⮚ Lansia menggunakan lebih banyak obat daripada kelompok usia lain, sehingga meningkatkan
resiko efek samping dan interaksi obat serta membuat kepatuhan mereka terhadap pengobatan
menjadi lebih sulit.
⮚ Lansia lebih cenderung memiliki gangguan kronis yang dapat diperburuk oleh obat atau
pengaruh respon obat.
⮚ Kondisi fisiologis lansia umumnya mengalami penurunan dan dapat lebih dikurangi lagi oleh
gangguang akut dan kronis.
⮚ Penuaan dapat mengubah farmakodinamik dan farmakokinetik.
⮚ Keterbatasan lansia untuk memperoleh atau membeli sendiri obat-obatannya.
TAMBAHAN
Sunarti, S., dkk. 2019. Prinsip Dasar Kesehatan Lanjut Usia (GERIATRI). UB Press, Malang
Pendekatan
Menggunakan obat utama untuk
yang tepat sesuai mengoptimalka Menghindari efek
indikasi untuk n terapi obat yang
memaksimalkan pengobatan merugikan
efektivitas biaya pada lansia
Karena resiko efek obat yang merugikan lebih tinggi, overprescribing (polifarmasi) telah dianggap sebagai masalah utama bagi
lansia. Namun, peresepan obat yang tidak sesuai juga harus dihindari.
TAMBAHAN
Saat ini tersedia algoritme penggunaan terapi pada lansia yang patut
dipertimbangkan penggunaannya:
Kriteria BEERS Kriteria Screening Tool of Older Persons’
Obat dibagi menjadi lima kategori dan disusun dengan Prescriptions (STOPP) / START
pendekatan berbasis bukti.
Pada instrument skrining ini tersedia informasi
a. Obat dan kelas obat yang berpotensi tidak tepat mengenai obat dan kelas obat yang berpotensi
digunakan dan perlu dihindari pada lansia
b. Obat dan kelas obat yang berpotensi tidak tepat tidak tepat digunakan dan perlu dihindari pada
digunakan dan perlu dihindari pada lansia lansia dengan penyakit penyerta spesifik.
dengan penyakit dan sindrom tertentu dimana kriteria didasarkan pada kejadian klinis terkini
obat dapat memperburuk penyakit.
c. Obat yang harus digunakan dengan hati-hati
dan pendapat consensus panel para ahli.
pada lansia.
d. Obat-obat yang berinteraksi harus dihindari
e. Obat yang harus dihindari atau dosisnya - Sunarti, S., dkk. 2019. Prinsip Dasar Kesehatan Lanjut Usia
dikurangi berdasarkan tingkat dari fungsi ginjal (GERIATRI). UB Press, Malang
- Geriatrics Health Professionals. 2019. A Pocket Guide to The
2019 AGS BEERS Criteria. The American Geriatrics Society, USA
TAMBAHAN
BEERS STOPP/START
- Geriatrics Health Professionals. 2019. A Pocket Guide to The 2019 AGS BEERS Criteria. The American Geriatrics Society, USA
- O’MAhony, D., et al. 2014. STOPP/START Criteria for Potentially Inappropriate Prescribing in Older People: Version 2. Oxford University Press, UK.
PERUBAHAN FARMAKOKINETIK
PADA PASIEN GERIATRI
ABSORBSI
↓ Waktu Pengosongan Lambung
↑ pH Lambung
↓ permukaan penyerapan
↓ motilitas gastrointestinal
TAMBAHAN
↓ Sekresi Saliva
↑ PH Lambung
↓ Motolitas Gastointestinal
Absopsi dapat dipengaruhi oleh obat-obatan yang biasa diresepkan pada geriatri
Seperti obat antikolinergik mengurangi produksi air liur dan obat penghambat pompa proton
mengurangi sekresi asam lambung. Dengan bertambahnya usia, massa otot menurun mengakibatkan
peningkatan proporsional total lemak tubuh. Perubahan ini mempengaruhi volume distribusi kedua obat
lipofilik seperti benzodiazepin dan obat hidrofilik seperti litium. Akibatnya, pada usia lanjut, obat
lipofilik memiliki volume distribusi yang lebih besar sehingga waktu paruh yang lebih lama,
kecenderungan akumulasi obat, dan ambang yang lebih rendah untuk reaksi obat yang merugikan
(ADR). Jika volume distribusi obat hidrofilik berkurang maka risiko toksisitas lebih besar jika dosis
tidak disesuaikan, terutama jika terdapat gangguan ginjal yang terjadi bersamaan.
Efek absorbsi obat terkait penuaan yaitu penurunan sekresi asam lambung dan pengosongan lambung,
aliran darah splanknik berkurang, dan kapasitas absorpsi usus kecil, hal ini karena efek dari keadaan
penyakit. Selain itu, penyerapan vitamin B12, zat besi dan kalsium melalui mekanisme transpor aktif
berkurang
Lavan AH, Gallagher PF, O’Mahony D. Methods to reduce prescribing
errors in elderly patients with multimorbidity. Clinical Interventions in
Aging. 2016 dan A A Mangoni and S H D Jackson ,
Br J Clin Pharmacol. 2004
DISTRIBUSI
• Pengaruh Perubahan Komposisi Tubuh Akibat Penuaan
✔Sesuai pertambahan usia maka akan terjadi perubahan komposisi tubuh.
✔Komposisi tubuh manusia sebagian besar dapat digolongkan kepada
komposisi cairan tubuh dan lemak tubuh.
✔Persentase lemak di usia lanjut meningkat menjadi 33% pada laki-laki dan
40-50% pada perempuan.
✔Penurunan jumlah kandungan air total dalam tubuh, massa otot (lean body
mass), dan kadar albumin serum atau protein transporter lainnya (alfa-
glikoprotein) tersebut akan sangat mempengaruhi distribusi obat di dalam
plasma.
• Distribusi obat larut lemak (lipofilik)
✔Distribusi obat larut lemak (lipofilik) akan meningkat dan distribusi obat larut air (hidrofilik) akan
menurun. Konsentrasi obat hidrofilik di plasma akan meningkat karena jumlah cairan tubuh menurun.
✔Obat nonpolar sebaliknya, memiliki Vd lebih besar, seperti diazepam, tiopenton, lignokain, dan
klormetiazole.
Efek-efek pada tubuh dan respon obat yang mungkin terjadi pada fase distribusi untuk geriatrik adalah:
• Penurunan produksi enzim hati , aliran darah, dan fungsi hati total.
• Waktu paruh dari obat-obat meningkat, dan dapat terjadi akumulasi obat.
• Metabolisme obat menginaktivasi obat dan merupakan persiapan untuk eliminasi oleh ginjal
TAMBAHAN…
Sesuai pertambahan usia maka akan terjadi perubahan komposisi tubuh. Komposisi tubuh manusia sebagian
besar dapat digolongkan pada komposisi cairan tubuh dan lemak tubuh. Pada usia bayi, komposisi cairan tubuh
tentu masih sangat dominan; ketika beranjak besar maka cairan tubuh mulai berkurang dan digantikan dengan
massa otot yang sebenamya sebagian besar juga berisi cairan. Saat seseorang beranjak dari dewasa ke usia lebih
tua maka jumlah cairan tubuh akan berkurang akibat berkurangnya pula massa otot. Sebaliknya, pada usia lanjut
akan terjadi peningkatan komposis lemak tubuh. Persentase lemak pada usia dewasa muda sekitar 8-20% (laki-
laki) dan 33% pada perempuan; di usia lanjut meningkat menjadi 33% pada laki-laki dan 40-50% pada perempuan.
Keadaan tersebut akan sangat mempengaruhi distribusi obat di dalam plasma. Distribusi obat dipengaruhi oleh
berat dan komposisi tubuh, yaitu cairan tubuh, massa otot, fungsi, dan peredaran darah berbagai organ. Distribusi
obat larut lemak (lipofilik) akan meningkat dan distribusi obat larut air (hidrofilik) akan menurun. Konsentrasi obat
hidrofilik di plasma akan meningkat karena jumlah cairan tubuh menurun. Dosis obat hidrofilik mungkin harus
diturunkan dan interval waktu pemberian obat lipofilik juga perlu dijarangkan.
Fauziah, Husna., Mulyana,R., Dinda,M.,R, 2020, Jurnal Human Care “Polifarmasi Pada Pasien Geriatri”, Padang.
Depkes RI, 2004, Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien Geriatri, Direktorat
Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan: Jakarta.
Tambahan… Beberapa obat yang larut lemak memiliki peningkatan volume distribusi sehingga tingkat
pembersihan relatif memanjang pada orang tua. Hal ini dapat berpengaruh pada potensi terjadinya
interaksi obat apabila pasien geriatri mendapat polifarmasi. Menurut Salwe, dkk (2016), geriatri
merupakan kelompok yang paling umum ditemukan di Rumah Sakit yang sebagian besar telah terkena
berbagai penyakit kronis. Karena itu, frekuensi terapi obat dan rata-rata jumlah obat yang diminum
meningkat, menyebabkan polifarmasi tidak dapat dihindari. Berikut adalah perubahan-perubahan yang
terjadi pada geriatri terkait distribusi.
Kadar albumin dan a1 - acid glycoprotein juga dapat mempengaruhi
distribusi obat dalam tubuh. Hipoalbuminemia sesungguhnya tidak semata-
mata disebabkan oleh proses menjadi tua namun juga dapat disebabkan oleh
penyakit yang diderita. Tinggi rendahnya kadar albumin terutama
berpengaruh pada obat-obat yang afinitasnya terhadap albumin memang
cukup kuat seperti naproxen. Kadar naproxen bebas dalam plasma sangat
dipengaruhi oleh afinitasnya pada albumin. Pada kadar albumin normal maka
kadar obat bebas juga normal; pada kadar albumin yang rendah maka kadar
obat bebas akan sangat meningkat sehingga bahaya efek samping lebih besar.
Salwe, K.J., Kalyansundaram, D., Bahurupi, Y. 2016. A Study On Polypharmacy And Potential
Drug-Drug Interaction Among Elderly Patients Admitted In Department Of Medicine Of A
Tertiary Care Hospital In Puducherry. J Clin Diagn.Vol.10(2): Fc06-Fc10.
• Ikatan Obat-Protein dan Distribusi
✔Obat yang terikat protein merupakan suatu
kompleks besar yg tidak dapat melewati membran
sel dengan mudah, sehingga mempunyai distribusi
yang terbatas
✔Obat yang terikat protein adalah tidak aktif
secara farmakologik dan tidak tersedia untuk
kegunaan terapeutik
Tambahan…..
•Obat akan didistribusikan melalui sistem sirkulasi ke jaringan, termasuk organ target,
dan terikat dengan protein plasma melalui ikatan lemah.
•Protein-protein transporter :
1.Albumin : paling banyak, terutama obat asam, netral, bilirubin, dan asam lemak
• situs I – warfarin site : warfarin, fenilbutazon, fenitoin, asam valproate, tolbutamide,
dan bilirubin
•Situs II – diazepam site : diazepam dan benzodiazepin lainnya, AINS, penicillin dan
derivatnya.
•Situs khusus untuk asam lemak
2.Alfa-glikoprotein
3.Corticosteroid-binding Globulin (CBG)
4. Steroid Binding Globulin (SSBG)
• Ikatan obat dan protein plasma → Reversibel
Obat + Protein Plasma Obat – Protein
- Obat yang telah terlepas dari ikatan protein dan keluar ke jaringan akan membuat
keseimbangan bergeser ke arah kiri → ikatan obat-protein akan terdisosiasi dengan cepat
( t1/2 = 20 msec)
•Volume distribusi → Volume obat yang terdistribusi dalam kadar plasma
Vd = F. D /C
Keterangan : F = Bioavailibilitas
D = dosis obat yang diberikan
C = kadar obat dalam plasma
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besarnya ikatan obat dengan protein di antaranya:
1. afinitas obat pada protein plasma
2. kadar obat
3. sifat fisikokimia obat
4. kadar protein
5. status penyakit
Berdasarkan perbedaan afinitas obat-obat terhadap protein plasma, obat-obatan
dapat saling berinteraksi selama proses distribusi untuk menempati tempat ikatan
pada protein plasma. interaksi dalam distribusi secara umum dibagi atas dua bagian:
1. interaksi dalam ikatan protein plasma
2. interaksi dalam ikatan jaringan
● interaksi dalam ikatan protein plasma
berbagai obat mengadakan interaksi dengan plasma atau jaringan protein atau
dengan makromolekul yang lain seperti melanin dan DNA, membentuk kompleks
makromolekul obat. formasi kompleks obat protein disebut : protein reversible
(dapat balik) atau irreversible (tidak dapat balik). ikatan obat protein yang tidak
reversible tidak dikehendaki karena dapat menyebabkan toksisitas. umumnya obat
akan berikatan atau membentuk kompleks dengan protein melalui proses bolak
balik (reversible). ikatan obat protein yang bolak balik menyatakan secara tidak
langsung bahwa obat mengikat protein dengan ikatan kimia yang lemah, misalnya
ikatan ionik, ikatan hidrogen, ikatan lipofilik atau ikatan van deer waals. asam
amino yang menyusun rantai protein mempunyai gugus hidroksil, karboksil, atau
berbagai tempat yang ada
● interaksi dalam ikatan jaringan
untuk obat-obat tertentu terjadi kompetisi untuk berinteraksi dalam jaringan misalnya antara
digoksin dan kuinidin yang mengakibatkan peningkatan kadar plasma digoksin. digoksin tersebar
ke seluruh jaringan termasuk eritrosit, otot skelet dan jantung. pada keadaan kesetimbangan,
kadar dalam jaringan jantung 15-30 kali lebih tinggi dari pada kadar plasma, sementara kadar
dalam otot skelet setengah kadar dalam jantung. kuinidin dapat meningkatkan kadar digoksin
karena obat ini akan menggeser digoksin dari ikatannya dijaringan
bila digoksin dan kuinidin diberikan secara bersamaan, efek digoksin terhadap jantung dan
susunan saraf pusat meningkat dan akhirnya dapat terjadi gejala-gejala keracunan. oleh karena itu
penderita yang diobati dan sekaligus dengan digoksin dan kuinidin harus di amati dengan cermat
terutama gambaran EKG-nya dan kadar plasma digoksin plasma dimonitor hingga tercapai kadar
yang baru. obat lain yang dapat menimbulkan interaksi yang mirip dengan kuinidin adalah kuinin,
verapamil, diltiazepam, dan amiodaron.
(Jurnal, Pengabdian Kepada Masyarakat “Interaksi Farmakokinetik Pada Distribusi Obat” Fajar
Apollo Sinaga. VoL. 16 No. 60 Thn. XVI Juni 2020)
DISTRIBUSI OBAT KESELURUH JARINGAN TUBUH TERGANTUNG PADA
:
BESAR MOLEKUL
LIPOPILICITY
UNBOUND DRUG
DOSIS KONSENTRASI
Reaksi dalam biotransformasi:
❑ Reaksi fase 1: oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Reaksi
ini mengubah obat menjadi bentuk lain.
❑ Reaksi fase 2: konjugasi. Reaksi ini penggabungan
molekul obat dan hasil metabolisme fase 1 dengan
senyawa penkonjugasi endogen tubuh.
METABOLISME Tambahan
Jalur Biotransformasi obat dibagi menjadi dua kelompok reaksi besar, yaitu fase I dan fase
II. Fase I atau reaksi asintetik meliputi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Fase II atau reaksi
sintetik meliputi konjugasi.
Referensi:
Shargel, L., Susanna, W. P., Andrew, B. C. Yu., 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan 5th ed. Surabaya: Airlangga University Press. pp. 319-321
Tambahan :
Metabolisme obat dihati dapat terbagi menjadi metabolisme fase I dan fase II.
1. Fase I
Merupakan reaksi non sintetik
Terjadi pembentukan gugus fungsionil atau perubahan gugus fungsionil yang sudah ada pada
molekul xenobiotik
Tujuan: membuat senyawa menjadi lebih polar dan digunakan sebagai substrat untuk reaksi
konjugasi pada fase II
Pada kondisi tertentu fase ini dapat merubah senyawa inaktif menjadi aktif
Proses utama dalam reaksi metabolisme fase I yang terpenting adalah oksidasi yang dikatalisis
oleh enzim sitokrom P-450 (CYP) monooksigenase dalam retikulum endoplasma (mikrosom)
dihati.
2. Fase II
Merupakan reaksi sintetik/konjugasi
Terjadi penggabungan substrat yang dihasilkan dari reaksi fase I, pada gugus fungsionilnya
dengan senyawa endogen (glukoronida, ester sulfat, glutation, asam amino (glysine dan
glutamin), asam asetat)
Reaksi sintesis ini meliputi :
- Konjugasi dengan glukoronyl (glukoronidasi)
- konjugasi dengan asam amino
- Konjugasi dengan glutation
- Konjugasi dengan sulfat
Reaksi fase 2 dikatalisis oleh enzim-enzim sitosolik kecuali glukoronil transferase
Katzung, B., Masters, S., and Trevor , A., 2012. Basic and Clinical Pharmacology. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta
Tambahan
Metabolisme contohnya fenitoin dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang diketahui Reaski fase I Oksidatif ini dilakukan oleh
mempengaruhi metabolisme obat hati, termasuk enzim mikrosomal hati yang berada di retikulum
penyakit penyerta, penggunaan obat secara bersamaan, endoplasma halus dari hepatosit, terutama yang
status gizi, perbedaan genetik, jenis kelamin, massa hati, lebih dikenal sitokrom P450 yang enzimnya
dan aliran darah. Massa hati menurun dan aliran darah sebagian besar terlibat dalam metabolisme
hati menurun 45% antara usia 25 dan 65. oksidatif.
Senyawa yang menjalani metabolisme fase I Dalam keluarga sitokrom P450, enzim
yang bertanggungjawab atas metabolisme lebih
(reduksi, oksidasi, hidroksilasi, demetilasi) mengalami
dari 50% obat yang ada adalah CYP34A.
penurunan atau tidak berubahnya klirens, sedangkan
Aktivitasnya meliputi kelas obat opoid,
senyawa dimetabolisme melalui proses fase II imonusupressan, antihistamin, dan benzodiazepin.
(konjugasi, asetilasi, sulfonasi, glukuronidasi) tidak Peningkatan aktivitas metabolik dengan
memiliki perubahan dalam klirens seiring bertambahnya induksi CYP menyebabkan aktivitas obat yang
usia. ditargetkan berkurang. Begitu sebaliknya
Obat dengan rasio ekstraksi hati yang tinggi, penghambatan CYP akan mengakibatkan
seperti nitrat, barbiturat, lidokain, dan propranolol, dapat peningkatan konsentrasi plasma obat berpotensi
menurunkan metabolisme hati pada orang dewasa yang menyebabkan toksisitas obat
lebih tua.
Rinidar., M. Isa., T. Armansyah.2020-Pengantar
Farmakologi, Analgesik, Antipiretik dan
Alldredge, B. K., Corelli, R. L., Ernst, M. E., Guglielmo, B. J., Jacobson, P. A. Antiinflamasi.Syah Universitas Kuala Press. Aceh
and Kradjan, W. A. 2013. Koda-Kimble & Young Apllied Therapeutics The
Clinical Use of Drugs, 10th Ed. Lippincott William & Wilkins, Pennsylvania:
United States of America ; hal 2270
Tambahan
Reaksi reduksi tidak sebanyak reaksi oksidasi. namun
terdapat beberapa obat yang baru mempunyai efek ketika
mengalami reduksi metabolisme didalam hati. Misalnya :
1. Anti koagulan walfarin diinaktifkan dengan cara
konversi keton menjadi suatu gugus hidroksil. Reaksi Hidrolisis tidak dipengaruhi oleh
2. Obat-obat steroid diberikan dalam bentuk keton enzim-enzim tetapi banyak terjadi di
(prednison dan kortisin) harus direduksi menjadi jaringan. Senyawa-senyawa ester dan amida
senyawa hidroksi supaya menjadi senyawa aktif bersifat peka terhadap hidrolisis.
yang dapat memberikan efek farmakologi Contohnya Prokain yang merupakan anestesi
(Kortison menjadi hidrokortison, Prednison lokal yang berbentuk ester dengan cepat
menjadi prednisolon). diinaktifkan oleh kolineterase plasma.
3. Kloralhidrat (inaktif) menjadi trikloroetanol (aktif) Sementara itu analog amina prokain tidak
dipengaruhi sehingga dapat diberikan secara
Departemen Farmakologi, 2008, Kumpulan Kuliah Farmakologi
II, Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
sistemik sebagai obat antidisritmia jantung.
Goodman & Gilman. 2006. The Pharmacologycal Basis of Therapeutics. 11th ed. Brunton, L.L (ed.), The
McGraw Hill Companies Inc., USA
Tambahan :
Beberapa reaksi fase II (metilasi dan asetilasi) tidak menghasilkan
metabolit polar tapi lebih untuk menghentikan aktivitas biologi.
Ismiyarto, Matsjeh S, Anwar C, 2015, ‘Synthesis of Chalcone and Flavanone Compund Using Raw Material of
Acetophenone and Benzaldehyde Derivate, Indonesian Journal Chemistry, Yogyakarta
Secara keseluruhan
metabolisme hati banyak obat
melalui sitokrom P-450 sistem
enzim menurun seiring
bertambahnya usia. Untuk obat
yang di metabolisme di hati
yang menurun (Dapat dilihat
Efek Penuaan pada
Metabolisme dan Eliminasi
Beberapa Obat), Biasanya
menurun 30 hingga 40%. Secara
teoritis, dosis obat pemeliharaan
harus dikurangi dengan
persentase ini; Namun, tingkat
metabolisme obat sangat
bervariasi dari orang ke orang,
dan penyesuaian dosis individu
wajib
EKSKRESI
Ekskresi dapat melalui :
Eliminasi obat terjadi melalui ginjal, dan fungsi ginjal sering menurun seiring pertambahan usia.
Pertimbangan dalam praktik peresepan pada pasien usia lanjutharus menjadi perhatian,
terutama pada obat larut lemak, obat yang dimetabolisme melalui enzim CYP, dan obat yang
diekskresikan oleh ginjal.
•Perubahan yang terjadi pada sistem renal akibat proses
penuaan
1. Membran basalis glomerulus mengalami penebalan, permukaan glomerulus
mengalami penurunan, panjang dan volume tubulus proksimal berkurang dan
penurunan aliran darah renal, sehingga secara fisiologis glomerulus yang mampu
menyaring 20% darah dengan kecepatan 125 mL/menit (pada lansia menurun
hingga 97 mL/menit atau kurang, dan menyaring protein dan eritrosit menjadi
terganggu (Sunaryo dkk, 2015).
2. Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan total lemak tubuh,
penurunan cairan intra sel, penurunan kemampuan untuk memekatkan urine.
implikasi dari hal ini adalah penurunan total cairan tubuh dan resiko dehidrasi
(Sunaryo dkk, 2015).
3. Penurunan hormon yang penting untuk absorpsi kalsium dari saluran
gastrointestinal. Implikasi dari ini adalah peningkatan resiko osteoporosis
(Sunaryo dkk, 2015).
TAMBAHAN
• Perubahan yang terjadi akibat proses penuaan yaitu penurunan kapasitas kandung
kemih (Normal : 350-400 mL), peningkatan volume residu (Normal : 50 mL).
Implikasi dari ini adalah peningkatan resiko inkotinensia (Sunaryo dkk, 2015).
• Perubahan fungsi ginjal terkait usia dapat dievaluasi dengan menggunakan klirens
kreatinin, perkiraan laju filtrasi glomerulus. Persamaan Cockcroft-Gault digunakan
paling umum di sebagian besar pengaturan klinis untuk memperkirakan bersihan
kreatinin (Koda-Kimble, 2013 dan Dipiro, 2016)
TAMBAHAN
Waktu paruh diperpanjang untuk sejumlah obat yang diekskresikan melalui ginjal
pada orang lanjut usia yang sehat. Obat yang berisiko tinggi adalah obat yang
ekskresinya sepenuhnya tergantung pada ginjal (Koda-Kimble, 2013).
TAMBAHAN
(Dipiro, 2016)
TAMBAHAN
(Koda-Kimble,
PERUBAHAN
FARMAKODINAMIK PADA
PASIEN GERIATRI
FARMAKODINAM Respon tubuh terhadap obat yang dipengaruhi oleh pengikatan
IK reseptor, efek pascareseptor, dan interaksi kimia (obat-reseptor)
Sensitivitas obat terhadap jaringan mengalami perubahan seiring pertambahan umur seseorang.
Tidak seperti perubahan farmakokinetik, perubahan farmakodinamik usia lanjut lebih kompleks karena efek obat pada seseorang
sulit dikuantifikasi. Di samping itu, bukti bahwa perubahan farmakodinamik memang ada, harus dalam keadaan bebas pengaruh
efek perubahan farmakokinetik.Farmakodinamik tergantung pada konsentrasi obat di reseptor, posreseptor dalam sel dan
mekanisme homeostasis. Bagian-bagian tersebut mngkin dapat berpengaruh pada penuaan.
CONTOH PERUBAHAN FARMAKODINAMIK PADA BEBERAPA OBAT
Nitrazepam; Diazepam Pada usia lanjut sensitivitas terhadap nitrazepam meningkat; pemberian
diazepam intravena pada pasien usia lanjut memerlukan dosis yang
lebih kecil dibandingkan pasien dewasa muda, selain itu efek sedasi
yang diperoleh lebih kuat dibandingkan pada usia dewasamuda.
Triazolam Pemberian obat ini pada warga usia lanjut dapat mengakibatkan
postural sway-nya bertambah besar secara signifikan dibandingkan
dewasa muda.
Propranolol
Sensitivitas obat terhadap reseptor β1 berkurang; Penurunan frekuensi denyut
nadi setelah pemberian propranolol pada usia 50-65 tahun lebih
rendah dibandingkan mereka yang berusia 25-30 tahun.
ACEI
perubahan farmakodinamik pada obat-obat ini yaitu penurunan sensitivitas ke obat
setelah dosis berulang, ini adalah terlihat pada kedua kelompok umur dan dapat
dijelaskan oleh enzim induksi
Efek agonis β-adrenergik adalah menurun pada lansia. Untuk sebagian besar obat
agonis β-adrenergik kardiovaskular, lansia memiliki risiko lebih tinggi. Efek yang bisa terjadi berupa
ortostatik hipotensi karena penurunan arteri dan respon baroreseptor refleks .
Obat-obat SSP Penuaan dikaitkan dengan struktural dan perubahan neurokimia disistem saraf pusat
(SSP). Disebabkan oleh penghalang darah-otak kurang efektif. Beberapa obat dapat
menyebabkan kebingungan pada orang tua. Obat dengan antikolinergik efeknya,
misalnya obat untuk kemih inkontinensia, menyebabkan efek SSP lebih sering pada
orang tua. Antikolinergik dapat menyebabkan delirium ataumeningkatkan keparahan
gejala delirium pada pasien usia lanjut
lanjutan...
Obat Perubahan Respon*
Elektrolit Terjadi penurunan homeostatik elektrolit, diiringi dengan penuaan. Kemampuan
dalam mengatasi perubahan homeostasis elektrolit berkurang. Pasien geriatri
memiliki kerentanan yang lebih besar terhadap efek yang dapat ditimbulkan
obat, misalnya hiperkalemia atau hiponatremia.
• Drug Related Problem (DRP) atau masalah terkait obat adalah bagian dari
asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) yang menggambarkan suatu
keadaan, dimana profesional kesehatan (apoteker) menilai adanya
ketidaksesuaian pengobatan dalam mencapai terapi yang sesungguhnya
(Hepler, 2003)
• DRP dibagi menjadi 2 : actual dan potensial, DRP actual adalah masalah yang
terjadi seketika saat pasien menggunakan obat (misalkan alergi dll), dan DRP
potensial adalah masalah yang akan terjadi pada saat setelah penggunaan obat
(misalnya kerusakan hati, ginjal, dsb).
ADA 8 JENIS DRUG RELATED PROBLEM, YAITU:
1. Indikasi yang tidak ditangani (Untreated Indication)
2. Pilihan Obat yang Kurang Tepat (Improper Drug Selection)
3. Penggunaan Obat Tanpa Indikasi (Drug Use Without Indication)
4. Dosis Terlalu Kecil (Sub-Therapeutic Dosage)
5. Dosis Terlalu Besar (Over Dosage)
6. Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (Adverse Drug Reactions)
7. Interaksi Obat (Drug Interactions)
8. Gagal Menerima Obat (Failure to receive medication)
NO JENIS PENYEBAB
• β-Blocker: Pada pasien dengan riwayat MI dan / atau gagal jantung, bahkan pada pasien usia lanjut dengan risiko tinggi
komplikasi (misalnya, mereka dengan gangguan paru atau diabetes), obat ini mengurangi tingkat kematian dan rawat inap.
• Antihipertensi: Pedoman untuk mengobati hipertensi pada orang tua tersedia, dan pengobatan tampaknya bermanfaat
(mengurangi risiko stroke dan kejadian kardiovaskular utama). Meskipun demikian, penelitian bahwa hipertensi sering tidak
terkontrol pada pasien usia lanjut.
• Obat untuk penyakit Alzheimer: Inhibitor asetilkolinesterase dan antagonis NMDA (N-metil-d-aspartat) telah terbukti bermanfaat
bagi pasien dengan penyakit Alzheimer. Jumlah tunjangan tidak jelas, tetapi pasien dan anggota keluarga harus diberikan
kesempatan untuk membuat keputusan berdasarkan informasi tentang penggunaannya
• Antikoagulan: Antikoagulan mengurangi risiko stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium. Meskipun ada peningkatan risiko
perdarahan dengan antikoagulasi, beberapa orang dewasa yang lebih tua yang mungkin mendapat manfaat dari antikoagulasi
tidak menerimanya.
• Imunisasi: Orang dewasa yang lebih tua memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih besar akibat influenza, infeksi
pneumokokus, dan herpes zoster. Tingkat vaksinasi di antara orang dewasa yang lebih tua masih bisa ditingkatkan.
lanjutan
•Polifarmasi
Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan banyak obat secara bersamaan (empat sampai sepuluh obat atau lebih telah digunakan
sebagai kriteria dalam penelitian). Polifarmasi lazim di antara orang berusia lanjut dengan 39% melaporkan penggunaan 5 atau lebih obat
pada tahun 2012 dibandingkan dengan penggunaan polifarmasi sebesar 24% pada tahun 1999, menandakan peningkatan yang dramatis.
Pada tahun 2010, 38% orang berusia 62-85 tahun menggunakan setidaknya satu obat yang dijual bebas (OTC) dan 64% menggunakan
setidaknya satu suplemen. Penggunaan umum suplemen makanan dan produk herbal pada populasi ini menambah polifarmasi. Dalam
pengaturan panti jompo, 50,7% pasien dengan gangguan kognitif parah menerima polifarmasi (5-9 obat) dan 16,9% menerima polifarmasi
berlebihan (≥ 10 obat) dalam penelitian Layanan dan Kesehatan untuk Lansia dalam Perawatan Jangka Panjang (SHELTER/Services and
Health for Elderly in Long Term Care). Seperti yang diharapkan, polifarmasi berkontribusi pada peningkatan kunjungan rawat jalan dan
rawat inap dengan biaya medis sekitar 30% lebih tinggi. Di antara berbagai alasan polifarmasi, salah satunya adalah pasien lansia yang
menerima banyak obat dari penyedia berbeda yang menangani penyakit penyerta pasien tanpa perawatan.
Evaluasi lengkap dari semua obat harus dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan pada setiap kunjungan pasien yang lebih tua untuk
mencegah polifarmasi yang tidak tepat. Upaya harus dilakukan untuk mengurangi polifarmasi dengan menghentikan pengobatan apapun
tanpa indikasi. Namun, dokter juga harus memahami bahwa polifarmasi yang sesuai diindikasikan untuk orang dewasa yang lebih tua
dengan berbagai penyakit, dan dukungan harus diberikan untuk kepatuhan yang optimal. Masalah terkait obat yang terkait dengan
polifarmasi dapat diidentifikasi dengan melakukan tinjauan pengobatan yang komprehensif.
lanjutan...
Fransiska (2019).Ototoksisitas
Aminoglikosida
Obat Efek yang Tidak Pertimbangan dan rekomendasi
Diharapkan Bermakna
Allopurinol
• Efek yang tidak diharapkan tetapi bermakna : Ruam kulit dan
gagal ginjal.
• Pertimbangan dan rekomendasi : Kurangi dosis sampai 100 -
200 mg per hari. Pasien gangguan ginjal dengan kadar CrCl <
30 ml/min (0.5 ml/s) diberikan deosis 50 mg/ hari
Kolkisin
• Efek yang tidak diharapkan tetapi bermakna : Diare, dehidrasi
• Pertimbangan dan rekomendasi :Tidak direkomendasikan untuk
terapi kronis.
PARKINSON
tambahan
Defenisi Parkinson
● Penyakit Parkinson merupakan salah satu penyakit
neurodegenerative yang paling banyak dialami pada umur
lanjut dan jarang dibawah umur 30 tahun. Biasanya mulai
timbul pada usia 40-70 tahun dan mencapai puncak pada
decade ke-enam. (jurnal sinaps, vol 1 ; 2018)
● Penyakit Parkinson lebih banyak terjadi pada pria dengan
rasio pria dibandingkan wanita 3:2. penyakit Parkinson
meningkat seiring bertambahnya umur, maka prevalensi
penyaki Parkinson semakn meningkat. Kematian biasanya
tidak disebabkan oleh penyakit Parkinson sendiri tetapi
oleh karena terjadinya infeksi sekunder. (jurnal sinaps, vol
1 ; 2018)
tambahan
Patofisiologi
•Tingkat kehilangan dopamin nigrostriatal berkorelasi positif
dengan tingkat keparahan gejala motorik.
•Pengurangan aktivasi reseptor dopamin1 dan dopamin2
menghasilkan penghambatan thalamus yang lebih besar dan
mengurangi aktivasi korteks motorik. Perbaikan klinis dapat
dikaitkan dengan memulihkan aktivitas lebih banyak di
reseptor dopamin2 daripada di reseptor dopamin1.
(Dipiro et all, 2015)
tambahan
Kriteria Diagnosis :
1. Hughes
a. tremor istirahat
b. regiditas
c. bradikinesia
d. hilangnya refleks postural
2. Hoehn dan Yahr
e. stadium 1 : gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala ringan, terdapat gejala yang mengganggu
tetapi tidak menggangu kecatatan,biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak,gejala yang
timbul dapat dikenali orang terdekat.
f. stadium 2 : terdapat gejala bilateral terdapat kecacatan minimal , sikap/ cara berjalan terganggu.
g. stadium 3 : gerak tubuh nyata terlambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri,
disfungsi umum sedang.
h. stadium 4 : terdapat gejala yang berat masih dapat berjalan namun hanya untuk jarak tertentu,
rigiditas, brakinesia, tidak mampu berdiri sendiri .
i. stadium 5 : stadium khaketik, kecacatan total,tidak mampu berdiri atau berjalan, memerlukan
perawatan intensif.
(Gunawan et all,2017)
tambahan
TERAPI
1. LEVODOPA
Levodopa merupakan gold standart dalam mengobati parkinson. levodopa merupakan
prekursor dopamin yang dapat menembus blood brain barrier. levodopa umumnya
ditambahkan karbidopa yang merupakan inhibitor dekarboksilase perifer (PDI).
kerbidopa menghambat dekarboksilasi levodopa menjadi dopamin dalam siskulasi
sistemik sehingga memungkinkan untuk distribusi levodopa lebih besar ke dalam
sistem saraf pusat.
2. MAO (Monoamin oxidase) B inhibitor
MAO dapat dipertimbangkan untuk pengobatan awal penyakit. obat ini memberikan
manfaat perbaikan gejala yang ringan, memiliki profil efek samping yang baik.
Menurut penelitian Cochrane, MAO –B inhibitor telah meningkatkan indicator
kualitas hidup sebesar 20-25 % dalam jangka waktu yang panjang.contoh : Selegiline
dan rasagiline.
tambahan
lanjutan
3. Agonis Dopamin
agonis dopamin bekerja dengan menstimulasi reseptor dopamindi substansia nigra dan
efektif untuk memperlambat munculnya komplikasi motorik seperti diskinesia jika
dibandingkan dengan levodopa. agonis dapat digunakan untuk mengatasi gejala motorik
pada tahap awal dan kurang baik untuk mengatasi gejala motorik pada stadium akhir.
contoh : Bromokriptin, Pramipexole, Ropinirole.
4. Antkolinergik
Antikolinergik efektif untuk mengontrol tremor pada stadium awal dari
penyakit Parkinson tetapi tidak efektif untuk mengatasi bradikinesia dan
instabilitas postural. Antikolinergik akan menyeimbangkan dopamine dan
asetilkolin. obat ini harus diberikan dengan dosis rendah pada awal dan
ditingkatkan perlahan-lahan untuk meminimalkan efek samping (gangguan
memori, konstipasi, mulut kering, dan retensi urin) contoh : Trihexyphenidyl
tambahan
lanjutan
5. Amantadine
Amantadine merupakan agen antivirus yang memiliki aktvitas antiparkinson.
Mekanisme kerjanya tidak sepenuhnya dipahami namun amantadine
mempotensiasi respon dopaminergic di susunan saraf pusat. Obat ini dapat
melepaskan dopamine dan noreepinefrindari lokasi penyimpanan dan
menghambat reuptake dopamine dan norepinefrin. Efek samping (halusinasi,
mual, sakit kepala, pusing,dan insomnia)
Nitrat & Nicorandil Hipotensi postural, pusing, sakit Mulai dengan dosis lebih
kepala rendah. Pantau tekanan darah
Penghambat Beta-Blocker Depresi, keletihan, bronkospasme, Hindari pada pasien asma, dan
bradikardi, hipotensi, penyakit pembuluh darah tepi.
memperparah Propranolol dan timolol tidak
penyakit pembuluh darah tepi, direkomendasikan
insomnia, mimpi yang hidup (vivid karena tingginya kejadian
dreams) efek yang tidak diinginkan
KLasifikasi obat
kardiovaskuler
Tambahan...
Terapi Obat Kardiovaskular pada Lansia (Zeind, Caroline S., 2018)
1. Hipertensi pada lansia dapat ditangani dengan obat-obat hipertensi pada umumnya yang diberikan.
Tetapi harus tetap dilakukan pemantauan tekanan darah untuk mencegah rendahnya tekanan darah,
bradikardi, dan hipotensi ortostatik.
2. Terapi farmakologi gagal jantung pada lansia yaitu diuretik, β-Blocker, Angiotensin-converting Enzyme
(ACE) Inhibitor, Penghambat Reseptor-Angiotensin (ARB), dengan atau tanpa digoksin dan
sprinolakton. Dengan mempertimbangkan resiko pada kondisi pasien secara bersamaan.
3. Terapi lini pertama untuk pencegahan penyakit arteri koroner(Coronary Disease Artery; CAD) seperti
Asam asetilsalisilat (ASA), dan β-Blocker.
4. Obat pilihan untuk mengobati hiperlipidemia pada lansia yaitu kelas statin.
Dapat dipertimbangkan terapi dengan golongan obat yang lain, dengan melihat status penyakit, efek
merugikan, dan interaksi obat.
Terapi Farmakologi Hipertensi pada Lansia (James, 2014 )
Terapi tunggal dapat diberikan sebagai terapi inisial untuk tekanan darah tinggi stadium 1 dengan faktor
resiko total kardiovaskular rendah atau sedang, dapat dimulai dengan pemberian dosis awal kemudian
dinaikkan hingga dosis maksimal. Jika terget tekanan darah belum tercapai, dapat diganti dengan obat yang
memiliki mekanisme kerja berbeda, yang dimulai dengan dosis rendah kemudian dosis ditingkatkan hingga
dosis maksimal.
Untuk menurunkan dan mempertahankan tekanan darah secara optimal, maka harus mempertimbangkan
pemilihan obat dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan pemilihan pengobatan dengan terapi tunggal
maupun terapi kombinasi, dan kombinasi terapi obat antihipertensi yang paling banyak diberikan yaitu
kombinasi CCB+ARB, terapi kombinasi 2 obat dosis rendah diberikan untuk terapi inisial pada hipertensi
stadium 2 dengan faktor risiko tinggi atau sangat tinggi, bila dengan 2 macam obat target tekanan darah tidak
tercapai dapat diberikan 3 macam obat antihipertensi.
ACE Inhibitor dapat diberikan untuk pengobatan tunggal maupun secara kombinasi, karena
keefektifan dan keamanannya. ACE Inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang, maupun berat. Bahkan
yang digunakan pada krisis hipertensi seperti Captopril. Obat ini efektif pada sebagian besar pasien dan
kombinasi ACE inhibitor dengan diuretik memberikan efek sinergistik (Lutfiyati, 2017)
Kerja: ACE-Inhibitor bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin-I menjadi angiotensin-II,
dimana angiotensin-II adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron.
Selain itu, ACE Inhibitor menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti refleks takikardia. Obat golongan ini
tidak hanya efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang tinggi, tetapi juga pada hipertensi dengan renin
normal maupun rendah. Hal ini karena ACE Inhibitor menghambat degradasi bradikinin yang mempunyai
efek vasodilatasi. ACE Inhibitor juga diduga berperan menghambat pembentukan angiotensin-II secara lokal
di endotel pembuluh darah. Penggunaan golongan ACE Inhibitor harus dimulai dengan dosis rendah dan
dipantau tekanan darah, fungsi ginjal serta kadar kalium dalam darah.
Interaksi Obat: ACE inhibitor bila diberikan bersamaan dengan Penghabat reseptor-angiotensin (ARB)
dapat menurunkan kadar albuminuria (Farmakologi Ulasan Bergambar- 4 ed., 2016)
Contoh obat golongan ACE inhibitor: Catopril, ramipril, lisinopril, benezepril, enalapril, fosinopril.
Efek samping: meliputi batuk kering, ruam, demam, perubahan sensasi rasa, hipotensi (pada keadaan
hipovolemik) dan hiperkalemia (Farmakologi Ulasan Bergambar- 4 ed., 2016)
Perhatian: Penghambat ACE bersifat fetotoksik dan tidak boleh digunakan oleh wanita hamil.
Terapi Farmakologi Gagal Jantung pada Lansia
1. Gol. Diuretik (Farmakologi Ulasan Bergambar- 4 ed., 2016)
Diuretik dapat digunakan sebagai terapi obat lini pertama untuk hipertensi, kecuali jika terdapat alasan
yang mengharuskan pemilihan agen terapi lain. Terapi diuretik dosis rendah adalah aman, murah, dan efektif
dalam mencegah stoke, infark miokardium, gagal jantung kongesif, mengurangi kongesi paru dan edema
perifer. obat-obat golongan deuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya menurunkan aliran balik
vena menuju jantung. Hal ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen. diuretik juga
menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma yang selanjutnya menurunkan tekanan darah. Data
terkini, menunjukkan bahwa diuretik lebih unggul dibandingkan β-Blocker untuk mengobati hipertensi pada
lansia.
Reaksi merugikan yang umumnya yaitu: dehidrasi, hiponatremia, hipokalemia, inkontinensia (Drugs for the
geriatric patient, 2007).
Interaksi Obat: Litium dengan diuretik = Meningkatnya risiko toksisitas dan ketidakseimbangan elektrolit
(Drugs for the geriatric patient, 2007).
a. Diuretik Tiazid (e.g: Hydrochlortiazide) (Farmakologi Ulasan Bergambar- 4 ed., 2016)
Kerja: Menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan asupan natrium dan ekskresi air. Hal ini
menyebabkan penurunan volume ekstraseluler, mengakibatkan penurunan curah jantung dan aliran
gagal ginjal.
Diuretik Tiazid sering kali dikombinasikan dangan diuretik hemat kalium, dan kombinasi dengan
beragam agen antihipertensi lainnya e.g: β-Blocker, ACEI, Penghambat reseptor- angiotensin (ARB).
Obat ini tidak efektif pada pasien dengan fungsi ginjal yang tidak kuat (bersihan kereatini; <50
mL/menit).
b. Loop diuretic (e.g: Furosemide, bumetidine, torsemide)
Kerja: Menghambat reabsorpsi Na dan Cl di tubulus proximal dan distal, serta menghambat reabsorsi
Na, Cl, K, Ca, Mg dan Air di lengkung henle.
c. Diuretik hemat-kalium
Kerja: Mengkompetisi ikatan aldosteron dengan reseptor kanal Na-K di tubulus distal, meningkatkan
ekskresi air, Na dan Cl serta menghambat K dan H
INTERAKSI PENYAKIT-OBAT PADA PASIEN LANSIA (Drugs for the geriatric patient, 2007)
Gol. Obat Efek Samping pada umumnya Catatan
Agonis α-2 Sedasi, Ganguan emosional, a. untuk mencegah efek
Hipotensi, Konstipasi, hipotensi withdrawal saat
ortostatik dan postural, Lupus like penghentian obat harus di
syndrome, Kenaikan berat badan, tapering.
dan impotensi b. Metildopa menjadi salah
satu pilihan untuk ibu hamil
Antagonis α-1 Dizzines, nyeri kepala, hipotensi Untuk hipertensi dengan
ortostatik, kelelahan, dan edema komplikasi tinggi, antagonis α-1
merupak golongan obat pilihan.
β-Blocker Hipotensi, bradiaritmia, diare, a. Beta selektif lebih aman
bronkospasme, faringitis, digunakan untuk penderita
hiperlipidemia PPOK atau ashma
b. Penghentian obat harus di
tapering
CCB Edema, Gingival hyperplasia, nyeri Hindari penggunaan CCB Non-
otot, kram otot, hipotensi dihydropyridine (verapamil dan
Diltiazem) pada pasien gagal
jantung fase 2 dan 3.
Gol. Obat Efek Samping pada umumnya Catatan
Peringatan : Pasien Usia lanjut lebih sensitif terhadap efek obat diuretik dan lebih cenderung
mengalami disfungsi ginjal terkait usia
(Medscape, 2021, Clinical Pharmacy And Therapeutics,6,2019)
OBAT PSIKOTROPIK
Barbiturat harus dibatasi penggunaannya hanya untuk jangka waktu pendek (2 minggu atau kurang) karena banyak
efek sampingnya. Efek samping umum barbiturat adalah: letih, mengantuk, hang-over, pusing, mual, muntah serta
diare. Reaksi yang merugikan adalah: depresi pernapasan, ketergantungan obat, dan toleransi.
Depkes, 2019, Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat Untuk Pasien Geriatri). Departemen Kesehatan
Indonesia, Jakarta.
OBAT PSIKOTROPIK
Obat Psikotropik
Antidepresan trisiklik lebih disukai daripada MAOI karena masalah interaksi obat dan kebutuhan untuk pencegahan
diet yang ketat. Trisiklik memiliki efek sedative yang lebih cocok untuk pasien dengan kondisi gelisah dan cemas.
sedangkan untuk efek sedative yang lebih kecil, lebih di sukai untuk pasien yang apatis. Sayangnya trisiklik seperti
amitriptyline memiliki antimuskarinik dan efek samping kardiotoksik sehingga penggunaannya di batasi (Martindale,
2009).
Antidepresan trisiklik telah menunjukkan beberapa manfaat dalam pengobatan diarepredominan IBS terkait dengan
nyeri perut sedang hingga berat, oleh memodulasi persepsi nyeri visceral, mengubah waktu transit GI, dan mengobati
yang mendasari kormobiditas (Dipiro, 2020).
Tambahan
Obat Psikotropik
Butirofenon : Haloperidol dan droperidol bekerja dengan memblokir stimulasi dopaminergik CTZ
(Chemoreceptor Trigerred Zone), yang akan mengurangi mual dan muntah. Meskipun efektif dalam
menghilangkan mual dan muntah, penggunaan terapi ini memiliki kecenderungan untuk menyebabkan
gejala extrapyramidal (Dipiro, 2020).
Fenothiazines telah menjadi agen antiemetik yang paling banyak diresepkan dan dapat memblokir
reseptor dopamine dan kemungkinan besar di CTZ. Fenotiazin dipasarkan dalam berbagai bentuk dosis
dan juga lebih efektif daripada yang lain. Terapi ini mungkin paling praktis untuk perawatan jangka
panjang dan murah dibandingkan dengan obat yang lebih baru (Dipiro, 2020).
Tambahan
Tambahan
OBAT LAIN DENGAN BERBAGAI FUNGSI
Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan
Bermakna Rekomendasi
Antihistamin (difenhidramin, Efek antikolinergik Gunakan dosis terkecil dan
klorfeniramin, (pandangan kabur, retensi urin, durasi terpendek yang masih
prometazin) konstipasi, sindrom delirium) serta mungkin.
sedasi.
Gunakan dosis terkecil dan Efek antikolinergik Resiko efek samping
durasi terpendek yang masih (pandangan kabur, retensi urin, seringkali lebih besar dengan
mungkin. konstipasi, sindrom delirium) manfaat yang minimal. Hindari
sedasi. pemakaian jangka panjang
Kortikosteroid Hiperglikemia, osteoporosis, tukak Gunakan dosis terkecil dan
(sistematik) lambung, depresi, durasi terpendek yang masih
atropi kulit, luka lama sembuh, mungkin. Lebih
sindrom delirium. dianjurkan steroid inhalasi
untuk penyakit pernafasan.
OBAT LAIN DENGAN BERBAGAI FUNGSI
Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan
Bermakna Rekomendasi
Simetidin Sindrom delirium, Lebih dianjurkan
gynaecomastia, interaksi obat yang penggunaan penghambat
bermakna. pompa proton (proton
pump inhibitor)
Kortikosteroid Hiperglikemia, osteoporosis, tukak Gunakan dosis lebih rendah. Pantau kadar
(sistematik) lambung, depresi, obat dalam darah jika tersedia. Hindari
atropi kulit, luka lama sembuh, sindrom keadaan hipokalemia. Bukan terapi
delirium. pilihan pertama untuk
gagal jantung (ACE Inhibitor lebih
dianjurkan)
Direktorat Bina Farmasi.. 2004. Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien Geriatri . Depkes,RI. Jakarta
OBAT LAIN DENGAN BERBAGAI FUNGSI
Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan
Indikasi
Bermakna Rekomendasi
Disopyramide JIka mungkin gunakan
Anti aritmia Antimuskarinik kuat
obat antiaritmia lain. Gunakan dengan
dan efek inotropik negatif. dosis yang diturunkan
Glukoma, dapat menekan
kontraktilitas sehingga memicu
gagal jantung
Teofilin Indeks terapi sempit, risiko
Anti asma dan Sindrom delirium, aritmia termasuk
toksisitas meningkat karena perubahan
bronkodilator takikardi, hipotensi, farmakokinetik dan bersihan menurun
Muntah berulang yang pada gagal jantung. Secara
menyebabkan dehidrasi, umum tidak dipertimbangkan sebagai
hipokalemia berat, terapi pilihan pertama b-agonis
hiperglikemia, hipomagnesemia, inhalasi / dan
kortikosteroid inhalasi lebih
asidosis metabolik,
dianjurkan.
rhabdomyolysis, kejang
- Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. 2004. Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien Geriatri
- Sweetman, S. 2009. Martindale the Complete Drug Reference. 36th Edition
- th
Goodman & Gilman. 2006. The Pharmacologycal Basis of Therapeutics. 11 ed
OBAT LAIN DENGAN BERBAGAI FUNGSI
Obat Efek Tidak Diharapkan yang Pertimbangan dan
Bermakna Rekomendasi
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. 2004. Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat)
Untuk Pasien Geriatri . Jakarta: Departemen Kesehatan RI
DAFTAR INTERAKSI OBAT YANG
BERPOTENSI UNTUK TERJADI
LEVEL KEMAKNAAN KLINIK INTERAKSI OBAT
• Hindari kombinasi
Level 1 • Resiko yang dapat merugikan pasien lebih besar
dari manfaat.
• Sebaiknya hindari kombinasi.
• Penggunaan kombinasi hanya dapat dilakukan pada keadaan
Level 2 khusus. Penggunaan obat alternatif dapat dilakukan jika
memungkinkan. Pasien harus selalu dipantau dengan
sebaikbaiknya jika obat tetap diberikan.
• Minimalkan risiko,
Level 3 • Ambil tindakan yang perlu untuk mengurangi
resiko.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. 2004. Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien
Geriatri . Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Obat Level Efek Mekanisme Penanganan
Allopurinol + 1 Efek toksik dan farmakologi Allopuriniol menginhibisi Turunkan dosis purinetol 25% dari
Purinetol purinetol meningkat metabolismenya oleh xantin dosis lazim. Pantau fungsi
oksidase sehingga purinetol Hematologi
terakumulasi.
Aminofilin + 3 Efek Alprazolam menurun Xantin (aminofilin) menginduksi Tidak perlu tindakan pencegahan
Alprazolam metabolisme Benzodiazepin khusus. Sesuaikan dosis
(alprazolam) oleh hati sehingga benzodiazepin bila perlu
kadarnya menurun.
Amitriptilin + 2 Kadar amitriptilin meningkat Flukonazol menghambat isoenzim Pantau respons klinik pasien dan
Flukonazol sehingga efek terapi dan efek CYP450, CYP2C9, CYP2C19, Konsentrasi amitriptilin ketika
samping juga meningkat CYP3A4 dan mungkin CYP2D6 Flukonazol dihentikan.
yang berkaitan dengan metabolisme Sesuaikan dosis amitriptilin jika
Amitriptilin perlu
Asetosal + 2 Dapat meningkatkan Aspirin dapat meningkatkan kadar Pantau kadar glukosa darah.
Glibenklamid efek hipoglikemia Glibenklamid karena Asetosal Turunkan dosis glibenklamid jika
dari Glibenklamid dapat mengganggu proses sekresi terjadi hipoglikemia. Pertimbangkan
tubulus sehingga efek glibenklamid untuk menggunakan obat alternatif
meningkat lain seperti parasetamol atau AINS
Stockley. 2008. Stockley’s Drug Interaction. 8th Edition. London: Pharmaceutical Press
Obat Level Efek Penanganan
Asetosal + 1 penghambatan vitamin K di hati dan Dapat meningkatkan Pantau INR. Sesuaikan
Warfarin faktor-faktor koagulasi aktifitas antikoagulan. dosis
antikoagulan
Belladona + 3 menurunkan efek kolinergik / transmisi. Dapat menurunkan Sesuaikan dosis amitriptilin
Amitriptilin mencegah aktivitas asetilkolin agar tidak memicu kadar serum amitriptilin berdasarkan respon pasien.
pergerakan otot secara tak sadar di paru-paru, saluran dan dapat Pisahkan waktu
pencernaan, hingga saluran kemih meningkatkan penggunaan
efek depresi untuk mengurangi efek aditif
pernafasan sedatifnya
Bisoprolol 4 bisoprolol bekerja dengan cara memblok Efek farmakologi Pantau fungsi jantung pada
Fumarat + reseptor beta adrenergik dengan efek kedua obat dapat pasien yang memiliki
Nifedipin menurunkan kerja jantung. Nifedipin bekerja meningkat kemungkinan efek samping
dengan cara menduduki kanal kalsium yang
menyebabkan penurunan kontaktilitas kardiovaskular
miokardium. Penggunaan bersama kedua obat
ini menyebabkan efek yang tidak diinginkan
yaitu hipotensi dan bradikardi.
Captopril + Kalium 4 Dapat meningkatkan kadar Meningkatkan kadar Pantau kadar kalium
kalium. Kemungkinan terjadi kalium. Dapat dalam darah secara
hiperkalemia menyebabkan berkala. Sesuaikan
hiperkalemia akut dosis kalium
Ranitidin
Menurunkan Adanya perubahan/peningkatan pH lambung karena pemberian Untuk mengoptimalkan absorpsi,
+
4 bioavailabilitas ranitidin, sehingga penyerapan dari sefuroksim asetil terganggu. pasien disarankan untuk
Sefuroksim
dari Sefuroksim (Baxter, 2010) mengkonsumsi makanan
Asetil
Baik SSRIs dan metoklopramid dapat menyebabkan reaksi Pantau pasien untuk melihat efek
Meningkatkan sindrom
Sertralin ekstrapiramidal : metoklopramid dapat memblokir reseptor dopamin ekstrapiramidal yang tidak
serotonin, seperti iritasi,
+ 4 di ganglia basal dan SSRIs dapat menghambat neurotransmission diinginkan. Gunakan obat
tonus otot menggigil dan
Metoklopramid dopamin. metoklopramid telah dilaporkan memiliki afinitas antiserotonergik bila terjadi efek
kehilangan kesadaran
menengah untuk reseptor serotonin tertentu (Baxter, 2010) sindrom serotonin
* Barber, et al. (2016). Intravenous Vancomycin Dosing in the Elderly : A Focus on Clinical
Issues and Practical Application. Drugs Aging. 33, 845-854.
*Borguignon et al. (2010). Evaluation of Various Gentamicin Dosage Regimens in Geriatric
Patients. National Library of Medicine
*Fransiska. (2019). Ototoksisitas Aminoglikosida. Jurnal Kesehatan dan Kedokteran. 1(1), 37-47.
* Gunawan et all, 2017. Jurnal review Parkinson and stem cell therapy. MNJ vol 03,no,1
* Muliawan dkk, 2018. Diagnosis dan terapi deep brain stimulation pada penyakit parkinson.
Jurnal sinaps vol 1. no.1