juni 2020)
DISTRIBUSI OBAT KESELURUH JARINGAN TUBUH TERGANTUNG PADA
:
BESAR MOLEKUL
LIPOPILICITY
UNBOUND DRUG
DOSIS KONSENTRASI

VOL. DISTRIBUSI Vd = DOSIS /


CONCENTRASI

OBAT BANYAK DISERAP OLEH SPONGE


OBAT BANYAK DISISTRIBUSI KE JARI-
NGAN: Vd LEBIH BESAR DARI
VOLUME
YANG NYATA

OBAT BANYAK ATAU TERIKAT OLEH


PROTEIN PROTEIN DALAM DARAH
SEHINGA Vd LEBIH KECIL DARI
VOLUME YANG NYATA
Faktor yg mempengaruhi ikatan obat-protein

• Sifat fisikokimia obat


Obat • Konsentrasi total obat dalam tubuh

• Jumlah protein yang tersedia untuk ik. Obat-protein


Protein • Kualitas atau sifat fisikokimia protein yang disentesis

• Kompetisi obat dgn zat lain pd tempat ik. protein

Interaksi obat • Perubahan protein oleh substansi yg memodifikasi afinitas


obat terhadap protein contoh asprin mengasetilasi residu
lisin dr albumin
• Afinitas antara obat dan protein meliputi besarnya tetapan
Afinitas obat dan asosiasi
• Kondisi patofisiologik dari penderita sebagai contoh ik.
kondisi pasien Obat-protein dpt menurun pada penderita uremia dan
penderita dgn penyakit hepatik
• Kadar albumin dan a1-acid glycoprotein juga dapat mempengaruhi distribusi obat dalam
tubuh. Hipoalbuminemia sesungguhnya tidak semata-mata disebabkan oleh proses
menjadi tua namun juga dapat disebabkan oleh penyakit yang diderita.
• Tinggi rendahnya kadar albumin terutama berpengaruh pada obat-obat yang afinitasnya
terhadap albumin memang cukup kuat seperti naproxen.
• Kadar naproxen bebas dalam plasma sangat dipengaruhi oleh afinitasnya pada albumin.
Pada kadar albumin normal maka kadar obat bebas juga normal; pada kadar albumin yang
rendah maka kadar obat bebas akan sangat meningkat sehingga bahaya efek samping lebih
besar.
• Konsentrasi obat bebas dikompensasi oleh eliminasi yang lebih cepat sehingga tidak
menimbulkan efek yang terlalu bermakna
• Sebagian besar pasien geriatri tidak memiliki perubahan kadar albumin serum, kecuali
pada penyakit kronik stadium lanjut atau malnutrisi berat peningkatan massa lemak.
tambahan
1. afinitas suatu obat sangat berpengaruh terhadap keterikatannya dengan protein
plasma dan bersifat reversibel
2. ikatan obat dan plasma mempengaruhi waktu paruh biologis obat dalam tubuh
3. Obat yang terikat pada protein plasma tidak akan dapat melewati jaringan dan tidak
dapat bekerja pada tempatnya karena obat yang tidak terikat yang akan melewati
jaringan dan memberikan efek farmakologis
4. albumin merupakan pembawa utama obat yang bersifat asam, alfa 1 glikoprotein
berikatan pada obat obat dasar. ikatan nonspesifik pada plasma umumnya mungkin
terjadi pada skala yang lebih kecil
5. Gangguan pada albumin sesungguhnya tidak disebabkan karena proses menjadi tua
tetapi dapat disebabkan oleh penyakit yang diderita.

Goodman and Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics 12th edition


METABOLISME
Klirens obat hati dimetabolisme oleh reaksi fase I (oksidasi, reduksi,
hidrolisis yang Berinteraksi dengan obat dan enzim Cytochrome P-
450) mungkin berkepanjangan pada orang tua. Biasanya, usia tidak
terlalu mempengaruhi pembersihan obat-obatan yang ada
dimetabolisme oleh konjugasi (reaksi fase II)

Reaksi dalam biotransformasi:
❑ Reaksi fase 1: oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Reaksi
ini mengubah obat menjadi bentuk lain.
❑ Reaksi fase 2: konjugasi. Reaksi ini penggabungan
molekul obat dan hasil metabolisme fase 1 dengan
senyawa penkonjugasi endogen tubuh.
METABOLISME Tambahan

Liver merupakan site utama metabolisme obat.


Biotransformasi obat umumnya menghasilkan
bentuk metabolit yang lebih polar yang tidak
aktif secara farmakologis, dan dieliminasi lebih
cepat dari pada obat induknya. Pengubahan
obat menjadi metabolit yang lebih polar
memungkinkan obat tereliminasi lebih cepat
dibandingkan jika obat larut dalam lemak.
Obat-obat yang larut lemak melewati membran
sel dan dengan mudah direabsorpsi oleh sel-
sel tubular ginjal, sehingga cenderung tinggal
lebih lama di dalam tubuh. Sebaliknya,
metabolit yang lebih polar tidak dapat melewati
dinding sel dengan mudah, oleh karena itu
disaring melewati glomerulus dan tidak dapat
direabsorpsi sehingga lebih cepat diekskresi
dalam urine.
METABOLISME
Untuk beberapa obat, metabolit dapat aktif secara farmakologis atau menghasilkan efek
toksik. Prodrug adalah bentuk obat tidak aktif dan harus mengalami biotransformasi dalam
tubuh untuk menjadi metabolit yang mempunyai aktivitas farmakologis. Prodrug secara sengaja
dirancang untuk memperbaiki stabilitas dan absorpsi atau untuk memperpanjang lama kerja
obat.

Jalur Biotransformasi obat dibagi menjadi dua kelompok reaksi besar, yaitu fase I dan fase
II. Fase I atau reaksi asintetik meliputi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Fase II atau reaksi
sintetik meliputi konjugasi.

Referensi:

Shargel, L., Susanna, W. P., Andrew, B. C. Yu., 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan 5th ed. Surabaya: Airlangga University Press. pp. 319-321
Tambahan :
Metabolisme obat dihati dapat terbagi menjadi metabolisme fase I dan fase II.
1. Fase I
 Merupakan reaksi non sintetik
 Terjadi pembentukan gugus fungsionil atau perubahan gugus fungsionil yang sudah ada pada
molekul xenobiotik
 Tujuan: membuat senyawa menjadi lebih polar dan digunakan sebagai substrat untuk reaksi
konjugasi pada fase II
 Pada kondisi tertentu fase ini dapat merubah senyawa inaktif menjadi aktif

Secara garis besar reaksi ini meliputi :


 Oksidasi : penambahan gugus O2 - dan hilangnya gugus H+
 Reduksi: penambahan gugus H+ dan hilangnya gugus O2 –
 Hidrolisis: penambahan gugus OH - dan H+

Proses utama dalam reaksi metabolisme fase I yang terpenting adalah oksidasi yang dikatalisis
oleh enzim sitokrom P-450 (CYP) monooksigenase dalam retikulum endoplasma (mikrosom)
dihati.
2. Fase II
 Merupakan reaksi sintetik/konjugasi
 Terjadi penggabungan substrat yang dihasilkan dari reaksi fase I, pada gugus fungsionilnya
dengan senyawa endogen (glukoronida, ester sulfat, glutation, asam amino (glysine dan
glutamin), asam asetat)
 Reaksi sintesis ini meliputi :
- Konjugasi dengan glukoronyl (glukoronidasi)
- konjugasi dengan asam amino 
- Konjugasi dengan glutation
- Konjugasi dengan sulfat
 Reaksi fase 2 dikatalisis oleh enzim-enzim sitosolik kecuali glukoronil transferase

Katzung, B., Masters, S., and Trevor , A., 2012. Basic and Clinical Pharmacology. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta
Tambahan
Metabolisme contohnya fenitoin dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang diketahui Reaski fase I Oksidatif ini dilakukan oleh
mempengaruhi metabolisme obat hati, termasuk enzim mikrosomal hati yang berada di retikulum
penyakit penyerta, penggunaan obat secara bersamaan, endoplasma halus dari hepatosit, terutama yang
status gizi, perbedaan genetik, jenis kelamin, massa hati, lebih dikenal sitokrom P450 yang enzimnya
dan aliran darah. Massa hati menurun dan aliran darah sebagian besar terlibat dalam metabolisme
hati menurun 45% antara usia 25 dan 65. oksidatif.
Senyawa yang menjalani metabolisme fase I Dalam keluarga sitokrom P450, enzim
yang bertanggungjawab atas metabolisme lebih
(reduksi, oksidasi, hidroksilasi, demetilasi) mengalami
dari 50% obat yang ada adalah CYP34A.
penurunan atau tidak berubahnya klirens, sedangkan
Aktivitasnya meliputi kelas obat opoid,
senyawa dimetabolisme melalui proses fase II imonusupressan, antihistamin, dan benzodiazepin.
(konjugasi, asetilasi, sulfonasi, glukuronidasi) tidak Peningkatan aktivitas metabolik dengan
memiliki perubahan dalam klirens seiring bertambahnya induksi CYP menyebabkan aktivitas obat yang
usia. ditargetkan berkurang. Begitu sebaliknya
Obat dengan rasio ekstraksi hati yang tinggi, penghambatan CYP akan mengakibatkan
seperti nitrat, barbiturat, lidokain, dan propranolol, dapat peningkatan konsentrasi plasma obat berpotensi
menurunkan metabolisme hati pada orang dewasa yang menyebabkan toksisitas obat
lebih tua.
Rinidar., M. Isa., T. Armansyah.2020-Pengantar
Farmakologi, Analgesik, Antipiretik dan
Alldredge, B. K., Corelli, R. L., Ernst, M. E., Guglielmo, B. J., Jacobson, P. A. Antiinflamasi.Syah Universitas Kuala Press. Aceh
and Kradjan, W. A. 2013. Koda-Kimble & Young Apllied Therapeutics The
Clinical Use of Drugs, 10th Ed. Lippincott William & Wilkins, Pennsylvania:
United States of America ; hal 2270
Tambahan
Reaksi reduksi tidak sebanyak reaksi oksidasi. namun
terdapat beberapa obat yang baru mempunyai efek ketika
mengalami reduksi metabolisme didalam hati. Misalnya :
1. Anti koagulan walfarin diinaktifkan dengan cara
konversi keton menjadi suatu gugus hidroksil. Reaksi Hidrolisis tidak dipengaruhi oleh
2. Obat-obat steroid diberikan dalam bentuk keton enzim-enzim tetapi banyak terjadi di
(prednison dan kortisin) harus direduksi menjadi jaringan. Senyawa-senyawa ester dan amida
senyawa hidroksi supaya menjadi senyawa aktif bersifat peka terhadap hidrolisis.
yang dapat memberikan efek farmakologi Contohnya Prokain yang merupakan anestesi
(Kortison menjadi hidrokortison, Prednison lokal yang berbentuk ester dengan cepat
menjadi prednisolon). diinaktifkan oleh kolineterase plasma.
3. Kloralhidrat (inaktif) menjadi trikloroetanol (aktif) Sementara itu analog amina prokain tidak
dipengaruhi sehingga dapat diberikan secara
Departemen Farmakologi, 2008, Kumpulan Kuliah Farmakologi
II, Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
sistemik sebagai obat antidisritmia jantung.

Departemen Farmakologi, 2008, Kumpulan


Kuliah Farmakologi II, Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya
Tambahan:
Reaksi Fase 2 (Reaksi Konjugasi)
Merupakan reaksi kondensasi gugus besar terhadap senyawa induk atau
hasil metabolisme fase 1 yang di katalisis dengan enzim yang sesuai, selain
itu reaksi konjugasi fase II menyebabkan pembentukan ikatan kovalen
antara gugus fungsi pada senyawa induk atau metabolit fase I dengan
turunan endogen asam glukoronat, sulfat, glutation, asam amino atau asetat

Goodman & Gilman. 2006. The Pharmacologycal Basis of Therapeutics. 11th ed. Brunton, L.L (ed.), The
McGraw Hill Companies Inc., USA
Tambahan :
Beberapa reaksi fase II (metilasi dan asetilasi) tidak menghasilkan
metabolit polar tapi lebih untuk menghentikan aktivitas biologi.

Reaksi konjugasi biasanya terjadi terhadap gugus nukleofil pada obat,


seperti alkohol, asam karboksilat, amina (termasuk amina heterosiklik)
dan tiol. jika gugus ini tidak ada pada sebuah obat, biasanya obat tersebut
mengalami reaksi fase I terlebih dahulu

Ismiyarto, Matsjeh S, Anwar C, 2015, ‘Synthesis of Chalcone and Flavanone Compund Using Raw Material of
Acetophenone and Benzaldehyde Derivate, Indonesian Journal Chemistry, Yogyakarta
Secara keseluruhan
metabolisme hati banyak obat
melalui sitokrom P-450 sistem
enzim menurun seiring
bertambahnya usia. Untuk obat
yang di metabolisme di hati
yang menurun (Dapat dilihat
Efek Penuaan pada
Metabolisme dan Eliminasi
Beberapa Obat), Biasanya
menurun 30 hingga 40%. Secara
teoritis, dosis obat pemeliharaan
harus dikurangi dengan
persentase ini; Namun, tingkat
metabolisme obat sangat
bervariasi dari orang ke orang,
dan penyesuaian dosis individu
wajib
EKSKRESI
Ekskresi dapat melalui :

• 1. Eliminasi renal Urin


• 2. Eliminasi empedu (billiari) Feses
✔Seiring bertambahnya usia akan terdapat perubahan pada ginjal , bladder, uretra,
dan sistem nervus yang berdampak pada proses fisiologis terkait eliminasi urine.
✔Penuaan dikaitkan dengan hilangnya massa ginjal sekitar 20-25% dari usia 30-80
tahun dan panjang ginjal menurun 15% dari 17 hingga 85 tahun
✔Penuaan juga dikaitkan dengan jumlah nefron telah berkurang menjadi 1 juta
nefron. Penurunan nefron terjadi sebesar 5-7% setiap dekade (mulai usia 25 tahun)
• Pada tingkat mikroskopik, ginjal manusia yang menua ditandai dengan:
a. Peningkatan fibrosis
b. Peningkatan atrofi tubular
c. Aterosklerosis
tambahan
Efek penuaan pada ekskresi obat
● penurunan fungsi ginjal mempengaruhi farmakokinetik obat-obat yang di
eliminasi lebih banyak oleh ginjal obat-obat ini dikeluarkan dari tubuh lebih
lambat, waktu paruh serta durasi aksinya lebih panjang, kecenderungan untuk
terjadi akumulasi munuju konsentrasi yang berpotensi toksik
tambahan

Perubahan farmakokinetik terkait usia

Eliminasi obat terjadi melalui ginjal, dan fungsi ginjal sering menurun seiring pertambahan usia.
Pertimbangan dalam praktik peresepan pada pasien usia lanjutharus menjadi perhatian,
terutama pada obat larut lemak, obat yang dimetabolisme melalui enzim CYP, dan obat yang
diekskresikan oleh ginjal.
•Perubahan yang terjadi pada sistem renal akibat proses
penuaan
1. Membran basalis glomerulus mengalami penebalan, permukaan glomerulus
mengalami penurunan, panjang dan volume tubulus proksimal berkurang dan
penurunan aliran darah renal, sehingga secara fisiologis glomerulus yang mampu
menyaring 20% darah dengan kecepatan 125 mL/menit (pada lansia menurun
hingga 97 mL/menit atau kurang, dan menyaring protein dan eritrosit menjadi
terganggu (Sunaryo dkk, 2015).
2. Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan total lemak tubuh,
penurunan cairan intra sel, penurunan kemampuan untuk memekatkan urine.
implikasi dari hal ini adalah penurunan total cairan tubuh dan resiko dehidrasi
(Sunaryo dkk, 2015).
3. Penurunan hormon yang penting untuk absorpsi kalsium dari saluran
gastrointestinal. Implikasi dari ini adalah peningkatan resiko osteoporosis
(Sunaryo dkk, 2015).
TAMBAHAN

• Perubahan pada sistem urinaria

• Perubahan yang terjadi akibat proses penuaan yaitu penurunan kapasitas kandung
kemih (Normal : 350-400 mL), peningkatan volume residu (Normal : 50 mL).
Implikasi dari ini adalah peningkatan resiko inkotinensia (Sunaryo dkk, 2015).
• Perubahan fungsi ginjal terkait usia dapat dievaluasi dengan menggunakan klirens
kreatinin, perkiraan laju filtrasi glomerulus. Persamaan Cockcroft-Gault digunakan
paling umum di sebagian besar pengaturan klinis untuk memperkirakan bersihan
kreatinin (Koda-Kimble, 2013 dan Dipiro, 2016)
TAMBAHAN

Waktu paruh diperpanjang untuk sejumlah obat yang diekskresikan melalui ginjal
pada orang lanjut usia yang sehat. Obat yang berisiko tinggi adalah obat yang
ekskresinya sepenuhnya tergantung pada ginjal (Koda-Kimble, 2013).
TAMBAHAN

(Dipiro, 2016)
TAMBAHAN

(Koda-Kimble,
PERUBAHAN
FARMAKODINAMIK PADA
PASIEN GERIATRI
FARMAKODINAM Respon tubuh terhadap obat yang dipengaruhi oleh pengikatan
IK reseptor, efek pascareseptor, dan interaksi kimia (obat-reseptor)

Sensitivitas obat terhadap jaringan mengalami perubahan seiring pertambahan umur seseorang.

Degenerasi reseptor obat


di jaringan → kualitas
Faktor yang reseptor berubah
mempengaruhi perubahan
farmakodinamik
Jumlah reseptor berkurang

Tidak seperti perubahan farmakokinetik, perubahan farmakodinamik usia lanjut lebih kompleks karena efek obat pada seseorang
sulit dikuantifikasi. Di samping itu, bukti bahwa perubahan farmakodinamik memang ada, harus dalam keadaan bebas pengaruh
efek perubahan farmakokinetik.Farmakodinamik tergantung pada konsentrasi obat di reseptor, posreseptor dalam sel dan
mekanisme homeostasis. Bagian-bagian tersebut mngkin dapat berpengaruh pada penuaan.
CONTOH PERUBAHAN FARMAKODINAMIK PADA BEBERAPA OBAT

Obat Perubahan Respon*


Warfarin Sensitivitas meningkat akibat berkurangnya sintesis faktor-faktor
pembekuan pada usia lanjut.

Nitrazepam; Diazepam Pada usia lanjut sensitivitas terhadap nitrazepam meningkat; pemberian
diazepam intravena pada pasien usia lanjut memerlukan dosis yang
lebih kecil dibandingkan pasien dewasa muda, selain itu efek sedasi
yang diperoleh lebih kuat dibandingkan pada usia dewasamuda.

Triazolam Pemberian obat ini pada warga usia lanjut dapat mengakibatkan
postural sway-nya bertambah besar secara signifikan dibandingkan
dewasa muda.
Propranolol
Sensitivitas obat terhadap reseptor β1 berkurang; Penurunan frekuensi denyut
nadi setelah pemberian propranolol pada usia 50-65 tahun lebih
rendah dibandingkan mereka yang berusia 25-30 tahun.

* Perubahan sensitivitas menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada pasca-reseptor


intraselular.
Lanjutan...
Obat Perubahan Respon*
Agen Anastesi Agen anestesi umumnya menunjukkan peningkatan kepekaan pada lansia. Untuk
propofol, sensitivitas meningkat seiring bertambahnya usia. Persyaratan dosis yang
lebih rendah pada orang tua untuk ini agen terutama.Opioid seperti alfcntanil, fentanyl,
dan remifentanil seharusnya menurunkan persyaratan dosis bagi orang tua. Sensitivitas
meningkat -50% pada orang lanjut usia mengambil agen ini.

ACEI
perubahan farmakodinamik pada obat-obat ini yaitu penurunan sensitivitas ke obat
setelah dosis berulang, ini adalah terlihat pada kedua kelompok umur dan dapat
dijelaskan oleh enzim induksi

Efek agonis β-adrenergik adalah menurun pada lansia. Untuk sebagian besar obat
agonis β-adrenergik kardiovaskular, lansia memiliki risiko lebih tinggi. Efek yang bisa terjadi berupa
ortostatik hipotensi karena penurunan arteri dan respon baroreseptor refleks .

Obat-obat SSP Penuaan dikaitkan dengan struktural dan perubahan neurokimia disistem saraf pusat
(SSP). Disebabkan oleh penghalang darah-otak kurang efektif. Beberapa obat dapat
menyebabkan kebingungan pada orang tua. Obat dengan antikolinergik efeknya,
misalnya obat untuk kemih inkontinensia, menyebabkan efek SSP lebih sering pada
orang tua. Antikolinergik dapat menyebabkan delirium ataumeningkatkan keparahan
gejala delirium pada pasien usia lanjut
lanjutan...
Obat Perubahan Respon*
Elektrolit Terjadi penurunan homeostatik elektrolit, diiringi dengan penuaan. Kemampuan
dalam mengatasi perubahan homeostasis elektrolit berkurang. Pasien geriatri
memiliki kerentanan yang lebih besar terhadap efek yang dapat ditimbulkan
obat, misalnya hiperkalemia atau hiponatremia.

Sebagian besar studi pada kelompok ini menunjukkan bahwa diuretik


Diuretik mengalami penurunan respons diuretik dan natriuretik pada geriatrik
menunjukkan1 dari 4 kemungkinan:
(1)Penurunan pada albumin yaitu menghambat transportasi obat ke bagian
aktif;
(2)terjadi penurunan interaksi farmakodinamik obat ini pada orang tua;
(3) pasien geriatrik memiliki respons fisiologis yang berubah terhadap obat;
(4)penurunan ginjal terkait usia
DRUG RELATED PROBLEM (DRP) PADA PASIEN
GERIATRI
DRUG RELATED PROBLEM

• Drug Related Problem (DRP) atau masalah terkait obat adalah bagian dari
asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) yang menggambarkan suatu
keadaan, dimana profesional kesehatan (apoteker) menilai adanya
ketidaksesuaian pengobatan dalam mencapai terapi yang sesungguhnya
(Hepler, 2003)

• DRP dibagi menjadi 2 : actual dan potensial, DRP actual adalah masalah yang
terjadi seketika saat pasien menggunakan obat (misalkan alergi dll), dan DRP
potensial adalah masalah yang akan terjadi pada saat setelah penggunaan obat
(misalnya kerusakan hati, ginjal, dsb).
ADA 8 JENIS DRUG RELATED PROBLEM, YAITU:
1. Indikasi yang tidak ditangani (Untreated Indication)
2. Pilihan Obat yang Kurang Tepat (Improper Drug Selection)
3. Penggunaan Obat Tanpa Indikasi (Drug Use Without Indication)
4. Dosis Terlalu Kecil (Sub-Therapeutic Dosage)
5. Dosis Terlalu Besar (Over Dosage)
6. Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (Adverse Drug Reactions)
7. Interaksi Obat (Drug Interactions)
8. Gagal Menerima Obat (Failure to receive medication)
NO JENIS PENYEBAB

1 Pemilihan obat - Obat yang tidak tepat sesuai pedoman /


formularium
- Obat yang tidak sesuai (sesuai pedoman tetapi
sebaliknya merupakan kontraindikasi)
- Tidak ada indikasi obat
- Kombinasi obat-obatan yang tidak tepat, atau obat-
obatan dan obat-obatan herbal, atau obat-obatan
dan suplemen makanan
- Duplikasi kelompok terapeutik atau bahan aktif
yang tidak sesuai
- Terlalu banyak obat yang diresepkan untuk indikasi

2 Bentuk obat Bentuk obat yang tidak sesuai (untuk pasien)


3 Pemilihan dosis - Dosis obat terlalu rendah
- Dosis obat terlalu tinggi
- Regimen dosis tidak cukup
- Regimen dosis terlalu sering

4 Durasi Pengobatan - Durasi pengobatan terlalu pendek


- Lama pengobatan terlalu lama

5 Dispensing - Obat yang diresepkan tidak tersedia


- Informasi yang diperlukan tidak tersedia
- Obat yang salah atau kekuatan yang dikeluarkan
6 ProsesPenggu - Waktu pemberian atau interval dosis yang tidak tepat
naan Obat - Pemberian obat yang kurang
- Pemberian obat berlebihan
- Pemberian obat yang salah
- Obat diberikan melalui rute yang salah

7 Masalah - Pasien menggunakan / mengambil obat lebih sedikit dari yang


Terkait Pasien diresepkan atau tidak mengonsumsi obat sama sekali
- Pasien menggunakan / mengonsumsi lebih banyak obat dari yang
diresepkan
- Pasien menyalahgunakan obat (penggunaan berlebihan yang tidak
diatur)
- Pasien menggunakan obat yang tidak perlu
- Pasien mengonsumsi makanan yang dapat berinteraksi
- Pasien menyimpan obat secara tidak tepat
- Interval waktu atau dosis yang tidak tepat
- Pasien memberikan / menggunakan obat dengan cara yang salah
- Pasien tidak dapat menggunakan obat / bentuk sesuai petunjuk
- Pasien tidak dapat memahami instruksi dengan baik
KELEBIHAN DOSIS PADA PASIEN GERIATRI
Pemberian obat pada pasien usia lanjut merupakan
tantangan yang kompleks dan memerlukan
pertimbangan cermat antara manfaat dan potensi
bahaya. Kompleksitas muncul karena perubahan terkait
usia antara lain adanya komorbiditas, termasuk gangguan
sensorik dan kognitif, serta adanya polifarmasi.
Polifarmasi berhubungan dengan efek samping dan lama
perawatan di rumah sakit (Johansson, T:2016)
Farmakokinetika dan farmakodinamika pada pasien
geriatri akan berbeda dari pasien muda karena beberapa
hal, yakni terutama akibat perubahan komposisi tubuh,
perubahan faal hati terkait metabolisme obat,
perubahan faal ginjal terkait ekskresi obat serta kondisi
multipatologi. Selain itu, perubahan status mental dan
faal kognitif juga turut berperan dalam pencapaian hasil
pengobatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa aspek
psikososial juga akan mempengaruhi penerimaan pasien
dalam terapi medikamentosa (Depkes RI:2004)
• Dosis yang berlebihan dari obat yang tepat dapat diresepkan untuk pasien lanjut usia jika
preskriber tidak mempertimbangkan perubahan terkait usia yang mempengaruhi
farmakokinetik dan farmakodinamik. Sebagai contoh, dosis obat-obatan yang dibersihkan
secara ginjal harus disesuaikan pada pasien dengan gangguan ginjal. Umumnya meskipun
kebutuhan dosis bervariasi dari orang ke orang, obat harus dimulai pada dosis terendah
pada orang tua. Biasanya, mulai dosis sekitar sepertiga hingga setengah dosis dewasa biasa
diindikasikan ketika obat memiliki indeks terapeutik yang sempit atau ketika kondisi lain
dapat diperberat oleh obat. Dosis kemudian dititrasi ke atas sebagai ditoleransi dengan
efek yang diinginkan. Ketika dosis ditingkatkan, pasien harus dievaluasi untuk efek yang
merugikan, dan tingkat obat harus dimonitor bila memungkinkan. Overdosis juga dapat
terjadi ketika interaksi obat (lihat Masalah Terkait Obat pada Lansia: Interaksi obat-obat)
meningkatkan jumlah obat yang tersedia atau ketika praktisi yang berbeda meresepkan
obat dan tidak menyadari bahwa praktisi lain meresepkan obat yang sama atau serupa
(terapi duplikasi)
CONTOH MASALAH TERKAIT OBAT

• β-Blocker: Pada pasien dengan riwayat MI dan / atau gagal jantung, bahkan pada pasien usia lanjut dengan risiko tinggi
komplikasi (misalnya, mereka dengan gangguan paru atau diabetes), obat ini mengurangi tingkat kematian dan rawat inap.
• Antihipertensi: Pedoman untuk mengobati hipertensi pada orang tua tersedia, dan pengobatan tampaknya bermanfaat
(mengurangi risiko stroke dan kejadian kardiovaskular utama). Meskipun demikian, penelitian bahwa hipertensi sering tidak
terkontrol pada pasien usia lanjut.
• Obat untuk penyakit Alzheimer: Inhibitor asetilkolinesterase dan antagonis NMDA (N-metil-d-aspartat) telah terbukti bermanfaat
bagi pasien dengan penyakit Alzheimer. Jumlah tunjangan tidak jelas, tetapi pasien dan anggota keluarga harus diberikan
kesempatan untuk membuat keputusan berdasarkan informasi tentang penggunaannya
• Antikoagulan: Antikoagulan mengurangi risiko stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium. Meskipun ada peningkatan risiko
perdarahan dengan antikoagulasi, beberapa orang dewasa yang lebih tua yang mungkin mendapat manfaat dari antikoagulasi
tidak menerimanya.
• Imunisasi: Orang dewasa yang lebih tua memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih besar akibat influenza, infeksi
pneumokokus, dan herpes zoster. Tingkat vaksinasi di antara orang dewasa yang lebih tua masih bisa ditingkatkan.
lanjutan

•Polifarmasi
Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan banyak obat secara bersamaan (empat sampai sepuluh obat atau lebih telah digunakan
sebagai kriteria dalam penelitian). Polifarmasi lazim di antara orang berusia lanjut dengan 39% melaporkan penggunaan 5 atau lebih obat
pada tahun 2012 dibandingkan dengan penggunaan polifarmasi sebesar 24% pada tahun 1999, menandakan peningkatan yang dramatis.
Pada tahun 2010, 38% orang berusia 62-85 tahun menggunakan setidaknya satu obat yang dijual bebas (OTC) dan 64% menggunakan
setidaknya satu suplemen. Penggunaan umum suplemen makanan dan produk herbal pada populasi ini menambah polifarmasi. Dalam
pengaturan panti jompo, 50,7% pasien dengan gangguan kognitif parah menerima polifarmasi (5-9 obat) dan 16,9% menerima polifarmasi
berlebihan (≥ 10 obat) dalam penelitian Layanan dan Kesehatan untuk Lansia dalam Perawatan Jangka Panjang (SHELTER/Services and
Health for Elderly in Long Term Care). Seperti yang diharapkan, polifarmasi berkontribusi pada peningkatan kunjungan rawat jalan dan
rawat inap dengan biaya medis sekitar 30% lebih tinggi. Di antara berbagai alasan polifarmasi, salah satunya adalah pasien lansia yang
menerima banyak obat dari penyedia berbeda yang menangani penyakit penyerta pasien tanpa perawatan.
Evaluasi lengkap dari semua obat harus dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan pada setiap kunjungan pasien yang lebih tua untuk
mencegah polifarmasi yang tidak tepat. Upaya harus dilakukan untuk mengurangi polifarmasi dengan menghentikan pengobatan apapun
tanpa indikasi. Namun, dokter juga harus memahami bahwa polifarmasi yang sesuai diindikasikan untuk orang dewasa yang lebih tua
dengan berbagai penyakit, dan dukungan harus diberikan untuk kepatuhan yang optimal. Masalah terkait obat yang terkait dengan
polifarmasi dapat diidentifikasi dengan melakukan tinjauan pengobatan yang komprehensif.
lanjutan...

•Ketidaktepatan dalam pemberian resep


Peresepan yang tidak tepat didefinisikan sebagai peresepan obat yang menyebabkan risiko
signifikan dari kejadian buruk bila ada alternatif yang efektif dan lebih aman. Sebuah tinjauan
sistematis pada tahun 2012 melaporkan bahwa rata-rata tingkat peresepan obat yang tidak
tepat di antara pasien lansia di perawatan primer adalah 19,6%. Obat yang berpotensi tidak
tepat pada orang dewasa yang lebih tua telah dikaitkan dengan hasil negatif seperti
kebingungan, jatuh, dan kematian. Kadang-kadang, pengobatan dilanjutkan lama setelah
indikasi awal teratasi. Dokter yang meresepkan obat untuk orang dewasa yang lebih tua harus
memahami tingkat reaksi merugikan dan interaksi obat-obat, bukti yang tersedia untuk
penggunaan obat tertentu, dan penggunaan obat OTC (obat yang dijual tanpa resep dokter) dan
suplemen herbal oleh pasien.
lanjutan..

•Penggunaan obat yang kurang (Undertreatment)


Banyak yang telah ditulis tentang konsekuensi pengobatan berlebihan dan polifarmasi pada orang lanjut
usia. Namun, penggunaan obat yang kurang sama berbahayanya, mengakibatkan berkurangnya fungsi,
dan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Ada beberapa contoh ketika obat benar-benar
dikontraindikasikan, ketika dosis yang lebih rendah diindikasikan, atau ketika prognosis menentukan terapi
penahanan. Di luar skenario tersebut, banyak penatua tidak menerima intervensi terapeutik yang akan
memberikan manfaat.
Perawatan lazim di berbagai pengaturan di komunitas, rumah sakit, dan fasilitas perawatan jangka panjang.
Hal ini terjadi karena berbagai alasan termasuk: multimorbiditas, polifarmasi, biaya, kekhawatiran
ketidakpatuhan, ketakutan akan efek samping dan tanggung jawab terkait, bukti terbatas dalam kelompok
usia, mulai rendah dan gagal meningkatkan ke dosis yang sesuai, skeptisisme mengenai manfaat
pencegahan sekunder, atau ageism.
lanjutan..

•Reaksi Efek samping (Adverse Drug Reaction/ADR)


Menurut WHO, ADR didefinisikan sebagai suatu reaksi yang berbahaya dan tidak
diinginkan, yang terjadi pada dosis yang biasanya digunakan pada manusia untuk
profilaksis, diagnosis, atau terapi. ADR meningkat dengan penggunaan polifarmasi,
dan merupakan masalah terkait obat yang paling sering terjadi di antara penghuni panti
jompo yang lebih tua. Sebuah studi tinjauan obat brown bag menemukan bahwa 25%
dari orang dewasa yang tinggal di komunitas yang menggunakan setidaknya lima obat
mengalami ADR. Demikian pula, penelitian lain yang mengevaluasi ADR pada pasien
setelah keluar dari rumah sakit menunjukkan bahwa 18,7% dari mereka mengalami
efek samping obat dalam 45 hari.
•Reaksi Efek samping (Adverse Drug Reaction/ADR) [lanjutan]
Tujuh prediktor ADR pada orang dewasa yang lebih tua telah diidentifikasi:
(a)minum lebih dari empat obat;
(b)lebih dari 14 hari tinggal di rumah sakit;
(c)memiliki lebih dari empat masalah medis aktif;
(d)masuk unit medis umum versus bangsal geriatri;
(e)riwayat penggunaan alkohol;
(f)menurunkan skor Pemeriksaan Kondisi Mental Mini (kebingungan, demensia); dan
(g)dua sampai empat obat baru ditambahkan selama rawat inap.
Demikian pula, ada empat prediktor untuk ADR parah yang dialami oleh orang dewasa yang lebih
tua:
(a)penggunaan obat-obatan tertentu termasuk diuretik, NSAID, obat antiplatelet, dan digoksin;
(b)jumlah obat yang diminum;
(c)usia; dan
komorbiditas.
•Reaksi Efek samping (Adverse Drug Reaction/ADR) [lanjutan]
•Ketidakpatuhan (Nonadherence)
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan kronis lazim dan meningkatkan biaya perawatan kesehatan terkait dengan
penyakit yang memburuk dan peningkatan rawat inap. Kepatuhan obat menggambarkan perilaku minum obat pasien,
umumnya didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang mematuhi rejimen yang disepakati yang berasal dari kolaborasi
dengan penyedia layanan kesehatan mereka
KATEGORI OBAT YANG MENJADI PERHATIAN
UNTUK PASIEN GERIATRI
ANALGESIK

Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan


Bermakna Rekomendasi

Tukak dan perdarahan Gunakan parasetamol


pada saluran terlebih dahulu . Pantau
pencernaan, gagal fungsi ginjal, keadaan
AINS & ginjal, retensi cairan, jantung, tekanan darah.
penghambat dan sindrom delirium. Hindari penggunaan
COX-2 Juga mungkin indometasin dan
mengantagonis efek fenilbutazon karena
obat antihipertensi meningkatkan kejadian
efek yang tidak diharapkan
(SSP dan hematologikal)
ANALGESIK

Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan


Bermakna Rekomendasi

Sedasi, depresi Mulai dengan dosis rendah


pernafasan, dan naikkan secara
konstipasi, hipotensi, perlahan.
Analgesik sindrom delirium Pantau efek yang tidak
diharapkan. Cegah
narkotik
konstipasi dengan
makanan berserat, cairan
dan/atau menggunakan
pencahar asalkan sesuai
dengan pedoman yang
berlaku
tambahan
ANTIBIOTIK

Obat Efek Tidak Diharapkan Pertimbangan dan


yang Bermakna Rekomendasi
Aminoglikosida (seperti Gagal ginjal, Gunakan dosis lebih rendah 1 mg/kg
gentamisin) kehilangan fungsi BB tiap 8 jam. Hindari jika terjadi
pendengaran kerusakan ginjal yang bermakna,
kecuali bila dilakukan pemantauan
kadar obat dalam darah
(Therapeutic Drug Monitoring= TDM)
* Pemeriksaan audiometri nada murni
sebelum menggunakan pengobatan
sampai 2 minggu pertama terapi
dijalankan. Monitoring gangguan
pendengaran dilakukan selama terapi,
yaitu setiap minggu sampai 6 bulan
setelah terapi dihentikan.

Fransiska (2019).Ototoksisitas
Aminoglikosida
Obat Efek yang Tidak Pertimbangan dan rekomendasi
Diharapkan Bermakna

Sulfametoxazol/ Reaksi hipersensitif Trimetoprim tunggal


Trimetoprim yang serius (Steven memberikan efek yang
(cotrimoxazole) Johnson syndrome, sebanding ( dan lebih
blood dyscrasias) aman) untuk infeksi
saluran kemih.

Vancomycin Gagal ginjal Dosis diturunkan menjadi 15-20


mg/kg BB dan monitoring kreatinin.
Pada penggunaan dalam jangka
waktu lama monitoring kreatinin
serum 1 minggu sekali.

Barber, et al. (2016). Intravenous


Vancomycin Dosing in the Elderly
OBAT ANTI-DIABETIK

Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan


Bermakna Rekomendasi

Kloropamid: memiliki waktu paruh Lebih dianjurkan untuk


Sulfonilurea yang panjang pada geriatri, bisa menggunakan obat dengan sifat
oral kerja menyebabkan hipoglikemia kerja lebih pendek (seperti:
panjang berkepanjangan. gliklazid,
(seperti menyebabkan Sindrom of glipizid).
klorpropamid, inappropriate antidiuretic hormon Klorpropamid sebaiknya tidak
glibenklamid, (SIADH) digunakan karena waktu paruhnya
yang panjang
glimepirid )
Glimepirid dan glibenklamid:
resiko lebih tinggi terjadinya glimepirid: 1 mg/day. dosis
hipoglikemia berkepanjangan pemeliharaan harus konsevatif
pada orang dewasa yang lebih tua untuk menghindari hipoglikemik
(American Geriatric Society. 2019). (Drug Information Handbook. 2007).
OBAT ANTI-DIABETIK

Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan


Bermakna Rekomendasi

menghambat oksidasi mitokondria Metformin lebih dianjurkan


asam laktat sehingga meningkatkan kecuali yang memiliki GFR <30
Phenformin, kemungkinan asidosis laktat ml/menit. Kurangi dosis 50% dari dosis
Metformine (terutama jika ada kerusakan ginjal, maksimum jika GFR <45 ml/menit
kerusakan hati, atau dengan melakukan pemantauan
penyakit jantung) dan mungkin terhadap fungsi ginjal setiap 3 bulan
berakibat fatal dan hindari pada gagal
ginjal yang berat.

sumber: Pharmacotherapy Principles and Practice (2019)


OBAT ANTI-PIRAI (ANTI-GOAT)

Allopurinol
• Efek yang tidak diharapkan tetapi bermakna : Ruam kulit dan
gagal ginjal.
• Pertimbangan dan rekomendasi : Kurangi dosis sampai 100 -
200 mg per hari. Pasien gangguan ginjal dengan kadar CrCl <
30 ml/min (0.5 ml/s) diberikan deosis 50 mg/ hari

Kolkisin
• Efek yang tidak diharapkan tetapi bermakna : Diare, dehidrasi
• Pertimbangan dan rekomendasi :Tidak direkomendasikan untuk
terapi kronis.
PARKINSON
tambahan

Defenisi Parkinson
● Penyakit Parkinson merupakan salah satu penyakit
neurodegenerative yang paling banyak dialami pada umur
lanjut dan jarang dibawah umur 30 tahun. Biasanya mulai
timbul pada usia 40-70 tahun dan mencapai puncak pada
decade ke-enam. (jurnal sinaps, vol 1 ; 2018)
● Penyakit Parkinson lebih banyak terjadi pada pria dengan
rasio pria dibandingkan wanita 3:2. penyakit Parkinson
meningkat seiring bertambahnya umur, maka prevalensi
penyaki Parkinson semakn meningkat. Kematian biasanya
tidak disebabkan oleh penyakit Parkinson sendiri tetapi
oleh karena terjadinya infeksi sekunder. (jurnal sinaps, vol
1 ; 2018)
tambahan

Patofisiologi
•Tingkat kehilangan dopamin nigrostriatal berkorelasi positif
dengan tingkat keparahan gejala motorik.
•Pengurangan aktivasi reseptor dopamin1 dan dopamin2
menghasilkan penghambatan thalamus yang lebih besar dan
mengurangi aktivasi korteks motorik. Perbaikan klinis dapat
dikaitkan dengan memulihkan aktivitas lebih banyak di
reseptor dopamin2 daripada di reseptor dopamin1.
(Dipiro et all, 2015)
tambahan

Kriteria Diagnosis :
1. Hughes
a. tremor istirahat
b. regiditas
c. bradikinesia
d. hilangnya refleks postural
2. Hoehn dan Yahr
e. stadium 1 : gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala ringan, terdapat gejala yang mengganggu
tetapi tidak menggangu kecatatan,biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak,gejala yang
timbul dapat dikenali orang terdekat.
f. stadium 2 : terdapat gejala bilateral terdapat kecacatan minimal , sikap/ cara berjalan terganggu.
g. stadium 3 : gerak tubuh nyata terlambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri,
disfungsi umum sedang.
h. stadium 4 : terdapat gejala yang berat masih dapat berjalan namun hanya untuk jarak tertentu,
rigiditas, brakinesia, tidak mampu berdiri sendiri .
i. stadium 5 : stadium khaketik, kecacatan total,tidak mampu berdiri atau berjalan, memerlukan
perawatan intensif.
(Gunawan et all,2017)
tambahan

TERAPI
1. LEVODOPA
Levodopa merupakan gold standart dalam mengobati parkinson. levodopa merupakan
prekursor dopamin yang dapat menembus blood brain barrier. levodopa umumnya
ditambahkan karbidopa yang merupakan inhibitor dekarboksilase perifer (PDI).
kerbidopa menghambat dekarboksilasi levodopa menjadi dopamin dalam siskulasi
sistemik sehingga memungkinkan untuk distribusi levodopa lebih besar ke dalam
sistem saraf pusat.
2. MAO (Monoamin oxidase) B inhibitor
MAO dapat dipertimbangkan untuk pengobatan awal penyakit. obat ini memberikan
manfaat perbaikan gejala yang ringan, memiliki profil efek samping yang baik.
Menurut penelitian Cochrane, MAO –B inhibitor telah meningkatkan indicator
kualitas hidup sebesar 20-25 % dalam jangka waktu yang panjang.contoh : Selegiline
dan rasagiline.
tambahan

lanjutan
3. Agonis Dopamin
agonis dopamin bekerja dengan menstimulasi reseptor dopamindi substansia nigra dan
efektif untuk memperlambat munculnya komplikasi motorik seperti diskinesia jika
dibandingkan dengan levodopa. agonis dapat digunakan untuk mengatasi gejala motorik
pada tahap awal dan kurang baik untuk mengatasi gejala motorik pada stadium akhir.
contoh : Bromokriptin, Pramipexole, Ropinirole.

4. Antkolinergik
Antikolinergik efektif untuk mengontrol tremor pada stadium awal dari
penyakit Parkinson tetapi tidak efektif untuk mengatasi bradikinesia dan
instabilitas postural. Antikolinergik akan menyeimbangkan dopamine dan
asetilkolin. obat ini harus diberikan dengan dosis rendah pada awal dan
ditingkatkan perlahan-lahan untuk meminimalkan efek samping (gangguan
memori, konstipasi, mulut kering, dan retensi urin) contoh : Trihexyphenidyl
tambahan

lanjutan
5. Amantadine
Amantadine merupakan agen antivirus yang memiliki aktvitas antiparkinson.
Mekanisme kerjanya tidak sepenuhnya dipahami namun amantadine
mempotensiasi respon dopaminergic di susunan saraf pusat. Obat ini dapat
melepaskan dopamine dan noreepinefrindari lokasi penyimpanan dan
menghambat reuptake dopamine dan norepinefrin. Efek samping (halusinasi,
mual, sakit kepala, pusing,dan insomnia)

(Gunawan et all, 2018)


OBAT ANTI PARKINSON

Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan


Bermakna Rekomendasi

Amantadine Sindrom delirium, Tidak direkomendasikan.


udem perifer, ruam Jika harus, gunakan dosis
kulit rendah.

Antikoligergik Sindrom delirium, Secara umum tidak


(seperti : benztropin, retensi urin, hipotensi direkomendasikan, kadang-
benzhexol) postural kadang berguna jika tremor sukar
disembuhkan dengan
pengobatan lain.

Levodopa Sindrom delirium,halusinasi, Gunakan dosis terendah


hipotensi postural, mual, yang masih efektif.
gerakan involunter (involuntary
movements)
tambahan
LANJUTAN
(Guttman,2003)
OBAT KARDIOVASKULER

Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan


Bermakna Rekomendasi

Metildopa Depresi, hipotensi postural, Tidak direkomendasikan -


bradikardi Tersedia obat yang lebih
aman

Reserpin Depresi, sedasi, Tidak direkomendasikan -


hipotensi postural Tersedia obat yang lebih
aman

Prazosin Stress incontinence, Bukan obat pilihan untuk


hipotensi postural hipertensi- Tersedia obat
yang lebih aman

Verapamil Konstipasi, bradikardi, Hindari pada gagal


pusing, gagal jantung jantung. Pantau adanya
konstipasi.
OBAT KARDIOVASKULER

Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan


Bermakna Rekomendasi

Nitrat & Nicorandil Hipotensi postural, pusing, sakit Mulai dengan dosis lebih
kepala rendah. Pantau tekanan darah

ACE - Inhibitor Hiperkalemia, kerusakan ginjal, Mulai dengan dosis kecil,


hipotensi, batuk. Pantau tekanan darah, fungsi
ginjal dan kadar
kalium dalam darah

Penghambat Beta-Blocker Depresi, keletihan, bronkospasme, Hindari pada pasien asma, dan
bradikardi, hipotensi, penyakit pembuluh darah tepi.
memperparah Propranolol dan timolol tidak
penyakit pembuluh darah tepi, direkomendasikan
insomnia, mimpi yang hidup (vivid karena tingginya kejadian
dreams) efek yang tidak diinginkan
KLasifikasi obat
kardiovaskuler
Tambahan...
Terapi Obat Kardiovaskular pada Lansia (Zeind, Caroline S., 2018)

1. Hipertensi pada lansia dapat ditangani dengan obat-obat hipertensi pada umumnya yang diberikan.
Tetapi harus tetap dilakukan pemantauan tekanan darah untuk mencegah rendahnya tekanan darah,
bradikardi, dan hipotensi ortostatik.
2. Terapi farmakologi gagal jantung pada lansia yaitu diuretik, β-Blocker, Angiotensin-converting Enzyme
(ACE) Inhibitor, Penghambat Reseptor-Angiotensin (ARB), dengan atau tanpa digoksin dan
sprinolakton. Dengan mempertimbangkan resiko pada kondisi pasien secara bersamaan.
3. Terapi lini pertama untuk pencegahan penyakit arteri koroner(Coronary Disease Artery; CAD) seperti
Asam asetilsalisilat (ASA), dan β-Blocker.
4. Obat pilihan untuk mengobati hiperlipidemia pada lansia yaitu kelas statin.
Dapat dipertimbangkan terapi dengan golongan obat yang lain, dengan melihat status penyakit, efek
merugikan, dan interaksi obat.
Terapi Farmakologi Hipertensi pada Lansia (James, 2014 )
Terapi tunggal dapat diberikan sebagai terapi inisial untuk tekanan darah tinggi stadium 1 dengan faktor
resiko total kardiovaskular rendah atau sedang, dapat dimulai dengan pemberian dosis awal kemudian
dinaikkan hingga dosis maksimal. Jika terget tekanan darah belum tercapai, dapat diganti dengan obat yang
memiliki mekanisme kerja berbeda, yang dimulai dengan dosis rendah kemudian dosis ditingkatkan hingga
dosis maksimal.
Untuk menurunkan dan mempertahankan tekanan darah secara optimal, maka harus mempertimbangkan
pemilihan obat dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan pemilihan pengobatan dengan terapi tunggal
maupun terapi kombinasi, dan kombinasi terapi obat antihipertensi yang paling banyak diberikan yaitu
kombinasi CCB+ARB, terapi kombinasi 2 obat dosis rendah diberikan untuk terapi inisial pada hipertensi
stadium 2 dengan faktor risiko tinggi atau sangat tinggi, bila dengan 2 macam obat target tekanan darah tidak
tercapai dapat diberikan 3 macam obat antihipertensi.

Calsium Channel Blocker (CCB)


Lini pertama untuk mengatasi hipertensi pada geriatri yaitu CCB. Relaksasi jantung dan otot polos
terjadi karena penggunaan CCB yang mengakibatkan terhambatnya saluran kalsium yang sensitif terhadap
tegangan, sehingga masuknya kalsium ekstraseluler kedalam sel menjadi berkurang. Relaksasi otot vaskular
menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah.
Lanjutan...

Golongan Penghambat Kanal Kalsium (Farmakologi Ulasan Bergambar- 4 ed., 2016)


1. Difenilalkilamina; Verapamil merupakan penghambat kanal-kalsium yang paling sedikit selektif dan
memiliki efek terhadap sel otot polos jantung dan vaskular. Obat ini digunakan untuk mengobati
angina, takiaritmia supraventrikel, dan migrain.
2. Benzotiazepin; Diltiazem mempengaruhi baik otot polos jantung maupun vaskular;
3. Dihidropiridin: Nifedipine generasi pertama dan lima agen genarasi kedua untuk mengobati penyakit
kardiovaskuler; amlodipine, felodipine, nicerdipine.
Lanjutan…
Angiotensin- Conversing Enzym (ACE) Inhibitor

ACE Inhibitor dapat diberikan untuk pengobatan tunggal maupun secara kombinasi, karena
keefektifan dan keamanannya. ACE Inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang, maupun berat. Bahkan
yang digunakan pada krisis hipertensi seperti Captopril. Obat ini efektif pada sebagian besar pasien dan
kombinasi ACE inhibitor dengan diuretik memberikan efek sinergistik (Lutfiyati, 2017)
Kerja: ACE-Inhibitor bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin-I menjadi angiotensin-II,
dimana angiotensin-II adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron.
Selain itu, ACE Inhibitor menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti refleks takikardia. Obat golongan ini
tidak hanya efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang tinggi, tetapi juga pada hipertensi dengan renin
normal maupun rendah. Hal ini karena ACE Inhibitor menghambat degradasi bradikinin yang mempunyai
efek vasodilatasi. ACE Inhibitor juga diduga berperan menghambat pembentukan angiotensin-II secara lokal
di endotel pembuluh darah. Penggunaan golongan ACE Inhibitor harus dimulai dengan dosis rendah dan
dipantau tekanan darah, fungsi ginjal serta kadar kalium dalam darah.
Interaksi Obat: ACE inhibitor bila diberikan bersamaan dengan Penghabat reseptor-angiotensin (ARB)
dapat menurunkan kadar albuminuria (Farmakologi Ulasan Bergambar- 4 ed., 2016)
Contoh obat golongan ACE inhibitor: Catopril, ramipril, lisinopril, benezepril, enalapril, fosinopril.
Efek samping: meliputi batuk kering, ruam, demam, perubahan sensasi rasa, hipotensi (pada keadaan
hipovolemik) dan hiperkalemia (Farmakologi Ulasan Bergambar- 4 ed., 2016)
Perhatian: Penghambat ACE bersifat fetotoksik dan tidak boleh digunakan oleh wanita hamil.
Terapi Farmakologi Gagal Jantung pada Lansia
1. Gol. Diuretik (Farmakologi Ulasan Bergambar- 4 ed., 2016)
Diuretik dapat digunakan sebagai terapi obat lini pertama untuk hipertensi, kecuali jika terdapat alasan
yang mengharuskan pemilihan agen terapi lain. Terapi diuretik dosis rendah adalah aman, murah, dan efektif
dalam mencegah stoke, infark miokardium, gagal jantung kongesif, mengurangi kongesi paru dan edema
perifer. obat-obat golongan deuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya menurunkan aliran balik
vena menuju jantung. Hal ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen. diuretik juga
menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma yang selanjutnya menurunkan tekanan darah. Data
terkini, menunjukkan bahwa diuretik lebih unggul dibandingkan β-Blocker untuk mengobati hipertensi pada
lansia.
Reaksi merugikan yang umumnya yaitu: dehidrasi, hiponatremia, hipokalemia, inkontinensia (Drugs for the
geriatric patient, 2007).
Interaksi Obat: Litium dengan diuretik = Meningkatnya risiko toksisitas dan ketidakseimbangan elektrolit
(Drugs for the geriatric patient, 2007).
a. Diuretik Tiazid (e.g: Hydrochlortiazide) (Farmakologi Ulasan Bergambar- 4 ed., 2016)
Kerja: Menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan asupan natrium dan ekskresi air. Hal ini
menyebabkan penurunan volume ekstraseluler, mengakibatkan penurunan curah jantung dan aliran
gagal ginjal.
Diuretik Tiazid sering kali dikombinasikan dangan diuretik hemat kalium, dan kombinasi dengan
beragam agen antihipertensi lainnya e.g: β-Blocker, ACEI, Penghambat reseptor- angiotensin (ARB).
Obat ini tidak efektif pada pasien dengan fungsi ginjal yang tidak kuat (bersihan kereatini; <50
mL/menit).
b. Loop diuretic (e.g: Furosemide, bumetidine, torsemide)
Kerja: Menghambat reabsorpsi Na dan Cl di tubulus proximal dan distal, serta menghambat reabsorsi
Na, Cl, K, Ca, Mg dan Air di lengkung henle.
c. Diuretik hemat-kalium
Kerja: Mengkompetisi ikatan aldosteron dengan reseptor kanal Na-K di tubulus distal, meningkatkan
ekskresi air, Na dan Cl serta menghambat K dan H
INTERAKSI PENYAKIT-OBAT PADA PASIEN LANSIA (Drugs for the geriatric patient, 2007)
Gol. Obat Efek Samping pada umumnya Catatan
Agonis α-2 Sedasi, Ganguan emosional, a. untuk mencegah efek
Hipotensi, Konstipasi, hipotensi withdrawal saat
ortostatik dan postural, Lupus like penghentian obat harus di
syndrome, Kenaikan berat badan, tapering.
dan impotensi b. Metildopa menjadi salah
satu pilihan untuk ibu hamil
Antagonis α-1 Dizzines, nyeri kepala, hipotensi Untuk hipertensi dengan
ortostatik, kelelahan, dan edema komplikasi tinggi, antagonis α-1
merupak golongan obat pilihan.
β-Blocker Hipotensi, bradiaritmia, diare, a. Beta selektif lebih aman
bronkospasme, faringitis, digunakan untuk penderita
hiperlipidemia PPOK atau ashma
b. Penghentian obat harus di
tapering
CCB Edema, Gingival hyperplasia, nyeri Hindari penggunaan CCB Non-
otot, kram otot, hipotensi dihydropyridine (verapamil dan
Diltiazem) pada pasien gagal
jantung fase 2 dan 3.
Gol. Obat Efek Samping pada umumnya Catatan

Anti renin Diare, peningkatan serum Hindari penggunaan antirenin


kreatinin, hiperkalemia, untuk pasien hiperkalemia
pembentukan batu ginjal.
ACEI Batuk kering, hiperkalemia, a. Konsumsi terbaik pada saat
hipotensi, abnormal fungsi hati perut kosong
b. Terapi pada pasien
hiperlipidemia
ARB Hiperkalemia, Hipotensi, a. Menjadi pilihan jika pasien
Kenaikan BUN (valsartan), tidak dapat menggunakan
Hipoglikemik (losartan) ACEI
b. Kombinasi ACEI + ARB
tidak direkomendasikan
Antagonis Aldosteron Spironolakton mengakibatkan Monitoring kadar kalium
pendarahan lambung, dilakukan dalam 1 minggu sejak
hiperglikemia, alergi. diberikan.
Gol. Obat Efek Samping pada umumnya Catatan

Diuretik Loop Hiperuricemia, Hipokalemia, efektif untuk menangani edema


Gangguan pendengaran,
hipoelektrolit
Diuretic Tiazid Hiperkolesteromia, hiperglisemia, dapat memperpanjang durasi obat
hiperuricemia, asidosis metabolik, lain yang dieliminasi melalui
hipokalemia ginjal dalam bentuk utuh
Direct vasodilator Hipotensi, palpitasi, kolaps Minosidil lebih berpotensi untuk
vaskular, hepatotoksik, memvasodilatasi dibanding
takiaritmia, hypertricosis hidralazin, tetapi terjadi
(minoxidil), abnormal ECG peningkatan takiaritmia
(minoxidil)
Nitrat kardiak disritme, hemorrhage, Nitrat menjadi pilihan pada saat
penurunan agregasi platelet, krisis hipertensi dengan onset
Hipotensi hanya 1-2 menit.
Obat Pilihan Untuk terapi awal
Kondisi dan penyakit Obat Pilihan
penyerta
Teapi awal non Black ACEI, ARB, Tiazide, CCB

Terapi awal black Tiazid, CCB


Gagal Jantung ACEI/ARB + β-Blocker + Diuretic
Spironolakton
Post- MI/Clinical CAD ACEI/ARB dan β-Blocker
CAD ACEI/ARB, β-Blocker, Diuretic,
CCB
DM ACEI/ARB, CCB, Diuretic
CKD ACEI/ARB
Pencegahan Stroke ACE, Diuretic
BPH Alfa 1 Blocker, ACEI/ARB
Kehamilan Metildopa
DIURETIIK

Obat Efek Tidak Diharapkan Pertimbangan dan


yang Bermakna Rekomendasi
Loop dan tiazida Dehidrasi, hipotensi, Gunakan dosis awal yang
(seperti : furosemid, hiponatremia, hipokalemia, terendah
hidroklortiazid) hiperglikemia, yang masih
hiperurisemi, memungkinkan. dan
inkontinensia, sindrom pantau kadar
delirium elektrolit dan fungsi ginjal.
Diuretik hemat Hiperkalemia (terutama Pantau kadar kalium dan
Kalium jika fungsi ginjal.
(Potassiumsparing) digunakan bersama suatu
Seperti amilorid ACE-inhibitor atau ARB)

Peringatan : Pasien Usia lanjut lebih sensitif terhadap efek obat diuretik dan lebih cenderung
mengalami disfungsi ginjal terkait usia
(Medscape, 2021, Clinical Pharmacy And Therapeutics,6,2019)
OBAT PSIKOTROPIK

Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan


Bermakna Rekomendasi
Barbiturat (seperti : Sedasi, sindrom delirium, Secara umum tidak direkomendasikan karena
fenobarbital, osteoporosis, waktu paruh yang panjang
pirimido) ketergantungan dan toksisitasnya. Tersedia
obat yang lebih aman untuk insomnia dan
Epilepsi
Benzodiazepin Sindrom delirium, Secara umum tidak direkomendasikan karena
(Seperti mengantuk, gangguan waktu paruh yang panjang
diazepam,oksazepa ingatan, jatuh, dan toksisitasnya. Tersedia obat yang lebih
m, temazepam, ketergantungan aman untuk insomnia. Coba dengan langkah
nitrazepam) tanpa obat untuk insomnia dan kecemasan.
Hindari obat dengan waktu paruh panjang
(diazepam, flunitrazepam, klordiazepoksid,
nitrazepam)
Tambahan
Barbiturat
Barbiturat pertama kali diperkenalkan sebagai suatu sedativ pada awal tahun 1900- an. Lebih dari 2000 barbiturat
telah dikembangkan, tetapi kini hanya 12 barbiturat yang dipasarkan. Barbiturat diklasifikasikan kedalam masa kerja:
a. panjang, termasuk kedalam golongan ini adalah fenobarbital, mefobarbital, dan metarbital, yang dipakai untuk
mengendalikan kejang pada epilepsi
b. sedang, termasuk ke dalam golongan ini adalah amobarbital, aprobarbital, dan butarbital, yang berguna untuk
mempertahankan tidur dalam jangka waktu panjang;
c. singkat, termasuk ke dalam golongan ini adalah sekobarbital dan pentobarbital , yang dipakai untuk menimbulkan
tidur bagi mereka yang sulit jatuh tertidur;
d. sangat singkat, yaitu: natrium thiopental, biasanya dipakai untuk anestesi umum

Barbiturat harus dibatasi penggunaannya hanya untuk jangka waktu pendek (2 minggu atau kurang) karena banyak
efek sampingnya. Efek samping umum barbiturat adalah: letih, mengantuk, hang-over, pusing, mual, muntah serta
diare. Reaksi yang merugikan adalah: depresi pernapasan, ketergantungan obat, dan toleransi.

Woro, Sujati. 2016. Farmakologi. Kemenkes RI: Jakarta


Tambahan
Benzodiazepine
Benzodiazepine digunakan bersama anestetik lainnya untuk menyedasi pasien. Benzodiazepine yang paling
sering digunakan adalah midazolam, yang tersedia dalam banyak formulasi, termasuk oral. Diazepam dan lorazepam
merupakan alternatif. Ketiganya memudahkan amnesia dengan menyebabkan sedasi.
Harvey, R. A dan Champe, P.C. 2013. Farmakoogi Ulasan Bergambar Edisi 4. Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Tiga benzodiazepine yang dipasarkan sebagai hipnotik adalah flurazepam, temazepam, dan triazolam
menyebabkan kecemasan bertambah dan insomnia pada beberapa klien, kemudian lorazepam dapat dipakai untuk
mengurangi rasa cemas. Triazolam adalah hipnotik dengan masa kerja singkat, waktu paruh 2-5 jam, tidak
menghasilkan metabolit aktif.
Benzodiazepin efektif pemakaiannya dalam mengatasi gangguan tidur selama beberapa minggu, lebih lama dari
sedative-hipnotik lainnya. Flurazepam, temazepam, triazolam, dan lorazepam dipakai untuk mengobati insomnia
dengan memulai dan mempertahankan tidur, mula kerja cepat dan masa kerja dapat sedang atau panjang. Alkohol
dan narkotik yang dipakai bersama-sama benzodiazepine dapat menimbulkan respons aditif dari depresi SSP.
Efek samping umum benzodiazepin adalah mengantuk, hang-over, sakit kepala, mual, muntah, serta diare.
Reaksi yang merugikan adalah ketergantungan psikologis dan fisik, dan toleransi
Woro, Sujati. 2016. Farmakologi. Kemenkes RI: Jakarta
Tambahan

Depkes, 2019, Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat Untuk Pasien Geriatri). Departemen Kesehatan
Indonesia, Jakarta.
OBAT PSIKOTROPIK

Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan


Bermakna Rekomendasi
Phenothiazine Sindrom delirium, mengantuk, Yakinkan adanya indikasi yang sesuai.
(seperti : efek Gunakan dosis terendah yang masih
Klorpromazin, antikolinergik, efek mungkin, hindari penggunaan jangka panjang
thioridazin, ekstrapiramidal, tardive jika memungkinkan.
proklorperazin) dyskinesia, Akathisia
Butirofenon Sindrom delirium, Yakinkan adanya indikasi yang sesuai.
(seperti mengantuk, efek ekstrapiramidal, Gunakan dosis terendah yang masih
haloperidol) tardive dyskinesia, akathisia mungkin, hindari penggunaan jangka panjang
jika memungkinkan.
Antidepresan Efek entikolinergik, Jangan diberikan antidepresan trisiklik, mulai
trisiklik hipotensi, jatuh. dengan dosis rendah dan secara perlahan
(seperti : ditingkatkan. Berikan sebagai dosis tunggal
amitriptilin, pada malam hari.
imipramin, Selective Serotonin Reuptake inhibitors
doxepine, (SSRI) secara umum lebih
dethiepin) dianjurkan karena ditoleransi lebih baik,
tetapi lebih mahal.
Tambahan

Obat Psikotropik

Antidepresan trisiklik lebih disukai daripada MAOI karena masalah interaksi obat dan kebutuhan untuk pencegahan
diet yang ketat. Trisiklik memiliki efek sedative yang lebih cocok untuk pasien dengan kondisi gelisah dan cemas.
sedangkan untuk efek sedative yang lebih kecil, lebih di sukai untuk pasien yang apatis. Sayangnya trisiklik seperti
amitriptyline memiliki antimuskarinik dan efek samping kardiotoksik sehingga penggunaannya di batasi (Martindale,
2009).

Antidepresan trisiklik telah menunjukkan beberapa manfaat dalam pengobatan diarepredominan IBS terkait dengan
nyeri perut sedang hingga berat, oleh memodulasi persepsi nyeri visceral, mengubah waktu transit GI, dan mengobati
yang mendasari kormobiditas (Dipiro, 2020).
Tambahan

Obat Psikotropik

Butirofenon : Haloperidol dan droperidol bekerja dengan memblokir stimulasi dopaminergik CTZ
(Chemoreceptor Trigerred Zone), yang akan mengurangi mual dan muntah. Meskipun efektif dalam
menghilangkan mual dan muntah, penggunaan terapi ini memiliki kecenderungan untuk menyebabkan
gejala extrapyramidal (Dipiro, 2020).

Fenothiazines telah menjadi agen antiemetik yang paling banyak diresepkan dan dapat memblokir
reseptor dopamine dan kemungkinan besar di CTZ. Fenotiazin dipasarkan dalam berbagai bentuk dosis
dan juga lebih efektif daripada yang lain. Terapi ini mungkin paling praktis untuk perawatan jangka
panjang dan murah dibandingkan dengan obat yang lebih baru (Dipiro, 2020).
Tambahan
Tambahan
OBAT LAIN DENGAN BERBAGAI FUNGSI
Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan
Bermakna Rekomendasi
Antihistamin (difenhidramin, Efek antikolinergik Gunakan dosis terkecil dan
klorfeniramin, (pandangan kabur, retensi urin, durasi terpendek yang masih
prometazin) konstipasi, sindrom delirium) serta mungkin.
sedasi.
Gunakan dosis terkecil dan Efek antikolinergik Resiko efek samping
durasi terpendek yang masih (pandangan kabur, retensi urin, seringkali lebih besar dengan
mungkin. konstipasi, sindrom delirium) manfaat yang minimal. Hindari
sedasi. pemakaian jangka panjang
Kortikosteroid Hiperglikemia, osteoporosis, tukak Gunakan dosis terkecil dan
(sistematik) lambung, depresi, durasi terpendek yang masih
atropi kulit, luka lama sembuh, mungkin. Lebih
sindrom delirium. dianjurkan steroid inhalasi
untuk penyakit pernafasan.
OBAT LAIN DENGAN BERBAGAI FUNGSI
Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan
Bermakna Rekomendasi
Simetidin Sindrom delirium, Lebih dianjurkan
gynaecomastia, interaksi obat yang penggunaan penghambat
bermakna. pompa proton (proton
pump inhibitor)

Digoksin Sindrom delirium, bradikardi, aritmia, dan Resiko efek samping


mual seringkali lebih besar dengan manfaat
yang minimal. Hindarin pemakaian
jangka panjang. Gunakan dosis lebih
rendah, pantau kadar obat dalam darah
jika tersedia. hindari keadaan
hipokalemia.

Kortikosteroid Hiperglikemia, osteoporosis, tukak Gunakan dosis lebih rendah. Pantau kadar
(sistematik) lambung, depresi, obat dalam darah jika tersedia. Hindari
atropi kulit, luka lama sembuh, sindrom keadaan hipokalemia. Bukan terapi
delirium. pilihan pertama untuk
gagal jantung (ACE Inhibitor lebih
dianjurkan)

Direktorat Bina Farmasi.. 2004. Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien Geriatri . Depkes,RI. Jakarta
OBAT LAIN DENGAN BERBAGAI FUNGSI
Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan
Indikasi
Bermakna Rekomendasi
Disopyramide JIka mungkin gunakan
Anti aritmia Antimuskarinik kuat
obat antiaritmia lain. Gunakan dengan
dan efek inotropik negatif. dosis yang diturunkan
Glukoma, dapat menekan
kontraktilitas sehingga memicu
gagal jantung
Teofilin Indeks terapi sempit, risiko
Anti asma dan Sindrom delirium, aritmia termasuk
toksisitas meningkat karena perubahan
bronkodilator takikardi, hipotensi, farmakokinetik dan bersihan menurun
Muntah berulang yang pada gagal jantung. Secara
menyebabkan dehidrasi, umum tidak dipertimbangkan sebagai
hipokalemia berat, terapi pilihan pertama b-agonis
hiperglikemia, hipomagnesemia, inhalasi / dan
kortikosteroid inhalasi lebih
asidosis metabolik,
dianjurkan.
rhabdomyolysis, kejang

- Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. 2004. Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien Geriatri
- Sweetman, S. 2009. Martindale the Complete Drug Reference. 36th Edition
- th
Goodman & Gilman. 2006. The Pharmacologycal Basis of Therapeutics. 11 ed
OBAT LAIN DENGAN BERBAGAI FUNGSI
Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan
Bermakna Rekomendasi

Pentoksifilin Hipotensi, pusing, muka Efikasi terbatas pada


kemerahan. Dapat mempotensiasi penyakit pembuluh darah
efek antihipertensi. tepi. Diragukan kemanjurannya
pada
panyakit pembuluh darah
jantung (cerebrovascular).
Pantau tekanan darah.

Warfarin Respon antikoagulan Mulai dengan dosis yang


meningkat dan risiko lebih rendah. Pantau INR
perdarahan. Adanya interaksi obat secara teratur. Hindari
penggunaan bersama
dengan obat yang
berinteraksi secara
bermakna dengan warfarin

Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. 2004. Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat)
Untuk Pasien Geriatri . Jakarta: Departemen Kesehatan RI
DAFTAR INTERAKSI OBAT YANG
BERPOTENSI UNTUK TERJADI
LEVEL KEMAKNAAN KLINIK INTERAKSI OBAT
• Hindari kombinasi
Level 1 • Resiko yang dapat merugikan pasien lebih besar
dari manfaat.
• Sebaiknya hindari kombinasi.
• Penggunaan kombinasi hanya dapat dilakukan pada keadaan
Level 2 khusus. Penggunaan obat alternatif dapat dilakukan jika
memungkinkan. Pasien harus selalu dipantau dengan
sebaikbaiknya jika obat tetap diberikan.

• Minimalkan risiko,
Level 3 • Ambil tindakan yang perlu untuk mengurangi
resiko.

• Tidak dibutuhkan tindakan.

Level 4 • Resiko kerugian yang mungkin timbul relatif kecil.


Potensi bahaya rendah tidak ada tindakan spesifik yang
direkomendasikan.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. 2004. Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien
Geriatri . Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Obat Level Efek Mekanisme Penanganan

Allopurinol + 1 Efek toksik dan farmakologi Allopuriniol menginhibisi Turunkan dosis purinetol 25% dari
Purinetol purinetol meningkat metabolismenya oleh xantin dosis lazim. Pantau fungsi
oksidase sehingga purinetol Hematologi
terakumulasi.
Aminofilin + 3 Efek Alprazolam menurun Xantin (aminofilin) menginduksi Tidak perlu tindakan pencegahan
Alprazolam metabolisme Benzodiazepin khusus. Sesuaikan dosis
(alprazolam) oleh hati sehingga benzodiazepin bila perlu
kadarnya menurun.

Amitriptilin + 2 Kadar amitriptilin meningkat Flukonazol menghambat isoenzim Pantau respons klinik pasien dan
Flukonazol sehingga efek terapi dan efek CYP450, CYP2C9, CYP2C19, Konsentrasi amitriptilin ketika
samping juga meningkat CYP3A4 dan mungkin CYP2D6 Flukonazol dihentikan.
yang berkaitan dengan metabolisme Sesuaikan dosis amitriptilin jika
Amitriptilin perlu

Asetosal + 2 Dapat meningkatkan Aspirin dapat meningkatkan kadar Pantau kadar glukosa darah.
Glibenklamid efek hipoglikemia Glibenklamid karena Asetosal Turunkan dosis glibenklamid jika
dari Glibenklamid dapat mengganggu proses sekresi terjadi hipoglikemia. Pertimbangkan
tubulus sehingga efek glibenklamid untuk menggunakan obat alternatif
meningkat lain seperti parasetamol atau AINS

Stockley. 2008. Stockley’s Drug Interaction. 8th Edition. London: Pharmaceutical Press
Obat Level Efek Penanganan

Asetosal + 1 Dapat meningkatkan Pantau INR. Sesuaikan dosis


Warfarin aktifitas antikoagulan. antikoagulan

Belladona + 3 Dapat menurunkan kadar serum Sesuaikan dosis amitriptilin


Amitriptilin amitriptilin dan dapat meningkatkan berdasarkan respon pasien. Pisahkan
efek depresi pernafasan waktu penggunaan
untuk mengurangi efek aditif
sedatifnya

Bisoprolol 4 Efek farmakologi Pantau fungsi jantung pada pasien yang


Fumarat + kedua obat dapat meningkat memiliki
Nifedipin kemungkinan efek samping
kardiovaskular

Captopril + 4 Meningkatkan resiko reaksi Bila terjadi reaksi hipersensitifitas


Allopurinol hipersensitifitas bila digunakan hentikan
bersama. penggunaan obat secara bersama.
Obat Level Mekanisme kerja Efek Penanganan

Asetosal + 1 penghambatan vitamin K di hati dan Dapat meningkatkan Pantau INR. Sesuaikan
Warfarin faktor-faktor koagulasi aktifitas antikoagulan. dosis
antikoagulan

Belladona + 3 menurunkan efek kolinergik / transmisi. Dapat menurunkan Sesuaikan dosis amitriptilin
Amitriptilin mencegah aktivitas asetilkolin agar tidak memicu kadar serum amitriptilin berdasarkan respon pasien.
pergerakan otot secara tak sadar di paru-paru, saluran dan dapat Pisahkan waktu
pencernaan, hingga saluran kemih meningkatkan penggunaan
efek depresi untuk mengurangi efek aditif
pernafasan sedatifnya

Bisoprolol 4 bisoprolol bekerja dengan cara memblok Efek farmakologi Pantau fungsi jantung pada
Fumarat + reseptor beta adrenergik dengan efek kedua obat dapat pasien yang memiliki
Nifedipin menurunkan kerja jantung. Nifedipin bekerja meningkat kemungkinan efek samping
dengan cara menduduki kanal kalsium yang
menyebabkan penurunan kontaktilitas kardiovaskular
miokardium. Penggunaan bersama kedua obat
ini menyebabkan efek yang tidak diinginkan
yaitu hipotensi dan bradikardi.

Captopril + 4 Menginduksi reaksi hipersensitifitas Meningkatkan resiko Bila terjadi reaksi


Allopurinol (mekanisme yg belum diketahui yg dapat reaksi hipersensitifitas hentikan
meningkatkan risiko anafilaksis dan Steven hipersensitifitas bila penggunaan obat secara
Jhonson Syndrome digunakan bersama. bersama.
Obat Level Mekanisme kerja Efek Penanganan

2 Menurunkan efek Mengurangi manfaat ACE Pantau tekanan darah


Captopril + antihipertensi dan inhibitor pada penyakit dan parameter
Asetosal
vasodilatasi dari arteri koroner dan gagal hemodinamik
captopril jantung

Captopril + 2 NSAID meningkatkan tekanan Amnofilin Pantau tekanan darah.


Indometason darah pada pasien yang mengantagonis efek Hentikan penggunaan
memakai antihipertensi, indometasin atau
sedatif dari
termasuk ACE gunakan obat
benzodiazepin
antihipertensi lain

Captopril + Kalium 4 Dapat meningkatkan kadar Meningkatkan kadar Pantau kadar kalium
kalium. Kemungkinan terjadi kalium. Dapat dalam darah secara
hiperkalemia menyebabkan berkala. Sesuaikan
hiperkalemia akut dosis kalium

Digoksin + 1 Diuretik menyebabkan Penggunaan digoksin Pantau kadar kalium


Furosemide hipokalemia. Keadaan dan furosemid dan magnesium dalam
hipokalemia menyebabkan menurunkan kalium plasma. Gunakan
toksisitas digoksin meningkat diuretik hemat kalium
Obat Level Efek Penanganan

Fe Glukonat + 4 Menurunkan efek antiinfeksi Pisahkan waktu penggunaan obat ini


Siprofloksasin minimal 2 jam

Flukonazol + 2 Menaikkan dan Gunakan alprazolam / triazolam


Klordiazepoksid memperpanjang kadar dengan itrakonazol / ketokonazol
Klordiazepoksid dalam darah Pertimbangkan untuk menurunkan
dosis Klordiazepoksid

Flukonazol + 2 Meningkatkan Pantau pasien dengan seksama


Prednison efek kortikosteroid. untuk meilhat kemungkinan efek
Kemungkinan dapat samping yang merugikan.
meningkatkan efek samping Sesuaikan dosis kortikosteroid bila
perlu.

Kloramfenikol + 4 Kloramfenikol secara teoritis Pertimbangkan obat alternative


Amoksisilin dapat menurunkan lainnya. Berikan amoksisilin
aktivitas antibakteri dari beberapa jam sebelum
Amoksisilin kloramfenikol. Pantau respon
pasien
Obat Level Efek Penanganan

Klordiazepoksid + 3 Menurunkan klirens, lama Pantau perpanjangan efek


Omeprazol waktu paruh dan meningkatkan sedasi. Turunkan dosis benzodiazepin
kadar atau lakukan interval dosis bila
Klordiazepoksid dalam darah. diperlukan.
Meningkatkan
efek sedasi dan ataksia

Losartan K + 4 Menurunkan konsentrasi Amati respon pasien ketika obat


Rifampisin plasma losartan, sehingga dimulai dan dihentikan.
menurunkan efek Sesuaikan dosis bila perlu
antihipertensi

Warfarin + 2 Meningkatkan efek Batasi penggunaan asetaminofen.


Parasetamol Hipoprotrombin pada warfarin Pantau parameter
koagulasi. Sesuaikan dosis
warfarin bila perlu

Warfarin + 4 Meningkatkan efek Pantau parameter koagulasi.


Omeprazole Hipoprotrombin pada warfarin Sesuaikan dosis warfarin bila perlu
OBAT LEVEL EFEK MEKANISME (Tambahan) PENANGANAN

Simvastatin dapat menghambat metabolisme warfarin dengan


Warfarin Meningkatkan efek penghambatan enzim CYP3A4 dan CYP2C9, Enzim yang
Pantau parameter koagulasi.
+ 2 antikoagulan pada bertanggung jawab dalam proses metabolisme warfarin sehingga
Sesuaikan dosis warfarin bila perlu
Simvastatin warfarin dapat meningkatkan konsentrasi warfarin dan peningkatan resiko
pendarahan (Carpenter et al, 2019)

Prednison Prednison mengantagonis Gunakan kombinasi kedua macam


+ 1 efek dari miastenia gravis ___ obat tersebut pada
Mestinon antikolenesterase keadaan tertentu Saja

Ranitidin
Menurunkan Adanya perubahan/peningkatan pH lambung karena pemberian Untuk mengoptimalkan absorpsi,
+
4 bioavailabilitas ranitidin, sehingga penyerapan dari sefuroksim asetil terganggu. pasien disarankan untuk
Sefuroksim
dari Sefuroksim (Baxter, 2010) mengkonsumsi makanan
Asetil

Baik SSRIs dan metoklopramid dapat menyebabkan reaksi Pantau pasien untuk melihat efek
Meningkatkan sindrom
Sertralin ekstrapiramidal : metoklopramid dapat memblokir reseptor dopamin ekstrapiramidal yang tidak
serotonin, seperti iritasi,
+ 4 di ganglia basal dan SSRIs dapat menghambat neurotransmission diinginkan. Gunakan obat
tonus otot menggigil dan
Metoklopramid dopamin. metoklopramid telah dilaporkan memiliki afinitas antiserotonergik bila terjadi efek
kehilangan kesadaran
menengah untuk reseptor serotonin tertentu (Baxter, 2010) sindrom serotonin

Kelompok fungsional dari quinolon seperti (3-carboxyl dan 4-oxo)


Ciprofloksasin Menurunkan efek Bila tidak dapat dihindari, berikan
dapat membentuk khelat yang tidak larut dengan aluminium dan ion
+ 2 farmakologi antasida sedikitnya 2 jam sesudah
magnesium dalam usus yang dapat mengurangi penyerapan dari
Antasida Ciprofloksasin pemberian Ciprofloksasin
quinolon (Baxter, 2010)
Obat Level Mekanisme Efek Penanganan
Ciprofloksasi 2 Komponen aluminium hidroksida sukralfat Menurunkan efek farmakologi Bila tidak dapat dihindari,
n + Sukralfat (sekitar 200 mg dalam setiap gram) Ciprofloksasin berikan Sukralfat
membentuk kelat tak larut antara kation
sedikitnya
dan gugus 4-keto dan 3-karboksil dari
kuinolon, yang mengurangi 2 jam sesudah pemberian
penyerapannya (Stockley, 2010) Ciprofloksasin
Spironolakton 1 ACEI mengurangi kadar aldosteron, yang Kombinasi obat dapat Pantau fungsi ginjal dan
+ Captopril menyebabkan retensi kalium (Stockley, meningkatkan kadar kalium kadar kalium dalam darah
2010).
dalam darah pada pasien secara
tertentu dengan resiko tinggi berkala. Sesuaikan dosis
bila perlu
Spironolakton 2 klirens digoksin berkurang, peningkatan Mengurangi efek inotropik Sesuaikan dosis digoksin.
+ Digoksin risiko toksisitas digoksin (Mcgraw, positif digoksin. Pantau
2009). Spironolakton meningkatkan pasien terutama ketika
kadar oksigen melakukan uji kadar
dalam darah, dan digoksin
mengganggu uji kadar
Digoksin
Spironolakton 1 Efek diuretik hemat kalium dan senyawa Penggunaan kedua obat Hindari kombinasi.
+ Kalium kalium bersifat aditif (Stockley, 2010). Dapat meningkatkan Pantau kadar kalium
Hiperkalemia akut secara seksama.

DAFTAR PUSTAKA
Alldredge, B. K., Corelli, R. L., Ernst, M. E., Guglielmo, B. J., Jacobson, P. A. and Kradjan, W. A. 2013. Koda-Kimble &
Young Apllied Therapeutics The Clinical Use of Drugs, 10 th Ed. Lippincott William & Wilkins, Pennsylvania: United
States of America
• Dipiro, J.T., Wells, B.G., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R. and Posey, L.M. 2016. Pharmacotherapy, 10th Edition.
Appleton ang Lange:New York.
• Sunaryo, Wijayanti, R., Kuhu, M. M., Sumedi, T., Widayanti, E. D., Sukrillah, U.A., Riyadi, S. dan Kuswati, A. 2016.
Asuhan Keperawatan Gerontik. CV Andi Offset. Yogyakarta.
• Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. 2004. Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk
Pasien Geriatri . Jakarta: Departemen Kesehatan RI
• Goodman & Gilman. 2006. The Pharmacologycal Basis of Therapeutics. 11th ed. Brunton, L.L (ed.), The McGraw Hill
Companies Inc., USA
• Sweetman, S. 2009. Martindale the Complete Drug Reference. 36th Edition. Pharmaceutical Press : London.
• Midlöv P. Pharmacokinetics and pharmacodynamics in the elderly. OA Elderly Medicine 2013 .
• Bowie, M.P., and Slattum, P.W. Pharmacodynamics in Older Adults: A Review. The American Journal of Geriatric
Pharmacotherapy 2007
• Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien Geriatri.
• The American Geriatrics Society. 2019. American Geriatrics Society 2019 Update AGS Beers Criteria for Potentially
Inapropriate Medication Use in Older Adults
• Lacy, F. C., Lora, L. A., Morton, P. G. dan Leonard, L. L., 2009. Drug Information Handbook 17th ed. American
Pharmacists Association.
• Guttman M, Kish SJ.Furukawa Y. 2003 .Current concept in the diagnosis and management of parkinson’s
disease. CMAJ
LANJUTAN

* Barber, et al. (2016). Intravenous Vancomycin Dosing in the Elderly : A Focus on Clinical
Issues and Practical Application. Drugs Aging. 33, 845-854.
*Borguignon et al. (2010). Evaluation of Various Gentamicin Dosage Regimens in Geriatric
Patients. National Library of Medicine
*Fransiska. (2019). Ototoksisitas Aminoglikosida. Jurnal Kesehatan dan Kedokteran. 1(1), 37-47.
* Gunawan et all, 2017. Jurnal review Parkinson and stem cell therapy. MNJ vol 03,no,1
* Muliawan dkk, 2018. Diagnosis dan terapi deep brain stimulation pada penyakit parkinson.
Jurnal sinaps vol 1. no.1

Anda mungkin juga menyukai